Negara: Suriah

  • Rezim Assad Jatuh, Pasukan Rusia Masih Bertahan di Suriah

    Rezim Assad Jatuh, Pasukan Rusia Masih Bertahan di Suriah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jatuhnya rezim Assad tak membuat Rusia menarik semua pasukan militernya dari Suriah. Mereka tidak meninggalkan dua pangkalan utamanya di negara tersebut.

    Reuters melaporkan penarikan militer Rusia terjadi di garis depan Suriah Utara serta pos-pos di Pegunungan Alawite. Sementara itu aktivitas masih terlihat di pangkalan udara Hmeimim Latakia dan fasilitas angkatan laut Tartous.

    Nasib pasukan Rusia di Suriah memang jadi pernyataan setelah rezim Assad tumbang beberapa waktu lalu. Presiden Bashar al-Assad dan ayahnya mendiang mantan presiden Hafez al-Assad diketahui menjalin aliansi dengan Rusia.

    Laporan dari rekaman satelit pada hari Jumat lalu menunjukkan dua Antonov AN-124 berada di Hmeimim dengan kerucut hidung terbuka. Reuters menuliskan nampaknya salah satu pesawat kargo terbesar dunia tersebut tengah bersiap untuk memuat, dikutip Minggu (15/12/2024).

    Reuters juga melaporkan di jalan raya yang menghubungkan Hmeimin dan Tartous terdapat konvoi kendaraan tempur infanteri dan kendaraan logistik Rusia. Kabarnya kendaraan tersebut menuju ke pangkalan udara.

    Laporan yang sama juga menyebutkan tentara Rusia berjalan di sekitar pangkalan. Jet-jet tempur terlihat terpangkir di hanggar.

    Pejabat keamanan Suriah yang berada di luar fasilitas mengatakan satu pesawat kargo terbang menuju Libya pada hari Sabtu.

    Sumber-sumber militer dan keamanan Suriah yang berhubungan dengan Rusia mengatakan Rusia tidak berniat menarik diri dari dua pangkalan tersebut.

    Perwira tentara senior Suriah yang berhubungan dengan militer Rusia juga menjelaskan beberapa peralatan dikirim kembali ke Moskow. Namun ini untuk menyusun kembali dan mengerahkan pasukan kembali sesuai perkembangan di lapangan.

    Pihak Kremlin mengatakan Rusia berdikusi dengan penguasa baru Suriah terkait pangkalan tersebut. Diskusi ini juga terungkap dari seorang sumber Rusia dan memastikan tidak ada penarikan pasukan dari pangkalan.

    Sementara itu, Reuters mengatakan tidak bisa memastikan bagaimana pemimpin pemberontak Suriah, Ahmad al-Sharaa melihat masa depan pangkalan Rusia dalam jangka panjang.

    (hsy/hsy)

  • Hizbullah Kehilangan Jalur Pasokan Militer pasca Jatuhnya Rezim Assad, Berharap Suriah Jauhi Israel – Halaman all

    Hizbullah Kehilangan Jalur Pasokan Militer pasca Jatuhnya Rezim Assad, Berharap Suriah Jauhi Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem, mengatakan partainya kehilangan jalur pasokan militer setelah jatuhnya kekuasaan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

    Sebelumnya dikabarkan, Hizbullah Lebanon yang didukung Iran mendapat pasokan senjata melalui Suriah, di mana rezim Assad memfasilitasinya sebagai timbal balik atas bantuan Iran untuk melawan oposisi Suriah.

    “Ya, Hizbullah kehilangan rute pasokan militer melalui Suriah pada tahap ini, tetapi kehilangan ini merupakan bagian kecil dari kerja perlawanan,” kata Naim Qassem dalam pidato yang disiarkan televisi pada Sabtu (14/12/2024), tanpa menyebut nama Assad.

    “Rezim baru bisa datang, dan rute ini bisa kembali normal, dan kita bisa mencari cara lain,” tambahnya.

    Dalam pidato pertamanya sejak jatuhnya rezim Assad, ia menekankan rakyat Suriah mempunyai hak untuk memilih pemerintahan, konstitusi, dan pilihan mereka.

    “Kami berharap akan terjadi koordinasi antara masyarakat Suriah dan Lebanon serta pemerintah kedua negara,” katanya, dikutip dari Al Araby.

    Menurutnya, Hizbullah saat ini belum bisa mengambil posisi dan sikap terhadap oposisi Suriah yang berkuasa setelah menggulingkan rezim Assad.

    “Hizbullah tidak dapat menghakimi kekuatan baru ini sampai mereka stabil dan mengambil posisi yang jelas,” katanya.

    Ia berharap penguasa baru Suriah nantinya tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel.

    Pemimpin Hizbullah itu menegaskan, hubungan Suriah dengan Israel nantinya akan mempengaruhi sikap Hizbullah terhadap Suriah.

    “Kami juga berharap partai penguasa baru ini akan menganggap Israel sebagai musuh dan tidak menormalisasi hubungan dengannya. Ini adalah berita utama yang akan memengaruhi sifat hubungan antara kami dan Suriah,” lanjutnya, seperti diberitakan Aawsat.

    Sebelum jatuhnya rezim Assad, Naim Qassem berpidato tentang dukungan Hizbullah untuk Presiden Suriah Bashar al-Assad.

    “Agresi terhadap Suriah dipimpin oleh Amerika dan Israel melalui kelompok takfiri sejak 2011,” katanya ketika berpidato pada Kamis (5/12/2024), tiga hari sebelum jatuhnya rezim Assad.

    Hizbullah mulai melakukan intervensi di Suriah pada 2013, untuk membantu rezim Assad melawan pasukan oposisi yang berusaha menggulingkannya saat itu.

    Jatuhnya Rezim Assad

    Rezim Assad dari Partai Ba’ath runtuh pada 8 Desember 2024, setelah oposisi bersenjata mengumumkan keberhasilannya merebut ibu kota Suriah, Damaskus.

    Sebelumnya, aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), meluncurkan serangan pada 27 November 2024 di Idlib, hingga berhasil merebut kota Aleppo, Hama, Homs, dan Damaskus dalam waktu kurang dari dua minggu.

    Pemimpin HTS, Abu Muhammad Al-Julani, mendeklarasikan runtuhnya rezim Assad melalui pidato di Damaskus pada Minggu (8/12/2024).

    Assad dan keluarganya dikabarkan kabur ke luar negeri, namun keberadaannya belum diketahui.

    Runtuhnya rezim Assad adalah buntut dari perang saudara di Suriah yang berlangsung sejak 2011 ketika rakyat Suriah menuntut turunnya Presiden Suriah Bashar al-Assad.

    Iran mulai membantu rezim Assad pada 2011 dan Rusia mulai terlibat pada 2015.

    Pertempuran sempat meredup pada 2020 setelah Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata antara rezim Assad dan oposisi di Idlib, sebelum meletus lagi pada 27 November lalu.

    Bashar al-Assad berkuasa sejak 2000, setelah meneruskan kekuasaan ayahnya, Hafez al-Assad yang berkuasa pada 1971-2000.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Assad Tumbang, AS Berkomunikasi Langsung dengan Penguasa Baru Suriah

    Assad Tumbang, AS Berkomunikasi Langsung dengan Penguasa Baru Suriah

    Jakarta

    Rezim Bashar al-Assad di Suriah tumbang oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan negaranya melakukan “kontak langsung” dengan kelompok HTS meskipun telah menetapkan kelompok itu sebagai teroris.

    “Kami telah melakukan kontak dengan HTS dan pihak-pihak lain,” kata Blinken kepada wartawan setelah pembicaraan mengenai Suriah di resor Laut Merah Yordania, Aqaba, seperti dilansir kantor berita AFP, Minggu (15/12/2024).

    Ia tidak memberikan perincian tentang bagaimana kontak tersebut terjadi tetapi ketika ditanya apakah Amerika Serikat menghubunginya secara langsung, ia berkata: “Kontak langsung — ya.”

    Blinken mengatakan kontak itu sebagian terkait dengan pencarian Austin Tice, jurnalis AS yang diculik pada tahun 2012 menjelang dimulainya perang saudara yang brutal.

    “Kami telah mendesak semua orang yang kami hubungi mengenai pentingnya membantu menemukan Austin Tice dan membawanya pulang,” kata Blinken.

    Ia mengatakan bahwa dalam dialog dengan HTS, Amerika Serikat juga “berbagi prinsip” mengenai Suriah yang telah ia sampaikan secara publik.

    Mengacu pada pernyataan HTS sejak kemenangan mereka, Blinken berkata: “Kami menghargai beberapa kata positif yang kami dengar dalam beberapa hari terakhir, tetapi yang penting adalah tindakan–dan tindakan berkelanjutan.

    “Ini tidak bisa menjadi keputusan berdasarkan kejadian satu hari,” katanya.

    (rfs/rfs)

  • Pejabat Senior Hamas: Gencatan Senjata dengan Israel di Gaza Potensial Terjadi Sebelum Akhir Tahun – Halaman all

    Pejabat Senior Hamas: Gencatan Senjata dengan Israel di Gaza Potensial Terjadi Sebelum Akhir Tahun – Halaman all

    Pejabat Senior Hamas: Gencatan Senjata dengan Israel di Gaza Potensial Terjadi Sebelum Akhir Tahun

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada surat kabar Saudi Al-Sharq bahwa “ada peluang bagus” untuk mengumumkan kesepakatan tahanan dan gencatan senjata di Jalur Gaza sebelum pergantian tahun.

    Menurut surat kabar tersebut, dilansir Khaberni Sabtu (14/12/2024) pejabat Hamas tersebut mengatakan, kunci dari peluang keberhasilan gencatan senjata ini ada di tangan presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

    “Jika Presiden terpilih AS Donald Trump berhasil mencegah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (yang ingin) menghindar atau menghalangi (gencatan senjata), kita akan menghadapi perjanjian pertukaran (sandera) dalam tiga tahap dan perjanjian gencatan senjata bertahap, mungkin sebelum akhir tahun ini,” kata tokoh Hamas itu dikutip Khaberni dari Al-Sharq

    Sumber yang mengetahui negosiasi tersebut mengatakan kepada surat kabar tersebut kalau “ada kemajuan nyata dalam perundingan gencatan senjata,”.

    Laporan menambahkan kalau “negosiasi berlangsung dengan cara yang sangat rahasia.”

    Pekan lalu, Hamas juga memaparkan daftar nama tahanan yang masih hidup sebagai langkah awal menuju kesepakatan tersebut.

    Hamas Longgarkan Tuntutan

    Setelah lebih dari setahun keberatan, Hamas telah menyetujui tuntutan Israel agar IDF tetap berada di Gaza untuk sementara waktu di bawah kesepakatan gencatan senjata-penyanderaan.

    Demikian menurut laporan khusus yang dimuat The Wall Street Journal, pada Kamis (12/12/2024), mengutip mediator Arab.

    Hamas selama berbulan-bulan bersikeras bahwa mereka tidak akan menyetujui kesepakatan kecuali jika kesepakatan itu mencakup penghentian permanen perang di Gaza.

    Juga menghendaki  penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza.

    Namun, laporan itu mengatakan bahwa Hamas tampaknya melonggarkan tuntutannya, dan juga telah memberikan kepada para mediator daftar tahanan yang akan dibebaskan pada tahap pertama kesepakatan baru.

    Para mediator mengatakan kepada The Journal bahwa daftar tersebut terdiri dari warga negara AS, wanita, orang tua dan mereka yang memiliki kondisi medis, dan juga menyertakan nama lima sandera yang telah dipastikan tewas.

    Laporan itu menambahkan bahwa negosiator Israel mendesak agar lebih banyak tahanan dibebaskan pada tahap awal gencatan senjata.

    Pada saat yang sama, disebutkan bahwa mereka telah sepakat untuk menarik pasukan secara bertahap dari Koridor Philadelphia di perbatasan Gaza-Mesir.

    Hamas juga dilaporkan telah sepakat bahwa mereka tidak akan terlibat dalam pengelolaan sisi Palestina di Penyeberangan Rafah antara Mesir dan Gaza.

    Ancaman Son of Hamas

    Mosab Hassan Yousef , putra mantan pemimpin Hamas Sheikh Hassan Yousef, yang kisahnya dijelaskan dalam buku Son of Hamas atau Anak Hamas, baru-baru ini mengunggah pesan di akun X.

    Ia memperingatkan pemimpin baru Suriah Abu Mohammed al-Jolani atau dikenali juga Julani.

    Yousef telah menjadi suara terkemuka dalam diskusi Barat tentang terorisme, khususnya terorisme jihad Islam, karena latar belakang dan keterlibatannya dengan Hamas .

    Dalam unggahannya pada hari Rabu (11/12/2024), Mosab Hassan Yousef memperingatkan Barat agar tidak mengakui atau melegitimasi al-Jolani.

    Menurutnya, jika hal itu terjadi prediksinya akan memiliki konsekuensi yang mematikan bagi kemanusiaan. 

    Unggahan itu tampaknya menyebabkan akun X miliknya ditangguhkan, Yousef sebelumnya memberi pesan.

    “Sebuah kekaisaran Islam baru telah lahir; jangan memberinya makan, tapi buatlah ia kelaparan,” tulisnya dikutip dari All Israel.

    Mantan anggota Hamas yang kini menjadi agen Shin Bet Israel itu mengatakan, sebagian besar warga Timur Tengah dan seluruh dunia tidak menyadari konsekuensi yang menghancurkan dari perkembangan baru di Suriah (Al-Sham).  

    Masalahnya, lanjut Yousef, adalah generasi jihadis baru lebih canggih daripada kelompok teroris mana pun di masa lalu. 

    Dia mengatakan bahwa Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), yang sebelumnya dikenal sebagai Jabhat al-Nusra (Front al-Nusra), dan memiliki hubungan dengan Al-Qaeda dan ISIS, telah mengubah strategi politik, tetapi bukan identitas, untuk meninabobokan negara-negara Barat agar percaya bahwa mereka telah melakukan reformasi.

    Mengutip upaya HTS untuk memulai layanan bus dan melanjutkan fungsi kota lainnya di wilayah yang direbut sebagai bukti reformasi yang mereka duga, Yousef memperingatkan bahwa kegiatan ini dimaksudkan “untuk memanipulasi masyarakat internasional dengan menunjuk tokoh-tokoh pemerintah yang moderat.”

    “Mereka memiliki kesabaran dan tidak terburu-buru menyerang musuh-musuh mereka; strategi baru mereka adalah membangun infrastruktur dan institusi, serta memperoleh pengakuan global untuk mendirikan Ummah Jihadi [organisasi Muslim global],” ia memperingatkan. 

    “Strategi baru mereka adalah menciptakan iklim yang sesuai yang akan mengarah pada pembentukan negara Jihadi.”

     Amerika Serikat dan sekutunya tidak boleh mengakui atau melegitimasi penguasa baru Damaskus, tidak peduli seberapa cerdik mereka akan memainkan kartu mereka untuk memanipulasi masyarakat internasional dengan menunjuk tokoh-tokoh pemerintahan yang moderat.

    Lebih jauh lagi – dan pada bagian postingan yang kemungkinan membuatnya diblokir – mantan anggota Hamas tersebut menganjurkan “penghapusan pemimpin utama pemberontak, terutama Al Julani, sebelum mereka memperoleh lebih banyak dukungan dan simpati dari masyarakat yang putus asa dan mendambakan perubahan dan kebebasan, yang akan memungkinkan munculnya kepemimpinan yang sah.”

    “Memberikan penghargaan atau pujian kepada para Jihadis karena menggulingkan diktator Suriah yang brutal adalah sebuah kesalahan, mereka mungkin memainkan peran penting, tetapi mereka bukanlah kekuatan sebenarnya yang menjatuhkan Assad,” klaim Yousef. 

    “Al-Julani memiliki potensi untuk menciptakan Negara Teroris yang kuat yang belum pernah kita alami sebelumnya,” kata Putra Hamas tersebut.

    “Ia cenderung membangunnya secara perlahan, penuh perhatian, dan sabar. Teroris global ini tidak berintegrasi dari seorang Jihadi menjadi seorang negarawan, ia mengubah dirinya dari seorang Jihadi biasa menjadi seorang Khalifah Islam modern, dan membiarkannya berkembang akan memiliki konsekuensi yang mematikan bagi kemanusiaan.” 

    Mantan anggota Hamas itu bukan satu-satunya suara dari Timur Tengah yang memperingatkan agar tidak menerima klaim reformasi al-Jolani.

    Peneliti Yayasan Pertahanan Demokrasi Hussain Abdul-Hussain memperingatkan bahwa Ahmed Hussein al-Sharaa, yang menggunakan nama samaran Abu Mohammed al-Jolani, tampaknya menerapkan hukum Syariah di banyak wilayah yang telah dikuasainya. 

    Abdul-Hussain menegaskan bahwa al-Jolani telah menempatkan pemerintah Idlib yang menegakkan Syariah sebagai pemerintah transisi bagi Suriah, yang bukan merupakan pertanda baik bagi janjinya untuk menghormati dan melindungi minoritas non-Muslim. 

    “Saya berharap proyeksi saya ternyata salah dan Sharaa telah berubah dan bersikap moderat, atau “dewasa,” seperti yang ia katakan kepada CNN,” tulis Abdul-Hussain. “Namun, saya tidak berharap terlalu banyak.” 

    Pengucilan Para Pemimpin Suriah

    Di Damaskus, para diplomat telah menyuarakan keprihatinan mengenai pengucilan para pemimpin oposisi politik lainnya.

    Kelompok Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) dengan cepat mengonsolidasikan otoritasnya atas negara Suriah, menunjukkan kecepatan yang sama seperti saat mereka mengambil alih negara itu, Reuters melaporkan.

    Kelompok tersebut telah mengerahkan pasukan polisi, membentuk pemerintahan sementara, dan memulai pertemuan dengan utusan asing, sehingga memicu kekhawatiran mengenai inklusivitas kepemimpinan baru Damaskus, kantor berita tersebut menunjukkan.

    Sejak HTS menggulingkan Bashar al-Assad pada hari Minggu sebagai bagian dari aliansi, para pejabatnya—yang sebelumnya menjalankan pemerintahan Islam di sudut terpencil di barat laut Suriah—telah mengambil alih kantor-kantor pemerintahan di Damaskus.

    Pada hari Senin, Mohammad al-Bashir , yang sebelumnya menjabat sebagai kepala pemerintahan daerah di Idlib yang dikuasai HTS, diangkat sebagai perdana menteri sementara Suriah. 

    Langkah ini menggarisbawahi dominasi HTS di antara faksi-faksi bersenjata yang berjuang selama lebih dari 13 tahun untuk mengakhiri kekuasaan al-Assad.

    Meskipun HTS memutuskan hubungannya dengan organisasi teroris al-Qaeda pada tahun 2016, HTS telah meyakinkan para pemimpin suku, pejabat lokal, dan warga sipil selama perjalanannya menuju Damaskus bahwa agama minoritas akan dilindungi.

    Pemerintah sementara yang baru kurang inklusif, Kata Seorang Sumber

    Di kantor gubernur Damaskus, Mohammad Ghazal—seorang insinyur sipil berusia 36 tahun dari Idlib yang sekarang mengawasi urusan administratif—menepis kekhawatiran terhadap pemerintahan Islam.

    “Tidak ada yang namanya pemerintahan Islam. Bagaimanapun, kita adalah Muslim dan itu adalah lembaga atau kementerian sipil,” katanya, dikutip dari AL MAYADEEN.

    “Kami tidak memiliki masalah dengan etnis dan agama apa pun,” katanya, seraya menambahkan bahwa “yang membuat masalah adalah rezim [Assad].”

    Namun, muncul kekhawatiran mengenai komposisi pemerintahan sementara yang baru , yang sangat bergantung pada para administrator dari Idlib. Reuters mengutip empat tokoh oposisi dan tiga diplomat yang mengatakan bahwa proses tersebut kurang inklusif.

    Walaupun al-Bashir telah menyatakan ia hanya akan menjabat hingga Maret, HTS, yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS, Turki, dan lainnya, belum menguraikan aspek penting dari transisi tersebut, termasuk rencana untuk konstitusi baru.

    “Anda mendatangkan (menteri) dari satu warna, seharusnya ada partisipasi dari yang lain,” tegas Zakaria Malahifji, Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Suriah dan mantan penasihat politik oposisi di Aleppo.

    Ia menggambarkan kurangnya konsultasi dalam pembentukan pemerintahan sebagai sebuah kesalahan.

    “Masyarakat Suriah beragam dalam hal budaya, suku bangsa, jadi sejujurnya ini mengkhawatirkan,” tegasnya.

    Seperti pejabat “Pemerintah Keselamatan” yang berafiliasi dengan HTS lainnya yang direlokasi dari Idlib ke Damaskus, Ghazal telah mendesak pegawai negeri untuk kembali bekerja, seraya menekankan keadaan negara yang mengerikan.

    “Ini adalah negara yang runtuh. Ini adalah reruntuhan, reruntuhan, reruntuhan,” katanya.

    Sasaran langsung Ghazal untuk tiga bulan ke depan termasuk memulihkan layanan dasar dan merampingkan birokrasi. Ia mengumumkan rencana untuk menaikkan gaji, yang saat ini rata-rata $25 per bulan, agar sesuai dengan upah minimum $100 di Salvation Government.

    Persaingan Antar Faksi Timbulkan Risiko terhadap Stabilitas

    Meskipun HTS mendominasi, faksi-faksi bersenjata lainnya, terutama di dekat perbatasan dengan Yordania dan Turki, tetap aktif, sehingga menimbulkan risiko bagi stabilitas di Suriah pasca-Assad, Reuters mencatat, seraya menambahkan bahwa persaingan antar faksi, yang berakar pada konflik bertahun-tahun, semakin memperparah tantangan-tantangan ini.

    Yezid Sayigh, seorang peneliti senior di Carnegie Middle East Center, menyatakan bahwa HTS “jelas berusaha mempertahankan momentum di semua tingkatan.”

    Ia memperingatkan risikonya, termasuk potensi pembentukan rezim otoriter baru dengan dalih Islam.

    Namun, ia menunjukkan bahwa keberagaman oposisi dan masyarakat Suriah kemungkinan akan mencegah satu kelompok pun memonopoli kekuasaan.

    Dalam konteks yang sama, Reuters mengutip sumber oposisi yang mengetahui konsultasi HTS yang mengklaim bahwa semua sekte Suriah akan terwakili dalam pemerintahan sementara.

    Selama tiga bulan ke depan, isu utama yang akan diputuskan termasuk apakah Suriah mengadopsi sistem presidensial atau parlementer, sumber itu menambahkan.

    Dalam wawancara untuk Il Corriere della Sera pada hari Rabu, al-Bashir menekankan bahwa pemerintah sementara akan mengundurkan diri pada bulan Maret 2025.

    Ia menguraikan prioritas seperti memulihkan keamanan, menegakkan kembali otoritas negara, memulangkan pengungsi, dan menyediakan layanan penting.

    Ketika ditanya apakah konstitusi baru akan memiliki kerangka Islam, al-Bashir menyatakan bahwa rincian seperti itu akan dibahas selama proses penyusunan konstitusi.

    Di Damaskus, para diplomat telah menyuarakan kekhawatiran tentang pengecualian terhadap para pemimpin oposisi politik lainnya.

    “Kami prihatin – di mana semua pemimpin oposisi politik,” kata seorang diplomat.

    Yang lain mencatat potensi dampak destabilisasi dari faksi-faksi bersenjata yang belum dilucuti senjatanya atau didemobilisasi.

    Joshua Landis, seorang pakar Suriah dan direktur Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Oklahoma, menyarankan bahwa al-Jolani “harus segera menegaskan kewenangannya untuk menghentikan kekacauan yang terjadi.”

    “Namun, ia juga harus berupaya meningkatkan kapasitas administratifnya dengan melibatkan para teknokrat dan perwakilan dari berbagai komunitas,” tegas Landis.

     

    (oln/khbrn/tribunnews/*)

     

  • AS Mau Angkut Ribuan Tank Soviet Milik Suriah Rezim Assad ke Ukraina Buat Lawan Rusia – Halaman all

    AS Mau Angkut Ribuan Tank Soviet Milik Suriah Rezim Assad ke Ukraina Buat Lawan Rusia – Halaman all

    AS Mau Angkut Ribuan Tank Soviet Milik Suriah Rezim Assad ke Ukraina Buat Lawan Rusia

    TRIBUNNEWS.COM – Setelah runtuhnya pemerintahan Suriah pada 8 Desember, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken dilaporkan melakukan kunjungan diplomatik mendadak ke Yordania dan Turki pada tanggal 11 Desember.

    Situs militer BM melansir, tujuan resmi perjalanan Blinken itu adalah mendiskusikan tentang masa depan Suriah yang kini terpecah-pecah dan mempengaruhi situasi geopolitik kawasan secara luas.

    Namun, rupanya ada tujuan lain Blinken, yaitu berkenaan dengan potensi akses Barat ke gudang senjata besar Suriah rezim Bashar al Assad yang kini menjadi ‘tak bertuan’.

    Sebelum direbut dan dikendalikan pihak oposisi yang kin berkuasa di Suriah, AS rupanya ingin menyita senjata-senjata Suriah itu untuk membantu Ukraina dalam perang melawan Rusia.

    Menariknya, sebagian besar gudang senjata militer Suriah merupakan senjata era Soviet dan yang dipasok Rusia sendiri saat rezim Assad berkuasa.

    “Persenjataan ini mencakup segala hal mulai dari peluru artileri canggih hingga tank tempur utama (Main Battle Tank) dan kendaraan lapis baja yang canggih,” kata laporan BM, dikutip Sabtu (14/12/2024).

    Laporan itu menyatakan, persenjataan Suriah, yang telah lama dianggap sebagai aset strategis bagi kekuatan regional dan global, kini diposisikan sebagai pengubah permainan potensial dalam konflik yang sedang berlangsung di Ukraina.

    Apa saja yang ada di gudang senjata Suriah?

    Persediaan senjata Suriah—mulai dari sejumlah besar peluru artileri 152 mm dan 122 mm hingga lebih dari 3.000 tank termasuk model T-54/55, T-62, T-72, dan T-90.

    Barisan persenjataan ini dapat secara signifikan mengubah keseimbangan kekuatan di garis depan, terutama karena sumber daya militer Ukraina sendiri terus menyusut.

    “Dengan Rusia yang telah meningkatkan pasokan dan produksi senjatanya melalui peningkatan internal dan dukungan eksternal dari Korea Utara, perbedaan kekuatan senjata antara kedua belah pihak terus tumbuh,” tambah laporan itu.

    Apa yang Terjadi Kalau Ukraina Pakai Senjata Eks-Militer Suriah?

    Dari sudut pandang teknis, peralatan militer Suriah menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi pasukan Ukraina. 

    Tank T-72 dan T-90, meski tidak canggih menurut standar modern, tetap memiliki kemampuan tangguh, termasuk lapis baja komposit, senjata laras halus 125 mm yang kuat, dan sistem penargetan canggih yang dapat memberi Ukraina peningkatan signifikan dalam brigade tank mereka.

    Kemungkinan mengintegrasikan tank Suriah ke dalam pasukan Ukraina yang ada sangat penting, karena persediaan tank modern milik Kiev sendiri masih terbatas.

    Adapun perlengkapan perang yang dipasok Barat masih lambat terwujud.

    Aspek artileri dari persediaan senjata Suriah juga memiliki nilai strategis yang signifikan.

    Diperkirakan 1 juta peluru artileri dalam persediaan senjata Suriah akan secara substansial meningkatkan kemampuan Ukraina untuk mempertahankan pemboman berkelanjutan terhadap posisi Rusia.

    Peluru artileri 152 mm, khususnya, bisa jadi sangat menarik, karena kompatibel dengan sistem lama buatan Soviet dan artileri lebih modern yang digunakan oleh pasukan Ukraina.

    “Dampak pasokan semacam itu akan terasa bukan hanya dari besarnya volume amunisi tetapi juga dari fleksibilitas operasional yang diberikannya kepada unit artileri Ukraina, yang berpotensi memberi pengaruh besar dalam pertempuran berkepanjangan,” tulis ulasan BM, memperkirakan dampak bila ribuan persenjataan dan amunisi Suriah pindah ke tangan Ukraina.

    Di lapangan, transfer logistik sejumlah besar persenjataan dari Suriah ke Ukraina tetap menjadi tantangan utama. 

    Pengaruh Turki terhadap milisi Islamis Suriah, yang menguasai sebagian besar wilayah utara Suriah, kemungkinan akan menjadi kunci dalam memfasilitasi transfer ini.

    Pengaruh Ankara terhadap milisi-milisi ini—yang banyak di antaranya memiliki hubungan dengan unit-unit militer Turki—menempatkannya pada peran sentral.

    “Sebagai imbalan atas kerja sama, AS dapat menawarkan berbagai insentif kepada Turki, seperti mengurangi dukungan bagi kelompok-kelompok Kurdi di Suriah, meningkatkan bantuan ekonomi, dan berpotensi memfasilitasi kembalinya Turki ke program F-35,” kata laporan itu

    Secara teknis, proses transfer akan memerlukan koordinasi antara intelijen AS, logistik Turki, dan pejabat militer Ukraina untuk memastikan pergerakan senjata-senjata ini secara efektif.

    Sementara transfer senjata Barat terhambat oleh tantangan logistik dan lingkungan keamanan yang kompleks di Suriah, skala dan urgensi transfer potensial ini menunjukkan bahwa operasi yang terkoordinasi dengan baik dapat dilakukan.

    “Lebih jauh lagi, potensi masuknya senjata-senjata ini dapat menjadi salah satu perubahan paling signifikan dalam keseimbangan kekuatan di Ukraina sejak perang dimulai,” kata ulasan itu.

    Tank Rusia menggempur posisi tentara Ukraina di garis depan Donetsk (Kementerian Pertahanan Rusia/TASS)

    Pemindahan artileri dan persenjataan Suriah akan memberi pasukan Ukraina tidak hanya lebih banyak daya tembak tetapi juga redundansi yang sangat dibutuhkan dalam sistem persenjataan mereka, meningkatkan kemampuan mereka untuk mempertahankan tekanan terhadap pasukan Rusia, khususnya di Donbas dan front selatan.

    Namun, implikasi yang lebih luas dari perkembangan ini tidak hanya terbatas pada perangkat keras militer. Pengalihan senjata Suriah ke Ukraina, yang difasilitasi oleh Turki, dapat menandakan perubahan signifikan dalam aliansi regional dan perhitungan strategis.

    Dengan memanfaatkan persediaan besar Suriah, Barat tidak hanya akan meningkatkan kemampuan pertahanan Ukraina tetapi juga semakin mengikis keunggulan strategis Rusia di kawasan tersebut.

    Saat Rusia terus menghadapi kesulitan dalam mempertahankan jalur pasokan dan produksi persenjataannya, persediaan Suriah merupakan sumber daya penting yang dapat memperpanjang durasi konflik dan semakin melemahkan upaya Rusia untuk menegaskan dominasinya di wilayah tersebut.

    Potensi pengalihan ini menggarisbawahi sifat peperangan modern yang semakin teknis dan beraneka ragam, di mana pengendalian dan pergerakan sumber daya militer yang besar sama pentingnya dengan pertempuran di medan perang.

    Saat perang di Ukraina terus berlanjut, kemampuan untuk memanfaatkan sumber pasokan militer yang tidak terduga—seperti Suriah—mungkin terbukti menjadi salah satu faktor paling menentukan dalam membentuk hasil konflik.

    Apa Langkah untuk Mencegah Senjata Suriah Pindah ke Ukraina?

    Dengan jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada tanggal 8 Desember, Rusia menemukan dirinya dalam ikatan strategis, dengan pertanyaan utama adalah bagaimana mencegah persenjataan Suriah jatuh ke tangan Ukraina.

    Persediaan besar Suriah, termasuk lebih dari 1 juta peluru artileri dan ribuan tank tempur utama seperti T-54/55, T-62, dan T-72, merupakan sumber daya yang signifikan bagi militer Ukraina, yang sedang bergulat dengan kekurangan peralatan yang semakin meningkat.

    Masalah utama bagi Rusia bukan hanya hilangnya kendali langsung atas angkatan bersenjata Suriah menyusul jatuhnya Assad tetapi juga ketidakstabilan yang disebabkan oleh fragmentasi wilayah Suriah.

    Beberapa faksi bersenjata, masing-masing dengan kepentingannya sendiri, kini bersaing untuk menguasai aset militer yang penting. Meskipun Rusia mungkin berupaya memengaruhi faksi-faksi ini, situasi politik yang terpecah-pecah membuat hal ini menjadi tugas yang sulit.

    Pasukan Rusia mungkin mencoba melakukan serangan terarah terhadap rute logistik yang dapat dilalui senjata untuk mengalir ke Ukraina, termasuk serangan udara atau serangan siber.

    Namun, mengingat semakin besarnya pengaruh Turki dan Israel di wilayah tersebut, tindakan tersebut mungkin terbukti tidak efektif.

    Secara teknis, Rusia dapat menggunakan pengaruh terbatas atas jaringan logistik, tetapi menghentikan transfer senjata ini akan menjadi tantangan jika Turki atau perantara lain memilih untuk berpartisipasi dalam pengaturan tersebut.

    Kemungkinan besar, Rusia akan fokus pada upaya diplomatik dengan Iran dan Turki untuk memblokir transfer ini. Upaya ini dapat mencakup tekanan kepada Turki untuk menutup rute transportasi melalui wilayahnya atau mencegah pergerakan senjata Suriah berdasarkan perjanjian perdagangan.

    “Namun, kemampuan Rusia untuk mengambil tindakan signifikan masih dibatasi oleh realitas geopolitik, yang tidak lagi menguntungkan Moskow,” kata ulasan tersebut.

  • Olok-olok Menghinakan, Lambaian Sepatu Iringi Pasukan Rusia Berkemas Angkat Kaki dari Suriah – Halaman all

    Olok-olok Menghinakan, Lambaian Sepatu Iringi Pasukan Rusia Berkemas Angkat Kaki dari Suriah – Halaman all

    Olok-olok Menghinakan, Lambaian Sepatu Iringi Pasukan Rusia Berkemas Angkat Kaki dari Suriah

    TRIBUNNEWS.COM – Kejatuhan Bashar al-Assad di Suriah sepertinya memang menohok kehormatan Rusia, negara yang menyokong rezim sebelum terguling oleh gerakan kilat oposisi bersenjata di negara tersebut.

    Laiknya pecundang kalah, Rusia yang selalu punya tempat istimewa di rezim Assad, kini dilaporkan harus berkemas, bahkan dengan olok-olok yang menghinakan.

    Hal itu ditunjukkan oleh sebuah video yang dilacak lokasinya oleh CNN, menunjukkan peralatan militer Rusia bergerak di Suriah barat, Sabtu (14/12/2024).

    Dalam video yang direkam di pinggiran Homs, truk militer, pengangkut personel lapis baja, dan SUV berbendera Rusia terlihat bergerak ke arah barat di jalan raya M1 yang mengarah ke pangkalan Rusia di dekat pantai Suriah.

    “Tidak jelas apakah peralatan itu menuju ke pangkalan, tetapi kami sebelumnya melaporkan kalau Rusia tampaknya sedang memuat dan mempersiapkan pesawat untuk meninggalkan instalasi militernya di Suriah,” tulis laporan CNN.

    Hal yang menjadi perhatian, video tersebut juga memperlihatkan seorang pria berpakaian seragam militer melambaikan sepatu ke arah kendaraan militer Rusia saat mereka melewatinya.

    Sebagai informasi, menyambut atau mengucapkan selamat tinggal kepada seseorang dengan sepatu dianggap sebagai penghinaan terbesar dalam budaya Arab.

    Lebih dari 2.000 Tentara Suriah Kini Berlindung di Tenda-Tenda di Irak

    Nasib terhinakan juga dirasakan lebih dari 2.000 tentara Suriah.

    Mereka yang melarikan diri ke Irak selama akhir pekan kemarin setelah runtuhnya pemerintah Suriah pimpinan Assad, saat ini tinggal di kota tenda yang dibuat oleh pemerintah Irak untuk melindungi mereka.

    Kementerian Pertahanan Irak memerintahkan unit militer di provinsi Anbar barat untuk mendirikan kamp dengan ratusan tenda untuk 2.150 tentara Suriah, menurut Imad al-Dulaimi, wali kota kota terdekat Rutba.

    “Tentara Suriah “menyerahkan diri kepada otoritas Irak setelah jatuhnya rezim di Suriah” karena takut akan pembalasan di negara asal mereka setelah mengabdi pada rezim Assad,” kata al-Dulaimi dilansir CNN Jumat.

    Kantor berita pemerintah Irak, INA, melaporkan minggu lalu bahwa sedikitnya 2.000 tentara Suriah telah menyeberang ke Irak saat pemberontak maju.

    Sistem rudal pertahanan S-400 buatan Rusia. (AMERICAN MILITARY FORUM)

    Rusia Angkut Sistem Rudal S-400 hingga KA-52 Alligator

    Pasukan Rusia yang ditempatkan di pangkalan militer Suriah mulai mengemasi sejumlah alat tempurnya setelah pemerintahan Bashar al-Assad runtuh di sabotase kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS).

    Laporan ini mencuat lantaran citra satelit yang dirilis oleh Maxar menunjukkan pergerakan pasukan Rusia yang sedang mengemasi peralatan tempur mereka di pangkalan udaranya di Suriah.

    Salah satu aset yang dipersiapkan untuk diangkut dengan pesawat kargo besar adalah sistem pertahanan rudal S-400.

    Tak hanya itu pasukan Rusia juga terlihat tengah membongkar helikopter serang darat KA-52 Alligator yang kemungkinan dipersiapkan untuk diangkut balik ke Moskow.

    “Gambar dari citra satelit yang diambil pada hari Jumat menunjukkan dua Antonov AN-124, pesawat kargo terbesar milik Rusia sedang berada di pangkalan udara Hmeimim di provinsi pesisir Latakia, Suriah,”ujar  laporan Maxar, dikutip dari Middle East Monitor.

    “Keduanya bersiap memuat helikopter serang Ka-52 yang sedang dibongkar dan elemen unit pertahanan udara S-400 yang berada di pangkalan udara tersebut.” imbuhnya.

    Hal serupa juga dikonfirmasi oleh Jurnalis Channel 4, ia mengatakan bahwa mereka melihat 150 kendaraan militer Rusia tengah konvoi, bergerak di keluar dari Suriah.

    “Kendaraan Rusia terlihat bergerak dengan tertib dan tampaknya telah terjadi kesepakatan yang memungkinkan Rusia keluar dari Suriah dengan tertib,” jelas jurnalis Media Inggris itu.

    Kapal Militer Rusia Angkat Kaki

    Selain peralatan tempur udara, kapal-kapal Angkatan Laut Rusia kepergok telah meninggalkan pangkalan mereka di Tartous, Suriah.

    Menurut foto dari penyedia citra satelit Maxar, tiga fregat berpeluru kendali Angkatan Laut Rusia dan sedikitnya dua kapal pendukung awalnya di tempatkan di pelabuhan Tartus pada 5 Desember 2024.

    Namun pada hari Selasa, 9 Desember 2024, kapal-kapal tersebut telah meninggalkan pelabuhan.

    “Armada tersebut berangkat dari pangkalan angkatan laut antara tanggal 6 Desember dan 9 Desember,” menurut citra satelit, seperti dimuat Al Arabiya.

    Kementerian Pertahanan Rusia belum memberikan komentar atas laporan tersebut.

    Namun menurut informasi yang beredar, kaburnya Rusia dari pangkalan militer di Suriah lantaran mereka takut dengan pergerakan cepat Pasukan pemberontak Suriah yang berhasil merebut beberapa kota penting di negara tersebut dari pasukan rezim Assad.

    Rusia yang merupakan sekutu utama rezim Assad dalam beberapa dekade terakhir, diketahui sedang berupaya keras mencapai kesepakatan dengan koalisi oposisi Suriah untuk menjamin keamanan dua pangkalan militer mereka yang penting dan strategis di negara tersebut.

    Namun buntut runtuhnya rezim Assad, kini Rusia kehilangan pangkalan-pangkalan tersebut.

    Ini akan menjadi kemunduran besar bagi Rusia, terutama di tengah konflik yang masih berlangsung di Ukraina.

    Lantaran Tartus adalah pangkalan angkatan laut utama Rusia di luar negeri, sementara Khmeimim digunakan untuk memindahkan pasukan militer masuk dan keluar dari Afrika.a

    Rusia Kehilangan Kekuatan di Mediterania

    Setelah Assad lengser, analis militer Rusia Ruslan Pukhov mengakui bahwa Rusia tidak memiliki kemampuan untuk proyek kekuatan keras yang berarti di luar lingkup pengaruhnya sendiri di wilayah pasca-Soviet.

    Lebih lanjut kejatuhan Assad yang mengejutkan juga membuat status kekuatan besar Rusia di Mediterania hancur berantakan. 

    Ini karena penutupan Selat Bosphorus dan evakuasi aset angkatan laut dari Tartus, sehingga Rusia tidak memiliki kemampuan untuk melakukan operasi maritim skala besar di Mediterania.

    Imbasnya Rusia kemungkinan akan menderita isolasi jangka panjang dari Mediterania dan mengalami gangguan logistik yang parah pada operasinya di Mali, Burkina Faso, Republik Afrika Tengah, dan Sudan.

  • Kenapa Israel Getol Kuasai Dataran Tinggi Golan di Suriah?

    Kenapa Israel Getol Kuasai Dataran Tinggi Golan di Suriah?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Israel saat ini telah menguasai buffer zone atau zona penyangga Dataran Tinggi Golan usai ditinggalkan oleh pasukan keamanan Suriah.

    Pasukan Suriah sendiri sudah meninggalkan Dataran Tinggi Golan sejak rezim Bashar Al Assad digulingkan pemberontak pada 8 Desember lalu.

    Dataran Tinggi Golan sebetulnya merupakan wilayah yang secara hukum internasional berada di wilayah teritorial Suriah. Namun, Israel merebut wilayah tersebut pada 1967.

    Suriah sebetulnya pernah mencoba merebut kembali Dataran Tinggi Golan pada 1973. Namun, upaya itu gagal lantaran pasukan Zionis berhasil membendung serangan pasukan Suriah yang ingin menguasai wilayah tersebut.

    Pada 1974, Israel dan Suriah sepakat melakukan gencatan senjata di Dataran Tinggi Golan. Namun, kesepakatan ini rusak ketika Israel ingin kembali merebut wilayah tersebut pada 1981.

    Lantas, mengapa Israel ingin mencaplok Dataran Tinggi Golan?

    Masalah keamanan

    Israel menginginkan Dataran Tinggi Golan untuk mengamankan wilayah perbatasannya dengan Suriah.

    Secara geografis, Dataran Tinggi Golan terletak di dekat perbatasan Israel dan Suriah.

    Sejak 2011, Suriah mengalami peristiwa perang saudara antara milisi oposisi pemerintah dengan pemerintah rezim Bashar Al Assad.

    Israel sebagai negara yang berbatasan dengan Suriah khawatir perang saudara di sana bakal memberikan dampak negatif ke negaranya.

    Oleh karena itu, dilansir Reuters, Israel menginginkan Dataran Tinggi Golan untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai buffer zone atau wilayah penyangga.

    Wilayah penyangga ini digunakan Israel untuk menjaga keamanan wilayah perbatasan Israel. Di sana, Negeri Zionis menempatkan sejumlah tentaranya untuk menjaga wilayah perbatasan agar perang saudara Suriah tidak meluas ke wilayah mereka.

    Merupakan wilayah yang subur

    Selain karena keamanan, Israel menginginkan Dataran Tinggi Golan juga karena alasan sumber daya.

    Dataran Tinggi Golan sendiri merupakan wilayah yang subur. Selain itu, wilayah ini juga punya sumber daya air yang melimpah.

    Oleh karena itu, Israel berupaya mencaplok wilayah tersebut dari Suriah agar bisa memanfaatkan segala keuntungan yang ada di dalamnya.

    Di sana, Israel mendirikan berbagai pemukiman ilegal untuk warganya. Dilansir Al Jazeera, ada sekitar 30 pemukiman Israel di Dataran Tinggi Golan.

    Di sana, warga Suriah tinggal bersama sekitar 30 ribu warga Suriah yang mengungsi di Dataran Tinggi Golan.

    (gas/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Warga Suriah Girang, Rusia Hengkang

    Warga Suriah Girang, Rusia Hengkang

    Jakarta

    Rezim Bashar al-Assad akhirnya telah tumbang. Ribuan warga Suriah yang bergembira pun berkumpul di ibu kota, Damaskus untuk merayakan kemerdekaan mereka atas tumbangnya pemerintahan klan al-Assad yang berkuasa selama setengah abad.

    Presiden yang digulingkan, Bashar al-Assad sendiri diketahui telah melarikan diri dari Suriah. Sementara Rusia diketahui tengah mengemasi peralatan militer mereka di pangkalan udara di Suriah.

    Ribuan Warga Suriah Rayakan Tumbangnya Rezim Assad

    Ribuan warga Suriah bergembira dan berkumpul di luar masjid bersejarah di ibu kota Suriah, Damaskus untuk merayakan salat Jumat pertama sejak penggulingan presiden Bashar al-Assad. Lebih dari setengah abad rezim klan al-Assad berakhir pada hari Minggu lalu, setelah serangan kilat oposisi melanda seluruh negeri dan berhasil merebut ibu kota.

    Seperti dilansir Al Arabiya dan AFP, Sabtu (14/12), Kepala Administrasi Operasi Militer Abu Mohammed al-Jolani yang mempelopori serangan tersebut, menyerukan kepada warga Suriah “untuk turun ke jalan untuk mengekspresikan kegembiraan mereka” pada Jumat (13/12) waktu setempat untuk menandai “kemenangan revolusi yang diberkahi.”

    Sementara itu, menurut laporan koresponden AFP, ratusan orang berkumpul dalam suasana yang meriah dan santai di alun-alun utama kota kedua Suriah, Aleppo. Kota ini merupakan medan pertempuran sengit selama perang saudara yang panjang di negara itu.

    Begitu pula di kota Suriah lainnya, Sweida, jantung minoritas Druze Suriah, tempat demonstrasi antipemerintah telah diadakan selama lebih dari setahun. Ratusan warga Suriah turun ke jalan, bernyanyi dan bertepuk tangan dengan gembira.

    Potret ribuan warga Suriah rayakan tumbangnya Assad di Damaskus. (Foto: REUTERS/Yosri Aljamal)

  • Harapan Baru untuk Austin Tice, Foto Terbaru Diterbitkan FBI – Halaman all

    Harapan Baru untuk Austin Tice, Foto Terbaru Diterbitkan FBI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Badan Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat telah merilis foto terbaru Austin Tice, jurnalis yang hilang di Suriah selama 12 tahun.

    Foto ini dirilis pada hari Jumat, 13 Desember 2024, sebagai bagian dari upaya pencarian setelah jatuhnya rezim Assad di Suriah.

    Dalam foto yang dirilis, Austin Tice terlihat seperti berusia 40-an.

    FBI menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk memperbarui seruan kepada masyarakat agar memberikan informasi mengenai keberadaan Tice, yang ditahan di Damaskus sejak Agustus 2012.

    “Kami memperbarui seruan kami untuk mendapatkan informasi yang dapat mengarah pada lokasi yang aman untuk pemulihan dan pengembalian Austin Tice,” ungkap FBI dalam pernyataannya di media sosial.

    FBI juga menawarkan hadiah sebesar 1 juta USD (sekitar Rp 158 miliar) bagi siapa saja yang dapat memberikan informasi yang mengarah pada pengembalian Tice dengan selamat.

    “Kami tetap berkomitmen untuk membawa Austin pulang ke keluarganya,” tambah FBI.

    Austin Tice adalah seorang kapten veteran Korps Marinir AS dan jurnalis lepas.

    Ia terakhir terlihat pada Agustus 2012 saat meliput perang saudara di Suriah.

    Keluarga Tice menyatakan bahwa ia berencana pergi ke Lebanon pada 14 Agustus, namun setelah meninggalkan Darayya, ia dilaporkan ditahan.

    Tice terakhir kali muncul dalam sebuah video berdurasi 46 detik yang dirilis beberapa minggu setelah penangkapannya, di mana ia terlihat mengenakan pakaian robek dan penutup mata, dituntun oleh pria bertopeng bersenjata.

    Sejak saat itu, tidak ada informasi lebih lanjut mengenai keberadaannya.

    Dukungan dari Pemerintahan Baru Suriah

    Pemerintahan baru Suriah berjanji untuk membantu menemukan Austin Tice.

    “Kami siap bekerja sama dengan pemerintah AS untuk mencari warga negara Amerika yang hilang,” ujar departemen urusan politik pemerintah transisi dalam sebuah pernyataan.

    FBI merilis foto jurnalis AS yang hilang selama 12 tahun di Suriah Austin Tice (X/Twitter)

    Pencarian Tice masih berlangsung, dan sebelumnya, Amerika Serikat telah meminta bantuan dari kelompok oposisi Suriah, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), untuk membantu menemukan dan membebaskan jurnalis yang hilang ini.

    Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, menekankan pentingnya memprioritaskan pemulangan Tice dalam semua komunikasi dengan HTS.

    “Jika mereka menemukannya, kami berharap mereka segera mengembalikannya kepada kami dengan selamat,” tutup Miller.

    Dengan rilis foto terbaru ini, diharapkan dapat memberikan harapan baru dalam pencarian Austin Tice dan mempercepat proses pemulangan jurnalis yang telah hilang selama lebih dari satu dekade.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • HTS Berkuasa di Suriah, Pemerintah Diminta Sensitif Pantau Narasi “Jihad” Salah Kaprah di Medsos

    HTS Berkuasa di Suriah, Pemerintah Diminta Sensitif Pantau Narasi “Jihad” Salah Kaprah di Medsos

    HTS Berkuasa di Suriah, Pemerintah Diminta Sensitif Pantau Narasi “Jihad” Salah Kaprah di Medsos
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pakar Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran 
    Dina Sulaeman
    mengingatkan pemerintah harus lebih sensitif dengan perkembangan narasi “jihad” yang salah kaprah usai pasukan pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menduduki Suriah.
    Ia menyebutkan, berkuasanya HTS di Suriah dapat memunculkan bibit-bibit radikalisme di dalam negeri karena kelompok-kelompok yang tergabung dalam pemberontakan memiliki banyak simpatisan di Indonesia, misalnya ISIS, HTS, maupun Free Syrian Army.
    “Rekomendasi saya ke pemerintah, yang pertama tentu pengawasan terhadap gerakan-gerakan ini semakin diperkuat. Pemerintah perlu sensitif ketika melihat berkembangnya narasi-narasi yang mendukung gerakan “jihad” di Suriah,” kata Dina kepada
    Kompas.com
    , Sabtu (14/12/2024).
    Dina menuturkan, narasi-narasi itu sudah banyak berkembang di media sosial sehingga perlu diawasi lebih ketat.
    Kelompok-kelompok yang terafiliasi ini menyebarkan ulang narasi-narasi pemberontakan yang dahulu sempat disebarluaskan ketika awal perang Suriah pada tahun 2012-2017.
    Hal ini menandakan bahwa simpatisan tersebut masih tumbuh di Indonesia.
    “Berarti kan kelihatan bahwa sel-sel ini masih ada, selama ini masih ada. Sekarang ada momentum untuk bangkit lagi menyebarluaskan narasi mereka. Itu pertama, (perlu) pengawasan. Dan kemudian edukasi publik itu penting banget,” tutur Dina.
    Dina tidak memungkiri, kemenangan HTS di Suriah bisa saja memberikan inspirasi serupa untuk pendukungnya di Indonesia.
    Pasalnya, para pendukung di dalam negeri itu akan tetap menyetujui apa yang dilakukan oleh HTS, meski pemimpin tertingginya, Mohammed Al Julani, baru-baru ini menyatakan sudah berubah usai keluar dari keanggotaan ISIS di Irak.
    Terlebih, tanpa diketahui, donasi kemanusiaan untuk korban perang yang disalurkan masyarakat Indonesia sempat terbukti dialirkan ke Idlib, Suriah, markas utama HTS.
    “Contohnya ada lembaga yang waktu itu ditangkap oleh Densus. Itu ternyata mengirimkan donasi orang-orang Indonesia yang dikumpulkan dari rakyat Indonesia ke Idlib. Nah ini juga saya khawatir (suplai) ini juga akan berlanjut,” ujar Dina.
    Padahal, lanjut Dina, melakukan pemberontakan dengan menyebar teror karena alasan menggulingkan pemerintahan diktator tetap tidak dapat dibenarkan.
    Diketahui, kelompok itu melakukan pemberontakan ke pemerintah Suriah yang dinilai diktator.
    Kelompok ekstrem ini melakukan aksi pembunuhan secara acak dengan pengeboman di pasar, masjid, hingga sekolah. Sebaliknya, mereka tidak mengetahui pasti afiliasi politik orang-orang yang menjadi korban.
    Menurut Dina, ideologi-ideologi yang berisi kekerasan dan menyebar kebencian pada kelompok lain ini akan sangat berbahaya jika berkembang di dalam negeri.
    “Tentu bahaya sekali ya buat kita ya. Karena di kita pun banyak pertentangan politik juga. Padahal kan pertanyaannya, apakah untuk menggulingkan seorang diktator harus melakukan aksi teror? Harus membenarkan aksi teror? Enggak. Nanti kalau kita nggak setuju sama pemerintah, apakah kita harus menyetujui aksi teror?” kata dia.
    Sebelumnya diberitakan, peralihan kekuasaan di Suriah dari rezim Bashar Al-Assad kepada kelompok pemberontak Abu Mohammed Al Julani terjadi pada Minggu (8/12/2024).
    Kelompok pemberontak berhasil menguasai dua kota besar Suriah, Aleppo dan Damaskus. Sedangkan Assad diketahui melarikan diri ke Rusia.
    Transisi kepemimpinan kini di tangan Julani dengan pemerintahan sementara hingga 1 Maret 2025 sebelum dilakukan pemilihan kepala negara yang baru.
    Konflik bersenjata di Suriah turut menyerap perhatian pemerintah. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) melalui KBRI telah melakukan evakuasi warga negara Indonesia dari kota-kota yang bergejolak ke Indonesia.
    Pemerintah telah mengevakuasi 37 WNI yang terdiri dari 35 WNI dan 2 staf pendamping KBRI Damaskus. Puluhan orang itu telah tiba di Indonesia yang terbagi dalam tiga penerbangan.
    Pasca evakuasi 37 WNI, KBRI Damaskus kembali mencatat sebanyak 97 WNI lainnya turut bersedia dievakuasi. Namun, pola evakuasi selanjutnya akan memperhatikan situasi keamanan di lapangan yang sangat dinamis.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.