Negara: Suriah

  • Militan Suriah di Selatan Ragu Serahkan Senjata dan Gabung Pemerintah Baru – Halaman all

    Militan Suriah di Selatan Ragu Serahkan Senjata dan Gabung Pemerintah Baru – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Juru bicara kelompok bersenjata Ruang Operasi Selatan, Naseem Abu Arra, mengatakan para pejuang di ruangan tersebut, ragu dengan gagasan untuk membubarkan kelompok bersenjata yang diumumkan oleh pemerintahan baru Suriah pada 25 Desember 2024.

    Kelompok tersebut, mengendalikan Kegubernuran Daraa di wilayah Suriah selatan.

    Setelah presiden Bashar al-Assad digulingkan, penguasa de facto Suriah Ahmed al-Sharaa (Abu Mohammed al-Julani) mengatakan, kelompok bersenjata akan dibubarkan dan bergabung di bawah Kementerian Pertahanan Suriah yang baru.

    “Para pejuang ragu-ragu mengenai isu pelucutan senjata dan pembubaran barisan mereka seperti yang diperintahkan oleh penguasa baru,” kata Abu Arra dalam wawancara dengan Agence France-Presse, Rabu (8/1/2025).

    “Saya dan orang-orang yang bersama kami adalah kekuatan yang terorganisir di selatan, memiliki senjata dan peralatan berat, dan dipimpin oleh perwira yang membelot dari tentara rezim,” lanjutnya.

    Abu Arra menambahkan, kelompok Ruang Operasi Selatan yang dipimpin oleh Ahmed Al-Awda, terdiri dari ribuan pria yang tidak memiliki afiliasi Islam.

    Sumber yang dekat dengan kelompok tersebut, mengindikasikan Ahmed Al-Awda juga memiliki hubungan baik dengan Rusia, Yordania dan Uni Emirat Arab (UEA).

    Dua hari setelah jatuhnya rezim Suriah pada 8 Desember 2024, Ahmed Al-Awda bertemu kepala departemen operasi baru di Suriah, Ahmed Al-Sharaa.

    Namun, dia tidak berpartisipasi setelah itu dalam pertemuan yang dipimpinnya pada tanggal 25 Desember 2024, ketika Ahmed Al-Sharaa mengumpulkan para pemimpin faksi bersenjata dan setuju untuk berada di bawah payung Kementerian Pertahanan. 

    Perdana Menteri Suriah: Kementerian Pertahanan Akan Diatur Ulang

    Sebelumnya pada Minggu (22/12/2024), Ahmed Al-Sharaa menyatakan, faksi-faksi tersebut akan mengumumkan pembubaran mereka dan bergabung dengan tentara nasional Suriah yang baru.

    “Selama revolusi, ada banyak kelompok, tetapi itu tidak dapat berlanjut di negara ini,” kata Ahmed Al-Sharaa selama konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, di Damaskus pada Minggu.

    “Dalam beberapa hari mendatang, Kementerian Pertahanan akan diumumkan, dan sebuah komite pejabat militer senior akan dibentuk untuk menciptakan tentara masa depan Suriah. Setelah itu, kelompok-kelompok itu akan bubar,” lanjutnya.

    Meski sebagian besar faksi setuju, namun tidak jelas apakah kesepakatan itu mencakup faksi yang dipimpin Kurdi di timur laut Suriah.

    Sebelumnya, Perdana Menteri Suriah, Mohammed al-Bashir, mengatakan kementerian akan direstrukturisasi menggunakan mantan faksi pemberontak dan perwira yang membelot dari tentara mantan Presiden Bashar al-Assad, seperti diberitakan ABC Net.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Presiden Iran Desak Israel Mundur dari Suriah

    Presiden Iran Desak Israel Mundur dari Suriah

    Jakarta

    Presiden Iran Masoud Pezeshkian mendesak Israel menarik diri dari wilayah Suriah menyusul jatuhnya sekutu lama Teheran Bashar al-Assad. Dia juga mewanti-wanti terkait ancaman pengaktifan sel-sel teroris di Suriah.

    Dilansir AFP, Rabu (8/1/2025), pernyataannya Pezeshkian disampaikan saat Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani berkunjung ke Teheran untuk membahas perdagangan, kerja sama, dan perkembangan terkini di Suriah.

    “Kebutuhan rezim Zionis untuk menarik diri dari wilayah yang didudukinya dan pentingnya menghormati sentimen keagamaan (di Suriah), khususnya terkait tempat-tempat suci dan tempat-tempat suci Syiah, merupakan salah satu perhatian yang diangkat dalam pertemuan tersebut,” kata Pezeshkian dalam sebuah pengarahan bersama Sudani.

    Presiden Iran juga memperingatkan tentang pengaktifan kembali sel-sel teroris di Suriah. Selain itu, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei juga memperingatkan tentang peran pemerintah asing di Suriah.

    Sebagai informasi, Assad melarikan diri dari Suriah setelah pasukan pemberontak yang dipimpin oleh kelompok Islam Sunni Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merebut ibu kota Damaskus setelah serangan kilat.

    Sejak kejatuhannya, Israel telah melakukan ratusan serangan udara terhadap fasilitas militer Suriah, dengan mengatakan bahwa serangan itu bertujuan untuk mencegah senjata strategis jatuh ke tangan musuh.

    (maa/dnu)

  • Susul Jerman dan AS, Prancis Berencana Cabut Sanksi terhadap Suriah – Halaman all

    Susul Jerman dan AS, Prancis Berencana Cabut Sanksi terhadap Suriah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Prancis sedang mempertimbangkan untuk mencabut sanksi terhadap Suriah setelah presiden Suriah Bashar al-Assad digulingkan pada Desember lalu.

    Langkah ini menyusul upaya Jerman yang sedang berlangsung untuk mencabut sanksi terhadap Suriah yang berlaku selama pemerintahan Assad.

    “Beberapa sanksi Eropa yang dikenakan terhadap Suriah mungkin akan segera dicabut,” kata Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, Rabu (8/1/2025), menurut laporan Agence France-Presse.

    Ia juga menjelaskan, sanksi Uni Eropa terkait aspek kemanusiaan mungkin akan segera dicabut.

    “Ada diskusi yang sedang berlangsung dengan mitra di Uni mengenai kemungkinan pencabutan sanksi lain jika ada kemajuan di berbagai bidang termasuk hak-hak perempuan dan pencapaian keamanan di Suriah,” tambahnya.

    Sebelumnya, sumber Kementerian Luar Negeri Jerman mengungkapkan Jerman sedang memimpin diskusi di dalam Uni Eropa untuk meringankan sanksi yang dijatuhkan terhadap Suriah pada masa pemerintahan Bashar al-Assad dan untuk membantu rakyat Suriah.

    “Lingkaran Jerman secara serius mendiskusikan cara untuk meringankan sanksi di sektor-sektor tertentu,” kata salah satu sumber, Selasa (7/1/2025).

    Pernyataan Prancis dan langkah Jerman ini muncul setelah Amerika Serikat (AS) pada Senin lalu mengeluarkan pengecualian sanksi terhadap transaksi dengan beberapa badan pemerintah Suriah untuk jangka waktu enam bulan, untuk memfasilitasi aliran bantuan kemanusiaan, mengatasi kekurangan energi, dan memungkinkan transfer pribadi.

    Pembicaraan ini muncul setelah Uni Eropa mengaitkan isu pencabutan sanksi dengan perilaku kepemimpinan baru di Suriah yang saat ini dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa.

    Menurut mereka, kepemimpinan baru di Suriah menghormati hak asasi manusia, menjaga keberagaman dan membentuk pemerintahan inklusif yang mewakili semua sekte di negara tersebut, serta memerangi terorisme.

    Uni Eropa, Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara lain menjatuhkan sanksi ketat terhadap Suriah setelah tindakan keras Bashar al-Assad terhadap protes pro-demokrasi pada tahun 2011 yang berubah menjadi perang saudara hingga 13 tahun.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Alasan Israel Siap Perang Lawan Turki: Ankara dan Pemerintahan Baru Suriah Lebih Bahaya dari Iran – Halaman all

    Alasan Israel Siap Perang Lawan Turki: Ankara dan Pemerintahan Baru Suriah Lebih Bahaya dari Iran – Halaman all

    Komite Pemerintah Israel: Kita Harus Bersiap Perang dengan Turki yang Kian Akrab dengan Suriah

     

    TRIBUNNEWS.COM – Media Israel mengatakan, Komite Pemerintah Israel, dalam laporannya kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, merekomendasikan persiapan untuk kemungkinan perang dengan Turki.

    Seruan agar Israel bersiap ini mengingat meningkatnya ketakutan Tel Aviv terhadap aliansi Ankara dengan pemerintahan baru di Damaskus setelah jatuhnya rezim, Bashar al-Assad.

    Surat kabar Jerusalem Post melaporkan pada Selasa (7/1/2025) kalau lembaga pemerintahan itu adalah Komite Pemeriksa Anggaran Keamanan dan Pembangunan Pasukan, yang dikenal sebagai Komite Nagel.

    Ketua Komite Nagel, Jacob Nagel, memperingatkan dalam laporannya tentang bahaya aliansi Suriah-Turki, yang mungkin “menciptakan sebuah ancaman baru dan besar terhadap keamanan Israel,”.

    Dalam penilaian lembaga itu, aliansi Suriah-Turki pasca-Assad potensial berkembang menjadi sesuatu yang “lebih serius daripada ancaman Iran,” menurut komite tersebut.

    Surat kabar tersebut melaporkan, “Komite menyatakan dalam laporannya bahwa Israel harus bersiap menghadapi konfrontasi langsung dengan Türki.”

    Sebuah bom dari serangan udara Israel di Damaskus, Suriah. (anadolu)

    Israel Tuding Turki Mau Luaskan Pengaruh Ottoman

    Komite tersebut menyatakan bahwa “ambisi Turki untuk memulihkan pengaruh Ottoman dapat menyebabkan meningkatnya ketegangan dengan Israel, dan mungkin meningkat menjadi konflik,” menurut laporan surat kabar tersebut.

    The Jerusalem Post melanjutkan, “Laporan komite pemerintah menyoroti bahaya aliansi faksi Suriah dengan Türki, yang menciptakan ancaman baru dan kuat terhadap keamanan Israel.”

    Dia menambahkan, “Ancaman dari Suriah mungkin berkembang menjadi sesuatu yang lebih berbahaya daripada ancaman Iran,” menurut klaim komite tersebut.

    Surat kabar tersebut mengutip laporan komite yang “mengusulkan untuk meningkatkan anggaran pertahanan hingga 15 miliar shekel setiap tahun ($4,1 miliar) selama lima tahun ke depan.

    Anggaran besari ini  untuk memastikan bahwa Pasukan Pertahanan Israel diperlengkapi untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh Turki, selain itu terhadap ancaman regional lainnya.”

    Anggota pasukan keamanan Israel berjaga di Jembatan Allenby, titik perbatasan antara Yordania dan Tepi Barat yang diduduki pada 8 September 2024. (Foto oleh Gil Cohen Magen/Xinhua)

    Langkah-langkah Persiapan Israel

    Surat kabar tersebut mencatat, “Untuk mempersiapkan kemungkinan konfrontasi dengan Turki, komite merekomendasikan langkah-langkah berikut:

    Mengenai senjata canggih: memperoleh tambahan pesawat tempur F-15, mengisi bahan bakar pesawat, drone, dan satelit untuk meningkatkan kemampuan serangan jarak jauh Israel.” “.

    “Berkenaan dengan sistem pertahanan udara, komite merekomendasikan penguatan kemampuan pertahanan udara berlapis, termasuk Iron Dome, David’s Sling, sistem Arrow, dan sistem pertahanan laser yang baru beroperasi,” katanya.

    Surat kabar itu menambahkan: “Berkenaan dengan keamanan perbatasan, laporan tersebut merekomendasikan pembangunan benteng keamanan di sepanjang Lembah Yordan.

    “Buffer zone di perbatasan ini akan mewakili perubahan besar dalam strategi pertahanan Israel meskipun ada potensi dampak diplomatik terhadap Yordania.”

    AS Ancam Sanksi Turki Jika Nekat Invasi Suriah

    Milisi Kurdi yang pergi ke Suriah dari negara lain di kawasan itu untuk mendukung Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin etnis Kurdi akan pergi jika gencatan senjata total dicapai dengan Turki, kata komandan pasukan Kurdi dilansir TN, Jumat (20/12/2024). 

    Penarikan pejuang asing merupakan salah satu tuntutan utama yang diajukan Turki dalam pergolakan di Suriah yang menghasilkan penggulingan rezim pemerintahan Bashar al-Assad tersebut.

    Ankara memandang kelompok Kurdi utama yang memimpin SDF – YPG – sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang ditetapkannya sebagai organisasi teroris.

    “Kami sekarang sedang mempersiapkan diri, setelah gencatan senjata total antara kami dan pasukan Turki serta faksi-faksi yang berafiliasi dengan mereka, untuk bergabung dalam tahap ini,” kata komandan SDF, Mazloum Abdi kepada Reuters pada Kamis (19/12/2024).

    “Karena ada perkembangan baru di Suriah, sudah saatnya para pejuang (milisi etnis Kurdi) yang membantu kita dalam perang ini untuk kembali ke daerah asal mereka dengan kepala tegak,” tambahnya.

    Abdi mengatakan bahwa meskipun para pejuang PKK telah datang ke Suriah, SDF tidak memiliki hubungan organisasi apa pun dengan kelompok tersebut.

    Ia memuji mereka karena telah membantu pasukannya memerangi ISIS selama dekade terakhir.

    Pernyataannya menandai pertama kalinya ia mengakui kalau para pejuang milisi Kurdi non-Suriah mendukung pasukannya selama perang di Suriah.

    SDF memainkan peran penting dalam koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) melawan kelompok ISIS. 

    Washington juga menganggap PKK sebagai kelompok teroris tetapi tetap mendukung pasukan Kurdi Suriah (SDF).

    Awal minggu ini, AS dan SDF mengatakan gencatan senjata yang rapuh di Manbij antara pasukan Kurdi dan faksi-faksi yang didukung Turki telah diperpanjang.

    Namun, seorang pejabat Kementerian Pertahanan Turki membantah bahwa gencatan senjata sedang berlangsung.

    Pertempuran pecah awal bulan ini saat pasukan pemberontak maju ke Damaskus terus berlanjut antara kedua belah pihak di beberapa bagian Suriah timur laut.

    Tentara Turki dan pejuang Suriah yang didukung Turki berkumpul di pinggiran utara kota Manbij di Suriah dekat perbatasan Turki pada Oktober. (Zein Al Rifai / AFP – File Getty Images)

    AS Ancam Sanksi Turki Kalau Sentuh Kurdi dengan Menginvasi Suriah

    Terkait manuver Turki di Suriah dengan alasan membasmi PKK-YPG, politisi senior AS khawatir kalau invasi Turki ke wilayah timur laut Suriah sudah dekat.

    Atas hal itu, dia mengindikasikan AS siap menjatuhkan sanksi pada Turki, meski negara itu adalah sekutu NATO Washington.

    Senator Republik John Kennedy memperingatkan kalau ia khawatir Turki akan menginvasi Suriah saat negara itu berupaya membangun kembali setelah pasukan oposisi menyingkirkan rezim Bashar Al Assad setelah 13 tahun perang.

    Kennedy menyampaikan pidato di gedung Senat minggu ini yang menyatakan pesan kepada Ankara: “Biarkan Kurdi sendiri… jangan lakukan itu.”

    Washington telah mempertahankan kehadiran pasukan yang relatif terbatas di Suriah.

    Pada Kamis, lewat pengumuman Pentagon, AS mengungkapkan sendiri peran besar mereka dalam cawe-cawe penggulingan Assad.

    Pentagon menyatakan telah menggandakan kehadiran pasukan mereka dari sekitar 900 menjadi 2.000 tentara, dalam kemitraan dengan Pasukan Demokratik Suriah untuk misi memberantas ISIS.

    Adapun Turki menuduh pasukan SDF yang dipimpin Kurdi sebagai teroris.

    Turki memandang, Unit Perlindungan Rakyat Kurdi Suriah (YPG), yang mendominasi SDF, sebagai cabang dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang hukum mereka.

    “Jika Anda menyerang Suriah dan menyentuh sehelai rambut pun di kepala suku Kurdi, saya akan meminta Kongres Amerika Serikat untuk melakukan sesuatu,” lanjut Kennedy.

    “Dan sanksi kami tidak akan membantu perekonomian Turki. Saya tidak ingin melakukan itu.”

    Senator terkemuka dari dua partai di AS – Chris Van Hollen dari Partai Demokrat dan Lindsey Graham dari Partai Republik  – pekan ini mengancam sanksi terhadap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan jika pasukan yang didukung Ankara tidak mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Kurdi di timur laut Suriah.

    Para senator menuduh Turki menolak “untuk memperpanjang gencatan senjata, termasuk tawaran zona demiliterisasi di sepanjang perbatasan, khususnya kota Kobani”.

    “Meskipun Turki memiliki sejumlah masalah keamanan yang sah yang dapat diatasi, perkembangan ini merusak keamanan regional dan Amerika Serikat tidak dapat tinggal diam,” tulis Van Hollen dan Graham dalam sebuah pernyataan.

    Pihak AS mengklaim, berkepentingan mendukung SDF demi terus memerangi kelompok ISIS yang menjadi musuh Washington.

    “Setelah jatuhnya rezim Assad, pasukan yang didukung Turki telah meningkatkan serangan terhadap mitra Suriah-Kurdi kami, yang sekali lagi mengancam misi penting untuk mencegah kebangkitan ISIS,” tulis pernyataan senator AS tersebut.

    Militer Turki memerangi kelompok Parti Karkerani Kurdistan (PKK) alias Partai Pekerja Kurdistan. (AFP)

    Peluang dan Tantangan Bagi Turki, Damai atau Terus Perangi Kurdi?

    Sanksi AS dapat memiliki implikasi nyata bagi Ankara, kata Yerevan Saeed, direktur Inisiatif Kurdi Global untuk Perdamaian di Universitas Amerika di Washington.

    “Ekonomi Turki tidak berjalan dengan baik. Inflasi sangat, sangat tinggi. Lira terus menurun. Jadi harapan para senator, orang-orang di Washington DC, para pembuat kebijakan, adalah bahwa sanksi ini akan menghalangi Presiden Erdogan untuk menginvasi Rojava ,” katanya kepada The National.

    “Apakah hal itu akan menghentikan Turki atau tidak, masih belum diketahui secara pasti.”

    Saeed mengatakan, “Kurdi sangat, sangat khawatir, tidak hanya dari tingkat kepemimpinan, tetapi juga rakyat dan publik” tentang masuknya Turki ke Suriah.

    Namun, beberapa pihak meragukan apakah aksi militer Turki merupakan ancaman yang akan segera terjadi.

    Mouaz Moustafa, direktur eksekutif Satuan Tugas Darurat Suriah yang berpusat di Washington, baru-baru ini kembali dari Damaskus tempat ia mencari tahanan Amerika Austin Tice.

    “Orang-orang mungkin membesar-besarkan masalah dengan menyerukan sanksi kepada sekutu NATO sementara kita belum melihat adanya operasi militer besar oleh Turki di Suriah timur laut,” katanya.

    Minggu ini, Turki menunjuk kuasa usaha sementara untuk menjalankan kedutaannya di Damaskus , setelah kepala intelijen Ankara Ibrahim Kalin mengunjungi ibu kota Suriah.

    Moustafa mengatakan pertunjukan keterlibatan seperti itu akan sangat penting dalam membangun stabilitas di Suriah, termasuk di timur laut.

    “Saya pikir semuanya kembali kepada pemerintahan baru Damaskus. Apakah mereka akan mampu membuat semacam kesepakatan dengan SDF, YPG [Unit Pertahanan Rakyat Kurdi], elemen PKK [Partai Pekerja Kurdistan], dan memastikan keamanan dan stabilitas Suriah timur laut, bersama dengan seluruh negara dan memastikan tidak ada kejahatan terhadap Kurdi atau bagian lain dari mosaik Suriah,” katanya kepada The National.

    Namun, Saeed mengatakan kalau pasukan Turki tidak berada di perbatasan “untuk berpiknik”.

    Namun, ia juga menekankan: “Turki memiliki peluang yang sangat bersejarah untuk berdamai dengan Kurdi di Suriah, dengan cara yang sama … Presiden Erdogan mampu mengubah kebijakan Turki terhadap Kurdi di Irak. Ini akan menjadi situasi yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Akan ada banyak peluang bagi perusahaan-perusahaan Turki untuk datang dan berinvestasi di Rojava, alih-alih membuat ancaman militer ini, yang akan menimbulkan ketidakstabilan.”

    Faktor Trump

    Pemerintahan baru di Washington dapat semakin memperumit sikap AS terhadap Suriah dan Turki.

    Presiden terpilih Donald Trump , yang akan mulai berkuasa bulan depan dan telah menunjukkan pendekatan yang lebih tidak ikut campur terhadap Suriah, menyebut penggulingan Al Assad sebagai “pengambilalihan kekuasaan secara tidak bersahabat” yang diatur oleh Turki.

    “Saya pikir Turki sangat cerdas… Turki melakukan pengambilalihan yang tidak bersahabat, tanpa banyak nyawa yang hilang. Saya dapat mengatakan bahwa Assad adalah seorang tukang jagal, apa yang dia lakukan terhadap anak-anak,” tambah presiden terpilih  AS dari partai Republik itu.

    Trump mengindikasikan, ragu untuk terus mempertahankan kehadiran kecil pasukan Washington di Suriah, dan mencoba menarik diri sepenuhnya selama masa jabatan presiden pertamanya.

    Saeed mengatakan kalau tindakan seperti itu tidaklah bijaksana.

    “Nilai yang diperoleh AS dan negara-negara Barat sungguh tinggi dan besar, karena pasukan AS ada di sana untuk melakukan intelijen dan juga memberikan dukungan bagi para pejuang Kurdi… Jika AS menarik diri, tentu saja, itu akan membuka jalan bagi ISIS untuk kembali.”

    Analisis lain menyerukan pemikiran ulang mengenai misi anti-ISIS Washington setelah jatuhnya rezim Assad, termasuk mantan duta besar AS untuk Damaskus, Robert Ford.

    “Pasukan yang dipimpin YPG telah gagal mengalahkan kekuatan ISIS yang bertahan lama. Setelah enam tahun, saatnya bagi Amerika untuk memikirkan kembali strateginya,” tulis Ford dalam sebuah posting di X sebagai tanggapan atas ancaman sanksi para senator.

    Reuters mengutip pernyataan Menteri Pertahanan Turki, Yasar Guler yang mengatakan bahwa “dalam periode baru, organisasi teroris PKK/YPG di Suriah cepat atau lambat akan dilenyapkan”.

    Pasukan ISIS berpawai di Raqqa, Suriah. (AFP)

    Turki Tak Lihat Tanda Kebangkitan ISIS

    Bertentangan dengan penilaian Washington, Guler mengatakan Turki tidak melihat tanda-tanda kebangkitan ISIS di Suriah.

    Bagi Moustafa, keterlibatan internasional dengan pemerintahan baru pada akhirnya akan menjadi penting bagi Suriah dan bagi kepentingan regional AS di sana.

    “Suriah tidak akan menjadi negara demokrasi dalam waktu semalam. Namun, Suriah sekarang adalah negara Arab yang paling dekat dengan demokrasi dibandingkan negara Arab lainnya. Itu fakta, dan janji-janji pemerintah serta tindakan mereka sungguh meyakinkan,” katanya.

    “Pemerintahan baru di Damaskus layak mendapatkan dukungan masyarakat internasional untuk membantu mereka dalam perjalanan menuju republik yang demokratis, bukan hanya terus mendengar kekhawatiran dan menyebut semua warga Suriah sebagai teroris padahal mereka sendiri telah membebaskan negara mereka dari para teroris.”

    Pada hari Kamis, para petinggi Demokrat di komite urusan luar negeri Senat dan DPR memperkenalkan sebuah resolusi yang “menekankan pentingnya melindungi kelompok minoritas agama dan etnis, termasuk Kurdi Suriah, Yazidi, dan Chaldea” di Suriah, dan meminta Departemen Luar Negeri AS untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan.

    Resolusi tersebut mencatat kalau “pasukan oposisi Suriah telah berulang kali mengisyaratkan niat mereka untuk menghormati hak dan martabat kaum minoritas agama dan etnis di Suriah, tetapi ada beberapa insiden di mana anggota kaum minoritas tersebut melarikan diri dari rumah mereka, sementara ada kekerasan dan pengusiran yang terdokumentasikan terhadap komunitas Kurdi oleh unsur-unsur Tentara Nasional Suriah”.

     

     

    (oln/khbrn/thentnl*)
     

  • Iran Eksekusi Mati Lebih dari 900 Orang Sepanjang 2024

    Iran Eksekusi Mati Lebih dari 900 Orang Sepanjang 2024

    Teheran

    Laporan kantor hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut lebih dari 900 orang orang telah dieksekusi mati di Iran sepanjang tahun 2024 lalu. Dari angka tersebut, sebanyak 40 orang di antaranya dieksekusi mati hanya dalam waktu sepekan pada Desember lalu.

    Kepala kantor HAM PBB, Volker Turk, seperti dilansir AFP, Rabu (8/1/2025), menyebut sedikitnya 901 orang dilaporkan telah dieksekusi mati di Iran selama tahun 2024 lalu. Dia menyebut data tersebut “sangat meresahkan”.

    “Sangat meresahkan bahwa sekali lagi kita melihat peningkatan jumlah orang yang dijatuhi hukuman mati di Iran dari tahun ke tahun,” kata Turk dalam pernyataannya.

    “Sudah saatnya Iran membendung gelombang eksekusi mati yang terus meningkat ini,” cetusnya.

    Iran memberlakukan hukuman mati untuk kejahatan besar, termasuk pembunuhan, perdagangan narkoba, pemerkosaan dan kekerasan seksual.

    “Kami menentang hukuman mati dalam keadaan apa pun. Hal ini tidak sesuai dengan hak mendasar untuk hidup dan meningkatkan risiko eksekusi mati terhadap orang-orang yang tidak bersalah,” tegas Turk.

    “Dan, untuk lebih jelasnya, hal ini tidak akan pernah bisa diterapkan pada perilaku yang dilindungi oleh hukum hak asasi manusia internasional,” ucapnya.

    Lihat juga Video: Iran Bicara Ironi Terorisme Justru Subur saat AS Tiba di Suriah

  • Populer Internasional: Ultimatum Brigade Al-Qassam kepada PA – Iran Pasang Sistem Pertahanan Baru – Halaman all

    Populer Internasional: Ultimatum Brigade Al-Qassam kepada PA – Iran Pasang Sistem Pertahanan Baru – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dapat disimak di sini.

    Kelompok Brigade Al-Qassam dan Al-Aqsa mengeluarkan ultimatum kepada Otoritas Palestina (PA) atas tindakan yang mereka sebut “sistematis” di Kamp Jenin, Tepi Barat.

    Sementara itu, Tel Aviv merilis peta Israel Raya yang meliputi Palestina hingga Suriah.

    Di sisi lain, Iran baru saja menempatkan sistem pertahanan udara baru dan akan menggelar latihan perang skala besar.

    Selengkapnya, berikut berita populer Internasional dalam 24 jam terakhir.

    1. Ultimatum Brigade Al-Qassam dan Al-Aqsa di Jenin ke Otoritas Palestina: Kesabaran Kami Sudah Habis!
    lihat foto
    Tentara Israel memeriksa dokumen warga Palestina yang mendekati pintu masuk kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki pada 13 Desember 2023, saat pertempuran berlanjut antara Israel dan gerakan militan Hamas di Gaza.

    Brigade Al-Qassam, sayap militer gerakan Hamas, dan Brigade Al-Aqsa, dari kelompok Fatah, mengeluarkan pernyataan bersama yang berisi ultimatum terhadap pihak Otoritas Palestina (PA).

    Mereka mengutuk tindakan yang mereka sebut “sistematis” oleh Otoritas Palestina di kamp Jenin, Tepi Barat.

    Brigade Al-Qassam dan Brigade Al-Aqsa mengatakan kalau pihak PA “melanggar garis merah dan membunuh orang-orang yang tidak bersalah dengan sengaja dan sistematis,”.

    Faksi-faksi milisi Perlawanan Palestina itu juga menuduh PA melakukan pengepungan yang mencekik di kamp tersebut dengan mencegah akses terhadap air, listrik, dan pendidikan bagi penduduk.

    Brigade Al-Qassam dan Brigade Al-Aqsa menyatakan ketidakpuasan mereka terhadap situasi di kamp tersebut.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    2. Yordania Murka, Tel Aviv Rilis Peta Israel Raya Mulai dari Palestina, Yordan, Lebanon hingga Suriah

    Kementerian Luar Negeri dan Urusan Ekspatriat Yordania mengutuk keras apa yang dipublikasikan oleh akun resmi Pemerintah Israel di platform media sosial.

    Publikasi akun Israel itu berupa peta wilayah yang diklaim bersejarah bagi Israel, termasuk bagian dari wilayah pendudukan Palestina, Kerajaan Hashemite Yordania, Lebanon, dan Suriah.

    Peta itu disebut-sebut sebagai wilayah Israel Raya, wacana dan tujuan yang perlahan namun pasti dilaksanakan Israel lewat berbagai gejolak yang terjadi di kawasan tersebut.

    Rilis peta ini bersamaan dengan pernyataan rasis dari Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich dari kelompok ultranasionalis ekstremis Yahudi yang menyerukan aneksasi Tepi Barat dan pembangunan permukiman di Jalur Gaza.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    3. Iran Pasang Sistem Pertahanan Udara Baru di Lokasi Sensitif, Akan Gelar Latihan Perang Skala Besar

    Komandan Pangkalan Pertahanan Udara Khatam al-Anbia, markas besar Pertahanan Udara Iran, menyatakan bahwa serangkaian sistem pertahanan udara baru dan rahasia telah dipasang di dekat lokasi-lokasi sensitif di negara itu.

    Menurut laporan Tasnim News Agency, Brigadir Jenderal Qader Rahimzadeh mengumumkan pada Senin (6/1/2025) bahwa pasukan pertahanan udara dari Angkatan Darat dan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) akan menggelar latihan perang skala besar gabungan dalam beberapa hari mendatang.

    Rahimzadeh menyebut bahwa peralatan baru tersebut akan digunakan dalam latihan mendatang.

    Pasukan yang berpartisipasi dalam latihan ini akan mempraktikkan keterampilan yang mereka pelajari selama setahun terakhir.

    Latihan tersebut dirancang dengan mempertimbangkan pergerakan musuh dan kebutuhan pertahanan udara Iran.

    Dalam pidatonya pada tahun 2018 lalu, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyebut pangkalan pertahanan udara sebagai bagian yang sangat penting dari Angkatan Bersenjata yang berada di garis depan dalam menghadapi musuh-musuh Iran.

    Khamenei juga menekankan pentingnya mempercepat peningkatan kemampuan pangkalan serta personel Angkatan Udara.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    4. Yaman Bongkar Jaringan Spionase Inggris-Arab Saudi, Israel Sulit Dapat Data Intelijen soal Houthi

    Dinas Keamanan Yaman di Sanaa (ibu kota Yaman yang dikuasai Houthi) mengklaim berhasil menggagalkan aksi spionase oleh Inggris dan Arab Saudi.

    Dalam pernyataan hari Senin, (6/1/2024), dinas itu mengatakan aksi spionase tersebut bertujuan untuk mengumpulkan data intelijen tentang fasilitas militer dan pemimpin Yaman.

    Menurut dinas itu, tiga “trio jahat” yang terdiri atas Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Israel gagal mencegah operasi militer Yaman untuk membantu Gaza.

    Oleh karena itu, badan intelijen Israel, AS, Inggris, dan lainnya mulai berupaya membuat “bank target” atau daftar target.

    “Intelijen Inggris yang bekerja sama dan berkoordinasi dengan intelijen Saudi ingin menarik, merekrut, dan melatih unsur spionase dengan tujuan menjalankan aktivitas intelijen yang menargetkan kekuatan strategis negara ini,” kata dinas itu dikutip dari The Cradle.

    Orang-orang yang direkrut akan ditugasi memantau dan mengumpulkan data intelijen tentang fasilitas yang dimiliki satuan drone dan rudal tentara Yaman dan fasilitas militer lainnya.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    (Tribunnews.com)

  • Qatar Airways Mendarat di Bandara Damaskus, Penerbangan Pertama Pasca-Jatuhnya Assad – Halaman all

    Qatar Airways Mendarat di Bandara Damaskus, Penerbangan Pertama Pasca-Jatuhnya Assad – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM –  Penerbangan internasional pertama sejak jatuhnya mantan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, mendarat di Bandara Internasional Damaskus.  

    Penerbangan tersebut, dilakukan oleh Qatar Airways pada Selasa (7/1/2025), The Times of Israel melaporkan.

    Kerabat serta teman-teman penumpang menyambut kedatangan mereka di terminal bandara.

    Penerbangan ini membawa warga Suriah yang kembali ke tanah air setelah bertahun-tahun tinggal di luar negeri.  

    Ashad al-Suleibi, Kepala Otoritas Transportasi Udara Suriah, menyebutkan bahwa Qatar turut membantu memperbaiki bandara yang telah rusak akibat perang dan serangan udara Israel.

    Banyak penumpang adalah warga Suriah yang kembali setelah lebih dari sepuluh tahun.

    Salah satunya adalah Osama Musalama.

    Musalama kembali untuk pertama kalinya sejak perang saudara dimulai pada 2011.  

    Pria tersebut, mengungkapkan bahwa ia sempat kehilangan harapan untuk kembali ke Suriah.

    Namun, kini ia merasa bersyukur karena negara ini sudah kembali ke tangan rakyatnya.

    Royal Jordanian Airlines Lakukan Uji Coba

    Selain itu, pesawat dari maskapai Royal Jordanian Airlines juga terbang menuju Damaskus untuk melakukan penerbangan uji coba.  

    Kepala Komisi Regulasi Penerbangan Sipil Yordania, Haitham Misto, ikut dalam penerbangan tersebut.

    Misto terbang sambil mengevaluasi kondisi bandara Damaskus, Al Jazeera melaporkan.

    Sejak jatuhnya al-Assad sebulan lalu, banyak negara, baik dari dunia Arab maupun Barat, mulai membuka kembali hubungan diplomatik dengan pemerintahan Suriah yang baru.

    Sebagaimana diketahui, Suriah saat ini dipimpin oleh Ahmed al-Sharaa dari Hayat Tahrir al-Sham (HTS).

    Hubungan Suriah dengan Negara Tetangga

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Suriah yang baru, Asaad al-Shibani, baru-baru ini mengunjungi Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA).

    Negara-negara Teluk ini diharapkan menjadi kunci dalam membantu pembangunan kembali Suriah setelah perang saudara yang panjang.  

    Al-Shibani juga mengunjungi Yordania untuk membahas kerjasama di berbagai sektor, seperti perdagangan, energi, dan keamanan.

    Dalam beberapa tahun terakhir, Yordania menjadi jalur penyelundupan amfetamin Captagon yang diproduksi di Suriah.  

    Namun, pemerintah Suriah yang baru sudah mengambil langkah tegas untuk menanggulangi perdagangan narkoba.

    Pemerintahan yang baru menutup pabrik-pabrik produksi Captagon di beberapa lokasi, termasuk di Damaskus.

    Al-Shibani menyatakan, situasi baru di Suriah telah mengakhiri ancaman yang sebelumnya mengganggu keamanan Yordania terkait perdagangan narkoba dan Captagon.  

    Ia juga menegaskan, masalah tersebut tidak akan terulang lagi.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Israel Was-was, Lakukan Persiapan Hadapi Potensi Perang dengan Turki

    Israel Was-was, Lakukan Persiapan Hadapi Potensi Perang dengan Turki

    GELORA.CO – Komite Nagel, yang dibentuk pemerintah Israel, mengeluarkan laporan yang memperingatkan bahwa negara itu harus bersiap menghadapi potensi perang dengan Turki. Komite ini juga memperingatkan ambisi Turki untuk memulihkan pengaruh era Ottoman yang akan memicu ketegangan di kawasan itu.

    Dalam laporannya Senin (6/1/2025), Komite Nagel mengeluarkan rincian anggaran pertahanan dan strategi keamanan. Mereka mengemukakan kekhawatiran atas aspirasi Turki dan kemungkinan ketegangan di masa depan dengan Israel. 

    Komite tersebut mengatakan ketegangan ini dapat meningkat menjadi konflik dan menyoroti risiko faksi-faksi Suriah berpihak pada Turki serta menciptakan ancaman lebih lanjut terhadap keamanan Israel.

    “Ancaman dari Suriah dapat berkembang menjadi sesuatu yang bahkan lebih berbahaya daripada ancaman Iran,” kata laporan itu, seraya menambahkan bahwa pasukan yang didukung Turki dapat bertindak sebagai proksi. 

    Laporan tersebut, beserta rekomendasinya, disampaikan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Israel Katz, dan Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich. Rekomendasi tersebut mencakup strategi komprehensif untuk mengatasi setiap ancaman potensial yang mungkin dihadapi Israel.

    Salah satu sarannya adalah agar anggaran pertahanan ditingkatkan hingga NIS15 miliar ($4,1 miliar) setiap tahun selama lima tahun ke depan agar tentara Israel mampu menghadapi serangan apa pun. Laporan itu merinci lebih lanjut cara-cara yang harus dilakukan Israel untuk mempersiapkan diri, seperti memperoleh persenjataan canggih, sistem pertahanan udara, dan meningkatkan keamanan perbatasan.

    “Iran telah lama menjadi ancaman terbesar bagi kita, tetapi kekuatan baru tengah memasuki arena, dan kita harus bersiap menghadapi hal yang tak terduga. Laporan ini memberi kita peta jalan untuk mengamankan masa depan Israel,” kata Netanyahu mengacu pada laporan tersebut.

    Laporan itu muncul setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa Ankara siap melakukan intervensi untuk mencegah perpecahan di Suriah dan juga akan mengambil tindakan yang diperlukan jika mereka menyadari adanya risiko sekecil apa pun. Hal ini juga terjadi saat Israel melanjutkan perang brutalnya di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 45.885 warga Palestina dan melancarkan serangan terhadap Lebanon dan Suriah.

    Pengadilan Kriminal Internasional telah mengajukan permohonan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang atas tindakan mereka di Gaza.

  • Video : Tegas! Erdogan Minta Akhir Militan Kurdi Suriah Semakin Dekat

    Video : Tegas! Erdogan Minta Akhir Militan Kurdi Suriah Semakin Dekat

    Jakarta, CNBC Indonesia –Presiden Turki Tayyip Erdogan menegaskan akhir bagi militan Kurdi di Suriah semakin dekat. Erdogan juga memperingatkan kemungkinan operasi militer baru jika integritas teritorial Suriah terancam.

    Selengkapnya dalam program Autobiz CNBC Indonesia, Selasa (07/01/2025).

  • Yordania Murka, Tel Aviv Rilis Peta Israel Raya Mulai dari Palestina, Yordan, Lebanon hingga Suriah – Halaman all

    Yordania Murka, Tel Aviv Rilis Peta Israel Raya Mulai dari Palestina, Yordan, Lebanon hingga Suriah – Halaman all

    Yordania Mengamuk, Tel Aviv Rilis Peta Israel Raya Mulai dari Palestina, Yordan, hingga Suriah

     
    TRIBUNNEWS.COM – Kementerian Luar Negeri dan Urusan Ekspatriat Yordania mengutuk keras apa yang dipublikasikan oleh akun resmi Pemerintah Israel di platform media sosial.

    Publikasi akun Israel itu berupa peta wilayah yang diklaim bersejarah bagi Israel, termasuk bagian dari wilayah pendudukan Palestina, Kerajaan Hashemite Yordania, Lebanon, dan Suriah.

    Peta itu disbeut-sebut sebagai wilayah Israel Raya, wacana dan tujuan yang perlahan namun pasti dilaksanakan Israel lewat berbagai gejolak yang terjadi di kawasan tersebut.

    Rilis peta ini bersamaan dengan pernyataan rasis dari Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich dari kelompok ultranasionalis ekstremis Yahudi yang menyerukan aneksasi Tepi Barat dan pembangunan permukiman di Jalur Gaza.

    Juru bicara resmi Kementerian Luar Negeri dan Urusan Ekspatriat Yordania, Duta Besar Dr Sufyan Al-Qudah menyatakan penolakan mutlak pihak Kerajaan Yordania terhadap kebijakan-kebijakan dan pernyataan-pernyataan Israel yang menghasut dan bertujuan untuk menyangkal hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka dan berdaulat seperti pada perjanjian tanggal 4 Juni 1967, dengan Yerusalem yang diduduki sebagai ibu kotanya.

    “Dijelaskan, para pejabat Yordania menekankan kalau tuduhan dan ilusi yang diadopsi dan dipromosikan oleh para ekstremis di pemerintahan Israel, yang mendorong berlanjutnya siklus kekerasan dan konflik, merupakan pelanggaran mencolok terhadap norma dan hukum internasional, sehingga memerlukan posisi internasional yang jelas untuk mengutuk dan memperingatkan mereka. dampak buruknya terhadap keamanan dan stabilitas kawasan,” tulis pernyataan Yordania dilansir Khaberni, Selasa (7/1/2025). 

    Emblem Seragam Tentara IDF

    Kontroversi soal ‘Israel Raya’ bukan kali ini saja menjadi sorotan di media sosial.

    Beberapa waktu lalu, seorang tentara Pasukan Pendudukan Israel (IDF) dilaporkan difoto mengenakan seragam beremblem di lengan yang menggambarkan peta “Israel Raya” selama operasi militer mereka di Gaza.

    Peta tersebut, yang terlihat jelas di lengan prajurit tersebut, tidak hanya mencakup Israel tetapi juga wilayah yang luas dari negara-negara tetangga, termasuk Yordania, Palestina, Lebanon, sebagian Suriah, Irak, Arab Saudi, dan Mesir.

    Gambar tentara dengan tambalan kontroversial tersebut muncul di media sosial, dan dengan cepat memicu badai reaksi.

    Emblem seragam tentara IDF yang menggambarkan peta Israel Raya yang mencakup teritorial negara tetangga mereka mulai dari Yordania, Arab Saudi, hingga Mesir. (RN)

    Senada Lebensraum Nazi Jerman

    RNTV melaporkan kalau para kritikus berpendapat kalau peta tersebut mencerminkan agenda ekspansionis yang mengingatkan pada ambisi kekaisaran dalam sejarah, sehingga membandingkannya dengan konsep “Lebensraum” atau ruang hidup yang diusung Nazi Jerman.

    Konsep “Israel Raya” berakar pada penafsiran tertentu terhadap ideologi Zionis, yang menyatakan kalau tanah perjanjian terbentang dari Sungai Nil di Mesir hingga Sungai Efrat di Irak.

    Penafsiran ini telah menjadi bahan perdebatan sejak berdirinya Negara Pendudukan Israel.

    Oleh para pendukungnya, konsep ini dipandang sebagai pemenuhan nubuatan agama.

    Sedangkan dan para kritikus dan penentang konsep tersebut mengutuknya sebagai pembenaran untuk perluasan wilayah dengan mengorbankan kedaulatan negara-negara tetangga.

    Penulis Israel, Avi Lipkin memperkirakan kalau perbatasan Israel akan terbentang dari Lebanon hingga Arab Saudi. (tangkap layar twitter)

    Perbatasan Israel Meluas Jadi Sebuah Gurun Besar

    Pada Januari 2024 silam, sebuah klip video yang beredar di media sosial dilaporkan menunjukkan pernyataan penulis Israel, Avi Lipkin yang memperkirakan kalau perbatasan Israel akan terbentang dari Lebanon hingga Arab Saudi.

    Penulis zionis itu menggambarkannya sebagai “Gurun Besar” yang membentang dari Mediterania hingga Efrat.

    Video Klip yang menggambarkan wilayah yang dicita-citakan Zionis bertajuk “Israel Raya” itu telah memicu kemarahan publik secara luas.

    “Dan siapa yang ada di seberang Sungai Eufrat?” tanya Lipkin dalam video tersebut.

    “Kurdi. Dan Kurdi adalah teman. Jadi, kita punya Mediterania di belakang kita dan Kurdi di depan kita… Lebanon, yang benar-benar membutuhkan payung perlindungan Israel, dan kemudian kita akan mengambil alih, saya yakin kita akan mengambil Mekkah, Madinah, dan Gunung Sinai, dan sucikan tempat-tempat itu,” kata Avi Lipkin.

    Video klip itu langsung menjadi perbincangan dan memancing kemarahan publik luas.

    Salah satu komentar di X (dulu twitter), menyebut kalau ‘Israel Raya’ memang telah menjadi tujuan politik Zionisme sejak awal.

    “Setelah Gaza dan Hizbullah, tidak akan sulit bagi Israel. Arab Saudi, Mesir, Suriah, Lebanon, dan Yordania tidak akan menimbulkan kesulitan karena Israel dapat dengan mudah menggulingkan rezim di negara-negara tersebut, dan menguasai tanah mereka akan mudah setelah menyebarkan budaya normalisasi dan penerimaan terhadap Israel. Tidak ada yang akan melawan Israel seperti Gaza dan Hizbullah yang menolaknya,” tulis komentar lain di X seperti dilansir Memo dikutip Kamis (11/1/2024).

    Istilah “Israel Raya” mengacu pada perluasan wilayah dan kedaulatan Israel untuk mencakup apa yang oleh banyak orang Israel digambarkan sebagai tanah bersejarah mereka dalam kitab suci mereka.

    Bagi mereka, ini termasuk wilayah Palestina yang diduduki dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki, serta wilayah yang digambarkan oleh Lipkin.

    Rencana Zionis untuk Timur Tengah, kata jurnalis Israel Oded Yinon, didasarkan pada visi pendiri Zionisme yang atheis, Theodor Herzl, yaitu Israel akan mencaplok sebagian besar wilayah Lebanon, Suriah, Yordania, Irak, Mesir, dan Arab Saudi.

    “Israel akan membentuk sejumlah negara proksi untuk memastikan dominasinya di kawasan,” tulis ulasan tersebut.

    (oln/khbrn/rntv/memo/*)