Negara: Somalia

  • Total Warga 39 Negara Dilarang Trump Masuk AS Mulai Tahun Depan

    Total Warga 39 Negara Dilarang Trump Masuk AS Mulai Tahun Depan

    Jakarta

    Amerika Serikat (AS) memperluas batasan bagi warga negara asing masuk ke negaranya. Terbaru, Presiden AS Donald Trump melarang 7 warga negara asing masuk ke Paman Sam, sehingga total menjadi 39 negara.

    Dilansir Deutsche Welle (DW), aturan itu tertuang dalam deklarasi yang diteken oleh Donald Trump. Dalam dokumen yang ditandatangani pada Selasa (16/12) waktu setempat, AS membagi kategori pembatasan dalam bentuk larangan total dan sebagian.

    Warga Negara yang Dilarang Total Masuk AS

    Warga negara yang dilarang total masuk AS adalah warga dari Suriah, serta negara-negara Afrika seperti Burkina Faso, Mali, Niger, dan Sudan Selatan.

    Pemerintahan Trump juga sepenuhnya membatasi masuknya orang-orang yang menggunakan dokumen perjalanan yang diterbitkan oleh Otoritas Palestina.

    AS sebelumnya telah melarang keras pemegang paspor Otoritas Palestina untuk memperoleh dokumen perjalanan mengunjungi AS untuk keperluan bisnis, pekerjaan, wisata, atau pendidikan.

    Warga negara Sierra Leone dan Laos, yang sebelumnya dikenai pembatasan perjalanan parsial, kini sepenuhnya dilarang masuk ke AS.

    Warga negara Afganistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Ekuatorial, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman, sejak Juni 2025 telah dikenai larangan perjalanan penuh.

    Jika ditotal, ada 19 negara yang berada di bawah larangan perjalanan penuh, ditambah Otoritas Palestina.

    Larangan Secara Parsial

    Sebanyak 15 negara tambahan dimasukkan ke dalam daftar negara yang menghadapi pembatasan parsial, terutama dari kawasan Afrika sub-Sahara.

    Negara-negara Afrika tersebut adalah Angola, Benin, Pantai Gading, Gabon, Gambia, Malawi, Mauritania, Nigeria, Senegal, Tanzania, Zambia, dan Zimbabwe.

    Antigua dan Barbuda, Dominika, serta Tonga juga dikenai larangan parsial.

    Negara Burundi, Kuba, Togo, dan Venezuela tetap berada di bawah larangan perjalanan parsial yang sebelumnya telah diberlakukan sejak Juni 2025.

    Artinya, kini terdapat 19 negara yang berada di bawah larangan perjalanan parsial setelah AS pada Selasa (16/12) mencabut penangguhan parsial perjalanan bagi warga Turkmenistan.

    Siapa Saja Dibatasi Masuk ke AS?

    Pembatasan ini berlaku bagi orang-orang yang ingin mengunjungi AS, seperti turis, pelajar, dan pelaku perjalanan bisnis, hingga pihak yang ingin bermigrasi ke sana.

    Orang-orang yang telah memiliki visa, berstatus penduduk tetap sah di AS, atau memiliki kategori visa tertentu seperti diplomat atau atlet dikecualikan dari pembatasan ini.

    Pihak yang masuk ke AS dan dianggap melayani kepentingan AS juga dikecualikan dari pembatasan.

    Pemerintah AS menyatakan bahwa pembatasan terbaru ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.

    Alasan Trump Perketat Pembatasan

    Meskipun Donald Trump menjadikan pengetatan imigrasi sebagai salah satu pilar utama masa kepresidenannya, larangan perjalanan terbaru ini tampaknya dipengaruhi oleh sejumlah peristiwa baru-baru ini.

    Pemerintahan Trump pertama kali mengisyaratkan perluasan pembatasan perjalanan setelah penangkapan seorang warga negara Afganistan yang diduga terlibat dalam penembakan dua anggota Garda Nasional pada November 2025.

    Sejak penembakan tersebut, AS menghentikan seluruh keputusan terkait klaim suaka dan menangguhkan proses permohonan imigrasi dari 19 negara awal yang dikenai pembatasan perjalanan.

    Trump juga sempat mengancam akan melakukan aksi militer terhadap Nigeria pada awal November 2025. Dia mengklaim bahwa umat Kristen dianiaya di negara tersebut, tapi klaim ini kemudian dibantah oleh Nigeria.

    Terbaru, pada Sabtu (13/12), Trump bersumpah akan melakukan “pembalasan yang sangat serius” terhadap Suriah setelah dua tentara AS dan seorang penerjemah tewas akibat serangan yang diduga dilakukan oleh pelaku “ISIS”.

    Dalam pernyataannya, Gedung Putih mengaku sulit memverifikasi warga dari banyak negara yang terdampak pembatasan baru ini karena “korupsi yang meluas, dokumen sipil yang palsu atau tidak dapat diandalkan, hingga catatan kriminal”.

    Gedung Putih juga mengatakan bahwa beberapa negara memiliki tingkat pelanggaran izin tinggal yang tinggi atau menolak menerima kembali warga negaranya.

    Lihat juga Video ‘Imbas Tarif Trump, Perusahaan Teknologi AS Menuju Kebangkrutan’:

    Halaman 2 dari 2

    (lir/fas)

  • Trump Larang Warga dari 39 Negara Masuk AS Mulai 2026

    Trump Larang Warga dari 39 Negara Masuk AS Mulai 2026

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani sebuah deklarasi yang semakin membatasi masuknya warga negara asing ke kawasan Paman Sam.

    Dalam dokumen yang ditandatangani pada Selasa (16/12) waktu setempat, AS membagi kategori pembatasan dalam bentuk larangan total dan sebagian.

    Daftar negara yang dilarang total untuk masuk AS

    Suriah, serta negara-negara Afrika seperti Burkina Faso, Mali, Niger, dan Sudan Selatan kini dikenai larangan perjalanan total.

    Pemerintahan Trump juga sepenuhnya membatasi masuknya orang-orang yang menggunakan dokumen perjalanan yang diterbitkan oleh Otoritas Palestina.

    AS sebelumnya telah melarang keras pemegang paspor Otoritas Palestina untuk memperoleh dokumen perjalanan mengunjungi AS untuk keperluan bisnis, pekerjaan, wisata, atau pendidikan.

    Warga negara Sierra Leone dan Laos, yang sebelumnya dikenai pembatasan perjalanan parsial, kini sepenuhnya dilarang masuk ke AS.

    Warga negara Afganistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Ekuatorial, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman, sejak Juni 2025 telah dikenai larangan perjalanan penuh.

    Daftar negara yang dilarang secara parsial untuk masuk ke AS

    Sebanyak 15 negara tambahan dimasukkan ke dalam daftar negara yang menghadapi pembatasan parsial, terutama dari kawasan Afrika sub-Sahara.

    Negara-negara Afrika tersebut adalah Angola, Benin, Pantai Gading, Gabon, Gambia, Malawi, Mauritania, Nigeria, Senegal, Tanzania, Zambia, dan Zimbabwe.

    Antigua dan Barbuda, Dominika, serta Tonga juga dikenai larangan parsial.

    Negara Burundi, Kuba, Togo, dan Venezuela tetap berada di bawah larangan perjalanan parsial yang sebelumnya telah diberlakukan sejak Juni 2025.

    Artinya, kini terdapat 19 negara yang berada di bawah larangan perjalanan parsial setelah AS pada Selasa (16/12) mencabut penangguhan parsial perjalanan bagi warga Turkmenistan.

    Siapa saja yang dibatasi masuk ke AS?

    Pembatasan ini berlaku bagi orang-orang yang ingin mengunjungi AS, seperti turis, pelajar, dan pelaku perjalanan bisnis, hingga pihak yang ingin bermigrasi ke sana.

    Orang-orang yang telah memiliki visa, berstatus penduduk tetap sah di AS, atau memiliki kategori visa tertentu seperti diplomat atau atlet dikecualikan dari pembatasan ini.

    Pihak yang masuk ke AS dan dianggap melayani kepentingan AS juga dikecualikan dari pembatasan.

    Pemerintah AS menyatakan bahwa pembatasan terbaru ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.

    Alasan Trump perketat pembatasan perjalanan ke AS

    Meskipun Donald Trump menjadikan pengetatan imigrasi sebagai salah satu pilar utama masa kepresidenannya, larangan perjalanan terbaru ini tampaknya dipengaruhi oleh sejumlah peristiwa baru-baru ini.

    Pemerintahan Trump pertama kali mengisyaratkan perluasan pembatasan perjalanan setelah penangkapan seorang warga negara Afganistan yang diduga terlibat dalam penembakan dua anggota Garda Nasional pada November 2025.

    Sejak penembakan tersebut, AS menghentikan seluruh keputusan terkait klaim suaka dan menangguhkan proses permohonan imigrasi dari 19 negara awal yang dikenai pembatasan perjalanan.

    Trump juga sempat mengancam akan melakukan aksi militer terhadap Nigeria pada awal November 2025. Dia mengklaim bahwa umat Kristen dianiaya di negara tersebut, tapi klaim ini kemudian dibantah oleh Nigeria.

    Terbaru, pada Sabtu (13/12), Trump bersumpah akan melakukan “pembalasan yang sangat serius” terhadap Suriah setelah dua tentara AS dan seorang penerjemah tewas akibat serangan yang diduga dilakukan oleh pelaku “ISIS”.

    Dalam pernyataannya, Gedung Putih mengaku sulit memverifikasi warga dari banyak negara yang terdampak pembatasan baru ini karena “korupsi yang meluas, dokumen sipil yang palsu atau tidak dapat diandalkan, hingga catatan kriminal”.

    Gedung Putih juga mengatakan bahwa beberapa negara memiliki tingkat pelanggaran izin tinggal yang tinggi atau menolak menerima kembali warga negaranya.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Muhammad Hanafi

    Editor: Prihardani Purba

    (ita/ita)

  • Bom Mobil Meledak Dekat Kantor Polisi Meksiko, 5 Orang Tewas

    Bom Mobil Meledak Dekat Kantor Polisi Meksiko, 5 Orang Tewas

    Jakarta

    Otoritas Meksiko mengatakan setidaknya lima orang tewas dan tiga orang lainnya luka-luka setelah sebuah mobil meledak di dekat kantor polisi di negara bagian Michoacan di Meksiko barat.

    Dilansir kantor berita AFP, Senin (8/12/2025), ledakan bom mobil di negara bagian Meksiko yang bergejolak itu, terjadi sesaat sebelum tengah hari waktu setempat (18.00 GMT) pada hari Sabtu lalu di depan markas polisi di kota pesisir Coahuayana. Demikian disampaikan Kejaksaan Agung Meksiko, yang telah mengambil alih penyelidikan kasus tersebut.

    Kejaksaan negara bagian menaikkan jumlah korban tewas dari tiga orang menjadi lima orang, menambahkan bahwa tiga orang di antaranya adalah petugas polisi setempat.

    Beberapa kelompok pengedar narkoba beroperasi di Michoacan, termasuk New Michoacan Family dan Jalisco New Generation Cartel (CJNG), yang keduanya telah ditetapkan oleh pemerintah Amerika Serikat sebagai “organisasi teroris asing.”

    Sebelumnya, pembunuhan Wali Kota Uruapan, Carlos Manzo, di Michoacan memicu demonstrasi yang dipimpin para pemuda selama dua hari pada bulan November lalu. Dalam insiden itu, dengan para pengunjuk rasa membakar gedung-gedung publik dan terlibat bentrok dengan polisi, yang mengakibatkan lebih dari 100 orang terluka.

    Manzo (40) telah meraih popularitas sebagai pejuang melawan kejahatan terorganisir dan berkampanye melawan kartel-kartel narkoba Meksiko yang terkenal kejam.

    Lihat juga Video: Bom Mobil Meledak di Somalia, 5 Orang Tewas

    (ita/ita)

  • AS Kaji Perluas Larangan Perjalanan untuk 30 Negara

    AS Kaji Perluas Larangan Perjalanan untuk 30 Negara

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) sedang mempertimbangkan untuk memperluas jumlah negara yang tercakup dalam daftar larangan perjalanan. Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, menyebut lebih dari 30 negara bisa masuk ke daftar larangan perjalanan ke AS.

    “Saya tidak akan menyebutkan jumlahnya secara spesifik, tetapi jumlahnya lebih dari 30 (negara), dan Presiden (Donald Trump) terus mengevaluasi negara-negara yang ada,” kata Noem dalam wawancara dengan Fox News, seperti dilansir Anadolu Agency, Jumat (5/12/2025).

    Dalam wawancara pada Kamis (4/12) itu, Noem mempertanyakan mengapa AS harus mengizinkan masuk orang-orang dari negara tanpa “pemerintahan yang stabil”, yang tidak dapat “menopang dirinya sendiri” atau membantu memeriksa individu-individu yang ingin masuk ke wilayah AS.

    Noem, dalam pernyataan sebelumnya pada Senin (1/12), mengatakan bahwa dirinya merekomendasikan “larangan perjalanan sepenuhnya untuk setiap negara terkutuk yang telah membanjiri negara kita dengan pembunuh, lintah darat, dan pecandu hak”.

    Belum diketahui secara jelas negara mana saja yang akan terdampak larangan perjalanan yang diusulkan Noem tersebut, atau kapan larangan perjalanan itu akan mulai diberlakukan. Kementerian Dalam Negeri AS (DHS) mengatakan kepada media terkemuka Inggris, BBC, bahwa mereka akan segera mengumumkan daftarnya.

    Perdebatan mengenai larangan perjalanan semakin intensif setelah Trump pada 28 November lalu mengancam akan menghentikan migrasi secara permanen dari “negara-negara dunia ketiga”.

    Sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan kepada Fox News pada Senin (1/12) malam bahwa Trump telah mengumumkan larangan perjalanan beberapa bulan lalu untuk negara-negara “dunia ketiga dan negara gagal”.

    Dikatakan juga oleh Leavitt bahwa rekomendasi Noem akan “memperluas” larangan perjalanan tersebut hingga mencakup lebih banyak negara.

    Pemerintahan Trump, pada Selasa (2/12), mengumumkan penghentian sementara semua permohonan imigrasi, termasuk green card dan pemrosesan kewarganegaraan AS, yang diajukan oleh para imigran dari 19 negara non-Eropa, untuk alasan keamanan nasional dan keselamatan publik.

    Daftar negara yang terdampak kebijakan itu mencakup Afghanistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, Yaman, Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela.

    Kebijakan baru ini menangguhkan permohonan yang tertunda, dan mewajibkan semua imigran dari negara yang ada dalam daftar itu untuk “menjalani proses peninjauan ulang yang menyeluruh, termasuk wawancara potensial dan, jika perlu, wawancara ulang, untuk menilai secara menyeluruh semua ancaman terhadap keamanan nasional dan keselamatan publik”.

    Memorandum resmi yang menguraikan kebijakan baru itu mengutip penembakan terhadap sejumlah anggota Garda Nasional AS di Washington DC pekan lalu, di mana seorang pria Afghanistan telah ditangkap sebagai tersangka. Satu personel Garda Nasional tewas, sedangkan satu lainnya luka parah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Trump Ngomel-ngomel Hina Somalia, Apa Kata Presiden dan Rakyatnya?

    Trump Ngomel-ngomel Hina Somalia, Apa Kata Presiden dan Rakyatnya?

    Jakarta

    Warga Somalia merespons dengan campuran rasa kesal dan pasrah atas omelan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menghina negara mereka.

    Pernyataan pedas Trump tersebut dilontarkan dalam rapat kabinet di Gedung Putih pada Rabu (3/12) waktu setempat. Dalam rapat itu, Trump menuduh para migran Somalia tidak tahu berterima kasih. Trump mengatakan bahwa “kita tidak menginginkan mereka di negara kita dan di Somalia, mereka tidak punya apa-apa, mereka hanya berkeliaran saling membunuh.”

    “Negara mereka tidak baik karena suatu alasan. Negara mereka busuk, dan kita tidak ingin mereka berada di negara kita,” cetusnya.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (4/12/2025), pemerintah Somalia tidak berkomentar apa pun tentang omelan dan hinaan Trump tersebut. Ini kemungkinan dikarenakan mereka khawatir menyinggung pemerintah AS yang merupakan penyedia utama bantuan pertahanan dan kemanusiaan, meskipun dukungan tersebut telah berkurang di bawah pemerintahan Trump.

    Namun, warga di ibu kota Somalia, Mogadishu merasa kesal.

    “Ini bukan pertama kalinya Presiden Trump berbicara negatif tentang Somalia dan rakyat Somalia, tetapi kali ini pelanggarannya tidak dapat diterima. Sudah saatnya pemerintah Somalia berhenti membisu dan memberi tahu Trump untuk berhenti menghina Somalia,” ujar Daud Bare, seorang pedagang bahan makanan di distrik Waberi, kepada AFP.

    Sumaya Hassan Ali, seorang mahasiswa berusia 23 tahun, mengatakan komentar Trump tersebut “kasar”.

    “Setiap negara memiliki kesalahannya sendiri, bahkan Amerika,” katanya. “Kita tahu bahwa banyak orang terbunuh di kota-kota Amerika setiap tahun, terkadang lebih banyak daripada yang terbunuh di Somalia,” ujarnya.

    Dia mengkritik Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamud atas sikap diamnya. Namun, sejumlah pihak memahami posisi pemimpin Somalia itu.

    “Pemerintah AS mendukung Somalia dalam perang melawan apa yang mereka sebut terorisme. Jika pemerintah federal membuat Trump kesal, dia mungkin tidak ragu untuk menarik dukungan pemerintah AS seperti yang dia lakukan sebelumnya,” kata seorang dosen di Somalia, Mahdi Ibrahim.

    Nuradin Abdi, seorang pekerja LSM lokal, menanggapi lebih positif.

    “Trump mungkin bersikap kasar terhadap Somalia, tetapi kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa sebagian besar pernyataannya tentang Somalia memang benar,” kata Abdi.

    “Somalia masih sedang berjuang melawan perang dan korupsi, dan penduduknya adalah pengungsi di seluruh dunia. Jika kita ingin mengubah narasi global yang negatif tentang Somalia, kita perlu mengubah negara kita dan memperbaiki sistem pemerintahan kita,” ujarnya.

    Trump memiliki sejarah panjang dalam mencemooh kaum minoritas. Dia pun meraih popularitas politik dengan menyebarkan teori konspirasi palsu bahwa mantan presiden Barack Obama lahir di Kenya, bukan di Amerika Serikat.

    Trump sering kali mengungkit kekhawatiran mayoritas kulit putih akan kehilangan kekuasaan politik dan budaya.

    “Kita berada di titik kritis,” kata Trump dalam rapat kabinet pada Rabu (3/12) waktu setempat.

    “Kita bisa memilih salah satu, dan kita akan salah jalan jika terus menerima sampah ke negara kita,” imbuhnya.

    Trump mengatakan bahwa warga Amerika keturunan Somalia “tidak berkontribusi apa pun”. Dia pun mencaci maki Ilhan Omar, seorang anggota kongres AS dari Partai Demokrat yang berasal dari Somalia.

    “Ilhan Omar itu sampah. Teman-temannya sampah,” cetus Trump.

    “Biarkan mereka kembali ke tempat asal mereka dan memperbaikinya,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Trump Ngomel-ngomel Hina Somalia, Apa Kata Presiden dan Rakyatnya?

    Ngomel-ngomel, Trump Sebut Imigran Somalia ‘Sampah’

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump ngomel-ngomel mengenai para imigran Somalia. Dia mengatakan bahwa mereka seharusnya tidak diterima di Amerika Serikat.

    Pernyataan pedas Trump tersebut muncul di tengah terkuaknya skandal di negara bagian Minnesota, tempat jaksa penuntut mengatakan bahwa lebih dari US$1 miliar dihabiskan untuk layanan sosial yang tidak ada, sebagian besar melalui penagihan palsu oleh warga Amerika Somalia.

    “Di Somalia, mereka tidak punya apa-apa, mereka hanya berkeliaran saling membunuh,” kata Trump dalam rapat kabinet di Gedung Putih pada Selasa (2/12) waktu setempat, dilansir kantor berita AFP, Rabu (3/12/2025).

    “Negara mereka tidak baik karena suatu alasan. Negara mereka busuk, dan kita tidak ingin mereka berada di negara kita,” cetusnya.

    Trump memiliki sejarah panjang dalam mencemooh kaum minoritas. Dia pun meraih popularitas politik dengan menyebarkan teori konspirasi palsu bahwa mantan presiden Barack Obama lahir di Kenya, bukan di Amerika Serikat.

    Trump sering kali mengungkit kekhawatiran mayoritas kulit putih akan kehilangan kekuasaan politik dan budaya.

    “Kita berada di titik kritis,” kata Trump dalam rapat kabinet.

    “Kita bisa memilih salah satu, dan kita akan salah jalan jika terus menerima sampah ke negara kita,” imbuhnya.

    Trump mengatakan bahwa warga Amerika keturunan Somalia “tidak berkontribusi apa pun”. Dia pun mencaci maki Ilhan Omar, seorang anggota kongres AS dari Partai Demokrat yang berasal dari Somalia.

    “Ilhan Omar itu sampah. Teman-temannya sampah,” cetus Trump.

    “Biarkan mereka kembali ke tempat asal mereka dan memperbaikinya,” ujarnya.

    Omar kemudian menulis tentang Trump di media sosial X: “Obsesinya terhadap saya menyeramkan. Saya harap dia mendapatkan bantuan yang sangat dibutuhkannya.”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Trump Ngomel-ngomel Hina Somalia, Apa Kata Presiden dan Rakyatnya?

    Trump Setop Permohonan Imigrasi dari 19 Negara, Siapa Saja?

    W

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menghentikan sementara semua permohonan imigrasi, termasuk green card dan pemrosesan kewarganegaraan AS, yang diajukan oleh para imigran dari 19 negara non-Eropa.

    Penghentian sementara ini, seperti dilansir Reuters, Rabu (3/12/2025), didasari kekhawatiran Washington atas keamanan nasional dan keselamatan publik.

    Langkah penangguhan permohonan imigrasi ini diumumkan otoritas AS pada Selasa (2/12) waktu setempat, dan diberlakukan bagi orang-orang yang berasal dari 19 negara yang telah dikenai larangan perjalanan parsial pada Juni lalu.

    Kebijakan terbaru Trump ini semakin membatasi imigrasi — yang memang menjadi inti dari platform politik presiden AS tersebut.

    Daftar negara yang terdampak kebijakan ini mencakup Afghanistan dan Somalia.

    Memorandum resmi yang menguraikan kebijakan baru tersebut mengutip penembakan terhadap sejumlah anggota Garda Nasional AS di Washington DC pekan lalu, di mana seorang pria Afghanistan telah ditangkap sebagai tersangka. Satu personel Garda Nasional itu tewas, sedangkan satu lainnya mengalami luka parah.

    Trump, baru-baru ini, juga meningkatkan retorika soal warga Somalia, dengan menyebut mereka “sampah” dan mengatakan “kita tidak ingin mereka berada di negara kita”.

    Daftar negara yang menjadi target kebijakan terbaru itu termasuk Afghanistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Negara-negara itu sebelumnya menjadi target pembatasan imigrasi paling ketat pada Juni lalu, termasuk penangguhan sepenuhnya untuk masuk ke AS dengan sedikit pengecualian.

    Negara-negara lainnya yang masuk dalam daftar tersebut, seperti Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela, juga dikenai pembatasan parsial sebelumnya.

    Kebijakan baru ini menangguhkan permohonan yang tertunda, dan mewajibkan semua imigran dari negara yang ada dalam daftar itu untuk “menjalani proses peninjauan ulang yang menyeluruh, termasuk wawancara potensial dan, jika perlu, wawancara ulang, untuk menilai secara menyeluruh semua ancaman terhadap keamanan nasional dan keselamatan publik”.

    Memorandum resmi itu mengutip beberapa kejahatan terbaru yang diduga dilakukan oleh para imigran di AS, termasuk serangan terhadap tentara Garda Nasional.

    Sejak kembali menjabat pada Januari lalu, Trump secara agresif memprioritaskan penindakan imigrasi, mengerahkan agen-agen federal ke kota-kota besar AS, dan menolak pencari suaka di perbatasan AS-Meksiko. Pemerintahan Trump sering menyoroti desakan deportasi, namun kurang menekankan upaya untuk menangkal imigrasi ilegal.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Trump Ngomel-ngomel Hina Somalia, Apa Kata Presiden dan Rakyatnya?

    Trump Mencak-mencak di Rapat Kabinet, Minta Imigran Somalia Tinggalkan AS

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan pernyataan keras terkait kebijakan imigrannya dalam rapat kabinet. Trump mengaku tidak ingin lagi melihat imigran Somalia di AS.

    Dilansir Associated Press, Rabu (3/12/2025), rapat kabinet digelar pada Selasa (2/12) waktu setempat. Trump mengatakan penduduk Somalia terlalu bergantung pada jaringan pengaman social AS dan hanya memberikan sedikit kontribusi pada negaranya.

    “Mereka tidak berkontribusi apa pun. Jaminan sosialnya hanya 88% atau lebih. Mereka tidak berkontribusi apa pun. Saya tidak ingin mereka di negara kita,” kata Trump dalam rapat kabinet.

    Komentar pedas dari Trump itu muncul beberapa hari setelah pemerintahannya mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan semua keputusan suaka menyusul penembakan dua tentara Garda Nasional di Washington. Tersangka dalam insiden yang terjadi pada pekan lalu itu berasal dari Afghanistan, namun Trump memanfaatkan momen tersebut untuk mempertanyakan imigran dari negara lain, termasuk Somalia.

    “Negara mereka tidak baik karena suatu alasan. Negara Anda buruk dan kita tidak ingin mereka di negara kita,” ujar Trump.

    Dilansir AFP, pernyataan pedas dari Trump ini juga seiring dengan munculnya skandal di negara bagian Minnesota terkait penggunaan USD 1 miliar untuk layanan sosial fiktif. Kasus itu diduga melibatkan banyak warga Amerika keturunan Somalia.

    Dalam rapat kabinet, Trump juga menyindir anggota kongres Demokrat dari Minnesota, Ilhan Omar. Ilhan Omar diketahui memiliki keturunan Somalia.

    “Ilhan Omar itu sampah. Teman-temannya itu sampah,” kata Trump.

    “Biarkan mereka kembali ke tempat asal mereka dan memperbaikinya,” sambungnya.

    Pekan lalu, Trump mengakhiri perlindungan terhadap deportasi warga Somalia yang berlaku di Amerika Serikat sejak 1991, ketika Somalia jatuh ke dalam anarki.

    Jaksa penuntut sedang menyelidiki beberapa rencana untuk mencuri uang pembayar pajak di Minnesota, termasuk oleh kelompok-kelompok yang secara keliru mengklaim memberi makan anak-anak selama pandemi Covid-19.

    Minnesota, negara bagian yang secara historis condong ke Partai Demokrat dengan sejarah menyambut pengungsi, merupakan rumah bagi komunitas besar warga Somalia-Amerika.

    Skandal ini memiliki dimensi politik tambahan karena gubernur Minnesota adalah Tim Walz, seorang Demokrat yang merupakan kandidat wakil presiden dari partai tersebut yang gagal dalam pemilihan tahun lalu.

    (ygs/ygs)

  • Trump Hentikan Migrasi dari ‘Negara-Negara Dunia Ketiga’ ke AS

    Trump Hentikan Migrasi dari ‘Negara-Negara Dunia Ketiga’ ke AS

    Jakarta

    “Saya akan menghentikan secara permanen migrasi dari semua negara dunia ketiga untuk memungkinkan sistem Amerika Serikat pulih sepenuhnya,” tulis Trump dalam unggahan tengah malam di platform media sosialnya, Truth Social, menggunakan istilah yang sudah usang dan dianggap ofensif untuk menyebut negara-negara berkembang secara ekonomi.

    Donald Trump juga menulis bahwa ia akan “mengusir siapa pun yang bukan merupakan aset bersih bagi Amerika Serikat” dan “mengakhiri semua tunjangan serta subsidi federal bagi nonwarga negara, mencabut kewarganegaraan para migran yang merusak ketenteraman domestik, serta mendeportasi warga negara asing yang menjadi beban publik, risiko keamanan, atau dinilai tidak sesuai dengan peradaban Barat.”

    Trump menulis bahwa kebijakan itu juga akan mencakup program visa khusus bagi warga Afganistan yang bekerja dengan AS di Afganistan sebelum Taliban kembali berkuasa.

    Peninjauan ulang penuh diperintahkan setelah serangan di Washington

    Unggahan tersebut, yang ditulis pada hari libur Thanksgiving di AS, muncul setelah pemerintahan Trump memerintahkan peninjauan penuh terhadap status penduduk tetap imigran dari 19 negara, menyusul serangan terhadap dua personel Garda Nasional AS di Washington, DC.

    Seorang warga Afganistan yang masuk ke AS pada tahun 2021 setelah bekerja dengan militer dan dinas intelijen Amerika di Afganistan telah ditangkap terkait penembakan pada hari Rabu (19/11) dekat Gedung Putih.

    Direktur Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS (USCIS), Joseph Edlow, mengatakan di X: “Saya telah memerintahkan pemeriksaan ulang secara penuh dan ketat terhadap setiap pemegang Green Card untuk setiap warga asing dari setiap negara yang dianggap menjadi perhatian.”

    Pemerintahan Trump pada hari Rabu (19/11) sudah menghentikan pemrosesan aplikasi imigrasi dari Afghanistan setelah penembakan tersebut.

    Afghanistan, Iran, Somalia, Libya, Yaman, Kuba, Venezuela termasuk dalam daftar negara

    Di antara negara-negara tersebut adalah Afghanistan, Iran, Somalia, Libya, dan Yaman, serta Kuba, Venezuela, Chad, dan Eritrea.

    Para kritikus memperingatkan bahwa kebijakan itu berisiko menghukum ratusan ribu penduduk tetap yang sah hanya berdasarkan kebangsaannya.

    Apakah peninjauan tersebut akan mengarah pada pencabutan status atau deportasi masih belum jelas. Dampak pernyataan Trump pada hari Kamis (20/11) terhadap peninjauan USCIS juga tidak jelas.

    Untuk saat ini, pemerintah menyebut langkah itu sebagai tindakan perlindungan yang ditujukan untuk keamanan nasional menyusul serangan di Washington DC.

    Pengetatan kebijakan imigrasi pemerintahan Trump

    Masa jabatan kedua Trump ditandai dengan dorongan kuat untuk menindak imigrasi Ribuan orang telah ditangkap oleh agen imigrasi federal dalam operasi yang menargetkan para imigran tanpa dokumen yang sah, dengan mereka yang dianggap “alien ilegal” kemudian dideportasi.

    Badan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) telah dikritik karena taktik yang dianggap keras, dengan agen-agen bersenjata lengkap dan mengenakan balaclava menyerbu orang-orang yang mereka tahan.

    Langkah-langkah tersebut banyak dikritik oleh kelompok hak asasi manusia yang berpendapat bahwa kebijakan Trump mengabaikan dan melanggar hak-hak manusia.

    Trump tampaknya tidak terpengaruh, dan dengan pernyataan terbarunya, ia terlihat mempertegas dan memperluas kebijakan imigrasinya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Trump Ngomel-ngomel Hina Somalia, Apa Kata Presiden dan Rakyatnya?

    Trump Cabut Perlindungan Sementara Imigran Myanmar di AS

    Jakarta

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakhiri perlindungan sementara bagi imigran Myanmar di negaranya. Kenapa?

    Dilansir AFP, Selasa (25/11/2025), ada sekitar 4.000 orang dari Myanmar telah tinggal di Amerika Serikat (AS) di bawah Status Perlindungan Sementara (TPS). Diketahui, TPS melindungi pemegangnya dari deportasi dan memungkinkan mereka untuk bekerja.

    TPS diberikan kepada orang-orang yang dianggap berada dalam bahaya jika mereka kembali ke negara asal mereka, karena perang, bencana alam, atau keadaan luar biasa lainnya.

    Donald Trump baru-baru ini mengeluarkan kebijakan imigrasinya secara menyeluruh. Dia memerintahkan penghapusan TPS bagi warga negara dari Afghanistan, Kamerun, Haiti, Honduras, Nepal, Nikaragua, Suriah, Sudan Selatan, dan Venezuela.

    Trump mengumumkan pada hari Jumat bahwa ia juga akan mencabut TPS bagi warga negara Somalia.

    TPS diperluas untuk warga negara Myanmar setelah kudeta militer tahun 2021. Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, mengatakan keputusan untuk mencabutnya dibuat setelah meninjau kondisi di negara tersebut.

    Myanmar terus menghadapi “tantangan kemanusiaan yang sebagian disebabkan oleh operasi militer yang berkelanjutan melawan perlawanan bersenjata,” kata Noem.

    Namun, katanya, telah terjadi perbaikan dalam “tata kelola dan stabilitas di tingkat nasional dan lokal.”

    Namun, tambahnya, telah terjadi perbaikan dalam “tata kelola dan stabilitas di tingkat nasional dan lokal.”

    Noem mengungkapkan alasan pencabutan TPS ini karena menganggap sudah ada pencabutan status darurat pada Juli lalu di Myanmar. Dia juga mengatakan bahwa akan “ada pemilu yang bebas dan adil” pada Desember mendatang di Myanmar.

    Dikritik LSM

    Langkah pencabutan TPS ini menuai kritik dari organisasi advokasi non-pemerintah seperti Human Rights Watch (HRW). Dia menilai pencabutan ini akan mempersulit warga Myanmar.

    “Kesalahan pernyataan Keamanan Dalam Negeri dalam mencabut TPS bagi warga Myanmar sangat parah sehingga sulit membayangkan siapa yang akan mempercayainya,” ujar Direktur Advokasi HRW Asia, John Sifton, dalam sebuah pernyataan.

    Kelompok tersebut mencatat bahwa “status darurat Myanmar yang seharusnya dicabut pada bulan Juli langsung digantikan dengan status darurat dan darurat militer baru di sejumlah kota di sembilan negara bagian dan wilayah.”

    Menurut, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, mengatakan “sulit dipercaya” jika Myanmar untuk menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil dalam situasi saat ini.

    “Bagaimana mungkin ada yang bilang mereka bebas dan adil,” kata Turk dalam wawancara baru-baru ini dengan AFP.

    “Dan bagaimana mungkin mereka bisa melakukannya ketika sebagian besar wilayah negara sebenarnya tidak berada di bawah kendali siapa pun, sementara militer terlibat dalam konflik dan telah menekan penduduknya selama bertahun-tahun?” tambahnya.

    Kelompok-kelompok hak asasi manusia menyatakan bahwa pemilu tersebut tidak sah, dengan tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi digulingkan dan dipenjara dalam kudeta tersebut, dan partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpinnya dibubarkan.

    Junta militer merebut kekuasaan dengan klaim kecurangan yang tidak berdasar dalam pemilu 2020 yang dimenangkan NLD secara telak.

    Perang saudara yang melibatkan banyak pihak telah melanda Myanmar sejak saat itu, dengan junta militer kehilangan sebagian besar wilayah negara itu akibat gerilyawan pro-demokrasi dan faksi-faksi bersenjata etnis minoritas yang kuat.

    Terkait hal itu, Departemen Luar Negeri AS saat ini menyarankan warga Amerika tidak bepergian ke Myanmar karena “konflik bersenjata, potensi kerusuhan sipil”, dan “penahanan yang salah”.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Lagi-lagi Trump Kecewa ke Putin, Buntut Tak Mau Akhiri Perang”
    [Gambas:Video 20detik]
    (zap/azh)