Negara: Suriah

  • Israel-Suriah Sepakat Gencatan Senjata, AS Campur Tangan

    Israel-Suriah Sepakat Gencatan Senjata, AS Campur Tangan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Israel dan Suriah sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Turki, Yordania, dan negara-negara tetangga mendukung gencatan senjata tersebut.

    Dilansir Reuters, Sabtu (19/7/2025), gencatan senjata disetujui setelah Israel mengizinkan pasukan Suriah mengakses Sweida secara terbatas.

    Disebutkan, seorang pejabat Israel mengatakan Israel setuju untuk mengizinkan pasukan Suriah mengakses wilayah Sweida di Suriah selatan secara terbatas selama dua hari ke depan.

    Kepresidenan Suriah pada hari Jumat (18/7/2025) malam menyatakan, pihak berwenang akan mengerahkan pasukan di selatan untuk mengakhiri bentrokan. Termasuk upaya politik dan keamanan untuk memulihkan stabilitas dan mencegah konflik pecah lagi.

    Sebelumnya, konflik berdarah mengguncang kota Sweida, Suriah. Warga menceritakan penemuan mayat di jalan dan rumah-rumah. Meski, Reuters menegaskan, tidak dapat dipastikan siapa yang melakukan dan kapan terjadinya pembunuhan.

    Sementara, pemantau hak asasi manusia menyatakan telah memverifikasi 321 orang tewas akibat konflik tersebut.

    Pertumpahan darah terjadi akibat pertempuran sengit antara milisi Druze dengan pasukan pemerintah yang dikirim ke kota tersebut untuk meredakan bentrok antara pejuang Druze dan Bedouin. Konflik ini pun memaksa Israel turut campur menyerang sejumlah titik di Suriah.

    Israel melancarkan serangan udara di Damaskus, menyerang pasukan pemerintah di selatan. Dan menuntut mereka mundur. Israel mengklaim serngan itu demi melindungi Druze Suriah, bagian minoritas kecil namun berpengaruh.

    “Kami menyerukan kepada kaum Druze, Badui, dan Sunni untuk meletakkan senjata mereka dan bersama dengan minoritas lainnya membangun identitas Suriah yang baru dan bersatu,” kata Duta Besar AS untuk Turki Tom Barrack dalam unggahan di X, seperti dikutip Reuters.

    Namun, belum ada tanggapan resmi dari Kedutaan Besar Israel maupun Konsulat Suriah.

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pemerintah Suriah Kirim Pasukan Lerai Bentrokan Berdarah di Sweida

    Pemerintah Suriah Kirim Pasukan Lerai Bentrokan Berdarah di Sweida

    Jakarta

    Pemerintah Suriah masih berupaya menyelesaikan konflik berdarah di Provinsi Sweida, Suriah selatan yang menewaskan ratusan orang. Pemerintah mengirim pasukan untuk melerai konflik tersebut.

    Dilansir kantor berita AFP dan Aljazeera, kantor kepresidenan Suriah berjanji akan mengirim pasukan untuk menghentikan bentrokan antara faksi-faksi Badui dan Druze di Sweida. Pemerintah mendesak semua pihak menahan diri.

    “Semua pihak untuk menahan diri dan mengedepankan akal sehat”, tulis kantor kepresidenan dilansir AFP, Sabtu (19/7/2025).

    “Pihak berwenang terkait sedang berupaya mengirimkan pasukan khusus untuk melerai bentrokan dan menyelesaikan konflik di lapangan,” imbuhnya.

    Dalam sebuah pernyataan, kantor kepresidenan menegaskan kembali janjinya untuk menegakkan supremasi hukum. Mereka menekankan bahwa Suriah adalah sebuah negara untuk semua warganya, tanpa memandang latar belakang mereka.

    “Serangan terhadap keluarga, meneror anak-anak, dan melanggar kesucian dan martabat orang-orang di rumah mereka secara kategoris ditolak dan dikutuk di bawah semua standar etika, hukum, dan kemanusiaan. Tidak ada pembenaran atau alasan yang dapat diterima untuk tindakan seperti itu,” katanya

    (wnv/wnv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Izinkan Akses Terbatas Pasukan Suriah ke Sweida Usai Bentrok Mematikan

    Israel Izinkan Akses Terbatas Pasukan Suriah ke Sweida Usai Bentrok Mematikan

    JAKARTA – Israel mengizinkan akses terbatas bagi pasukan Suriah ke wilayah Sweida di Suriah selatan selama dua hari ke depan.

    Izin ini keluar setelah pertumpahan darah selama berhari-hari di dalam dan sekitar kota Sweida, Suriah yang dihuni mayoritas Druze.

    “Mengingat ketidakstabilan yang sedang berlangsung di barat daya Suriah, Israel telah setuju untuk mengizinkan masuknya pasukan keamanan internal (Suriah) secara terbatas ke distrik Sweida selama 48 jam ke depan,” kata pejabat pemerintahan Israel yang menolak disebutkan namanya itu kepada wartawan dilansir Reuters, Jumat, 18 Juli.

    Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Suriah mengatakan pasukan pemerintah tidak bersiap untuk dikerahkan kembali ke Provinsi Sweida.

    Pasukan Suriah mundur dari Sweida setelah gencatan senjata diumumkan pada Rabu, tetapi bentrokan kembali terjadi pada Kamis malam antara pejuang dari suku Badui dan Druze, yang merupakan  minoritas agama di Suriah yang memiliki pengikut di Lebanon dan Israel.

    Bentrokan di beberapa bagian Provinsi Sweida berlanjut hingga Jumat, menurut penduduk Sweida dan Ryan Marouf, kepala media lokal Sweida24.

    Damaskus minggu ini mengerahkan pasukan ke Sweida, yang berbatasan dengan wilayah yang dikuasai Israel, untuk mencoba meredakan beberapa pertempuran internal paling intens di Suriah sejak pemerintah sementara berkuasa akhir tahun lalu.

    Kelompok pemantau Jaringan Hak Asasi Manusia Suriah (SNAHR) mengatakan telah mendokumentasikan 254 orang tewas dalam empat hari pertempuran, di antaranya tenaga medis, perempuan, dan anak-anak.

    Israel terlibat dalam permusuhan pada Rabu. Israel menyatakan tidak akan mengizinkan pemerintah Suriah yang dipimpin kelompok Islamis untuk mengerahkan pasukan ke selatan, menyerang pasukan Suriah di Sweida dan Kementerian Pertahanan Suriah, serta menyerang di dekat istana presiden di Damaskus.

    Israel yang menggambarkan para penguasa baru Suriah sebagai jihadis yang nyaris tak tersamar, berjanji untuk melindungi komunitas Druze di wilayah tersebut dari serangan, didorong oleh seruan dari minoritas Druze Israel sendiri.

  • Siaga Perang Baru di Arab, Suriah Jawab Aksi Serbuan Pasukan Israel

    Siaga Perang Baru di Arab, Suriah Jawab Aksi Serbuan Pasukan Israel

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Suriah kembali buka suara soal pengerahan pasukan ke wilayah Provinsi Sweida yang dilanda konflik. Hal ini terjadi lantaran konflik antara suku Druze dan Bedouin yang memaksa Israel untuk turut campur menyerang sejumlah titik di Negeri Syam.

    Mengutip Reuters, Jumat (18/7/2025), Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Suriah Noureddin Al Baba membantah rencana penerjunan pasukan tersebut. Ia menyebut tidak ada aksi pemerintah terkait penerjunan militer besar.

    “Pemerintah tidak bersiap untuk dikerahkan ke Provinsi Sweida,” kata Baba kepada kantor berita negara tersebut.

    Sejatinya, sudah ada gencatan senjata yang mengakhiri pertempuran berhari-hari antara para pejuang Bedouin dan Druze bentrok di Provinsi Sweida di Suriah Selatan. Kejadian ini sempat mendorong pemerintah Suriah untuk mengirimkan pasukan.

    Pasukan Suriah mundur dari Sweida setelah gencatan senjata diumumkan, tetapi bentrokan kembali terjadi pada Kamis malam antara para pejuang suku Bedouin dan Druze.

    Bentrokan tersebut sempat menarik perhatian Israel, yang mengatakan tidak akan mengizinkan pemerintah yang dipimpin kelompok Islamis Suriah untuk mengerahkan pasukan ke Selatan. Israel juga turut menyerang pasukan Suriah di Sweida dan Kementerian Pertahanan Suriah, serta menyerang di dekat istana presiden di Damaskus.

    Sementara itu, Militer Israel melancarkan serangan baru di Provinsi Sweida semalam. Tel Aviv menyebut para penguasa baru Suriah sebagai jihadis yang menyamar. Israel sejatuhnya telah berjanji untuk melindungi komunitas Druze di wilayah tersebut dari serangan, didorong oleh seruan dari minoritas Druze Israel sendiri.

    Ketidakpercayaan Israel yang mendalam terhadap kepemimpinan baru Suriah yang dipimpin oleh kelompok Islamis bertentangan dengan Amerika Serikat (AS). Washington menyatakan tidak mendukung serangan Israel baru-baru ini terhadap Suriah.

    AS melakukan intervensi untuk membantu mengamankan gencatan senjata sebelumnya antara pasukan pemerintah dan pejuang Druze. Gedung Putih mengatakan pada hari Kamis bahwa gencatan senjata tersebut tampaknya akan dipertahankan.

    Pemimpin Suriah Ahmed Al Sharaa, yang telah berupaya membangun hubungan yang lebih hangat dengan AS, menuduh Israel mencoba memecah belah Suriah dan berjanji untuk melindungi minoritas Druze di Suriah.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kritik Warga AS ke Trump Lewat Aksi Protes di 1.600-an Titik

    Kritik Warga AS ke Trump Lewat Aksi Protes di 1.600-an Titik

    Jakarta

    Rentetan kebijakan kontroversial Presiden Amerika Serikat Donald Trump terus menuai gejolak. Belum genap satu tahun pemerintahannya, ancaman gelombang demo besar terhadap Trump telah di depan mata.

    Aksi-aksi protes untuk menentang sejumlah kebijakan kontroversial Trump akan digelar pada hari Kamis (17/7) waktu setempat di lebih dari 1.600 lokasi di seluruh Amerika Serikat. Warga akan memprotes kebijakan deportasi massal dan pemotongan dana Medicaid serta jaring pengaman lainnya bagi masyarakat miskin.

    Dilansir Al Arabiya dan Reuters, Kamis (17/7/2025), hari aksi nasional “Good Trouble Lives On” ini akan digelar untuk menghormati mendiang anggota kongres dan pemimpin hak-hak sipil John Lewis. Aksi-aksi protes diperkirakan akan digelar di sepanjang jalan, gedung pengadilan, dan ruang publik lainnya. Para penyelenggara mengimbau agar aksi protes berlangsung damai.

    “Kita sedang menghadapi salah satu momen paling mengerikan dalam sejarah bangsa kita,” ujar salah satu pemimpin kelompok Public Citizen, Lisa Gilbert, dalam konferensi pers daring.

    “Kita semua bergulat dengan munculnya otoritarianisme dan pelanggaran hukum dalam pemerintahan kita… karena hak, kebebasan, dan harapan demokrasi kita sedang ditantang,” imbuhnya.

    Poin Penolakan yang Disuarakan Demonstran

    Foto: Demo di AS (reuters)

    Public Citizen adalah lembaga nirlaba dengan misi nyata untuk melawan kekuatan korporat. Lembaga ini merupakan anggota koalisi kelompok-kelompok di balik protes yang akan digelar hari Kamis waktu setempat.

    Aksi protes besar-besaran direncanakan digelar di Atlanta dan St. Louis, serta di Oakland, California, Chicago, dan Annapolis, Maryland.

    Penolakan terhadap Trump dalam masa jabatan keduanya sejauh ini berpusat pada deportasi dan taktik penegakan hukum imigrasi. Awal bulan ini, para demonstran terlibat dalam kebuntuan yang menegangkan, ketika otoritas federal melakukan penangkapan massal di dua perkebunan ganja di California Selatan.

    Seorang pekerja perkebunan tewas setelah jatuh dari atap rumah kaca dalam penggerebekan yang kacau tersebut. Penggerebekan tersebut dilakukan menyusul pengerahan pasukan Garda Nasional oleh Trump di luar gedung-gedung federal dan untuk melindungi agen imigrasi yang melakukan penangkapan di Los Angeles.

    Lihat juga Video ‘AS Bantah Ikut Terlibat dalam Serangan Israel ke Suriah’:

    Halaman 2 dari 2

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Suriah Berdarah Gara-gara Israel Bikin Dunia Marah

    Suriah Berdarah Gara-gara Israel Bikin Dunia Marah

    Jakarta

    Israel menyerang sejumlah lokasi di Suriah. Serangan Israel itu membuat marah dunia.

    Dilansir AFP, Kamis (17/7/2025), serangan udara dilancarkan setelah Israel berjanji meningkatkan serangan mereka kecuali pemerintah Suriah menarik pasukan dari wilayah bagian selatan. Wilayah di selatan Suriah baru-baru ini dilanda bentrokan mematikan antara para petempur Druze dan Bedouin.

    Serangan udara Israel terhadap wilayah Damaskus ini disebut melibatkan drone. Militer Israel menyatakan pihaknya terus memantau perkembangan situasi di Suriah bagian selatan menyusul bentrokan berdarah antara Druze dan Bedouin.

    “IDF (Angkatan Bersenjata Israel) terus memantau perkembangan dan aktivitas terhadap warga sipil Druze di Suriah bagian selatan dan, sesuai dengan arahan eselon politik, menyerang wilayah tersebut dan bersiap menghadapi berbagai skenario,” ujar militer Israel dalam pernyataannya seperti dilansir Times of Israel.

    Televisi pemerintah Suriah melaporkan dua warga sipil mengalami luka-luka akibat serangan di pusat kota Damaskus. Serangan udara Israel terhadap wilayah Suriah ini dilancarkan saat bentrokan berdarah terjadi di wilayah Suweida, yang mayoritas penghuninya merupakan penganut Druze.

    Puluhan orang dilaporkan tewas dalam bentrokan yang terjadi sejak Minggu (13/7) waktu setempat. Pasukan keamanan Suriah, seperti dilansir Al Arabiya, dikerahkan ke wilayah Suweida sejak Senin (14/7) untuk meredakan pertempuran antara para petempur Druze dan kelompok bersenjata Bedouin.

    Namun, mereka malah terlibat bentrok dengan milisi Druze. Pertempuran itu menarik perhatian Israel, yang kemudian melancarkan serangan udara terhadap pasukan pemerintah Suriah pada Senin (14/7) dan Selasa (15/7) dengan tujuan melindungi komunitas Druze.

    Pada Rabu (16/7), Israel memperbarui serangannya di wilayah Suweida, setelah gencatan senjata yang sebelumnya diumumkan Kementerian Pertahanan Damaskus gagal bertahan lama dengan pertempuran kembali terjadi antara para petempur Druze dan pasukan pemerintah Suriah. Tel Aviv mengatakan pihaknya akan mengirimkan lebih banyak pasukan ke perbatasan dengan Suriah setelah berjanji meningkatkan serangan jika pasukan pemerintah Suriah tidak ditarik dari wilayah Suweida.

    “Sesuai dengan penilaian situasi, (militer Israel) memutuskan untuk memperkuat pasukannya di wilayah perbatasan Suriah,” demikian pernyataan militer Israel.

    Siapa Sebenarnya Kelompok Druze?

    Komunitas Druze (Foto: BBC World)

    Druze adalah komunitas minoritas etnoreligius berbahasa Arab di Suriah, Lebanon, Israel, dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel. Agama Druze merupakan cabang dari Syiah dengan identitas yang unik.

    Separuh dari sekitar satu juta pengikutnya tinggal di Suriah atau sekitar 3% dari populasi negara tersebut. Komunitas Druze di Israel dianggap loyal karena banyak yang menjalani dinas militer Israel.

    Ada sekitar 152.000 orang Druze yang tinggal di Israel dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, menurut Biro Pusat Statistik Israel. Secara historis, mereka menempati posisi yang genting dalam tatanan politik Suriah.

    Selama perang saudara Suriah yang berlangsung hampir 14 tahun, Druze punya milisi sendiri di Suriah selatan. Sejak Assad dijatuhkan pada Desember 2024, komunitas Druze telah menentang upaya negara Suriah untuk memaksakan otoritas atas Suriah selatan.

    Banyak di antara mereka yang keberatan dengan kehadiran militer resmi Suriah di Suweida dan menolak bergabung dengan tentara Suriah. Mereka memilih mengandalkan milisi lokal.

    Serangan Israel di Suriah Sebabkan Warga Tewas

    Israel gempur Suriah (Foto: BBC World)

    Militer Israel menghancurkan gedung kantor pusat Kementerian Pertahanan Suriah di Damaskus dan pasukan pemerintah di Suriah selatan pada Rabu (16/7). Serangan Israel juga diarahkan ke area sekitar Istana Presiden Suriah di Damaskus, kendaraan-kendaraan lapis baja, serta fasilitas penyimpanan senjata di Suriah selatan.

    Kementerian Luar Negeri Suriah mengatakan serangan Israel menargetkan lembaga-lembaga pemerintah dan fasilitas sipil di Damaskus dan Suweida. Kementerian Luar Negeri Suriah mengatakan beberapa warga sipil tewas dalam serangan tersebut.

    “Serangan terang-terangan ini, yang merupakan bagian dari kebijakan yang disengaja oleh entitas Israel untuk mengobarkan ketegangan, menyebarkan kekacauan, dan merusak keamanan dan stabilitas di Suriah, merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum humaniter internasional,” ujar Kemlu Suriah.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan pasukannya ‘berusaha menyelamatkan saudara-saudara Druze kami dan melenyapkan geng-geng rezim’. Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri Suriah menuduh Israel melakukan agresi berbahaya.

    Dunia Kecam Serangan Israel ke Suriah

    Kerusakan akibat serangan Israel ke Suriah (Foto: REUTERS/Khalil Ashawi)

    Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) mengecam serangan Israel di wilayah kedaulatan Suriah. Kemlu menyampaikan keprihatinannya atas apa yang terjadi di Suweida, Suriah.

    “Indonesia prihatin atas memburuknya situasi di Suweida, Suriah, yang telah menimbulkan banyak korban sipil,” tulis Kemlu RI lewat akun X @Kemlu_RI, Kamis (17/7/2025).

    Indonesia mengecam Israel dan menyebut negara Yahudi itu tidak menghormati kedaulatan Suriah. Indonesia mendorong terjadinya gencatan senjata antara kelompok yang berkonflik.

    “Indonesia juga mengecam intervensi militer Israel yang tidak menghormati kedaulatan Suriah,” katanya.

    Kemlu menyatakan Indonesia selalu mendukung upaya perdamaian yang dilakukan pemerintah Suriah. Kemlu RI menekankan pentingnya penyelesaikan konflik lewat dialog.

    “Indonesia mendorong terwujudnya gencatan senjata permanen antara Pemerintah Suriah dan Kelompok Druze, dan terus mendukung upaya yang dilakukan pemerintah Suriah dalam menciptakan perdamaian di seluruh wilayah Suriah,” ujarnya.

    Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres juga mengecam serangan udara Israel di Suriah. Guterres juga mengecam pengerahan kembali pasukan Israel di dataran tinggi Golan.

    “Sekretaris Jenderal juga mengecam serangan udara Israel yang meningkat di Suweida, Daraa, dan di pusat kota Damaskus, serta laporan pengerahan kembali pasukan IDF di Golan,” ujar juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, dalam sebuah pernyataan, dilansir AFP, Kamis (17/7/2025).

    Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengatakan dirinya sangat khawatir tentang kekerasan di selatan. Tetapi, dia mengaku yakin kekerasan itu akan berakhir dalam beberapa jam.

    “Kami telah menyepakati langkah-langkah spesifik yang akan mengakhiri situasi yang meresahkan dan mengerikan ini malam ini,” tulisnya di X pada Rabu (16/7) malam.

    Halaman 2 dari 4

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Video: Usai Serangan Israel, Suriah Pastikan Warga Druze Tetap Aman

    Video: Usai Serangan Israel, Suriah Pastikan Warga Druze Tetap Aman

    Video

    Video: Usai Serangan Israel, Suriah Pastikan Warga Druze Tetap Aman

    News

    39 menit yang lalu

  • Presiden Al-Sharaa Tegaskan Melindungi Warga Druze Menjadi Prioritas Suriah

    Presiden Al-Sharaa Tegaskan Melindungi Warga Druze Menjadi Prioritas Suriah

    JAKARTA – Presiden sementara Suriah Ahmed al-Sharaa mengatakan pada Hari Kamis, melindungi warga Druze dan hak-hak mereka adalah “prioritas kami”, sementara Israel berjanji untuk menghancurkan pasukan pemerintah Suriah yang menyerang warga Druze di Suriah selatan.

    Dalam pernyataan pertamanya yang disiarkan televisi setelah serangan udara Israel yang dahsyat di Damaskus pada Hari Rabu, Sharaa berbicara kepada warga Druze dengan mengatakan, “Kami menolak segala upaya untuk menyeret Anda ke tangan pihak eksternal,”

    “Kami tidak termasuk orang-orang yang takut akan perang. Kami telah menghabiskan hidup kami menghadapi tantangan dan membela rakyat kami, tetapi kami telah mengutamakan kepentingan rakyat Suriah di atas kekacauan dan kehancuran,” katanya, melansir Reuters 17 Juli.

    Ia menambahkan, rakyat Suriah tidak takut perang dan siap berperang jika martabat mereka terancam.

    Serangan udara Israel meledakkan sebagian gedung Kementerian Pertahanan Suriah dan menghantam dekat istana presiden, saat negara itu berjanji untuk menghancurkan pasukan pemerintah yang menyerang warga Druze di Suriah selatan dan menuntut mereka untuk mundur.

    Serangan-serangan tersebut menandai eskalasi signifikan Israel terhadap Pemerintahan Presiden Al-Sharaa. Serangan-serangan itu terjadi meskipun hubungannya dengan Amerika Serikat semakin hangat dan kontak keamanan pemerintahannya dengan Israel semakin erat.

    Menyebut para penguasa baru Suriah sebagai jihadis yang menyamar, Israel mengatakan tidak akan membiarkan mereka mengerahkan pasukan ke Suriah selatan dan berjanji untuk melindungi komunitas Druze di wilayah tersebut dari serangan, didorong oleh seruan dari minoritas Druze Israel sendiri.

    AS sendiri mengatakan pertempuran akan segera berakhir dengan kesepakatan telah tercapai.

    “Kami telah melibatkan semua pihak yang terlibat dalam bentrokan di Suriah. Kami telah menyepakati langkah-langkah spesifik yang akan mengakhiri situasi yang meresahkan dan mengerikan ini malam ini,” kata Menteri Luar Negeri Marco Rubio di media sosial.

    Jaringan Hak Asasi Manusia Suriah mengatakan 169 orang tewas dalam kekerasan minggu ini. Sumber keamanan menyebutkan jumlah korban mencapai 300. Reuters tidak dapat memverifikasi jumlah korban secara independen.

    Rencananya, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan bertemu pada Hari Kamis untuk membahas konflik tersebut, kata para diplomat.

    “Dewan harus mengutuk kejahatan biadab yang dilakukan terhadap warga sipil tak berdosa di tanah Suriah,” kata Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon.

    “Israel akan terus bertindak tegas terhadap setiap ancaman teroris di perbatasannya, di mana pun dan kapan pun,” tandasnya.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan militer Israel sedang berupaya menyelamatkan Druze dan mendesak warga Druze Israel untuk tidak melintasi perbatasan.

    Sedangkan militer Israel mengatakan pihaknya sedang berupaya untuk memulangkan warga sipil yang telah menyeberang dengan aman.

    “Kami tidak akan membiarkan Suriah selatan menjadi basis teror,” kata Kepala Staf IDF Letjen Eyal Zamir.

  • Pemerintah Suriah Kirim Pasukan Lerai Bentrokan Berdarah di Sweida

    Pemerintah Suriah Belum ‘Merangkul’ Suku-Suku Minoritas

    Jakarta

    Gencatan senjata di Suweida telah diberlakukan. Hal ini diumumkan oleh Menteri Pertahanan Suriah Marhaf Abu Kasra pada hari Selasa (15/07). Pasukan kementerian Suriah telah memasuki kota yang terletak sekitar 100 kilometer di sebelah selatan Damaskus tersebut untuk mengakhiri bentrokan yang terjadi sejak hari Minggu antara suku Drusen dan suku Badui Sunni.

    Menurut Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) yang berbasis di London, bentrokan yang terjadi sejak Minggu (13/07) telah menewaskan lebih dari 200 orang dan menyebabkan banyak lainnya terluka.

    Menurut SOHR, seorang pemuda Drusen dipukuli dan dirampok oleh anggota komunitas Badui Sunni di jalan raya antara Damaskus dan Suweida beberapa hari yang lalu. Sebagai balasannya, anggota milisi komunitas Drusen kemudian menculik orang suku Badui. Kekerasan pun terus meningkat.

    Aymenn Jawad al-Tamimi, seorang jurnalis yang mendalami kasus Suriah dan Irak, melaporkan bahwa suku Drusen awalnya melawan pasukan pemerintah Suriah, namun kemudian menyerahkan senjata mereka.

    Pada Selasa sore, SOHR kemudian melaporkan bahwa pasukan dari kementerian pertahanan dan kementerian dalam negeri serta pejuang yang bersekutu dengan mereka telah mengeksekusi 19 warga sipil dari kelompok minoritas Drusen di Suweida.

    Dalam beberapa hari terakhir, tentara Israel telah beberapa kali menyerang pasukan pemerintah Suriah. Dalam pernyataan bersama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz menyebut bahwa Israel ingin mencegah pemerintah Suriah menyakiti kaum minoritas Drusen.

    Antara konflik kepentingan dan kriminalitas

    Bentrokan Suweida tampaknya disebabkan oleh konflik kepentingan kelompok-kelompok penduduk yang berbeda, menurut Bente Scheller, pakar Suriah di Heinrich Bll Foundation. “Di Suriah, banyak kelompok yang merasa kepentingan atau hak-hak mereka tidak cukup diperhatikan. Mereka sering merasa dibandingkan dengan kelompok lain dan dimanfaatkan, hal berujung pada kekerasan.” Di Suweida, masalah utama adalah soal kedudukan mereka di wilayah serta akses terhadap sumber daya, serta kejahatan dengan kekerasan yang terkait dengan penyelundupan obat-obatan terlarang yang berkembang di sana.

    Apakah pasukan keamanan Suriah disusupi kaum ekstrimis?

    Bentrokan yang diwarnai kekerasan antara kelompok Alawit dan pejuang jihadis terjadi pada bulan Maret 2025, tampaknya juga didukung oleh pasukan keamanan pemerintah. Lebih dari 1.300 orang terbunuh dalam konflik tersebut. Keluarga Assad berasal dari suku Alawit. Banyak orang Suriah melihat suku Alawit sebagai kelompok pendukung rezim yang digulingkan.

    Konflik ini dipicu militan pendukung Assad yang menyerang pasukan pemerintah. Bentrokan meningkat dan kekejaman dilakukan terhadap warga sipil Alawit yang tidak terlibat.

    Dalam sebuah investigasi yang diterbitkan pada akhir Juni, kantor berita Reuters menelusuri rantai komando yang tampaknya sampai ke Kementerian Pertahanan di Damaskus. “Para penyerang pro-pemerintah sering menjarah dan merusak rumah-rumah para korban atau membakarnya,” demikian hasil penelitian tersebut.

    Namun tidak semua anggota kabinet pemerintahan baru di Damaskus bersimpati kepada para jihadis. “Pemerintahan terdiri dari beragam faksi, kelompok,dan kepentingan yang berbeda-beda,” kata Andre Bank, pakar Suriah dari Institut GIGA untuk Studi Timur Tengah yang berbasis di Hamburg, dalam wawancara dengan DW.

    “Tapi yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana kelanjutannya jika pemerintah tidak bisa mengendalikan pelaku kekerasan di ranah lokal, bahkan termasuk sebagian tentaranya sendiri?” Apa artinya bagi Suriah jika sebagian pejabat pemerintah justru membenarkan kekerasan, atau bahkan mendorongnya. “Jika itu yang terjadi, kemungkinan besar akan terus terjadi bentrokan besar antar kelompok agama di Suriah,” jelas Bank.

    Al-Sharaa di bawah tekanan

    Menjadi perhatian adalah bagaimana pemimpin negara tersebut, Ahmed al-Sharaa mencegah kekerasan besar-besaran di antara rekan-rekan senegaranya di masa depan. Setelah Presiden AS Donald Trump mencabut sanksi negaranya terhadap Suriah pada awal Juli, al-Sharaa kemungkinan akan memiliki minat yang lebih besar untuk mengembangkan hubungan yang baik dengan negara-negara barat. Negara-negara barat memiliki harapan yang tinggi terkait perlindungan minoritas di negara tersebut.

    Sebuah serangan bunuh diri pada kebaktian di sebuah gereja Kristen di Damaskus pada akhir Juni lalu menunjukkan bahwa al-Sharaa hampir tidak dapat memenuhi tuntutan untuk mencegah kekerasan ini. Serangan tersebut menewaskan 25 orang. Sejak saat itu, umat Kristen Suriah menyerukan kepada pemerintah untuk melakukan upaya yang lebih besar untuk melindungi mereka. Jika tidak, beberapa dari mereka mengatakan kepada DW dalam sebuah wawancara, akan mempertimbangkan untuk meninggalkan Suriah.

    Saling tuduh, tidak serius menyelidiki

    Kementerian Dalam Negeri Suriah menyalahkan kelompok teroris Negara Islam (IS) atas serangan tersebut. Namun, tidak ada yang terbukti, kata Bente Scheller. “Nama-nama lain juga telah muncul dalam perdebatan publik,” salah satunya kelompok bersenjata yang juga melibatkan mantan anggota Hajat Tahrir al-Sham (HTS). Namun karena Al-Sharaa adalah pemimpin HTS sebelum kejatuhan Assad, “Tentu saja akan lebih mudah untuk mengalihkan tanggung jawab atas serangan tersebut kepada ISIS,” kata Scheller.

    Perilaku pemerintah Suriah setelah kekejaman yang dilakukan terhadap suku Alawit juga membuat banyak warga Suriah curiga. Meskipun pemerintah telah berjanji untuk membentuk komisi penyelidikan, namun hingga kini belum membuahkan hasil. “Banyak yang memiliki kesan bahwa pemerintah tidak memiliki keseriusan untuk menyelidiki kasus tersebut,” kata Bente Scheller.

    Pemerintah kekurangan dana

    Pada saat yang sama, kata Scheller dan Bank, Suriah kekurangan dana. Kabinet memiliki banyak tugas yang harus diselesaikan, mulai dari menyusun undang-undang pemilihan umum yang baru hingga membangun kembali aparatur negara dan membangun birokrasi federal.

    Selain ini ada masalah dari kaum minoritas lain: suku Kurdi di utara Suriah yang ingin tetap menjadi bagian dari negara Suriah tetapi menuntut otonomi yang luas.

    Pada saat yang sama Kurdi berperang melawan pasukan Turki, yang telah menduduki wilayah utara Suriah selama bertahun-tahun.

    Pemerintah Al-Sharaa nampaknya harus terlibat dalam pusaran konflik ini dalam waktu yang lama.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Rizky Nugraha

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Suriah ‘Terjepit’ Konflik Internal dan Serangan Israel

    Suriah ‘Terjepit’ Konflik Internal dan Serangan Israel

    Jakarta

    Pemerintah Suriah mengumumkan gencatan senjata, untuk meredakan bentrokan antara milisi Druze dan Sunni di sekitar Suweida. Bente Scheller, pakar Suriah di Heinrich Bll Foundation mengatakan, bentrokan Suweida tampaknya disebabkan oleh konflik kepentingan kelompok-kelompok penduduk yang berbeda.

    Menurut organisasi Pengamat Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), lebih dari 300 orang tewas hingga Rabu (16/07). Konflik dipicu oleh pemukulan terhadap seorang pemuda Druze oleh warga Badui Sunni, yang memicu aksi balasan dan kekerasan lanjutan.

    Pemerintah Suriah mengerahkan pasukan ke Suweida, sekitar 100 km dari selatan Damaskus, untuk meredakan kekerasan.

    Menurut jurnalis Aymenn Jawad al-Tamimi, kelompok miisi Druze awalnya melawan, tetapi kemudian menyerahkan senjata mereka. SOHR melaporkan pada Selasa (15/07), pasukan pemerintah dan milisi sekutu mereka mengeksekusi 19 warga sipil Druze.

    Sebagai respons, Israel melancarkan serangan terhadap markas militer di Damaskus dan Suweida Rabu (16/7), dengan alasan melindungi komunitas Druze.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menegaskan, serangan itu bertujuan mencegah kekerasan terhadap warga Druze, yang di Israel dianggap sebagai kelompok minoritas loyal dan banyak bertugas di militer.

    Konflik berkepanjangan

    “Bentrokan di Suweida mencerminkan konflik jangka panjang antar berbagai kelompok masyarakat di Suriah,” kata Bente Scheller, kepala divisi Timur Tengah dan Afrika Utara di Yayasan Heinrich Bll, kepada DW.

    Pada bulan Maret hingga Mei, kekerasan sektarian meningkat di Suriah. Bentrokan terjadi antara kelompok Druze dan milisi pro-pemerintah di Jaramana, serta antara kelompok Alawi dan pasukan pemerintah di wilayah lain. Serangan balasan berlangsung selama berhari-hari, menewaskan lebih dari 1.300 orang. Banyak warga menilai kelompok Alawi sebagai pendukung rezim Assad yang telah tumbang.

    Meski tidak secara terbuka memihak, pemerintah Suriah saat ini dinilai terlalu pluralistik untuk mengendalikan semua aktor lokal. Menurut Andre Bank dari GIGA Institute, jika kekerasan dibiarkan, konflik antaragama kemungkinan besar akan terus berlanjut.

    Posisi Al-Sharaa terancam?

    Belum jelas apakah Presiden Ahmed al-Sharaa mampu mencegah meluasnya kekerasan di Suriah. Pada Mei dan Juni, AS dan Uni Eropa mencabut sanksi terhadap Suriah, tetapi tetap menuntut perlindungan bagi kelompok minoritas.

    Namun, serangan bunuh diri di gereja Kristen Damaskus pada akhir Juni, yang menewaskan 25 orang, menunjukkan tantangan besar dalam memenuhi harapan tersebut. Komunitas Kristen mendesak perlindungan lebih, dan sebagian mempertimbangkan untuk meninggalkan negara itu.

    Kementerian Dalam Negeri menyalahkan ISIS, tetapi menurut Bente Scheller, kelompok lain seperti mantan anggota Hayat Tahrir al-Sham (HTS) juga disebut-sebut. Al-Sharaa, mantan pemimpin HTS, dinilai mudah mengalihkan tanggung jawab ke ISIS.

    Sementara itu, warga juga meragukan keseriusan pemerintah dalam menyelidiki serangan terhadap komunitas Alawi, meski telah dijanjikan pembentukan komisi penyelidikan.

    Pemerintah baru di Damaskus menghadapi kekurangan dana untuk berbagai tugas penting, mulai dari merancang undang-undang pemilu hingga membangun kembali birokrasi federal.

    Penyelidikan atas bentrokan dan serangan baru-baru ini menambah beban kerja, sementara pemerintah di bawah al-Sharaa juga harus merespons tuntutan otonomi dari komunitas Kurdi di utara, yang tetap ingin menjadi bagian dari Suriah namun dengan hak yang lebih luas.

    Selama bertahun-tahun, kelompok Kurdi telah terlibat konflik dengan pasukan pro-Turki di wilayah tersebut. Penyelesaian konflik-konflik ini diperkirakan akan memakan waktu lama.

    Artikel ini awalnya diterbitkan dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Levie Wardana

    Editor: Prita Kusumaputri dan Agus Setiawan

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini