Negara: Rwanda

  • Setelah PBB Bilang Israel Genosida di Gaza, Lantas Apa?

    Setelah PBB Bilang Israel Genosida di Gaza, Lantas Apa?

    Jakarta

    Komisi Penyelidik PBB telah menyatakan Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza. PBB menilai Israel telah memenuhi empat dari lima kriteria tindakan yang dikatergorikan hukum internasional sebagai genosida.

    Seperti dikutip BBC, Rabu (17/9), keempat kriteria tersebut mencakup membunuh sejumlah anggota sebuah kelompok, menyebabkan penderitaan fisik serta mental secara serius, sengaja menciptakan kondisi yang bisa menghancurkan kelompok tersebut, dan mencegah kelahiran. Komisi Penyelidik PBB juga mengutip pernyataan sejumlah pemimpin Israel dan menjabarkan pola militer yang mereka lakukan di Gaza untuk membuktikan genosida di Gaza.

    Kementerian Luar Negeri Israel tak terima dan menyangkal laporan tersebut dengan menyebutnya ‘menyimpang dan palsu’. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel juga menuding tiga pakar dalam komisi itu sebagai ‘proksi Hamas’ dan hanya mengandalkan ‘kebohongan Hamas yang telah berulang kali dipatahkan’.

    “Berbanding terbalik dengan kebohongan dalam laporan itu, Hamas lah yang justru mencoba melakukan genosida di Israel membunuh 1.200 orang, memerkosa perempuan, membakar keluarga hidup-hidup, dan secara terbuka menyatakan tujuannya membunuh setiap orang Yahudi,” lanjut Kementerian Luar Negeri Israel.

    Militer Israel melancarkan serangan ke Gaza sejak 7 Oktober 2023 yang diklaim sebagai respons atas serangan Hamas ke Israel Selatan. Ribuan orang tewas dan ratusan orang disandera.

    Menurut Kementerian Kesehatan Hamas, serangan Israel membuat mayoritas penduduk Gaza mengungsi, lebih dari 90% rumah rusak atau hancur dan sistem kebersihan, kesehatan, dan air kolaps.

    Komisi Penyelidik Internasional Independen (COI) untuk Wilayah Palestina dibentuk Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada 2021 untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hukum humaniter internasional dan HAM. Komisi ini dipimpin Navi Pillay, mantan Ketua HAM PBB asal Afrika Selatan yang juga sempat memimpin pengadilan internasional soal genosida di Rwanda.

    Komisi kemudian menganalisis pernyataan para pemimpin Israel. Komisi mendapati bahwa para pemimpin Israel seperti Presiden Isaac Herzog, PM Benjamin Netanyahu, dan mantan Menhan Yoav Gallant telah “menghasut terjadinya genosida”.

    Dalam kesimpulannya, komisi itu juga menyebut “niat genosida adalah satu-satunya kesimpulan yang masuk akal” dari pola dan tindakan otoritas serta militer Israel di Gaza.

    “Sejak 7 Oktober 2023, Perdana Menteri [Benjamin] Netanyahu berjanji bakal melakukan ‘balas dendam besar’ ke ‘semua tempat di mana Hamas bersembunyi, kota terkutuk itu, akan kami jadikan puing’,” kata Pillay ke BBC.

    “Frasa ‘kota terkutuk’ dalam pernyataan yang sama juga menyiratkan bahwa seluruh Gaza dianggap [Netanyahu] bersalah dan dijadikan target balas dendam. Ia juga menyebut warga Palestina harus ‘segera pergi karena kami akan beroperasi dengan keras di mana-mana’.”

    Pillay menambahkan, “Perlu dua tahun buat kami [Komisi Penyelidik] mengumpulkan semua bukti dan memastikan faktanya Dan Konvensi Genosida baru bisa dipakai kalau tindakan-tindakan itu memang dilakukan dengan niat tersebut.”

    Ia menyebut, tindakan para pemimpin politik dan militer Israel dapat “dihubungkan langsung ke negara Israel”,

    Dengan demikian, terang Komisi Penyelidik PBB, Israel “bertanggung jawab atas kegagalan mencegah genosida, melakukan genosida, dan gagal menghukum pelakunya.”

    Selain itu, Komisi juga memperingatkan negara lain untuk ‘mencegah dan menghukum kejahatan genosida’ dengan segala cara yang ada. Kalau tidak, terang Komisi, negara-negara itu bisa dianggap ikut terlibat.

    “Kami belum sejauh itu untuk menyebut pihak mana yang ikut bersekongkol atau terlibat genosida. Namun, itu bagian dari kerja kami yang masih berjalan. Nanti akan sampai ke sana,” kata Pillay.

    Tudingan genosida terhadap Israel seperti disampaikan Komisi Penyelidik PBB bukan yang pertama. Sebelumnya, sejumlah organisasi HAM internasional, pakar independen PBB, serta akademisi juga menuding Israel telah melakukan genosida di Gaza.

    Harap Pimpinan Israel Segera Diadili

    Pillay mengatakan dirinya melihat kesamaan apa yang terjadi di Gaza dengan pembantaian yang terjadi di Rwanda. Pillay mengharapkan para pemimpin Israel akan diadili dan dijebloskan ke penjara.

    Pillay pernah memimpin pengadilan internasional untuk genosida Rwanda tahun 1994 silam dan juga menjabat sebagai kepala hak asasi manusia PBB. Dalam wawancara dengan AFP, Pillay mengakui keadilan merupakan “proses yang lambat”. Namun dia mengutip pernyataan mendiang ikon anti-apartheid Afrika Selatan, Nelson Mandela, yang mengatakan bahwa “selalu terasa mustahil sampai hal itu terjadi”.

    “Saya menganggap bukannya tidak mungkin akan ada penangkapan dan pengadilan (di masa mendatang),” katanya.

    Namun bagi Pillay, kesamaan apa yang terjadi di Jalur Gaza dengan Rwanda — tempat sekitar 800.000 orang, sebagian besar etnis Tutsi dan Hutu, dibantai — sudah jelas. Sebagai ketua Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda, Pillay mengatakan dirinya menyaksikan rekaman warga sipil dibunuh dan disiksa yang membekas “seumur hidup” baginya.

    Dikatakan oleh Pillay bahwa “saya melihat kemiripan” dengan apa yang terjadi di Jalur Gaza dan Rwanda. Dia juga menyebut soal “metode yang sama”.

    “Semua bukti (menunjukkan) bahwa Palestina sebagai kelompok yang menjadi sasaran (di Jalur Gaza),” sebutnya.

    Dalam kedua kasus itu, menurut Pillay, populasi yang menjadi target telah mengalami “dehumanisasi” atau dihilangkan harkat kemanusiaannya, yang menandakan bahwa “tidak apa-apa untuk membunuh mereka”.

    Akan Susun Daftar Tersangka untuk Pelanggaran di Gaza

    Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah merilis surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant atas dugaan kejahatan perang. Pillay mengakui mengamankan akuntabilitas tidak akan mudah, dan menekankan bahwa ICC “tidak memiliki sheriff atau kepolisian sendiri untuk melakukan penangkapan”

    Namun dia juga menekankan bahwa tuntutan rakyat dapat membawa perubahan mendadak, seperti yang terjadi di negara asalnya, Afrika Selatan. “Saya tidak pernah menyangka apartheid akan berakhir semasa hidup saya,” ucapnya.

    Pillay menambahkan bahwa ke depannya, COI akan menyusun daftar tersangka pelaku pelanggaran-pelanggaran di Jalur Gaza, dan juga menyelidiki dugaan “keterlibatan” negara-negara pendukung Israel.

    Namun pekerjaan itu sementara akan diserahkan kepada penggantinya, karena Pillay yang berusia 83 tahun ini akan meninggalkan COI pada November, dengan alasan usia dan masalah kesehatannya.

    Israel, seperti pernyataan yang sudah-sudah menyebut kasus itu “sama sekali tidak berdasar” dan dibangun di atas “klaim palsu dan bias”.

    Mereka pun berkeras bahwa operasi militer yang dilakukan hanya ditujukan untuk melumpuhkan Hamas bukan warga Gaza. Mereka juga mengklaim para tentara telah mengikuti hukum internasional dan berusaha meminimalisasi jatuhnya korban sipil.

    Halaman 2 dari 3

    (idn/rfs)

  • Penyelidik PBB Berharap Pemimpin Israel Diadili terkait Genosida di Gaza

    Penyelidik PBB Berharap Pemimpin Israel Diadili terkait Genosida di Gaza

    Jenewa

    Seorang penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Navi Pillay, yang pekan ini menuduh Israel melakukan genosida di Jalur Gaza, mengatakan dirinya melihat kesamaan dengan pembantaian yang terjadi di Rwanda. Pillay mengharapkan para pemimpin Israel akan diadili dan dijebloskan ke penjara.

    Pillay, yang seorang mantan hakim Afrika Selatan ini, seperti dilansir AFP, Kamis (18/9/2025), pernah memimpin pengadilan internasional untuk genosida Rwanda tahun 1994 silam dan juga menjabat sebagai kepala hak asasi manusia PBB.

    Dalam wawancara dengan AFP, Pillay mengakui bahwa keadilan merupakan “proses yang lambat”. Namun dia mengutip pernyataan mendiang ikon anti-apartheid Afrika Selatan, Nelson Mandela, yang mengatakan bahwa “selalu terasa mustahil sampai hal itu terjadi”.

    “Saya menganggap bukannya tidak mungkin akan ada penangkapan dan pengadilan (di masa mendatang),” katanya.

    Komisi Penyelidikan Internasional Independen (COI) yang dipimpin Pillay, yang tidak mewakili PBB secara resmi, baru saja merilis laporan mengejutkan pada Selasa (16/9) yang menyimpulkan bahwa “genosida sedang terjadi di Gaza” — tuduhan yang dibantah keras oleh Israel.

    Para penyelidik COI juga menyimpulkan bahwa Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Yoav Gallant telah “menghasut dilakukannya genosida”.

    Israel dengan tegas menolak temuan penyelidikan tersebut, dan mengecam laporan itu sebagai “distorsi dan keliru”.

    Namun bagi Pillay, kesamaan apa yang terjadi di Jalur Gaza dengan Rwanda — tempat sekitar 800.000 orang, sebagian besar etnis Tutsi dan Hutu, dibantai — sudah jelas. Sebagai ketua Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda, Pillay mengatakan dirinya menyaksikan rekaman warga sipil dibunuh dan disiksa yang membekas “seumur hidup” baginya.

    Pemimpin Komisi Penyelidikan Internasional Independen (COI), Navi Pillay, yang menuduh Israel melakukan genosida di Gaza Foto: AFP

    Dikatakan oleh Pillay bahwa “saya melihat kemiripan” dengan apa yang terjadi di Jalur Gaza dan Rwanda. Dia juga menyebut soal “metode yang sama”.

    “Semua bukti (menunjukkan) bahwa Palestina sebagai kelompok yang menjadi sasaran (di Jalur Gaza),” sebutnya.

    Para pemimpin Israel, kata Pillay, telah melontarkan pernyataan yang mengingatkan pada retorika jahat yang juga digunakan selama genosida Rwanda. Dia membandingkan komentar pemimpin Israel yang menyebut warga Palestina sebagai “binatang”, dengan komentar ketika Tutsi disebut “kecoak”.

    Dalam kedua kasus, menurut Pillay, populasi yang menjadi target telah mengalami “dehumanisasi” atau dihilangkan harkat kemanusiaannya, yang menandakan bahwa “tidak apa-apa untuk membunuh mereka”.

    Akan Susun Daftar Tersangka untuk Pelanggaran di Gaza

    Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah merilis surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant atas dugaan kejahatan perang. Pillay mengakui bahwa mengamankan akuntabilitas tidak akan mudah, dan menekankan bahwa ICC “tidak memiliki sheriff atau kepolisian sendiri untuk melakukan penangkapan”

    Namun dia juga menekankan bahwa tuntutan rakyat dapat membawa perubahan mendadak, seperti yang terjadi di negara asalnya, Afrika Selatan. “Saya tidak pernah menyangka apartheid akan berakhir semasa hidup saya,” ucapnya.

    Pillay menambahkan bahwa ke depannya, COI akan menyusun daftar tersangka pelaku pelanggaran-pelanggaran di Jalur Gaza, dan juga menyelidiki dugaan “keterlibatan” negara-negara pendukung Israel.

    Namun pekerjaan itu sementara akan diserahkan kepada penggantinya, karena Pillay yang berusia 83 tahun ini akan meninggalkan COI pada November, dengan alasan usia dan masalah kesehatannya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Komisi Penyelidik PBB Nyatakan Israel Lakukan Genosida di Gaza

    Komisi Penyelidik PBB Nyatakan Israel Lakukan Genosida di Gaza

    Jenewa

    Komisi Penyelidik PBB menyatakan Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza. Komisi itu menyebut Tel Aviv telah memenuhi empat dari lima kriteria tindakan yang dikategorikan hukum internasional sebagai genosida.

    Keempat kriteria tersebut mencakup membunuh sejumlah anggota sebuah kelompok, menyebabkan penderitaan fisik serta mental secara serius, sengaja menciptakan kondisi yang bisa menghancurkan kelompok tersebut, dan mencegah kelahiran.

    Dalam pertimbangan untuk membuktikan adanya genosida, Komisi Penyelidik PBB turut menyitir pernyataan sejumlah pemimpin Israel dan menjabarkan pola militer yang mereka lakukan di Gaza.

    Kementerian Luar Negeri Israel menyangkal laporan tersebut, menyebutnya “menyimpang dan palsu.”

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel juga menuding tiga pakar dalam komisi itu sebagai “proksi Hamas” dan hanya mengandalkan “kebohongan Hamas yang telah berulang kali dipatahkan.”

    “Berbanding terbalik dengan kebohongan dalam laporan itu, Hamas lah yang justru mencoba melakukan genosida di Israel membunuh 1.200 orang, memerkosa perempuan, membakar keluarga hidup-hidup, dan secara terbuka menyatakan tujuannya membunuh setiap orang Yahudi,” lanjut Kementerian Luar Negeri Israel.

    Militer Israel melancarkan serangan ke Gaza pada 7 Oktober 2023 yang diklaim sebagai respons atas serangan Hamas ke Israel Selatan. Serangan itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 orang.

    Kementerian Kesehatan Hamas menyatakan korban akibat serangan Israel ke Gaza sejatinya jauh lebih besar, mencapai setidaknya 64.905 orang.

    Serangan berkepanjangan, menurut Kementerian Kesehatan Hamas, telah membuat mayoritas penduduk Gaza mengungsi; lebih dari 90% rumah rusak atau hancur; dan sistem kebersihan, kesehatan, dan air kolaps.

    Pakar ketahanan pangan PBB juga menyebut Gaza telah mengalami bencana kelaparan.

    Komisi Penyelidik Internasional Independen untuk Wilayah Palestina dibentuk Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pada 2021 untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hukum humaniter internasional dan HAM.

    Komisi ini dipimpin Navi Pillay, mantan Ketua HAM PBB asal Afrika Selatan yang juga sempat memimpin pengadilan internasional soal genosida di Rwanda.

    Apa saja pelanggaran Israel?

    Apa saja tindakan Israel yang dikategorikan Komisi Penyelidik PBB sebagai genosida, seperti termaktub di Konvensi Genosida 1948?

    Membunuh sejumlah anggota sebuah kelompok melalui serangan ke objek-objek yang dilindungi, menargetkan warga sipil, dan tindakan lain yang dilakukan secara sengaja hingga menyebabkan kematian.

    Menyebabkan penderitaan fisik atau mental secara serius melalui serangan langsung ke warga sipil, menyiksa tahanan, memaksa warga mengungsi, dan merusak lingkungan.

    – Menciptakan kondisi hidup yang bisa menghancurkan sebuah kelompok melalui penghancuran infrastruktur vital, penghalangan ke akses kesehatan; memblokade bantuan, air, listrik, dan bahan bakar; melakukan kekerasan reproduksi; serta memukul anak-anak.

    – Mencegah kelahiran, misalnya, dalam serangan Desember 2023 ke klinik fertilitas terbesar di Gaza yang menghancurkan sekitar 4.000 embrio dan 1.000 sampel sperma dan sel telur yang disimpan di fasilitas kesehatan itu.

    Militer Israel memerintahkan evakuasi terhadap ratusan ribu orang Palestina dari Kota Gaza (Reuters)

    Sebuah tindakan dikategorikan genosida jika pelaku memiliki niat khusus untuk menghancurkan sebagian atau keseluruhan kelompok masyarakat.

    Guna memperkuat hal itu, Komisi kemudian menganalisis pernyataan para pemimpin Israel. Komisi itu mendapati bahwa para pemimpin Israel seperti Presiden Isaac Herzog, PM Benjamin Netanyahu, dan mantan Menhan Yoav Gallant telah “menghasut terjadinya genosida”.

    Dalam kesimpulannya, komisi itu juga menyebut “niat genosida adalah satu-satunya kesimpulan yang masuk akal” dari pola dan tindakan otoritas serta militer Israel di Gaza.

    “Sejak 7 Oktober 2023, Perdana Menteri [Benjamin] Netanyahu berjanji bakal melakukan ‘balas dendam besar’ ke ‘semua tempat di mana Hamas bersembunyi, kota terkutuk itu, akan kami jadikan puing’,” kata Pillay ke BBC.

    “Frasa ‘kota terkutuk’ dalam pernyataan yang sama juga menyiratkan bahwa seluruh Gaza dianggap [Netanyahu] bersalah dan dijadikan target balas dendam. Ia juga menyebut warga Palestina harus ‘segera pergi karena kami akan beroperasi dengan keras di mana-mana’.”

    Pillay menambahkan, “Perlu dua tahun buat kami [Komisi Penyelidik] mengumpulkan semua bukti dan memastikan faktanya Dan Konvensi Genosida baru bisa dipakai kalau tindakan-tindakan itu memang dilakukan dengan niat tersebut.”

    Ia menyebut, tindakan para pemimpin politik dan militer Israel dapat “dihubungkan langsung ke negara Israel”,

    Dengan demikian, terang Komisi Penyelidik PBB, Israel “bertanggung jawab atas kegagalan mencegah genosida, melakukan genosida, dan gagal menghukum pelakunya.”

    Lebih lanjut, komisi itu juga memperingatkan negara lain untuk “mencegah dan menghukum kejahatan genosida” dengan segala cara yang ada. Kalau tidak, terang Komisi, negara-negara itu bisa dianggap ikut terlibat.

    “Kami belum sejauh itu untuk menyebut pihak mana yang ikut bersekongkol atau terlibat genosida. Namun, itu bagian dari kerja kami yang masih berjalan. Nanti akan sampai ke sana,” kata Pillay.

    Tudingan genosida terhadap Israel seperti disampaikan Komisi Penyelidik PBB bukan yang pertama. Sebelumnya, sejumlah organisasi HAM internasional, pakar independen PBB, serta akademisi juga menuding Israel telah melakukan genosida di Gaza.

    Mahkamah Internasional (ICJ) juga sedang menggelar sidang kasus yang diajukan Afrika Selatan, menuduh militer Israel melakukan genosida.

    Adapun Israel, seperti pernyataan yang sudah-sudah menyebut kasus itu “sama sekali tidak berdasar” dan dibangun di atas “klaim palsu dan bias”.

    Mereka pun berkeras bahwa operasi militer yang dilakukan hanya ditujukan untuk melumpuhkan Hamas bukan warga Gaza. Mereka juga mengklaim para tentara telah mengikuti hukum internasional dan berusaha meminimalisasi jatuhnya korban sipil.

    (nvc/nvc)

  • Komisi PBB Tuding Israel Lakukan Genosida di Gaza

    Komisi PBB Tuding Israel Lakukan Genosida di Gaza

    Jakarta

    Para penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tergabung dalam sebuah komisi penyelidikan, menuding Israel melakukan “genosida” di Gaza sebagai upaya untuk “menghancurkan rakyat Palestina di sana”.

    Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB (COI) menemukan bahwa “genosida sedang terjadi di Gaza dan terus terjadi”, kata kepala komisi tersebut, Navi Pillay kepada AFP, Selasa (16/9/2025).

    “Tanggung jawab berada di tangan negara Israel,” imbuhnya.

    Komisi tersebut, yang bertugas menyelidiki situasi hak asasi manusia di wilayah-wilayah Palestina yang diduduki, menerbitkan laporan terbarunya ini hampir dua tahun setelah perang meletus di Gaza menyusul serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel.

    Hampir 65.000 orang telah tewas di Gaza sejak perang dimulai, menurut angka-angka dari Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai kelompok Hamas.

    Sebagian besar warga Gaza telah mengungsi setidaknya sekali. Lebih banyak pengungsian massal saat ini berlangsung seiring Israel meningkatkan upaya untuk menguasai Kota Gaza, di mana PBB telah menyatakan bencana kelaparan besar-besaran.

    Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB (COI) menyimpulkan bahwa otoritas dan pasukan Israel sejak Oktober 2023 telah melakukan “empat dari lima tindakan genosida” yang tercantum dalam Konvensi Genosida 1948.

    Ini termasuk “membunuh para anggota kelompok, menyebabkan cedera fisik atau mental yang serius pada anggota kelompok, dengan sengaja menciptakan kondisi kehidupan yang dirancang untuk mengakibatkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian, dan menerapkan tindakan yang bertujuan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok”.

    Para penyelidik PBB mengatakan pernyataan eksplisit oleh otoritas sipil dan militer Israel beserta pola tindakan pasukan Israel “menunjukkan bahwa tindakan genosida dilakukan dengan niat untuk menghancurkan warga Palestina di Jalur Gaza sebagai sebuah kelompok”.

    Laporan komisi tersebut menyimpulkan bahwa Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant telah “menghasut terjadinya genosida dan bahwa otoritas Israel telah gagal mengambil tindakan terhadap mereka untuk menghukum hasutan ini”.

    “Tanggung jawab atas kejahatan kekejaman ini berada di tangan otoritas Israel di eselon tertinggi,” ujar Pillay, 83 tahun, mantan hakim Afrika Selatan yang pernah memimpin pengadilan internasional untuk Rwanda dan juga menjabat sebagai kepala hak asasi manusia PBB.

    Komisi ini bukanlah badan hukum, tetapi laporannya dapat memberikan tekanan diplomatik dan berfungsi untuk mengumpulkan bukti yang nantinya dapat digunakan oleh pengadilan.

    Pillay mengatakan kepada AFP bahwa komisi tersebut bekerja sama dengan para jaksa International Criminal Court (ICC). “Kami telah berbagi ribuan informasi dengan mereka,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Horor 50 Orang Dibantai di Acara Pemakaman di Kongo

    Horor 50 Orang Dibantai di Acara Pemakaman di Kongo

    KInshasa

    Kelompok pemberontak Kongo, yang berafiliasi dengan kelompok radikal Islamic State (ISIS), menewaskan lebih dari 50 warga sipil yang menghadiri acara pemakaman di wilayah timur negara tersebut. Serangan ini menjadi serangan berskala besar terbaru yang didalangi oleh pemberontak di negara itu.

    Pejabat pemerintah lokal, Macaire Sivikunula, dilansir Reuters, Selasa (9/9/2025), mengatakan bahwa Pasukan Demokratik Sekutu (ADF), yang didukung ISIS, menggunakan parang dalam serangan brutal yang menewaskan puluhan orang pada Senin (8/9) malam waktu setempat.

    Serangan mematikan itu terjadi di kota Ntoyo yang ada di wilayah Lubero, Provinsi Kivu Utara.

    “Saya bisa mengonfirmasi jumlah korban tewas sementara sebanyak 50 orang. Para korban terkejut saat seremoni berkabung di desa Ntoyo sekitar pukul 21.00 waktu setempat, dan kebanyakan dari mereka dibunuh dengan parang,” sebut Sivikunula dalam pernyataannya.

    “Pencarian masih berlanjut,” ucapnya.

    Kelompok ADF merupakan salah satu dari beberapa milisi yang berebut wilayah dan sumber daya di wilayah timur Kongo yang kaya mineral. ADF sendiri sebenarnya berawal dari pemberontakan di Uganda, namun bermarkas di Kongo sejak akhir tahun 1990-an. ADF diakui oleh ISIS sebagai afiliasi mereka.

    Rentetan serangan ADF baru-baru ini semakin memperparah situasi ketidakamanan di wilayah Kongo bagian timur, wilayah kaya mineral yang menjadi tempat para pemberontak M23 — yang didukung Rwanda — melancarkan serangan besar awal tahun ini.

    Bulan lalu, ADF menewaskan lebih dari 50 warga sipil dalam beberapa serangan. Sedangkan serangan ADF pada Juli lalu terhadap sebuah gereja setempat, telah menewaskan sedikitnya 38 orang.

    Kolonel Alain Kimewa, pejabat administrasi militer untuk wilayah Lubero, mengatakan kepada Reuters bahwa jumlah korban serangan terbaru ADF mencapai sekitar 60 tahun, dan masih bisa bertambah karena masih ada korban hilang.

    Selain menggunakan parang, sebut Samuel Kagheni selaku tokoh masyarakat sipil setempat, para pelaku penyerangan juga menembak mati beberapa korban dan membakar kendaraan-kendaraan.

    Penuturan salah satu warga setempat, Alain Kahindo Kinama, menyebutkan bahwa tentara-tentara Kongo telah tiba di lokasi kejadian pada Selasa (9/9) pagi dan banyak orang berusaha meninggalkan daerah tersebut.

    Sementara juru bicara militer Kongo, Letnan Marc Elongo, mengatakan bahwa militan ADF telah “melakukan pembantaian” saat tentara-tentaranya tiba di lokasi.

    Serangan brutal itu terjadi setelah militer Kongo dan Uganda, yang merupakan sekutunya, semakin mengintensifkan operasi militer melawan ADF dalam beberapa pekan terakhir.

    Lihat juga Video: Pemberontak Terafiliasi ISIS Bunuh 52 Warga di Kongo

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Ratusan Staf Desak Kepala HAM PBB Nyatakan Perang Gaza Genosida

    Ratusan Staf Desak Kepala HAM PBB Nyatakan Perang Gaza Genosida

    Jenewa

    Ratusan staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Volker Turk, untuk secara eksplisit menyebut perang Gaza sebagai genosida yang sedang berlangsung.

    Desakan itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Jumat (29/8/2025), disampaikan oleh ratusan staf pada Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB (OHCHR) dalam surat kepada Turk, yang telah dilihat isinya oleh Reuters. Surat tersebut dikirimkan pada Rabu (27/8) waktu setempat.

    Dalam suratnya, ratusan staf PBB itu menganggap bahwa kriteria hukum untuk genosida dalam perang antara Israel dan Hamas, yang terus berkecamuk di Jalur Gaza, telah terpenuhi, dengan menyebutkan skala, cakupan, dan sifat pelanggaran yang terdokumentasi di wilayah tersebut.

    “OHCHR memiliki tanggung jawab hukum dan moral yang kuat untuk mengecam tindakan genosida,” demikian bunyi surat yang ditandatangani oleh Komite Staf atas nama lebih dari 500 staf OHCHR.

    “Kegagalan untuk mengecam genosida yang sedang berlangsung merusak kredibilitas PBB dan sistem hak asasi manusia itu sendiri,” demikian bunyi surat tersebut.

    Surat tersebut mengutip anggapan soal kegagalan moral badan internasional tersebut karena tidak berbuat lebih banyak untuk menghentikan genosida Rwanda tahun 1994 silam, yang menewaskan lebih dari 1 juta orang.

    Belum ada tanggapan langsung dari Kementerian Luar Negeri Israel terhadap hal tersebut.

    Pemerintah Israel sebelumnya menolak tuduhan genosida di Jalur Gaza, dengan alasan haknya untuk membela diri menyusul serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sedikitnya 1.200 orang di Israel dan membuat 251 orang disandera.

    Namun, rentetan serangan mematikan Israel terhadap Jalur Gaza juga memakan banyak korban jiwa, dengan data terbaru Kementerian Kesehatan Gaza menyebut nyaris 63.000 orang tewas akibat rentetan serangan Tel Aviv. Pemantau kelaparan global juga mengatakan sebagian besar penduduk Gaza menderita kelaparan.

    Beberapa kelompok HAM seperti Amnesty International telah menuduh Israel melakukan genosida, dan pakar independen PBB Francesca Albanese juga menggunakan istilah tersebut, namun bukan PBB secara resmi yang menggunakannya.

    Para pejabat PBB sebelumnya mengatakan bahwa pengadilan internasional yang bertanggung jawab untuk menetapkan genosida.

    Sementara itu, Turk dalam tanggapannya menyebut surat yang dikirimkan ratusan staf OHCHR itu mengangkat keprihatinan penting.

    “Saya mengetahui kita semua memiliki rasa kemarahan moral yang sama atas kengerian yang kita saksikan, serta frustrasi atas ketidakmampuan komunitas internasional untuk mengakhiri situasi ini,” ujarnya, sembari menyerukan para staf untuk “tetap bersatu sebagai Kantor dalam menghadapi kesulitan seperti itu”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kemenangan Dramatis Jalur Raga Bhayangkara Riau Vs Lanal di Pacu Jalur

    Kemenangan Dramatis Jalur Raga Bhayangkara Riau Vs Lanal di Pacu Jalur

    Kuantan Singingi

    Jalur Raga Bhayangkara Polda Riau meraih kemenangan dramatis pada babak final Pacu Jalur kategori eksibisi. Jalur Raga Bhayangkara menang ketat melawan Lantamal Dumai.

    Perlombaan tersebut digelar di arena Pacu Jalur, Tepian Narosa, Kuantan Tengah, Kuantan Singingi (Kuansing), Sabtu (23/8/2025). Jalur Raga Bhayangkara Polda Riau berkompetisi dengan jalur dari sejumlah instansi lain.

    Pada putaran pertama, Jalur Raga Bhayangkara menang melawan Lembaga Adat Melayu (LAM) Indragiri Hulu (Inhu). Putaran kedua, Jalur Raga Bhayangkara Riau mampu menyisihkan tim Satpol PP.

    Jalur Raga Bhayangkara Polda Riau ikut meramaikan Pacu Jalur, Sabtu (23/8/2025). (Foto: dok. Istimewa)

    Pada putaran ketiga, Jalur Raga Bhayangkara Polda Riau bertemu dengan Lantamal Dumai. Kedua jalur bersaing begitu ketat, namun akhirnya Jalur Raga Bhayangkara Riau berhasil meraih kemenangan dan menjadi juara 1 pada kategori eksibisi Pacu Jalur ini.

    Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menyampaikan rasa bangganya atas keberhasilan yang diraih oleh Jalur Raga Bhayangkara ini. Menurutnya, keberhasilan ini adalah bukti nyata dari semangat juang, kekompakan, dan kerja keras yang dijiwai oleh para personel.

    “Saya sangat bangga atas prestasi yang ditunjukkan oleh tim Jalur Raga Bhayangkara. Ini bukan hanya soal menang atau kalah, tetapi bagaimana mereka menunjukkan mental pejuang, kekompakan, dan dedikasi. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai yang kita terapkan di Polri,” ujar Herry, Sabtu (23/8/2025).

    Misi Kampanye Lingkungan

    Lebih dari sebuah kemenangan, eksibisi Pacu Jalur yang diikuti oleh Jalur Raga Bhayangkara ini membawa sebuah misi, yaitu melestarikan lingkungan. Jalur Raga Bhayangkara tak hanya turun untuk berlomba, tetapi juga membawa pesan kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan. Dari atribut hingga jalur dan dayung yang digunakan semuanya membawa pesan untuk menjaga kelestarian lingkungan.

    Jalur atau perahu yang mereka gunakan bergambar Gajah Domang, ikon Gajah Sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Tim Jalur Raga Bhayangkara juga membawa pesan untuk menyelamatkan Tesso Nilo lewat tulisan ‘Save Tesso Nilo’ pada lambung perahu dan juga dayung.

    Jalur Raga Bhayangkara Polda Riau ikut meramaikan Pacu Jalur, Sabtu (23/8/2025). Foto: dok. Istimewa

    Nama Jalur Raga Bhayangkara sendiri lahir dari gagasan Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan. Mereka yang berlomba, sebagian besar adalah anggota Tim Raga, tim kebanggaan Polda Riau dalam menjaga keamanan Bumi Lancang Kuning.

    Jalur Raga Bhayangkara ikut dalam defile Pacu Jalur yang disaksikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan sejumlah menteri yang hadir pada pembukaan, Rabu (20/8) lalu.

    Tak hanya menteri-menteri, sejumlah duta besar dari negara-negara sahabat juga hadir, antara lain Dubes Banglades, Fiji, Rwanda, Bosnia Herzegovina, Mozambik, perwakilan PBB, Serbia, Bulgaria, Malaysia, Kenya, Azerbaijan, Uni Emirate Arab, Yordania, dan Angola.

    Halaman 2 dari 2

    (mei/dhn)

  • Suka Tak Suka, Trump Bisa Raih Nobel karena Damaikan 7 Konflik Bumi

    Suka Tak Suka, Trump Bisa Raih Nobel karena Damaikan 7 Konflik Bumi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali masuk bursa calon penerima Hadiah Nobel Perdamaian. Sejumlah pemimpin dunia resmi mengajukan atau menjanjikan nominasi bagi Trump atas perannya dalam memediasi berbagai konflik internasional.

    Terbaru, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengirim surat nominasi ke Komite Nobel Perdamaian Norwegia, mengakui “kenegarawanan luar biasa” Trump dalam menghentikan bentrokan perbatasan Thailand-Kamboja pada akhir Juli. Konflik lima hari itu menewaskan lebih dari 40 orang dan memaksa 300.000 warga mengungsi.

    “Intervensi tepat waktu ini, yang mencegah konflik berpotensi menghancurkan, sangat penting dalam mencegah jatuhnya banyak nyawa dan membuka jalan menuju pemulihan perdamaian antara kedua negara,” ujar Hun Manet, seperti dikutip Newsweek, Rabu (13/8/2025).

    “Upaya konsistennya untuk mencapai perdamaian melalui diplomasi sangat sejalan dengan visi Alfred Nobel,” tambahnya.

    Menurut Reuters, Trump menekan Hun Manet dan Penjabat PM Thailand Phumtham Wechayachai dengan mengatakan tidak akan ada kemajuan dalam negosiasi tarif perdagangan hingga konflik dihentikan. Gencatan senjata dicapai pada 28 Juli, disusul perjanjian damai rinci pada 7 Agustus.

    Dukungan bagi Trump juga datang dari Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev usai pertemuan puncak di Washington pada 8 Agustus yang menghasilkan kesepakatan bersejarah mengakhiri konflik Nagorno-Karabakh. Kesepakatan ini mencakup pembukaan koridor transit “Trump Route for International Peace and Prosperity (TRIPP)” di Armenia.

    “Sebagai negara yang berperang selama lebih dari tiga dekade, memiliki tanda tangan bersejarah ini sungguh sangat berarti,” kata Aliyev. “Ini adalah hasil nyata dari kepemimpinan Presiden Trump, dan tak seorang pun dapat mencapainya.”

    Sementara Pashinyan menambahkan bahwa ia akan “mendukung penuh” nominasi Nobel untuk Trump.

    Dari Afrika, Brice Oligui Nguema, Presiden Gabon, dan Menteri Luar Negeri Rwanda Olivier Nduhungirehe juga tercatat memberi dukungan. Olivier memuji peran Trump dalam mendorong kesepakatan damai antara Rwanda dan Republik Demokratik Kongo.

    Di Timur Tengah, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerahkan surat nominasi langsung ke Trump saat berkunjung ke Gedung Putih pada Juli. Sementara itu, pemerintah Pakistan secara resmi mengajukan nominasi atas “intervensi diplomatik tegas” Trump selama konflik empat hari dengan India, meski India membantah klaim tersebut.

    Gedung Putih mengeklaim Trump telah membantu mengakhiri atau meredakan sedikitnya enam konflik global lain, termasuk Israel-Iran, Serbia-Kosovo, dan Mesir-Etiopia.

    “Satu kesepakatan damai per bulan,” kata juru bicara Karoline Leavitt.

    Pengumuman pemenang Hadiah Nobel Perdamaian dijadwalkan pada Oktober. Meski mendapat dukungan internasional, Trump menyatakan pesimistis.

    “Apapun yang saya lakukan, mereka tidak akan memberikannya,” ujarnya. “Saya tidak berpolitik untuk itu. Banyak orang yang berpolitik.”

    Adapun masih ada sejumlah konflik yang justru memberikan sentimen negatif terkait potensi pemberian Nobel Perdamaian, yakni perang Rusia-Ukraina yang masih menyisakan tanda tanya apakah peran Trump akan mampu mengakhiri konflik atau memperburuknya.

    Sikap Trump atas konflik Gaza juga bisa menjadi ganjalan, mengingat sikap kerasnya mendukung Israel yang dinilai banyak negara melakukan genosida.

    Komite Nobel menerima ratusan nominasi setiap tahun dan tidak akan mengungkapkan daftar resmi nominasi hingga 50 tahun mendatang.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 148 Negara Kini Akui Palestina, Siapa Saja & Manapula yang Tidak?

    148 Negara Kini Akui Palestina, Siapa Saja & Manapula yang Tidak?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sebanyak 148 negara kini mengaku kedaulatan negara Palestina. Ini menjadi update terbaru, dari total 193 negara yang tergabung dalam PBB.

    Ke-148 negara itu merepresentasikan 75% dari total negara di dunia. Lalu apa saja negara itu?

    Berikut daftarnya dari yang terbaru mengakui hingga yang paling awal, dikutip dari beragam sumber seperti Al-Jazeera dan CNN International, Selasa (12/8/2025).

    1.Meksiko: 20 Maret 2025

    2.Armenia: 21 Juni 2024

    3.Slovenia: 4 Juni 2024

    4.Irlandia: 22 Mei 2024

    5.Norwegia: 22 Mei 2024

    6.Spanyol: 22 Mei 2024

    7.Bahama: 8 Mei 2024

    8.Trinidad dan Tobago: 3 Mei 2024

    9.Jamaika: 24 April 2024

    10.Barbados: 20 April 2024

    11.Saint Kitts dan Nevis: 29 Juli 2019

    12.Kolombia: 3 Agustus 2018

    13.Saint Lucia: 14 September 2015

    14.Takhta Suci: 26 Juni 2015

    15.Swedia: 30 Oktober 2014

    16.Haiti: 27 September 2013

    17.Guatemala: 9 April 2013

    18.Thailand: 18 Januari 2012

    19.Islandia: 15 Desember 2011

    20.Brasil: 3 Desember 2011

    21.Grenada: 25 September 2011

    22.Antigua dan Barbuda: 22 September 2011

    23.Dominika: 19 September 2011

    24.Belize: 9 September 2011

    25.Saint Vincent dan Grenadines: 29 Agustus 2011

    26.Honduras: 26 Agustus 2011

    27.El Salvador: 25 Agustus 2011

    28.Suriah: 18 Juli 2011

    29.Sudan Selatan: 14 Juli 2011

    30.Liberia: 1 Juli 2011

    31.Lesotho: 3 Mei 2011

    32.Uruguay: 16 Maret 2011

    33.Paraguay: 29 Januari 2011

    34.Suriname: 26 Januari 2011

    35.Peru: 24 Januari 2011

    36.Guyana: 13 Januari 2011

    37.Chile: 7 Januari 2011

    38.Ekuador: 27 Desember 2010

    39.Bolivia: 17 Desember 2010

    40.Argentina: 6 Desember 2010

    41.Republik Dominika: 15 Juli 2009

    42.Venezuela: 27 April 2009

    43.Pantai Gading: 1 Desember 2008

    45.Lebanon: 30 November 2008

    46.Kosta Rika: 5 Februari 2008

    47.Montenegro: 24 Juli 2006

    48.Timor Leste: 1 Maret 2004

    49.Malawi: 23 Oktober 1998

    50.Kirgistan: 1 November 1995

    51.Afrika Selatan: 15 Februari 1995

    52.Papua Nugini: 13 Januari 1995

    53.Uzbekistan: 25 September 1994

    54.Tajikistan: 2 April 1994

    55.Bosnia dan Herzegovina: 27 Mei 1992

    56.Georgia: 25 April 1992

    57.Turkmenistan: 17 April 1992

    58.Azerbaijan: 15 April 1992

    59.Kazakstan: 6 April 1992

    60.Eswatini: 1 Juli 1991

    61.Filipina: 1 September 1989

    62.Vanuatu: 21 Agustus 1989

    63.Benin: 1 Mei 1989

    64.Guinea Khatulistiwa: 1 Mei 1989

    65.Kenya: 1 Mei 1989 Etiopia: 4 Februari 1989

    66.Rwanda: 2 Januari 1989

    67.Bhutan: 25 Desember 1988

    68.Afrika Tengah: 23 Desember 1988

    69.Burundi: 22 Desember 1988

    70.Botswana: 19 Desember 1988

    71.Nepal: 19 Desember 1988

    72.Kongo: 18 Desember 1988

    73.Polandia: 14 Desember 1988

    74.Oman: 13 Desember 1988

    75.Gabon: 12 Desember 1988

    76.Sao Tome dan Principe: 10 Desember, 1988

    77.Mozambik: 8 Desember 1988

    78.Angola: 6 Desember 1988

    79.Kongo: 5 Desember 1988

    80.Sierra Leone: 3 Desember 1988

    81.Uganda: 3 Desember 1988

    82.Laos: 2 Desember 1988

    83.Chad: 1 Desember 1988

    84.Ghana: 29 November 1988

    85.Togo: 29 November 1988

    86.Zimbabwe: 29 November 1988

    87.Maladewa: 28 November 1988

    88.Bulgaria: 25 November 1988

    89.Tanjung Verde: 24 November 1988

    90.Korea Utara: 24 November 1988

    91.Niger: 24 November 1988

    92.Rumania: 24 November 1988

    93.Tanzania: 24 November 1988

    94.Hongaria: 23 November 1988

    95.Mongolia: 22 November 1988

    96.Senegal: 22 November 1988

    97.Burkina Faso: 21 November 1988

    98.Kamboja: 21 November 1988

    99.Komoro: 21 November 1988

    100.Guinea: 21 November 1988

    101.Guinea-Bissau: 21 November 1988

    102.Mali: 21 November 1988

    103.China: 20 November 1988

    104.Belarus: 19 November 1988

    105.Namibia: 19 November 1988

    106.Rusia: 19 November 1988

    107.Ukraina: 19 November 1988

    108.Vietnam: 19 November 1988

    109.Siprus: 18 November 1988

    110.Republik Ceko: 18 November 1988

    111.Mesir: 18 November 1988

    112.Gambia: 18 November 1988

    113.India: 18 November 1988

    114.Nigeria: 18 November 1988

    115.Seychelles: 18 November 1988

    116.Slowakia: 18 November 1988

    117.Sri Lanka: 18 November 1988

    118.Albania: 17 November 1988

    119.Brunei Darussalam: 17 November 1988

    120.Djibouti: 17 November 1988

    121.Mauritius: 17 November 1988

    122.Sudan: 17 November 1988

    123.Afghanistan: 16 November 1988

    124.Bangladesh: 16 November 1988

    125.Kuba: 16 November 1988

    126.Yordania: 16 November 1988

    127.Madagaskar: 16 November 1988

    128.Nikaragua: 16 November 1988

    129.Pakistan: 16 November 1988

    130.Qatar: 16 November 1988

    131. Arab Saudi: 16 November 1988

    132.Serbia: 16 November 1988

    133.Uni Emirat Arab: 16 November 1988

    134.Zambia: 16 November 1988

    135.Aljazair: 15 November 1988

    136.Bahrain: 15 November 1988

    137.Indonesia: 15 November 1988

    138.Irak: 15 November 1988

    139.Kuwait: 15 November 1988

    140.Libya: 15 November 1988

    141.Malaysia: 15 November 1988

    142.Mauritania: 15 November 1988

    143.Maroko: 15 November 1988

    144.Somalia: 15 November 1988

    145.Tunisia: 15 November 1988

    146.Turki: 15 November 1988

    147.Yaman: 15 November 1988

    148.Iran: 4 Februari 1988

    Sementara beberapa negara akan mengakui di sidang PBB September nanti. Berikut antara lain:

    Australia

    Kanada

    Prancis

    Malta

    Portugal

    Inggris

    Lalu negara mana saja yang belum sama sekali mengakui?

    Amerika Serikat

    Panama

    Jerman

    Italia

    Austria

    Denmark

    Lithuania

    Moldova

    Kroasia

    Latvia

    Yunani

    Eritrea

    Kamerun

    Myanmar

    Korea Selatan

    Jepang

    Israel

    Selandia Baru (masih akan diputuskan melalui sidang parlemen bulan ini)

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Suka Tak Suka, Trump Bisa Raih Nobel karena Damaikan 7 Konflik Bumi

    Resmi! Tetangga RI Nominasikan Trump Dapat Nobel Perdamaian

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Manet telah secara resmi menominasikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mendapatkan penghargaan bergengsi Nobel. Hal ini disampaikan langsung oleh kantor resminya, Kamis (7/8/2025).

    Dalam pernyataannya, Hun Manet mengaku telah mengirimkan surat nominasi ke Komite Nobel Norwegia agar dapat memberikan penghargaan bergengsi itu kepada Trump. Hal ini tak lepas dari peran Trump yang mendorong gencatan senjata dalam waktu cepat antara Phnom Penh dengan tetangganya, Thailand, beberapa waktu lalu.

    “Kebijaksanaan luar biasa Presiden Trump-yang ditandai dengan komitmennya untuk menyelesaikan konflik dan mencegah perang dahsyat melalui diplomasi yang visioner dan inovatif-baru-baru ini ditunjukkan dalam perannya yang menentukan dalam menengahi gencatan senjata segera dan tanpa syarat antara Kamboja dan Thailand,” demikian bunyi pernyataan tersebut dikutip Newsweek.

    “Intervensi yang tepat waktu ini, yang berhasil mencegah konflik yang berpotensi menghancurkan, sangat penting dalam mencegah hilangnya banyak nyawa dan membuka jalan menuju pemulihan perdamaian antara kedua negara.”

    Nominasi Hadiah Nobel Perdamaian terbaru ini merupakan indikasi lain dari peran yang dimainkan Trump dalam mencoba masuk ke dalam krisis global dan menyusul nominasi yang telah dibuat atau dijanjikan dari Israel dan Pakistan.

    Selain mengakui peran Trump, nominasi-nominasi yang memuji ini juga dapat dilihat sebagai upaya untuk mendapatkan perlakuan baik dari pemimpin ekonomi terbesar dan militer terkuat di dunia.

    Menurut Reuters, Trump telah menghubungi Hun Manet dan Penjabat PM Thailand Phumtham Wechayachai dan memberi tahu mereka bahwa tidak akan ada kemajuan dalam negosiasi tarif perdagangan sampai mereka mengakhiri konflik mereka. Diketahui, pasukan hailand dan Kamboja bentrok di perbatasan yang telah lama dipersengketakan bulan lalu selama lima hari, menyebabkan lebih dari 40 orang tewas di kedua pihak dan memaksa sekitar 300.000 orang mengungsi.

    Gencatan senjata disepakati pada 28 Juli dan perjanjian gencatan senjata yang terperinci ditandatangani pada hari Kamis. Pasukan Thailand jauh lebih kuat daripada pasukan Kamboja.

    Komite Nobel Norwegia menerima ratusan nominasi untuk Hadiah Nobel Perdamaian setiap tahun. Setiap individu yang masih hidup atau organisasi atau institusi yang aktif dapat dianggap layak untuk penghargaan tersebut. Nama-nama para nomine tidak diungkap selama 50 tahun.

    Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt juga memuji Trump karena mengakhiri konflik yang melibatkan Thailand dan Kamboja, Israel dan Iran, Rwanda dan Kongo, India dan Pakistan, Serbia dan Kosovo, serta Mesir dan Ethiopia.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]