Negara: Sudan

  • Whoosh jadi pilihan 17 dubes Afrika hadiri peringatan KAA di Bandung

    Whoosh jadi pilihan 17 dubes Afrika hadiri peringatan KAA di Bandung

    Bandung (ANTARA) – Sebanyak 17 duta besar dari negara-negara Afrika memilih menggunakan kereta cepat Whoosh untuk perjalanan dari Jakarta menuju Bandung dalam rangka menghadiri peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA).

    General Manager Corporate Secretary PT KCIC Eva Chairunisa mengatakan kehadiran para dubes tersebut menjadi momentum penting dalam memperkenalkan teknologi transportasi modern Indonesia kepada dunia internasional.

    “Whoosh menjadi kepercayaan masyarakat, baik dari dalam maupun luar negeri, sebagai sarana transportasi modern yang nyaman dan efisien. Tidak hanya sekadar alat transportasi, Whoosh juga memberikan pengalaman wisata dan mendukung konektivitas bisnis,” ujar Eva dalam keterangannya di Bandung, Kamis.

    Para dubes yang ikut dalam perjalanan tersebut berasal dari 17 negara, yakni Maroko, Mozambik, Tanzania, Kenya, Sudan, Etiopia, Rwanda, Mauritania, Mesir, Tunisia, Zimbabwe, Aljazair, Seiselensa, Angola, Afrika Selatan, Somalia, dan Nigeria.

    Eva menyatakan para dubes dari negara Afrika tersebut mengaku kagum dengan kemajuan infrastruktur transportasi Indonesia, terutama kereta cepat Whoosh yang menurut mereka memberikan pengalaman berbeda.

    Menurut data PT KCIC, sejak resmi beroperasi Whoosh telah melayani lebih dari 361 ribu penumpang internasional. Pada tahun 2024 tercatat sebanyak 237 ribu penumpang asing menggunakan layanan ini dan hingga awal 2025 telah mencapai 97 ribu penumpang.

    Wisatawan mancanegara terbanyak berasal dari Malaysia dengan total sekitar 157 ribu penumpang, disusul Singapura 40 ribu penumpang, China 35 ribu penumpang, Jepang 19 ribu penumpang, Australia dan Amerika Serikat masing-masing 13 ribu penumpang.

    Eva menyampaikan bahwa tingginya minat wisatawan asing terhadap layanan Whoosh memberikan dampak positif, tidak hanya bagi sektor transportasi, tetapi juga bagi promosi pariwisata dan investasi di Indonesia.

    “Kehadiran Whoosh tidak hanya mencerminkan modernisasi transportasi nasional, tetapi juga menjadi simbol daya saing Indonesia di mata dunia. Kunjungan para diplomat Afrika menunjukkan eratnya hubungan Asia-Afrika yang terus terjalin dengan semangat persahabatan dan kemajuan bersama,” kata Eva.

    Pewarta: Rubby Jovan Primananda
    Editor: Riza Mulyadi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Menanti Penerus Paus Fransiskus

    Menanti Penerus Paus Fransiskus

    Mekanisme Pemilihan Paus

    Foto: AFP/FILIPPO MONTEFORTE

    Dirangkum dari katolisitas.org, The Guardian, dan BBC, para kardinal di seluruh dunia di bawah 80 tahun akan berkumpul di Vatikan untuk mengadakan konklaf. Para kardinal pemilih akan berkumpul di salah satu kapel di Vatikan. Pada konklaf terakhir 2013, berkumpul 115 kardinal pemilih dari seluruh dunia.

    Para kardinal pemilih mengenakan jubah merah dengan perlengkapannya untuk sebuah peristiwa penting. Garda Swiss penjaga Vatikan mengawal dan memastikan tidak ada pihak luar yang berkontak dengan para kardinal pemilih atau sebaliknya pada saat proses konklaf.

    Salah satu kapel telah disiapkan untuk prosesi konklaf, termasuk cerobong asap, pembakar kertas suara pemilihan, pencabutan segala jaringan telepon, internet, pembersihan surat-surat kabar dan merusak sintal handphone untuk menghindari kontak dengan dunia luar.

    Tidak tertutup kemungkinan bagi para kardinal untuk bersalaman satu dengan yang lain. Namun, mereka harus menghindari pembicaraan yang berkaitan dengan calon kandidat pilihan mereka atau segala diskusi lainnya.

    Setelah kardinal pemilih berkumpul, pintu kapel ditutup sebagai tanda penarikan diri mereka dari dunia luar dan konklaf secara resmi dapat dimulai. Para kardinal pemilih mengurus segala sesuatu secara sendiri, akan dipilih 3 kardinal termuda sebagai tenaga pelancar prosesi konklaf.

    Sebelum pemilihan dimulai, masing-masing kardinal dibagikan sebuah kertas pemilih, di atas kertas tertera sebuah kalimat Latin: Eligo in Sumum Pontificem Meum, artinya: Saya memilih Pemimpin Tertinggiku, di bagian ada ruang untuk menulis nama orang yang ingin dipilih.

    Setelah seluruh kardinal memilih, sudah disediakan sebuah piala tempat mereka memasukkan kertas suara mereka. Singkat penjelasan, tahap selanjutnya menghitung kertas suara dan mengumpulkan suara, lalu mengumumkan hasil pemilihan.

    Seandainya seorang calon terpilih dengan suara mayoritas, artinya dua pertiga dari jumlah seluruh pemilih, maka dengan itu seorang Paus sudah terpilih. Jika belum ada minimal mayoritas dua pertiga, pemilihan dilanjutkan ke putaran berikutnya.

    Jika lebih dari putaran ke-30 dan belum juga terpilih seorang Paus, 2 kandidat dengan perolehan suara terbanyak akan dipilih oleh para kardinal, kedua yang terpilih ini otomatis kehilangan hak memilih.

    Pada bagian akhir, kertas-kertas suara dilubangkan dan disatukan pada seutas benang, kemudian dimasukkan ke pembakar untuk dibakar. Jika putaran tersebut belum menghasilkan Paus baru, kertas-kertas itu dibakar dengan campuran kimia yang menghasilkan asap warna hitam keluar dari cerobong. Asap warna hitam memberikan tanda kepada umat Katolik seluruh dunia bahwa Paus belum terpilih.

    Bila dalam sebuah putaran telah menghasilkan suara mayoritas, artinya seorang Paus sudah terpilih, kardinal dekan menanyakan apakah dia menerima pemilihan tersebut. Jika dia menjawab ‘Iya’ sebagai tanda kesediaanya, pertanyaan kedua: Apa nama yang digunakan sebagai Paus.

    Kertas-kertas suara kemudian dideretkan pada seutas tali dan dibakar dengan campuran kimia yang menghasilkan asap warna putih, sebagai tanda bahwa Gereja Katolik sudah memiliki seorang Paus. Asap putih dari cerobong di atas atap kapel akan diiringi dengan bunyi lonceng gereja.

    Kardinal diakon kemudian tampil di Balkon Santo Santo Paulus, lalu mengumumkan nama Paus baru dengan menyebut: Annuntio vobis gaudium magnum. Habemus Papam, artinya: Saya mengumumkan kepada Anda kalian sebuah kegembiraan besar. Kita mempunyai seorang Paus.

    Akhirnya, lalu Paus baru tampil di balkon menyapa umat yang hadir di lapangan Basilika Santo Petrus dan seluruh dunia. Setelah itu, Paus baru membawakan sebuah wejangan singkat untuk seluruh umat.

    Kandidat Pengganti Paus Fransiskus

    Foto: (AP Photo/Andrew Medichini)

    Kandidat potensial pengganti Paus Fransiskus berasal dari berbagai belahan dunia dari Asia, Afrika, Amerika Utara, dan Eropa.
    Paus dipilih melalui proses rahasia yang penuh ritual dikenal sebagai konklaf, yang digelar di Kapel Sistina, Vatikan.

    Dalam ritual itu hanya kardinal berusia di bawah 80 tahun yang berhak memilih, dan biasanya sekitar 120 kardinal berpartisipasi dalam konklaf. Berikut adalah beberapa kandidat potensial:

    Kardinal Luis Antonio Tagle (67, Filipina, Kepala Evangelisasi Vatikan)

    Dijuluki “Fransiskus dari Asia” karena dikenal fokus pada isu keadilan sosial. Tagle dianggap kandidat favorit dan bisa menjadi paus Asia pertama, seperti Fransiskus yang menjadi paus pertama dari benua Amerika. Di atas kertas, Tagle tampaknya memenuhi semua syarat untuk menjadi paus. Namun, prospeknya mungkin meredup akibat tuduhan perundungan institusional di Caritas Internationalis, sebuah asosiasi amal Katolik global yang ia pimpin selama beberapa tahun. Takhta Suci memberhentikan Tagle dari jabatan tersebut pada 2022.

    Kardinal Pietro Parolin (70, Italia, Sekretaris Negara Vatikan)

    Parolin berpotensi menjadi jembatan antar-faksi Gereja. Parolin telah menjabat sebagai Sekretaris Negara Vatikan sejak 2013 dan termasuk di antara kandidat terkuat untuk menjadi paus. Posisinya merupakan yang tertinggi kedua dalam hierarki, setelah paus. Sebagai diplomat karier, ia mendapat kritik dari kalangan konservatif atas perannya dalam perjanjian dengan Beijing terkait pengangkatan uskup di Cina yang dikuasai Partai Komunis. Jika terpilih, Parolin akan membawa kembali kepausan ke tangan bangsa Italia setelah tiga paus non-Italia.

    Kardinal Peter Turkson (76, Ghana, pejabat dan diplomat Vatikan)

    Sebagai calon paus pertama dari Afrika sub-Sahara, Turkson memadukan pengalaman pastoral di Ghana dengan keterampilan diplomatik dan pengalaman kepemimpinan di Vatikan. Paus Fransiskus pernah mengutus Turkson sebagai utusan khususnya untuk misi perdamaian di Sudan Selatan. Kemampuan komunikasinya yang kuat serta asal-usulnya dari salah satu wilayah Gereja yang paling dinamis di tengah tantangan sekularisme di Eropa menjadi nilai tambah yang memperkuat kredibilitasnya.

    Kardinal Marc Ouellet (79, Kanada, mantan Kepala Kantor Uskup Vatikan)

    Seorang veteran dalam lingkaran dalam Vatikan dengan pengalaman global, Ouellet telah lama disebut-sebut dalam diskusi suksesi kepausan. Secara teologis Ia merupakan seorang konservatif dan memiliki kemampuan dalam berbagai bahasa, hal ini membuat sosoknya menarik simpati kalangan tradisionalis. Ia pernah menghadapi tuduhan pelanggaran dalam beberapa tahun terakhir, namun hal tersebut telah dibantah.

    Kardinal Fridolin Ambongo Besungu (65, Kongo, Uskup Agung Kinshasa)

    Disebut sebagai bintang yang tengah naik daun dari Afrika, Ambongo menggabungkan pandangan tradisional yang tegas dengan advokasi keadilan sosial. Ia menjadi suara penting bagi Gereja di benua yang pertumbuhannya sangat pesat itu. Di saat yang sama, Ia juga dikenal vokal menolak terhadap pemberkatan pasangan sesama jenis. Hal itu telah mengangkat profilnya secara internasional, sekaligus memperkuat posisinya di mata kalangan konservatif.

    Kardinal Matteo Zuppi (69, Italia, Uskup Agung Bologna)

    Sering dijuluki “Bergoglio dari Italia” karena keselarasan pandangannya dengan Paus Fransiskus, Zuppi dikenal sebagai “pastor jalanan” karena fokus pada kaum miskin dan migran, serta menghindari hidup dalam kemewahan, bahkan Ia kadang memilih naik sepeda daripada menggunakan mobil dinas. Namun, faksi-faksi Gereja yang lebih konservatif mungkin bersikap waspada terhadap kecenderungan pandangan progresifnya.

    Kardinal Jean-Marc Aveline (66, Prancis, Uskup Agung Marseille)

    Aveline dikenal karena selera humornya dan hubungan baiknya dengan Paus Fransiskus, terutama dalam isu imigrasi dan hubungan dengan umat Muslim. Jika terpilih, Aveline akan menjadi paus pertama asal Prancis sejak abad ke-14 dan yang termuda sejak Paus Yohanes Paulus II. Ia memahami bahasa Italia, meski belum fasih berbicara dalam bahasa itu, hal ini disebut bisa menjadi kelemahan dalam peran sebagai seorang Paus yang sekaligus menjadi Uskup Roma.

    Kardinal Peter Erdo (72, Hungaria, Uskup Agung Esztergom-Budapest)

    Meski dikenal sebagai seorang pembela ajaran dan doktrin Katolik tradisional, Erdo tetap mampu membangun hubungan dengan dunia progresif dari Paus Fransiskus. Ia pernah menjadi kandidat paus pada tahun 2013. Fasih dalam beberapa bahasa, termasuk bahasa Italia, Erdo mungkin tidak dianggap karismatik, tetapi tetap menarik bagi mereka yang menginginkan kepausan yang lebih stabil.

    Kardinal Mario Grech (68, Malta, Sekretaris Jenderal Sinode Uskup)

    Awalnya dianggap konservatif, Grech kini menjadi sosok terdepan dalam mendorong reformasi yang diinisiasi Paus Fransiskus. Pada tahun 2014, ia menyerukan sikap yang lebih terbuka terhadap umat Katolik LGBTQ+, pidatonya itu juga dipuji oleh Fransiskus. Perannya yang menonjol di Vatikan dan hubungan baik dengan lintas faksi membuatnya berada dalam posisi yang kuat untuk menduduki takhta tertinggi.

    Kardinal Juan Jose Omella (79, Spanyol, Uskup Agung Barcelona)

    Dikenal dekat dengan Paus Fransiskus, Omella menjalani hidup sederhana meskipun menduduki posisi senior. Diangkat menjadi kardinal pada 2016, ia bergabung dalam dewan penasihat beranggotakan sembilan orang yang dipilih paus pada 2023. Kedekatannya dengan Fransiskus bisa menjadi kelemahan jika konklaf menginginkan perubahan nada atau arah kepemimpinan.

    Kardinal Joseph Tobin (72, AS, Uskup Agung Newark)

    Meskipun seorang paus asal AS dianggap mustahil, Tobin adalah kandidat yang paling mungkin menjadi kandidat Paus. Lahir di Detroit dan fasih berbahasa Italia, Spanyol, Prancis, dan Portugis, ia dipuji karena berhasil mengelola skandal pelecehan seksual besar di posisinya saat ini. Ia juga dikenal karena keterbukaannya terhadap komunitas LGBTQ+.

    Kardinal Angelo Scola (83, Italia, mantan Uskup Agung Milan)

    Pernah jadi kandidat kuat pada 2013. Pendukung Scola memuji kecerdasannya dalam teologi dan posisinya yang baik di antara mereka yang mendukung Gereja yang lebih terpusat dan hierarkis. Namun, ia telah melewati batas usia 80 tahun untuk memberikan suara dalam konklaf kepausan. Meskipun secara teknis seorang paus dapat dipilih dari luar pemilih, hal ini jarang terjadi di zaman modern.

    Namun, seperti yang dikatakan dalam pepatah lama, “Kardinal muda memilih paus tua.” Pepatah ini menjadi mencerminkan pola tradisional dalam ritual konklaf kepausan, yang menunjukkan bahwa kardinal muda lebih memilih paus yang lebih tua atau mungkin seseorang yang tidak akan menjabat terlalu lama.

  • 4 Calon Pemimpin Gereja Katolik usai Paus Fransiskus Meninggal, Ada yang dari Filipina!

    4 Calon Pemimpin Gereja Katolik usai Paus Fransiskus Meninggal, Ada yang dari Filipina!

    PIKIRAN RAKYAT – Gereja Katolik menghadapi momen yang menentukan saat Dewan Kardinal kembali berkumpul di Kota Vatikan untuk memilih Paus baru.

    Sebanyak 1,3 miliar umat Katolik sedunia untuk pertama kalinya mungkin memiliki pemimpin dari Asia atau Afrika, 2 kawasan yang biasanya kurang terwakili dalam hierarki tertinggi Gereja Katolik.

    Para kardinal berusia di bawah 80 tahun yang memiliki hak pilih akan melakukan sejumlah putaran pemungutan suara hingga seorang calon paus mendapat dua pertiga suara dukungan.

    Proses konklaf yang khidmat dan rahasia dimulai di Kapel Sistina Vatikan usai Paus Fransiskus dimakamkan. Berikut 4 calon pemimpin gereja katolik baru.

    Profil 4 Calon Paus Baru 1. Peter Turkson (Ghana)

    Kardinal Peter Turkson dikenal salah satu pemimpin gereja dari Afrika yang paling energetik dan dihormati di kancah internasional.

    Mantan Uskup Agung Cape Coast berusia 76 tahun itu ditunjuk sebagai Kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II tahun 2003.

    Ia memainkan peranan penting di era Paus Fransiskus sebagai kepala Dewan Pontifikal untuk Keadilan dan Perdamaian.

    Turkson dikenal di lingkaran gereja sebagai pembela respons perubahan iklim, kemiskinan, dan keadilan ekonomi.

    Pihaknya ditugaskan Paus Fransiskus sebagai duta perdamaian untuk Sudan Selatan. Jika terpilih, Turkson akan menjadi Paus berkulit hitam pertama dan menjadi langkah bersejarah yang akan semakin mengeratkan jalinan Gereja Katolik dan Afrika.

    2. Luis Antonio Tagle (Filipina)

    Seorang calon kuat lainnya yakni Luis Antonio Tagle, mantan Uskup Agung Manila yang kerap dijuluki Fransiskus dari Asia.

    Kardinal berusia 67 tahun itu kini bertugas sebagai Prefek Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa. Ia dikenal sebagai kardinal yang liberal, Tagle senantiasa membela keadilan sosial, inklusivitas, dan kasih untuk kaum papa dan terpinggirkan.

    Jika terpilih, Tagle akan menjadi Paus pertama dari Benua Asia, titik baru dalam sejarah Gereja Katolik.

    3. Pietro Parolin (Italia)

    Kardinal Pietro Parolin bertugas sebagai Kardinal Sekretaris Negara di bawah Paus Fransiskus sejak tahun 2013. Pihaknya berperan besar dalam negosiasi Vatikan dengan pemerintah China, serta negara-negara Timur Tengah.

    Kardinal berusia 70 tahun ini sudah bertugas di Dewan Kardinal sejak 2014. Ia salah satu pejabat yang paling berpengalaman di Vatikan.

    Parolin dikenal sebagai seorang yang terus membela respons perubahan iklim, kemiskinan serta keadilan ekonomi.

    4. Peter Erdo (Hongaria)

    Seorang kardinal dari Hongaria, Erdo adalah Uskup Agung Esztergom-Budapest sejak 2003.

    Jika terpilih, Ia akan menjadi paus ke-2 yang berasal dari bekas negara komunis Eropa usai Paus Yohanes Paulus II dari Polandia.

    Calon-calon lain yang berpotensi menjadi Paus yakni Robert Sarah dari Guinea, Matteo Zuppi dari Italia serta Mario Grech dari Malta.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KBRI Vatikan: Selamat Jalan Bapa Suci, Paus dari Pinggiran

    KBRI Vatikan: Selamat Jalan Bapa Suci, Paus dari Pinggiran

    Bisnis.com, JAKARTA — Fajar belum sepenuhnya menyingsing ketika lonceng duka berdentang di Vatikan. Senin (21/4) pagi, pukul 07.35 waktu Roma, dunia menyaksikan akhir dari satu babak sejarah dalam Gereja Katolik.

    “Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik sedunia, wafat dalam usia 88 tahun di kediamannya yang sederhana, Apartemen Santa Marta.”

    Duka menyelimuti Vatikan, tetapi juga sebuah refleksi mendalam atas warisan kasih, keberanian, dan kerendahan hati yang ditinggalkan oleh Paus dari pinggiran dunia itu.

    Lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio di Buenos Aires, Argentina, 17 Desember 1936, Paus Fransiskus adalah banyak hal dalam satu pribadi. 

    Dia Paus pertama dari Amerika Latin, Paus pertama dari Serikat Yesus, Paus pertama yang memilih nama Fransiskus—dari santo pelindung kaum miskin, Fransiskus dari Asisi. Tapi di atas semua itu, dia adalah Paus pertama yang mengubah wajah kepemimpinan Gereja dengan napas belas kasih yang menyentuh hingga ke sudut-sudut dunia yang terlupakan.

    Sejak terpilih sebagai Paus ke-266 pada 13 Maret 2013, Paus Fransiskus memilih jalur berbeda. 

    Paus menolak tinggal di Istana Apostolik dan lebih memilih kamar kecil di Santa Marta. Dia tidak hanya berkhotbah soal kemiskinan, tapi hidup dalam kesederhanaan. Bagi Fransiskus, belas kasih bukan sekadar konsep teologis—dia adalah “udara yang kita hirup”, bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia yang mencari Tuhan dalam realitas keseharian.

    “Mereka yang menderita, yang diabaikan dunia, mereka adalah pusat dari pelayanan saya,” ungkapnya dalam satu kesempatan.

    Sakit dan Akhir Perjalanan

    Kesehatan Paus Fransiskus memang menjadi perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Pada Februari 2025, dia dirawat di Rumah Sakit Gemelli karena pneumonia bilateral. Meski sempat pulih, kondisi fisiknya terus menurun. Wafatnya diumumkan oleh Kardinal Kevin Joseph Farrell, Camerlengo Vatikan, pada pukul 09.45.

    “Seluruh hidupnya dibaktikan untuk melayani Tuhan dan Gereja-Nya. Ia mengajarkan kita kasih yang universal, setia hingga akhir kepada mereka yang termiskin dan terpinggirkan,” kata Farrell dalam pernyataan resmi, Selasa (22/4/2025).

    Kepergian Fransiskus menandai dimulainya masa Papal Interregnum, sebuah masa transisi menuju pemilihan Paus baru. Namun bahkan dalam kematiannya, Paus Fransiskus tetap mengajarkan kerendahan hati. 

    Dia tidak memilih Basilika Santo Petrus—tempat pemakaman mayoritas Paus terdahulu—melainkan Basilika Santa Maria Maggiore, tempat dia biasa berdoa sebelum dan sesudah perjalanan.

    Pada 2024, dia bahkan menyederhanakan tata cara pemakaman paus. Tidak ada peti tiga lapis atau prosesi megah. Hanya peti sederhana, liturgi yang hening, dan doa dari umat.

    “Pemakaman Paus Roma adalah pemakaman seorang gembala, bukan pemakaman penguasa dunia,” kata Monsignor Diego Ravelli, mengutip liturgi baru yang disetujui sendiri oleh Fransiskus.

    Paus dari Pinggiran Dunia

    Dijuluki “Paus Pinggiran”, Fransiskus membawa Gereja keluar dari tembok Vatikan menuju realitas umat di garis depan penderitaan: dari Rohingya hingga Yaman, dari Palestina hingga Sudan Selatan. Salah satu momen yang menggambarkan kedalaman belas kasihnya adalah ketika dia mencium kaki para pemimpin Sudan Selatan pada 2019, mendesak mereka untuk menghentikan perang saudara.

    Dalam kepausannya, dia menjangkau lebih dari 59 negara, termasuk perjalanan bersejarah ke Irak, Uni Emirat Arab, Mongolia, dan Myanmar. Di Indonesia, dia menandatangani Deklarasi Istiqlal bersama Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar—sebuah simbol kerukunan dan persaudaraan antarumat beragama.

    Paus Fransiskus dikenal karena suara lantangnya terhadap isu global: kemiskinan, pengungsi, krisis iklim, dan tentu saja—perang. Dalam pesan terakhirnya sebelum wafat, dia kembali menyerukan perdamaian di Timur Tengah, Ukraina, Myanmar, hingga Sudan.

    “Senjata perdamaian adalah yang membangun masa depan. Gunakanlah sumber daya untuk membantu yang membutuhkan, bukan untuk menabur kematian,” katanya dalam pesan Urbi et Orbi terakhirnya.

    Melalui ensiklik Fratelli Tutti, Paus Fransiskus menegaskan bahwa semua manusia adalah saudara, terhubung oleh kemanusiaan yang sama. 

    Lewat Laudato Si, dia mendesak dunia untuk menjaga bumi, rumah bersama yang rapuh. Dua dokumen yang mencerminkan dua pusat gravitasi pelayanan Fransiskus: solidaritas manusia dan tanggung jawab ekologis.

    Selamat Jalan, Bapak Suci

    Masa duka sembilan hari, Novendiales, telah dimulai. Dunia menanti misa pemakaman yang akan menjadi momen hening dan penghormatan terakhir kepada seorang Paus yang hidup sebagai gembala sejati, menolak kekuasaan demi kedekatan, menolak kemewahan demi pelayanan, dan menyerahkan seluruh hidupnya bagi belas kasih.

    Paus Fransiskus, pria yang “datang dari ujung dunia”, kini kembali kepada Bapa. Tapi warisan kasihnya—seperti udara yang ia katakan penting untuk hidup—akan terus dihirup oleh Gereja dan dunia.

    “Semua adalah saudara,” katanya. Dan hari ini, dunia menangis bersama saudara tua yang telah berpulang.

  • Doa Berkat Terakhir Paus Fransiskus, Pesan Damai dan Harapan Sebelum Berpulang – Halaman all

    Doa Berkat Terakhir Paus Fransiskus, Pesan Damai dan Harapan Sebelum Berpulang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik pertama dari Amerika Latin, wafat pada Senin (21/4/2025).

    Fransiskus menghembuskan nafas terakhirnya di usia 88 tahun akibat komplikasi penyakit paru-paru kronis dan pneumonia ganda, Ap News melaporkan.

    Sehari sebelum wafat, pada Minggu Paskah (20/4/2025), Paus Fransiskus tampil di balkon Basilika Santo Petrus untuk memberikan berkat tradisional Urbi et Orbi.

    Meskipun terlihat lemah dan tidak dapat mengangkat tangannya sepenuhnya, beliau menyapa umat yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus dan memberkati seorang bayi. 

    Dalam pesan Urbi et Orbi terakhirnya, Paus Fransiskus menyoroti konflik di berbagai belahan dunia.

    Situasi di Gaza tak luput dari perhatiannya.

    Paus mengutuk meningkatnya antisemitisme dan ketidakpedulian terhadap kaum marginal.

    Bapa Suci turut menyerukan perdamaian yang berakar pada kebebasan beragama, berpikir, dan berekspresi, The Times melaporkan.

    Sebelumnya, pada 20 April, Paus Fransiskus sempat bertemu secara pribadi dengan Wakil Presiden Amerika Serikat, JD Vance, untuk bertukar salam Paskah.

    Dalam pertemuan singkat ini, Paus menekankan pentingnya kasih Kristiani yang universal. 

    Paus Fransiskus dikenal karena pendekatannya yang rendah hati dan fokus pada inklusivitas.

    Selama 12 tahun masa kepemimpinannya, beliau memperjuangkan hak-hak kaum miskin, menekankan belas kasih di atas doktrin, dan mendorong dialog antaragama.

    Beliau juga dikenal karena upayanya dalam perlindungan lingkungan dan reformasi keuangan Vatikan.

    Meninggalnya Paus Fransiskus memicu proses suksesi kepausan tradisional yang dipimpin oleh Kardinal Kevin Farrell sebagai Camerlengo.

    Para pemimpin dunia dan tokoh agama menyampaikan belasungkawa dan mengenang warisan beliau yang mendalam dalam mempromosikan perdamaian dan persatuan global. 

    Doa berkat terakhir Paus Fransiskus menjadi penutup yang penuh makna dari kehidupan seorang pemimpin yang telah memberikan kontribusi besar bagi Gereja Katolik dan dunia.

    Pesan Paskah dan Berkat “Urbi et Orbi” oleh Paus Fransiskus
    (20 April 2025)

    “Saudara dan saudari terkasih, Selamat Paskah!

    Hari ini, di seluruh dunia, Gereja mengumumkan, “Yesus telah bangkit!” — Dia benar-benar bangkit!

    Sebagaimana di pagi Paskah, perempuan-perempuan pergi ke makam dan menemukannya kosong, demikian juga kita sekarang diundang untuk melihat peristiwa ini dengan mata iman: Yesus, yang disalibkan, telah bangkit!

    Kebangkitan-Nya bukan sekadar kembali dari kematian, melainkan awal dari kehidupan baru, yang terbuka bagi kita semua — kehidupan dalam perdamaian, kasih, dan pengharapan.

    Hari ini, kita ingin menatap Kristus yang Bangkit dan membiarkan cahaya-Nya menyinari sudut-sudut tergelap dunia.

    Gaza dan Tanah Suci

    Saya memikirkan secara khusus Gaza, Israel, dan seluruh Tanah Suci, yang telah lama menderita kekerasan dan kebencian.

    Saya menyerukan gencatan senjata segera di Gaza dan pembebasan semua sandera.

    Saya menyerukan akses kemanusiaan yang cepat bagi mereka yang menderita, dan mendesak komunitas internasional untuk membantu rakyat Palestina dan Israel hidup berdampingan dalam damai, dengan dua negara, dalam keamanan dan pengakuan timbal balik.

    Ukraina

    Saya tidak lupa Ukraina, yang masih dilanda perang sejak lebih dari dua tahun lalu.

    Semoga terang Kristus yang Bangkit menerangi para pemimpin untuk mencari solusi yang adil dan langgeng, dan mengakhiri penderitaan rakyat.

    Sudan, Kongo, dan Wilayah Lain

    Saya berdoa untuk rakyat Sudan, yang menderita akibat konflik bersenjata yang tidak terlihat dan sering dilupakan dunia.

    Saya juga berdoa bagi rakyat Republik Demokratik Kongo, khususnya di wilayah timur yang terus dilanda kekerasan.

    Semoga senjata dihentikan dan dibuka jalan dialog.

    Saya memikirkan negara-negara yang menghadapi ketidakstabilan, seperti Myanmar, Lebanon, Syria, dan Haiti.

    Semoga Kristus yang Bangkit membawa harapan dan pemulihan di tengah penderitaan mereka.

    Anak-anak, Korban Tak Bersalah Perang

    Saya tidak bisa tidak memikirkan anak-anak, korban utama dari konflik ini.

    Banyak dari mereka terluka, banyak juga yang kehilangan orang tua, rumah, dan masa depan.

    Ini tidak bisa dibenarkan.

    Kita harus mengatakan, cukup! Jangan biarkan anak-anak menjadi korban kebencian dan keserakahan manusia.

    Ajakan untuk Damai

    PENAMPILAN PUBLIK TERAKHIR – Tangkapan layar YouTube ABC News pada Minggu (20/4/2025) menampilkan Paus Fransiskus yang membuat penampilan publik yang mengejutkan untuk memberkati ribuan umat Katolik yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus untuk misa Minggu Paskah. (Tangkapan layar YouTube ABC News)

    Kepada semua yang memiliki tanggung jawab dalam politik dan militer:

    Saya memohon, dengan rendah hati, berhentilah!

    Cukup perang, cukup kebencian, cukup balas dendam.

    Mari kita bangun dunia yang damai, dengan membuka hati dan tangan satu sama lain.

    Saudara dan saudari, Kristus telah bangkit!

    Mari kita menjadi saksi hidup-Nya.

    Mari kita bawa terang kebangkitan-Nya ke tempat di mana masih ada kegelapan, luka, dan air mata.

    Selamat Paskah untuk semua!

    Semoga rahmat dan damai Tuhan menyertai kalian semua.”

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Siapa Pengganti Paus Fransiskus yang Meninggal Dunia? Ada Paus Asal Afrika dan Asia

    Siapa Pengganti Paus Fransiskus yang Meninggal Dunia? Ada Paus Asal Afrika dan Asia

    PIKIRAN RAKYAT – Setelah wafatnya Paus Fransiskus pada usia 88 tahun, perhatian dunia kini tertuju ke Kota Vatikan, tempat para Kardinal berkumpul dalam Konklaf untuk memilih pemimpin Gereja Katolik selanjutnya.

    Paus Fransiskus dikenal sebagai paus pertama yang berasal dari Amerika Latin, sebuah langkah besar dalam sejarah Gereja Katolik yang dinilai mencerminkan keterbukaan terhadap keberagaman.

    Dari deretan nama yang berpeluang menjadi Paus baru, muncul pertanyaan besar, akankah Gereja Katolik memilih paus pertama yang berasal dari Afrika atau Asia?

    Berikut ini beberapa nama kandidat terkuat yang digadang-gadang akan menjadi Paus baru pengganti Imam Yesuit Jorge Mario Bergoglio:

    1. Peter Turkson (76 tahun)

    Turkson berasal dari Ghana dan pernah menjabat sebagai Uskup Cape Coast. Ia menjadi simbol harapan bagi umat Katolik di Afrika.

    Pernah dikirim Paus Fransiskus sebagai utusan perdamaian ke Sudan Selatan, Turkson juga dikenal memiliki pandangan moderat terhadap isu hubungan sesama jenis—menilai hukum di negara-negara Afrika terlalu keras namun tetap menghormati pandangan masyarakat setempat. Namanya sempat difavoritkan saat konklaf tahun 2013.

    2. Luis Antonio Tagle (67 tahun)

    Tagle, mantan Uskup Agung Manila, kini menjadi kandidat unggulan. Jika terpilih, ia akan menjadi paus pertama dari Asia, yakni dengan pertumbuhan umat Katolik tercepat.

    Ia dikenal liberal dalam sejumlah isu sosial, meskipun menolak aborsi. Tagle mengkritik Gereja Katolik karena terlalu keras terhadap pasangan sesama jenis dan pasangan yang bercerai.

    3. Pietro Parolin (70 tahun)

    Sebagai Sekretaris Negara Vatikan di bawah Paus Fransiskus, Parolin adalah kandidat yang dianggap akan melanjutkan kebijakan sebelumnya. Ia dikenal moderat, namun sikapnya terhadap isu sosial tidak seprogresif Fransiskus.

    Pernyataannya yang menyebut legalisasi pernikahan sesama jenis di Irlandia sebagai “kekalahan bagi umat manusia” menuai kritik. Ia juga dikritik karena perjanjian kontroversial Vatikan-Tiongkok pada 2018.

    4. Peter Erdo (72 tahun)

    Uskup Agung dari Esztergom-Budapest, Erdo berasal dari wilayah bekas Blok Soviet dan dikenal konservatif.

    Ia menentang pemberian komuni kepada umat Katolik yang telah bercerai atau menikah kembali, serta dikenal sebagai pembela nilai-nilai tradisional Gereja.

    5. Jose Tolentino de Mendonça (59 tahun)

    Asal Madeira, Portugal, Tolentino adalah kandidat termuda dalam daftar ini. Ia dikenal terbuka terhadap budaya modern dan mendorong para teolog untuk memahami dunia lewat film dan musik. Ia pernah menjabat sebagai Uskup Agung dan mengisi beberapa peran penting di Vatikan.

    6. Matteo Zuppi (69 tahun)

    Zuppi, Uskup Agung Bologna, ditunjuk menjadi Kardinal oleh Paus Fransiskus pada 2019 dan menjadi utusan perdamaian Vatikan untuk perang di Ukraina.

    Meski tidak bertemu langsung dengan Presiden Putin, ia sempat bertemu Patriark Kirill, pemimpin Gereja Ortodoks Rusia, walau hasil diplomatiknya belum terlihat.

    7. Mario Grech (68 tahun)

    Berasal dari Malta, Grech kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Sinode Para Uskup.

    Ia menyerukan agar Gereja menggunakan pendekatan baru dalam menyikapi pasangan sesama jenis dan mereka yang bercerai, meskipun masih dianggap cukup tradisional.

    8. Robert Sarah (79 tahun)

    Sarah, yang lahir di Guinea Prancis, adalah kandidat kulit hitam lainnya. Meski usianya menjadi hambatan, ia memiliki pengalaman panjang di Vatikan sejak masa Paus Yohanes Paulus II. Ia dikenal konservatif, menentang ideologi gender dan juga radikalisme Islam.

    Akankah Gereja Katolik memilih paus yang mencerminkan keberagaman globalnya, atau tetap melanjutkan tradisi Eropa? Jawabannya ada tak akan lama setelah masa berkabung umat Katolik. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Riwayat Sakit Paus Fransiskus sebelum Wafat, Sebagian Paru Diangkat Sejak Muda

    Riwayat Sakit Paus Fransiskus sebelum Wafat, Sebagian Paru Diangkat Sejak Muda

    Jakarta

    Paus Fransiskus, pemimpin Amerika Latin pertama Gereja Katolik Roma, meninggal dunia. Ia tutup usia di umur 88 tahun setelah sempat dirawat intensif karena pneumonia bilateral.

    Pengumuman ini mengejutkan banyak orang, karena terjadi kurang dari sehari setelah Paus tampil di depan publik. Meninggalnya Paus Fransiskus terjadi beberapa minggu setelah ia keluar dari rumah sakit di Roma setelah berjuang melawan pneumonia yang mengancam jiwa di kedua paru-parunya.

    Tim medis sempat mengatakan bahwa kondisinya kini telah stabil setelah lima pekan dirawat, sehingga ia dapat dipulangkan untuk menjalani pemulihan di kediamannya di Vatikan, Casa Santa Marta, selama dua bulan ke depan.

    Berikut riwayat sakit Paus Fransiskus sebelum meninggal dunia, dikutip dari Reuters.

    Masalah paru-paru dan saluran pernapasan

    Ketika berusia 21 tahun, pria dengan nama lahir Jorge Bergoglio tersebut mengalami radang selaput dada dan sebagian paru-parunya diangkat di Argentina.

    Pada bulan Maret tahun 2023, Paus dibawa ke rumah sakit setelah mengeluh bahwa ia mengalami kesulitan bernapas. Ia pulih dengan cepat setelah menerima antibiotik untuk bronkitis. Pada bulan April, dokternya menyuruhnya untuk tidak menghadiri kebaktian Jumat Agung di luar ruangan karena cuaca dingin di Roma.

    Punggung dan lutut

    Paus telah lama menderita linu panggul, kondisi saraf kronis yang menyebabkan nyeri punggung, pinggul, dan kaki. Penyakit yang kambuh menyebabkan Paus tidak menghadiri kebaktian Malam Tahun Baru dan Hari Tahun Baru pada bulan Desember 2020, pertama kalinya masalah kesehatan menyebabkannya tidak menghadiri acara keagamaan besar.

    Pada tahun 2022, ia terpaksa membatalkan perjalanan ke Lebanon, Republik Demokratik Kongo, dan Sudan Selatan karena masalah berjalannya. Ia menjadwalkan ulang perjalanan ke Afrika dan pergi ke kedua negara tersebut awal tahun ini. Paus sekarang menggunakan kursi roda atau tongkat sehari-harinya.

    Kesehatan mental

    Di tahun 2021, Paus Fransiskus mengatakan sempat menemui seorang psikiater di negara asalnya Argentina ketika ia masih menjadi pendeta muda yang membantunya mengatasi kecemasan selama masa kediktatoran militer. Ia mengatakan ia telah belajar untuk mengatasi masalah tersebut melalui berbagai mekanisme, termasuk mendengarkan musik Johann Sebastian Bach.

    (kna/up)

  • Wabah Masih Berlanjut, CDC Afrika dan WHO Perbarui Strategi Hadapi Mpox – Halaman all

    Wabah Masih Berlanjut, CDC Afrika dan WHO Perbarui Strategi Hadapi Mpox – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Afrika dan Organisasi Kesehatan Dunia telah memperbarui Rencana Tanggap Kontinental bersama mereka untuk menghadapi keadaan darurat mpox atau cacar monyet.

    Munculnya strategi baru ini karena penyakit tersebut terus menyerang wilayah-wilayah baru. 

    “Strategi yang direvisi tersebut berfokus pada pengendalian wabah. Sekaligus memperluas cakupan vaksinasi dan beralih ke tanggapan yang berkelanjutan dan berjangka panjang,” dilansir dari laman WHO, Jumat (18/4/2025). 

    Mpox adalah penyakit yang disebababkan oleh virus yang menyebar antarmanusia, terutama melalui kontak dekat. 

    Penyakit ini menyebabkan lesi kulit dan mukosa yang menyakitkan. sering kali disertai demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri punggung, kelelahan, dan pembengkakan kelenjar getah bening. 

    Penyakit ini dapat melemahkan tubuh dan merusak penampilan seseorang.

    Secara historis, mpox merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan dari hewan yang terinfeksi, dan semakin menunjukkan kecenderungan untuk menyebar antarmanusia. 

    Pada tahun 2022, varian virus, klade IIb, mulai menyebar secara global melalui hubungan seksual. 

    Sejak akhir tahun 2023, jenis virus lainnya, klade Ib, mulai menyebar melalui jaringan seksual dan dalam rumah tangga serta melalui kontak dekat.

    Hal ini mendorong CDC Afrika untuk mengumumkan Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat Keamanan Kontinental dan Direktur Jenderal WHO untuk mengumumkan Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia pada bulan Agustus 2024. 

    Pada bulan Agustus 2024, virus tersebut mulai menyebar dari Republik Demokratik Kongo ke 4 negara tetangga.

    Sejak saat itu, 28 negara di seluruh dunia telah melaporkan kasus Mpox akibat klade Ib. Di luar Afrika, kasus sebagian besar masih terkait dengan perjalanan. 

    Namun, di Afrika, selain penularan di Burundi, Republik Demokratik Kongo, Kenya, Rwanda, dan Uganda, penularan lokal kini telah terdokumentasi di negara-negara tambahan termasuk Republik Kongo, Afrika Selatan, Sudan Selatan, Republik Bersatu Tanzania, dan Zambia. 

    Sejak deklarasi keadaan darurat, dukungan regional dan global telah meningkat, khususnya untuk Republik Demokratik Kongo, episentrum wabah. 

    Rencana Gabungan Mpox CDC Afrika dan WHO telah memandu upaya ini, dengan fokus pada sepuluh pilar utama.

    Koordinasi, komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat, pengawasan penyakit, kapasitas laboratorium, manajemen klinis, pencegahan dan pengendalian infeksi, vaksinasi, penelitian, logistik, dan pemeliharaan layanan kesehatan penting. 

    Upaya vaksinasi sedang berlangsung, dengan lebih dari 650.000 dosis telah diberikan di 6 negara, 90 persen di antaranya telah diberikan di Republik Demokratik Kongo. 

    Secara keseluruhan, lebih dari satu juta dosis telah dikirimkan ke 10 negara, dengan upaya terus dilakukan untuk mengamankan pasokan vaksin tambahan. 

    Kapasitas pengujian diagnostik di Republik Demokratik Kongo telah tumbuh secara signifikan, didorong oleh perluasan infrastruktur laboratorium.

    Jumlahnya dari 2 laboratorium pada akhir tahun 2023 menjadi 23 laboratorium di 12 provinsi saat ini. 

    Dengan pengujian baru yang saat ini sedang diluncurkan di negara tersebut, kapasitasnya diperkirakan akan meningkat lebih jauh. 

    Meskipun ada kemajuan ini, tantangan besar masih ada.

    Konflik dan ketidakamanan yang terus berlangsung di wilayah timur Republik Demokratik Kongo, tempat kejadian mpox masih tinggi, serta pemotongan bantuan kemanusiaan, terus membatasi respons kesehatan masyarakat dan membatasi akses ke layanan penting.

    Di seluruh negara dan mitra, lebih dari US$ 220 juta dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan pendanaan untuk melawan mpox.  

    Rencana Respons Kontinental yang diperbarui menyerukan upaya yang lebih intensif untuk mengendalikan wabah.

    Sementara juga mengambil tindakan konkret untuk mengintegrasikan Mpox ke dalam layanan kesehatan rutin.  

    Bersama dengan Rencana Tanggap Kontinental untuk Afrika, WHO telah memperbarui rencana strategis global untuk membatasi dan jika memungkinkan menghentikan penularan mpox antarmanusia. 

    Dalam dua bulan pertama tahun 2025, 60 negara melaporkan kasus mpox, dengan mayoritas kasus dan kematian dilaporkan dari Benua Afrika. 

  • Efisiensi Anggaran, Trump Akan Tutup Konjen AS di Medan

    Efisiensi Anggaran, Trump Akan Tutup Konjen AS di Medan

    Washington

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ingin melakukan efisiensi anggaran Departemen Luar Negeri AS. Kebijakan Trump ini akan mengakibatkan ditutupnya 10 kedutaan besar AS dan 17 Konsulat Jenderal (Konjen) AS di sejumlah negara, termasuk Konjen AS di Medan, Sumatera Utara.

    Dilansir Reuters, Jumat (18/4/2025), Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB) Gedung Putih menyebut pemerintah AS sedang mempertimbangkan rekomendasi untuk menutup sedikitnya 27 misi AS yang sebagian besar berada di Afrika dan Eropa. Sepuluh dari misi tersebut adalah kedutaan besar dan sisanya adalah konsulat.

    Menurut dokumen yang ditinjau oleh Reuters, sepuluh kedutaan besar yang sedang dipertimbangkan untuk ditutup berpusat di Eritrea, Grenada, Lesotho, Republik Afrika Tengah, Luksemburg, Republik Kongo, Gambia, Sudan Selatan, Malta, dan Maladewa.

    Sementara 17 konsulat yang direkomendasikan untuk ditutup, lebih dari selusin berkantor pusat di Eropa. Empat sisanya adalah misi AS di Busan di Korea Selatan, Durban di Afrika Selatan, Medan di Indonesia, dan Douala di Kamerun.

    Memo tersebut juga membahas cara untuk mengonsolidasikan misi besar seperti yang ada di Jepang dan Kanada dengan mengubah ukuran sejumlah konsulat di negara tersebut untuk mengurangi jejak.

    Rekomendasi tersebut menyerukan pengurangan ukuran pos AS di Mogadishu, Somalia, dan Irak, yang dalam memo tersebut digambarkan sebagai ‘misi diplomatik termahal’ yang dioperasikan Washington.

    (fas/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Akan Pangkas Anggaran Deplu, Tutup 27 Kedubes-Konsulat

    Trump Akan Pangkas Anggaran Deplu, Tutup 27 Kedubes-Konsulat

    Washington DC

    Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat tak luput dari rencana pemangkasan anggaran, yang diwarnai penutupan misi diplomatik di luar negeri. Rencana ini muncul seiring upaya Presiden Donald Trump menekan pengeluaran pemerintah secara lebih luas dan mengurangi peran utama AS di panggung internasional.

    Deplu AS, seperti dilansir AFP, Rabu (16/4/2025), dilaporkan akan mengusulkan perombakan jangkauan diplomatik yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan menghentikan berbagai program dan menutup sejumlah Kedutaan Besar juga Konsulat di seluruh dunia, demi memangkas anggaran hingga hampir 50 persen.

    Proposal tersebut, yang dimuat dalam memo internal departemen yang kini sedang dibahas secara serius oleh para pejabat senior AS, akan menghilangkan hampir semua pendanaan untuk organisasi-organisasi internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Dukungan finansial untuk pemeliharaan perdamaian internasional akan dibatasi, bersama dengan pendanaan untuk pertukaran pendidikan dan budaya seperti Program Fulbright — salah satu beasiswa AS yang paling bergengsi.

    Memo internal itu, menurut laporan New York Times, menyebutkan bahwa Departemen Luar Negeri AS akan mengajukan anggaran sebesar US$ 28,4 miliar pada tahun fiskal 2026, mulai 1 Oktober. Jumlah itu disebut US$ 26 miliar lebih rendah dibandingkan angka pada tahun fiskal 2025.

    Disebutkan juga dalam dokumen yang beredar itu, menurut outlet media politik Punchbowl News, soal indikasi penutupan 10 Kedutaan Besar dan 17 Konsulat AS, termasuk misi diplomatik di Eritrea, Luksemburg, Sudan Selatan dan Malta.

    Lima konsulat yang ditandai untuk ditutup berada di Prancis, sedangkan dua konsulat lainnya ada di Jerman. Daftar itu juga mencakup misi diplomatik di Skotlandia dan Italia.

    Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, berusaha meredakan kekhawatiran soal laporan pemangkasan tersebut. Dia menegaskan kepada wartawan bahwa: “Belum ada rencana akhir, anggaran final, dinamika akhir.”

    “Itu terserah kepada Gedung Putih dan Presiden Amerika Serikat saat mereka terus mengerjakan rencana anggaran mereka dan apa yang akan mereka serahkan kepada Kongres,” jelas Bruce.

    Tidak diketahui apakah Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mendukung memo internal yang beredar itu. Namun dibutuhkan tanda tangan Rubio untuk pemangkasan apa pun sebelum diserahkan kepada Kongres AS.

    Hanya Kongres AS — di mana Partai Republik membutuhkan beberapa suara Partai Demokrat untuk meloloskan sebagian besar undang-undang — yang dapat mengesahkan pemangkasan semacam itu. Proposal itu kemungkinan akan menjadi pertimbangan besar dalam negosiasi para anggota parlemen AS atas anggaran tahun 2026.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini