Negara: Suriah

  • Beri Peringatan, Kelompok Bantuan Sebut Anak-Anak Gaza Akan Meninggal jika Blokade Israel Berlanjut – Halaman all

    Beri Peringatan, Kelompok Bantuan Sebut Anak-Anak Gaza Akan Meninggal jika Blokade Israel Berlanjut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok bantuan Islamic Relief mengatakan pihaknya mendapat lebih banyak reaksi dari organisasi kemanusiaan mengenai blokade Israel dan pemutusan pasokan listrik di Gaza.

    Islamic Relief menyebut pemadaman listrik Israel sebagai “tindakan hukuman kolektif yang kejam”.

    Organisasi yang beroperasi di Gaza itu mengatakan pemadaman listrik akan mencegah orang mendapatkan air minum, memaksa rumah sakit tutup, dan memicu wabah penyakit.

    “Tidak dapat dihindari bahwa anak-anak dan sebagian orang yang paling rentan di Gaza akan meninggal, kecuali pemerintah internasional memberikan tekanan serius kepada Israel untuk mengizinkan masuknya pasokan.”

    “Kata-kata keprihatinan saja tidak cukup; tindakan segera diperlukan untuk menghentikan orang-orang dari kelaparan,” kata kelompok tersebut, Rabu (12/3/2025), dilansir Al Jazeera.

    Sementara itu, Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) mengatakan persediaan penyelamat nyawa, termasuk obat-obatan di Gaza semakin menipis saat blokade Israel memasuki minggu kedua.

    “Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengoperasikan klinik kesehatan keliling, layanan ambulans, rumah sakit lapangan, dan mendukung pengelolaan rumah sakit di Gaza.”

    “PRCS, seperti banyak organisasi lainnya, kini harus membatasi bantuan yang tersisa,” katanya.

    “Hal ini menempatkan relawan dan staf kami dalam posisi yang sulit, di mana mereka dipaksa untuk membuat keputusan penting di bawah tekanan yang lebih besar,” tambah IFRC.

    Pemutusan Aliran Listrik Israel di Gaza

    Israel mengatakan telah memutus aliran listrik ke Gaza dalam apa yang tampaknya merupakan upaya lain untuk memaksa Hamas menerima perubahan yang ingin diberlakukannya pada persyaratan gencatan senjata yang disepakati pada Januari 2025.

    Israel memberlakukan blokade bantuan kemanusiaan yang memasuki Gaza pada awal Maret 2025 dalam upaya memaksa Hamas memperpanjang fase pertama gencatan senjata dan membebaskan lebih banyak tawanan.

    Diberitakan Al Jazeera, Israel ingin melakukan hal itu untuk menghindari perpindahan ke fase kedua, yang akan mengakibatkan berakhirnya perang secara permanen.

    Badan-badan bantuan, organisasi-organisasi hak asasi manusia dan negara-negara, termasuk beberapa sekutu Israel, telah mengecam keputusan tersebut, dengan menyebut dampak kemanusiaannya dan hukum internasional yang melarang hukuman kolektif terhadap penduduk sipil.

    Menurut pernyataan dari Gaza dan laporan media, pengumuman pemadaman listrik ini tidak seperti yang terlihat.

    Dikatakannya semua listrik yang disuplai ke Gaza akan diputus.

    Dalam unggahan di media sosial pada Minggu (9/3/2025), Menteri Energi Israel Eli Cohen mengatakan bahwa ia telah “segera memutus aliran listrik ke Jalur Gaza”.

    “Cukup bicaranya, saatnya bertindak!” katanya, sehari sebelum putaran perundingan gencatan senjata berikutnya di Doha.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Hamas mengumumkan dimulainya “putaran negosiasi baru” saat utusan AS Steve Witkoff dan delegasi dari Israel tiba di ibu kota Qatar, Doha, untuk membahas gencatan senjata di Gaza.

    Israel meningkatkan serangan terhadap Gaza, menewaskan delapan orang, termasuk seorang anak, sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok-kelompok bantuan mendesak diakhirinya blokade Israel terhadap semua bantuan yang memasuki Jalur Gaza.

    Israel memulangkan lima warga negara Lebanon yang ditawannya dan mengumumkan perundingan tentang penetapan batas wilayah Israel-Lebanon.

    Israel juga menyatakan pasukan Israel akan tetap berada di wilayah Suriah yang diduduki untuk “periode yang tidak terbatas”.

    Warga Palestina di Gaza berduka atas tewasnya enam orang dalam serangan Israel yang terus berlanjut di wilayah itu.

    Sementara, Kementerian Kesehatan mengidentifikasi satu dari empat orang lainnya yang tewas dalam serangan terpisah Israel di Tepi Barat yang diduduki sebagai seorang wanita berusia 58 tahun.

    AGRESI GAZA – Pasukan Israel (IDF) dilengkapi dengan kendaraan militer berpatroli di reruntuhan Gaza. Israel kini dihadapkan pada posisi sulit antara melanjutkan agresi dan perang di Gaza atau bernegosiasi dengan Hamas demi keselamatan nyawa sandera. (khaberni/tangkap layar)

    Jihad Islam Palestina menyambut baik keputusan Houthi untuk melanjutkan serangan terhadap pengiriman Laut Merah setelah Israel mengabaikan ultimatum kelompok pemberontak Yaman untuk mengakhiri blokade di Gaza dalam waktu empat hari.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan badan-badan bantuan di Gaza membatasi semua bantuan, termasuk bahan bakar, sementara Dokter Lintas Batas (MSF) mengecam blokade Israel sebagai “keterlaluan” dan mengatakan bahwa “bantuan kemanusiaan tidak boleh digunakan sebagai alat tawar-menawar dalam perang”.

    Menteri Pertahanan Israel Gideon Saar mengatakan pasukan Israel akan tetap berada di wilayah yang mereka duduki di Dataran Tinggi Golan Suriah, setelah jatuhnya Bashar al-Assad, untuk “periode yang tidak terbatas”.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi bahwa sebanyak 48.503 warga Palestina tewas dan 111.927 terluka dalam perang Israel di Gaza.

    Kantor Media Pemerintah Gaza telah memperbarui jumlah korban tewas menjadi lebih dari 61.700, dengan mengatakan ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Nenek Moyang Google Maps Buatan Wanita Muslim Diakui Dunia

    Nenek Moyang Google Maps Buatan Wanita Muslim Diakui Dunia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Di zaman modern ini, manusia menggunakan peta digital seperti Google Maps, Waze dan sebagainya untuk menemukan arah dan melacak lokasi. Selain itu juga ada teleskop yang bisa membantu kita mengamati langit.

    Tapi, bagaimana hal ini bisa terjadi seribu tahun yang lalu? Bagaimana manusia di era itu bisa menemukan jalan, mengukur jarak antar-bintang, dan menghitung ketinggian gunung? Atau, bagaimana caranya mereka menentukan kiblat dan awal Ramadan?

    Ternyata mereka menggunakan astrolabe milik Maryam Al Astrulabi.

    Al Astrulabi berkontribusi dalam melacak posisi matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planet. Ia adalah orang yang membantu menemukan arah kiblat dan memastikan waktu salat dan tanggal Ramadan.

    Bagi umat Islam, posisi matahari memainkan peran penting dalam menentukan waktu salat. Menemukan arah yang paling akurat dari Ka’bah, di Mekah, telah menjadi bagian dari ilmu pengetahuan Islam. Dengan demikian, astronomi selalu memainkan peran penting di dalamnya.

    Mulai dari Al Battuni, Al Kharawizmi, dan Tsabit Ibn Qurra, hingga Ali Al Qushji, Ulugh Bey, dan Al Biruni, para ahli matematika Muslim selalu membantu berinovasi dan mengembangkan disiplin ilmu ini.

    Namun, bukan hanya pria Muslim yang berkontribusi. Pada abad ke-10, seorang perempuan Muslim, Maryam Al Ijlya, yang juga dikenal sebagai Maryam Al Astrulabi, mengubah wajah astronomi selamanya dengan memelopori astrolabe.

    Sayangnya, kontribusi Maryam dalam dunia astronomi baru diakui pada 1990, ketika Henry H. Holy menemukan asteroid dan menamainya 7069 Al Ijliyye.

    Astrolab digunakan untuk pengamatan astronomi, ketepatan waktu, dan navigasi. Inovasi yang dibuat Maryam juga meletakkan dasar untuk mengelola transportasi dan rute komunikasi.

    Dia juga berkontribusi dalam melacak posisi matahari, bulan, bintang, dan planet, membantu menemukan arah kiblat serta memastikan waktu salat dan tanggal Ramadan.

    Mariam dianggap sebagai salah satu dari 200 astronom paling terkenal dalam sejarah, demikian dikutip dari New Arab, Jumat (7/3/2025).

    Lahir dari seorang pembuat astrolab Al Ijliy Al-Astrulabi di Suriah pada abad ke-10, ayah Mariam adalah inspirasinya. Keahliannya segera diketahui oleh pendiri Emirat Aleppo, Sayf Al Dawla, yang mempekerjakannya di istana kerajaan.

    Selama masa pemerintahannya antara tahun 944 hingga 967 Masehi, Mariam membantu mengembangkan navigasi dan ketepatan waktu dan menjadi terkenal di seluruh wilayah sebagai pembuat astrolab yang paling rinci dari generasinya.

    Penulis fiksi ilmiah Nigeria-Amerika, Nnedi Okorafor mengungkapkan pada tahun 2016 bahwa Mariam adalah sumber inspirasinya dalam novelnya, Binti.

    Okorafor mengetahui tentang Mariam Al Astulabi di Uni Emirat Arab saat menghadiri sebuah festival buku.

    Buku Okorafor memenangkan penghargaan pada tahun 2015, dan Mariam juga dinobatkan sebagai wanita luar biasa dari Zaman Keemasan Islam oleh 1001 Penemuan.

    Astrolab pertama kali muncul sebagai instrumen ilmiah yang digunakan untuk menghitung waktu dan mengamati langit. Terdapat piringan logam atau kayu yang kelilingnya ditandai dalam satuan derajat. Sebuah penunjuk portabel berputar di pusat piringan dan disebut alidade.

    Astrolab memungkinkan para astronom untuk menghitung posisi bintang dan matahari berdasarkan posisi mereka di cakrawala dan meridian.

    Penemuan ini dapat ditelusuri kembali ke zaman Yunani kuno. Namun, astrolab digunakan secara luas selama Abad Pertengahan oleh orang Muslim dan Eropa. Penggunaannya menjadi umum di kalangan pelaut sekitar abad ke-15 hingga perkembangan sextant.

    Dari abad ke-8 hingga ke-15, para astronom Muslim menghasilkan banyak sekali karya astronomi yang canggih. Para cendekiawan Muslim, khususnya yang hidup pada Zaman Keemasan Islam, membantu menciptakan penemuan-penemuan inovatif yang berdampak pada generasi-generasi berikutnya.

    (dem/dem)

  • AS Main Dua Kaki, Analis Militer: Simalakama Israel di Gaza, Nyawa Sandera atau Perpecahan Negara  – Halaman all

    AS Main Dua Kaki, Analis Militer: Simalakama Israel di Gaza, Nyawa Sandera atau Perpecahan Negara  – Halaman all

    AS Main Dua Kaki, Niat Israel Lanjut Perang di Gaza Terjegal Krisis Pasukan: Peserta Wajib Militer Kabur

     

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah laporan dari surat kabar Israel, Haaretz mengungkap kalau tentara Israel (IDF) tengah menghadapi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya di kalangan divisi prajurit cadangan.

    Reserve division adalah tulang punggung IDF di berbagai operasi militer dan pertempuran yang mereka hadapi.

    Dalam sistem kemiliterannya, Israel mengandalkan perekrutan pemukim dan warga negara sebagai prajurit tempur dalam kerangka wajib militer.

    Masalahnya, kata laporan Haaretz, tanda-tanda yang jelas muncul dari meningkatnya keengganan dari warga Israel untuk menanggapi panggilan dinas militer.

    “Hal ini melemahkan kemampuan Israel untuk melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza jika terjadi gagalnya negosiasi gencatan senjata dengan Gerakan Perlawanan Palestina Hamas,” kata laporan tersebut dikutip Khaberni, Selasa (11/3/2025).

    Koresponden militer Haaretz, Amos Harel mengungkapkan, angka perkiraan dari IDF menunjukkan kalau setengah dari pasukan cadangan di beberapa unit tempur belum bergabung dengan kedinasan militer baru-baru ini.

    “Sementara, IDF berusaha menutupi masalah ini, mengingat 70 persen dari masyarakat Israel menentang kembalinya operasi militer, menurut jajak pendapat baru-baru ini,” kata ulasan tersebut.

    Wanita polisi Israel mengamankan seorang pengunjuk rasa dalam demonstrasi menentang wajib militer bagi kaum Yahudi Ultra-Ortodoks Haredi. (khaberni)

    Krisis Prajurit Divisi Cadangan dan Haredi

    Laporan Harel tersebut juga menyoroti masalah mendalam yang dihadapi tentara Israel untuk pertama kalinya.

    “Bahaya tersebut adalah sejumlah prajurit cadangan benar-benar tidak akan bergabung jika pemerintah memutuskan untuk kembali berperang, sesuatu yang belum pernah ada dalam bentuk pembangkangan seperti ini sebelumnya,” kata laporan tersebut.

    “Di banyak unit militer, hanya sekitar setengah dari prajurit yang baru-baru ini melapor bertugas, menurut perkiraan IDF, yang mencerminkan menurunnya antusiasme terhadap perang seiring berjalannya waktu,” tambah laporan tersebut.

    Perkembangan ini menempatkan kepemimpinan militer IDF dan kalangan politik Israel dalam posisi yang sulit, karena mereka harus membujuk prajurit untuk kembali ke medan perang di tengah meningkatnya penentanagan dan perdebatan tentang patut tidaknya melanjutkan perang Gaza, kata ulasan Harel.

    Analis militer tersebut menyinggung pernyataan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, yang dikenal karena posisi garis kerasnya mendukung kembali pecahnya perang Gaza.

    Dalam wawancara dengan Lembaga Penyiaran Israel Kan, Smotrich meminta prajurit cadangan untuk mempersiapkan diri menghadapi panggilan segera untuk tugas tambahan, menekankan bahwa Israel akan segera kembali berperang melawan Hamas di Gaza.

    Bagi Harel, komentar Smotrich ini adalah upaya untuk mengaburkan keparahan krisis yang dialami IDF.

    Harel yakin bahwa Smotrich hidup di dunia yang terpisah dari realitas politik dan militer saat ini, dan mengabaikan beban berat yang ditanggung oleh tentara cadangan dan tentara reguler.

    Ia mengatakan kalau pernyataan menteri ini “menunjukkan adanya kesenjangan yang jelas antara kepemimpinan politik dan realitas di lapangan, karena tampaknya para menteri tidak menyadari besarnya pengorbanan yang dilakukan oleh tentara dan keluarga mereka.”

    Hal ini, kata Harel, juga menyoroti perpecahan di Israel atas masalah perang, dengan perdebatan sengit dalam pemerintahan, yang ia yakini tampak terpecah soal apakah Israel akan melanjutkan perang atau bersedia menegosiasikan kesepakatan baru soal pertukaran sandera-tahanan dengan Hamas.

    Dalam konteks ini, katanya, “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang sejauh ini sebagian besar setuju dengan Smotrich untuk melanjutkan operasi, menghadapi tekanan internal dan eksternal yang meningkat.”

    Para pengunjuk rasa berkumpul di luar Kirya, markas militer Israel, di Tel Aviv, untuk mendesak pemerintah menyetujui kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas, 16 Januari 2025. ( (Gerakan Pro-Demokrasi/Yael Gadot)

    70 Persen Warga Israel Ingin Perang Gaza Setop, Netanyahu di Simpang Jalan

    Analis militer tersebut menjelaskan, jajak pendapat, yang menunjukkan kalau 70 persen warga Israel mendukung kesepakatan pertukaran tawanan bahkan jika kesepakatan itu mencakup konsesi besar kepada Hamas, menempatkan pemerintah di depan pilihan yang sulit.

    Bak simalakama, Israel menghadapi posisi sama-sama sulit di Gaza, penyelamatan sandera yang berarti bernegosiasi dengan Hamas dan perpecahan di pemerintahan yang mengancam posisi Netanyahu atau melanjutkan perang tapi dengan krisis pasukan dan risiko kekalahan lagi seperti yang terjadi pada 15 bulan agresi pertama.

    Kekalahan Israel yang dimaksud adalah tidak tercapainya tujuan-tujuan utama agresi yaitu, penyelamatan sandera dan pemberangusan Hamas.

    “Pilihan sulit itu adalah tetap melanjutkan perang sambil menghadapi krisis internal yang belum pernah terjadi sebelumnya di militer, atau menerima penyelesaian (negosiasi dengan Hamas) yang dapat menyebabkan dampak politik bagi Netanyahu dan sekutunya di sayap kanan,” ujar Harel.

    Ia juga mengomentari upaya Kepala Staf yang baru, Eyal Zamir, yang saat ini tengah mengembangkan rencana operasional untuk mengantisipasi kemungkinan gagalnya negosiasi dan dimulainya kembali pertempuran di lapangan.

    PANTAU PASUKAN – Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel (IDF), Letnan Jenderal Eyal Zamir memantau pasukan seusai menjabat sebagai panglima baru Militer Israel. Eyal Zamir dilaporkan menghapuskan jadwal cuti tahunan personel IDF sepanjang tahun. (IDF/Ynet/Tangkap Layar)

    Ia mengatakan, “Tentara Israel tengah berupaya beradaptasi dengan situasi baru, tetapi menghadapi kendala terkait dengan menurunnya moral pasukan reguler dan kurangnya semangat prajurit cadangan.”

    Harel meyakini beban yang ditanggung tentara Israel semakin bertambah karena meningkatnya kebutuhan keamanan, baik di Jalur Gaza maupun di perbatasan utara dengan Lebanon dan Suriah.

    Ia mencatat kalau tentara IDF perlu memperkuat pertahanannya untuk mencegah terulangnya serangan serupa dengan yang terjadi pada 7 Oktober 2003.

    Selain itu, pengerahan pasukan di Golan dan Lebanon selatan menghabiskan sumber daya tambahan, yang mempersulit pengalokasian kekuatan yang cukup untuk operasi darat baru di Gaza.

    Analis militer itu tak lupa menyoroti masalah lain, yakni persoalan perekrutan kaum Yahudi religius (Haredim), seraya menunjuk pada krisis yang dihadapi tentara Israel, karena level politik saat ini tidak berniat membatalkan kesepakatan politik dengan partai Haredi, yang menjamin berlanjutnya penghindaran sektor ini dari kewajiban dinas militer.

    Ia yakin bahwa “solusi yang diusulkan oleh militer, seperti pembentukan brigade Haredi, tidak dapat didiskusikan. Sebab dalam praktiknya, tidak ada perubahan signifikan dalam jumlah pria ultra-Ortodoks yang melamar dinas militer.”

    Masalah ini telah membuat marah sebagian besar masyarakat Israel, karena pengecualian berkelanjutan bagi Haredim dianggap sebagai pengurasan sumber daya tentara reguler dan ketidakadilan bagi prajurit yang menghadapi tekanan yang semakin meningkat.

    AGRESI GAZA – Pasukan Israel (IDF) dilengkapi dengan kendaraan militer berpatroli di reruntuhan Gaza. Israel kini dihadapkan pada posisi sulit antara melanjutkan agresi dan perang di Gaza atau bernegosiasi dengan Hamas demi keselataman nyawa sandera.

    Posisi Amerika: Dua Kaki

    Analis militer Israel itu juga membahas keadaan kebingungan yang dialami Israel karena langkah baru Amerika Serikat (AS) untuk membangun saluran belakang rahasia untuk negosiasi dengan Hamas melalui Adam Boehler, utusan Presiden AS Donald Trump, dan pernyataan mengejutkan yang dibuatnya dalam wawancara dengan media di Amerika Serikat.

    Meskipun ia mengatakan kalau pernyataan-pernyataan ini telah diabaikan oleh tindakan balasan Israel, ia juga percaya bahwa “Presiden AS Donald Trump masih berharap untuk mencapai kesepakatan, dan diragukan bahwa ia percaya bahwa satu-satunya cara untuk mencapai kesepakatan adalah melalui pendudukan Israel yang baru di Jalur Gaza.

    ” Trump terus mengancam Hamas bahwa ia akan mendukung operasi Israel yang menyakitkan, tetapi ia tidak menghalangi jalan untuk mencapai kesepakatan pada kesepakatan berikutnya untuk mengembalikan para sandera yang tersisa,” kata analis tersebut menjelaskan sikap dua kaki AS.

    Ia juga menunjukkan bahwa konteks rencana Mesir yang disetujui oleh pertemuan puncak Arab di Kairo minggu lalu masih berputar di sekitar gencatan senjata, pengembalian semua tahanan, penarikan penuh Israel dari seluruh Jalur Gaza, pembentukan pemerintahan teknokratis Palestina tanpa partisipasi Hamas, dan kehadiran pasukan Arab di Jalur Gaza, yang dilihat Harel sebagai langkah yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintahan Trump dalam konteks mempertahankan gencatan senjata dan pengembalian tahanan Israel.

    “Penting bagi Amerika agar gencatan senjata dipertahankan dan lebih banyak lagi yang diculik mulai kembali ke rumah, meskipun itu terjadi dalam jangka waktu tertentu,” simpul Harel.

    “Di depan mata mereka ada contoh lain yang relatif berhasil dari sebuah kesepakatan yang telah bertahan sejauh ini, terlepas dari semua pelanggaran dan hambatan, yaitu gencatan senjata antara Israel dan Lebanon,” katanya.

     

    (oln/hrtz/khbrn/*)

     
     

  • Perang Multifront, Israel Dalam Sehari Bombardir Gaza, Tepi Barat, Lebanon, dan Suriah – Halaman all

    Perang Multifront, Israel Dalam Sehari Bombardir Gaza, Tepi Barat, Lebanon, dan Suriah – Halaman all

    Perang Multifront, Israel Dalam Sehari Bombardir Gaza, Tepi Barat, Lebanon, dan Suriah

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Israel dilaporkan melancarkan serangan ke berbagai wilayah di kawasan dalam apa yang digambarkan Ynet sebagai perang multifront yang sedang dihadapi pasukan negara tersebut (IDF). 

    Dalam sehari, Senin (11/3/2025), Israel melancarkan serangan dan bombardemen ke Gaza, Tepi Barat, Lebanon Selatan, dan Suriah.

    “Serangan pesawat nirawak Israel menargetkan sebuah kendaraan di Lebanon selatan pada Senin sore,” menurut Ynet, Senin mengutip laporan sumber dari negara tersebut. 

    Serangan itu terjadi antara Deir al-Zahrani dan Roumine, laporan media lokal menunjukkan satu orang tewas karena serangan Israel tersebut. 

    “Laporan dari Lebanon menyatakan kalau target serangan itu adalah seorang perwira senior di unit pertahanan udara Hizbullah,” tambah laporan tersebut.

    SERANGAN UDARA – Serangan skala besar Israel ke wilayah Suriah di masa transisi kekuasaan pasca-tergulingnya Rezim Bashar al-Assad. (MNA/screenshot)

    Bombardir Koridor Netzarim dan Suriah

    Pada saat yang sama, lima warga Palestina dilaporkan tewas dalam serangan pesawat tak berawak Israel di wilayah koridor Netzarim di Jalur Gaza.

    Sebelumnya pada hari itu, menyusul gelombang serangan udara Israel terluas di Suriah dalam lebih dari dua bulan, serangan lain dilaporkan terjadi di negara itu. 

    Menurut media Suriah, serangan terbaru Israel menargetkan bandara militer al-Khalhalah dekat al-Suwayda di Suriah selatan.

    Sementara itu, Pasukan Pertahanan Israel melanjutkan operasi di Tepi Barat utara.

    Sebuah pernyataan bersama dari IDF, badan keamanan Shin Bet , dan polisi mengatakan kalau unit kontraterorisme, termasuk pasukan elit Yamam dan Duvdevan, melakukan penggerebekan di Jenin dan Qabatiya.

    Pihak keamanan Israel menyatakan, operasi penyerbuan itu menewaskan milisi bersenjata dan menangkap seorang anggota senior sel perlawanan di daerah tersebut.
     
    Selama agresi di Jenin, pasukan Israel berhadapan dengan orang-orang bersenjata yang bersembunyi di dalam sebuah gedung.

    “Dua milisi tewas dalam baku tembak yang terjadi, sementara yang ketiga terluka,” kata laporan Ynet. 

    Pasukan keamanan Israel juga menangkap 10 tersangka lainnya, termasuk Liwaa Jaaz, seorang anggota senior jaringan perlawanan yang bermarkas di Jenin.
     
    Secara terpisah, pasukan Duvdevan IDF menewaskan seorang pria bersenjata lainnya yang menembaki mereka.

    Pasukan Israel juga menemukan dua kendaraan di Jenin yang diklaim berisi senjata yang dimaksudkan untuk penyerangan dan menghancurkan tentara Israel. 

    Menurut laporan Palestina, seorang wanita berusia 58 tahun tewas akibat tembakan Israel di Jenin pada hari sebelumnya.

    RUMAH DIHANCURKAN – Foto tangkapan layar dari video yang diunggah akun X @Palhighlight tanggal 2 Februari 2025 memperlihatkan banyak rumah di Kota Jenin dihancurkan tentara Israel. Sementara itu, para pemukim Israel dilaporkan membakar sebuah masjid di barat laut Kota Jericho. (X/Palhighlight)

    Terus Langgar Gencatan Senjata di Lebanon

    Meskipun ada perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah, IDF terus menyerang target-target di Lebanon untuk mencegah pelanggaran kesepakatan dan menghentikan transfer senjata yang bertujuan membangun kembali kemampuan militer Hizbullah. 

    Kelompok yang didukung Iran tersebut telah menderita kerugian yang signifikan dalam pertempuran tersebut, yang melemahkan posisi internalnya di Lebanon.

    Berdasarkan ketentuan gencatan senjata, militer Lebanon diharuskan mengambil alih kendali wilayah di Lebanon selatan yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Hizbullah.

    Meskipun IDF telah menarik diri dari sebagian besar wilayah, IDF tetap ditempatkan di lima lokasi strategis.

    Pada hari Senin, Presiden Lebanon Joseph Aoun mendesak kepala komite pemantau gencatan senjata PBB untuk menekan Israel agar menarik diri dari posisi tersebut dan membebaskan tahanan Lebanon.

    Di Gaza, gencatan senjata sementara telah resmi berakhir, meskipun kedua belah pihak sebagian besar telah menahan diri dari pertempuran baru sementara para mediator berupaya memperpanjang gencatan senjata. Israel mendorong pembebasan sandera lebih lanjut sebagai syarat untuk mempertahankan gencatan senjata.

    Namun, IDF terus menargetkan milisi yang mereka klaim diidentifikasi berusaha menanam bahan peledak atau mendekati pasukan Israel yang beroperasi di zona penyangga dan Koridor Philadelphia.

  • Pemimpin Houthi Mengutuk Pembunuhan di Suriah, Menuduh AS dan Israel Mendukung ‘Takfiri’ – Halaman all

    Pemimpin Houthi Mengutuk Pembunuhan di Suriah, Menuduh AS dan Israel Mendukung ‘Takfiri’ – Halaman all

    Pemimpin Houthi Mengutuk Pembunuhan di Suriah, Menuduh AS dan Israel Mendukung ‘Takfiri’

    TRIBUNNEWS.COM- Pemimpin gerakan Houthi di Yaman telah mengutuk pembunuhan baru-baru ini oleh pasukan keamanan Suriah, dan mengatakan bahwa ia meminta pertanggungjawaban para pendukung militer, politik, dan keuangan mereka.

    Dalam pidatonya kemarin, Sayyed Abdul-Malik Al-Houthi menuduh “kelompok Takfiri” melakukan tindakan genosida terhadap warga sipil Suriah yang tidak bersenjata. 

    “Mereka melayani kepentingan Israel dan Amerika Serikat dengan menghancurkan tatanan sosial Suriah,” katanya, dan menuduh lebih jauh bahwa kebrutalan mereka merupakan hasil dari “rekayasa Amerika, Israel, dan Zionis,” yang dirancang untuk mendistorsi citra Islam.

    Al-Houthi menegaskan bahwa, “Israel telah menyatakan perlindungannya terhadap Druze di Sweida, dan karena itu, kelompok Takfiri tidak berani menyakiti mereka, tetapi malah menunjukkan rasa hormat kepada mereka.” 

    Demikian pula, ia berpendapat bahwa AS menampilkan dirinya sebagai pelindung suku Kurdi dengan mempersenjatai dan merekrut mereka, sehingga membuat warga Suriah lainnya rentan.

    “Kelompok-kelompok ini tidak terlibat dalam jihad sejati,” tegasnya, merujuk pada Hay’at Tahrir Al-Sham (HTS), yang kini terintegrasi dengan pasukan keamanan Suriah. 

    “Jika mereka terlibat, mereka akan memerangi Israel.” Sebaliknya, ia menggambarkan mereka sebagai penjahat yang mendokumentasikan dan membanggakan kekejaman mereka secara daring.

    Pernyataannya muncul saat lebih dari 1.000 orang tewas di kota-kota pesisir Suriah, termasuk sedikitnya 745 warga sipil Alawi, di tengah bentrokan yang sedang berlangsung yang melibatkan pasukan keamanan, sekutu mereka, dan militan yang diduga terkait dengan mantan pemerintahan Bashar Al-Assad.

    Kecaman Al-Houthi muncul setelah Presiden sementara Suriah Ahmed Al-Sharaa berjanji untuk meluncurkan “komite pencari fakta terkait peristiwa di pesisir dan membentuk komite yang lebih tinggi.” 

    Al-Sharaa sebelumnya mengatakan bahwa “komite independen” telah dibentuk untuk “menyelidiki pelanggaran terhadap warga sipil dan mengidentifikasi mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut,” seraya menambahkan bahwa para pelaku akan diadili.

    Kementerian Pertahanan Suriah hari ini mengatakan bahwa operasi militernya terhadap “sisa-sisa rezim sebelumnya” di provinsi pesisir Latakia dan Tartus telah berakhir.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • Damaskus Umumkan Berakhirnya Operasi Keamanan Setelah 4 Hari Pembantaian Warga Sipil Alawite – Halaman all

    Damaskus Umumkan Berakhirnya Operasi Keamanan Setelah 4 Hari Pembantaian Warga Sipil Alawite – Halaman all

    Damaskus Umumkan Berakhirnya Operasi Keamanan Setelah 4 Hari Pembantaian Warga Sipil Alawite

    TRIBUNNEWS.COM- Kementerian Pertahanan Suriah mengumumkan pada 10 Maret diakhirinya operasi keamanan brutal terhadap sel-sel yang berafiliasi dengan bekas militer Suriah, di mana sedikitnya 1.000 warga sipil Alawi dibantai oleh pasukan pemerintah. 

    Pasukan pemerintah telah menewaskan lebih dari 1.000 orang dan menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi sejak minggu lalu.

    “Berkat karunia Allah, kami mampu meredam serangan sisa-sisa rezim yang sudah runtuh beserta para perwiranya, dan kami menghancurkan unsur kejutan mereka serta mampu menjauhkan mereka dari pusat-pusat vital dan mengamankan sebagian besar jalan umum yang telah digunakan sisa-sisa tersebut sebagai titik awal untuk menyerang warga sipil dan orang-orang tak berdosa,” ungkap juru bicara Kementerian Pertahanan Hassan Abdul Ghani. 

    Abdul Ghani menambahkan bahwa pasukan keamanan dan militer “menetralisir” sel-sel Tentara Arab Suriah (SAA) di Al-Mukhtariya, Al-Muzayria, Al-Zobar, dan wilayah lain di provinsi Latakia dan Tartous. 

    “Dengan capaian ini, kami umumkan berakhirnya operasi militer yang dilancarkan untuk tujuan-tujuan yang disebutkan sebelumnya, dan setelah lembaga-lembaga publik mulai dapat kembali bekerja dan memberikan pelayanan dasar kepada rakyat dalam rangka persiapan kembalinya kehidupan normal dan upaya mewujudkan keamanan dan stabilitas,” lanjut juru bicara tersebut.

    Ia juga berjanji untuk “memberikan kesempatan penuh kepada komite investigasi untuk mengungkap keadaan peristiwa tersebut, memverifikasi fakta, dan memberikan keadilan kepada yang tertindas.” 

    Menurut jumlah korban tewas awal, yang telah diperbarui beberapa kali dan diperkirakan akan terus meningkat, 937 warga sipil Alawi dibunuh oleh pasukan militer dan keamanan pemerintah selama operasi di kota-kota pesisir Suriah dan pedesaannya. 

    Sementara pihak berwenang telah mengumumkan berakhirnya operasi, pasukan pemerintah terus menyerang desa-desa pesisir pada hari Senin.

    “Kelompok bersenjata memasuki kota Harisoun di pedesaan Banias bersama pasukan Kementerian Pertahanan, dan pasukan tersebut mulai menjarah dan membakar rumah dan properti warga,” Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) melaporkan.

    Bentrokan hebat meletus pada Kamis minggu lalu setelah pasukan keamanan memasuki dua desa di dekat kota pesisir Jableh dan disergap oleh sel-sel SAA. 

    Pemerintah baru mengerahkan bala bantuan untuk dikerahkan di seluruh wilayah pesisir Latakia dan Tartous, menandai dimulainya operasi berskala besar.

    Selama operasi tersebut, anggota berbagai faksi ekstremis yang telah terintegrasi ke dalam Kementerian Pertahanan dan angkatan bersenjata yang dipimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) mendatangi rumah-rumah, membunuh warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak. 

    Banyak pembantaian yang didokumentasikan dalam video oleh para militan itu sendiri.

    Perkiraan tidak resmi menyebutkan jumlah korban tewas bisa mencapai ribuan. Puluhan ribu orang mengungsi. 

    Setidaknya 10.000 warga Alawi melintasi perbatasan ke Lebanon selama beberapa hari terakhir untuk melarikan diri dari kekerasan sektarian yang dilakukan oleh pasukan pemerintah. 

    Pada Minggu malam, bentrokan masih berkecamuk di beberapa wilayah pesisir antara pemerintah dan sel-sel SAA – saat pesawat tak berawak dan tank HTS melakukan serangan membabi buta terhadap kota-kota dan desa-desa sebagai bagian dari “fase dua” operasi tersebut. 

    Menteri Pertahanan Suriah Murhaf Abu Qasra – juga dikenal sebagai Abu Hassan 600 – mengeluarkan perintah pada hari Sabtu yang melarang pasukan pemerintah memfilmkan operasi mereka. 

    Pemerintah Suriah, yang dipimpin oleh mantan pimpinan Al-Qaeda Ahmad al-Sharaa, telah memerintahkan pembentukan komite investigasi untuk menyelidiki peristiwa yang terjadi pada hari Kamis dan berubah menjadi  pembunuhan massal yang belum pernah terjadi sebelumnya  selama akhir pekan. 

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Jet Tempur Israel Gempur Suriah, Targetnya Lokasi Militer

    Jet Tempur Israel Gempur Suriah, Targetnya Lokasi Militer

    Damaskus

    Militer Israel mengerahkan sejumlah jet tempurnya untuk menyerang wilayah Suriah bagian selatan. Serangan udara Tel Aviv pada Senin (10/3) malam waktu setempat, ini menargetkan pertahanan udara dan lokasi-lokasi militer Suriah lainnya.

    Laporan media pemerintah Suriah, seperti dilansir AFP, Selasa (11/3/2025), menyebut Israel menggempur Provinsi Daraa, sebelah selatan negara tersebut, dengan kelompok pemantau konflik melaporkan sedikitnya 17 serangan menghantam posisi-posisi bekas tentara Suriah, termasuk platform observasi dan tank.

    Pernyataan dari militer Israel mengatakan bahwa “jet-jet tempurnya menyerang radar dan aset pendeteksi yang digunakan untuk membangun penilaian intelijen udara” dan menggempur “posisi komando dan lokasi militer yang berisi senjata dan peralatan militer milik rezim Suriah”.

    Sejak rezim mantan Presiden Bashar al-Assad digulingkan pada Desember lalu, Israel telah melancarkan ratusan serangan udara terhadap wilayah Suriah dan mengerahkan pasukan ke zona penyangga yang dijaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Dataran Tinggi Golan yang strategis.

    Militer Israel mengatakan bahwa target-target dalam serangan itu “digempur untuk menghilangkan ancaman di masa mendatang”.

    “Kehadiran aset-aset ini di Suriah bagian selatan menimbulkan ancaman bagi negara Israel dan aktivitas (militer) IDF (Angkatan Bersenjata Israel),” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bulan lalu bahwa wilayah Suriah bagian selatan harus didemiliterisasi sepenuhnya, dan memperingatkan pemerintahannya tidak akan menerima kehadiran pasukan pemerintah yang baru yang dipimpin kaum Islamis di dekat wilayahnya.

    Serangan terbaru itu terjadi segera setelah Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar memperingatkan para pemimpin dunia mewaspadai kepemimpinan baru di Suriah, dan menyebut “kelompok jihadis” sedang memerintah negara itu.

    Komentar Saar disampaikan menanggapi pembunuhan massal yang menewaskan 1.000 orang di Suriah beberapa waktu terakhir. Laporan kelompok pemantau konflik Syrian Observatory for Human Rights menyebut kebanyakan korban tewas merupakan pasukan keamanan dari pemerintahan baru Suriah atau petempur loyalis Assad.

    “Komunitas internasional harus sadar. Mereka harus berhenti memberikan legitimasi gratis kepada rezim yang tindakan pertamanya adalah kekejaman ini,” cetusnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ubah Citra, Arab Saudi Muncul sebagai Mediator Krisis Global

    Ubah Citra, Arab Saudi Muncul sebagai Mediator Krisis Global

    Jakarta

    Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, semakin sibuk menerima kunjungan para pemimpin negara yang datang untuk membahas konflik global yang mendesak.

    Pada Senin (10/03) ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bertemu dengan Putra Mahkota Saudi untuk membahas perang Rusia di Ukraina. Pertemuan ini dilakukan menjelang pertemuan pada Selasa (11/03) antara delegasi Ukraina dan Amerika Serikat (AS) yang bertujuan untuk merundingkan kemungkinan akhir perang agresi Rusia, serta kesepakatan keamanan yang mencakup akses AS ke cadangan mineral dan logam berharga di Ukraina.

    Ini akan menjadi pertama kalinya delegasi Ukraina dan AS berbicara secara langsung setelah perselisihan publik antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Zelenskyy di Gedung Putih pada akhir Februari lalu.

    Fakta bahwa kedua negara memilih Arab Saudi sebagai lokasi pertemuan—bukan di Eropa, misalnya—menyoroti posisi strategis kerajaan kaya minyak ini di Timur Tengah.

    “Arab Saudi memang telah membangun dirinya sebagai platform dialog dalam dua hingga tiga tahun terakhir,” kata Sebastian Sons, peneliti senior di think tank Jerman CARPO, kepada DW.

    “Dalam strategi kebijakan luar negeri Arab Saudi, saat ini sangat penting untuk berbicara dengan semua pihak,” tambahnya.

    Memposisikan diri sebagai mediator netral

    Arab Saudi tampaknya berusaha mempertahankan posisi netral agar dapat menjaga jalur komunikasi terbuka dengan semua pihak yang terlibat dalam konflik yang sedang dimediasi.

    “Negara ini menahan diri untuk tidak bergabung dalam kritik dan sanksi Barat terhadap Rusia, tetapi juga menjalin kontak reguler dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy serta memberikan paket bantuan kemanusiaan dan medis senilai jutaan dolar untuk Ukraina,” jelas Kawas. Pada 2024, Riyadh membantu memfasilitasi pertukaran tahanan bersejarah antara Rusia dan AS. Dan pada pertengahan Februari, negara ini menjadi tuan rumah pembicaraan antara AS dan Rusia, di mana pejabat tinggi Washington dan Moskow bertemu untuk membahas normalisasi hubungan serta mengakhiri perang di Ukraina.

    Tampaknya juga ada kemungkinan bahwa Riyadh akan menjadi tempat pertemuan langsung antara Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang pertama sejak Trump kembali menjabat awal tahun ini.

    Selain memfasilitasi pembicaraan tentang akhir perang Rusia di Ukraina, Riyadh juga menjadi lokasi pertemuan Liga Arab untuk membahas konflik di Sudan serta masa depan Palestina di Gaza.

    “Kita melihat peran mediasi ini antara AS dan Rusia, antara AS dan Ukraina, serta menjadi pemain penting di Timur Tengah, terutama terkait dengan Palestina, Suriah, dan Lebanon,” kata Neil Quilliam, spesialis urusan luar negeri di think tank Chatham House yang berbasis di London, kepada DW.

    Kawas menggemakan pandangan ini: “Terkait dengan Timur Tengah, semua negosiasi di kawasan ini melewati Riyadh.”

    Kepentingan Saudi di mata internasional

    Peralihan fokus untuk membangun citra sebagai pusat komunikasi yang netral dan terpercaya ini dinilai sebagai tanda perubahan dari isolasi internasional Arab Saudi yang mencapai titik terendah setelah pembunuhan jurnalis Washington Post, Jamal Khashoggi, pada 2018. Ini juga bisa membantu mengalihkan perhatian dari catatan buruk rezim di Arab Saudi dalam isu hak asasi manusia.

    Alih-alih membela kebijakan domestik, posisi internasional baru negara ini memungkinkan Putra Mahkota Saudi untuk memanfaatkan pengaruhnya dalam berbagai konflik, menurut para pengamat.

    “Arab Saudi tentu akan menggunakan kesempatan untuk menengahi konflik Ukraina guna menampilkan diri sebagai mitra yang dapat diandalkan, karena negara ini menginginkan konsesi dari Trump, terutama terkait Gaza dan negara Palestina di masa depan bersama Israel,” kata Sebastian Sons kepada DW.

    Trump, yang dikenal sebagai pendukung kuat Israel, ingin melihat Israel dan Arab Saudi menormalisasi hubungan.

    Namun, serangan yang dipimpin Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023 dan perang yang terjadi di Gaza telah memperlambat proses ini.

    Awal tahun ini, Arab Saudi menolak rencana Trump untuk Gaza, di mana ia mengusulkan untuk mengubah Jalur Gaza yang hancur akibat perang menjadi “Riviera Timur Tengah” di bawah kepemilikan AS serta memindahkan sekitar 2,3 juta warga Palestina ke negara-negara Arab lainnya seperti Mesir dan Yordania. Para pakar hak asasi manusia mengkritik rencana ini sebagai bentuk pembersihan etnis.

    Sejak itu, Arab Saudi menegaskan kembali pendiriannya bahwa mereka tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel sebelum solusi dua negara, yang akan menjamin negara Palestina berdampingan dengan Israel, terlaksana.

    Mendorong investasi bagi Arab Saudi

    Ketika Trump kembali menjabat untuk masa jabatan keduanya awal tahun ini, Putra Mahkota Saudi menjadi pemimpin asing pertama yang mengucapkan selamat kepadanya. Tak lama setelah itu, Trump memuji Putra Mahkota Salman sebagai “orang yang luar biasa” dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia di Davos.

    Pada 2017, kunjungan luar negeri pertama Trump sebagai presiden adalah ke Arab Saudi. Langkah ini dianggap kontroversial, terutama karena bertepatan dengan pengakuan Trump bahwa ia memilih Arab Saudi sebagai tujuan pertama karena janji investasi senilai lebih dari $350 miliar (Rp5,74 kuadriliun) dalam ekonomi AS.

    Pekan lalu, Trump mengumumkan bahwa kunjungan kenegaraan pertamanya kali ini juga akan membawanya ke Arab Saudi. Kali ini, ia menambahkan, Riyadh berencana untuk berinvestasi setidaknya $600 miliar (Rp9,8 kuadriliun), termasuk pembelian peralatan militer AS dalam jumlah besar.

    Hal ini sejalan dengan model ekonomi Arab Saudi yang sedang bergeser, berupaya mengurangi ketergantungan pada minyak dan meningkatkan investasi asing serta modal eksternal, seperti dijelaskan oleh spesialis Timur Tengah, Sons. “Prioritas Riyadh adalah mengamankan model bisnisnya sendiri, dan untuk itu mereka membutuhkan AS,” jelasnya.

    Namun, ini juga berarti bahwa kerajaan tidak mungkin mengambil peran aktif dalam menyelesaikan konflik yang para pihaknya mereka fasilitasi. “Itu bukan tujuan Arab Saudi,” katanya,seraya menambahkan, “mereka lebih ingin membuka jalan untuk berbisnis dengan AS.”

    Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris.

    Lihat juga Video: Zelensky Tiba di Arab Saudi Jelang Perundingan dengan AS

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kesaksian Ngeri Penjarahan-Pembunuhan Penganut Alawi di Suriah

    Kesaksian Ngeri Penjarahan-Pembunuhan Penganut Alawi di Suriah

    Jakarta

    Pemimpin sementara Suriah menyerukan persatuan di tengah aksi kekerasan dan pembunuhan balas dendam yang terus berlangsung di wilayah-wilayah loyalis Bashar al-Assad, pada Minggu (09/03).

    Ratusan orang dilaporkan telah meninggalkan rumah mereka di Provinsi Latakia dan Tartus yang merupakan basis pendukung kuat mantan pemimpin yang digulingkan itu.

    Warga setempat menggambarkan penjarahan dan pembunuhan massal, termasuk korban anak-anak, di kampung halaman mereka.

    Di Hai Al Kusour, sebuah permukiman yang didominasi sekte Alawi di kota pesisir Banias, warga mengatakan jalanan dipenuhi dengan mayat-mayat yang berserakan, ditumpuk dan berlumuran darah.

    Para saksi mata menyebut laki-laki dari berbagai usia ditembak mati di sana.

    Sekte Alawi adalah cabang dari Islam Syiah dan mencakup sekitar 10% dari populasi Suriah, yang mayoritas Muslim Sunni.

    Bashar al-Assad berasal dari sekte tersebut.

    Koneksi internet tidak stabil dan, sekalinya terhubung, mereka mengetahui kabar kematian tetangga mereka dari unggahan Facebook.

    Seorang pria bernama Ayman Fares mengatakan kepada BBC bahwa dia masih hidup karena penahanannya baru-baru ini.

    Fares mengunggah video di akun Facebook-nya pada Agustus 2023 yang mengkritik Bashar al-Assad atas pemerintahannya yang korup. Dia ditangkap tidak lama kemudian.

    Fares baru bebas dari penjara setelah pasukan yang dipimpin kelompok militan membebaskan tahanan setelah kejatuhan Bashar al-Assad pada Desember silam.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Orang-orang yang menyerbu jalan-jalan Hai Al Kusour mengenali Fares sehingga dia terhindar dari kematian.

    Akan tetapi, rumah Fares tidak luput dari penjarahan. Fares mengaku mobilnya diambil dan mereka melanjutkan aksi penjarahan ke rumah-rumah lain.

    “Mereka orang asing, saya tidak mengenali identitas atau bahasa mereka, tetapi sepertinya orang Uzbek atau Chechnya,” ujar Fares melalui sambungan telepon.

    “Ada juga beberapa warga Suriah bersama mereka, tetapi bukan dari aparat keamanan resmi. Beberapa warga sipil juga termasuk di antara mereka yang melakukan pembunuhan,” tambahnya.

    Fares mengaku menyaksikan keluarga-keluarga dibunuh di rumah mereka sendiri. Dia melihat perempuan serta anak-anak berlumuran darah. Beberapa keluarga lari ke atap rumah untuk bersembunyi, tetapi tetap tidak terhindar dari pertumpahan darah.

    “Sungguh mengerikan,” katanya.

    Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris mendokumentasikan lebih dari 740 warga sipil tewas di kota-kota pesisir Latakia, Jableh, dan Banias.

    Selain itu, 300 anggota pasukan keamanan dan sisa-sisa rezim Assad dilaporkan tewas dalam bentrokan.

    BBC belum dapat memverifikasi jumlah korban tewas secara independen.

    Baca juga:

    Fares mengatakan keadaan mulai stabil setelah tentara Suriah dan pasukan keamanan tiba di kota Banias. Pasukan mendorong faksi-faksi lain keluar dari kota itu dan memfasilitasi keluarga-keluarga yang selamat untuk pergi ke tempat aman.

    Ali, seorang warga Banias lainnya yang meminta agar nama lengkapnya tidak disebutkan, membenarkan kesaksian Fares.

    Ali, yang tinggal di Kusour bersama istri dan putrinya yang berusia 14 tahun, melarikan diri dari rumahnya dengan dibantu pasukan keamanan.

    “Mereka datang ke gedung tempat kami tinggal. Kami terlalu takut, hanya bisa mendengar suara tembakan dan jeritan orang-orang di lingkungan itu. Kami mengetahui kematian dari unggahan Facebook ketika internet terhubung. Ketika penyerang tiba di gedung kami, kami pikir tamat sudah riwayat,” katanya.

    “Mereka mencari uang. Pintu tetangga kami digedor kemudian mobil, uang, emas, dan barang berharga lainnya dijarah. Tetapi tetangga kami tidak dibunuh.”

    Pertempuran terjadi antara pasukan keamanan Suriah dan loyalis Bashar al-Assad di wilayah pesisir negara itu awal pekan ini (Getty Images)

    Ali dan keluarganya dijemput tetangga mereka yang menganut Sunni. Keluarga Ali untuk sementara tinggal bersama mereka.

    “Kami hidup berdampingan selama bertahun-tahun, Alawi, Sunni, dan Kristen. Kami tidak pernah mengalami hal seperti ini,” katanya.

    “Warga Sunni bergegas melindungi warga Alawi dari pembunuhan yang terjadi dan sekarang pasukan resmi berada di kota untuk memulihkan ketertiban.”

    Menurut Ali, keluarga-keluarga lainnya diangkut ke sebuah sekolah di permukiman yang mayoritas Sunni. Mereka akan berlindung di sana sampai anggota faksi-faksi yang melakukan pembunuhan diusir dari Banias.

    Aksi kekerasan dimulai pada Kamis (06/03) setelah loyalis Assadyang menolak menyerahkan senjatamenyergap pasukan keamanan di sekitar kota-kota pesisir Latakia dan Jableh, menewaskan puluhan dari mereka.

    Ghiath Dallah, seorang mantan brigadir jenderal di tentara Assad, telah mengumumkan pemberontakan baru terhadap pemerintah saat ini, mengatakan bahwa dia mendirikan “Dewan Militer untuk Pembebasan Suriah”.

    Baca juga:

    Sejumlah laporan mengindikasikan bahwa mantan petugas keamanan rezim Assad yang menolak menyerahkan senjata sedang membentuk kelompok perlawanan di daerah pegunungan.

    Menurut Fares, sebagian besar komunitas Alawi menolak kelompok tersebut. Mereka menyalahkan Dallah dan loyalis garis keras Assad lainnya atas kekerasan yang terjadi.

    “Mereka mendapat keuntungan dari pertumpahan darah yang terjadi. Yang kami butuhkan sekarang adalah kemenangan aparat keamanan, serta menuntut para pelaku pembunuhan massal dari faksi-faksi yang bertanggung jawab supaya keamanan negara kembali pulih,” ujarnya.

    Baca juga:

    Di sisi lain, warga lainnya juga menyalahkan presiden sementara, Ahmad al-Sharaa.

    Mereka mengatakan al-Sharaaa membubarkan lembaga keamanan, tentara, dan polisi Suriah tanpa strategi yang jelas untuk menangani ribuan petugas dan personel yang menjadi pengangguran.

    Sebagian dari individu-individu ini, khususnya di kalangan kepolisian, tidak terkait dengan aksi pembunuhan yang terjadiselama rezim Assad.

    Pihak berwenang yang baru juga telah memecat ribuan pegawai negeri dari pekerjaan mereka.

    Meningat 90% populasi Suriah hidup di bawah garis kemiskinan dan ribuan orang kehilangan pendapatan, pemberontakan sangat rentan terjadi.

    Terdapat perbedaan pandangan di Suriah mengenai apa yang terjadi.

    Masyarakat luas mengutuk pembunuhan warga sipilterlepas dari agama merekaberbagai demonstrasi telah diselenggarakan di Damaskus untuk mengekspresikan rasa duka sekaligus mengutuk aksi kekerasan.

    Namun, selama dua hari terakhir, ada pula seruan “Jihad” di berbagai wilayah Suriah.

    Warga di Banias mengatakan bahwa beberapa warga sipil yang bersenjata bergabung dengan faksi-faksi tersebut dan turut ambil andil dalam pembunuhan.

    Tentara Suriah mengirim bala bantuan untuk menstabilkan wilayah tersebut (Getty Images)

    Mayoritas Sunni di Suriah mengalami kekejaman di tangan pasukan rezim Assad selama 13 tahun terakhir. Hal ini memicu kebencian sektarian terutama terhadap minoritas Alawi yang anggotanya dikaitkan dengan kejahatan perang.

    Menurut kelompok hak asasi manusia, terdapat bukti bahwa petugas keamanan Alawi di bawah rezim Assad terlibat dalam pembunuhan dan penyiksaan ribuan warga Suriah, yang mayoritas adalah Muslim Sunni.

    Anggota tentara dan pasukan keamanan yang terbunuh sebagian besar berasal dari komunitas Sunni. Sekarang, beberapa kalangan di komunitas Sunni menyerukan pembalasan.

    Namun, pemimpin Suriah sekarang menghimbau agar semua pihak tetap tenang.

    Ahmad al-Sharaa, yang pasukannya menggulingkan Assad tiga bulan lalu, kini harus menyeimbangkan antara memastikan keamanan bagi semua warga Suriah dan menegakkan keadilan atas kejahatan rezim Assad dan kaki tangannya.

    Meskipun dia memiliki otoritas atas beberapa pasukan yang membantunya berkuasa, beberapa faksi jelas berada di luar kendalinya.

    Faksi-faksi tersebut juga mencakup petempur asing yang punya agenda radikal.

    Untuk memimpin Suriah menuju masa depan yang aman dan demokratis, banyak yang berpendapat bahwa Ahmad al-Sharaa perlu mengakhiri kehadiran pejuang asing dan menyampaikan konstitusi yang melindungi hak-hak semua warga Suriah, terlepas dari latar belakang atau agama mereka.

    Meskipun dia terlihat sedang berupaya membangun kerangka hukum untuk mewujudkan konstitusi seperti itu, dia menghadapi tantangan besar untuk mengendalikan faksi-faksi garis keras kekerasan dan mengusir petempur asing.

    Berita terkait:

    Lihat juga Video: Mencekam Orang-orang Bersenjata Menyerang Restoran di Suriah

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Bentrokan Renggut 1.000 Nyawa, Presiden Suriah Janji Tindak Tegas Pelaku

    Bentrokan Renggut 1.000 Nyawa, Presiden Suriah Janji Tindak Tegas Pelaku

    Damaskus

    Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa bersumpah bahwa pemerintahannya akan menuntut pertanggungjawaban dari siapa pun yang terlibat dalam aksi menyakiti warga sipil di negara tersebut. Sumpah ini disampaikan beberapa hari setelah rentetan tindak kekerasan mematikan melanda area pesisir Mediterania.

    “Kita akan meminta pertanggungjawaban, dengan tegas dan tanpa keringanan, kepada siapa pun yang terlibat dalam pertumpahan darah warga sipil… atau siapa saja yang melangkahi kewenangan negara,” tegas Al-Sharaa dalam pernyataan yang diunggah kantor berita SANA dan dilansir Al Arabiya, Senin (10/3/2025).

    Dia menambahkan bahwa sebuah komite khusus akan dibentuk untuk “melindungi perdamaian sipil”.

    Al-Sharaa mengatakan bahwa Suriah sedang menghadapi upaya untuk menyeret negara tersebut kembali ke dalam perang saudara. Dia menegaskan bahwa “sisa-sisa rezim sebelumnya” tidak memiliki pilihan lainnya selain menyerahkan diri segera.

    Ditegaskan juga oleh Al-Sharaa bahwa Suriah tidak akan membiarkan “kekuatan eksternal atau lokal” menyeretnya ke dalam kekacauan atau perang saudara.

    Data terbaru yang dilaporkan kelompok pemantau konflik Suriah, Syrian Observatory for Human Rights, menyebut sedikitnya 830 warga sipil dari etnis Alawite tewas dalam “eksekusi mati” yang dilakukan oleh para personel keamanan atau petempur pro-pemerintah di Provinsi Latakia dan Tartus.

    Alawite merupakan komunitas minoritas di Suriah yang menjadi asal mantan Presiden Bashar al-Assad, yang digulingkan dari pemerintahannya pada Desember lalu. Area Mediterania yang menjadi lokasi kebanyakan tindak kekerasan itu, merupakan jantung komunitas Alawite.

    Lihat juga Video ‘Mencekam Orang-orang Bersenjata Menyerang Restoran di Suriah’:

    Pertempuran antara pasukan keamanan Suriah yang baru dan loyalis Assad pecah sejak Kamis (6/3) pekan lalu, setelah ketegangan sebelumnya, dan meningkat menjadi aksi pembunuhan massal.

    Rentetan pertempuran itu, menurut Syrian Observatory, juga menewaskan 231 personel pasukan keamanan Suriah dan 250 petempur pro-Assad. Jumlah total korban tewas dalam serangkaian pertempuran dan tindak kekerasan itu mencapai sedikitnya 1.311 orang sejauh ini.

    Kepala hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Volker Turk, menyerukan agar rentetan pembunuhan di Suriah itu “harus segera dihentikan”. Sementara Liga Arab, PBB, Amerika Serikat (AS), Inggris, dan negara-negara lainnya mengecam tindak kekerasan itu.

    Kantor kepresidenan Suriah, pada Minggu (9/3), mengumumkan via Telegram bahwa “komite independen” telah dibentuk untuk “menyelidiki pelanggaran terhadap warga sipil dan mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut”, yang akan diadili.

    Al-Sharaa dalam pernyataannya juga menyerukan persatuan nasional. “Insya Allah, kita akan dapat hidup bersama di negara ini,” cetusnya dalam pidato terpisah dari sebuah masjid di Damaskus.

    Lihat juga Video ‘Mencekam Orang-orang Bersenjata Menyerang Restoran di Suriah’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu