Negara: Selandia Baru

  • Australia Temukan Fosil Paus Purba Berusia 26 Juta Tahun, Punya Gigi Tajam

    Australia Temukan Fosil Paus Purba Berusia 26 Juta Tahun, Punya Gigi Tajam

    Bisnis.com, JAKARTA — Para ilmuwan telah menemukan paus purba yang “terlihat lucu” dengan mata besar dan gigi tajam yang melahap mangsa di lepas pantai Australia sekitar 26 juta tahun lalu.

    Paus purba tersebut memiliki nama ilmiah Janjucetus dullardi, dan merupakan salah satu sepupu dari paus biru raksasa (Balaenoptera musculus). 

    “Bayangkan versi paus balin yang mirip hiu, kecil dan tampak imut, tetapi jelas tidak berbahaya,” kata Mahasiswa Doktoral Paleontologi Monash University Australia, Ruairidh Duncan, dikutip dari LiveScience (18/8/2025)

    Para peneliti mengidentifikasi spesies baru ini dari potongan tengkorak yang ditemukan di pesisir tenggara Australia. Spesies yang ditemukan itu disebut masih remaja, dengan panjang 2,1 meter, menurut sebuah studi di jurnal Zoological Journal of the Linnean Society, Selasa (12/8/2025).

    J. dullardi termasuk dalam famili paus kecil yang disebut mammalodontida, yang hidup di perairan hangat dan dangkal di lepas pantai Australia dan Selandia Baru selama Zaman Oligosen (33,9 juta hingga 23 juta tahun yang lalu).

    Periode tersebut tidak lama, dalam waktu evolusi, sejak nenek moyang paus masa kini pertama kali kembali ke laut sekitar 50 juta tahun yang lalu.

    Seorang kepala sekolah bernama Ross Dullard pertama kali melihat fosil j. dullardi ketika berjalan di sepanjang pantai Half Moon Bay, dekat Melbourne, pada 2019.

    Fosil-fosil itu tersingkap di dasar singkapan batuan yang terkikis gelombang (Formasi Marl Jan Juc), lalu setelah Dullard menemukan fosil tersebut, dia menyumbangkannya ke Museum Victoria.

    Untuk melakukan analisis detail terhadap fosil-fosil yang ditemukan Dullard, para peneliti menggunakan fotografi pemindaian mikroCT, dan teknik lainnya. Dari sana terungkap, ini merupakan penemuan spesies baru yang sebelumnya dikenal, dan pada akhirnya dinamai serupa dengan penemunya.

    Selama bertahun-tahun, Australia Tenggara telah menjadi pusat fosil paus purba, dengan dua spesies paus kecil lainnya ditemukan dari formasi Marl Jan Juc. 

    Para peneliti terus menemukan fosil di wilayah itu, dan berharap akan ada lebih banyak penemuan di tahun-tahun mendatang. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Lembaga Dunia Ungkap Prediksi Terbaru Iklim 2025, Siap-Siap La Nina?

    Lembaga Dunia Ungkap Prediksi Terbaru Iklim 2025, Siap-Siap La Nina?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi Dunia (WMO) telah mengeluarkan sejumlah prediksi iklimnya untuk dua bulan ke depan. Hal ini terungkap dari Global Seasonal Climate Update for August-September-October 2025 yang dirilis Senin (11/8/2025).

    Laporan ini memberikan gambaran tentang kondisi iklim global, baik yang sudah terjadi maupun prediksi untuk beberapa bulan ke depan, menyoroti suhu permukaan laut, suhu daratan, dan pola curah hujan yang akan terjadi di berbagai wilayah.

    Dalam laporan itu, ditemukan suhu permukaan laut global berada di atas rata-rata pada April-Juni 2025, terutama di garis lintang ekstratropis. Meskipun demikian, di Pasifik tengah bagian ekuator, suhunya mendekati rata-rata.

    “Untuk prediksi ke depan (Agustus-Oktober 2025), Indeks El Niño di Pasifik tengah diperkirakan akan menurun, dengan kemungkinan transisi menuju kondisi La Niña yang lemah,” tulis laporan itu.

    Prakiraan Suhu Permukaan Daratan

    Sejalan dengan proyeksi suhu permukaan laut yang tetap di atas normal di sebagian besar samudra (kecuali sebagian Pasifik tengah dan timur ekuator), suhu di sebagian besar wilayah daratan di dunia juga diperkirakan akan berada di atas rata-rata selama periode Agustus-Oktober 2025.

    Konsistensi model prakiraan sangat kuat di wilayah lintang menengah utara, termasuk sebagian Amerika Utara, Eropa, dan Asia utara. Di sana, sebagian besar model mendukung probabilitas tinggi untuk kondisi suhu yang lebih hangat dari normal. Konsistensi yang tinggi ini juga terlihat di Afrika utara, Benua Maritim, Australia utara, Selandia Baru, dan sebagian Amerika Selatan.

    “Sebaliknya, konsistensi model lebih rendah di anak benua India, Afrika selatan, sebagian besar Australia, dan Amerika Selatan bagian timur. Di wilayah-wilayah ini, prakiraan hanya menunjukkan sedikit peningkatan kemungkinan suhu di atas rata-rata,” ujar laporan itu.

    Hal ini menandakan ketidakpastian yang lebih besar dan kemungkinan kondisi mendekati normal. Di Pasifik tropis, timur Garis Penanggalan Internasional, model menunjukkan sinyal yang beragam.

    Prakiraan Curah Hujan

    Probabilitas curah hujan di atas rata-rata diprediksi di Australia, Benua Maritim, Afrika timur ekuator, serta sebagian anak benua India dan Asia timur. Sinyal-sinyal ini didukung oleh kesepakatan model yang moderat hingga kuat.

    Di sisi lain, probabilitas curah hujan di bawah rata-rata diperkirakan terjadi di Eropa timur, Amerika Tengah, Karibia, Afrika barat ekuator, dan wilayah selatan Amerika Selatan. Sinyal kekeringan ini didukung oleh konsistensi model yang cuaca yang moderat hingga tinggi.

    “Di Pasifik tengah dan timur ekuator, probabilitas curah hujan di bawah rata-rata diprediksi kuat di dekat Garis Penanggalan Internasional. Sinyal kekeringan ini meluas ke arah tenggara menuju ujung selatan pantai barat Amerika Selatan,” tutup laporan itu.

    Foto: Prakiraan probabilistik suhu udara permukaan dan curah hujan untuk musim Agustus-Oktober 2025.(Dok. World Meteorological Organization)
    Prakiraan probabilistik suhu udara permukaan dan curah hujan untuk musim Agustus-Oktober 2025.(Dok. World Meteorological Organization)

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • PM Denmark Sebut Netanyahu Kini Jadi ‘Masalah’

    PM Denmark Sebut Netanyahu Kini Jadi ‘Masalah’

    Copenhagen

    Perdana Menteri (PM) Denmark Mette Frederiksen menyebut PM Israel Benjamin Netanyahu kini telah menjadi “masalah”. Frederiksen menyatakan dirinya akan berusaha menekan Tel Aviv terkait perang Gaza mengingat Denmark saat ini memegang jabatan Presiden Uni Eropa.

    “Netanyahu sendiri kini menjadi masalah,” kata Frederiksen dalam sebuah wawancara dengan harian Jyllands-Posten, seperti dilansir AFP, Sabtu (16/8/2025).

    Dia juga menyebut bahwa pemerintah Israel sudah bertindak “terlalu jauh”.

    Dalam wawancara tersebut, Frederiksen mengecam situasi kemanusiaan di Jalur Gaza yang disebutnya “sangat mengerikan dan merupakan bencana besar”. Dia juga mengecam proyek permukiman baru Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

    “Kami adalah salah satu negara yang ingin meningkatkan tekanan terhadap Israel, tetapi kami belum mendapatkan dukungan dari anggota-anggota Uni Eropa,” ujarnya.

    Fredriksen menambahkan bahwa dirinya ingin mempertimbangkan “tekanan politik, sanksi, baik terhadap para pemukim, para menteri, atau bahkan Israel secara keseluruhan”, merujuk pada sanksi perdagangan atau penelitian.

    “Kami tidak mengesampingkan kemungkinan apa pun sebelumnya. Sama seperti Rusia, kami merancang sanksi untuk menargetkan area yang kami yakini akan memberikan dampak terbesar,” ucapnya.

    Denmark tidak termasuk ke dalam negara-negara Eropa yang menyatakan akan mengakui negara Palestina di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September mendatang.

    Wawancara Frederiksen itu mencuat setelah kepala staf militer Israel, pada Rabu (13/8), mengatakan rencana telah disetujui untuk serangan baru di Jalur Gaza, yang bertujuan untuk mengalahkan kelompok Hamas dan membebaskan semua sandera yang tersisa.

    Militer Israel bermaksud untuk menguasai Kota Gaza dan kamp-kamp pengungsi di sekitarnya, beberapa area terdapat di wilayah tersebut, yang hancur akibat perang selama lebih dari 22 bulan.

    Dalam beberapa hari terakhir, penduduk Kota Gaza mengatakan kepada AFP bahwa serangan udara lebih sering menargetkan area-area permukiman. Awal pekan ini, Hamas mengecam serangan darat Israel yang “agresif” di area tersebut.

    Militer Israel, pada Jumat (15/8) waktu setempat, mengatakan pasukannya sedang melakukan berbagai operasi di area pinggiran Kota Gaza.

    Lihat juga Video ‘PM Selandia Baru: Gaza Mengerikan, Netanyahu Kehilangan Akal Sehat’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Australia Berubah Sikap soal Palestina, Apa Artinya Bagi Negara Tetangga?

    Australia Berubah Sikap soal Palestina, Apa Artinya Bagi Negara Tetangga?

    Jakarta

    Baca beritanya dalam bahasa Inggris

    Australia akan mengakui Palestina sebagai sebuah negara di Sidang PBB yang akan digelar bulan September nanti, yang menjadi sebuah tonggak sejarah baru.

    Keputusan ini menjadi sejalan bagi negara-negara tetangganya di Asia Tenggara, seperti Indonesia.

    Tapi, perubahan sikap ini tidak sesuai dengan kebijakan di kebanyakan negara-negara di kawasan Pasifik, yang lebih dekat dengan Israel dan Amerika Serikat dengan didasari alasan bantuan, pembangunan, dan agama.

    Lantas bagaimana perubahan sikap Australia akan berdampak bagi hubungannya dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik?

    Asia Tenggara yang tidak selalu bersatu

    Pemerintah Indonesia menyambut keputusan Australia dengan menyebutnya sebagai sebuah “keberanian”.

    “Kita sambut baik langkah penting Australia untuk mengakui negara Palestina. Keputusan tersebut menunjukkan keberanian dan komitmen Australia terhadap penegakan hukum internasional,” kata Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, kepada RRI, Selasa kemarin.

    Baru setahun kemudian, Filipina menjadi negara keempat di Asia Tenggara yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara.

    Tapi Asia Tenggara tidak selalu bersatu untuk isu Palestina.

    “Sudah ada beberapa perpecahan di dalam blok [Asia Tenggara] terkait Palestina, dengan negara-negara seperti Myanmar dan Laos kurang vokal, sementara Malaysia, Indonesia, dan Filipina merupakan pendukung kuat,” kata Dr Muhammad Zulfikar Rakhmat dari Centre of Economic and Law Studies (CELIOS) di Jakarta.

    Indonesia adalah negara yang aktif mendukung Palestina. khususnya untuk bantuan kemanusiaan, namun menurut Dr Zulfikar Indonesia belum mengambil sikap yang lebih tegas seperti menuntut diakhirinya genosida yang dilakukan Israel.

    “Salah satu alasannya adalah kebijakan luar negeri Indonesia yang relatif pragmatis, yang memprioritaskan stabilitas dan hubungan ekonomi, terutama dengan negara-negara besar di kawasan,” jelasnya.

    “Apa yang dapat dilakukan Indonesia, dan juga dapat dilakukan oleh negara-negara lain di Asia Tenggara, adalah memanfaatkan kekuatan kolektif untuk mendorong sanksi yang lebih kuat terhadap Israel dan mengadvokasi pergeseran menuju perdamaian yang lebih adil dan langgeng, misalnya melalui gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) internasional,” jelasnya.

    Salah satu advokat terkuat untuk memperjuangkan Palestina di Asia Tenggara bisa jadi negara Malaysia.

    Mereka menolak semua bentuk diplomatik, termasuk yang tidak resmi, dengan Malaysia dan sudah melarang siapapun yang bepergian dengan paspor Israel masuk ke negaranya, ujar Dr Mary Ainslie dari University of Nottingham.

    Ia mengatakan para pemimpin Malaysia juga punya kedekatan dengan Hamas hingga menimbulkan kritikan internasional, karena Hamas dicap sebagai kelompok teroris oleh negara-negara Barat, termasuk oleh Australia.

    Setelah serangan Hamas ke Israel di bulan Oktober 2023, PM Malaysia, Anwar Ibrahim, dilaporkan berbicara dengan salah satu petinggi Hamas.

    Dr Zulfikar mengatakan meski tidak terlalu vokal, negara-negara seperti Vietnam dan Kamboja, secara resmi juga mengakui Palestina.

    “Di sisi lain, Thailand secara historis mempertahankan sikap yang lebih netral, tapi pengakuannya terhadap Palestina di masa lalu menunjukkan adanya dukungan,” kata Dr Zulfikar.

    Ia juga mengatakan pengakuan kolektif Asia Tenggara terhadap Palestina didasarkan pada prinsip-prinsip “anti-kolonialisme dan hak asasi manusia”.

    Namun, negara-negara Asia Tenggara berhati-hati untuk tidak mengkritik Israel secara berlebihan karena mereka tidak ingin catatan hak asasi manusia di negara masing-masing juga diawasi, kata Dr Mary.

    “Menyebut adanya pelanggaran di negara lain bisa malah menunjukkan masalah yang sama secara internal, seperti perlakuan terhadap pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari genosida [di Myanmar] dan perlakuan yang umumnya buruk terhadap minoritas dan migran di negara-negara Asia Tenggara,” kata Dr Mary.

    Ia juga mengatakan negara-negara Asia Tenggara cenderung tidak “aktif” mendukung perjuangan Palestina, karena mereka juga punya hubungan ekonomi dan teknologi yang kuat dengan Israel, namun tersembunyi.

    Tak hanya itu, negara-negara anggota ASEAN juga senang untuk tidak melakukan intervensi apa pun terhadap masalah dalam negeri masing-masing, karena berpotensi bisa mengganggu hubungan, ujar Dr Mary.

    Dr Zulfikar mengatakan pengakuan Australia atas negara Palestina dapat memperkuat solidaritas antarnegara ASEAN, atau justru sebaliknya, memperburuk hubungan.

    Ini semua tergantung pada kepentingan nasional masing-masing negara terkait Palestina.

    Sementara itu negara-negara lain, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, menyatakan mendukung Palestina tetapi belum mengakui kenegaraan Palestina.

    “Perbedaan antara mengakui negara Palestina dan mendukung solusi dua negara terletak pada cakupan dan penekanannya,” jelas Dr Zulfikar.

    “Mengakui negara Palestina merupakan pengakuan formal atas Palestina sebagai entitas berdaulat, sering kali melalui jalur diplomatik atau hukum.”

    “Di sisi lain, mendukung solusi dua negara mengacu pada dukungan terhadap kerangka politik yang lebih luas yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina dengan mendirikan dua negara merdeka, Israel dan Palestina, yang hidup berdampingan secara damai dan aman.”

    Para pengamat sepakat jika keputusan Australia untuk mengakui negara Palestina tidak mungkin mengubah posisi negara lain.

    Berbeda sikap dengan negara-negara Pasifik

    Papua Nugini, Fiji, Nauru, Palau, Tuvalu, dan Tonga tidak mengakui kenegaraan Palestina.

    Banyak negara-negara ini bergantung pada Amerika Serikat untuk bantuan dan keamanan.

    Hubungan kuat Pasifik dengan Amerika Serikat dan Israel sudah terlihat saat Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Juni lalu, ketika enam negara Pasifik bergabung dengan Amerika Serikat dan Israel dengan memilih untuk menentang gencatan senjata antara Israel dan Gaza.

    Profesor Derek McDougall dari University of Melbourne mengatakan agama juga memainkan peran penting dalam hubungan Israel dan negara-negara Pasifik.

    Ia mengatakan meskipun di Fiji, mayoritas warganya adalah Pribumi yang biasanya mendukung perjuangan Palestina, bukan berarti bersimpati dengan Palestina karena kebanyakan penduduk Pribumi Fiji adalah Kristen evangelis.

    “Di Amerika Serikat, orang-orang Kristen evangelis, bahkan mungkin lebih banyak daripada orang Yahudi, yang memberikan dukungan politik yang signifikan bagi Israel,” katanya.

    Meskipun Australia mengambil posisi yang berlawanan dengan banyak negara Pasifik, Sione Tekiteki, seorang pengacara dan dosen hukum senior di Auckland University of Technology, mengatakan tidak akan “merusak secara signifikan” hubungannya dengan negara-negara tetangga di Kepulauan Pasifik.

    “Kebijakan luar negeri ‘sahabat untuk semua’ yang telah lama berlaku di kawasan ini berarti negara-negara Pasifik jarang membiarkan posisi mitra mereka dalam konflik yang letaknya jauh untuk menentukan lingkup hubungan bilateral dan regional mereka,” kata Dr Sione.

    Ia mengatakan Australia akan tetap menjadi mitra kunci di Pasifik karena bantuan dan pembangunan substansial yang diberikannya.

    Baik Dr Sione maupun Profesor Derek percaya kredibilitas komitmen iklim Australia, beserta posisinya soal China dan lingkungan keamanan regional yang lebih luas, akan jauh lebih berpengaruh dalam membentuk persepsi Pasifik daripada sikapnya terhadap Palestina.

    “Catatan pemungutan suara PBB sebelumnya menunjukkan negara-negara Pasifik sering mengambil jalan mereka sendiri dalam isu-isu Timur Tengah, dan tidak secara konsisten mengikuti pola pemungutan suara Australia dan Selandia Baru,” kata Dr Sione.

    (ita/ita)

  • PM Selandia Baru Bilang Netanyahu Telah Bertindak Terlalu Jauh!

    PM Selandia Baru Bilang Netanyahu Telah Bertindak Terlalu Jauh!

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Christopher Luxon melontarkan kata-kata keras terhadap pemimpin Israel Benjamin Netanyahu. Dia menyebut Netanyahu telah “kehilangan kendali” dan bertindak terlalu jauh dalam upayanya untuk mengobarkan perang di Gaza.

    “Apa yang terjadi di Gaza benar-benar mengerikan,” kata Luxon, dilansir kantor berita AFP, Rabu (13/8/2025).

    “Netanyahu telah bertindak terlalu jauh. Saya pikir dia telah kehilangan kendali,” cetus Luxon.

    “Dia tidak mendengarkan komunitas internasional dan itu tidak dapat diterima,” imbuh pemimpin negeri Kiwi tersebut.

    Netanyahu baru-baru ini meluncurkan rencana untuk menguasai Kota Gaza dan melenyapkan kelompok Hamas. Dia bersikeras bahwa itu adalah “cara terbaik untuk mengakhiri perang”, meskipun seruan untuk menghentikan pertumpahan darah semakin meningkat.

    Para ahli yang didukung PBB telah memperingatkan tentang kelaparan yang meluas di wilayah tersebut, di mana Israel telah sangat membatasi masuknya bantuan kemanusiaan.

    Israel telah menghadapi kritik yang semakin meningkat atas perang di Gaza, yang dipicu oleh serangan Hamas pada Oktober 2023 terhadap Israel. Namun, Israel terus melancarkan serangan tanpa henti ke Gaza.

    Sejumlah pesawat dan tank Israel kembali membombardir area timur Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza pada Selasa (12/8) waktu setempat. Sedikitnya 11 orang tewas akibat gempuran militer Israel tersebut.

    Serangan itu, dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (13/8/2025), terjadi setelah Israel mengatakan akan melancarkan serangan terbaru dan mengambil alih kendali atas Kota Gaza, yang sempat dikuasai secara singkat tak lama setelah perang berkecamuk pada Oktober 2023.

    Sejumlah saksi mata dan petugas medis di Gaza mengatakan bahwa serangan Israel menghantam dua rumah di pinggiran Zeitoun, Kota Gaza, dan menewaskan sedikitnya tujuh orang. Pengeboman lainnya menghantam sebuah gedung apartemen di pusat Kota Gaza dan menewaskan sedikitnya empat orang.

    Sebelumnya, Selandia Baru pada hari Senin lalu mengisyaratkan akan bergabung dengan negara-negara seperti Australia, Kanada, Prancis, dan Inggris dalam mengakui kedaulatan negara Palestina.

    “Selandia Baru telah menegaskan sejak lama bahwa pengakuan kami terhadap negara Palestina hanyalah masalah waktu, bukan apakah akan terjadi,” kata Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters.

    “Kabinet akan mengambil keputusan resmi pada bulan September mengenai apakah Selandia Baru harus mengakui negara Palestina pada saat ini — dan jika ya, kapan dan bagaimana,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Sengit! Anggota Parlemen Selandia Baru Diusir Saat Bahas Palestina

    Sengit! Anggota Parlemen Selandia Baru Diusir Saat Bahas Palestina

    Wellington

    Seorang anggota parlemen Selandia Baru, Chloe Swarbrick, diperintahkan meninggalkan ruangan parlemen saat perdebatan sengit membahas respons pemerintah terhadap Palestina sedang berlangsung. Swarbrick diusir karena komentar yang dilontarkannya saat perdebatan itu memanas.

    Perdebatan mendesak digelar oleh parlemen setelah pemerintah Selandia Baru mengatakan, pada Senin (11/8), bahwa negara itu sedang mempertimbangkan posisinya mengenai apakah akan mengakui negara Palestina.

    Pernyataan semacam itu disampaikan Wellington setelah sekutu dekatnya, Australia, mengumumkan rencana untuk mengakui negara Palestina di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September mendatang.

    Langkah Canberra itu menyusul Prancis, Inggris, dan Kanada yang juga akan mengakui negara Palestina dalam forum yang sama bulan depan.

    Swarbrick yang merupakan salah satu pemimpin Partai Hijau, seperti dilansir Reuters, Selasa (12/8/2025), mengatakan Selandia Baru “lamban” dan “keluar jalur”. Dia juga menyebut kurangnya keputusan tegas dari pemerintah, sangat memuakkan.

    Swarbick kemudian menyerukan beberapa anggota pemerintah untuk mendukung rancangan undang-undang (RUU) yang mengatur soal “penjatuhan sanksi kepada Israel atas kejahatan perangnya”. RUU itu diajukan oleh Partai Hijau pada Maret lalu dan didukung oleh semua partai oposisi di Selandia Baru.

    “Jika kita mendapatkan enam dari 68 anggota parlemen dari kubu pemerintah yang memiliki keberanian, kita dapat berdiri di sisi sejarah yang benar,” kata Swarbrick dalam komentarnya.

    Komentar itu membuat Swarbrick ditegur, dengan ketua parlemen Selandia Baru, Gerry Brownlee, menyebutnya “sama sekali tidak dapat diterima”. Brownlee meminta Swarbrick untuk menarik kembali komentarnya tersebut dan meminta maaf.

    Tonton juga video “Pandangan PM Selandia Baru Terhadap Arah Kepemimpinan Prabowo” di sini:

    Namun Swarbrick menolak dan dia kemudian diperintahkan untuk meninggalkan ruangan parlemen.

    Tak lama setelah itu, Brownlee mengklarifikasi bahwa Swarbrick dapat kembali menghadiri perdebatan di parlemen pada Rabu (13/8) besok. Namun jika dia masih menolak minta maaf, sebut Brownlee, maka dia akan kembali dikeluarkan dari ruangan parlemen.

    Selandia Baru sebelumnya mengatakan akan mengambil keputusan pada September mendatang soal apakah mereka akan mengakui negara Palestina.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Winston Peters mengatakan kepada parlemen bahwa sepanjang bulan depan, pemerintah akan mengumpulkan informasi dan berdiskusi dengan para mitra, yang akan menjadi dasar keputusan kabinet.

    “Kami akan mempertimbangkan keputusan ini dengan cermat, alih-alih terburu-buru dalam mengambil keputusan,” kata Peters.

    Bersama dengan Partai Hijau, sejumlah partai oposisi seperti Partai Buruh dan Te Pati Maori, mendukung pengakuan resmi untuk negara Palestina. Seorang anggota parlemen dari Partai Buruh, Peeni Henare, mengatakan bahwa Selandia Baru memiliki sejarah yang teguh dalam prinsip dan nilai-nilainya, namun dalam kasus ini “tertinggal”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Abbas Berterima Kasih ke Saudi yang Galang Pengakuan Negara Palestina

    Abbas Berterima Kasih ke Saudi yang Galang Pengakuan Negara Palestina

    Jakarta

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas berterima kasih kepada Kerajaan Arab Saudi atas perannya dalam menggalang dukungan internasional bagi negara Palestina. Hal ini disampaikan Abbas dalam percakapan via telepon dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman pada Senin (11/8) waktu setempat.

    Kantor berita resmi Saudi, Saudi Press Agency (SPA) melaporkan bahwa Abbas “menyampaikan apresiasinya yang mendalam atas upaya dan posisi terhormat Kerajaan, yang berkontribusi pada komitmen banyak negara untuk mengakui Negara Palestina.”

    Abbas juga berterima kasih kepada para pemimpin Saudi atas “upaya tanpa lelah dalam mengoordinasikan posisi untuk memastikan dukungan internasional terbesar bagi perjuangan Palestina selama konferensi New York bulan lalu tentang solusi dua negara,” lapor SPA, dilansir Al Arabiya, Selasa (12/8/2025).

    Dalam percakapan via telepon itu, Pangeran Mohammed dan Abbas juga membahas situasi di Gaza. Putra Mahkota Saudi menegaskan kembali kecaman Kerajaan atas “kejahatan, praktik brutal, dan upaya penggusuran” terhadap rakyat Palestina, dan mendesak masyarakat internasional untuk mengakhiri “konsekuensi bencana” dari perang Israel dan melindungi warga sipil, kata SPA.

    Tonton juga video “Iran Pantang Menyerah, Tegaskan Program Nuklir akan Berjalan Lagi” di sini:

    Dalam beberapa hari terakhir, lima negara yakni Prancis, Kanada, Jepang, Inggris dan Australia telah menyatakan akan mengakui kedaulatan Palestina dengan beberapa syarat pada Sidang Umum PBB yang akan berlangsung pada September nanti. Selandia Baru juga tengah mempertimbangkan untuk mengambil langkah serupa.

    Diketahui bahwa solusi dua negara merujuk pada pembentukan negara Palestina, berdampingan dengan Israel, di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza, secara umum mengikuti garis batas yang ada sebelum Perang Arab-Israel 1967.

    Namun, langkah internasional untuk mewujudkan solusi dua negara telah gagal. Salah satu penyebabnya adalah pendudukan Israel atas sebagian besar wilayah Tepi Barat, yang ilegal menurut hukum internasional.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Wagub Rano optimistis transaksi JITEX 2025 lampaui target 

    Wagub Rano optimistis transaksi JITEX 2025 lampaui target 

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno optimistis nilai transaksi dan investasi dalam pameran Jakarta International Investment, Trade, Tourism and SME Expo (JITEX) 2025 dapat melampaui target Rp14 triliun.

    “Ini adalah kegiatan yang kedua. Kegiatan yang pertama bisa mencapai (transaksi dan investasi) Rp12 triliun. Dengan persiapan yang jauh lebih besar dan jauh lebih lama, saya akan yakin akan melebihi dari Rp14 triliun,” kata dia di Balai Kota Jakarta, Selasa.

    Keyakinan Rano ini berasal dari capaian setidaknya dua kegiatan tahunan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang melampaui target.

    Festival Jakarta Great Sale (FJGS) 2025 misalnya, yang mencapai total transaksi sebesar Rp15,98 triliun atau melampaui target sebesar Rp15,5 triliun.

    Sementara itu, total transaksi Jakarta Fair 2025 menembus Rp7,3 triliun atau melebihi target Rp7 triliun.

    “Jadi, memang Jakarta ini anomali tentang ekonomi. Kekuatan ekonomi di Jakarta itu memang secara fundamental cukup kuat sehingga tidak salah, kalau APBD DKI Jakarta tahun depan meningkat,” kata Rano.

    JITEX 2025 yang akan diadakan pada 17-21 September 2025 di Jakarta International Convention Center (JCC), menjadi ajang bagi pemasok dan pembeli dari dalam dan luar negeri untuk mengeksplorasi peluang bisnis, menjalin kemitraan dan menjajaki kerja sama lintas sektor.

    Selama lima hari penyelenggaraan, pengunjung akan disuguhkan pameran produk unggulan Made in Jakarta, karya UMKM binaan Jakpreneur dan inovasi industri dari berbagai sektor, mulai dari fesyen, makanan-minuman, kopi, peralatan rumah tangga, hingga kendaraan listrik.

    Selain itu, akan hadir Paviliun Nusantara yang menampilkan kekayaan budaya dan potensi daerah dari seluruh Indonesia.

    “Mudah-mudahan kegiatan ini membuat potensi Jakarta semakin naik. Sekaligus memperkuat sinergi berbagai pihak dalam membangun perekonomian Indonesia, khususnya kota Jakarta,” kata Rano.

    Sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) DKI Jakarta, Elisabeth Ratu Rante Allo menyampaikan kegiatan JITEX 2025 diikuti 400 peserta pameran dan 400 pembeli dari berbagai negara.

    Dia berharap sebanyak 20 orang bisa mengunjungi pameran itu.

    Angka itu lebih banyak ketimbang capaian JITEX 2024 yang diikuti 355 peserta, dikunjungi 11.310 orang, serta jumlah pembeli dan investor terdiri dari 258 orang berasal dari 10 negara yaitu Indonesia, India, Malaysia, Laos, Polandia, Hongkong, Filipina, Tiongkok, Australia dan Selandia Baru.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Transaksi JITEX 2025 ditargetkan capai Rp14 triliun

    Transaksi JITEX 2025 ditargetkan capai Rp14 triliun

    Jakarta (ANTARA) – Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) DKI Jakarta menargetkan transaksi pada pameran Jakarta International Investment, Trade, Tourism, Small and Medium Enterprise Expo (JITEX) 2025 mencapai Rp14 triliun atau lebih tinggi dari tahun lalu sebesar Rp12,86 triliun.

    “Potensi transaksi diproyeksi sebesar Rp14 triliun dan target ini merupakan peningkatan signifikan dibandingkan capaian JITEX 2024 sebesar Rp12,8 triliun,” kata Kepala Dinas PPKUKM DKI Jakarta, Elisabeth Ratu Rante Allo di Balai Kota Jakarta, Selasa.

    JITEX 2025 akan diadakan di Jakarta International Convention Center (JCC) hall A dan B pada 17-21 September 2025, dengan luas area pameran 11.411 meter persegi (m2).

    Kegiatan ini menargetkan kehadiran 25 ribu pengunjung, 400 peserta pameran dan 400 pembeli (buyer) dari berbagai negara.

    Angka ini lebih banyak ketimbang capaian JITEX 2024 yang diikuti 355 peserta, dikunjungi 11.310 orang, serta jumlah pembeli dan investor terdiri dari 258 orang berasal dari 10 negara yaitu Indonesia, India, Malaysia, Laos, Polandia, Hongkong, Filipina, Tiongkok, Australia dan Selandia Baru.

    JITEX 2025 merupakan ajang pameran berskala internasional milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan mempertemukan pelaku usaha, investor, pembeli, serta mitra strategis dari berbagai sektor untuk memperluas pasar, mendorong investasi dan memperkuat posisi Jakarta sebagai kota global.

    “JITEX 2025 menjadi ajang strategis pertemuan pemasok dan pembeli domestik maupun internasional berfokus pada pertumbuhan inklusif, berkelanjutan dan peluang investasi di masa depan,” kata Elisabeth.

    Selama lima hari penyelenggaraan, pengunjung akan disuguhkan pameran produk unggulan Made in Jakarta, karya UMKM binaan Jakpreneur dan inovasi industri dari berbagai sektor, mulai dari fesyen, makanan-minuman, kopi, peralatan rumah tangga, hingga kendaraan listrik.

    Selain itu, akan hadir Paviliun Nusantara yang menampilkan kekayaan budaya dan potensi daerah dari seluruh Indonesia.

    Kegiatan ini juga akan dilengkapi dengan acara bincang-bincang (talkshow), seminar, diskusi grup terarah (FGD) yang membahas berbagai topik strategis serta hiburan dan penampilan seni dan budaya Jakarta.

    Bersamaan dengan JITEX 2025 akan diselenggarakan sejumlah acara kolaboratif seperti Jakarta International Collaboration Expo (JICE), Jakarta Coffee Culture dan JITEX Career Connect yang memperluas cakupan kegiatan, memperkuat jejaring internasional serta mendorong pengembangan ekonomi kreatif dan peluang kerja.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 5 Negara G7 Akan Akui Kedaulatan Palestina, Bisakah Ubah Situasi Gaza?

    5 Negara G7 Akan Akui Kedaulatan Palestina, Bisakah Ubah Situasi Gaza?

    Jakarta

    Lima negara yakni Prancis, Kanada, Jepang, Kerajaan Bersatu (UK), dan Australia akan mengakui kedaulatan Palestina dengan beberapa syarat pada Sidang Umum PBB pada September nanti.

    Apabila Prancis dan Kerajaan Bersatu menepati pengakuan kedaulatan ini, maka Palestina akan didukung oleh empat dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

    Dua negara yang sudah mengakui kedaulatan Palestina adalah Rusia dan China. Hanya tersisa Amerika Serikat yang menolak dan diketahui merupakan sekutu terkuat Israel.

    Saat ini, negara Palestina sudah diakui oleh 147 dari 193 negara anggota PBB. Indonesia termasuk di dalamnya.

    Selain lima negara yang akan mengakui kedaulatan Palestina, Selandia Baru juga tengah mempertimbangkan langkahnya untuk memberikan pengakuan sebelum Sidang Umum PBB digelar.

    Pengakuan ini akan keluar dengan “menghidupkan kembali prospek solusi dua negara” dan “melihat komitmen Israel untuk menyetujui gencatan senjata”, kata Perdana Menteri Kerajaan Bersatu (UK) Sir Keir Starmer.

    Tapi jika pengakuan ini benar-benar terwujud, apa dampaknya?

    Apa arti pengakuan kedaulatan terhadap Palestina?

    Dengan status Palestina sebagai negara yang tak bisa berdaulat secara penuh saat ini, pengakuan yang dilakukan negara-negara tersebut bersifat simbolis. Namun, simbolisme ini bernilai kuat.

    Sebab, hal itu mewakili pernyataan moral dan politik yang berpotensi mengubah sedikit situasi di lapangan.

    Menteri Luar Negeri UK, David Lammy, menyatakan Britania Raya memiliki tanggung jawab khusus untuk mendukung solusi dua negara dalam pidatonya di PBB sekitar dua pekan lalu.

    Ini merujuk pada Deklarasi Balfour 1917 yang ditandatangani Arthur Balfour ketika menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.

    Dalam deklarasi tersebut, ada pernyataan terkait dukungan Britania Raya terhadap “pembentukan sebuah rumah nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina”.

    Menurut Lammy, deklarasi ini juga memuat janji yang serius mengenai “tidak akan dilakukan apa pun yang dapat merugikan hak-hak sipil dan agama komunitas non-Yahudi yang sudah ada di Palestina”.

    Pasukan Inggris menurunkan Bendera untuk secara resmi mengakhiri kekuasaan Inggris di Palestina pada 1948. (Bettmann via Getty Images)

    Sayangnya, para pendukung Israel berdalih Balfour tidak merujuk secara jelas pada Palestina apalagi menyebutkan hak nasional warga Palestina.

    Wilayah yang sebelumnya secara keseluruhan dikenal sebagai Palestina pernah dikuasai Britania Raya sesuai mandat Liga Bangsa-bangsa dari 1922-1948 dan dianggap sebagai urusan internasional yang belum tuntas.

    Kendati demikian, Israel didirikan pada 1948. Alih-alih terwujud solusi dua negara, sengketa berkepanjangan Palestina dan Israel terus bergejolak.

    Akibat sengketa ini, Palestina menjadi tidak memiliki batas wilayah yang disepakati secara internasional, ibu kota, bahkan tentara.

    Meski sempat terjadi perjanjian damai pada 1990-an, Israel masih melakukan pendudukan militer di Tepi Barat. Akibat ini, otoritas Palestina yang dibentuk setelah perjanjian damai tidak sepenuhnya mengendalikan wilayah atau penduduknya.

    Kini, Gaza menjadi wilayah pendudukan Israel yang terus-menerus dihancurkan.

    Seperti yang dikatakan Lammy, ‘solusi dua negara’ selalu muncul sebagai jalan keluar dari para politisi di berbagai negara jika berbicara kedaulatan Palestina.

    Solusi dua negara merujuk pada pembentukan negara Palestina, berdampingan dengan Israel, di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza, secara umum mengikuti garis batas yang ada sebelum Perang Arab-Israel 1967.

    Namun, langkah internasional untuk mewujudkan solusi dua negara telah gagal. Kolonisasi Israel atas sebagian besar Tepi Barat, yang ilegal menurut hukum internasional, telah mengubah konsep tersebut menjadi slogan yang kosong.

    Upaya untuk menciptakan negara Palestina yang sejajar pun tak membuahkan hasil, karena berbagai alasan.

    Apakah dukungan UK dan negara lain berpengaruh?

    Britania Raya pada 2025 ini berbeda dengan 1917 ketika Deklarasi Balfour ditandatangani. Kemampuannya untuk memaksa negara lain mengikuti kehendaknya cukup terbatas.

    Akan tetapi, berbagai peristiwa yang terjadi belakangan ini mempengaruhi keputusan yang diambil pemerintah. Selain desakan yang makin keras dari para anggota parlemen dan kabinet, beberapa hal menjadi pertimbangan dari pemerintah.

    Antara lain, pemandangan kelaparan yang semakin parah di Gaza, kemarahan yang meningkat atas kampanye militer Israel, dan pergeseran besar dalam opini warga Inggris.

    Dalam debat di parlemen Inggris pekan lalu, Lammy diserang dari segala arah dengan pertanyaan mengapa UK masih belum mengakui negara Palestina.

    Menteri Kesehatan, Wes Streeting, mewakili pandangan banyak anggota parlemen ketika ia mendesak pemerintah untuk mengakui Palestina “selama masih ada negara Palestina yang bisa diakui”.

    Perdana Menteri UK, Sir Keir Starmer, pun memilih sejumlah syarat berkaitan dengan pengakuan kedaulatan Palestina.

    Syarat tersebut: Britania Raya akan bertindak kecuali pemerintah Israel mengambil langkah-langkah tegas untuk mengakhiri penderitaan di Gaza, mencapai gencatan senjata, menahan diri dari aneksasi wilayah di Tepi Baratlangkah yang secara simbolis diancam oleh parlemen Israel, Knesset, pekan lalu, dan berkomitmen pada proses perdamaian yang menghasilkan solusi dua negara.

    Starmer paham syarat tersebut hampir tidak mungkin dipenuhi hingga tenggat waktu September nanti mengingat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menentang pembentukan negara Palestina.

    Bahkan Netanyahu mengatakan keputusan Kerajaan Bersatu itu menghargai “terorisme keji Hamas”.

    Melihat situasi ini, pengakuan Kerajaan Bersatu terhadap Palestina pasti akan terjadi.

    “Skenario terburuk kelaparan saat ini sedang terjadi” di Jalur Gaza, para ahli keamanan pangan global yang didukung PBB memperingatkan (Reuters)

    Secara terpisah, Wakil Presiden AS JD Vance telah menegaskan kembali bahwa AS tidak memiliki rencana untuk mengakui negara Palestina, dengan alasan kurang berfungsinya pemerintahan di sana.

    Washington telah mengakui Otoritas Palestina, yang saat ini dipimpin oleh Mahmoud Abbas, sejak pertengahan 1990-an, tetapi belum mengakui negara Palestina secara resmi.

    Beberapa presiden AS telah menyatakan dukungan mereka terhadap pembentukan negara Palestina di masa depan, kecuali Donald Trump yang kini menjabat.

    Selama dua periode pemerintahan Trump, kebijakan AS sangat condong mendukung Israel.

    Tanpa dukungan dari sekutu terdekat dan paling kuat Israel yakni AS, sepertinya tidak mungkin melihat proses perdamaian yang mengarah pada solusi dua negara di masa depan.

    (ita/ita)