Negara: Sudan

  • Diduga Rencanakan Pemberontakan, Wakil Presiden Sudan Selatan Ditangkap

    Diduga Rencanakan Pemberontakan, Wakil Presiden Sudan Selatan Ditangkap

    JAKARTA – Wakil Presiden Sudan Selatan Riek Machar ditangkap dan akan diselidiki atas tuduhan mencoba memicu pemberontakan. Kabar penahanan Machar dikhawatirkan negara-negara besar dunia dapat memicu kembali perang saudara.

    Laporan Machar – saingan lama Presiden Salva Kiir – ditangkap pada Rabu memicu seruan internasional untuk menahan diri. Negara tetangga Kenya mengirim mantan perdana menterinya, Raila Odinga, untuk meredakan ketegangan.

    Partai Machar mengatakan penahanannya secara efektif telah membatalkan kesepakatan damai 2018 yang mengakhiri perang saudara selama lima tahun antara pasukan Dinka pimpinan Kiir dan pejuang Nuer yang setia kepada Machar.

    Sementara Juru bicara pemerintah dan menteri informasi Michael Makuei mengatakan “Machar dan rekan-rekannya yang antiperdamaian dari SPLM/A-IO (partai Machar), yang ditahan akan diselidiki dan diadili sebagaimana mestinya.”

    Ia menuduh Machar menghubungi para pendukungnya dan menghasut mereka untuk memberontak terhadap pemerintah dengan tujuan mengganggu perdamaian sehingga pemilihan umum tidak diadakan dan Sudan Selatan kembali berperang.

    “Perjanjian Damai tidak runtuh dan tidak akan runtuh dalam kondisi apa pun,” kata Makuei dilansir Reuters, Sabtu, 29 Maret.

    Tidak ada tanggapan langsung dari Machar atau partainya atas tuduhan tersebut.

    Partai Machar sebelumnya membantah tuduhan pemerintah yang menuding mereka mendukung Tentara Putih, milisi etnis yang sebagian besar terdiri dari pemuda Nuer, yang bentrok dengan tentara di kota Nasir di timur laut bulan ini, yang memicu krisis terbaru.

    Sebagai respons atas pertempuran tersebut, pasukan Kiir menangkap beberapa sekutu senior Machar, termasuk menteri perminyakan dan wakil kepala tentara.

    Telah terjadi bentrokan dalam beberapa hari terakhir antara pasukan yang setia kepada kedua pria tersebut di luar Juba dan di tempat lain.

  • Israel Klaim Belum Berhasil Lobi Indonesia Agar Mau Tampung Warga Gaza, Reaksi Kemlu RI – Halaman all

    Israel Klaim Belum Berhasil Lobi Indonesia Agar Mau Tampung Warga Gaza, Reaksi Kemlu RI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, ISRAEL – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menugaskan badan intelijen Mossad untuk mencari negara yang bisa menampung warga Gaza.

    Laporan terbaru menyebutkan Israel telah menghubungi Sudan, Somalia, Indonesia dan negara-negara lainnya untuk menerima pengungsi warga Gaza Palestina.

    Namun upaya tersebut belum membuahkan hasil.

    Demikian dikutip dari Times of Israel dikutip hari ini, Sabtu (29/3/2025).

    Media itu memberitakan bahwa beberapa negara telah mengkonfirmasi menerima sejumlah kecil warga Palestina yang sakit, kebanyakan anak-anak, untuk dirawat.

    Namun demikian  hingga saat ini belum ada negara yang setuju untuk menampung sejumlah besar warga Gaza.

    Didukung Donald Trump

    Upaya Israel ‘mengusir’ warga Gaza telah mendapat dukungan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Bulan lalu, Trump mengumumkan rencananya agar Amerika Serikat mengambil alih Gaza dan merelokasi seluruh populasi dua juta orang.

    Meski belakangan dia  mengklarifikasi bahwa tidak ada warga Palestina yang akan diusir secara paksa.

    Trump juga menyangkal  rencana relokasi itu  sebagai pembersihan etnis di Gaza.

    Israel juga bersikeras bahwa warga Gaza tidak akan dipaksa pergi tetapi para pejabat belum menjelaskan bagaimana caranya warga Gaza pergi secara sukarela.

    Menurut situs berita Axios, AS tidak secara aktif berupaya memajukan rencana Trump.

    Sementara utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff malah  fokus pada pemulihan gencatan senjata dan kesepakatan penyanderaan antara Israel dan Hamas.

    Israel Klaim Telah Hubungi Indonesia dan Lainnya

    Israel klaim telah melakukan  pembicaraan dengan negara-negara Afrika Timur yang dilanda konflik, Somalia dan Sudan Selatan agar bisa menampung warga Gaza.

    “Termasuk berbicara dengan Indonesia dan negara-negara lain agar  menerima warga Palestina,” demikian Axios melaporkan, mengutip dua pejabat Israel dan seorang mantan pejabat AS.

    Namun media itu menyebut pembicaraan tersebut belum membuahkan hasil.

    Laporan sebelumnya telah menyebutkan Suriah , Sudan dan wilayah Somaliland yang memisahkan diri sebagai tujuan potensial untuk merelokasi warga Gaza yang sedang diincar AS dan Israel.

    Ditolak Palestina dan Dunia Arab

    Otoritas Palestina dan dunia Arab sebelumnya telah menolak keras upaya relokasi warga Gaza.

    Dengan alasan bahwa warga Palestina seharusnya diizinkan untuk tetap tinggal di Jalur Gaza.

    Memindahkan mereka ke tempat lain hanya akan memicu lebih banyak konflik dan ekstremisme di tempat lain.

    Bantahan Kemlu RI

    Jubir Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Rolliansyah Soemirat, memastikan pemerintah tidak pernah membahas rencana pemindahan warga Gaza ke Indonesia.

    Hal itu sekaligus menanggapi informasi yang beredar dari media asing.

    “Pemerintah Indonesia tidak pernah membahas dengan pihak manapun ataupun mendengar informasi tentang rencana pemindahan warga Gaza ke Indonesia yang disebut oleh beberapa media asing,” ujar Rolliansyah dalam keterangannya, Kamis (27/3/2025).

    Rolliansyah kembali menegaskan tidak ada satu pun kesepakatan pemerintah dengan pihak mana pun terkait wacana tersebut.

    “Dapat kami tegaskan bahwa tidak ada pembahasan apalagi kesepakatan antara Indonesia dengan pihak manapun mengenai hal tersebut,” jelasnya.

    Lebih lanjut, ia menambahkan saat ini pemerintah justru lebih mengedepankan rencana gencatan senjata antara Israel dan Palestina. Selain itu, desakan agar pembangunan kembali Gaza pasca penjajahan Israel.

    “Saat ini, Indonesia lebih memfokuskan dan mendorong terwujudnya Gencatan Senjata tahap II dan masuknya bantuan kemanusiaan, serta memastikan dimulainya rekonstruksi di Gaza,” pungkasnya.

     

  • Benjamin Netanyahu Sedang Survei Cari Negara yang Mau Tampung Warga Palestina

    Benjamin Netanyahu Sedang Survei Cari Negara yang Mau Tampung Warga Palestina

    PIKIRAN RAKYAT – Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dilaporkan tengah mengarahkan badan intelijennya, Mossad, untuk mengidentifikasi negara-negara yang bersedia menerima sejumlah besar pengungsi Palestina dari Jalur Gaza.

    “Laporan diterbitkan pada hari Jumat, 28 Maret 2025,” demikian menurut The Time of Israel, dikutip Sabtu, 29 Maret 2025.

    Meskipun sejumlah negara telah menerima sejumlah kecil warga Palestina yang sakit, terutama anak-anak untuk mendapatkan perawatan, hingga saat ini belum ada negara yang setuju menampung jumlah besar warga Gaza.

    Terlebih, masyarakat sipil Gaza juga tidak tertarik sama sekali pergi secara massal ke negara orang meninggalkan tanah kelahirannya.

    Namun demikian, Israel terus bersikeras melaksanakan pemindahan warga Palestina dari Gaza, dengan sejumlah pendukung terbesarnya yakni mitra koalisi sayap kanan Netanyahu, Bezalel Smotrich dan Itamar Ben Gvir.

    Didukung Trump dan AS

    Keinginan Israel ini juga mendapat dukungan dari Presiden AS Donald Trump, yang bulan lalu mengumumkan rencananya agar Amerika Serikat (AS) mengambil alih Gaza dan memindahkan seluruh populasi dua juta orang ke sana.

    Trump saat ini agaknya melunak dengan proposal tersebut, menjelaskan bahwa tidak ada warga Palestina yang akan dipaksa meninggalkan Gaza. Ia juga membantah bahwa rencana pemindahan tersebut adalah bentuk lain dari pembersihan etnis.

    Menurut situs berita Axios, AS tampak ‘mengabaikan’ rencana Trump, sebab utusan Timur Tengah Steve Witkoff lebih fokus memulihkan gencatan senjata dan kesepakatan sandera antara Israel dan Hamas.

    Di sisi lain, Israel berusaha mengisi reaksi AS dengan mengadakan pembicaraan bersama negara-negara Afrika Timur yang dilanda konflik seperti Somalia dan Sudan Selatan, serta Indonesia dan negara lainnya, mengenai kemungkinan mereka menerima warga Palestina.

    Axios dalam hal ini mengutip dua pejabat Israel dan seorang mantan pejabat AS. Pembicaraan dilaporkan belum menghasilkan kesepakatan.

    Laporan sebelumnya menyebutkan Suriah, Sudan, dan wilayah pemisah Somalia, Somaliland, sebagai tujuan potensial untuk pemindahan warga Gaza yang sedang dipertimbangkan oleh AS dan Israel. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Israel Klaim akan Meluncurkan Program Percontohan untuk Mengirimkan 100 Warga Gaza ke Indonesia – Halaman all

    Israel Klaim akan Meluncurkan Program Percontohan untuk Mengirimkan 100 Warga Gaza ke Indonesia – Halaman all

    Israel Luncurkan Program Percontohan untuk Mengirimkan 100 Warga Gaza ke Indonesia

    TRIBUNNEWS.COM- Israel telah memulai program percontohan untuk mendorong pembersihan etnis warga Palestina dari Gaza, yang disebut Israel sebagai “migrasi sukarela”. 

    Program ini bertujuan untuk mengusir 100 warga Palestina dari Gaza ke Indonesia, media Israel melaporkan pada hari Selasa.

    Menurut The Times of Israel, program ini awalnya akan memulangkan 100 warga Gaza ke Indonesia, di mana sebagian besar akan bekerja di bidang konstruksi. 

    Mayor Jenderal Israel Ghassan Alian, kepala Koordinator Kegiatan Pemerintah di Wilayah (COGAT), akan mengawasi inisiatif tersebut.

    Jika berhasil, Israel berharap ribuan warga Gaza lainnya akan pindah “secara sukarela”, dengan persetujuan Jakarta. 

    Karena Israel dan Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik, saluran komunikasi khusus disiapkan untuk mengoordinasikan program tersebut. 

    Jika diperluas, otoritas pemerintah akan mengambil alih administrasinya, kata laporan itu.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, diperkirakan akan menunjuk pensiunan Brigadir Jenderal Ofer Winter untuk memimpin proyek tersebut. 

    Winter, seorang mantan perwira militer senior, sangat dihormati di kalangan nasionalis religius Israel.

    Program percontohan ini menyusul laporan yang berkembang tentang upaya Israel untuk memaksa warga Palestina meninggalkan Gaza. 

    Pada bulan Januari, media Israel mengungkapkan bahwa pemerintah telah menjajaki opsi relokasi dengan beberapa negara, termasuk Republik Demokratik Kongo, Suriah, Sudan, dan Somaliland.

    Prakarsa ini juga muncul setelah mantan Presiden AS Donald Trump mengusulkan untuk membeli Gaza dan mengubahnya menjadi “Riviera Timur Tengah” lalu mengusir penduduknya ke Mesir, Yordania, atau negara lain. 

    Sementara menteri Israel menyambut baik gagasan tersebut, Otoritas Palestina dan negara-negara Arab dengan tegas menolaknya.

    Kelompok hak asasi manusia telah memperingatkan bahwa upaya tersebut dapat dianggap sebagai pemindahan paksa, dan pelanggaran yang nyata terhadap hukum internasional.

    Rencana Israel untuk mengusir warga Palestina dari Gaza muncul di tengah berlanjutnya pengepungan dan pemboman di daerah kantong tersebut, menggunakan serangan udara, kelaparan, dan kekurangan dalam genosida yang sedang berlangsung.

    Israel yakin kejahatan perang ini akan membuat Gaza tidak layak huni, sehingga memaksa warga Palestina melakukan “migrasi sukarela.”

    SUMBER: QUDS NETWORK

  • Menlu Prancis Noel Barrot Temui Prabowo: Siapkan Kehadiran Emmanuel Macron

    Menlu Prancis Noel Barrot Temui Prabowo: Siapkan Kehadiran Emmanuel Macron

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Urusan Eropa dan Luar Negeri Prancis, Jean Noel Barrot bertemu dengan Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu, 26 Maret 2025.

    Barrot mengatakan pertemuan itu membahas persiapan kunjungan rencana kunjungan kenegaraan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada akhir Mei mendatang dan merayakan 75 tahun kerja sama Indonesia dengan Prancis.

    “Juga untuk membuka babak baru hubungan ini yang ingin kita rancang pada tahun-tahun yang akan datang, untuk mengatasi beberapa bidang kerja sama yang kita ingin tingkatkan,” ujar Barrot di wisma Perancis, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 25 Maret 2025.

    “Keselamatan dan pertahanan, ekonomi, tapi juga kultur, sains, dan kooperasi akademis,” lanjutnya. 

    Selain itu, Barrot mengatakan, kunjungan ini juga akan menjadi peluang untuk Indonesia dan Prancis untuk memperlihatkan pandangan mereka terhadap krisis internasional di Middle East, di Ukraine, tapi juga di Afrika. 

    “Jangan lupa bahwa di Sudan dan Great Lakes, krisis humanitaris terburuk di dunia sedang terjadi,” ujarnya.

    Krisis di Myanmar

    Barrot mengaku sempat berpikir tentang krisis di Myanmar yang juga memiliki konsekuensi humanitaris yang sangat berat. 

    Menurutnya, hal ini menjadi peluang untuk mereka memperlihatkan pandangan mereka tentang multilateralisme dan masalah global. 

    “Perancis, seperti Indonesia, memiliki identitas sebagai negara yang tidak berhubungan yang memungkinkan bekerja sama melalui pertempuran, dan saya yakin kedua Presiden yang berdiri di tingkat tertinggi akan berbicara tentang masalah ini,” ujarnya.****

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Israel Klaim akan Meluncurkan Program Percontohan untuk Mengirimkan 100 Warga Gaza ke Indonesia – Halaman all

    Media Israel: 100 Warga Palestina Pindah dari Gaza ke Indonesia! – Halaman all

    Media Israel: 100 Warga Palestina Pindah dari Gaza ke Indonesia!

    TRIBUNNEWS.COM – Media Channel 12 Israel, Rabu (26/3/2025) mengungkapkan kalau “sebuah proyek percontohan, sedang dilaksanakan untuk secara sukarela mengirim warga Palestina untuk bekerja di Indonesia di sektor konstruksi.”

    Media tersebut menjelaskan, proyek percontohan ini merupakan yang pertama dari jenisnya, sejak Israel secara resmi membentuk sebuah direktorat yang mengurus kepindahan ‘sukarela’ warga Gaza dari Palestina ke negara ketiga.

    Direktorat Israel itu merupakan tindaklanjut atas usulan Amerika Serikat yang mengusulkan pemindahan warga Gaza ke negara ketiga.

    Media Israel melaporkan, sebagai proyek percontohan, sebanyak 100 warga Gaza akan dikirim ke Indonesia.

    Laporan itu mencatat kalau “Koordinator Operasi di Wilayah tersebut bertanggung jawab atas proyek percontohan ini”.

    “Dan jika berhasil, proyek ini akan diambil alih oleh Departemen Imigrasi Israel, yang dibentuk oleh Menteri Yisrael Katz di Kementerian Pertahanan, dengan tujuan untuk membuktikan bahwa imigrasi sukarela ini berhasil dan mendorong ribuan warga Gaza untuk pindah bekerja di sektor konstruksi di Indonesia,” tulis laporan tersebut dilansir Khaberni, Rabu.

    Berdasarkan hukum internasional, siapa pun yang meninggalkan Jalur Gaza untuk bekerja akan diizinkan kembali.

    “Tetapi gagasan umumnya adalah untuk mendorong imigrasi dan tempat tinggal jangka panjang di sana. Ini (tinggal dan menetap) bergantung pada pemerintah di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia,” tulis ulasan Khaberni.

    Laporan menambahkan, proyek percontohan tersebut didahului dengan pembicaraan dengan pemerintah Indonesia, yang tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Israel.

    “Perlu dibangun saluran komunikasi antara kedua negara,” kata laporan itu.

    Belum ada tanggapan resmi baik dari Pemerintah Israel maupun Pemerintah Indonesia atas kabar pelaksanaan proyek percontohan pemindahan sukarela warga Gaza ke Indonesia ini.

    Sebagai informasi, Israel membentuk Direktorat Pengurusan Pemindahan Sukarela Warga Gaza untuk menangani upaya evakuasi sukarela penduduk Gaza ke luar negeri dan membantu menciptakan peluang kerja guna mendorong emigrasi dari Jalur Gaza. 

    “Dengan berjalannya proyek percontohan, Menteri Pertahanan Israel harus memutuskan dalam beberapa hari mendatang siapa yang akan mengepalai direktorat tersebut,” tambah laporan tersebut. 

    Sejumlah laporan media Israel menyebut, tampaknya kandidat yang baru-baru ini diajukan untuk posisi tersebut adalah Brigadir Jenderal (Purn.) Ofer Winter.

    PENGUNGSI GAZA – Tangkap layar Khaberni, Rabu (26/3/2025) menunjukkan pengungsi warga Gaza yang berpindah mencari lokasi aman dari serangan Israel. Pemerintah Israel menindaklanjuti usulan Amerika Serikat yang mengusulkan pemindahan warga Gaza ke negara ketiga dengan membentuk Direktorat Urusan Pemindahan Sukarela warga Palestina yang ingin ke luar dari Gaza. Media Israel melaporkan, sebagai proyek percontohan, sebanyak 100 warga Gaza akan dikirim ke Indonesia.

    Proyek Menjijikkan

    Sebelum laporan proyek uji coba pemindahan warga Gaza ke Indonesia ini, telah juga muncul sejumlah laporan kalau negara-negara di Afrika juga menjadi opsi lokasi tujuan pemindahan.

    Profesor madya di Institut Studi Pascasarjana Doha, Tamer Qarmout mengecam usulan pemindahan paksa warga Palestina ke Afrika sebagai “garis merah yang tidak boleh dilampaui.”

    Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Qarmout menyatakan pemerintah dunia memiliki tanggung jawab untuk menghentikanusulan yang “menjijikkan” dan tidak boleh terlibat dalam skenario tersebut, terutama jika melibatkan pemindahan warga Palestina ke negara-negara Afrika yang masih berjuang melawan warisan kolonial.

    “Sudan dan Somalia masih dilanda perang akibat warisan kolonial,” katanya, dikutip dari Al Jazeera.

    “Mereka (pemerintah Israel) harus diekspos dan dimasukkan ke dalam daftar orang-orang yang harus dipermalukan,” ujar Qarmout.

    Menurut laporan, Amerika Serikat dan Israel dilaporkan melakukan pembicaraan diam-diam dengan beberapa negara Afrika Timur, termasuk Somaliland, mengenai kemungkinan penerimaan warga Palestina yang dipindahkan.

    Sebagai imbalannya, berbagai insentif – finansial, diplomatik, dan keamanan – diperkirakan akan ditawarkan kepada pemerintah tersebut.

    Seorang pejabat AS yang terlibat dalam upaya ini mengonfirmasi kepada Associated Press AS telah melakukan pembicaraan dengan Somaliland mengenai bidang-bidang tertentu yang bisa mereka bantu, dengan imbalan pengakuan internasional untuk wilayah yang memisahkan diri tersebut.

    Namun, pejabat Somaliland, Abdirahman Dahir Adan, Menteri Luar Negeri Somaliland, membantah bahwa pihaknya telah menerima atau membahas usulan tersebut.

    “Saya belum menerima usulan seperti itu, dan tidak ada pembicaraan dengan siapa pun terkait Palestina,” katanya kepada Reuters.

    Qarmout menilai usulan pemindahan paksa ini sebagai tindakan yang “keterlaluan” dan mendesak masyarakat internasional untuk menentangnya.

    Ia menegaskan bahwa negara-negara seperti Sudan dan Somalia, yang masih menghadapi tantangan besar akibat warisan kolonial, seharusnya tidak dilibatkan dalam rencana ini.

    AS-Israel Lirik Afrika untuk Pindahkan Warga Gaza

    Amerika Serikat (AS) dan Israel telah menghubungi pejabat dari tiga negara di Afrika Timur untuk mendiskusikan kemungkinan penggunaan wilayah mereka sebagai tempat penampungan bagi warga Palestina dari Gaza.

    Laporan ini muncul dari Associated Press pada Jumat (14/3/2025), yang mengutip sumber dari pejabat AS dan Israel.

    Namun, Sudan menolak tawaran tersebut, sementara Somalia dan Somaliland menyatakan ketidaktahuan mengenai usulan itu.

    Pejabat Sudan secara tegas menolak tawaran untuk menampung warga Gaza.

    Sementara itu, Somalia dan Somaliland mengaku tidak menerima informasi terkait tawaran tersebut.

    Hal ini menunjukkan ketidakpastian dan penolakan dari negara-negara yang diharapkan dapat menampung pengungsi.

    Langkah AS dan Israel ini berlawanan dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump sebelumnya.

    Dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih pada Kamis (13/2/2025), Trump menegaskan, “Tidak ada yang akan diusir dari Gaza.”

    Pernyataan ini disampaikan ketika ia bertemu dengan Perdana Menteri Irlandia, Michel Martin.

    Rencana Kontroversial AS

    Pada Februari 2025, Trump mengusulkan rencana yang kontroversial untuk mengambil alih Gaza, merelokasi penduduk Palestina, dan mengubah wilayah tersebut menjadi “Riviera Timur Tengah.”

    Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menyatakan keyakinannya bahwa Yordania dan Mesir tidak akan menolak permintaannya untuk menyambut pengungsi Gaza.

    Baik Yordania maupun Mesir menolak usulan tersebut, dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Raja Yordania Abdullah sepakat bahwa Gaza harus dibangun kembali tanpa mengusir warga Palestina.

    Mesir bahkan mengusulkan rencana rekonstruksi senilai $53 miliar untuk Gaza, yang berfokus pada pembangunan infrastruktur dan layanan penting, tanpa melibatkan Hamas dalam kepemimpinan masa depan.

    Israel dan AS menolak rencana Mesir karena dianggap tidak menawarkan solusi yang jelas untuk mengeluarkan Hamas dari kekuasaan dan tidak mengatasi masalah keamanan serta pemerintahan jangka panjang.

    Dengan situasi yang terus berkembang, langkah AS dan Israel untuk mencari tempat penampungan di Afrika menambah kompleksitas dalam upaya penyelesaian konflik Palestina-Israel.

    Pasukan Israel Tangkap 8 Warga Palestina dalam Penggerebekan di Tepi Barat

    Pasukan Israel menangkap delapan warga Palestina dalam serangkaian penggerebekan yang terjadi di berbagai kota di Tepi Barat, menurut laporan terbaru dari kantor berita Wafa.

    Lima pemuda dari keluarga Al-Zalbani ditangkap selama penyerbuan di kota Anata, timur laut Yerusalem.

    Sebelumnya pada malam itu, seorang pemuda terluka setelah ditembak di perut dengan peluru tajam dalam bentrokan dengan tentara Israel di kota yang sama.

    Selain itu, pasukan Israel menangkap tiga warga Palestina dari kota Silwad, timur Ramallah, menurut sumber keamanan setempat.

    Pasukan Israel juga melakukan serangan di kota Anabta dan Bal’a, timur Tulkarem, serta kota Yerikho.

    Serangkaian penangkapan dan penggerebekan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat di wilayah tersebut.

     

    (oln/khbrn/tribunnews/*)

     
     

  • Paus Fransiskus Keluar dari RS Setelah 5 Minggu Dirawat, Serukan Israel Hentikan Serangan ke Gaza – Halaman all

    Paus Fransiskus Keluar dari RS Setelah 5 Minggu Dirawat, Serukan Israel Hentikan Serangan ke Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Paus Fransiskus sudah meninggalkan Rumah Sakit Gemelli Roma setelah lima minggu menjalani perawatan akibat pneumonia.

    Dilansir dari Reuters dan AFP, Senin (24/3/2025), Paus Fransiskus tampil di depan publik untuk pertama kalinya pada Minggu (24/3/2025).

    Ia melambaikan tangan kepada para simpatisan saat meninggalkan rumah sakit.

    Paus yang kini berusia 88 tahun masuk rumah sakit pada 14 Februari karena infeksi pernapasan parah.

    Kondisi ini menjadi salah satu krisis kesehatan paling serius selama 12 tahun masa kepausannya.

    Mobil yang membawanya meninggalkan rumah sakit dikawal oleh konvoi kendaraan polisi menuju Basilika Santa Maria Maggiore.

    Para dokter menyatakan Paus masih membutuhkan waktu untuk pemulihan penuh dan telah diberikan waktu istirahat selama dua bulan di Vatikan.

    Saat meninggalkan rumah sakit, Paus Fransiskus tampak tersenyum dan melambaikan tangan dari kursi roda.

    Wajahnya terlihat bengkak, dan suaranya terdengar lemah saat ia berterima kasih kepada para simpatisan yang hadir.

    Kerumunan yang menunggunya meneriakkan namanya, “Fransiskus, Fransiskus, Fransiskus.”

    Selama masa perawatan, Paus hanya sekali terlihat oleh publik dalam sebuah foto yang dirilis Vatikan.

    Kini, ia sudah tidak lagi menggunakan masker oksigen, tetapi masih memakai selang kecil di bawah hidungnya untuk membantu pernapasan.

    Tak lama setelah keluar dari rumah sakit, Paus Fransiskus menyerukan kepada Israel untuk menghentikan serangan di Jalur Gaza.

    Dalam doa Angelus-nya, ia menyatakan kesedihannya atas eskalasi kekerasan yang kembali terjadi.

    “Saya sedih dengan dimulainya kembali pemboman Israel yang intens di Jalur Gaza, dengan begitu banyak kematian dan cedera,” ujar Paus.

    Ia meminta agar serangan senjata segera dihentikan dan gencatan senjata yang pasti segera tercapai.

    “Saya meminta agar serangan senjata segera dihentikan dan keberanian untuk melanjutkan dialog, sehingga semua sandera dapat dibebaskan dan gencatan senjata yang definitif tercapai,” tambahnya.

    Paus juga menyoroti situasi kemanusiaan di Gaza yang semakin memburuk dan mendesak komunitas internasional untuk bertindak.

    “Situasi kemanusiaan di Jalur Gaza sekali lagi sangat serius dan membutuhkan komitmen mendesak dari pihak-pihak yang berkonflik serta komunitas internasional,” tegasnya.

    Pada Minggu (23/3/2025), Paus Fransiskus muncul di jendela rumah sakit untuk menyapa lebih dari 3.000 simpatisan.

    Banyak dari mereka membawa bunga dan poster bertuliskan “selamat datang di rumah.”

    Dalam pesannya, Paus kembali menekankan pentingnya perdamaian dan penghentian kekerasan.

    Ia juga menyampaikan rasa syukur atas langkah-langkah menuju perdamaian di Kaukasus Selatan, khususnya antara Armenia dan Azerbaijan.

    “Semoga ini menjadi tanda harapan bahwa konflik lain juga dapat menemukan jalan resolusi melalui dialog dan niat baik,” ungkapnya.

    Sebelum mengakhiri pesannya, Paus mengajak umat Katolik untuk berdoa bagi perdamaian di berbagai belahan dunia, termasuk Ukraina, Palestina, Israel, Lebanon, Myanmar, Sudan, dan Republik Demokratik Kongo.

    Di akhir pesannya, Paus Fransiskus mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah mendoakannya selama masa pemulihan.

    “Saya merasakan kedekatan Anda,” katanya dengan penuh kehangatan, seraya memastikan bahwa ia juga terus mendoakan mereka.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Eropa Menuju ‘Ekonomi Perang’, Apa Dampaknya?

    Eropa Menuju ‘Ekonomi Perang’, Apa Dampaknya?

    Jakarta

    Apa itu “ekonomi perang”? Tidak ada definisi resmi untuk “ekonomi perang”, tetapi ada banyak ciri yang mencerminkan konsep ini.

    Ekonomi perang berarti suatu negara mengerahkan sumber daya, kemampuan manufaktur, dan tenaga kerjanya untuk mendukung persiapan serta produksi militer, baik menjelang maupun selama masa perang.

    Perubahan ekonomi yang paling mencolok adalah pergeseran produksi industri dari barang konsumsi ke senjata, amunisi, dan perlengkapan militer lainnya.

    Selain perangkat keras militer tradisional, senjata modern membutuhkan investasi dalam teknologi dan layanan digital seperti perangkat lunak, analitik data, sistem satelit, serta internet yang andal, kata Penny Naas, pakar kebijakan publik di German Marshall Fund di Washington.

    Untuk mengelola semua ini, pemerintah meningkatkan kontrol atas industri penting dan alokasi sumber daya. Langkah ini memungkinkan pemerintah memprioritaskan serta mengarahkan bahan mentah ke industri yang terkait dengan perang. Sumber daya lain seperti bahan bakar atau makanan mungkin juga akan dijatah demi kepentingan militer.

    Siapa yang diuntungkan dari ekonomi perang?

    “Dalam ekonomi perang yang sesungguhnya, seluruh elemen masyarakat diarahkan untuk mempertahankan negara,” kata Naas.

    Reorientasi ini membutuhkan biaya besar dan biasanya menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah secara drastis. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan utang, inflasi, kenaikan pajak, dan pengurangan belanja kesejahteraan.

    “Berpindah ke ekonomi perang dapat menjadi katalis bagi kemajuan ilmiah dan teknologi,” kata Steinbach kepada DW. “Sistem komunikasi baru, mesin jet, radar, serta intelijen berkembang, dan teknologi ini juga mempengaruhi industri lain.”

    Transisi ke ekonomi perang

    Peralihan dari ekonomi sipil ke ekonomi perang bisa terjadi secara lambat atau cepat tergantung pada situasi.

    Selama Perang Dunia II, Jerman memiliki keuntungan karena telah merencanakan serangan lebih awal, sehingga mereka bisa memulai persiapan lebih cepat. Sementara itu, AS, Inggris, dan sekutunya memiliki peringatan lebih singkat dan harus merespons dengan cepat.

    Saat ini, Rusia dan Ukraina berada dalam situasi yang mirip.

    Rusia secara signifikan meningkatkan pengeluaran militernya, mempercepat produksi perlengkapan perang, dan menerapkan kontrol modal untuk menghambat arus keluar uang dari negara itu. Inflasi meningkat, dan pemerintah meningkatkan pengeluaran publik guna menjaga stabilitas ekonomi sipil.

    Ukraina yang lebih miskin berada dalam situasi yang jauh lebih genting. Karena Ukraina adalah pihak yang diserang, negara ini harus menginvestasikan sumber daya yang jauh lebih besar untuk bertahan hidup. Saat ini, Ukraina mengalokasikan 58% dari anggarannya untuk pengeluaran militer, menurut Steinbach.

    Seperti Rusia, Ukraina juga memobilisasi tenaga kerja untuk mendukung upaya perang, yang mengakibatkan banyak pekerja berpengalaman keluar dari sektor tenaga kerja tradisional. Atas permintaan pemerintah, banyak pabrik telah diubah untuk memproduksi senjata dan amunisi.

    Negara lain yang menerapkan ekonomi perang

    Beberapa negara lain hampir berada dalam mode ekonomi perang karena konflik militer yang sedang berlangsung, termasuk Myanmar, Sudan, dan Yaman.

    Konflik berkelanjutan di Israel dan wilayah Palestina yang diduduki, serta Suriah, Ethiopia, dan Eritrea juga telah menyebabkan gangguan ekonomi karena pemerintah lebih fokus pada upaya militer.

    Israel telah meningkatkan pengeluaran pertahanannya dan mempercepat produksi perlengkapan militer. Banyak pekerja direkrut untuk bertempur, yang mengurangi jumlah tenaga kerja di sektor sipil. Untuk membiayai ini, pemerintah telah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN), tarif utilitas, dan pajak properti.

    Uni Eropa siap memperkuat pertahanannya

    Uni Eropa baru-baru ini didorong untuk bertindak setelah berkurangnya dukungan AS terhadap Ukraina, NATO, dan Eropa secara keseluruhan. Perubahan sikap ini setelah beberapa dekade dukungan AS, ditambah dengan hubungan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, menjadi kekhawatiran besar bagi jaminan keamanan transatlantik.

    Negara-negara anggota NATO, 23 di antaranya merupakan bagian dari Uni Eropa, sebelumnya sudah kesulitan untuk memenuhi target pengeluaran pertahanan sebesar 2% dari PDB. Kini, bahkan angka itu dianggap belum cukup.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Rencana Jerman tingkatkan investasi militer

    Jerman mengambil langkah besar dengan menyetujui aturan anggaran baru pada 21 Maret. Ke depan, pemerintah akan lebih leluasa dalam meningkatkan belanja pertahanan karena sebagian besar pengeluaran terkait militer tidak lagi dibatasi oleh aturan defisit fiskal.

    Langkah ini begitu signifikan sehingga dapat mengubah kebijakan keamanan di seluruh benua dan akan membutuhkan penyesuaian dalam konstitusi negara tersebut.

    Bagi Jerman dan Eropa secara keseluruhan, memprioritaskan sumber daya keuangan adalah langkah awal yang penting.

    Penny Naas percaya bahwa akses energi yang lebih baik serta koordinasi yang lebih erat untuk mengatasi kesenjangan kemampuan antarnegara juga diperlukan di tingkat Eropa. Pengadaan bersama dan penelitian serta pengembangan yang terintegrasi dapat mengurangi biaya.

    “Di tingkat politik, ada banyak pembicaraan tentang peningkatan kemampuan militer Eropa, tetapi ini masih dalam tahap awal,” kata Naas. “Eropa memiliki posisi awal yang kuat dengan sumber daya keuangan dan kemampuan manufaktur yang baik.”

    Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Brunei Darussalam Masuk Daftar Hitam AS, Ternyata Gara-gara Ini

    Brunei Darussalam Masuk Daftar Hitam AS, Ternyata Gara-gara Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Brunei Darussalam merupakan salah satu negara tetangga Indonesia yang selama ini dikenal adem-ayem. Namun, dalam laporan tahunan yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri AS pada Juni 2024, Brunei Darussalam ternyata masuk daftar hitam negara yang kini dikuasai Donald Trump.

    Brunei Darussalam masuk dalam kategori “tingkat 3” dalam laporan tahunan tentang perdagangan manusia. Negara-negara dalam kategori tersebut berisiko menghadapi sanksi dari AS, termasuk pembatasan bantuan ekonomi atau dukungan lainnya.

    Mengutip laporan AFP, alasan AS memasukkan Brunei Darussalam ke kategori daftar hitam “tingkat 3” dikarenakan kurangnya upaya Negeri Petro Dollar dalam menangani isu perdagangan manusia.

    Bahkan, Brunei disebut tidak menghukum pelaku perdagangan manusia selama 7 tahun berturut-turut.

    “Brunei mempublikasikan upaya untuk menangkap ‘pekerja yang melarikan diri’, dan mencambuk beberapa dari mereka yang tertangkap,” kata laporan itu, merujuk perlakuan monarki Brunei Darussalam ke korban perdagangan manusia.

    Secara umum, Brunei Darussalam memiliki hubungan baik dengan AS. Meskipun negara mayoritas Muslim ini kerap mendapat kritik karena tetap menerapkan hukuman mati, terutama ke kelompok homoseksual.

    Negara Senasib Brunei Darussalam

    Nasib serupa juga dialami oleh Sudan. Negara Afrika itu disorot karena tak becus menangani perekrutan tentara anak-anak.

    Laporan itu juga menyoroti peran teknologi dalam mempermudah para pelaku perdagangan manusia untuk melintasi perbatasan. Mantan Menteri Luar Negeri Antony Blinken yang masih bertugas pada Juni 2024, menyebutkan peningkatan penipuan dunia maya memikat orang-orang yang dipaksa bekerja.

    “(Padahal) beberapa dari teknologi yang sama dapat digunakan untuk mengungkap dan menghentikan perdagangan manusia dan dapat membantu kita meminta pertanggungjawaban para pelaku,” kata dia kala itu.

    Di sisi lain,, Vietnam dikeluarkan dari daftar “tingkat 3” karena dianggap telah melakukan peningkatan penyelidikan dan penuntutan serta memberi bantuan yang lebih besar kepada para korban. Vietnam sendiri pernah dimasukkan AS ke dalam daftar yang sama selama dua tahun ke belakang.

    Hal sama juga terjadi ke Afrika Selatan dan Mesir. Sementara Aljazair resmi dikeluarkan dari daftar. Sebelumnya, China, Rusia dan Venezuela juga masuk daftar hitam AS.

    China dan Rusia memang menjadi dua negara yang terkenal berseteru dengan AS. Sejak masa pemerintahan Joe Biden hingga Trump saat ini, AS dan China terlibat perang dagang yang sengit.

    Sementara itu, pemerintahan Biden sepenuhnya mendukung Ukraina untuk melawan invasi Rusia. Pada pemerintahan Trump, hubungan Ukraina dan AS agak merenggang karena ketegangan antara dua kepala negara. Namun, secara umum Rusia masih tetap terhitung sebagai musuh bebuyutan AS.

    (fab/fab)

  • Ribuan Makam Islam Kuno di Sudan Disusun Seperti Galaksi

    Ribuan Makam Islam Kuno di Sudan Disusun Seperti Galaksi

    Jakarta

    Para arkeolog di Sudan timur menemukan ribuan makam Islam abad pertengahan yang disusun dalam pola menyerupai galaksi. Penguburannya tampaknya berkumpul di sekitar satu makam yang menjadi pusat atau induknya dan dianggap sangat penting.

    Pemakaman ini ditemukan pada Juli 2021 di negara bagian Kassala. Tim peneliti internasional menggunakan citra satelit dan kerja lapangan untuk mengidentifikasi lebih dari 10 ribu makam yang tersebar di area seluas 4.144 meter persegi lebih.

    “Dengan mata telanjang, jelas bahwa makam-makam yang bergerombol itu dikondisikan oleh lingkungan, namun makna yang lebih dalam mungkin tersirat dalam penataan ruangnya,” kata penulis utama studi Stefano Costanzo, arkeolog di University of Naples L’Orientale dikutip dari Live Science.

    Dalam temuan yang ini dipublikasikan di jurnal ilmiah PLOS One ini, Costanzo dan rekan-rekannya menggunakan proses Neyman-Scott Cluster, sebuah model yang awalnya dikembangkan untuk mempelajari pola spasial bintang dan galaksi untuk menganalisis penguburan dan menentukan lokasinya.

    Jenis makam yang tercatat termasuk qubba yang menarik secara visual, yang sejarah dan desain arsitekturnya menjadi bahan perdebatan, dan tumuli batu yang merupakan struktur relatif sederhana, tersebar luas di seluruh prasejarah dan sejarah Afrika.

    Foto: Plos One

    Analisis tersebut mengungkapkan enam kelompok dengan sub-kelompok penguburan yang bersarang di dalamnya. Para peneliti berpendapat bahwa makam induk, yang mirip dengan pusat galaksi, adalah makam tua yang memiliki makna budaya, dan makam yang lebih muda menyebar di sekelilingnya seperti bintang di cakram galaksi.

    “Pemakaman yang lebih tua dan lebih besar ini cenderung terkonsentrasi di lokasi yang menguntungkan dengan bahan bangunan yang tersedia,” kata penelitian tersebut.

    Menurut peneliti, masyarakat seminomaden Beja mungkin menjadikan kuburan tersebut sebagai kuburan suku atau keluarga. Suku Beja telah menghuni wilayah tersebut setidaknya selama 2.000 tahun, meskipun kelompok lain telah menetap di wilayah tersebut sebelum mereka.

    Para peneliti berharap penemuan ini akan menjelaskan sejarah kelompok tersebut. “Kebanyakan sarjana modern harus memanfaatkan referensi yang tersebar dalam teks sastra untuk menulis sejarah Beja, dan hasilnya kurang memuaskan,” kata Giovanni Ruffini , seorang sejarawan di University of Fairfield yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

    Jauh dari letaknya yang acak di lanskap Sudan, penempatan gundukan kuburan tersebut mungkin dipengaruhi oleh faktor geologis dan sosial, demikian menurut pernyataan tersebut.

    Rekan penulis studi Habab Idriss Ahmed, seorang arkeolog di Sudanese National Corporation for Antiquities and Museums yang memimpin kerja lapangan tim, mengatakan, “Studi semacam ini dapat menambah banyak informasi bagi kami sebagai arkeolog. Ini memberi kami banyak informasi mengenai luas wilayah yang diperluas oleh monumen pemakaman ini.”

    Foto: Plos One

    Para arkeolog lokal, yang terkadang bekerja sama dengan para cendekiawan dari tempat yang jauh, telah lama mempelajari Kassala. Namun, kurangnya infrastruktur dan lokasi terpencil di wilayah tersebut membuat sejarah budayanya belum sepenuhnya terungkap.

    “Saya pikir Sudan bagian timur, secara keseluruhan, layak mendapat pengakuan lebih secara resmi, tidak hanya dalam arti melindungi situs-situs dari penambangan emas, tapi bahkan mungkin untuk dicantumkan sebagai situs warisan resmi. Itu akan menjadi hasil yang sangat besar untuk penelitian semacam ini,” kata Costanzo.

    Di luar gundukan kuburan yang baru didokumentasikan, Sudan adalah rumah bagi kekayaan arkeologi, termasuk monumen pemakaman dan sisa-sisa peradaban kuno Lembah Nil. Kota Meroe, misalnya, adalah rumah bagi piramida menakjubkan berusia ribuan tahun yang berdiri setinggi 30 meter.

    Dan, awal tahun 2021, tim peneliti terpisah menemukan sebuah katedral abad pertengahan yang sangat besar di Sudan utara. Sebagai bagian dari Makuria, sebuah kerajaan dongeng Nubia yang sebagian besar telah dilupakan, gereja tersebut kemungkinan besar berfungsi sebagai pusat kekuasaan Kristen sekitar 1.000 tahun yang lalu, kata arkeolog Arthur Obluski.

    Ia menambahkan bahwa kerajaan tersebut menghentikan kemajuan Islam di Afrika selama beberapa ratus tahun, bahkan ketika umat Islam menaklukkan setengah dari Kekaisaran Bizantium.

    (rns/rns)