Negara: Suriah

  • Milisi Suriah Bakal Bubarkan Pasukan Keamanan Bashar Al Assad

    Milisi Suriah Bakal Bubarkan Pasukan Keamanan Bashar Al Assad

    Jakarta, CNN Indonesia

    Milisi Suriah Hayat Tahrir al Sham (HTS) pada Rabu (11/12) mengatakan bakal membubarkan pasukan keamanan Bashar Al Assad.

    Pasukan ini digunakan Assad guna memberangus milisi-milisi yang selama ini menjadi oposisi di pemerintahannya.

    Tidak hanya itu, HTS juga bakal menutup semua penjara yang selama ini digunakan untuk menawan orang-orang yang dianggap Assad sebagai musuhnya, termasuk penjara neraka Sednaya.

    “Kami akan membubarkan pasukan keamanan rezim sebelumnya dan menutup penjara-penjara terkenal,” kata pemimpin tertinggi HTS, Abu Mohammed Al Julani, dilansir Reuters.

    Julani menambahkan, HTS juga bakal memberangus siapa pun yang terlibat “dalam penyiksaan atau pembunuhan tahanan” yang ditawan Assad di penjara-penjara Suriah.

    Ia menegaskan tidak akan memberi ampunan kepada siapa pun yang melakukan tindakan keji tersebut.

    “Kami akan mengejar mereka di Suriah dan kami meminta negara-negara untuk menyerahkan mereka yang melarikan diri sehingga kami dapat mencapai keadilan,” lanjut Julani.

    Selama memimpin, Assad dilaporkan telah menahan ribuan orang yang antipemerintah di berbagai penjara yang ada di Suriah, termasuk di penjara Sednaya.

    Di sana, ribuan tahanan tersebut disiksa dan dibiarkan tidak makan dan minum seharian hingga akhirnya tewas di tempat.

    HTS sendiri pada 8 Desember lalu telah berhasil menggulingkan rezim Assad yang sudah berkuasa di Suriah selama 50 tahun.

    Untuk mengisi kekosongan pemimpin, HTS menunjuk eks Perdana Menteri Suriah, Mohammed Al Bashir, untuk menjadi memimpin pemerintahan sementara.

    Penunjukan ini juga sudah diutarakan Al Bashir dalam pernyataannya yang disiarkan di televisi Suriah pada Selasa (10/12) Waktu setempat.

    Sebagai PM sementara, Bashir bertugas untuk memulihkan keamanan dan otoritas negara, memulangkan jutaan pengungsi Suriah, dan menyediakan layanan penting.

    Bashir sendiri bakal menjadi PM sementara Suriah setidaknya hingga Maret 2025 mendatang. “Kami hanya akan bertahan sampai Maret 2025,” kata Bashir.

    (gas/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Isi Istana Presiden Suriah yang Dijarah: Pil Anti-Kecemasan, Cangkir Kopi hingga Buku tentang Rusia – Halaman all

    Isi Istana Presiden Suriah yang Dijarah: Pil Anti-Kecemasan, Cangkir Kopi hingga Buku tentang Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Setelah runtuhnya kekuasaan Presiden Suriah Bashar al-Assad, oposisi bersenjata dan warga sipil Suriah memasuki halaman kepresidenan pada Selasa (10/12/2024).

    Mereka menyebarkan gambar dan video di media sosial yang memperlihatkan kekayaan tempat tinggal keluarga Assad, sementara masyarakat Suriah semakin miskin.

    Assad jatuh dari kekuasaannya setelah aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), mengumumkan keberhasilannya merebut ibu kota, Damaskus pada 8 Desember 2024.

    Keluarga Assad dikabarkan kabur ke luar negeri, namun keberadaannya masih belum diketahui.

    Setelah jatuhnya kekuasaan Assad, seorang reporter dari surat kabar Wall Street Journal (WSJ) meliput kondisi istana Assad di Damaskus.

    Ia mengunjungi bekas rumah, kantor, dan bunker bawah tanah milik rezim Assad.

    “Di kantor Assad yang terbengkalai, meja dan lantainya dipenuhi buku dan kertas: sejarah militer Rusia, peta Suriah timur laut, biografi dirinya sendiri,” lapornya.

    “Potongan pil anti-kecemasan ada di dalam kemasannya di atas meja,” lanjutnya.

    Sementara itu, reporter New York Times melaporkan ada sebuah meja di salah satu kantor yang di atasnya terdapat secangkir kopi setengah jadi, lusinan puntung rokok, dan sebuah remote control.

    Karpet merah masih terhampar di sepanjang koridor luas istana presiden.

    Selain itu, lampu gantung besar tergantung di ruang resepsi penuh hiasan yang dipenuhi perabotan kayu Damaskus yang mahal.

    Kamar Mandi untuk Buthaina Shaaban

    Menurut laporan New York Times, istana tersebut memiliki kamar mandi dalam untuk Buthaina Shaaban yang bekerja sebagai penasihat keluarga Assad selama beberapa dekade.

    Ada juga foto-foto berbingkai yang tampaknya merupakan pesta ulang tahunnya yang ke-70 di salah satu meja.

    Selain itu, ada majalah Time edisi tahun 1983 yang menampilkan ayahnya, Hafez al-Assad, dengan judul “Suriah: Bentrok dengan Amerika Serikat, Mencari Peran yang Lebih Besar.”

    Ruang Bawah Tanah

    Istana tersebut memiliki setidaknya dua ruangan untuk rapat kabinet, satu di atas tanah dan yang lainnya di bawah tanah.

    Tampaknya, ruang bawah tanah dibangun untuk situasi yang mirip dengan hari-hari terakhir Assad di istananya.

    “Di lantai tiga bawah tanah, saya menemukan – di seluruh ruang tamu – plakat tembaga yang menandai kursi Menteri Pertahanan dan berbagai komandan militer, dan mengklasifikasikan Assad sebagai Panglima Tertinggi,” lapor reporter New York Times.

    Runtuhnya Rezim Assad dalam Perang Saudara Suriah

    Rezim Assad dari Partai Ba’ath runtuh pada 8 Desember 2024, setelah oposisi bersenjata mengumumkan keberhasilannya merebut ibu kota Suriah, Damaskus.

    Sebelumnya, aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), meluncurkan serangan pada 27 November 2024 di Idlib, hingga berhasil merebut kota Aleppo, Hama, Homs, dan Damaskus dalam waktu kurang dari dua minggu.

    Pemimpin HTS, Abu Muhammad Al-Julani, mendeklarasikan runtuhnya rezim Assad melalui pidato di Damaskus pada Minggu (8/12/2024).

    Runtuhnya rezim Assad adalah buntut dari perang saudara di Suriah yang berlangsung sejak 2011 ketika rakyat Suriah menuntut turunnya Presiden Suriah Bashar al-Assad.

    Iran mulai membantu rezim Assad pada 2011 dan Rusia mulai terlibat pada tahun 2015.

    Pertempuran sempat meredup pada 2020 setelah Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata antara rezim Assad dan oposisi di Idlib, sebelum meletus lagi pada 27 November lalu.

    Bashar al-Assad berkuasa sejak 2000, setelah meneruskan kekuasaan ayahnya, Hafez al-Assad yang berkuasa pada 1971-2000.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Kelompok Islamis Seluruh Dunia Beri Selamat Kemenangan HTS di Suriah

    Kelompok Islamis Seluruh Dunia Beri Selamat Kemenangan HTS di Suriah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Organisasi dan militan Islam di seluruh dunia telah mengucapkan selamat kepada pemberontak Suriah atas kemenangan mereka dalam merobohkan rezim Presiden Bashar al-Assad.

    Melansir The Guardian pada Kamis (12/12/2024), banyak cabang Ikhwanul Muslimin mengeluarkan pernyataan gembira merayakan kemenangan HTS, memuji “rakyat Suriah atas penggulingan rezim Assad”.

    Ikhwanul Muslimin sendiri merupakan gerakan Islamis veteran yang berupaya membawa pemerintahan berdasarkan interpretasi hukum Islam yang ketat ke negara-negara di seluruh dunia Muslim dan telah menolak kekerasan.

    Cabang Ikhwanul Muslimin di Lebanon mengucapkan selamat dan memberkati “rakyat Suriah karena telah menggulingkan tiran mereka dan mencapai tujuan pertama revolusi mereka”.

    Di Yordania, Front Aksi Islam, partai politik yang mewakili kepentingan Ikhwanul Muslimin di kerajaan itu, juga mengucapkan selamat kepada rakyat Suriah. Beberapa pejabat seniornya juga menyatakan dukungannya terhadap HTS dan kampanyenya.

    Dalam sebuah unggahan Facebook yang kemudian dihapus, salah seorang mengatakan keberhasilan HTS sedang “dipelajari taktiknya, operasi intelijen, teknologi, penanganan media, manajemen tahanan, persiapan, dan strategi kejutannya”.

    “Ikhwanul Muslimin … memandang HTS sebagai model pemerintahan. HTS adalah penyelamat bagi proyek Islamis nasionalis,” kata Katrina Sammour, seorang analis yang berbasis di Amman.

    Para pengamat menyebut ucapan selamat kepada rakyat Suriah – bukan hanya kepada HTS – memungkinkan terciptanya persatuan di antara kelompok-kelompok yang telah lama terpecah belah oleh ideologi, metode, sponsor, dan sekte.

    Hamas dan sekutunya Jihad Islam didukung oleh Iran, yang memiliki hubungan kuat dengan rezim Assad dan sebelumnya sangat kritis terhadap para pemberontak.

    Namun, kelompok tersebut, yang akar ideologinya berasal dari Ikhwanul Muslimin, menjauhkan diri dari Assad – seorang anggota sekte minoritas Alawi, cabang dari Syiah Islam – saat ia menindak para pengunjuk rasa dan pemberontak yang sebagian besar beragama Muslim Sunni.

    Dalam beberapa hari terakhir, Hamas mengucapkan selamat kepada rakyat Suriah karena telah mencapai “aspirasi mereka untuk kebebasan dan keadilan” dan menambahkan bahwa mereka berharap Suriah pasca-Assad akan melanjutkan “perannya yang historis dan penting dalam mendukung rakyat Palestina”.

    Jihad Islam Palestina yang didukung Iran mengeluarkan pernyataan yang hampir identik.

    Taliban Afghanistan, yang kembali berkuasa pada tahun 2021 setelah pemberontakan selama 20 tahun, adalah penguasa pertama yang memberi selamat kepada HTS secara langsung dan mengakui faksi tersebut sebagai pemerintahan baru Suriah.

    Dalam sebuah pernyataan pada Minggu, Kementerian Luar Negeri Taliban mengatakan bahwa mereka mengharapkan “pemerintahan Islam yang berdaulat dan berorientasi pada pelayanan sesuai dengan aspirasi rakyat Suriah, yang menyatukan seluruh penduduk tanpa diskriminasi dan pembalasan”.

    Afiliasi al-Qaeda telah membuat pernyataan yang mendukung HTS, tetapi ISIS, yang dipimpin oleh Abu Mohammed al-Jolani sekitar satu dekade lalu, telah bersikap sangat kritis, menuduh kelompok tersebut mengkhianati tujuan jihad dan bekerja sama dengan musuh-musuh umat Islam.

    Respons positif Hamas terhadap jatuhnya Assad berbeda dengan Hizbullah, gerakan Syiah Islam yang berbasis di Lebanon yang memainkan peran utama dalam mendukung Assad selama bertahun-tahun perang. Suriah yang dipimpin Assad telah lama menjadi jalur penting bagi Iran untuk memasok senjata kepada kelompok tersebut.

    Pernyataan pertama Hizbullah tentang peristiwa di Suriah – yang disampaikan oleh anggota parlemen Lebanon Hassan Fadlallah – menggambarkan sebuah “transformasi besar, berbahaya, dan baru”.

    Kelompok yang didukung Iran tersebut telah membawa kembali para pejuangnya ke Lebanon selama setahun terakhir untuk bertempur dalam perang dengan Israel.

     

    (luc/luc)

  • Dubes RI Sebut Kejatuhan Rezim Suriah Mirip Peristiwa Reformasi 1998

    Dubes RI Sebut Kejatuhan Rezim Suriah Mirip Peristiwa Reformasi 1998

    Jakarta, CNN Indonesia

    Duta Besar Republik Indonesia untuk Suriah Wajid Fauzi menyamakan situasi di negaranya saat ini mirip dengan yang terjadi di Indonesia ketika 1998.

    Pekan lalu, milisi Hayat Tahrir Al Sham (HTS) berhasil menumbangkan rezim diktator Presiden Bashar Al Assad yang telah berkuasa selama 24 tahun terakhir. Wajid menyebut situasi ini sebagai perubahan kekuasaan.

    “Saya lihat apa yang kita saksikan ini sesungguhnya adalah sebuah pergantian kekuasaan sebuah negara,” kata Wajid dalam diskusi soal Suriah yang digelar Partai Gelora secara virtual pada Rabu (11/12).

    Dia lalu menegaskan pergantian kekuasaan bisa terjadi di negara mana saja termasuk Indonesia.

    “Kita juga ingat waktu itu di Indonesia mengalami [perubahan kekuasaan] pada 1998 atau apa. Jadi, kita sebagai bangsa Indonesia melihat ini sebagai pergantian kekuasaan,” imbuh Wajid.

    Pada 1998, presiden yang menguasai Indonesia selama 32 tahun, Soeharto mundur usai serangkaian peristiwa politik. Publik menyebut insiden ini sebagai reformasi 1998.

    Sebelum lengser, rakyat dalam jumlah besar sering menggelar demonstrasi menentang pemerintahan Soeharto.

    Sebelum itu, sebanyak 50 tokoh terkemuka Indonesia merilis keprihatinan mereka dalam dokumen “Petisi 50.”

    Mereka termasuk mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Ali Sadikin, dan mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap serta Mohammad Natsir.

    Dokumen tersebut memproses penggunaan filsafat negara untuk melegitimasi kekuasaan oleh Soeharto. Saat itu, dia menyatakan setiap kritik yang dilancarkan ke presiden berarti kritik terhadap Pancasila.

    Soeharto juga dikenal kerap membungkam lawan politik dan siapa saja yang menentang dia.

    Kembali lagi soal Suriah, Wajid mengatakan Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan negara tersebut.

    Suriah bahkan menjadi salah satu negara yang mendukung Indonesia di PBB saat berusaha meraih kemerdekaan.

    Suriah berhasil dikuasai HTS usai melancarkan sejumlah serangan pada akhir November lalu.

    Dalam waktu singkat, mereka berhasil merebut situs dan kota strategis seperti Aleppo. Kemudian pada 8 Desember, HTS menguasai Damaskus dan Istana Kepresidenan.

    [Gambas:Youtube]

    (isa/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Rezim Presiden Assad yang Digulingkan Disebut Terlibat Kartel Narkoba

    Rezim Presiden Assad yang Digulingkan Disebut Terlibat Kartel Narkoba

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintahan Presiden Suriah Bashar Al Assad disebut terlibat perdagangan gelap narkoba selama berkuasa di negara itu selama 24 tahun sejak 2000.

    Kabar ini mencuat usai beredar video yang menunjukkan sebuah gudang di Damaskus yang dipenuhi narkoba jenis Captagon. Kabar ini muncul tak lama usai rezimnya digulingkan milisi Hayat Tahrir Al Sham (HTS) pada Minggu (8/12).

    Gudang tersebut dilaporkan terletak di markas besar militer Suriah yang dipimpin oleh saudara Assad, Maher Al Assad. Markas ini terletak di dekat Damaskus.

    Salah satu orang yang ada di rekaman video tersebut membenarkan bahwa gudang itu menjadi tempat produksi Captagon.

    “Salah satu fasilitas gudang terbesar untuk produksi pil Captagon,” ujar dia, demikian dikutip CNN.

    Dalam video itu juga terlihat tumpukan pil Captagon yang berceceran di lantai. Selain itu, terlihat pula alat yang diduga dipakai untuk meracik obat terlarang tersebut.

    Sebelumnya, Al Arabiya juga melaporkan bahwa telah ditemukan ribuan pil Captagon di markas angkatan udara Suriah yang terletak di Mazzeh, selatan Damaskus.

    Penemuan ini mendukung dugaan bahwa angkatan udara Suriah pernah terlibat dalam proses produksi dan distribusi Captagon ke sejumlah negara.

    Semua penemuan ini juga akan mendukung klaim Amerika Serikat dan negara lain bahwa rezim Assad di Suriah telah terlibat aktif dalam ekspor narkoba.

    Tahun lalu, Departemen Keuangan AS juga telah menjatuhkan sanksi kepada sejumlah orang yang punya hubungan dengan Assad atas dugaan keterlibatan perdagangan narkoba.

    “Rezim Suriah dan sekutunya semakin mendukung produksi dan perdagangan captagon untuk menghasilkan mata uang keras, yang oleh beberapa pihak diperkirakan mencapai miliaran dolar,” bunyi pernyataan Departemen Keuangan AS.

    Mereka yang dijatuhi sanksi adalah dua sepupu Assad dan Khalid Qaddour, rekan dekat Maher yang digambarkan sebagai “produsen obat terlarang utama dan fasilitator” produksi captagon di Suriah.

    Captagon sendiri merupakan salah satu jenis narkoba yang mengandung banyak amfetamin. Banyaknya kandungan zat tersebut membuat Captagon sangat bersifat adiktif.

    Captagon juga lumrah dikenal dengan sebutan ‘Kokain untuk orang miskin’. Sebab, harga Captagon terlibang lebih murah dan terjangkau dibanding jenis narkoba lainnya.

    Rezim Assad di Suriah saat ini sudah berhasil ditumbangkan oleh milisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pada 8 Desember lalu. Peristiwa ini menjadi tanda berakhirnya rezim Assad yang telah berkuasa selama 50 tahun.

    Usia digulingkan, Assad terbang ke Moskow, Rusia, guna mencari suaka politik. Rusia saat ini juga sudah memberi suaka politik kepada Assad sebagai bentuk solidaritas hubungan di antara kedua negara yang sudah terjalin sejak lama.

    (gas/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Penuturan Warga Suriah di RI: Saya Merayakan Kejatuhan Assad

    Penuturan Warga Suriah di RI: Saya Merayakan Kejatuhan Assad

    Jakarta

    Sebagian warga Suriah yang tinggal di berbagai negara merayakan kejatuhan rezim Presiden Bashar al-Assad. Apa makna peristiwa ini bagi masa depan mereka?

    Seperti banyak warga Suriah, Youssef, yang sekarang tinggal di Malang, Jawa Timur, merayakan kabar penggulingan rezim Bashar al-Assad. Namun, dia mengaku tidak berkeinginan untuk kembali ke negaranya.

    Laki-laki berusia 25 tahun yang meminta agar nama depannya tidak dipublikasikan itu datang ke Indonesia pada tahun 2021. Dia pergi dari negaranya untuk menjadi pelajar di bidang farmasi.

    “Saya sudah mau lulus,” ujar Youssef kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (10/12).

    Youssef berasal dari Kota Al Qardahahtempat kelahiran Bashar al-Assad dan ayahnya, Hafez al-Assad, yang meninggal dunia tahun 2000.

    Umur Youssef baru menginjak 11 tahun ketika perang saudara Suriah pecah pada 2011. Kala itu banyak orang terpaksa pindah atau mengungsi dari Suriah.

    “Setengah hidup saya dihabiskan dalam konflik,” ujarnya.

    Pasukan pemerintah Suriah berlindung di balik tembok saat bentrokan dengan kelompok militan di Aleppo, 3 November 2012. Pada periode Maret 2011 hingga November 2012, lebih dari 36.000 orang tewas sejak pemberontakan kelompok militan terhadap pemerintahan Assad (AFP)

    Bashar al-Assad baru saja digulingkan kelompok militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan faksi-faksi pemberontak sekutu mereka.

    Dengan begitu, berakhir sudah rezim keluarga Assad yang dikenal tangan besi selama lebih dari lima dekade.

    Sama seperti banyak orang Suriah di penjuru dunia, termasuk jutaan di antara mereka yang mengungsi, Youssef bersuka cita atas kejatuhan rezim Assad.

    Walaupun begitu, Youssef menyebut masih banyak hal sumber duka dari Suriah yang membuatnya enggan untuk kembali ke negaranya.

    Youssef justru berharap suatu saat dapat memindahkan dua anggota keluarganya yang masih berada di Suriah ke Indonesia.

    “Saya merayakan kejatuhan al-Assad. 50 tahun terakhir tidak bisa dikatakan sebagai kehidupan [yang layak],” ujar Youssef.

    “Tapi ke mana kita pergi dari sini?”

    Youssef menyamakan kondisi Suriah sekarang seperti ketika masyarakat Afghanistan merayakan hengkangnya tentara AS pada Agustus 2021.

    Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama karena setelahnya rezim Taliban menguasai negara itu.

    “Saya tidak tahu apakah ini akan terjadi atau tidak, tapi saya tahu kelompok Muslim radikal tidak pernah suka dengan kelompok-kelompok minoritas,” ujar Youssef.

    “Kami punya sekte minoritas [di Suriah]. Jadi, ya, saya tidak yakin situasinya akan membaik.”

    Youssef mengklaim dirinya memperoleh foto-foto dan video penjarahan yang terjadi di negaranya setelah penggulingan Assad.

    Koresponden BBC yang melaporkan dari Suriah, Lina Sinjab, menjadi saksi mata aksi penjarahan, termasuk yang terjadi di kediaman Bashar al-Assad.

    Pengungsi Suriah yang tinggal di Turki kembali ke tanah airnya pada 10 Desember 2024 melalui Gerbang Perbatasan Cilvegz di Hatay, Turki (Getty Images)

    Dibandingkan dengan pengungsi dari negara-negara seperti Afghanistan dan Myanmar yang mencapai ratusan hingga ribuan orang, jumlah pengungsi dari Suriah di Indonesia berjumlah puluhan orang.

    Merujuk data Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), terdapat 60 warga Suriah yang telah mendapat status pengungsi di Indonesia.

    Angka ini tidak termasuk warga Suriah yang berada di Indonesia, tapi masih tergolong sebagai pencari suaka.

    Adapun menurut catatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, ada 713 warga negara Suriah yang punya izin tinggal aktif di Indonesia per Desember 2024. Mereka memegang izin tinggal sebagai diplomat, pekerja, dan pelajar.

    Seorang perempuan bersenjata mengacungkan tanda V yang berarti kemenangan saat warga Kurdi Suriah merayakan jatuhnya ibu kota Damaskus ke tangan pemberontak di Qamishli pada 8 Desember 2024 (Getty Images)

    Apa pendapat orang-orang Suriah di negara-negara lainnya

    Di Ankara, Turki, ratusan warga Suriah bersiul, menari, bernyanyi, dan meneriakkan yel-yel dalam perayaan di Altnda. Sejak dini hari, mereka merayakan kabar penggulingan rezim Bashar al-Assad.

    “Bahagia sekali rasanya baru pertama kalinya dalam hidup saya bisa sesenang ini,” ujar Asif, laki-laki berumur sekitar 20 tahun yang berasal dari kota Hama, Suriah.

    Asif mengibarkan bendera Turki dan bendera oposisi Suriah dengan kedua tangannya.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    “Sejak tadi malam, kami belum tidur. Rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” ujarnya.

    “Tidak ada lagi yang akan tinggal di sini. Semuanya ingin pulang karena perang di negara kami sudah berakhir. Kami sungguh-sungguh berterima kasih kepada Turki.”

    Ayham, teman Asif yang berasal dari Aleppo, mengungkapkan perasaan yang sama.

    “Kami tidak bisa pulang akibat kekejaman Assad. Semuanya kabur dari tangan tirani Assad. Orang-orang mesti hengkang karena kami tidak mau dipaksa menghabisi warga kami sendiri. Sekarang, kami bisa kembali karena semua ini sudah berakhir,” tuturnya.

    Para pejuang pemberontak Suriah merayakan kemenangan di Homs pada 8 Desember 2024 (Getty Images)

    Seorang pria muda lainnya yang sudah tinggal di Turki selama 14 tahun bertekad untuk segera kembali ke Suriah.

    “Tidak ada lagi yang tersisa bagi kami [di Turki]. Saatnya kembali ke Suriah. Jika perlu, kami akan kembali membangun bahkan dari nol sekalipun. Pada hari saya berencana untuk menikah, Suriah merdeka. Saya tidak akan pernah melupakan tanggal ini.”

    Selebrasi dan keriaan serupa terlihat di kota-kota Turki lainnya yang memiliki populasi orang Suriah dalam jumlah besar, termasuk Istanbul.

    Di Sisli, orang-orang berkerumun di depan gedung konsulat Suriah. Mereka menurunkan bendera rezim Assad.

    Turki sudah menjadi rumah bagi sedikitnya tiga juta pengungsi Suriah sejak perang sipil di negara itu pecah pada tahun 2011.

    Rasa bingung dan kekhawatiran

    Di tengah semua keriaan dan perasaan penuh harap, ada juga orang Suriah yang tidak terlalu ingin cepat-cepat kembali ke negaranya.

    Di sebuah kereta Berlin yang hening, Rasha dengan suara pelan merekam suaranya di telepon genggam. Dia berhati-hati agar tidak mengganggu penumpang lain.

    Sampai baru-baru ini, Rasha sudah pasrah bahwa dirinya tidak akan lagi bisa melihat rumah keluarganya di Damaskus.

    Selama lebih dari satu dekade terakhir, konflik Suriah yang berkelanjutan memaksa jutaan orang Suriah termasuk Rasha untuk menerima kenyataan bahwa sebagian dari masa lalu mereka akan musnah. Namun, kabar penggulingan Assad mengubah segalanya.

    Bagi banyak pengungsi Suriah, berita itu memicu berbagai emosi yang saling kontradiksi: tidak percaya, bahagia, penuh harapan, bingung, dan takut.

    Warga Suriah yang tinggal di Essen, Jerman, merayakan runtuhnya rezim Assad pada Minggu, 8 Desember 2024 (Getty Images)

    Kebahagiaan yang dirasakan Rasha berbenturan dengan realita. Dia mengaku awalnya ingin segera “mengepak koper dan pulang”.

    Akan tetapi, Rasha kemudian memikirkan apakah keputusan itu benar-benar dapat dilakukan secara tergesa-gesa.

    “Saya tahu bahwa tidak ada lagi perasaan waswas tatkala melewati perbatasan dan ketakutan akan ditangkap atau bahkan hilang,” jelas Rasha.

    “Tapi sekarang ada rasa takut yang baru: kemungkinan serangan balasan, ketegangan di antara sekte, dan balas dendam.”

    Rasha merupakan penganut agama minoritas di Suriah. Dia benar-benar memikirkan potensi risiko dengan waspada sekalipun belum ada laporan kekerasan yang menargetkan kelompok tertentu.

    Baca juga:

    “Saat ini kita masih merasakan momen-momen bahagia yang dini,” ujar Rasha perlahan.

    “Kita harus berpikir rasional.”

    Situasi Rasha semakin rumit karena statusnya sebagai pengungsi di Jerman. Setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengintegrasikan diri ke komunitas barunya, Rasha berada di jalur yang tepat untuk menerima kewarganegaraan Jerman dalam satu tahun ke depan.

    Jika Rasha mendapatkan ini, dia akan bisa lebih bebas untuk pindah ke mana pun dia mau.

    “Kami ingin kembali ke Suriah tanpa kehilangan semua pencapaian di sini,” terangnya.

    Warga Suriah merayakan jatuhnya rezim Assad di Istanbul (Azra Tosuner/BBC)

    Rasha merujuk ke keterampilan bahasa, pendidikan, dan stabilitas yang telah dibangunnya.

    “Jika kembali sekarang dan kehilangan status legal, saya barangkali akan kehilangan segalanya.”

    Rasha juga mengkhawatirkan nasib rumah keluarganya di Damaskus.

    “Sebelum kemarin, saya tidak menyangka bisa melihat rumah kami lagi,” akunya. “Harapan itu kini ada. Tapi bagaimana kalau sudah ada yang merebut rumah kami?”

    Sama seperti Youssef di Indonesia, Rasha juga mengkhawatirkan kelompok radikal di negaranya.

    “Saya senang rezim itu sudah runtuh,” ujarnya, “tetapi saya kini mengkhawatirkan adanya bentrokan serta kemunculan ekstremisme dan fanatisme.”

    Rasha hanyalah satu dari setidaknya 14 juta orang Suriah yang harus meninggalkan negara mereka sejak konflik pecah pada tahun 2011.

    Menurut UNHCR, krisis pengungsi di Suriah adalah pemindahan paksa terbesar pada masa kini.

    Lebih dari 5,5 juta pengungsi Suriah menetap di negara-negara tetangga termasuk Turki, Lebanon, Yordania, Irak, dan Mesir.

    Jerman merupakan negara non-tetangga Suriah dengan populasi pengungsi Suriah terbesar, sekitar 850.000 orang.

    Bagi banyak pengungsi, tinggal di luar negeri merupakan suatu tantangan tersendiri.

    Selama bertahun-tahun, mereka mesti menghadapi rintangan hukum, menanggung kesulitan ekonomi, dan menghadapi serangan xenofobia.

    Pulang ke Suriah ‘bukan perkara sepele’

    Ayah Majzoub, Wakil Direktur Regional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di Amnesty International, menekankan bahwa tidak akan mudah bagi orang-orang Suriah untuk kembali ke negaranya.

    “Banyak orang Suriah yang menimbang-nimbang untuk pulang telah kehilangan rumah, pekerjaan, dan orang-orang tercinta,” kata perempuan itu.

    “Perekonomian di Suriah sudah hancur akibat konflik dan sanksi asing selama bertahun-tahun.”

    “Organisasi-organisasi kemanusiaan harus segera memastikan bahwa pemulangan dilakukan secara sukarela, aman, dan bermartabat.”

    “Para pengungsi yang kembali membutuhkan akses ke tempat penampungan, makanan, air, sanitasi, dan perawatan kesehatan,” ujarnya.

    Seorang pengungsi Suriah di Ankara, Turki (Getty Images)

    Majzoub juga menekankan pentingnya untuk menghindari repatriasi secara paksa.

    “Pemerintah-pemerintah tuan rumah tidak boleh memaksa siapa pun untuk pulang,” ujarnya.

    “Kepulangan orang Suriah harus dilakukan sepenuhnya sukarela. Kami akan terus mengawasi risiko-risiko yang dihadapi para pengungsi yang kembali tanpa memandang agama, etnis, atau sikap politik mereka.”

    Mahmoud Bouaydani, pengungsi Suriah di Turki, mengaku berita dari Damaskus membawa kembali banyak memori.

    “Rasanya seperti menonton rekaman sepuluh tahun terakhir setiap peluru mortir, setiap serangan kimia, setiap serangan udara,” kenangnya.

    Baca juga:

    Pada tahun 2018, Mahmoud melarikan diri dari Douma setelah bertahun-tahun merasa terkepung. Dia sekarang menjadi mahasiswa teknik komputer di Universitas Kocaeli dekat Istanbul.

    Meski optimis, Mahmoud menyadari betapa besarnya tantangan menanti jika dirinya kembali.

    “Hal pertama yang ada di benak saya adalah harta benda keluarga. Kami tidak tahu bagaimana nasibnya. Barangkali sudah dijual tanpa sepengetahuan kami.”

    Mahmoud juga ingin tetap fokus untuk menyelesaikan pendidikannya.

    “Saya ingin mengunjungi Suriah terlebih dahulu,” katanya.

    “Saya butuh kejelasan tentang keamanan, pemerintahan, dan aturan hukum. Saya tidak bisa melepaskan status perlindungan sementara saya. Saya juga tidak bisa mengambil risiko kehilangan pendidikan atau stabilitas di sini.”

    Warga Suriah di Turki merayakan berakhirnya kekuasaan Assad di Suriah setelah pemberontak menguasai Damaskus pada malam hari, di Masjid Fatih, di Istanbul, pada 8 Desember 2024 (Getty Images)

    Di Zarqa, Yordania, perempuan Suriah bernama Um Qasim mengenang tahun-tahunnya sebagai pengungsi.

    “Kami sudah menghabiskan 12 tahun di Yordania,” katanya.

    “Walau kami disambut bak keluarga, pengasingan tetaplah pengasingan.”

    Dia menggambarkan momen-momen kegembiraan yang diwarnai dengan kepedihan. Baik ketika merayakan sesuatu seperti ulang tahun, maupun ketika ada yang meninggal.

    Ketiadaan sanak saudara untuk berbagi sangat terasa baginya.

    Um Qasim bermimpi untuk kembali ke Suriah yang damai. Akan tetapi, dia mengaku realistis dengan kondisi ekonomi yang mengerikan di negara tersebut.

    “Keluarga saya di sana masih menderita. Tidak ada listrik yang konsisten, tidak ada air, dan harga-harga yang tidak terjangkau. Bagaimana orang bisa hidup?”

    Perasaannya yang campur aduk mencerminkan perasaan banyak orang di diaspora.

    “Kami senang rezim telah jatuh, tetapi akan pilu rasanya meninggalkan Yordania apalagi setelah membangun keluarga kedua di sini.”

    Warga Suriah di Lebanon berbondong-bondong ke Perbatasan Masnaa yang terletak di antara Lebanon dan Suriah untuk pulang ke rumah setelah runtuhnya rezim Assad, pada 8 Desember 2024 (Getty Images)

    Di perbatasan Masnaa, Lebanon, ratusan warga Suriah telah berkumpul dalam beberapa hari terakhir. Mereka menunggu untuk bisa menyeberang pulang ke Suriah.

    Lebanon adalah negara dengan jumlah pengungsi per kapita tertinggi di dunia dan saat ini memiliki 768.353 pengungsi Suriah yang terdaftar di UNHCR meskipun diyakini masih banyak yang belum terdaftar.

    Juru bicara UNHCR di Lebanon, Dalal Harb, mengatakan bahwa lembaga itu mengamati beberapa pemulangan, termasuk melalui penyeberangan tidak resmi di daerah-daerah seperti Wadi Khaled, sebuah wilayah di perbatasan timur laut Lebanon.

    “UNHCR menegaskan kembali bahwa semua pengungsi memiliki hak fundamental untuk kembali ke negara asal mereka pada waktu yang mereka pilih, dan semua pemulangan harus dilakukan secara sukarela, bermartabat, dan aman.”

    Harb menambahkan bahwa UNHCR siap untuk mendukung para pengungsi yang kembali jika kondisinya memungkinkan.

    Kerumunan orang Suriah di Tripoli, Lebanon (EPA-EFE/REX/Shutterstock)

    Di sisi lain, dia menggarisbawahi bahwa selama masa-masa yang tidak menentu sekarang ini, para pengungsi Suriah harus diberi keleluasaan untuk menilai kondisi Suriah dengan mata kepala mereka sendiri.

    “Situasi di internal Suriah masih terus berkembang. Banyak warga Suriah yang mencoba menilai dalam beberapa minggu terakhir, seberapa amankah situasi di sana dan apakah ini waktu yang tepat bagi mereka untuk kembali atau tidak,” imbuhnya.

    Bagi banyak warga Suriah, ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi selanjutnya sangat membebani pikiran mereka.

    Kenangan akan perang, kehilangan, dan pengungsian tetap membayangi mereka. Sekarang pun mereka masih berusaha membayangkan bagaimana rasanya pulang ke negaranya.

    Untuk saat ini, mereka hanya bisa melihat dan menunggu.

    Bagi Youssef di Malang, Jawa Timur, yang memperoleh beasiswa pendidikan di sini, yang terpenting saat ini adalah menyelamatkan keluarganya.

    “Saya ingin bisa menghasilkan banyak uang supaya keluarga saya tidak menderita. Setidaknya mereka bisa kembali dapat akses air bersih.”

    Laporan tambahan oleh Sanaa Alkhoury dan Fundanur ztrk.

    Baca juga:

    Tonton juga video: Dampak Jatuhnya Rezim Assad ke Ekonomi, Pasar di Suriah Hidup Lagi

    (nvc/nvc)

  • Sekutu Amerika Tak Sengaja Tembak Jatuh Drone MQ-9 Reaper AS Seharga Rp 478 M di Suriah – Halaman all

    Sekutu Amerika Tak Sengaja Tembak Jatuh Drone MQ-9 Reaper AS Seharga Rp 478 M di Suriah – Halaman all

    Sekutu Amerika Tak Sengaja Tembak Jatuh Drone MQ-9 Reaper AS Seharga Rp 478 M di Suriah

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah drone MQ-9 Reaper milik Angkatan Udara Amerika Serikat secara tidak sengaja ditembak jatuh oleh sekutunya, Pasukan Demokratik Suriah (SDF) di Suriah utara beberapa hari lalu.

    “Insiden penembakan drone secara tidak sengaja yang diperkirakan bernilai US$30 juta (sekitar Rp 478 M) oleh pasukan sahabat militer Amerika Serikat disebabkan oleh pasukan SDF yang beroperasi di wilayah tersebut yang mengidentifikasi pesawat tak berawak tersebut sebagai ancaman,” kata seorang pejabat pertahanan AS kepada media dilansir DSA, Kamis (12/12/2024).

    Drone MQ-9 Reaper beroperasi dalam misi “Operation Inherent Resolve”, yang merupakan kampanye militer dan keamanan melawan kelompok teroris Negara Islam (IS/DAESH), kata pejabat pertahanan AS tersebut.
     
    Jatuhnya drone MQ-9 AS oleh pasukan sekutunya ini pertama kali dilaporkan oleh CNN.

    Wakil Sekretaris Pers Pentagon Sabrina Singh membenarkan penembakan jatuh drone MQ-9 Reaper milik SDF.

    “Tidak ada perubahan dalam kerja sama dan kemitraan kami dengan SDF dalam memastikan kekalahan ISIS,” kata Singh.

    Sebuah gambar yang muncul di media sosial pada tanggal 9 Desember menunjukkan apa yang tampak seperti puing-puing MQ-9 di Suriah utara.

    Puing Drone Reaper MQ-9 Amerika Serikat yang Jatuh ditembak Pasukan SDF di Suriah.

    Puing-puing itu kemudian dihancurkan dengan sengaja, mungkin oleh anggota militer Amerika Serikat untuk mencegahnya jatuh ke tangan oposisi Amerika.”

    “Angkatan Udara AS telah memulihkan komponen-komponen pesawat dan menghancurkan bagian-bagian pesawat yang tersisa,” kata pejabat itu.

    “Pusat Angkatan Udara AS secara aktif mengevaluasi tindakan yang menyebabkan insiden tersebut dan akan menyesuaikan taktik, teknik, dan prosedur untuk melindungi pasukan AS, koalisi, dan mitra serta aset terkait.”

    Komandan Komando Pusat AS (CENTCOM) Jenderal Michael “Erik” Kurilla mengunjungi Suriah dan bertemu dengan para pemimpin SDF dan personel militer AS pada 10 Desember.
     
    Amerika Serikat menempatkan sekitar 900 tentara di Suriah sebagai bagian dari misi dan operasi untuk menghadapi kelompok teroris ISIS dan mencegah kelompok tersebut mendapatkan kembali kekuasaan di wilayah Suriah yang pernah mereka kuasai.

    Puing Reaper MQ-9 yang Jatuh (dsa)

    SDF Terancam Seiring Bergantinya Rezim Suriah

    Dengan adanya perubahan kepemimpinan di Suriah setelah tergulingnya Bashar al-Assad, kelompok Kurdi yang didukung Amerika Serikat mungkin akan terancam, menurut analis, dilansir NBC News.

    Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi, telah membantu AS memukul mundur kelompok ISIS selama bertahun-tahun.

    Saat ini, SDF menahan ribuan anggota ISIS.

    Pada hari Selasa (10/12/2024), SDF menerima gencatan senjata dengan Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki dan menyerahkan kendali atas kota utara Manbij, benteng Kurdi.

    “Kami telah mencapai kesepakatan gencatan senjata di Manbij dengan mediasi Amerika untuk menjaga keamanan dan keselamatan warga sipil,” kata komandan umum SDF, Mazloum Abdi, dalam sebuah postingan di X.

    “Para pejuang … akan segera dipindahkan dari daerah itu.”

    “Tujuan kami adalah untuk menghentikan tembakan di seluruh Suriah dan memasuki proses politik untuk masa depan negara ini.”

    Komandan umum SDF, Abdi Mazloum (YouTube Sky News)

    Pengambilalihan Manbij, yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang berakar pada gerakan-gerakan ekstremis, mencerminkan situasi yang berubah dengan cepat di seluruh Suriah, termasuk bagi pasukan Kurdi.

    Israel mengambil kesempatan untuk menghancurkan kapal-kapal angkatan laut Suriah di barat, serta bangunan-bangunan yang terkait dengan senjata kimia di luar Damaskus.

    Jatuhnya Assad dan bangkitnya HTS juga menjadi kabar baik bagi pemerintahan Turki di bawah Presiden Recep Tayyip Erdogan.

    Erdogan adalah pendukung utama HTS.

    Erdogan telah lama memandang SDF sebagai “cabang” dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di Turki dan menganggap keduanya sebagai organisasi teroris.

    Sementara itu, suku Kurdi Suriah sejak 2011 telah mempertahankan otonomi mereka di sudut timur laut Suriah yang berbatasan dengan Turki dan Irak.

    Namun kini angin politik telah berubah menentang SDF.

    “Suku Kurdi di Suriah, setelah bertahun-tahun berada dalam pemerintahan otonom, mungkin berada dalam lingkungan yang paling genting dan tidak stabil sejak mereka membangun struktur tersebut,” kata Renad Mansour, peneliti senior program Timur Tengah dan Afrika Utara di lembaga pemikir Chatham House yang berpusat di London.

    Pasukan Kurdi telah membuat kesepakatan dengan beberapa kelompok berbeda selama dekade terakhir, kata Mansour kepada NBC News.

    “Tetapi perubahan besar di Suriah saat ini akan membuat mereka harus merundingkan ulang hal ini, dan kemungkinan besar negosiasi akan dilakukan melalui kekerasan,” tambahnya.

    Maka diperlukan mediasi AS untuk menengahi gencatan senjata antara SDF dan SNA.

    “Kami telah bekerja sama dengan SDF selama beberapa waktu. Pekerjaan itu terus berlanjut,” kata Menteri Pertahanan Lloyd Austin kepada wartawan di Jepang pada hari Rabu (11/12/2024).

    “Kami memiliki hubungan yang baik dengan mereka, dan saya pikir itu akan tetap ada.”

    Namun, pernyataan dari presiden terpilih Amerika Serikat tidak luput dari perhatian para pemimpin SDF.

    “Suriah memang kacau, tetapi Suriah bukan teman kita,” kata Donald Trump dalam sebuah posting di X minggu lalu.

    Ia menambahkan dengan huruf kapital: “Amerika Serikat seharusnya tidak ada hubungannya dengan ini. Ini bukan pertarungan kita. Biarkan saja. Jangan ikut campur!”

    Tanda-tanda awal dari pemerintahan Trump mendatang menunjukkan bahwa akan ada dua aliran pemikiran mengenai Suriah, kata Mansour.

    “Satu kubu mengakui pertarungan bersejarah AS bersama Kurdi melawan ISIS, dan tentu saja kubu lainnya, yang mungkin menjadi tujuan Trump, adalah mencoba keluar dari Suriah,” katanya.

    Diperkirakan ada ribuan anggota ISIS yang ditahan di penjara dan kamp pengungsi internal yang dipantau oleh kelompok Kurdi dan pasukan AS di timur laut Suriah, wilayah yang dulunya merupakan bagian dari wilayah ISIS.

    Jika pemerintahan Trump kali ini lepas tangan mengenai apapun yang terjadi di Suriah, maka pasukan Kurdi akan kehilangan sekutu internasional utamanya.

    Sementara itu, HTS dan sekutunya mendapat dukungan dari Turki dan Erdogan.

    “Sudah ada tanda-tanda bentrokan lebih lanjut. Kobani, di timur laut Manbij, tetap berisiko mengalami perang karena provokasi terus-menerus oleh Turki dan tentara bayarannya,” kata kepala media SDF Farhad Shami kepada NBC News pada hari Rabu.

    4 Kelompok Kunci dalam Konflik Suriah

    Pejuang oposisi Suriah mengatakan mereka telah mengambil alih kota Deir Az Zor di timur laut dari pasukan Kurdi, Rabu (11/12/2024).

    Hal ini menyusul pengumuman gencatan senjata oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi dan Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki setelah pertempuran selama berhari-hari di sekitar Manbij.

    Mengutip Al Jazeera, ada empat kelompok utama yang bersaing untuk menguasai wilayah Suriah. 

    Mereka adalah:

    1. Pasukan pemerintah Suriah

    Angkatan Darat, pasukan militer utama pemerintah, bertempur bersama Pasukan Pertahanan Nasional, kelompok paramiliter pro-pemerintah.

    Pasukan ini melemah seiring jatuhnya Assad.

    2.  Pasukan Demokratik Suriah (SDF)

    Kelompok ini didominasi suku Kurdi dan didukung Amerika Serikat, menguasai sebagian wilayah Suriah timur.

    3. Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan kelompok oposisi sekutu lainnya.

    HTS adalah pasukan tempur terbesar terkuat di Idlib yang dikuasai oposisi.

    Kelompok inilah yang mengambil peran terbanyak dalam menggulingkan pemerintah Assad.

    4. Pasukan pemberontak Suriah yang didukung Turki atau beraliansi dengan Turki

    Tentara Nasional Suriah (SNA) adalah pasukan pemberontak yang didukung Turki di Suriah utara.

    Berikut peta yang menunjukkan kendali teritorial berbagai kelompok di Suriah per 11 Desember 2024.

    lihat foto
    Peta Suriah dan kelompok-kelompok yang berkuasa. 11 Desember 2024

     

     

    (oln/shlv/DSA/tribunnews/*)

  • Ironis, Drone MQ-9 Reaper Milik AS Seharga Setengah Triliun Jatuh di Suriah, Ditembak Kawan Sendiri – Halaman all

    Ironis, Drone MQ-9 Reaper Milik AS Seharga Setengah Triliun Jatuh di Suriah, Ditembak Kawan Sendiri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah drone atau pesawat nirawak berjenis MQ-9 Reaper milik Amerika Serikat (AS) dilaporkan ditembak jatuh di Suriah awal pekan ini.

    Seorang pejabat Kementerian Pertahanan (Kemenhan) AS menyebut MQ-9 Reaper itu ditembak oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang disokong AS.

    Jatuhnya drone pengintai itu merupakan peristiwa yang ironis lantaran disebabkan oleh friendly fire atau tembakan dari kubu sendiri.

    “Peristiwa itu karena friendly fire dari pasukan rekan yang menggelar operasi di kawasan itu dan salah mengidentifikasi drone itu sebagai ancaman,” kata pejabat itu dikutip dari Sputnik yang mengutip Air & Space Force Magazine.

    Pejabat itu mengklaim pasukan AS sudah mengambil sejumlah puing-puing drone itu. Di samping itu, AS menghancurkan bagian lainnya untuk mencegah teknologi drone jatuh ke tangan musuh.

    “Komando Pusat Angkatan Udara secara aktif meninjau tindakan yang menyebabkan insiden itu dan akan menyesuaikan taktik, teknik, dan prosedur untuk mengamankan koalisi AS dan pasukan rekan dan aset terkait mereka,” katanya.

    Dia mengklaim insiden jatuhnya MQ-9 Reaper tidak berdampak pada kerja sama antara AS dan militer yang dipimpin Kurdi.

    Wakil juru bicara Kemhan AS Sabrina Singh juga mengonfirmasi jatuhnya drone itu, tetapi tidak secara langsung menyebut SDF sebagai pelakunya.

    “Tidak ada perubahan dalam kerja sama kita dengan SDF dalam hal memastikan kekalahan ISIS,” kata Singh dikutip dari Eurasian Times.

    MQ-9 Reaper kerap jadi korban Houthi

    MQ-9 adalah drone yang sangat mahal karena bernilai $32 juta atau sekitar setengah triliun rupiah. 

    Meski demikian, MQ-9 rawan dijatuhkan oleh musuh-musuh AS. Drone ini bahkan kerap menjadi korban kelompok Houthi di Yaman.

    MQ-9 mampu terbang hingga ketinggian 15.240 meter dan terbang di udara selama 24 jam. Drone ini adalah aset yang sangat penting bagi militer AS dan operasi Intelijen.

    Selama bertahun-tahun MQ-9 terbang di langit Yaman untuk melakukan pengintaian.

    Berikut rincian drone MQ-9 Reaper yang telah dijatuhkan Houthi.

    – Pada tanggal 4 Agustus, Houthi meledakkan satu Reapers di atas langit Kota Saada di Yaman barat laut.

    Kelompok itu menggunakan sistem pertahanan 2K12 Kub Soviet yang telah dimodernisasi untuk menembak Reapers. Kub digunakan untuk meluncurkan rudal penangkis berjenis Fater-1 buatan Houthi.

    – Pada tanggal 29 Mei, Houthi menghancurkan Reaper yang barangkali dimiliki CIA. Houthi mengunggah video rekaman para pejuangnya berada di atas drone yang dijatuhkan dari langit Marib.

    – Pada tanggal 24 Mei, Houthi menembak jatuh Reaper di atas Sanaa, ibu kota Yaman.

    – Pada tanggal 17 Mei, satu lagi Reaper dijatuhkan Joithi di Marib.

    – Pada tanggal 27 Mei, Houthi menembak jatuh MQ-9 di Provinsi Sadaa di Yaman barat laut.

    – Pada tanggal 19 Februari, satu Reaper dihancurkan di Kota Al-Hudaydah di Yaman barat.

    – Pada tanggal 8 November 2023, Houthi menjatuhkan Reaper di atas Laut Merah.

    Reputasi AS bisa hancur

    Pakar politik dari Universitas Mardin Artuklu, Dr. Mehmet Rakipoglu, mengatakan banyaknya drone AS yang dijatuhkan Houthi bisa memperburuk reputasi militer AS.

    “Jatuhnya drone lain bisa berdampak negatif terhadap reputasi militer-industri AS di panggung internasional,” katanya kepada Sputnik.

     “Kepercayaan terhadap efektivitas teknologi pertahanan dan kekuatan militer AS bisa berkurang. Ini bisa menyebabkan klien potensial dalam bidang militer dan ekspor teknologi AS menjadi khawatir akan kegagalan produk Amerika di lapangan.”

    Di samping itu, keberhasilan serangan Houthi terhadap drone AS bisa mengancam keberlanjutan operasi AS di kawasan Timur Tengah.

    (Tribunnews/Febri)

  • Dubes Suriah di RI soal Kejatuhan Rezim Assad: Itu Kehendak Rakyat

    Dubes Suriah di RI soal Kejatuhan Rezim Assad: Itu Kehendak Rakyat

    Jakarta, CNN Indonesia

    Duta Besar Suriah untuk Indonesia Abdul Monem Annan buka suara usai kelompok milisi berhasil menumbangkan pemerintahan Presiden Bashar Al Assad.

    Annan mengatakan selama ini rakyat sengsara di bawah pemerintahan Assad dan ingin keluar dari rezim dia.

    “Jadi yang terjadi di Suriah memang murni perlawanan yang diberikan dari oposisi dan ini adalah kehendak rakyat Suriah,” kata Annan dalam diskusi yang digelar Partai Gelora secara virtual, Rabu (11/12).

    Annan juga menegaskan situasi di Suriah bukan bagian dari konflik di Timur Tengah.

    Dalam beberapa tahun terakhir, Timur Tengah membara karena agresi Israel di Palestina sejak Oktober 2023. Pasukan Zionis juga terlibat saling serang dengan milisi di Lebanon, Hizbullah.

    Tak hanya itu, Israel juga sempat saling serang rudal dengan Iran. Serangkaian insiden tersebut membuat Timur Tengah memanas dan mengkhawatirkan dunia.

    Di kesempatan itu, Annan juga membeberkan faktor kejatuhan rezim Assad.

    Menurut dia, selama ini Assad didukung Rusia dan Iran sehingga bisa begitu kuat mencengkeram Suriah.

    Namun saat ini, Rusia sedang fokus perang dengan Ukraina. Iran juga sibuk menghadapi Israel.

    Di sisi lain Hizbullah, yang juga mendukung Assad, mengalami kekalahan signifikan usai digempur habis-habisan oleh Israel.

    Hizbullah bahkan menarik pasukan mereka di Suriah dan membuat milisi leluasa bergerak.

    Sejak akhir November, milisi Hayat Tahrir Al Sham (HTS) menyerang Suriah dan dalam waktu singkat menguasai kota-kota strategis termasuk Aleppo.

    Kemudian pekan lalu, mereka berhasil menyerbu Damaskus dan menguasai Istana Kepresidenan.

    Peristiwa itu bagi sebagian warga Suriah merupakan kemenangan, tetapi bagi yang lain memicu kekhawatiran soal transisi kekuasaan.

    [Gambas:Youtube]

    (isa/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Fakta Penjara ‘Neraka’ Sednaya di Suriah, Saksi Kekejaman Rezim Assad

    Fakta Penjara ‘Neraka’ Sednaya di Suriah, Saksi Kekejaman Rezim Assad

    Daftar Isi

    Jakarta, CNN Indonesia

    Penjara Sednaya di Suriah diduga menjadi saksi kekejaman rezim mantan Presiden Bashar Al Assad.

    Penjara itu menjadi sorotan usai milisi Hayat Tahrir Al Sham (HTS) melepas ribuan tahanan dari sel tersebut, setelah milisi berhasil menggulingkan rezim Assad.

    Tahanan di sel tersebut merupakan orang-orang yang menentang pemerintahan Assad sejak 2011.

    Berikut fakta-fakta penjara ‘Neraka’ Sednaya yang menjadi saksi kekejaman Assad.

    Pro-kontra sel bawah tanah

    Di penjara itu disebut terdapat pintu rahasia dan sel bawah tanah tersembunyi yang terletak di lantai bawah tanah.

    Untuk memastikan laporan itu, kelompok pertahanan sipil Suriah, White Helmets, mengerahkan lima tim darurat khusus ke penjara.

    “Untuk melakukan penyelidikan,” demikian menurut mereka pada Senin (9/12) dikutip AFP.

    Tim dipandu orang yang familiar dengan rincian rumit penjara dan informasi yang diperoleh dari kerabat yang dipenjara. Spesialis penjebol tembok dan unit anjing terlatih juga dikerahkan.

    Di tengah upaya pencarian itu, Asosiasi Tahanan & Orang Hilang di Penjara Sednaya (ADMSP) membantah sel bawah tanah di sana.

    “Tidak ada kebenaran mengenai keberadaan tahanan yang terjebak di bawah tanah, dan informasi yang dimuat dalam beberapa laporan pers tidak akurat,” kata pernyataan itu.

    Diduga ada sel khusus untuk menyiksa

    Pada 2017, Amnesty International menggunakan pemodelan 3D untuk merekonstruksi tata letak penjara berdasarkan kisah 84 penyintas. .

    Model yang dihasilkan mengungkap suatu struktur yang dirancang untuk mengisolasi dan meneror narapidana, dengan penyiksaan sistematis.

    Anggota advokasi senjata dan konflik di Amnesty International Prancis, Aymeric Elluin mengatakan tak ada interogasi di Sednaya.

    “Penyiksaan tak digunakan untuk memperoleh informasi, tetapi tampaknya sebagai cara untuk merendahkan, menghukum, dan mempermalukan,” kata Elluin.

    Para tahanan menjadi sasaran tanpa henti, pengakuan bahkan tak bisa menyelamatkan mereka.

    Tampung hingga 20 ribu tahanan

    Menurut Amnesty International, Sednaya terdiri dari dua bangunan utama. Penjara ini mampu menampung antara 10.000 hingga 20.000 tahanan yang dipisahkan berdasarkan status.

    Bangunan “putih” menampung personel militer yang ditahan karena kejahatan atau pelanggaran ringan seperti pembunuhan, pencurian, korupsi, atau penghindaran wajib militer.

    Lalu, gedung “merah” untuk warga sipil dan personel militer yang dipenjara karena pendapat, aktivitas politik mereka, atau tuduhan terorisme yang dibuat-buat.

    Jadi tempat eksekusi mati napi

    Pemerintahan Assad rutin mengeksekusi tahanan biasanya pada Senin dan Rabu.

    Amnesty International menyatakan pihak berwenang melakukan hukuman gantung massal di ruang bawah tanah gedung merah usai persidangan alu.

    “Para korban dipukuli, digantung, dan dibuang secara rahasia,” lanjut mereka.

    Jadi tempat penghilangan paksa

    Selain eksekusi dan penyiksaan, penghilangan paksa juga menandai sejarah kelam penjara tersebut.

    Sejak 2011, PBB memperkirakan lebih dari 100.000 warga Suriah hilang di seluruh negeri tanpa diketahui nasibnya.

    Banyak dari mereka diyakini telah ditahan di Sednaya pada waktu tertentu.

    (isa/dna)