Negara: Rusia

  • Trump Mendadak Berpaling dari Putin, Rusia Siap Perang Habis-habisan

    Trump Mendadak Berpaling dari Putin, Rusia Siap Perang Habis-habisan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kremlin menegaskan Rusia tidak memiliki alternatif selain melanjutkan perang di Ukraina, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbalik arah mendukung Kyiv dan menyebut Moskow sebagai “macan kertas”.

    Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan bahwa Rusia akan terus melanjutkan serangan militer demi mencapai tujuan nasionalnya.

    “Kami melakukan ini untuk masa kini dan masa depan negara kami. Untuk banyak generasi mendatang. Oleh karena itu, kami tidak punya alternatif,” kata Peskov dalam wawancara dengan RBC Radio, Rabu (24/9/2025).

    Pernyataan itu muncul setelah Trump bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di sela Sidang Umum PBB. Ia menyebut Ukraina kini berada dalam posisi “untuk berjuang dan memenangkan kembali seluruh wilayahnya”.

    Trump bahkan menilai perang yang dilancarkan Rusia selama tiga setengah tahun membuat negara itu tampak seperti “macan kertas” dengan ekonomi yang melemah.

    Moskow membantah keras. Peskov menegaskan Rusia lebih tepat disebut “beruang” dan menyebut klaim Ukraina bisa merebut wilayah yang dikuasai tentara Rusia sebagai ilusi.

    “Gagasan bahwa Ukraina dapat merebut kembali sesuatu, dari sudut pandang kami, keliru,” tegasnya.

    Di sisi lain, tekanan perang juga menekan perekonomian Rusia. Kementerian Keuangan Rusia mengusulkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 20% menjadi 22% untuk membiayai belanja pertahanan, seiring proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi dari 4,3% tahun lalu menjadi hanya sekitar 1% tahun ini.

    Sementara itu, ketegangan juga meningkat di kawasan Eropa. Estonia melaporkan tiga jet tempur Rusia melanggar wilayah udaranya, sementara Polandia menyebut 20 drone Rusia sempat masuk ke wilayahnya pekan lalu. NATO menegaskan komitmennya pada Pasal 5 yang mewajibkan negara anggota saling membela jika ada serangan.

    Gangguan sistem navigasi GPS terhadap pesawat Menteri Pertahanan Spanyol Margarita Robles di dekat Kaliningrad menambah kekhawatiran. Insiden serupa juga dialami pesawat yang ditumpangi Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen bulan lalu.

    Di sisi lain, Ukraina melancarkan serangan drone terhadap pabrik petrokimia Gazprom Neftekhim Salavat di Bashkortostan, Rusia Tengah, yang memicu kebakaran. Serangan ini menjadi kedua kalinya dalam sepekan Kyiv menggempur fasilitas industri vital Rusia.

    Kyiv juga meningkatkan serangan ke kilang minyak dan jaringan pipa ekspor Rusia. Serangan drone di Novorossiysk, Rusia Selatan, bahkan menewaskan dua orang, menurut Gubernur Krasnodarskiy Krai, Veniamin Kondratyev.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Misterius! Drone-drone Terbang di Sejumlah Bandara Denmark

    Misterius! Drone-drone Terbang di Sejumlah Bandara Denmark

    Jakarta

    Drone-drone misterius kembali terbang di atas sejumlah bandara di Denmark, dan menyebabkan salah satu bandara ditutup selama berjam-jam. Ini terjadi setelah insiden serupa minggu ini yang menyebabkan penutupan bandara Kopenhagen, ibu kota Denmark.

    Insiden terbaru di langit Denmark pada Rabu (24/9) waktu setempat ini terjadi menyusul peristiwa serupa di Polandia dan Rumania serta pelanggaran wilayah udara Estonia oleh jet-jet tempur Rusia. Rentetan insiden itu telah meningkatkan ketegangan menyusul invasi Rusia ke Ukraina yang terus berlangsung.

    Kepolisian Denmark mengatakan bahwa drone-drone terlihat terbang di atas bandara-bandara Aalborg, Esbjerg, Sonderborg, dan di pangkalan udara Skrydstrup sebelum akhirnya terbang menjauh.

    Bandara Aalborg, yang terletak di Denmark utara dan salah satu bandara terbesar di negara itu setelah Kopenhagen, ditutup sebelum dibuka kembali beberapa jam kemudian.

    “Tidak mungkin untuk menembak jatuh drone, yang terbang di atas area yang sangat luas selama beberapa jam,” kata kepala inspektur polisi Jutlandia Utara, Jesper Bojgaard Madsen, tentang insiden di Aalborg.

    “Saat ini, kami juga belum menangkap operator drone,” tambahnya dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Kamis (25/9/2025).

    Kepolisian Jutlandia Selatan mengatakan mereka telah “menerima beberapa laporan aktivitas drone di bandara-bandara Esbjerg, Sonderborg, dan Skrydstrup” pada Rabu (24/9) malam waktu setempat.

    Bandara Esbjerg dan Sonderborg tidak ditutup karena tidak ada penerbangan yang dijadwalkan hingga Kamis pagi waktu setempat.

    Polisi di sana mengatakan drone-drone tersebut “terbang dengan lampu dan diamati dari darat, tetapi belum diketahui jenis drone tersebut… atau apa motifnya.”

    Penyelidikan sedang dilakukan bersama-sama dinas intelijen Denmark dan angkatan bersenjata untuk “mengklarifikasi keadaan”, kata polisi.

    Penyelidikan ini dilakukan beberapa hari setelah polisi mengatakan beberapa drone besar terbang di atas bandara Kopenhagen, hingga menyebabkan fasilitas tersebut ditutup selama berjam-jam.

    Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen menyebut insiden drone di Kopenhagen itu sebagai “serangan paling serius terhadap infrastruktur penting Denmark” hingga saat ini.

    “Ini adalah bagian dari perkembangan yang baru-baru ini kami amati dengan serangan drone lainnya, pelanggaran wilayah udara, dan serangan siber yang menargetkan bandara-bandara Eropa,” kata Frederiksen.

    Moskow membantah terlibat dalam insiden tersebut, dan menolak tuduhan dari pemerintah Polandia, Estonia, dan Rumania terkait penggunaan drone atau pelanggaran wilayah udara oleh jet tempurnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Trump Ulangi Klaim Palsu saat Berpidato di PBB

    Trump Ulangi Klaim Palsu saat Berpidato di PBB

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan pidato di Sidang Umum PBB pada hari Selasa (23/09) yang penuh dengan ketidakakuratan dan pernyataan yang dilebih-lebihkan. Ia mengulang berbagai klaim lama yang keliru tentang perubahan iklim, energi terbarukan, imigrasi, dan rekam jejak diplomatiknya.

    Meski artikel ini tidak membahas semua pernyataan keliru Trump secara menyeluruh, tim Cek Fakta DW menelusuri beberapa pernyataan utamanya.

    Benarkah Trump pernah menawarkan $500 juta untuk renovasi kantor PBB?

    Klaim: “Saya menawarkan untuk merenovasi markas PBB $500 juta, tapi mereka malah menghabiskan $2 hingga 4 miliar.”

    Cek fakta: Menyesatkan.

    Trump sudah lama mengklaim bahwa ia bisa merenovasi kantor pusat PBB dengan biaya jauh lebih murah. Pada 2001, ia menyebut angka $500 juta ke media, dan pada 2005 ia mengatakan kepada Kongres bahwa proyek itu bisa selesai dengan biaya hingga $700 juta.

    Namun, DW tidak menemukan bukti bahwa Trump Organization pernah mengajukan tawaran resmi melalui UN Global Marketplace atau arsip pengadaan resmi PBB. Sebaliknya, PBB memilih perusahaan Swedia, Skanska, sebagai manajer konstruksi pada 2007.

    Memang benar bahwa proyek renovasi ini mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya, dengan total pengeluaran melebihi $2 miliar. Namun, klaim Trump soal “$2 hingga $4 miliar” melebih-lebihkan. Data resmi dari PBB dan pemerintah AS menunjukkan biaya akhir berkisar antara $2,15 hingga $2,31 miliar, bukan $4 miliar.

    Apakah Trump mengakhiri tujuh perang selama masa jabatannya?

    Cek fakta: Salah.

    Faktanya, banyak dari konflik yang disebut masih belum terselesaikan atau tetap bergejolak, dan peran Trump dalam beberapa kasus pun diperdebatkan.

    Mesir dan Etiopia tidak pernah berperang selama masa jabatan Trump. Perselisihan mereka berkaitan dengan proyek Bendungan Grand Renaissance senilai $4 miliar milik Etiopia, yang dikhawatirkan akan mengurangi pasokan air Sungai Nil ke Mesir dan Sudan.

    Serbia dan Kosovo tidak sedang berperang. Kesepakatan Trump tahun 2020 hanya menyentuh aspek ekonomi, bukan perdamaian.

    Di Republik Demokratik Kongo, kekerasan masih terjadi meski ada kesepakatan tahun 2024 yang dimediasi selama masa pemerintahan Trump.

    Ketegangan antara Israel dan Iran juga belum terselesaikan dan berpotensi memanas kembali. Pejabat militer dari kedua negara telah mengeluarkan peringatan terbuka soal kemungkinan konflik.

    Secara keseluruhan, klaim Trump bahwa ia mengakhiri “tujuh perang” sangat melebih-lebihkan pencapaiannya.

    Apakah Jerman meninggalkan energi hijau demi nuklir dan bahan bakar fosil?

    Klaim: “Jerman kembali ke bahan bakar fosil dan nuklir, dan kini baik-baik saja setelah meninggalkan agenda hijau.”

    Cek fakta: Menyesatkan.

    Jerman secara resmi menutup tiga reaktor nuklir terakhirnya pada April 2023. Meski pembangkit batu bara sempat diaktifkan kembali saat krisis energi Eropa tahun 2022, penggunaannya kini menurun. Pada 2024, energi terbarukan menyumbang rekor 63% dari listrik Jerman, memperkuat posisinya sebagai pemimpin energi bersih.

    Jerman memang membangun terminal LNG untuk mengurangi ketergantungan pada gas Rusia, tapi tidak ada tanda-tanda bahwa negara ini kembali ke energi nuklir.

    Apakah energi terbarukan mahal dan tak efektif?

    Klaim: “Energi terbarukan itu lelucon. Turbin angin tidak berfungsi, terlalu mahal, dan dibuat di Cina yang bahkan jarang menggunakannya.”

    Cek fakta: Salah.

    Energi terbarukan kini menjadi salah satu sumber energi baru termurah. Laporan Lazard tahun 2024 menunjukkan bahwa biaya pembangkitan listrik dari angin dan surya tanpa subsidi sering kali lebih murah dibandingkan pembangkit bahan bakar fosil baru, bertentangan dengan klaim Trump.

    Cina bukan hanya produsen turbin terbesar, tapi juga pengguna energi angin terbesar di dunia. Menurut Asosiasi Energi Angin Dunia (WWEA), Cina menghasilkan lebih dari 500 gigawatt energi angin pada 2024 atau hampir setengah dari kapasitas global. Jadi, klaim bahwa Cina “hampir tidak menggunakan” energi angin jelas salah.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Hani Anggraini

    (ita/ita)

  • Korut Diyakini Punya 2 Ton Uranium Diperkaya, Bisa Buat Banyak Bom Nuklir

    Korut Diyakini Punya 2 Ton Uranium Diperkaya, Bisa Buat Banyak Bom Nuklir

    Jakarta

    Korea Utara (Korut) diyakini memiliki hingga dua ton uranium hasil pengayaan tinggi. Hal tersebut disampaikan Menteri Unifikasi Korea Selatan, Chung Dong-young pada hari Kamis (25/9).

    Korea Utara telah lama dikenal memiliki uranium yang diperkaya tinggi dalam jumlah “yang signifikan”, bahan utama yang digunakan untuk memproduksi hulu ledak nuklir, menurut Kementerian Pertahanan Korea Selatan.

    Namun, dalam konfirmasi publik yang jarang terjadi, Menteri Unifikasi Korea Selatan Chung Dong-young mengatakan bahwa “badan intelijen memperkirakan cadangan uranium yang diperkaya tinggi milik Pyongyang – dengan kemurnian lebih dari 90 persen – mencapai hingga 2.000 kilogram.”

    “Bahkan pada jam ini, sentrifugal uranium Korea Utara masih beroperasi di empat lokasi,” kata Chung kepada wartawan, dilansir kantor berita AFP, Kamis (25/9/2025).

    “Cukup lima hingga enam kg plutonium saja untuk membuat satu bom nuklir,” ujar Chung. Dia menambahkan bahwa 2.000 kg uranium yang diperkaya tinggi, yang dapat dicadangkan khusus untuk produksi plutonium, akan “cukup untuk membuat sejumlah besar senjata nuklir”.

    Chung mengatakan bahwa “menghentikan pengembangan nuklir Korea Utara adalah masalah mendesak”. Namun, dia berpendapat bahwa sanksi tidak akan efektif dan satu-satunya solusi terletak pada pertemuan puncak antara Pyongyang dan Washington.

    Sebelumnya, pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un mengatakan pekan ini bahwa ia terbuka untuk perundingan dengan AS, asalkan ia dapat mempertahankan persenjataan nuklirnya.

    Korea Utara, yang melakukan uji coba nuklir pertamanya pada tahun 2006 dan berada di bawah serangkaian sanksi PBB atas program senjata nuklirnya, tidak pernah mengungkapkan detail fasilitas pengayaan uraniumnya kepada publik hingga September lalu.

    Negeri komunis itu diyakini mengoperasikan beberapa fasilitas pengayaan uranium, kata badan intelijen Korea Selatan, termasuk satu di lokasi nuklir Yongbyon, yang konon dinonaktifkan oleh Pyongyang setelah perundingan. Namun, kemudian Korea Utara mengaktifkan kembali fasilitas tersebut pada tahun 2021.

    Lihat juga Video ‘Kim Jong Un Beri Penghargaan ke Tentara yang Bantu Rusia Lawan Ukraina’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Akankah Serangan Israel Dorong Pembentukan NATO ala Timur Tengah?

    Akankah Serangan Israel Dorong Pembentukan NATO ala Timur Tengah?

    Jakarta

    Hampir tak ada yang bisa diperbuat Qatar ketika Doha dihantam rudal Israel dua pekan silam.

    Pada hari itu, 10 jet tempur Israel terbang dari arah Laut Merah, meniti langit tanpa melintasi wilayah udara negara lain. Mereka lalu melepas tembakan yang dalam istilah militer disebut over the horizon atau tembakan di luar cakrawala, alias tak terlihat.

    Dalam serangan semacam ini, rudal balistik meluncur hingga ke atmosfer atas Bumi, sebelum menghujam target dengan kecepatan tinggi. Targetnya adalah pertemuan sekelompok petinggi Hamas di pengasingan. Di kota dengan hotel berbintang, gedung kaca, dan diplomasi tinggi. Enam orang tewas. Menurut kabar, bukan orang-orang yang dibidik Israel.

    Qatar, negeri kecil berpengaruh besar, mendadak seakan tak punya pelindung dari serangan Israel. Padahal di sana lah berdiri pangkalan militer terbesar Amerika di Timur Tengah. Padahal, Qatar juga diberi gelar sekutu utama non-NATO, setelah membantu evakuasi serdadu AS dari Afganistan 2022 silam.

    Namun, status “sekutu” tak cukup kuat mencegah Israel melancarkan serangan pertama terhadap negara Teluk. Pakar mempertanyakan, apakah AS mengetahui serangan ini? Jika ya, mengapa membiarkannya?

    Amerika tak lagi bisa diandalkan

    “Serangan Israel mengguncang keyakinan negara-negara Teluk terhadap Amerika Serikat dan akan mendorong mereka semakin mendekat satu sama lain,” tulis Kristin Diwan, peneliti senior di Arab Gulf States Institute, Washington.

    “Raja-raja minyak ini terlalu mirip satu sama lain… serangan langsung terhadap kedaulatan dan rasa aman mereka adalah sesuatu yang tak bisa ditoleransi,” imbuhnya.

    Dalam konteks ini, wacana pembentukan pakta pertahanan bergaya NATO kembali menguat dalam sepekan terakhir.

    Pada pertemuan darurat yang digelar Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pekan lalu, para pejabat Mesir mengusulkan pembentukan pasukan tugas bersama ala NATO untuk negara-negara Arab. Dalam pidatonya di forum tersebut, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani juga menyerukan pendekatan kolektif untuk keamanan Timur Tengah.

    Enam anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC)—Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab—sepakat mengaktifkan ketentuan dalam perjanjian pertahanan bersama yang diteken tahun 2000, yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap semua, serupa pasal 5 perjanjian NATO.

    Setelah KTT darurat itu, para menteri pertahanan Teluk menggelar pertemuan lanjutan di Doha dan sepakat berbagi informasi intelijen, laporan situasi udara, serta mempercepat sistem peringatan dini rudal balistik di kawasan. Latihan militer bersama juga diumumkan.

    Pada minggu yang sama, Arab Saudi menandatangani “perjanjian pertahanan timbal balik strategis” dengan adidaya nuklir Pakistan. Kedua negara menyatakan bahwa “setiap agresi terhadap salah satu pihak akan dianggap sebagai agresi terhadap keduanya.”

    Menuju “NATO Islam”?

    Apakah ini cikal bakal dari terbentuknya “NATO Islam”? Kenyataannya tidak sesederhana itu, kata sejumlah pengamat kepada DW.

    “Aliansi ala NATO tak realistis karena akan memaksa negara-negara Teluk terikat dalam konflik yang tak mereka anggap vital. Tak ada pemimpin Teluk yang ingin terseret konflik dengan Israel demi Mesir, misalnya,” ujar Andreas Krieg, dosen senior di School of Security Studies, King’s College London.

    Meski begitu, serangan ke Doha telah mengubah kalkulasi keamanan kawasan.

    “Keamanan Teluk selama ini berdasar pada logika upeti: membayar pihak lain untuk menjamin perlindungan. Tapi mentalitas ini mulai bergeser setelah serangan ke Doha,” lanjut Krieg. “Meski perubahan itu masih berjalan lambat.”

    Alih-alih “NATO Islam”, dunia kemungkinan akan melihat format “6+2”, jelas Cinzia Bianco, pakar Teluk dari European Council on Foreign Relations (ECFR). Format “6+2” mengacu pada enam negara GCC ditambah Turki dan Mesir.

    Menurut Bianco, format ini kemungkinan tengah dibahas di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB pekan ini.

    “Namun ini bukan tentang pasal semacam Article 5 dalam NATO,” katanya kepada DW. “Komitmen pertahanan antarnegara Teluk tak sekuat antaranggota NATO. Ini lebih ke arah kolektivisasi posisi pertahanan dan keamanan, dan yang paling penting: pesan pencegahan terhadap Israel.”

    Dukungan militer dari luar

    Format “6+2” dinilai lebih masuk akal ketimbang “NATO Islam”, lanjut Krieg. Turki, menurutnya, adalah “mitra non-Barat paling kredibel bagi negara-negara Teluk, dengan pasukan yang telah ditempatkan di Qatar sejak 2017 dan kapabilitas nyata untuk bertindak cepat saat krisis.”

    Mesir, lanjut Krieg, lebih rumit. Negara itu memang punya kekuatan militer besar, tetapi keandalannya masih dipertanyakan oleh sejumlah negara Teluk.

    Namun jika format “6+2” benar-benar akan diwujudkan, prosesnya akan berlangsung perlahan dan tertutup, tegas Krieg dan Bianco.

    “Perubahan besar akan terjadi di balik layar,” kata Krieg. “Publik mungkin akan melihat komunike, KTT, dan latihan militer gabungan. Tapi kerja penting seperti berbagi data radar, integrasi sistem peringatan dini, atau pemberian hak pangkalan militer akan tetap berlangsung diam-diam.”

    Negara-negara Teluk, yang selama ini bergantung pada AS, juga mulai membuka opsi memperluas hubungan pertahanan dengan negara lain.

    “Pasti ada aktor lain seperti Rusia dan Cina yang siap menggantikan AS,” ujar Sinem Cengiz, peneliti di Pusat Studi Teluk Universitas Qatar. “Namun kecil kemungkinan ada pihak yang bisa menggantikan AS dalam waktu singkat.”

    Negara-negara Teluk memang tak ingin menggantikan AS sepenuhnya, tambah Bianco. Mereka masih sangat bergantung pada teknologi militer AS.

    “Setelah serangan ke Doha, Qatar langsung meminta jaminan dari AS bahwa mereka masih menjadi mitra,” ungkapnya.

    “Catatan pentingnya, AS sebenarnya tak pernah menentang regionalisasi pertahanan seperti ini,” ujar Bianco. “Washington justru mendukung adanya arsitektur pertahanan rudal balistik tunggal untuk negara-negara Teluk.”

    Faktanya, semakin dalam integrasi militer di kawasan, peran AS justru semakin penting, karena sistem pertahanan regional masih bertumpu pada teknologi militer Amerika.

    “Tapi makna politiknya telah berubah,” pungkas Krieg. “Washington tak lagi dilihat sebagai penjamin utama keamanan, melainkan mitra yang dukungannya bersifat kondisional dan transaksional. Para pemimpin Teluk kini mulai menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa AS punya kepentingan, bukan sekutu, dan tengah membangun poros keamanan yang dipimpin Teluk sendiri—posisi tengah antara Iran dan Israel.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Resmi! Ukraina-Suriah Berbaikan Usai Putus Hubungan Sejak 2022

    Resmi! Ukraina-Suriah Berbaikan Usai Putus Hubungan Sejak 2022

    Jakarta

    Pemerintah Ukraina dan Suriah memulihkan hubungan diplomatik pada hari Rabu (24/9) waktu setempat setelah putus hubungan pada tahun 2022 silam. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengumumkan hal ini setelah bertemu dengan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa di New York, Amerika Serikat.

    “Hari ini, Ukraina dan Suriah menandatangani Komunike Bersama tentang pemulihan hubungan diplomatik. Kami menyambut langkah penting ini dan siap mendukung rakyat Suriah dalam perjalanan mereka menuju stabilitas,” tulis Zelensky dalam sebuah unggahan di media sosial X, dilansir Al Arabiya, Kamis (25/9/2025).

    “Selama negosiasi kami dengan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa, kami juga membahas secara rinci sektor-sektor yang menjanjikan untuk mengembangkan kerja sama, ancaman keamanan yang dihadapi kedua negara, dan pentingnya melawannya,” imbuh Zelensky.

    “Kami sepakat untuk membangun hubungan kami atas dasar saling menghormati dan percaya,” ujarnya.

    Kedua negara putus hubungan sejak tahun 2022 setelah Zelensky mengumumkan bahwa dia memutus hubungan dengan Suriah pada akhir bulan Juni 2022 lalu. Pemutusan hubungan dilakukan setelah Suriah mengakui kemerdekaan Republik Donetsk dan Lugansk yang didukung Rusia di Ukraina timur.

    “Tidak akan ada lagi hubungan antara Ukraina dan Suriah,” kata Zelensky saat itu.

    Negara bagian Donetsk dan Lugansk yang memisahkan diri dari Ukraina, yang kemerdekaannya diakui Moskow pada Februari lalu, terletak di wilayah Donbas. Suriah adalah negara pertama selain Rusia yang mengakui kemerdekaan kedua republik itu.

    Sebagai balasan atas pemutusan hubungan oleh Ukraina tersebut, pemerintah Suriah mengumumkan 20 Juli 2022 bahwa mereka memutuskan hubungan dengan Ukraina untuk mendukung sekutu dekatnya, Rusia.

    “Republik Arab Suriah telah memutuskan untuk memutus hubungan diplomatik dengan Ukraina sesuai dengan prinsip timbal balik dan sebagai tanggapan atas keputusan pemerintah Ukraina,” kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Suriah saat itu.

    Lihat juga Video ‘Ukraina Terima Pasokan Senjata Tambahan dari AS Rp 59 T’:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Apakah Perserikatan Bangsa-Bangsa Masih Berfungsi?

    Apakah Perserikatan Bangsa-Bangsa Masih Berfungsi?

    Jakarta

    Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) menginjak usia yang ke-80 tahun minggu ini. Para pemimpin dunia berkumpul di New York untuk memperingatinya. Namun, di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik, perubahan iklim yang kian memburuk, dan meningkatnya tantangan tatanan global berbasis hukum, suasana UNGA jauh dari kemeriahan.

    Sebaliknya PBB menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

    Salah satu penyebab utamanya adalah perpecahan di Dewan Keamanan (DK) PBB terkait perang Israel di Gaza dan invasi Rusia ke Ukraina. Misi penjaga perdamaian PBB di Afrika juga mendapat kritik.

    Selain itu, tahun lalu sekelompok pakar kebijakan iklim, termasuk di dalamnya mantan kepala iklim PBB Christiana Figueres, mantan Sekjen PBB Ban Ki-moon, dan ilmuwan iklim terkemuka Johan Rockstrm, menyebut KTT iklim COP “sudah tidak lagi sejalan dengan fungsinya.”

    Namun, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres menekankan pentingnya PBB dalam menangani isu-isu global. “Tidak ada negara yang bisa menghentikan pandemi sendirian. Tidak ada pasukan yang bisa menghentikan suhu bumi yang terus meningkat,” katanya saat berpidato di Sidang Umum PBB, Selasa (23/9) lalu.

    Apa fungsi Sidang Umum PBB (UNGA)?

    Sebagai salah satu dari enam organ utama PBB, UNGA adalah salah satu badan perwakilan utama PBB yang menyediakan ruang untuk merumuskan kebijakan dan mengeluarkan rekomendasi melalui resolusi.

    Namun, resolusi yang dilahirkan UNGA pada dasarnya hanyalah pernyataan niat. Negara-negara menyatakan posisinya untuk disepakati secara internasional. Namun, resolusi ini secara umum tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

    Apakah PBB benar-benar bisa membantu menciptakan perdamaian?

    Dewan Keamanan PBB (UNSC) dianggap sebagai badan utama untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional, tetapi selama ini kerap dikritik karena komposisinya anggota tetapnya yang terbatas, yang sering menyebabkan resolusi terblokir.

    DK PBB terdiri dari lima anggota tetap: Inggris, Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, dan Prancis, negara-negara pemenang Perang Dunia II yang juga pemilik senjata nuklir. Selain kelima negara tersebut ada 10 anggota tidak tetap yang dipilih setiap dua tahun berdasarkan sistem rotasi regional.

    Yang sangat krusial adalah kelima anggota tetap memiliki hak veto — kekuatan untuk membatalkan keputusan secara sepihak. Namun bagi 10 anggota tidak tetap tanpa veto, untuk membatalkan suara dibutuhkan tujuh dari sepuluh anggota untuk menolak resolusi agar suara gagal disahkan.

    Hak veto ini secara konsisten digunakan oleh negara-negara besar untuk melindungi kepentingan mereka sendiri, seperti saat AS memblokir resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza atau Rusia memveto resolusi untuk menghentikan perang di Ukraina.

    Para kritikus mengatakan bahwa Dewan Keamanan PBB sudah tidak lagi relevan dan representatif. Hal ini terutama berlaku bagi Afrika dan Amerika Selatan, yang tidak memiliki perwakilan tetap di DK PBB.

    Daniel Forti, analis senior PBB di lembaga think tank International Crisis Group, mengatakan kepada DW bahwa reformasi sulit dilakukan karena “lima anggota tetap enggan menyetujui perubahan apa pun yang bisa mengurangi pengaruh mereka.”

    “Sedikit sekali yang akan mengatakan bahwa Dewan Keamanan berfungsi dengan baik saat ini,” lanjutnya. “Benturan geopolitik antara AS, Cina, dan Rusia telah membuat Dewan Keamanan PBB hampir tidak mampu merespons konflik-konflik terburuk di dunia sepuluh tahun terakhir. Ini telah merusak kredibilitas DK yang juga merambat pada kredibilitas PBB.”

    Apakah AS yang ‘menarik diri’ membuat PBB terpuruk?

    Pendanaan PBB berasal dari kontribusi para negara anggotanya, dalam bentuk sumbangan wajib berdasarkan ukuran dan pendapat negara, serta kontribusi sukarela, yang umumnya datang dari negara-negara maju.

    Meskipun Amerika Serikat masih memberikan kontribusi, keputusan Donald Trump untuk mengeluarkan berbagai perintah eksekutif yang menarik diri dari beberapa lembaga dan program PBB, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), telah membuat organisasi ini mengalami kesulitan keuangan.

    Awal bulan ini, Guterres mengusulkan pemotongan anggaran sebesar $500 juta (sekitar Rp. 8,3 triliun) untuk tahun depan, atau sekitar 15% dari anggaran pokok PBB, dari $3,7 miliar (Rp. 61 triliun) menjadi $3,2 miliar (Rp. 53 triliun). Inisiatif seperti Program Pangan Dunia WFP, untuk pengungsi UNHCR, dan WHO yang memerlukan anggaran dana yang lebih besar, kini menghadapi ketidakpastian.

    “Pemotongan dan pembekuan bantuan yang dilakukan Washington memaksa organisasi ini melakukan pengetatan besar-besaran,” kata Forti. “Tidak ada negara lain yang mengambil alih menutup ‘kesenjangan’ dana dukungan AS … Ini berarti lebih sedikit kampanye vaksinasi, lebih sedikit inisiatif pendidikan, dan lebih sedikit dukungan untuk pemukiman pengungsi.”

    Bisakah PBB direformasi dan dibuat lebih relevan?

    Seruan untuk reformasi PBB sudah ada sejak lama, hampir sepanjang organisasi itu berdiri, tetapi kini semakin keras dan meluas. Presiden Irlandia, Michael D. Higgins, tahun lalu menyerukan agar PBB “dirancang ulang untuk masa depan, dengan memberi peran lebih bagi Afrika, Asia, dan Amerika Latin.”

    Pada bulan Februari, Trump berkata: “Saya selalu merasa bahwa PBB punya potensi besar. Tapi saat ini belum memenuhi potensi tersebut.” Ia mengulangi klaim itu lagi dalam Sidang Umum pekan ini.

    Forti juga melihat perlunya perubahan. “Organisasi ini bisa direformasi. Tapi itu akan menjadi jalan yang sulit. Reformasi serius akan memakan waktu dan mungkin menjadi proses yang menyakitkan bagi negara-negara yang bergantung pada PBB,” katanya.

    “Membawa PBB ke era berikutnya akan membutuhkan visi reformasi yang jelas dari Sekretaris Jenderal berikutnya, dan dukungan diplomatik besar dari banyak negara anggota. Organisasi ini telah melewati masa-masa sulit sebelumnya. Untuk bisa melakukannya lagi, negara-negara harus mampu membuktikan mengapa PBB penting bagi mereka,” tegas analis senior International Crisis Group tersebut.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Lihat juga Video ‘Trump di PBB: Pengakuan Negara Palestina Jadi Hadiah untuk Hamas’:

    (ita/ita)

  • Prabowo Minta Maaf ke PM Kanada karena Tak Hadiri KTT G7 Juni Lalu
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 September 2025

    Prabowo Minta Maaf ke PM Kanada karena Tak Hadiri KTT G7 Juni Lalu Nasional 25 September 2025

    Prabowo Minta Maaf ke PM Kanada karena Tak Hadiri KTT G7 Juni Lalu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden RI Prabowo Subianto mengadakan pertemuan tete-a-tete dengan Perdana Menteri (PM) Kanada Mark Carney, di West Block, Parliament Hill, Ottawa, pada Rabu (24/9/2025).
    Pertemuan kedua pemimpin negara ini menandai momentum penting dalam penguatan hubungan bilateral Indonesia dan Kanada di berbagai bidang strategis.
    Berdasarkan keterangan Setpres, Kamis (25/9/2025), dalam sambutannya usai pertemuan, Prabowo menyampaikan rasa terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan pertemuan, meski dengan waktu yang singkat.
    Prabowo juga menyampaikan permohonan maaf karena belum dapat memenuhi undangan Kanada sebelumnya untuk hadir dalam sebuah konferensi mewakili negara-negara Global South.
    “Saya juga mohon maaf bahwa saya tidak bisa datang ke KTT yang Anda undang saya untuk hadir mewakili Global South karena jadwal yang sangat padat. Tetapi, seperti yang saya janjikan, pada kesempatan pertama yang memungkinkan, saya ingin bertemu dengan Anda,” ujar Prabowo.
    Prabowo menegaskan bahwa Indonesia dan Kanada telah lama menjalin hubungan persahabatan yang erat.
    Menurut dia, Kanada merupakan kekuatan Barat yang bertanggung jawab, matang, dan memiliki empati besar terhadap isu-isu pembangunan global.
    “Kanada selalu hadir dalam banyak program pengentasan kemiskinan, bantuan di bidang kesehatan, pertanian, perikanan. Dan juga, kita memiliki kerja sama tradisional yang sangat baik dalam bidang penjaga perdamaian,” tutur dia.
    Selain kerja sama pembangunan, Prabowo juga menyoroti sejarah panjang kolaborasi Indonesia dan Kanada dalam perdamaian dunia.
    Prabowo menyampaikan penghargaan atas peran Kanada sebagai pemimpin dunia yang konsisten dalam menjaga stabilitas dan tatanan global.
    “Secara tradisi, banyak, banyak tahun kepemimpinan yang bijaksana dan stabil. Jadi, kami sangat menghargai hal ini,” ucap Prabowo.
    Pada kesempatan tersebut, Prabowo turut menyampaikan rasa hormat atas sambutan hangat dari Gubernur Jenderal Kanada Mary Simon, pada kunjungan resminya kali ini.
    “Jadi, Perdana Menteri, terima kasih banyak. Saya juga diterima dengan sangat baik oleh Gubernur Jenderal Anda. Saya berharap dapat menjamu Anda di Indonesia,” imbuh dia
    Sebagai informasi, pada Juni 2025 lalu, Prabowo memang tidak memenuhi undangan Kanada untuk hadir di KTT G7.
    Saat itu, Prabowo terbang ke Rusia dan Singapura, sehingga tidak bisa hadir ke Kanada.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kecam Pengakuan Palestina hingga Overtime Hampir Sejam

    Kecam Pengakuan Palestina hingga Overtime Hampir Sejam

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump lagi-lagi menjadi sorotan. Di panggung PBB, Trump mengecam pengakuan terkait negara Palestina hingga berpidato jauh melebihi batas waktu yang telah ditentukan.

    Trump berpidato dalam Sidang Umum PBB pada Selasa (23/9/2025). Dia mendapatkan giliran kedua setelah Presiden Brazil dan sebelum Presiden Prabowo Subianto yang berpidato di urutan ketiga.

    Bukan Trump namanya jika pidatonya tidak menyulut polemik. Di markas PBB, Trump secara terang-terangan mengecam sikap sejumlah negara yang mengakui negara Palestina hingga mempertanyakan fungsi PBB.

    Kecam Negara yang Akui Palestina

    Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB pada Selasa (23/9) waktu setempat, Trump mengatakan negara-negara kekuatan dunia seharusnya berfokus pada pembebasan para sandera yang ditawan kelompok Hamas di Gaza.

    Prancis, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal termasuk di antara negara-negara yang telah mengakui negara Palestina dalam beberapa hari terakhir. Langkah-langkah mereka didasari rasa frustrasi terhadap Israel atas serangannya di Gaza dan bertujuan untuk mendorong solusi dua negara. Namun, hal ini telah membuat marah Israel dan sekutu dekatnya, Amerika Serikat.

    “Seolah-olah ingin mendorong konflik yang berkelanjutan, beberapa anggota badan ini berusaha untuk mengakui negara Palestina secara sepihak,” kata Trump dalam pidatonya.

    “Imbalannya akan terlalu besar bagi Hamas atas kekejaman mereka… tetapi alih-alih menyerah pada tuntutan tebusan Hamas, mereka yang menginginkan perdamaian seharusnya bersatu dengan satu pesan: Bebaskan para sandera sekarang juga,” cetus Trump, dilansir kantor berita Reuters, Rabu (24/9/2025).

    “Bebaskan para sandera sekarang juga,” ulangnya.

    Diketahui bahwa sebagian besar anggota PBB, saat ini lebih dari 150 negara, telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Negara-negara Barat yang sejak minggu ini mengakui negara Palestina antara lain Prancis, Belgia, Monako, Luksemburg, Malta, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal.

    Pidato Hampir 1 Jam, padahal Batas Maksimal 15 Menit

    Trump bicara panjang lebar di sidang umum PBB. Dia berpidato selama 56 menit, melewati batas yang ditentukan yakni 15 menit.

    Dilansir Reuters, Rabu (24/9), banyak hal yang dibicarakan Trump di pidato tersebut. Mulai dari pamer capaian di AS selama dia menjabat hingga mengkritik PBB karena eskalator dan telepromter yang rusak.

    Trump juga bicara mengenai Palestina. Dia menyatakan AS menolak mengakui negara Palestina. Dia juga mendesak negara-negara Eropa mengadopsi serangkaian kebijakan ekonomi yang dia usulkan terhadap Rusia agar mau mengakhiri peperangan dengan Ukraina.

    Untuk diketahui, Trump pidato di sidang umum PBB tanpa naskah. Sebab, telepromter di Markas PBB rusak ketika Trump bicara.

    Sebagian besar pidatonya didominasi oleh dua keluhan terbesarnya yakni imigrasi dan perubahan iklim. Trump dalam pidatonya menegaskan dia telah menjalankan kebijakan imigrasi di AS sebagaimana mestinya. Untuk diketahui, para aktivis HAM berbeda pandangan dengan Trump, mereka berpendapat para migran mencari kehidupan lebih baik.

    “Saya sangat ahli dalam hal ini. Negara-negara kalian akan hancur,” kata Trump.

    Trump dalam pidato juga menyebut perubahan iklim sebagai tipuan. Dia bahkan menyerukan agar kembali bergantung pada bahan bakar fosil.

    “Imigrasi dan ide energi bunuh diri mereka akan menjadi penyebab kehancuran Eropa Barat,” katanya.

    Trump juga sempat menyindir Wali Kota London Sadiq Khan. Dia mengatakan Sadiq Khan ingin memberlakukan hukum syariah di London.

    Dia juga mengatakan “inflasi telah dikalahkan” di AS. Padahal, beberapa hari sebelumnya Federal Reserve mengatakan inflasi telah naik.

    Sindir Peran PBB

    Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB yang berlangsung di markas PBB di New York, Donald Trump terang-terangan menyerang PBB. Dia mempertanyakan apa tujuan badan dunia tersebut dan menyebutnya cuma omong kosong belaka.

    “Apa tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa? PBB punya potensi yang luar biasa. Saya selalu bilang begitu. PBB punya potensi yang luar biasa, tapi sebagian besar belum bisa mencapai potensi itu,” cetus Trump, dilansir CNN International, Rabu (24/9).

    “Setidaknya untuk saat ini, mereka sepertinya hanya menulis surat yang tegas dan tidak pernah menindaklanjutinya. Itu cuma omong kosong, dan omong kosong tidak menyelesaikan perang. Satu-satunya yang bisa menyelesaikan perang dan peperangan adalah tindakan,” imbuhnya.

    Dalam pidatonya pada Selasa (23/9) waktu setempat, Trump juga menyindir PBB tidak efektif menciptakan perdamaian dunia.

    Dilansir Al Jazeera, Trump membeberkan rekam jejaknya kepada para pemimpin dunia. Menurut Trump, dirinya pantas mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian.

    “Sangat disayangkan saya harus melakukan hal-hal ini, alih-alih Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melakukannya, dan sayangnya, dalam semua kasus, Perserikatan Bangsa-Bangsa bahkan tidak mencoba membantu dalam hal apa pun,” kata Trump.

    Trump juga menyinggung tentang lift rusak dan teleprompter tak berfungsi yang ditemuinya di markas besar PBB.

    “Ini adalah dua hal yang saya dapatkan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, eskalator yang buruk dan teleprompter yang buruk,” ucap Trump.

    “Saya tidak memikirkannya saat itu karena saya terlalu sibuk bekerja menyelamatkan jutaan nyawa, yaitu menyelamatkan dan menghentikan perang-perang ini. Namun kemudian, saya menyadari bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak ada untuk kita,” tandas Trump.

    Halaman 2 dari 4

    (ygs/ygs)

  • Awas Perang Baru! Trump Izinkan NATO Tembak Jatuh Pesawat Rusia

    Awas Perang Baru! Trump Izinkan NATO Tembak Jatuh Pesawat Rusia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjawab dengan tegas ketika ditanya apakah negara-negara NATO harus menembak jatuh pesawat Rusia yang melanggar wilayah udara mereka. Hal ini terjadi setelah pesawat-pesawat Rusia dilaporkan memasuki wilayah negara-negara NATO.

    Trump ditanyai pertanyaan tersebut dalam konferensi pers bersama pemimpin Ukraina Volodymyr Zelensky pada Selasa. Ia mengatakan bahwa ia setuju untuk menembak jatuh pesawat Rusia.

    “Ya, saya setuju,” jawab Trump, dikutip dari RT, Rabu (24/9/2024).

    Estonia, anggota blok militer pimpinan AS di kawasan Baltik, pekan lalu mengklaim bahwa tiga jet MIG-31 Rusia melanggar wilayah udaranya. Moskow membantah klaim tersebut, dengan mengatakan bahwa pesawat-pesawat itu tidak menyimpang dari jalur penerbangan rutin mereka, dan berargumen bahwa NATO tidak memiliki bukti.

    Tallinn menyerukan konsultasi mendesak dengan anggota blok berdasarkan Pasal 4 NATO, yang memungkinkan anggota untuk melakukan perundingan jika mereka yakin keamanan atau integritas teritorial mereka terancam. Para anggota blok tersebut bertemu di Brussels pada hari Selasa.

    Menurut Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte, blok militer pimpinan AS memutuskan apakah akan menembak jatuh pesawat yang melanggar wilayah udara blok tersebut secara langsung (real-time) berdasarkan kasus per kasus. Hal itu akan ergantung pada tingkat ancaman.

    “Pasukan NATO segera mencegat dan mengawal pesawat tersebut tanpa eskalasi karena tidak ada ancaman langsung yang dinilai,” klaimnya dalam konferensi pers setelah pertemuan tersebut.

    Awal bulan ini, anggota NATO lainnya, Polandia, menuduh Rusia mengirim setidaknya 19 pesawat tanpa awak (drone) ke wilayah udaranya, sebuah klaim yang dibantah Moskow sebagai tidak berdasar. Satu-satunya kerusakan akibat insiden tersebut diduga disebabkan oleh rudal yang ditembakkan oleh pesawat F-16 Polandia, yang menghantam sebuah bangunan tempat tinggal.

    Rusia menuding insiden di Polandia merupakan provokasi yang direkayasa untuk melemahkan penyelesaian politik atas konflik Ukraina. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa tuduhan tersebut dilontarkan tanpa bukti sedikit pun.

    Klaim tersebut tidak pernah didukung oleh data yang dapat diandalkan atau argumen yang meyakinkan,” ujarnya kepada wartawan.

    (tps/șef)

    [Gambas:Video CNBC]