Negara: Sudan

  • AS-Israel Dikabarkan Berupaya Pindahkan Warga Gaza ke Afrika

    AS-Israel Dikabarkan Berupaya Pindahkan Warga Gaza ke Afrika

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Israel dikabarkan berupaya memindahkan warga Palestina yang ada di Jalur Gaza ke Afrika. Washington dan Tel Aviv disebut telah menghubungi para pejabat dari tiga negara Afrika Timur untuk membahas penggunaan wilayah mereka untuk permukiman kembali warga Gaza.

    Informasi itu, seperti dilaporkan Associated Press dan dilansir Reuters, Jumat (14/3/2025), diungkapkan oleh para pejabat AS dan Israel, yang enggan disebut namanya, kepada Associated Press.

    Disebutkan bahwa para pejabat dari Sudan, Somalia dan wilayah Somaliland yang memisahkan diri telah dihubungi terkait proposal tersebut.

    Namun, menurut laporan Associated Press, para pejabat Sudan mengatakan mereka menolak proposal dari AS tersebut. Sedangkan para pejabat Somalia dan Somaliland mengatakan mereka tidak mengetahui adanya kontak dengan AS dan Israel membahas hal tersebut.

    Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS belum memberikan tanggapan resmi mereka atas laporan tersebut.

    Awal bulan ini, para pemimpin negara-negara Arab mengadopsi rencana rekonstruksi Jalur Gaza senilai US$ 53 miliar, yang disusun Mesir, yang akan menghindari penggusuran massal warga Palestina dari daerah kantong tersebut.

    Rencana yang disusun Mesir itu bertentangan dengan visi Presiden AS Donald Trump tentang Gaza akan menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Lihat juga Video ‘Gaza Berisiko Alami Krisis Kelaparan Jika Blokade Israel Berlanjut’:

    Trump sebelumnya mengusulkan pengambilalihan Jalur Gaza oleh AS untuk membangun kembali daerah kantong yang hancur tersebut. Usulan itu dilontarkan setelah pertempuran sengit yang berlangsung selama 17 bulan terakhir antara Israel dan Hamas memicu kehancuran dan menewaskan puluhan ribu orang.

    Dalam usulan kontroversialnya, Trump juga mencetuskan agar warga Palestina mengungsi secara permanen dari Jalur Gaza.

    Rencana Trump itu semakin menambah ketakutan warga Palestina sejak lama akan pengusiran permanen dari rumah mereka di Jalur Gaza, dan disambut penolakan internasional secara luas.

    Lihat juga Video ‘Gaza Berisiko Alami Krisis Kelaparan Jika Blokade Israel Berlanjut’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Masih Dirawat di RS, Paus Fransiskus Peringati 12 Tahun Jabatannya sebagai Kepala Gereja Katolik – Halaman all

    Masih Dirawat di RS, Paus Fransiskus Peringati 12 Tahun Jabatannya sebagai Kepala Gereja Katolik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Paus Fransiskus menandai 12 tahun masa jabatannya sebagai pemimpin Gereja Katolik pada Kamis (13/3/2025).

    Pada 13 Maret 2013, setelah pengunduran diri Paus Benediktus XVI, Kardinal Jorge Mario Bergoglio dari Argentina terpilih sebagai Paus baru.

    Selama 12 tahun masa jabatannya, Paus Fransiskus dikenal karena belas kasih dan seruan perdamaian, Al Jazeera melaporkan.

    Ia telah mereformasi pemerintahan Vatikan dan mengambil tindakan keras terhadap kasus pelecehan anak oleh pendeta.

    Terhitung sudah empat minggu setelah Paus Fransiskus dirawat di rumah sakit akibat pneumonia ganda.

    Ia dirawat di rumah sakit Gemelli di Roma sejak 14 Februari

    “Paus telah menghabiskan malam yang tenang,” menurut pernyataan dari Vatikan.

    Hasil rontgen dada mengonfirmasi adanya perbaikan pada kondisinya.

    Dokter menyatakan kalau Paus Fransiskus tidak lagi di ambang kematian.

    Meski demikian, kondisinya masih dipantau dengan cermat.

    Lebih lanjut, masa jabatan Paus Fransiskus tidak lepas dari tantangan dan kritik, baik dari dalam Gereja maupun luar.

    Diplomasi dan Aksi Internasional

    Fransiskus melakukan 47 perjalanan ke luar negeri.

    Selama kunjungannya, Paus memprioritaskan negara-negara dengan komunitas Katolik yang kecil atau terpinggirkan.

    Ia terus menyerukan perdamaian di wilayah rawan konflik seperti Sudan, Gaza, dan Ukraina.

    Pada November 2023, ia menyerukan penyelidikan mengenai tuduhan genosida yang dilakukan Israel di Gaza.

    Sebagai putra imigran Italia di Argentina, Paus Fransiskus juga membela hak-hak migran dan mengkritik kebijakan deportasi massal Presiden AS Donald Trump.

    Fransiskus juga seorang juru kampanye vokal untuk lingkungan hidup.

    Dalam ensikliknya yang terkenal, “Laudato Si” (Semoga Engkau Selalu Terpuji), yang diterbitkan pada 2015, ia mendesak dunia untuk bertindak cepat terhadap perubahan iklim, dengan menekankan tanggung jawab negara-negara kaya.

    Kasih Sayang, Keadilan Sosial, dan Reformasi Gereja

    Sebagai seorang liberal, Paus Fransiskus berupaya membangun Gereja Katolik yang lebih inklusif.

    Ia mendukung perubahan dalam aturan perceraian dan lebih terbuka terhadap anggota LGBTQ.

    Keputusannya pada 2023 untuk mengizinkan pemberkatan pasangan sesama jenis dalam beberapa kasus sempat memicu kontroversi, terutama di Afrika dan Amerika Serikat.

    Fransiskus juga telah melaksanakan reformasi mendasar di Kuria Roma, pemerintahan pusat Vatikan.

    Reformasi tersebut mencakup desentralisasi kekuasaan, meningkatkan transparansi, serta memberikan peran lebih besar kepada kaum awam dan perempuan.

    Pada 2022, ia mengesahkan konstitusi yang mengatur ulang departemen-departemen Vatikan.

    Salah satu langkah utamanya adalah membersihkan keuangan Vatikan yang ternoda oleh skandal dan korupsi.

    Fransiskus juga membentuk sekretariat khusus untuk ekonomi Vatikan pada tahun 2014, yang berupaya memberantas korupsi serta meningkatkan pengawasan terhadap investasi dan Bank Vatikan.

    Dalam reformasi kelembagaannya, Paus Fransiskus juga melibatkan lebih banyak anggota awam, termasuk perempuan, dalam Sinode, badan diskusi Katolik yang melihat masa depan Gereja.

    Beberapa keputusan penting, seperti perempuan diakon, akan diputuskan pada Juni 2025.

    Tantangan dan Pertentangan

    Meskipun banyak mendapat pujian atas reformasinya, Paus Fransiskus juga menghadapi kritik, terutama dari kalangan tradisionalis.

    Beberapa menganggapnya bertindak tirani, terutama terkait kebijakan dan perubahan yang ia lakukan dalam Gereja.

    Paus Fransiskus tetap melanjutkan misinya untuk mengubah Gereja Katolik menjadi lebih terbuka dan inklusif, meski tak lepas dari pertentangan keras dari beberapa pihak.

    Perjuangan Paus Fransiskus Melawan Pelecehan Seksual di Gereja Katolik

    Paus Fransiskus dihadapkan pada tantangan besar sejak awal masa jabatannya pada tahun 2013, yaitu pelecehan seksual oleh pendeta dan upaya penutupan kasus-kasus tersebut di seluruh dunia.

    Salah satu momen penting dalam perjuangannya terjadi pada 2018 saat ia mengunjungi Cile.

    Awalnya, Paus Fransiskus membela seorang uskup Cile yang dituduh menutupi kejahatan seorang pendeta.

    Paus Fransiskus bahkan menuntut agar para penuduh menunjukkan bukti yang jelas.

    Namun, setelah kritik yang keras, Paus Fransiskus mengakui telah membuat “kesalahan serius” dan meminta maaf atas tindakannya.

    Ini adalah pengakuan pertama dari seorang Paus yang mengakui kesalahan dalam penanganan kasus pelecehan.

    Sebagai langkah lanjutan, Paus memanggil semua uskup Cile ke Vatikan, dan mereka semua mengajukan pengunduran diri sebagai bentuk pertanggungjawaban.

    Pada tahun yang sama, Paus Fransiskus mencabut gelar kardinal dari Theodore McCarrick, seorang pendeta asal AS yang terbukti melakukan pelecehan.

    Pada 2019, McCarrick juga kehilangan statusnya sebagai pendeta.

    Tak hanya itu, Paus Fransiskus juga mengadakan pertemuan puncak yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mendengarkan keluhan dari para korban pelecehan, dan berjanji untuk melakukan “pertempuran habis-habisan” melawan pelecehan oleh pendeta.

    Sebagai langkah nyata, Vatikan membuka arsip gereja terkait pelecehan dan memperkenalkan pengadilan awam untuk kasus-kasus ini.

    Paus Fransiskus juga mewajibkan pelaporan segala dugaan pelecehan seksual kepada otoritas Gereja untuk mencegah upaya penutupan kasus tersebut.

    Meskipun sudah ada beberapa perubahan signifikan, aktivis seperti Anne Barrett Doyle mengkritik langkah-langkah Paus.

    Dia mengatakan bahwa secara struktural, Gereja Katolik masih memiliki banyak masalah terkait transparansi, pengawasan eksternal, dan kurangnya sanksi tegas bagi pelaku, AFP melaporkan.

    Anne menilai bahwa meskipun ada niat baik, gereja masih belum melakukan cukup banyak untuk memberantas masalah ini secara mendalam.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani) 

  • Gerhana Bulan Total Malam Ini 13-14 Maret 2025, Cek Lokasi-Waktunya!

    Gerhana Bulan Total Malam Ini 13-14 Maret 2025, Cek Lokasi-Waktunya!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena Gerhana Bulan Total menghiasi langit Bumi di pertengahan Ramadan ini, mulai 13 Maret 2025 hingga 14 Maret 2025. Ini merupakan Gerhana Bulan Total pertama sejak 2022 silam. 

    Gerhana Bulan Total akan membuat BUlan tampak merah selama 65 menit, sebuah fenomena yang sering dijuluki sebagai Bulan Darah atau Blood Moon.

    Meskipun tidak memiliki signifikansi astronomi khusus, pemandangan di langit sangat mencolok karena bulan yang biasanya berwarna putih berubah menjadi merah atau cokelat kemerahan.

    Sayangnya, fenomena Blood Moon ini hanya bisa disaksikan di sebagian sisi Bumi pada malam hari. Selain itu, Indonesia tak kebagian untuk menyaksikan fenomena langka tersebut.

    Lalu, di mana bisa menyaksikannya?

    Mengutip laporan Space.com, meskipun titik gerhana terbesar akan terjadi di Samudra Pasifik, Amerika Utara dan Amerika Selatan akan mendapatkan pemandangan terbaik.

    Beberapa daerah di Eropa akan mendapatkan sedikit pemandangan blood moon. Sementara Asia Timur hanya akan melihat sekilas pemandangan saat Bulan terbit.

    Berikut daftar lokasi lengkapnya:

    Casablanca, Maroko
    Dublin, Irlandia
    Lisbon, Lisbon, Portugal
    Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat
    São Paulo, São Paulo, Brasil
    Buenos Aires, Argentina
    New York, New York, Amerika Serikat
    Guatemala City, Guatemala
    Los Angeles, California, Amerika Serikat
    Rio de Janeiro, Rio de Janeiro, Brasil
    Toronto, Ontario, Kanada
    Caracas, Venezuela
    San Salvador, El Salvador
    Montréal, Quebec, Kanada
    Santo Domingo, Republik Dominika
    Chicago, Illinois, Amerika Serikat
    St. John’s, Newfoundland dan Labrador, Kanada
    Ottawa, Ontario, Kanada
    New Orleans, Louisiana, Amerika Serikat
    Mexico City, Ciudad de México, Meksiko
    Asuncion, Paraguay
    Santiago, Chili
    Brasilia, Distrito Federal, Brasil
    Washington DC, Distrik Columbia, Amerika Serikat
    Auckland, Auckland, Selandia Baru
    San Francisco, California, Amerika Serikat
    Suva, Fiji
    Lima, Lima, Peru
    Detroit, Michigan, Amerika Serikat
    Havana, Kuba

    Sementara itu, terdapat juga sejumlah kota yang dapat menyaksikan sebagian Gerhana Bulan yang terjadi di bulan Maret 2025. Berikut ini daftar kotanya:

    Khartoum, Sudan
    Ankara, Turki
    Johannesburg, Afrika Selatan
    Kairo, Mesir
    Bukares, Rumania
    Sofia, Bulgaria
    Athena, Yunani
    Warsawa, Polandia
    Budapest, Hungaria
    Stockholm, Swedia
    Wina, Wina, Austria
    Zagreb, Kroasia
    Roma, Italia
    Berlin, Berlin, Jerman
    Kopenhagen, Denmark
    Oslo, Norwegia
    Lagos, Lagos, Nigeria
    Amsterdam, Belanda
    Brussels, Brussels, Belgia
    Aljir, Aljazair
    Paris, Paris, Prancis
    London, Inggris, Inggris Raya
    Madrid, Madrid, Spanyol
    Brisbane, Queensland, Australia
    Sydney, New South Wales, Australia
    Melbourne, Victoria, Australia
    Tokyo, Jepang
    Seoul, Korea Selatan

    Tidak seperti saat Gerhana Matahari, melihat Bulan selama Gerhana Bulan adalah hal yang aman. Fenomena ini juga akan berlangsung selama berjam-jam. Ahli memprediksi gerhana bulan akan terjadi total selama 6 jam, antara pukul 23:57 dan 06:00 EDT.

    Gerhana bulan total kali ini akan dimulai dengan gerhana penumbra, ketika bulan memasuki bayangan luar Bumi yang kabur dan kehilangan kecerahannya, yang dimulai pukul 23:57 hingga 01:09 EDT.

    Kemudian akan terjadi fase parsial, yakni ketika bulan mulai memasuki bayangan umbra Bumi yang lebih gelap dan mulai berubah menjadi merah, dari pukul 01:09 hingga 02:26 EDT dini hari.

    Dan fase totalitas, ketika seluruh bulan berada di dalam umbra Bumi, akan berlangsung selama 65 menit, dari pukul 02:26 hingga 03:31 EDT.

    Pemandangannya kemudian berbalik, dengan totalitas diikuti oleh fase parsial dari pukul 3:31 hingga 4:47 pagi dan fase penumbra dari pukul 4:47 hingga 6 pagi EDT.

    Di Amerika Utara, semua fase gerhana dapat diamati di seluruh 50 negara bagian, termasuk Alaska, Hawaii, Kanada, dan Meksiko. Sebagian besar Amerika Selatan, termasuk Brasil, Argentina, dan Chili, juga dapat menyaksikan gerhana secara penuh.

    Di Eropa, wilayah barat seperti Spanyol, Prancis, dan Inggris dapat melihat gerhana sebelum bulan terbenam pada pagi hari 14 Maret. Dan Afrika bagian barat, termasuk Maroko dan Senegal, juga berkesempatan menyaksikan totalitas. Sementara itu, di Oseania, Selandia Baru dapat melihat fase akhir gerhana saat bulan terbit.

    (fab/fab)

  • Ubah Citra, Arab Saudi Muncul sebagai Mediator Krisis Global

    Ubah Citra, Arab Saudi Muncul sebagai Mediator Krisis Global

    Jakarta

    Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, semakin sibuk menerima kunjungan para pemimpin negara yang datang untuk membahas konflik global yang mendesak.

    Pada Senin (10/03) ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bertemu dengan Putra Mahkota Saudi untuk membahas perang Rusia di Ukraina. Pertemuan ini dilakukan menjelang pertemuan pada Selasa (11/03) antara delegasi Ukraina dan Amerika Serikat (AS) yang bertujuan untuk merundingkan kemungkinan akhir perang agresi Rusia, serta kesepakatan keamanan yang mencakup akses AS ke cadangan mineral dan logam berharga di Ukraina.

    Ini akan menjadi pertama kalinya delegasi Ukraina dan AS berbicara secara langsung setelah perselisihan publik antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Zelenskyy di Gedung Putih pada akhir Februari lalu.

    Fakta bahwa kedua negara memilih Arab Saudi sebagai lokasi pertemuan—bukan di Eropa, misalnya—menyoroti posisi strategis kerajaan kaya minyak ini di Timur Tengah.

    “Arab Saudi memang telah membangun dirinya sebagai platform dialog dalam dua hingga tiga tahun terakhir,” kata Sebastian Sons, peneliti senior di think tank Jerman CARPO, kepada DW.

    “Dalam strategi kebijakan luar negeri Arab Saudi, saat ini sangat penting untuk berbicara dengan semua pihak,” tambahnya.

    Memposisikan diri sebagai mediator netral

    Arab Saudi tampaknya berusaha mempertahankan posisi netral agar dapat menjaga jalur komunikasi terbuka dengan semua pihak yang terlibat dalam konflik yang sedang dimediasi.

    “Negara ini menahan diri untuk tidak bergabung dalam kritik dan sanksi Barat terhadap Rusia, tetapi juga menjalin kontak reguler dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy serta memberikan paket bantuan kemanusiaan dan medis senilai jutaan dolar untuk Ukraina,” jelas Kawas. Pada 2024, Riyadh membantu memfasilitasi pertukaran tahanan bersejarah antara Rusia dan AS. Dan pada pertengahan Februari, negara ini menjadi tuan rumah pembicaraan antara AS dan Rusia, di mana pejabat tinggi Washington dan Moskow bertemu untuk membahas normalisasi hubungan serta mengakhiri perang di Ukraina.

    Tampaknya juga ada kemungkinan bahwa Riyadh akan menjadi tempat pertemuan langsung antara Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang pertama sejak Trump kembali menjabat awal tahun ini.

    Selain memfasilitasi pembicaraan tentang akhir perang Rusia di Ukraina, Riyadh juga menjadi lokasi pertemuan Liga Arab untuk membahas konflik di Sudan serta masa depan Palestina di Gaza.

    “Kita melihat peran mediasi ini antara AS dan Rusia, antara AS dan Ukraina, serta menjadi pemain penting di Timur Tengah, terutama terkait dengan Palestina, Suriah, dan Lebanon,” kata Neil Quilliam, spesialis urusan luar negeri di think tank Chatham House yang berbasis di London, kepada DW.

    Kawas menggemakan pandangan ini: “Terkait dengan Timur Tengah, semua negosiasi di kawasan ini melewati Riyadh.”

    Kepentingan Saudi di mata internasional

    Peralihan fokus untuk membangun citra sebagai pusat komunikasi yang netral dan terpercaya ini dinilai sebagai tanda perubahan dari isolasi internasional Arab Saudi yang mencapai titik terendah setelah pembunuhan jurnalis Washington Post, Jamal Khashoggi, pada 2018. Ini juga bisa membantu mengalihkan perhatian dari catatan buruk rezim di Arab Saudi dalam isu hak asasi manusia.

    Alih-alih membela kebijakan domestik, posisi internasional baru negara ini memungkinkan Putra Mahkota Saudi untuk memanfaatkan pengaruhnya dalam berbagai konflik, menurut para pengamat.

    “Arab Saudi tentu akan menggunakan kesempatan untuk menengahi konflik Ukraina guna menampilkan diri sebagai mitra yang dapat diandalkan, karena negara ini menginginkan konsesi dari Trump, terutama terkait Gaza dan negara Palestina di masa depan bersama Israel,” kata Sebastian Sons kepada DW.

    Trump, yang dikenal sebagai pendukung kuat Israel, ingin melihat Israel dan Arab Saudi menormalisasi hubungan.

    Namun, serangan yang dipimpin Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023 dan perang yang terjadi di Gaza telah memperlambat proses ini.

    Awal tahun ini, Arab Saudi menolak rencana Trump untuk Gaza, di mana ia mengusulkan untuk mengubah Jalur Gaza yang hancur akibat perang menjadi “Riviera Timur Tengah” di bawah kepemilikan AS serta memindahkan sekitar 2,3 juta warga Palestina ke negara-negara Arab lainnya seperti Mesir dan Yordania. Para pakar hak asasi manusia mengkritik rencana ini sebagai bentuk pembersihan etnis.

    Sejak itu, Arab Saudi menegaskan kembali pendiriannya bahwa mereka tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel sebelum solusi dua negara, yang akan menjamin negara Palestina berdampingan dengan Israel, terlaksana.

    Mendorong investasi bagi Arab Saudi

    Ketika Trump kembali menjabat untuk masa jabatan keduanya awal tahun ini, Putra Mahkota Saudi menjadi pemimpin asing pertama yang mengucapkan selamat kepadanya. Tak lama setelah itu, Trump memuji Putra Mahkota Salman sebagai “orang yang luar biasa” dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia di Davos.

    Pada 2017, kunjungan luar negeri pertama Trump sebagai presiden adalah ke Arab Saudi. Langkah ini dianggap kontroversial, terutama karena bertepatan dengan pengakuan Trump bahwa ia memilih Arab Saudi sebagai tujuan pertama karena janji investasi senilai lebih dari $350 miliar (Rp5,74 kuadriliun) dalam ekonomi AS.

    Pekan lalu, Trump mengumumkan bahwa kunjungan kenegaraan pertamanya kali ini juga akan membawanya ke Arab Saudi. Kali ini, ia menambahkan, Riyadh berencana untuk berinvestasi setidaknya $600 miliar (Rp9,8 kuadriliun), termasuk pembelian peralatan militer AS dalam jumlah besar.

    Hal ini sejalan dengan model ekonomi Arab Saudi yang sedang bergeser, berupaya mengurangi ketergantungan pada minyak dan meningkatkan investasi asing serta modal eksternal, seperti dijelaskan oleh spesialis Timur Tengah, Sons. “Prioritas Riyadh adalah mengamankan model bisnisnya sendiri, dan untuk itu mereka membutuhkan AS,” jelasnya.

    Namun, ini juga berarti bahwa kerajaan tidak mungkin mengambil peran aktif dalam menyelesaikan konflik yang para pihaknya mereka fasilitasi. “Itu bukan tujuan Arab Saudi,” katanya,seraya menambahkan, “mereka lebih ingin membuka jalan untuk berbisnis dengan AS.”

    Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris.

    Lihat juga Video: Zelensky Tiba di Arab Saudi Jelang Perundingan dengan AS

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Penembakan Terjadi di Sudan, 9 Orang Tewas-21 Terluka

    Penembakan Terjadi di Sudan, 9 Orang Tewas-21 Terluka

    Jakarta

    Penembakan dilakukan oleh paramiliter di selatan Sudan menewaskan sembilan warga sipil. Sebanyak 21 lainnya terluka.

    Dilansir AFP, Senin (10/3/2025), kota El-Obeid, ibu kota negara bagian Kordofan Utara, diserang oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter. Pasukan ini berperang dengan tentara sejak April 2023.

    Sumber rumah sakit, yang berbicara dengan syarat anonim karena masalah keselamatan, mengatakan kepada AFP bahwa penembakan itu melukai 23 orang, semuanya warga sipil. Dua di antaranya kemudian meninggal karena luka-luka mereka, sehingga jumlah korban tewas menjadi sembilan.

    Para saksi melaporkan pemboman hebat oleh RSF pada hari Minggu (9/3) waktu setempat, dengan satu peluru menghantam sebuah bus angkutan umum yang membawa penumpang. Peristiwa ini adalah ketiga berturut-turut serangan dari utara dan timur.

    Bulan lalu, tentara menghentikan pengepungan RSF selama hampir dua tahun di El-Obeid, yang terletak di persimpangan penting yang menghubungkan ibu kota Khartoum dengan wilayah barat negara itu, Darfur.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    RSF telah merebut hampir seluruh Darfur sementara tentara menguasai wilayah utara dan timur negara itu, dan baru-baru ini merebut kembali sebagian besar wilayah Khartoum dan Sudan tengah.

    Perang tersebut, yang mempertemukan kepala tentara Abdel Fattah al-Burhan dengan mantan wakilnya, komandan RSF Mohamed Hamdan Daglo, telah merenggut puluhan ribu nyawa, mengusir lebih dari 12 juta orang, dan menciptakan krisis kelaparan dan pengungsian terbesar di dunia.

  • SBY: Dunia Butuh Pemimpin Berani, Bijaksana dan Bisa Menghadapi Tantangan Global dengan Solusi Nyata – Halaman all

    SBY: Dunia Butuh Pemimpin Berani, Bijaksana dan Bisa Menghadapi Tantangan Global dengan Solusi Nyata – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut bahwa dunia saat ini tengah mengalami perasaan seolah-olah menuju ke arah yang salah.

    Kepercayaan terhadap tatanan dunia, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perlu ditata ulang.

    “Tema konferensi ini, ‘Kerja Sama Internasional dan Pemulihan Perdamaian’ sangat tepat waktu dan relevan mengingat situasi internasional yang kita hadapi saat ini.

    Terlebih lagi, konferensi penting ini diadakan di Jepang, sebuah negara yang telah membangun reputasi sebagai promotor kuat multilateralisme,” ungkap SBY pada Selasa (4/3/2025) dalam Konferensi Tokyo 2025 yang diselenggarakan oleh Yayasan Genron Jepang.

    Menurutnya, saat ini dunia berada dalam kondisi yang bergejolak.

    Dunia semakin terfragmentasi, ditandai dengan meningkatnya persaingan geopolitik, menurunnya tingkat kepercayaan, serta melemahnya kerja sama antarnegara.

    “Kepercayaan terhadap tatanan dunia berbasis aturan benar-benar terguncang. Ada perasaan luas bahwa dunia tidak dalam keadaan baik dan sedang menuju ke arah yang salah,” tuturnya.

    Sementara itu, menurut para ilmuwan, dunia telah melampaui ambang batas kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius yang ditetapkan dalam Perjanjian Iklim Paris.

    “Dan secara berbahaya sedang menuju dunia dengan kenaikan suhu 2 derajat Celsius atau lebih. Kita juga sangat tertinggal dalam mencapai beberapa target utama Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) pada tahun 2030,” katanya.

    Ditambahkan, tahun 2025 ini juga menandai peringatan 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II dan berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    “Sudah sepantasnya kita mengingat kembali alasan didirikannya PBB. Alasan-alasan tersebut dinyatakan dengan jelas dalam Pembukaan dan Pasal 2 Piagam PBB. Yang paling relevan dalam Piagam PBB adalah mandatnya, saya kutip: ‘untuk menyelamatkan generasi mendatang dari bencana perang, yang dua kali dalam hidup kita telah membawa kesedihan yang tak terkira bagi umat manusia,” katanya.

    “PBB dimaksudkan untuk menggantikan dunia yang anarkis dan kejam, di mana yang kuat selalu menang. Di mana negara yang kuat dapat dengan sewenang-wenang menyerang dan mencaplok wilayah negara lain tanpa konsekuensi,” katanya.

    Hal ini, tambahnya, merupakan upaya besar untuk menggantikan kekerasan dengan tatanan internasional berbasis aturan, di mana semua negara—baik besar maupun kecil, kaya maupun miskin—memiliki kedudukan yang setara.

    Negara-negara diharapkan saling menghormati kedaulatan dan integritas wilayah satu sama lain, serta berkomitmen menyelesaikan konflik melalui jalur damai tanpa kekerasan.

    “Betapa indahnya dunia seperti itu. Namun, kita semua tahu betul bahwa perang tidak lenyap sejak PBB didirikan. Memang benar bahwa kita tidak pernah mengalami perang dunia sejak 1945. Namun, lihatlah situasi saat ini—Ukraina, Gaza, Kongo, Sudan. Dan di kawasan kita, lihatlah perang saudara di Myanmar. Delapan puluh tahun kemudian, PBB belum berhasil dalam misinya untuk menghapuskan perang selamanya,” katanya.

     

    “Dari sudut pandang saya, PBB adalah perpaduan antara kegagalan dan keberhasilan. Kegagalannya terlihat dari berbagai perang yang masih berkecamuk saat ini. Namun, keberhasilannya tampak dalam lahirnya negara-negara merdeka dari bayang-bayang kolonialisme serta berbagai konflik yang berhasil diselesaikan. Tetapi dalam makna yang lebih dalam, setiap kegagalan PBB adalah kekalahan bagi multilateralisme, dan setiap keberhasilan PBB adalah kemenangan bagi multilateralisme.”

    Multilateralisme mengharuskan negara-negara untuk bekerja sama. Jika negara-negara tidak dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama, maka PBB tidak akan berfungsi secara efektif.

    “Berita buruknya adalah saat ini multilateralisme sedang mengalami krisis. Amerika Serikat, sebagai salah satu pendiri PBB, tengah menarik diri dari keterlibatan multilateral, termasuk keluar dari Perjanjian Iklim Paris dan WHO. Persaingan geopolitik semakin membatasi kerja sama multilateral dan regional.”

    Menurut SBY, egoisme negara semakin berkembang, mengalahkan semangat kerja sama.

    “‘Saya-isme’, alih-alih ‘kita-isme’, berkembang pesat. Beberapa badan PBB mengalami defisit pendanaan. Dewan Keamanan PBB lumpuh—tidak mampu menghentikan genosida di Gaza, atau mengakhiri perang di Ukraina. Ada persepsi kuat mengenai standar ganda dalam penerapan hukum dan norma internasional. Dan seiring dengan meningkatnya ketegangan serta melebarnya kesenjangan, dialog menjadi semakin sulit. Lalu, apa yang harus kita lakukan?”

    SBY menekankan bahwa dunia tidak boleh terjebak dalam situasi ini secara permanen.

    “Biaya bagi perdamaian dunia dan kelangsungan hidup umat manusia akan terlalu besar jika kita membiarkan ini terus terjadi. Jika satu negara mundur, pasti ada negara lain yang bersedia maju untuk memimpin. Namun, negara mana atau kelompok negara mana?”

    Menurutnya, krisis multilateralisme juga merupakan krisis kepemimpinan.

    Dunia membutuhkan pemimpin yang berani, bijaksana, dan mampu menghadapi tantangan global dengan solusi nyata.

    “Saya yakin banyak pemimpin seperti ini, baik di belahan bumi selatan maupun utara. Beberapa dari mereka mungkin terjebak dalam nasionalisme sempit dan populisme yang picik. Namun, jika mereka mampu keluar dari perangkap ini, mereka bisa membantu mengarahkan dunia ke arah yang benar,” katanya.

    Solusi pertama untuk mengatasi lemahnya multilateralisme adalah memperkuat Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    “Kita harus menyembuhkan kelumpuhan Dewan Keamanan PBB dengan membebaskannya dari hak veto negara-negara P5. Majelis Umum harus diberdayakan. Operasi penjagaan perdamaian harus ditingkatkan. Dan harus ada sistem pendanaan yang stabil agar tidak ada negara besar yang bisa mengintimidasi PBB dengan ancaman penarikan dana,” tuturnya.

    Namun, reformasi PBB hanya bisa terwujud jika ada persatuan di antara para anggotanya.

    “Multilateralisme memberi kesempatan bagi semua negara untuk berpartisipasi dan memimpin. Misalnya, dalam menangani perubahan iklim, Indonesia dapat berperan dalam perlindungan hutan sebagai penyerap karbon global. Jepang dapat memimpin dalam teknologi ramah lingkungan. Uni Eropa dapat membantu dalam pendanaan iklim. Tiongkok dapat memimpin dalam pengembangan kendaraan listrik. Jika berbagai negara bersatu dalam semangat Piagam PBB, kita bisa mewujudkan tatanan dunia yang lebih baik di abad ke-21,” katanya.

    SBY menutup pidatonya dengan seruan agar dunia kembali ke jalur kerja sama dan kemitraan untuk menghindari bencana global.

    “Pepatah Afrika mengatakan jika Anda ingin pergi cepat, pergilah sendiri. Jika Anda ingin pergi jauh, pergilah bersama-sama,” katanya.

    Diskusi konperensi Tokyo juga dilakukan kelompok Pencinta Jepang silakan bergabung ke; tkyjepang@gmail.com dengan menuliskan nama alamat dan nomor whatsapp. (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo dari Jepang)

     

  • Dunia Krisis Kepemimpinan, Multilateralisme Harus Diperkuat

    Dunia Krisis Kepemimpinan, Multilateralisme Harus Diperkuat

    loading…

    Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti krisis kepemimpinan global dan melemahnya multilateralisme dalam Tokyo Conference 2025 yang dihelat di Tokyo Prince Hotel, Jepang, Selasa (4/3/2025). Foto: Ist

    TOKYO – Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti krisis kepemimpinan global dan melemahnya multilateralisme dalam forum Tokyo Conference 2025 yang dihelat di Tokyo Prince Hotel, Jepang, Selasa (4/3/2025).

    Dalam pidato kuncinya, SBY menekankan pentingnya kerja sama internasional untuk mengatasi konflik global, perubahan iklim, dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

    “Kita hidup di dunia yang penuh gejolak, di mana kepercayaan terhadap tatanan berbasis aturan semakin goyah,” ujar SBY.

    Dia menyoroti berbagai konflik yang masih berlangsung, seperti di Ukraina, Gaza, Kongo, Sudan, dan Myanmar sebagai bukti bahwa dunia belum berhasil mencapai perdamaian yang diharapkan sejak berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1945.

    SBY juga mengkritisi mundurnya beberapa negara besar dari komitmen multilateral, seperti Amerika Serikat yang menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Menurutnya, hal ini memperparah krisis kepemimpinan global. “Ketika satu negara menarik diri harus ada negara lain yang siap melangkah maju. Dunia sangat membutuhkan kepemimpinan yang berani, berwawasan luas, dan mampu menawarkan solusi, bukan malah memperburuk keadaan ” ujarnya.

    Reformasi Dewan Keamanan PBBUntuk memperkuat multilateralisme, SBY mengusulkan beberapa langkah di antaranya mereformasi Dewan Keamanan PBB dengan membatasi hak veto negara-negara P5, meningkatkan operasi perdamaian, serta menjamin pendanaan yang stabil bagi PBB agar tidak mudah dipolitisasi.

    SBY juga menekankan pentingnya kepemimpinan kolektif dalam berbagai isu global. Tidak ada satu negara pun yang mampu menghadapi tantangan global sendirian.

    Dia menyebut misalnya Indonesia bisa memimpin dalam perlindungan hutan, Jepang dalam teknologi iklim, Uni Eropa dalam pendanaan karbon, dan China dalam pengembangan kendaraan listrik (EV).

    SBY menutup pidatonya dengan mengajak negara-negara dunia kembali pada semangat kerja sama, kemitraan, dan kolaborasi.

    “Jika kita ingin menghindari bencana iklim, mencegah perang dunia, dan mengurangi penderitaan manusia, tidak ada jalan lain selain bekerja sama,” katanya.

  • SBY: Dunia Krisis Kepemimpinan, Multilateralisme Harus Diperkuat – Halaman all

    SBY: Dunia Krisis Kepemimpinan, Multilateralisme Harus Diperkuat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM TOKYO – Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti krisis kepemimpinan global dan melemahnya multilateralisme dalam forum Tokyo Conference 2025 yang dihelat di Tokyo Prince Hotel, Jepang, Selasa, 4/3/2025.

    Dalam pidato kuncinya, SBY menekankan pentingnya kerja sama internasional untuk mengatasi konflik global, perubahan iklim, dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

    “Kita hidup di dunia yang penuh gejolak, di mana kepercayaan terhadap tatanan berbasis aturan semakin goyah,” ujar SBY.

    Ia menyoroti berbagai konflik yang masih berlangsung, seperti di Ukraina, Gaza, Kongo, Sudan, dan Myanmar sebagai bukti bahwa dunia belum berhasil mencapai perdamaian yang diharapkan sejak berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1945.

    SBY juga mengkritisi mundurnya beberapa negara besar dari komitmen multilateral, seperti Amerika Serikat yang menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Menurutnya, hal ini memperparah krisis kepemimpinan global.

    “Ketika satu negara menarik diri, harus ada negara lain yang siap melangkah maju. Dunia sangat membutuhkan kepemimpinan yang berani, berwawasan luas, dan mampu menawarkan solusi, bukan malah memperburuk keadaan,” katanya.

    Reformasi Dewan Keamanan PBB

    Untuk memperkuat multilateralisme, SBY mengusulkan beberapa langkah.

    Di antaranya mereformasi Dewan Keamanan PBB dengan membatasi hak veto negara-negara P5, meningkatkan operasi perdamaian, serta menjamin pendanaan yang stabil bagi PBB agar tidak mudah dipolitisasi.

    SBY juga menekankan pentingnya kepemimpinan kolektif dalam berbagai isu global.

    ” Tidak ada satu negara pun yang mampu menghadapi tantangan global sendirian,” ujar SBY.

    Ia menyebut misalnya Indonesia bisa memimpin dalam perlindungan hutan, Jepang dalam teknologi iklim, Uni Eropa dalam pendanaan karbon, dan China dalam pengembangan kendaraan listrik (EV).

    SBY menutup pidatonya dengan mengajak negara-negara dunia kembali pada semangat kerja sama, kemitraan, dan kolaborasi.

    “Jika kita ingin menghindari bencana iklim, mencegah perang dunia, dan mengurangi penderitaan manusia, tidak ada jalan lain selain bekerja sama,” katanya.

    “Seperti kata pepatah Afrika, jika ingin pergi cepat, pergilah sendiri. Tapi jika ingin pergi jauh, pergilah bersama,” tambahnya.

    Konferensi yang juga menghadirkan secara online Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dan mantan Perdana Menteri Selandia Baru, Helen Clark, ini berfokus menyoroti kerja sama internasional dan pemulihan perdamaian dalam rangka memperingati 80 tahun berdirinya PBB.

    Tokyo Conference, untuk diketahui, diselenggarakan oleh Genron NPO, sebuah lembaga pemikir independen nirlaba yang berbasis di Jepang.

    Didirikan pada tahun 2001 oleh Yasushi Kudo, yang hingga kini menjadi presidennya, Genron NPO bertujuan memperkuat demokrasi di Jepang, mempromosikan perdamaian di Asia Timur Laut, dan mengembangkan solusi bagi berbagai masalah global.

    Dengan berlangsungnya Tokyo Conference 2025, dunia diingatkan kembali bahwa di tengah ketidakpastian global, demokrasi, kepemimpinan visioner, dan kerja sama internasional tetap menjadi kunci dalam menjaga perdamaian dan kemakmuran bersama.

  • Di forum Tokyo Conference, SBY dorong penguatan multilateralisme

    Di forum Tokyo Conference, SBY dorong penguatan multilateralisme

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti krisis kepemimpinan global dan mendorong penguatan multilateralisme, saat berbicara dalam forum Tokyo Conference 2025 yang digelar di Tokyo, Jepang, pada Selasa.

    SBY, sebagaimana keterangan diterima di Jakarta, menekankan dalam pidato kuncinya bahwa kerja sama internasional diperlukan untuk mengatasi konflik global, perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

    “Kita hidup di dunia yang penuh gejolak, di mana kepercayaan terhadap tatanan berbasis aturan semakin goyah,” kata SBY.

    SBY menyoroti berbagai konflik yang masih berlangsung, seperti di Ukraina, Gaza, Kongo, Sudan, dan Myanmar.

    Menurut dia, kondisi itu membuktikan bahwa dunia belum sepenuhnya mencapai perdamaian yang diharapkan sejak berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1945.

    Selain itu, SBY juga mengkritisi mundurnya beberapa negara besar dari komitmen multilateral, seperti Amerika Serikat yang menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    “Ketika satu negara menarik diri, harus ada negara lain yang siap melangkah maju … Dunia sangat membutuhkan kepemimpinan yang berani, berwawasan luas, dan mampu menawarkan solusi, bukan malah memperburuk keadaan,” ucap SBY.

    Guna memperkuat multilateralisme, SBY mengusulkan beberapa langkah, di antaranya mereformasi Dewan Keamanan PBB dengan membatasi hak veto negara-negara anggotanya, meningkatkan operasi perdamaian, serta menjamin pendanaan yang stabil bagi PBB agar tidak mudah dipolitisasi.

    Di sisi lain, dia menekankan pentingnya kepemimpinan kolektif dalam berbagai isu global. Sebab, menurut dia, tidak ada satu negara pun yang mampu menghadapi tantangan global sendirian.

    Dicontohkan SBY, Indonesia bisa memimpin dalam perlindungan hutan, Jepang dalam teknologi iklim, Uni Eropa dalam pendanaan karbon, dan China dalam pengembangan kendaraan listrik.

    Lebih lanjut SBY menutup pidatonya dengan mengajak negara-negara dunia kembali pada semangat kerja sama, kemitraan, dan kolaborasi.

    “Jika kita ingin menghindari bencana iklim, mencegah perang dunia, dan mengurangi penderitaan manusia, tidak ada jalan lain selain bekerja sama … Seperti kata pepatah Afrika, jika ingin pergi cepat, pergilah sendiri, tetapi jika ingin pergi jauh, pergilah bersama,” tutur SBY.

    Tokyo Conference diselenggarakan oleh Genron NPO, sebuah lembaga pemikir independen nirlaba yang berbasis di Jepang. Konferensi tersebut juga menghadirkan secara daring Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dan mantan Perdana Menteri Selandia Baru Helen Clark.

    Tokyo Conference pada tahun ini berfokus menyoroti kerja sama internasional dan pemulihan perdamaian dalam rangka memperingati 80 tahun berdirinya PBB. Melalui forum itu, diingatkan kembali bahwa demokrasi, kepemimpinan visioner, dan kerja sama internasional tetap menjadi kunci dalam menjaga perdamaian dan kemakmuran bersama di tengah ketidakpastian global.

    aca juga: Kontribusi dalam misi perdamaian PBB cara RI jadi “penyeimbang” global

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pilu Anak-anak Diperkosa di Sudan, Termuda Berumur 1 Tahun

    Pilu Anak-anak Diperkosa di Sudan, Termuda Berumur 1 Tahun

    Khartoum

    Laporan badan anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), UNICEF, menyebut anak-anak, dengan paling muda berusia satu tahun, diperkosa oleh pria-pria bersenjata selama konflik berkecamuk di Sudan. UNICEF mengecam peristiwa itu sebagai kengerian yang seharusnya “mengejutkan siapa pun”.

    UNICEF dalam laporannya, seperti dilansir AFP, Selasa (4/3/2025), menyebut skala pemerkosaan anak di Sudan yang dilanda perang jauh lebih luas dibandingkan kasus-kasus yang tercatat dan mendesak semua pihak untuk mengakhiri kekerasan seksual sebagai taktik perang.

    Penyedia layanan untuk menangkal kekerasan berbasis gender (GBV) di Sudan mencatat sekitar 221 kasus pemerkosaan anak sejak awal tahun 2024.

    Dari kasus-kasus tersebut, sebanyak 66 persen penyintas kekerasan seksual adalah perempuan dan 33 persen penyintas adalah laki-laki. Terdapat 16 korban selamat yang berusia di bawah lima tahun, termasuk empat anak yang baru berusia satu tahun.

    UNICEF mencatat ada tambahan 77 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak yang dilaporkan, terutama percobaan pemerkosaan.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    “Dengan susah payah diverifikasi oleh PBB, angka-angka ini hanya memberikan sebagian gambaran mengenai besarnya kekerasan terhadap anak-anak,” sebut UNICEF.

    Disebutkan juga bahwa para penyintas kekerasan seksual dan keluarga mereka seringkali tidak mau atau tidak mampu untuk melapor, karena takut akan stigma, penolakan dari keluarga atau masyarakat mereka, pembalasan dari kelompok bersenjata, pelanggaran kerahasiaan, atau dituduh sebagai kolaborator.

    “Anak-anak berusia paling muda satu tahun diperkosa oleh pria-pria bersenjata, seharusnya mengejutkan siapa pun dan memaksa tindakan segera,” kata Direktur UNICEF, Catherine Russell.

    Lihat juga Video: Miris, ABG di Gorontalo Diperkosa 20 Pemuda hingga Trauma

    “Jutaan anak-anak di Sudan berisiko mengalami pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya, yang digunakan sebagai taktik perang. Ini merupakan pelanggaran hukum internasional yang keji dan dapat dianggap sebagai kejahatan perang. Hal ini harus dihentikan,” tegasnya.

    Pasukan militer Sudan (SAF) dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) terlibat dalam perebutan kekuasaan sejak April 2023. Pertempuran itu menjerumuskan Sudan ke dalam apa yang oleh PBB disebut sebagai bencana kemanusiaan terbesar di dunia.

    Dalam laporannya berjudul “Krisis Pemerkosaan Anak dan Kekerasan Seksual di Sudan”, UNICEF mengatakan serangan-serangan itu mencakup orang-orang bersenjata yang menyerbu rumah-rumah dan menuntut keluarga-keluarga menyerahkan anak perempuan mereka, dan memperkosa gadis-gadis di depan orang-orang tercinta mereka.

    Namun laporan UNICEF itu tidak menyebutkan SAF atau RSF sebagai dalang di balik kejahatan tertentu.

    Lihat juga Video: Miris, ABG di Gorontalo Diperkosa 20 Pemuda hingga Trauma

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu