Negara: Rusia

  • Saat Sanksi Gagal Redam Rusia, Uni Eropa Pertajam Strategi

    Saat Sanksi Gagal Redam Rusia, Uni Eropa Pertajam Strategi

    Jakarta

    Saat para menteri luar negeri Uni Eropa berkumpul, agenda mereka sering kali mencakup berbagai isu global, dengan daftar panjang pernyataan dan tindakan yang harus disetujui, serta poin-poin diskusi dari berbagai belahan dunia. Banyak waktu biasanya dihabiskan untuk merundingkan posisi bersama dari 27 negara anggota agar bisa mencapai keputusan bulat.

    Namun beberapa kali dalam setahun, para menteri bertemu dalam pembicaraan “informal” — bukan karena mereka datang dengan pakaian santai, melainkan karena dalam forum tersebut tidak diambil keputusan resmi.

    Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk membuka ruang diskusi dan refleksi yang sering kali terabaikan dalam kesibukan sehari-hari.

    Para diplomat Uni Eropa menggambarkan perundingan akhir pekan di ibu kota Denmark sebagai sesi “curah pendapat” tentang langkah selanjutnya dalam dukungan blok tersebut terhadap Ukraina.

    Meskipun diplomasi cukup hingar bingar selama berminggu-minggu, Ukraina tetap diserang, dan Eropa tetap sangat skeptis terhadap keinginan Rusia untuk berdamai.

    Berikut beberapa gagasan yang dilontarkan akhir pekan ini di Kopenhagen.

    Perlu sanksi sekunder

    Diplomat tertinggi Uni Eropa, Kaja Kallas, mengatakan kepada wartawan bahwa para menteri sedang mempertimbangkan apa yang disebut sanksi sekunder — pembatasan yang menargetkan mitra dagang Rusia.

    Menteri Pertahanan Lithuania, Dovile Sakaliene, memperingatkan bahwa hanya sanksi sekunder dari Amerika Serikat yang akan benar-benar memberikan dampak signifikan terhadap mesin perang Rusia. Ia mengatakan bahwa langkah dari Eropa juga akan berdampak, tetapi yang berasal dari AS akan menjadi “game-changer” karena tidak ada negara di dunia yang ingin terkena sanksi sekunder dari Amerika.

    ‘Tempat berlindung yang aman’: Senjata Ukraina dibuat di tanah Uni Eropa

    Dalam langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, Denmark mengumumkan bahwa dalam beberapa minggu ke depan, mereka akan mengundang sebuah perusahaan senjata Ukraina untuk memulai produksi di wilayah Denmark.

    Menteri Pertahanan Denmark, Troels Lund Poulsen, mengatakan bahwa fasilitas tersebut bisa mulai beroperasi tahun ini, meskipun ia tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai jenis senjata yang akan diproduksi. Ia juga menyatakan bahwa lebih banyak perusahaan pertahanan Ukraina kemungkinan akan mengikuti langkah ini sebelum akhir tahun.

    Kaja Kallas menambahkan bahwa negara-negara lain juga menunjukkan minat untuk membawa industri pertahanan Ukraina ke wilayah mereka melalui skema serupa.

    Menurut para diplomat yang hadir di Kopenhagen, langkah ini dimaksudkan untuk mengirim pesan kepada Rusia bahwa meskipun pabrik senjata di Ukraina diserang, fasilitas baru akan terus bermunculan di tempat yang aman, yaitu wilayah Uni Eropa.

    Mencairnya perdebatan tentang aset Rusia yang dibekukan

    Isu besar lainnya yang diperdebatkan adalah mengenai sekitar €200 miliar aset bank sentral Rusia yang dibekukan oleh Uni Eropa sejak tahun 2022. Sampai saat ini, negara-negara Uni Eropa hanya mengambil bunga dari aset tersebut untuk mendanai bantuan bagi Ukraina. Namun, sejumlah negara, termasuk negara-negara Baltik dan Polandia, telah lama mendorong agar seluruh aset tersebut disita dan diserahkan langsung kepada Ukraina.

    Menurut analis politik Christine Nissen, langkah ini akan menjadi titik balik besar. Namun, Belgia secara tegas menolak ide penyitaan tersebut dengan alasan tindakan itu bisa melanggar hukum dan menimbulkan ketidakpercayaan investor terhadap Eropa di masa depan.

    “Argumennya adalah bahwa kita sebenarnya juga akan menentang beberapa prinsip tatanan liberal yang kita yakini,” ujar Nissen, seorang analis di Think Tank Europa, kepada DW.

    Kallas tampaknya menepis kekhawatiran tersebut akhir pekan lalu. “Pasar keuangan tidak bereaksi ketika kami membekukan aset. Pasar keuangan sekarang tenang saat kami membahas hal ini,” ujarnya. “Ada risiko, tetapi saya yakin kita mampu memitigasi risiko tersebut.”

    “Satu hal yang sangat jelas,” tambah Kallas: “Mengingat kehancuran yang ditimbulkan Rusia di Ukraina dan yang telah ditimbulkannya di Ukraina sejauh ini, mustahil Rusia akan menerima uang ini lagi kecuali jika mereka memberikan kompensasi penuh kepada Ukraina.”

    Pelatih militer Uni Eropa di Ukraina?

    Kallas juga mengatakan ada “dukungan luas” untuk rencana pemindahan misi pelatihan Uni Eropa saat ini bagi pasukan Ukraina — yang sebagian besar berlokasi di Polandia dan Jerman— ke wilayah Ukraina jika terjadi gencatan senjata.

    Namun, tanpa adanya gencatan senjata yang nyata, Kallas mengakui bahwa ini adalah “masalah ayam dan telur” atau dilematis mana yang lebih bisa dilakukan terlebih dulu.

    “Beberapa pihak mengatakan bahwa kita harus melakukannya nanti, tetapi kita juga bisa melakukannya dengan syarat,” jelasnya, menyarankan negara-negara anggota untuk mengupayakan kesepakatan sekarang mengenai perubahan yang dapat berlaku di kemudian hari.

    Namun, rencana tersebut juga dapat terhambat oleh aturan kebulatan suara Uni Eropa — dengan Hongaria yang secara teratur menunda keputusan tentang dukungan untuk Ukraina. Namun, Sakaliene mengatakan kepada DW bahwa proposal tersebut “jauh lebih dekat dengan kesimpulan daripada keputusan sulit lainnya.”

    Lebih dari sekadar sanksi: Tarif untuk barang-barang Rusia

    Menteri Luar Negeri Finlandia Elina Valtonen mengatakan kepada DW bahwa ia ingin melihat “skema tarif komprehensif terhadap produk-produk Rusia, tetapi juga impor sekunder ke Uni Eropa.”

    Meskipun Uni Eropa telah melarang impor sejumlah ekspor Rusia, mulai dari batu bara dan semen hingga berlian, Valtonen ingin menaikkan bea masuk untuk barang-barang Rusia yang masuk ke blok tersebut secara legal.

    Langkah untuk mengenakan atau mencabut tarif tidak memerlukan dukungan dari semua negara anggota Uni Eropa, sehingga mereka lebih kecil kemungkinannya untuk terjebak dalam proses pengambilan keputusan internal blok tersebut.

    Tidak secepat itu

    Hanya sedikit pihak di Uni Eropa yang berpikir langkah-langkah ini dapat mengubah arah perang dalam semalam, dan para kritikus menuduh Eropa menunda-nunda pilihan yang lebih sensitif secara politis, seperti mempercepat rencananya untuk melarang semua impor bahan bakar fosil Rusia.

    “Yang penting,” kata analis Nissen kepada DW, “adalah mereka setidaknya menjaga persatuan Eropa dalam menangani perang ini yang sangat berarti bagi masa depan Ukraina dan juga, tentu saja, masa depan Eropa.”

    Katharina Kroll dan Finlay Duncan juga berkontribusi dalam laporan ini.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Menlu Sugiono Serahkan Surat dan Permintaan Maaf Prabowo Subianto ke Pemerintah China

    Menlu Sugiono Serahkan Surat dan Permintaan Maaf Prabowo Subianto ke Pemerintah China

    JAKARTA – Menteri Luar Negeri Sugiono menyerahkan surat dari Presiden Prabowo Subianto kepada pemerintah China yang diwakili Menlu Wang Yi.

    “Saya ingin menyampaikan permintaan maaf karena Presiden Prabowo Subianto tidak bisa menghadiri KTT SCO dan saya juga ingin menyerahkan surat dari Presiden,” kata Menlu Sugiono kepada Menlu Wang Yi di Tianjin Guest House, kota Tianjin, China pada Minggu (31/8) malam.

    Pertemuan itu berlangsung setelah Menlu Sugiono menghadiri jamuan makan malam yang diadakan Presiden Xi Jinping untuk para kepala negara, kepala pemerintahan, pemimpin organisasi internasional maupun menteri luar negeri menjelang pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Shanghai Cooperation Organization (SCO).

    Menlu Wang Yi kemudian menerima surat tersebut kemudian keduanya melakukan pertemuan tertutup. Ikut mendampingi Menlu Sugiono dalam pertemuan itu adalah Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia Djauhari Oratmangun.

    Kehadiran Menlu Sugiono menggantikan Presiden Prabowo Subianto yang sebelumnya terjadwal menghadiri forum itu, tapi pada Sabtu (30/8) malam, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengumumkan bahwa Presiden Prabowo menunda kunjungan ke China karena ingin terus memantau perkembangan kondisi di Tanah Air secara langsung.

    Prasetyo mengungkapkan bahwa keputusan Presiden ini diambil dengan penuh kehati-hatian, serta tetap menjunjung tinggi hubungan baik dengan pemerintah China.

    Sebelumnya Kementerian Luar Negeri China pada Jumat (22/8) mengumumkan Presiden Prabowo Subianto akan menghadiri KTT SCO di China bersama dengan 22 pemimpin negara lainnya termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin, Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan dan pemimpin lainnya.

    Selain itu, Presiden Prabowo rencananya juga akan menghadiri parade militer peringatan 80 tahun kemenangan dalam Perang Rakyat China Melawan Agresi Jepang dan Perang Dunia Anti-Fasis pada 3 September 2025, tapi rencana tersebut juga kemungkinan dibatalkan.

    China menjabat sebagai presiden bergilir kerja sama Shanghai Cooperation Organization (SCO) periode 2024-2025.

    SCO beranggotakan China, Rusia, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan sebagai negara awal. Setelah itu, India serta Pakistan bergabung pada 2017, Iran pada 2023 dan Belarus pada 2024 sehingga total ada 10 negara anggota.

    Selain memiliki 10 anggota tetap, SCO juga memiliki dua negara pemantau, yaitu Mongolia dan Afghanistan. Masih ada juga 14 mitra dialog yaitu Sri Lanka, Turki, Kamboja, Azerbaijan, Nepal, Armenia, Mesir, Qatar, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Myanmar, Maladewa, dan Uni Emirat Arab.

    Namun dalam KTT SCO 2025 di Tianjin, China juga mengundang pemimpin negara dan pemerintahan yang bukan anggota tetap, pemantau maupun mitra dialog yaitu dari Indonesia, Laos, Malaysia, Vietnam.

    Recananya, Presiden Xi akan memimpin pertemuan “SCO Plus” yang akan dihadiri seluruh kepala negara dan pemerintahan, termasuk dari Indonesia, Laos, Malaysia, Vietnam.

    Tema SCO tahun ini adalah “Tahun Pembangunan Berkelanjutan SCO”. Dalam keketuaannya, China ingin agar SCO meneruskan serangkaian inisiatif dan kerja sama dalam Prakarsa Pembangunan Global yang diajukan oleh Presiden Xi Jinping yaitu pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, pembiayaan pembangunan, perubahan iklim dan pembangunan hijau, industrialisasi, ekonomi digital dan konektivitas.

  • India-China Bangun Blok Baru Lawan Pengaruh Barat

    India-China Bangun Blok Baru Lawan Pengaruh Barat

    Jakarta

    Pertemuan antara Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden Cina Xi Jinping menjadi pusat perhatian pada hari pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Shanghai Cooperation Organisation (SCO) di Tianjin, Cina.

    Kunjungan ini merupakan yang pertama bagi Modi ke Cina sejak hubungan kedua negara memburuk akibat bentrokan mematikan antara pasukan di perbatasan Himalaya pada 2020. Dalam sambutan pembuka, Modi menegaskan bahwa hubungan India dan Cina kini bergerak ke arah yang lebih bermakna, dengan suasana perbatasan yang lebih damai.

    Xi, menurut siaran CCTV, mengatakan isu perbatasan tidak seharusnya mendefinisikan keseluruhan hubungan kedua negara. Ia menambahkan bahwa pembangunan ekonomi seharusnya menjadi fokus utama.

    Modi menyatakan India berkomitmen memperkuat hubungan dengan Cina berdasarkan rasa saling menghormati, saling percaya, dan sensitivitas terhadap kepentingan masing-masing. Xi menegaskan kedua negara harus melihat hubungan dari perspektif strategis jangka panjang, terutama karena tahun ini menandai 75 tahun hubungan diplomatik. “India dan Cina adalah mitra, bukan pesaing. Keduanya mewakili peluang pembangunan, bukan ancaman,” kata Xi seperti dikutip Xinhua.

    Pertemuan berlangsung hanya beberapa hari setelah Amerika Serikat memberlakukan tarif 50 persen terhadap produk India terkait pembelian minyak dari Rusia. Sejumlah analis menilai kebijakan itu justru bisa mendorong India semakin mendekat ke Cina.

    Di sela-sela KTT, Xi juga bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin. Media pemerintah Rusia menyiarkan video keduanya saling menyapa hangat. Putin dijadwalkan pula bertemu Modi, pada saat hubungan kedua negara mendapat sorotan global setelah tarif tinggi dari Washington mulai berlaku.

    Putin dan sejumlah pemimpin lain diperkirakan tetap berada di Beijing hingga 3 September untuk menghadiri parade militer memperingati berakhirnya Perang Dunia II. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un juga disebut akan hadir.

    KTT SCO didorong jadi penyeimbang pengaruh Barat

    Dalam jamuan makan malam resmi, Xi Jinping menekankan bahwa SCO kini memikul tanggung jawab lebih besar menjaga perdamaian dan stabilitas regional. “SCO pasti akan memainkan peran lebih besar, memperkuat persatuan antar anggota, menggalang kekuatan Global South, dan mendorong kemajuan peradaban manusia,” ujarnya.

    Xinhua menyebut pertemuan kali ini sebagai yang terbesar sepanjang sejarah organisasi. Forum ini beranggotakan 10 negara, Cina, India, Rusia, Pakistan, Iran, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Belarus, ditambah 16 negara lain berstatus mitra dialog atau pengamat.

    KTT berlangsung di tengah ketegangan perdagangan global setelah Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif terhadap berbagai negara. Kebijakan itu mendorong banyak negara mencari mitra dagang baru di tengah ketidakpastian arah kebijakan ekonomi Washington.

    Sejak berdiri pada 2001, SCO berkembang menjadi forum kerja sama ekonomi dan keamanan. Cina memanfaatkan forum ini untuk memperluas pengaruh ekonominya, sementara Rusia menjadikannya sarana menjaga hubungan dengan Asia Tengah. Perang di Ukraina membuat Moskow semakin bergantung pada SCO.

    Bagi India, forum ini juga memberi panggung penting, terutama setelah hubungan dengan AS kembali tegang akibat kebijakan tarif. Kehadiran Modi di Tianjin menandai kunjungan pertamanya ke Cina dalam tujuh tahun terakhir.

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang turut hadir menegaskan pentingnya multilateralisme, menyebut Cina sebagai pilar fundamental sistem internasional.

    Rangkaian Pertemuan Bilateral

    Hari pertama KTT juga diwarnai serangkaian pertemuan bilateral. Putin tiba di Tianjin dengan sambutan karpet merah dari pejabat senior Cina. Media pemerintah Cina menggambarkan kunjungan empat harinya sebagai simbol “hubungan terbaik sepanjang sejarah,” paling stabil, dewasa, dan signifikan secara strategis di antara negara besar. Dalam wawancara dengan Xinhua sebelum keberangkatan, ia menegaskan Rusia dan Cina sama-sama menolak sanksi Barat yang dianggap diskriminatif. Ekonomi Rusia sendiri kini berada di ambang resesi akibat perang di Ukraina dan tekanan sanksi internasional.

    Turki menekankan pentingnya investasi perusahaan Cina di negaranya serta membahas isu Gaza, perang di Ukraina, dan pembangunan kembali Suriah setelah jatuhnya Presiden Bashar Assad tahun lalu. Suriah kini tengah berusaha bangkit di bawah pemerintahan sementara yang dipimpin kelompok Islamis. Menurut Xinhua, Xi menegaskan bahwa Cina dan Turki sama-sama negara besar yang sedang tumbuh dengan semangat independen.

    Azerbaijan menegaskan komitmen memperkuat kemitraan strategis komprehensif dengan Beijing, termasuk penguatan jalur transportasi internasional Trans-Kaspia yang menghubungkan barang-barang Cina melalui Azerbaijan serta kerja sama energi dengan memanfaatkan cadangan gas alam. Beijing juga menegaskan dukungan terhadap rencana Azerbaijan bergabung sebagai anggota penuh SCO. Pada 2023, Azerbaijan merebut kembali wilayah Nagorno-Karabakh yang mayoritas penduduknya etnis Armenia, sementara Cina sebelumnya telah mengakui wilayah itu sebagai bagian dari Azerbaijan. Dukungan Baku terhadap prinsip Satu-Cina, termasuk pengakuan Taiwan sebagai bagian dari wilayah Cina, memperkuat kedekatan kedua pihak.

    Armenia di sisi lain mengumumkan peningkatan status hubungan dengan Beijing menjadi kemitraan strategis. Perdana Menteri Nikol Pashinyan menyebut langkah ini akan membuka peluang kerja sama baru. Kedua pihak sepakat memperdalam kolaborasi Belt and Road, memperluas konektivitas, serta pertukaran di bidang pendidikan, teknologi, budaya, dan pariwisata. Yerevan menegaskan komitmennya pada prinsip satu-Cina, sedangkan Beijing menyatakan mendukung Armenia untuk memperluas peran di SCO. Taiwan sendiri tetap memerintah dengan pemerintahannya sendiri meski dianggap Beijing sebagai provinsi, dan Presiden Taiwan William Lai berulang kali menegaskan kedaulatan negaranya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara

    Editor: Rahka Susanto

    Tonton juga video “Trump Ancam Naikkan Tarif Impor untuk India gegara Beli Minyak Rusia” di sini:

    (ita/ita)

  • Putin Bela Invasi Rusia ke Ukraina, Salahkan Barat

    Putin Bela Invasi Rusia ke Ukraina, Salahkan Barat

    Tianjin

    Presiden Rusia Vladimir Putin berusaha membela invasi yang dilancarkan negaranya terhadap Ukraina, saat dia berkunjung ke China. Kunjungan Putin ini dalam rangka menghadiri pertemuan dengan negara-negara sekutu Moskow. Putin menyalahkan Barat sebagai pemicu perang yang berkecamuk selama 3,5 tahun terakhir itu.

    Pembelaan itu, seperti dilansir AFP, Senin (1/9/2025), disampaikan Putin saat menghadiri pertemuan puncak Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) yang digelar di kota Tianjin, China.

    “Krisis ini tidak dipicu oleh serangan Rusia terhadap Ukraina, tetapi merupakan akibat dari kudeta di Ukraina, yang didukung dan diprovokasi Barat,” kata Putin saat menghadiri pertemuan tersebut pada Senin (1/9) waktu setempat.

    Dia merujuk pada revolusi Ukraina yang pro-Eropa pada tahun 2013-2014 lalu, yang menggulingkan presiden pro-Rusia dari kekuasaan atas Kyiv. Moskow pada saat itu merespons dengan menganeksasi Semenanjung Crimea dan mendukung separatis pro-Rusia di wilayah timur Ukraina, yang memicu perang sipil.

    “Alasan kedua untuk krisis ini adalah upaya Barat yang terus-menerus untuk menyeret Ukraina ke NATO,” sebut Putin dalam pernyataannya.

    Pernyataan Putin itu disampaikan dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) SCO yang dihadiri oleh sekutu-sekutu Rusia, termasuk Presiden China Xi Jinping, Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi, dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.

    Moskow dan Beijing memuji SCO sebagai alternatif bagi blok-blok politik dan keamanan yang dipimpin Barat, termasuk aliansi NATO.

    Tonton juga video “Zelensky Siap Bertemu Putin untuk Akhiri Perang” di sini:

    Putin, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa dunia membutuhkan “sistem yang akan menggantikan model-model Eurosentris dan Euro-Atlantik yang sudah ketinggalan zaman, dan mempertimbangkan kepentingan lingkaran negara-negara terluas”.

    “Kami sangat menghargai upaya dan proposal China, India, dan mitra-mitra strategis kami lainnya, yang bertujuan untuk berkontribusi dalam menyelesaikan krisis Ukraina,” imbuhnya.

    Meskipun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendesak Rusia dan Ukraina untuk mencapai kesepakatan guna mengakhiri perang, proposal-proposal perdamaian masih tersendat.

    Putin menolak seruan gencatan senjata, dan justru mengajukan tuntutan teritorial serta tuntutan politik — yang menyerukan Ukraina untuk menyerahkan lebih banyak wilayah dan mencabut dukungan Barat — sebagai prasyarat perdamaian. Kyiv menegaskan tuntutan-tuntutan Moskow itu tidak akan diterima.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Xi Jinping-Modi Sepakat Pererat Kerja Sama di Tengah Tekanan Tarif Trump

    Xi Jinping-Modi Sepakat Pererat Kerja Sama di Tengah Tekanan Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden China Xi Jinping dan Perdana Menteri India Narendra Modi sepakat memperdalam kerja sama di tengah tekanan tarif tinggi dari AS.

    Dalam pertemuan di Tianjin, di sela-sela KTT Shanghai Cooperation Organisation (SCO), Modi mengumumkan dimulainya kembali penerbangan langsung antara kedua negara. 

    Dia menegaskan hubungan bilateral dalam setahun terakhir lebih stabil setelah pasukan dari kedua pihak mundur dari titik gesekan di perbatasan. Kunjungan ini merupakan yang pertama bagi Modi ke China dalam tujuh tahun terakhir.

    Adapun, Xi menekankan pentingnya kedua negara melihat hubungan dari ketinggian strategis dan perspektif jangka panjang. Dia juga menyerukan penguatan multilateralisme dan lebih banyak demokrasi dalam hubungan internasional. Menurut Xi, situasi global saat ini penuh dinamika dan kekacauan. 

    “Sudah tepat bagi China dan India menjadi tetangga bersahabat, mitra yang saling mendukung, serta menjadikan naga dan gajah menari bersama,” jelasnya dikutip dari Bloomberg, Senin (1/9/2025).

    KTT Tianjin kali ini menyoroti visi Xi tentang tata kelola global di tengah upayanya membangun kemitraan yang menyaingi tatanan dunia yang dipimpin AS. Pertemuan ini juga mempertemukan para pemimpin politik dari Rusia, India, Pakistan, dan Iran di meja yang sama untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, menjadikannya pertemuan terbesar SCO.

    Pertemuan dilakukan di tengah tekanan tarif tinggi dari Washington. Pekan lalu, AS resmi mengenakan tarif 50% atas produk India sebagai sanksi atas pembelian minyak Rusia yang dinilai membantu pendanaan perang Moskow di Ukraina. 

    India membela hubungan dagangnya dengan Rusia dan menyebut langkah Presiden Trump itu sebagai tindakan “tidak adil” yang mengancam eksportir India. Tahun lalu, India mengekspor barang senilai US$87 miliar ke AS.

    Pertemuan Xi-Modi terjadi setelah terobosan diplomatik langka pada Agustus lalu, ketika Beijing dan New Delhi sepakat menjajaki penentuan garis perbatasan yang disengketakan. Langkah tersebut dinilai sebagai sinyal menuju dialog setelah bertahun-tahun ketegangan militer.

    India dan China berbagi perbatasan sepanjang 3.488 kilometer tanpa garis demarkasi jelas. Bentrokan pada Juni 2020 menjadi yang terburuk dalam beberapa dekade dan merusak hubungan kedua negara.

  • Rusia Serang Kapal Perang Ukraina, 2 Tentara Tewas

    Rusia Serang Kapal Perang Ukraina, 2 Tentara Tewas

    Kyiv

    Serangan Rusia menghantam sebuah kapal perang Ukraina, yang tergolong serangan langka selama perang berkecamuk antara kedua negara selama tiga tahun terakhir. Sedikitnya dua tentara Ukraina tewas, dan beberapa tentara lainnya belum diketahui keberadaannya.

    Informasi soal kapal perang Ukraina dihantam serangan Rusia itu, seperti dilansir AFP, Sabtu (30/8/2025), disampaikan oleh juru bicara Angkatan Laut Ukraina Dmytro Pletenchuk dalam pernyataan kepada AFP pada Jumat (29/8).

    Sehari sebelumnya, Rusia mengklaim telah menenggelamkan sebuah kapal pengintai Ukraina, Simferopol, di delta Sungai Danube. Moskow menyebutnya sebagai salah satu serangan pertama yang sukses menggunakan drone angkatan laut.

    Pengakuan Ukraina soal kapal perangnya terkena serangan tergolong hal yang langka, karena baik Kyiv maupun Moskow selama ini enggan mengungkapkan kerugian militer masing-masing.

    “Kami masih mencari beberapa tentara (yang berada di kapal yang menjadi target),” kata Pletenchuk dalam pernyataannya.

    Dia menolak untuk mengonfirmasi laporan yang menyebut kapal perang itu terkena serangan drone atau di mana serangan itu terjadi.

    Beberapa tentara lainnya, sebut Pletenchuk, mengalami luka-luka akibat serangan itu.

    Ukraina, yang memiliki kehadiran maritim yang jauh lebih kecil daripada Rusia sebelum invasi dilancarkan tahun 2022 lalu, telah mengerahkan sejumlah drone angkatan laut dengan dampak yang signifikan selama perang berlangsung.

    Namun bagi Rusia, drone merupakan inovasi yang relatif baru. Kementerian Pertahanan Rusia, pada Kamis (28/8), merilis rekaman video hitam-putih yang diklaim menunjukkan serangan terhadap kapal perang Ukraina tersebut, dengan ledakan besar di atas air terlihat dalam rekaman video tersebut,

    Sebelumnya, serangkaian serangan drone Angkatan Laut Ukraina yang diklaim sukses telah memaksa Rusia untuk memindahkan armadanya dari bagian barat Laut Hitam pada awal konflik.

    Lihat juga Video Zelensky Klaim Serangan Rusia Hancurkan Pabrik Asal AS

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Putin Kecam AS dan Sekutunya yang Jatuhkan Sanksi Dagang ke Rusia

    Putin Kecam AS dan Sekutunya yang Jatuhkan Sanksi Dagang ke Rusia

    Jakarta

    Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengecam keras sanksi perdagangan yang dijatuhkan Amerika Serikat dan sekutunya kepada Rusia. Menurutnya, sanksi telah membuat perekonomian Rusia berada di ambang resesi.

    Pernyataan itu disampaikan Putin dalam wawancara tertulis dengan kantor berita resmi China, Xinhua yang dikutip dari Reuters, Sabtu (30/8/2025).

    Untuk diketahui, Putin dijadwalkan akan berada di China yang merupakan mitra dagang terbesar Rusia, dari Minggu hingga Rabu. Putin dijadwalkan akan menghadiri pertemuan puncak dua hari Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di kota pelabuhan Tianjin, China utara.

    Selanjutnya, Putin akan melakukan perjalanan ke Beijing untuk mengadakan pembicaraan dengan Presiden China Xi Jinping dan menghadiri parade militer besar-besaran di ibu kota China tersebut untuk memperingati berakhirnya Perang Dunia Kedua setelah Jepang secara resmi menyerah.

    “Selama kunjungan saya mendatang, kami tentu akan membahas prospek lebih lanjut untuk kerja sama yang saling menguntungkan dan langkah-langkah baru untuk mengintensifkannya demi kepentingan rakyat Rusia dan China,” kata Putin.

    “Singkatnya, kerja sama ekonomi, perdagangan, dan kolaborasi industri antara negara kita berkembang pesat di berbagai bidang,” tambah Putin mengenai China, yang dituduh Barat mendukung apa yang disebut sebagai operasi militer khusus Rusia di Ukraina.

    Ketika negara-negara Barat memutuskan hubungan dengan Rusia setelah Moskow melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022, China datang untuk menyelamatkan, membeli minyak Rusia dan menjual barang-barang mulai dari mobil hingga elektronik yang mendorong perdagangan bilateral ke rekor US$ 245 miliar pada tahun 2024.

    China sejauh ini merupakan mitra dagang utama Rusia berdasarkan volume dan transaksi antara kedua negara hampir seluruhnya dilakukan dalam rubel dan yuan, kata Putin. Rusia adalah eksportir minyak dan gas utama ke China dan kedua belah pihak terus berupaya bersama untuk mengurangi hambatan perdagangan bilateral.

    “Dalam beberapa tahun terakhir, ekspor daging babi dan sapi ke China telah diluncurkan. Secara keseluruhan, produk pertanian dan pangan menempati posisi penting dalam ekspor Rusia ke China,” ujarnya.

    (eds/eds)

  • Pertama dalam 1 Dekade, Angka Pengangguran di Jerman Tembus 3 Juta Orang

    Pertama dalam 1 Dekade, Angka Pengangguran di Jerman Tembus 3 Juta Orang

    Berlin

    Menurut Badan Federal Urusan Ketenagakerjaan (BA) angka pengangguran di Jerman telah meningkat melewati ambang batas tiga juta untuk pertama kalinya setelah lebih dari sepuluh tahun.

    Kenaikan ini kian mendesak pemerintah koalisi untuk membuktikan bahwa rencana investasi besar mereka untuk memulihkan ekonomi Jerman dapat membuahkan hasil yang cepat.

    “Ini akan menjadi fokus pemerintah federal,” kata Kanselir Friedrich Merz di sela-sela pembicaraan menteri Prancis-Jerman di Toulon, Prancis selatan, pada hari Jumat. Ia menambahkan bahwa peningkatan pengangguran tersebut “bukanlah sesuatu yang mengejutkan.”

    Bagaimana rincian angkanya?

    Data menunjukkan jumlah pengangguran meningkat pada bulan Agustus sebanyak 46.000 menjadi 3.025.000 jiwa. Tingkat pengangguran naik 0,1 poin menjadi 6,4%.

    Jika data tersebut disesuaikan dengan periode musiman, maka pengangguran di bulan Agustus tercatat menurun sebesar 9.000 jika dibandingkan dengan angka di bulan Juli, lebih baik dari perkiraan. Sebelumnya diperkirakan angka pengangguran di bulan Agustus akan meningkat hingga 10.000 jiwa.

    Namun, jika dibandingkan dengan Agustus 2024, jumlah pengangguran di bulan Agustus 2025 masih meningkat sebesar 153.000.

    Permintaan tenaga kerja juga menurun. Terdapat 631.000 lowongan pekerjaan pada bulan Agustus — 68.000 lebih sedikit dibandingkan tahun 2024.

    Apa arti dari angka-angka ini?

    Pekerjaan paruh waktu meskipun masih tinggi, menurun perlahan sejak awal tahun. Nahles memperkirakan “peningkatan di periode musim gugur di bulan September” akan membantu meredakan situasi, namun tetap memperingatkan angka tiga juta mungkin kembali terlampaui di musim dingin (Desember).

    “Pasar tenaga kerja dipengaruhi kemerosotan ekonomi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir,” kata Nahles pada hari Jumat(29/8) merespons angka pengangguran yang menembus tiga juta untuk pertama kalinya sejak Februari 2015.

    Jerman telah lama ‘bergulat’ dengan kelemahan ekonomi yang berkepanjangan dan tarif impor dari Presiden AS Donald Trump menambah risiko negara tersebut memasuki tahun ketiga dengan stagnansi pertumbuhan ekonomi — sesuatu yang belum pernah terjadi dalam sejarah pascaperang.

    “Ketidakpastian ekonomi global dan perang agresi Rusia terhadap Ukraina masih berdampak pada lemahnya ekonomi,” kata Menteri Ketenagakerjaan Bärbel Bas. “Tantangan ekonomi yang terus berulang, meninggalkan jejaknya di pasar tenaga kerja dan membutuhkan tindakan segera.”

    Apa kata para pengusaha?

    Ketua Asosiasi Pengusaha Jerman, Rainer Dulger, mengatakan bahwa resesi yang hampir tiga tahun terjadi mulai menunjukkan dampaknya terhadap pasar tenaga kerja.

    Ia menyebut angka tiga juta pengangguran sebagai “sebuah aib” dan menyalahkan kelambanan politik, sambil menyerukan “reformasi musim gugur yang sesungguhnya.”

    Ekonomi secara keseluruhan masih stagnan.

    Setelah dua tahun berturut-turut mengalami resesi, PDB kembali menyusut sebesar 0,3% pada musim semi tahun ini. Sektor industri, khususnya, tengah kesulitan menghadapi biaya energi yang tinggi, sementara ekspor tertekan akibat kebijakan tarif AS.

    Para produsen mesin memperingatkan bahwa bisnis mereka di AS berada dalam risiko. Banyak perusahaan merespons situasi ini dengan melakukan PHK.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor : Yuniman Farid

    Lihat juga Video Pramono Buka Job Fair di Jaktim: Masalah Pengangguran Prioritas

    (nvc/nvc)

  • Aplikasi Pengganti WhatsApp Buatan Pemerintah Bahaya, Ini Kata Pakar

    Aplikasi Pengganti WhatsApp Buatan Pemerintah Bahaya, Ini Kata Pakar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Aplikasi pengiriman pesan pesaing WhatsApp, Max, berpotensi mendatangkan petaka. Beberapa analis mengungkapkan platform buatan pemerintah Rusia itu kemungkinan bisa memata-matai pengguna.

    Hal ini diungkapkan dari analis teknis yang ditugaskan Forbes. Hal serupa juga diungkapkan Ilya Perevalov, Pakar Teknis Roskomsvoboda dan RKS Global, yang menyatakan data yang dikirimkan lewat Max akan tersimpan di server pemerintah.

    “Masalah lebih besar terletak pada kenyataan semua dikirimkan lewat Max disimpan di server pemerintah. Dampaknya pada pengguna akan terlihat jelas di masa depan,” kata Perevalov, dikutip dari Tech Radar, Jumat (29/8/2025).

    Menurut mereka, Max memiliki izin lebih sedikit dari aplikasi lainnya seperti Telegram dan WhatsApp. Namun tetap disarankan untuk tidak menggunakan platform tersebut.

    Para peneliti mengatakan aplikasi itu terus memantau aktivitas pengguna. Ini karena Max dilengkapi kemampuan pelacakan berlebihan.

    Selain itu, Max tidak memiliki perlindungan enkripsi berbeda dengan WhatsApp. Secara keseluruhan, desain aplikasi disebut tidak aman.

    “Max punya potensi pengawasan sangat besar, sebab semua informasi dan komunikasi di dalamnya bisa diakses oleh badan intelijen secara real-time,” kata Perevalov.

    Max diluncurkan Maret 2025. Selama lima bulan diluncurkan, aplikasi telah memiliki 18 juta pengguna terdaftar.

    Platform itu dikembangkan oleh VK. Perusahaan tersebut merupakan penyedia layanan email Mail.ru dan media sosial VKnote.

    Nampaknya Max bakal disiapkan untuk hanya jadi satu-satunya aplikasi yang digunakan oleh warga Rusia. Negara itu telah memblokir Signal sejak Agustus 2024 lalu, dan pemerintah berencana melakukan hal yang sama untuk WhatsApp.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Jerman Imbau Warganya Tinggalkan Iran, Ada Apa?

    Jerman Imbau Warganya Tinggalkan Iran, Ada Apa?

    Berlin

    Otoritas Jerman merilis imbauan agar setiap warga negaranya meninggalkan wilayah Iran dan menahan diri untuk tidak bepergian ke negara tersebut. Imbauan tersebut dimaksudkan untuk menghindari balasan Teheran atas peran Berlin dalam memicu sanksi-sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Jerman bersama Inggris dan Prancis, pada Kamis (28/8), meluncurkan proses 30 hari untuk menerapkan kembali sanksi PBB terhadap Iran atas program nuklirnya yang dipermasalahkan. Langkah ini kemungkinan memicu ketegangan baru sekitar dua bulan setelah Israel dan Amerika Serikat (AS) mengebom Iran.

    “Karena perwakilan pemerintah Iran telah berulang kali mengancam dengan konsekuensi dalam kasus ini, tidak dapat dikesampingkan bahwa kepentingan dan warga negara Jerman akan berdampak oleh tindakan balasan di Iran,” sebut Kementerian Luar Negeri Jerman dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Jumat (29/8/2025).

    “Saat ini, Kedutaan Besar Jerman di Teheran hanya dapat memberikan bantuan konsuler terbatas di lokasi,” demikian peringatan Kementerian Luar Negeri Jerman, yang disampaikan via situs resminya pada Kamis (28/8) waktu setempat.

    Peluncuran proses itu dilakukan setelah ketiga negara Eropa tersebut menggelar beberapa putaran perundingan dengan Iran sejak instalasi nuklir Teheran dibom oleh Israel dan pada pertengahan Juni lalu. Perundingan itu bertujuan menyepakati penundaan apa yang disebut sebagai “mekanisme snapback”.

    Namun ketiga negara Eropa itu menilai perundingan terbaru di Jenewa, Swiss, pada Selasa (26/8) waktu setempat tidak menghasilkan sinyal kesiapan yang memadai untuk kesepakatan baru dari Iran.

    Pada Kamis (28/8) waktu setempat, Jerman, Inggris dan Prancis mengumumkan dimulainya “mekanisme snapback”, dengan menuduh Iran telah melanggar kesepakatan nuklir tahun 2015 yang bertujuan mencegah negara itu mengembangkan kemampuan senjata nuklir, dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.

    Ketiga negara Eropa itu bersama Rusia, China dan AS merupakan pihak terkait dalam kesepakatan nuklir tersebut.

    Dalam tanggapannya, seorang pejabat senior Iran, yang enggan disebut namanya, menyebut keputusan tersebut sebagai keputusan yang “ilegal dan disesalkan”, namun tetap membuka peluang untuk keterlibatan. Pejabat Teheran itu juga menegaskan bahwa Iran tidak akan tunduk pada tekanan atas langkah ketiga negara tersebut.

    “Langkah ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan diplomasi, bukan memberikan peluang untuk itu. Diplomasi dengan Eropa akan terus berlanjut,” kata pejabat senior Iran yang enggan disebut namanya tersebut.

    “Iran tidak akan menyerah di bawah tekanan,” tegasnya.

    Iran sebelumnya memperingatkan “respons keras” jika sanksi-sanksi kembali diberlakukan terhadapnya.

    Di sisi lain, ketiga negara Eropa tersebut khawatir jika mekanisme itu tidak diaktifkan, maka mereka akan kehilangan hak prerogatif pada pertengahan Oktober mendatang untuk memberlakukan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran, yang telah dicabut berdasarkan perjanjian nuklir tahun 2015 dengan negara-negara kekuatan dunia.

    Lihat juga Video ‘Jerman Setop Kirim Senjata ke Israel Buntut Serangan Tewaskan Jurnalis’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)