Negara: Rusia

  • Setelah Rusia, Giliran AS Kirim Kapal Selam Nuklir ke Kuba!

    Setelah Rusia, Giliran AS Kirim Kapal Selam Nuklir ke Kuba!

    Jakarta

    Sebuah kapal selam bertenaga nuklir Amerika Serikat telah tiba di Kuba. Demikian diumumkan Departemen Pertahanan AS pada hari Kamis (13/6), sehari setelah kapal selam nuklir Rusia berlabuh di Havana, ibu kota Kuba untuk kunjungan langka ke pulau komunis tersebut.

    “Kapal selam serangan cepat USS Helena berada di Teluk Guantanamo, Kuba sebagai bagian dari kunjungan pelabuhan rutin,” kata Komando Selatan AS dalam sebuah postingan di media sosial, merujuk pada pangkalan angkatan laut Amerika di pulau tersebut.

    “Lokasi dan transit kapal telah direncanakan sebelumnya,” tambahnya, dikutip dari kantor berita AFP dan Al Arabiya, Jumat (14/6/2024).

    Sebelumnya, kapal selam bertenaga nuklir Rusia, Kazan tiba di ibu kota Kuba pada hari Rabu. Kapal tersebut didampingi oleh kapal fregat Laksamana Gorshkov, serta sebuah kapal tanker minyak dan kapal tug penyelamat. Otoritas Kuba menyebut kapal selam nuklir Rusia tersebut tidak membawa senjata nuklir.

    Kazan dan Laksamana Gorshkov merupakan salah satu kapal perang paling modern Rusia. Pengerahan kapal-kapal perang Rusia yang tidak biasa ini begitu dekat dengan Amerika Serikat, hanya 90 mil dari pantai Florida, AS. Ini terjadi di tengah ketegangan besar antara kedua negara terkait perang di Ukraina, di mana pemerintah Ukraina yang didukung Barat sedang memerangi invasi Rusia.

    Militer AS mengatakan pihaknya telah memantau kapal-kapal Rusia tersebut, namun tidak menimbulkan ancaman langsung.

    Sebelumnya, Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin bulan lalu untuk parade militer tahunan tanggal 9 Mei di Lapangan Merah di luar Kremlin.

    Selama Perang Dingin, Kuba merupakan negara klien penting bagi Uni Soviet. Keberadaan tempat-tempat rudal nuklir Soviet di pulau tersebut memicu Krisis Rudal Kuba tahun 1962, ketika Washington dan Moskow hampir berperang.

    Hubungan antara Rusia dan Kuba menjadi lebih dekat sejak pertemuan Diaz-Canel dan Putin pada tahun 2022 silam.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Israel Vs Hizbullah-Houthi Memanas Saat Gencatan Senjata Gaza Dibahas

    Israel Vs Hizbullah-Houthi Memanas Saat Gencatan Senjata Gaza Dibahas

    Jakarta

    Rencana gencatan senjata antara Israel dan Palestina di Gaza masih terus dibahas oleh berbagai pihak. Di tengah pembahasan tersebut, Israel memanas dengan kelompok Hizbullah dan Houthi.

    Dilansir BBC dan AFP, Selasa (11/6/2024), naskah resolusi tersebut disahkan dengan 14 suara mendukung, termasuk Amerika Serikat (AS) selaku perancang resolusi ini. Sementara Rusia abstain.

    Proposal tersebut menetapkan syarat-syarat untuk “gencatan senjata penuh dan menyeluruh”, pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas, pengembalian jenazah sandera dan pertukaran tahanan Palestina.

    Rencana tersebut mencakup tiga fase yang akan diakhiri dengan rencana rekonstruksi multi-tahun di Gaza, yang sebagian besar telah hancur akibat pertempuran tersebut.

    Tahap pertama dari rencana tersebut menyangkut pertukaran sandera-tahanan serta gencatan senjata jangka pendek.

    Fase kedua mencakup “penghentian permusuhan secara permanen”, serta penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, menurut teks rancangan resolusi AS.

    Fase ketiga berfokus pada prospek jangka panjang wilayah tersebut, dan akan memulai rencana rekonstruksi multi-tahun di Gaza.

    Meski begitu, rencana gencatan senjata ini masih tarik ulur antara kedua pihak. Sampai hari ini belum tercapai kesepakatan.

    Hizbullah Luncurkan Ratusan Roket

    Rencana gencatan senjata yang masih tarik ulur itu pun kini makin terganggu oleh kelompok-kelompok lawan Israel. Salah satunya, kelompok Hizbullah.

    Kelompok ini menembakkan sedikitnya 250 roket ke wilayah Israel sepanjang Rabu (12/6) untuk membalas kematian komandan seniornya dalam serangan udara Tel Aviv. Jumlah roket itu menjadi yang terbanyak ditembakkan oleh Hizbullah dalam sehari ke Israel sejak permusuhan meningkat delapan bulan terakhir.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Kamis (13/6), Hizbullah dan militer Israel terlibat serangan lintas perbatasan hampir setiap hari sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu. Situasi ini semakin meningkatkan kekhawatiran akan konfrontasi lebih luas antara kedua pihak.

    Serangan udara Israel pada Selasa (11/6) tengah malam menghantam desa Jouaiyya, Lebanon bagian selatan, dan dilaporkan menewaskan seorang komandan lapangan senior Hizbullah bernama Taleb Abdallah, alias Abu Taleb, serta tiga petempur Hizbullah lainnya.

    Abdallah, menurut salah satu sumber, merupakan komandan paling senior Hizbullah yang tewas dalam serangan lintas perbatasan dengan Israel.

    Militer Israel dalam pernyataannya mengonfirmasi bahwa serangannya terhadap pusat komando dan kendali Hizbullah tewas menewaskan empat anggota kelompok yang didukung Iran itu, termasuk seorang komandan senior.

    Sebagai respons atas kematian Abdallah, Hizbullah mengatakan bahwa pasukannya melancarkan setidaknya 17 operasi terhadap Israel sepanjang Rabu (12/6) waktu setempat. Delapan operasi di antaranya disebut Hizbullah sebagai respons terhadap apa yang mereka sebut sebagai “pembunuhan” oleh Israel di Jouaiyya.

    Dalam salah satu satu operasinya, pasukan Hizbullah menembakkan rudal-rudal ke sebuah pabrik militer Israel. Operasi lainnya melibatkan serangan terhadap markas militer Israel di Ein Zeitim dan Ami’ad, juga terhadap stasiun pengawasan udara militer Israel di Meron.

    Lihat Video ‘Hizbullah Luncurkan Rudal ke Israel Setelah Kematian Komandan Senior’:

    Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

    Seorang sumber keamanan setempat menyebut Hizbullah telah menembakkan sekitar 250 roket ke wilayah Israel sepanjang Rabu (12/6) waktu setempat. Angka itu tercatat sebagai jumlah roket yang terbanyak dalam satu hari yang ditembakkan Hizbullah ke Israel sejak konflik semakin meningkat tahun lalu.

    Lebih dari 100 roket, menurut sumber keamanan tersebut, ditembakkan secara bersamaan, yang menjadi salah satu serangan terbesar Hizbullah terhadap Israel.

    Seorang pejabat senior Hizbullah, Hashem Safieddine, saat berbicara dalam seremoni pemakaman Abdallah di pinggiran selatan Beirut, mengatakan bahwa kelompoknya akan meningkatkan intensitas, kekuatan, dan kuantitas operasinya terhadap Israel sebagai pembalasan atas kematian Abdallah.

    “Jika musuh berteriak dan mengeluh soal apa yang terjadi padanya di Palestina bagian utara, biarkan mereka bersiap untuk menangis dan meratap,” tegas Safieddine dalam pernyataannya.

    Rentetan serangan roket Hizbullah itu memicu diaktifkannya sirene peringatan serangan udara di wilayah Israel bagian utara. Militer Israel dalam pernyataannya menyebut sejumlah jet tempurnya dikerahkan untuk menargetkan lokasi-lokasi peluncuran di wilayah Lebanon bagian selatan pada Rabu (12/6) waktu setempat.

    Militer Israel, dalam pernyataan awal, menyebut Hizbullah menembakkan sekitar 50 proyektil dari Lebanon bagian selatan ke arah Dataran Tinggi Golan yang diduduki Tel Aviv di dekat perbatasan Suriah. Dalam pengumuman lebih lanjut, militer Israel menyebut sekitar 90 proyektil terdeteksi ditembakkan dari Lebanon ke wilayah Israel bagian utara.

    Diklaim oleh Tel Aviv bahwa beberapa proyektil itu berhasil ditembak jatuh, namun beberapa lainnya menghantam area-area di Israel bagian utara hingga memicu kebakaran di beberapa wilayah.

    Disebutkan juga oleh militer Israel bahwa tidak ada laporan korban jiwa sejauh ini akibat rentetan serangan dari Lebanon tersebut. Namun para petugas pemadam kebakaran setempat sedang berjuang memadam kebakaran yang dipicu oleh serangan Hizbullah.

    Houthi Kirim Rudal hingga Drone ke Israel

    Tak berhenti sampai di situ, kelompok Houthi yang bermarkas di Yaman juga melancarkan operasi militer gabungan dengan kelompok Perlawanan Islam di Irak. Mereka menargetkan kota-kota di wilayah Israel.

    Tak cuma itu, kelompok yang didukung Iran ini menyerang sebuah kapal di Laut Merah. Seperti dilansir Al Arabiya dan kantor berita TASS, Kamis (13/6), juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, dalam pernyataannya mengklaim kelompoknya melakukan operasi gabungan anti-Israel dengan mengerahkan rudal dan drone terhadap target-target di sedikitnya dua kota di Israel.

    “Angkatan Bersenjata Yaman melancarkan dua operasi militer gabungan dengan Perlawanan Islam di Irak,” ucapnya.

    “Pada operasi pertama, sejumlah rudal jelajah ditembakkan ke target yang sangat penting di kota Ashdod. Operasi kedua melibatkan serangan drone terhadap target penting di kota Haifa,” tutur Saree dalam pernyataan kepada televisi Al-Masirah yang merupakan milik Houthi.

    “Kedua operasi tersebut berhasil,” klaim Saree.

    Tidak diketahui secara jelas apakah serangan gabungan Houthi dan Perlawanan Islam di Irak itu memicu korban jiwa atau kerusakan di wilayah Israel.

    Belum ada pernyataan dari otoritas Tel Aviv terkait laporan tersebut.

    Lihat Video ‘Hizbullah Luncurkan Rudal ke Israel Setelah Kematian Komandan Senior’:

    Halaman 2 dari 2

    (maa/isa)

  • Modi Kembali Jadi PM India, Sudah Bentuk Kabinet

    Modi Kembali Jadi PM India, Sudah Bentuk Kabinet

    Anda sedang membaca kembali laporan Dunia Hari Ini edisi Selasa, 11 Juni 2024.

    Laporan 24 jam terakhir dari beberapa titik dunia telah kami sajikan, dimulai dari laporan dari Yunani.

    Apa penyebab tewasnya presenter TV Inggris?

    Pemeriksaan post-mortem menyimpulkan presenter TV Inggris Michael Mosley, 67 tahun, meninggal karena penyebab alamiah.

    Michael dilaporkan hilang di pulau liburan Yunani Symi, pekan lalu, kemudian ditemukan sudah meninggal.

    Polisi menjelaskan posisi tubuhnya ketika ditemukan, serta tidak adanya luka mendukung kesimpulan jika ia meninggal secara alamiah. Tapi penyelidikan masih berlanjut hingga sekarang.

    “Ia tidak ditemukan dalam posisi tengkurap, ia ditemukan dalam posisi telentang yang menandakan ia mungkin merasa pusing, tidak enak badan dan harus berbaring,” kata walikota Symi, Lefteris Papakaloudoukas.

    Sekretaris PDIP diperiksa selama empat jam

    Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto selama empat jam.

    Ia mengaku keberatan dengan keputusan penyidik untuk menyita ponselnya, hingga sempat berdebat dengan pihak penyidik.

    Hasto dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang menjerat mantan calon legislatif PDIP Harun Masiku.

    “Saya di dalam ruangan yang sangat dingin, hampir sekitar 4 jam. Bersama penyidik face to face itu paling lama 1,5 jam, sisanya ditinggal, kedinginan,” ujar Hasto usai pemeriksaan.

    PBB dukung gencatan senjata Israel-Gaza

    Dewan Keamanan PBB mendukung rencana gencatan senjata Israel-Gaza, yang digariskan oleh Presiden Joe Biden untuk gencatan senjata antara Israel dan militan Palestina Hamas.

    Rusia abstain dari pemungutan suara, sementara 14 anggota dewan lainnya memberikan suara mendukung.

    Amerika Serikat menyelesaikan proposalnya setelah enam hari negosiasi di antara dewan.

    Pada tanggal 31 Mei, Presiden Biden memaparkan rencana gencatan senjata tiga fase yang digambarkannya sebagai inisiatif Israel.

    Wakil presiden Mawali hilang

    Operasi pencarian dan penyelamatan terus berlanjut hingga pesawat yang hilang yang membawa wakil presiden Malawi, Saulos Klaus Chilima, ditemukan.

    Saulos, 51 tahun, berada di dalam pesawat militer bersama sembilan orang lainnya yang meninggalkan kota Lilongwe pada pukul 09.17 pagi waktu setempat.

    Pesawat tersebut tadinya dijadwalkan mendarat di Bandara Mzuzu pada pukul 10:02 pagi.

    Dalam pidato yang disiarkan televisi, Presiden Lazarus Chakwera mengatakan pesawat tersebut tidak dapat mendarat di bandara karena jarak pandang yang buruk dan diperintahkan untuk kembali ke ibu kota.

  • Jet Tempur Rusia Jatuh Saat Latihan, 2 Pilot Tewas

    Jet Tempur Rusia Jatuh Saat Latihan, 2 Pilot Tewas

    Jakarta

    Sebuah jet tempur Rusia jatuh saat penerbangan latihan di wilayah Kaukasus di Ossetia Utara. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa dua pilot di dalamnya tewas dalam insiden itu.

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (11/6/2024), sebuah pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa jet tempur Sukhoi-34 jatuh “di zona pegunungan” dan menambahkan bahwa “tidak ada kerusakan di darat”. Tidak disebutkan secara spesifik kapan kecelakaan itu terjadi.

    Dalam pernyataan yang dirilis hari Selasa (11/6), kementerian mengatakan bahwa masalah teknis tampaknya menjadi penyebab kecelakaan itu. Disebutkan bahwa penyelidikan telah dimulai untuk memastikan penyebab kecelakaan itu.

    Ossetia Utara, yang berbatasan dengan bekas negara Uni Soviet, Georgia, berjarak sekitar 800 kilometer (500 mil) dari garis depan di Ukraina.

    Sebelumnya pada tanggal 8 Juni, otoritas regional mengatakan Ukraina menargetkan sebuah lapangan terbang militer dekat kota Mozdok dengan drone-drone, tetapi tiga di antaranya berhasil ditembak jatuh. Ini merupakan serangan pertama di Ossetia Utara sejak operasi militer khusus yang dilancarkan Rusia terhadap Ukraina pada Februari 2022.

    (ita/ita)

  • DK PBB Dukung Gencatan Senjata Gaza, Israel Tak Mau Komentar

    DK PBB Dukung Gencatan Senjata Gaza, Israel Tak Mau Komentar

    New York

    Israel terkesan menghindari untuk berkomentar soal resolusi terbaru yang disetujui oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang isinya mendukung proposal gencatan senjata antara Tel Aviv dan Hamas di Jalur Gaza.

    Rusia memilih abstain dalam voting yang digelar pada Senin (10/6) waktu setempat, sedangkan 14 negara anggota Dewan Keamanan PBB lainnya memberikan suara dukungan untuk resolusi yang isinya mendukung proposal gencatan senjata tiga fase yang diajukan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada 31 Mei lalu.

    Biden, pada saat itu, menggambarkan proposal tersebut sebagai inisiatif Israel. Setelah voting resolusi digelar oleh Dewan Keamanan PBB, Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan “hari ini kami memilih perdamaian” dengan memberikan suara dukungan.

    Seperti dilansir Times of Israel dan Reuters, Selasa (11/6/2024), resolusi yang disetujui oleh Dewan Keamanan PBB itu pada intinya menyambut baik proposal gencatan senjata terbaru, menyatakan bahwa Israel telah menerima proposal itu, dan mendesak Hamas juga untuk juga menyetujuinya.

    “Mendesak kedua belah pihak untuk sepenuhnya melaksanakan persyaratannya tanpa penundaan dan tanpa syarat,” demikian bunyi penggalan draf resolusi tersebut.

    Resolusi tersebut juga merinci soal proposal gencatan senjata tiga fase, dan menyatakan bahwa “jika perundingan memakan waktu lebih dari enam pekan untuk tahap pertama, gencatan senjata akan tetap berlanjut selama perundingan berlangsung”.

    Usai resolusi itu disetujui Dewan Keamanan PBB, respons Israel disampaikan oleh diplomat karier Israel Reut Shafir Ben Naftali, meskipun Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan hadir langsung pada awal sidang digelar sebelum voting dilakukan.

    Hal tersebut, menurut Times of Israel, dinilai sebagai upaya nyata untuk mendepolitisasi respons Israel dengan tidak membiarkan pejabat yang ditunjuk secara politik untuk menyampaikan tanggapan resmi.

    Ben Naftali, dalam tanggapannya, terkesan menghindari untuk berkomentar langsung atau menyatakan penolakan terhadap resolusi tersebut. Padahal sebelumnya Tel Aviv telah menyampaikan penolakan mereka.

    Dalam pernyataannya di hadapan Dewan Keamanan PBB, Ben Naftali tidak secara eksplisit mengonfirmasi bahwa Israel memang mendukung proposal gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera seperti disebutkan dalam resolusi yang disetujui itu.

    Namun dia mengulangi kembali penegasan yang disampaikan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu selama sepekan terakhir.

    “Sejak hari-hari pertama setelah invasi dan pembantaian brutal Hamas pada 7 Oktober, tujuan Israel sudah sangat jelas: Memulangkan semua sandera kami dan melucuti kemampuan Hamas. Israel berkomitmen terhadap tujuan-tujuan ini — untuk membebaskan semua sandera, menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, dan memastikan bahwa Gaza tidak menjadi ancaman bagi Israel di masa depan,” ucap Ben Naftali.

    Netanyahu diketahui menghindari untuk memberikan komentar signifikan soal proposal gencatan senjata yang diajukan oleh Biden pada 31 Mei lalu.

    Proposal itu belum sepenuhnya dirilis ke publik, dan ditafsirkan oleh beberapa pihak bahwa proposal itu mengizinkan Hamas tetap berada di Jalur Gaza dalam beberapa bentuk, mengingat proposal itu mengatur soal gencatan senjata fase pertama dengan Hamas yang kemudian menjadi parmenen pada fase kedua.

    Hamas dan Otoritas Palestina Sambut Baik Resolusi DK PBB

    Kelompok Hamas belum menyatakan pihaknya menyetujui proposal gencatan senjata terbaru itu setelah menerima drafnya pada akhir Mei lalu. Namun Hamas merilis pernyataan yang isinya menyambut baik disetujuinya resolusi Dewan Keamanan PBB itu.

    Hamas juga menyatakan pihaknya siap bekerja sama dengan para mediator dalam menerapkan prinsip-prinsip dalam proposal gencatan senjata itu.

    “Hamas menyambut baik apa yang tercakup dalam resolusi Dewan Keamanan (PBB) yang menegaskan gencatan senjata permanen di Gaza, penarikan sepenuhnya (pasukan Israel), pertukaran tahanan, rekonstruksi, pemulangan pengungsi ke area tempat tinggal mereka, penolakan terhadap perubahan atau pengurangan demografi di wilayah Jalur Gaza, dan pengiriman bantuan yang diperlukan kepada rakyat kami di Jalur Gaza,” ucap Hamas dalam pernyataannya.

    “Kelompok ini ingin menekankan kesiapan untuk bekerja sama dengan para mediator untuk melakukan perundingan tidak langsung mengenai penerapan prinsip-prinsip ini yang sejalan dengan tuntutan rakyat dan perlawanan kami,” sebut Hamas.

    “Kami juga menegaskan kelanjutan upaya dan perjuangan kami… untuk mencapai hak-hak nasional (kami), yang paling utama adalah mengalahkan pendudukan (Israel) dan mendirikan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat penuh dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya,” imbuh pernyataan Hamas tersebut.

    Respons positif juga diberikan oleh Otoritas Palestina, dengan Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour menyebut tanggung jawab ada pada Israel untuk menerapkannya, meskipun Hamas belum memberikan persetujuannya.

    Mansour juga mengatakan bahwa Palestina akan terus “mengejar keadilan” terhadap Israel di Mahkamah Pidana Internasional (ICJ) dan Mahkamah Internasional (ICC).

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • AS Isyaratkan Tingkatkan Pengerahan Senjata Nuklir untuk Tangkal Rusia

    AS Isyaratkan Tingkatkan Pengerahan Senjata Nuklir untuk Tangkal Rusia

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) mengisyaratkan kemungkinan meningkatkan pengerahan senjata nuklir strategis dalam beberapa tahun ke depan, untuk menangkal ancaman Rusia, China dan negara-negara musuh lainnya yang semakin meningkat.

    Seperti dilansir Reuters, Sabtu (8/6/2024), seorang pejabat tinggi pada Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Pranay Vaddi, menyampaikan hal tersebut saat berpidato di hadapan Asosiasi Pengendalian Senjata pada Jumat (7/6) waktu setempat.

    Dalam pidatonya, Vaddi menguraikan “pendekatan yang lebih kompetitif” terhadap pengendalian senjata dari pemerintahan Presiden Joe Biden. Pidato Vaddi menjelaskan soal perubahan kebijakan yang bertujuan menekan Moskow dan Beijing agar menarik penolakan terhadap seruan Washington untuk perundingan pembatasan persenjataan.

    “Jika tidak ada perubahan dalam persenjataan musuh, kita mungkin akan mencapai suatu titik dalam beberapa tahun mendatang di mana diperlukan peningkatan jumlah persenjataan yang dikerahkan saat ini. Kita harus sepenuhnya siap untuk melaksanakannya, jika presiden mengambil keputusan tersebut,” cetusnya.

    “Jika hari itu tiba, maka akan ada tekad bahwa diperlukan lebih banyak senjata nuklir untuk menangkal musuh-musuh kita dan melindungi rakyat Amerika, serta sekutu-sekutu dan mitra kita,” ucap Vaddi dalam pidatonya.

    AS saat ini menerapkan batasan 1.550 hulu ledakan nuklir strategis yang ditetapkan dalam perjanjian New START dengan Rusia, meskipun Moskow “menangguhkan” partisipasinya tahun lalu karena dukungan Washington terhadap Ukraina. Langkah Rusia itu dianggap “tidak sah secara hukum” oleh AS.

    Pidato Vaddi disampaikan setahun setelah penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, mengatakan kepada Asosiasi Pengendalian Senjata bahwa tidak diperlukan peningkatan pengerahan senjata nuklir strategis AS untuk melawan persenjataan Rusia dan China, dan menawarkan pembicaraan “tanpa syarat”.

    Pada Rabu (5/6) waktu setempat, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dirinya bisa mengerahkan rudal konvensional yang bisa menjangkau AS dan sekutu-sekutu Eropanya jika mereka mengizinkan Ukraina menyerang lebih dalam ke wilayah Rusia dengan senjata jarak jauh pasokan Barat.

    Pernyataan sedikit lunak disampaikan Putin pada Jumat (7/6) waktu setempat, di mana dia mengatakan Rusia tidak perlu menggunakan senjata nuklir untuk mengamankan kemenangan dalam pertempuran di Ukraina.

    Vaddi, dalam pernyataannya, menegaskan pemerintah AS tetap berkomitmen terhadap rezim pengendalian senjata internasional dan non-proliferasi yang dirancang untuk membatasi penyebaran senjata nuklir.

    Namun dia juga mengatakan bahwa Rusia, China dan Korea Utara (Korut) “semuanya memperluas dan mendiversifikasi persenjataan nuklir mereka dengan laju kecepatan yang sangat tinggi, menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada minat terhadap pengendalian senjata”.

    Ketiga negara tersebut dan Iran, sebut Vaddi, “semakin banyak bekerja sama dan berkoordinasi satu sama lain dalam cara-cara yang bertentangan dengan perdamaian dan stabilitas, mengancam Amerika Serikat, sekutu dan mitra kita, serta memperburuk ketegangan di kawasan”.

    Lebih lanjut, Vaddi menyebut Rusia, China, Iran dan Korut saling berbagi teknologi rudal dan drone yang canggih. Dia menyinggung penggunaan drone-drone buatan Iran, serta artileri dan rudal Korut, oleh pasukan Rusia dalam serangan di Ukraina, juga adanya dukungan Beijing terhadap industri pertahanan Moskow.

    Vaddi menegaskan jika musuh-musuh AS semakin meningkatkan ketergantungan pada senjata nuklir, maka “kita tidak memiliki pilihan selain menyesuaikan postur dan kemampuan kita untuk mempertahankan pencegahan dan stabilitas”.

    Dia mengatakan bahwa pemerintah Washington mengambil “langkah-langkah bijaksana” untuk mencapai tujuan tersebut, termasuk memodernisasi persenjataan.

    Namun pada saat yang sama, tegas Vaddi, pemerintah AS berkomitmen untuk menghentikan penyebaran senjata nuklir, termasuk memperkuat Perjanjian Non-Proliferasi, yang merupakan landasan rezim pengendalian senjata global.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Rusia Tak Perlu Senjata Nuklir untuk Bisa Menang di Ukraina

    Rusia Tak Perlu Senjata Nuklir untuk Bisa Menang di Ukraina

    Moskow

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya tidak perlu menggunakan senjata nuklir untuk mengamankan kemenangan di Ukraina. Pernyataan terbaru Putin ini menjadi sinyal terkuat sejauh ini bahwa konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II tidak akan meningkat menjadi perang nuklir.

    Sejak memerintahkan pengerahan pasukan militer Rusia ke wilayah Ukraina pada Februari 2022, Putin telah mengatakan dalam beberapa kesempatan bahwa Moskow akan menggunakan senjata nuklir jika diperlukan untuk mempertahankan diri. Komentar Putin itu dianggap Barat sebagai ancaman nuklir.

    Saat menghadiri sesi pleno Forum Ekonomi Internasional St Petersburg pada Jumat (7/6) waktu setempat, Putin ditanya oleh seorang analis Rusia berpengaruh Sergei Karaganov soal apakah Moskow harus menodongkan “pistol nuklir ke pelipis” negara-negara Barat terkait Ukraina.

    Dia menjawab bahwa dirinya tidak melihat adanya kondisi dan persyaratan untuk menggunakan senjata semacam itu.

    “Penggunaannya (senjata nuklir-red) dimungkinkan dalam kasus luar biasa — jika terjadi ancaman terhadap kedaulatan dan integritas wilayah negara. Saya pikir situasi seperti itu tidak akan terjadi. Hal seperti itu tidak diperlukan,” tegas Putin dalam forum tersebut, seperti dilansir Reuters, Sabtu (8/6/2024).

    Rusia menganggap Crimea, yang direbut dari Ukraina tahun 2014 lalu, dan empat wilayah Ukraina lainnya sebagai bagian wilayahnya, sehingga meningkatkan kemungkinan serangan nuklir Kyiv tampaknya siap merebut kembali wilayah-wilayah tersebut.

    Ukraina telah meningkatkan serangan drone dan rudal terhadap target-target Rusia, termasuk di Crimea. Kyiv bahkan bersumpah untuk mengusir semua pasukan Rusia dari wilayahnya.

    Putin mengatakan dirinya tidak mengesampingkan perubahan pada doktrin nuklir Rusia, yang menetapkan kondisi dan persyaratan untuk penggunaan senjata semacam itu. Dia juga mencetuskan bahwa jika diperlukan, Moskow bisa menggelar uji coba senjata nuklir, meskipun dia memandang hal itu tidak diperlukan untuk saat ini.

    Perdebatan publik mengenai serangan nuklir dalam forum ekonomi utama Rusia tampaknya menjadi upaya Kremlin untuk mengurangi ketakutan terhadap nuklir, ketika perang di Ukraina mengalami eskalasi menuju apa yang disebut oleh diplomat Rusia dan Amerika Serikat (AS) sebagai fase paling berbahaya.

    Rusia dan AS menguasai hampir 90 persen senjata nuklir dunia.

    Lebih lanjut, Putin mengharapkan dunia tidak pernah menyaksikan konfrontasi nuklir. “Dan kita tidak memerlukan hal itu. Karena Angkatan Bersenjata kita tidak hanya mendapatkan pengalaman, mereka juga meningkatkan efektivitasnya,” sebutnya.

    Pasukan Rusia, menurut Putin, telah bergerak maju di sepanjang garis depan di Ukraina dan berhasil merebut wilayah seluas 880 kilometer persegi sejak awal tahun ini, mencakup 47 desa dan kota setempat.

    Putin juga mengatakan bahwa Rusia telah meningkatkan produksi amunisi lebih dari 20 kali lipat, yang disebutnya melampaui produksi Ukraina dan Barat.

    Doktrin nuklir Rusia yang diterbitkan tahun 2020 lalu menetapkan kondisi di mana seorang Presiden Rusia akan mempertimbangkan penggunaan senjata nuklir, yakni secara umum sebagai respons terhadap serangan yang menggunakan nuklir atau senjata pemusnah massal lainnya, atau terhadap penggunaan senjata konvensional terhadap Rusia “ketika keberadaan negara terancam”.

    “Tapi doktrin ini menjadi alat yang hidup dan kita juga dengan hati-hati mengamati apa yang terjadi di dunia sekitar kita, dan tidak mengecualikan untuk melakukan beberapa perubahan terhadap doktrin ini. Hal ini juga terkait dengan pengujian senjata nuklir,” sebut Putin.

    “Jika diperlukan, kita akan melakukan pengujian. Sejauh ini, belum diperlukan untuk hal ini,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Mengerikan! Perang Saudara di Sudan Dekati Level Genosida

    Mengerikan! Perang Saudara di Sudan Dekati Level Genosida

    Jakarta

    Waktu kian mendesak bagi jutaan manusia di Sudan, tulis Perserikatan Bangsa-bangsa, PBB, dan organisasi kemanusiaan internasional dalam sebuah pernyataan bersama belum lama ini. Ancaman bencana kelaparan meningkat drastis di tengah berkecamuknya perang saudara.

    Sudah sejak setahun silam, negeri di Tanduk Afrika itu terkoyak oleh pertarungan dua jendral, yang tak segan menghentikan atau membajak pengiriman bantuan kemanusiaan bagi warga sipil.

    Bencana terutama mengintai di wilayah Darfur, kata Alice Nderitu, utusan khusus PBB untuk pencegahan genosida. Menurutnya, apa yang terjadi di barat Sudan sudah mencapai dimensi pembersihan etnis, kata Nderitu, dalam keterangan di hadapan Dewan Keamanan PBB, beberapa hari silam.

    “Kaum sipil diserang dan dibunuh karena warna kulitnya, karena asal usul etnisnya.”

    Gambaran serupa dilaporkan organisasi kemanusiaan Dokter Lintas Batas, MSF, “kami melihat dengan mata kepala sendiri pertumpahan darah yang terjadi,” kata Claire Nicolet, salah seorang petinggi MSF.

    Menurut organisasi yang pernah mendapat Nobel Perdamaian pada 1999 silam itu, sedikitnya 145 orang dibunuh dan 700 mengalami luka-luka sejak tanggal 10 Mei. Saat ini, organisasi bantuan internasional tidak lagi bisa bekerja di lapangan lantaran besarnya risiko serangan bersenjata.

    Gawat di al Fashir

    Situasi dramatis dilaporkan di al Fashir, ibu kota negara bagian Darfur Utara. Ke sana lah jutaan warga sipil mencari perlindungan dari perang yang berkobar di pedalaman.

    “Di sana, bencana kelaparan sudah di depan mata,” kata Marina Peter, direktur Forum Sudan dan Sudan Selatan, sebuah organisasi kemanusiaan di Eropa. Penaklukkan al Fashir oleh RSF akan memicu gelombang pengungsi baru. Kelangkaan dan inflasi harga bahan pangan juga melanda kota-kota yang dikuasai oleh milisi binaan Hemeti.

    “Mereka yang punya sedikit uang, mungkin bisa meninggalkan kota jika mereka beruntung. Tapi kaum miskin akan dibantai,” kata Marina Peter.

    Aliansi rapuh

    Menurutnya, RSF menggunakan taktik brutal untuk meneror warga sipil agar mau bergabung. “Al Fashir pada dasarnya adalah rantai terakhir yang menyatukan Sudan. Jika direbut RSF, maka Sudan akan terbelah dua, yang berarti bencana secara politis,” imbuhnya lagi.

    Brutalitas militer Sudan dan RSF membiaskan ketergesaan, menurut analisa lembaga penelitian International Crisis Group, ICG. Karena menurut para analis, semakin lama konflik berkecamuk, semakin rapuh pula aliansi yang dijalin kedua jendral dengan milisi-milisi lokal.

    Kerapuhan itu menyulitkan SAF dan RSF untuk mengendalikan milisi-milisi binaan mereka, yang kini semakin leluasa menebar prahara. “Konflik ini sudah memasuki fase baru yang lebih berbahaya, di mana Sudan semakin tercerai-berai,” tulis organisasi yang bermarkas di Brussels, Belgia, itu.

    Intervensi dunia internasional

    Bantuan bagi militer Sudan datang dari luar negeri. Menjelang akhir tahun lalu, Jendral al-Burhan melobi Iran untuk mengirimkan senjata. Sejak itu, SAF rajin menerbangkan drone tempur untuk menyerang posisi RSF. Pengakuan juga diumumkan Mesir dan Arab Saudi bagi pemerintahan junta di Khartoum.

    “Seseorang seperti dia lah yang ingin dilihat Mesir dan Arab Saudi di puncak pemerintahan sebuah negara,” kata analis Sudan, Marina Peter.

    Mesir dan Sudan juga dikaitkan oleh ideologi yang sama, kata pakar politik Afrika Hager Ali dari Institut Penelitian GIGA, Jerman, yang baru-baru ini merilis analisa terkait situasi di Sudan. “Mesir tidak bekerja sama dengan RSF, karena mereka tidak dianggap sebagai aktor negara.”

    Sebab itu pula, pentolan RSF Hemeti memposisikan diri sebagai pemberontak kemerdekaan. Melalui cara itu, dia bisa mendulang dukungan Uni Emirat Arab, termasuk juga Rusia, yang dijanjikan hak penambangan atas cadangan emas Sudan.

    Destabilisasi Sudan

    Namun Moskow kini mulai mengulurkan tangan ke arah SAF, dan akan membangun pangkalan angkatan laut di Port Sudan. Selain itu, delegasi Rusia juga telah bertemu dengan petinggi junta pada akhir April silam.

    “Baik UEA atau Rusia ingin memperluas pengaruhnya di Sudan,” kata Hager Ali. Di Sudan, kedua negara memadu kepentingan ekonomi atas cadangan sumber daya alam. Selain itu, Sudan terletak strategis dan bisa menjadi labuhan bagi negara luar untuk berjejak di Afrika.

    “Akses diupayakan melalui kerja sama, baik dengan aktor non-negara seperti Hemeti yang memberontak, tapi juga dengan aktor negara melalui jalur diplomasi resmi.”

    Patut dipertimbangkan, aktor-aktor internasional tidak berkepentingan pada solusi konflik atau perdamaian di Sudan. “Bagi semua negara yang terlibat, Sudan adalah gerbang menuju Laut Merah, dan dari Laur Merah menuju Afrika,” kata Ali.

    Sebab itu, akan menguntungkan bagi aktor internasional jika Sudan tidak memiliki administrasi yang berfungsi maksimal, karena melapangkan jalan bagi masuknya pengaruh asing. “Prosesnya akan sangat lebih cepat melalui jalur tidak resmi, seperti misalnya penyelundupan senjata, seperti yang sedang terjadi di Sudan saat ini.”

    “Dalam hal ini, aktor-aktor asing tidak punya kepentingan perdamaian dalam jangka panjang, melainkan pada ketidakstabilan terkendali.”

    rzn/yf

    (ita/ita)

  • Pilu 4 Mahasiswa India Tenggelam Saat Berenang di Sungai Rusia

    Pilu 4 Mahasiswa India Tenggelam Saat Berenang di Sungai Rusia

    Moskow

    Sedikitnya empat mahasiswa kedokteran asal India tewas tenggelam saat berenang bersama di sebuah sungai di wilayah Rusia bagian barat laut. Dua jenazah mahasiswa itu telah ditemukan, dengan dua jenazah lainnya masih dalam pencarian.

    Seperti dilansir AFP dan Reuters, Jumat (7/5/2024), satu mahasiswa lainnya yang juga berasal dari India berhasil diselamatkan usai sempat terbawa arus sungai.

    Komite investigasi regional Rusia melaporkan bahwa insiden itu terjadi Sungai Volkhov yang ada di kota Veliky Novgorod pada Selasa (4/6) waktu setempat.

    Insiden berawal dari dua mahasiswa asal India hanyut terbawa arus saat berenang di sungai tersebut. Kedua mahasiswa lainnya nekat masuk ke sungai dengan maksud menyelamatkan kedua temannya.

    “Mahasiswa-mahasiswa itu berenang… di area di mana aktivitas berenang dilarang,” sebut Komite investigasi regional Rusia dalam pernyataannya.

    “Dua mahasiswa di antaranya mulai terbawa arus dan dua mahasiswa lainnya terjun untuk menyelamatkan mereka. Setelah beberapa waktu, keempatnya tenggelam,” imbuh pernyataan tersebut.

    Konsulat India di kota Saint Petersburg dalam pernyataannya menyebut satu mahasiswa lainnya berhasil “diselamatkan” dalam insiden yang sama, dan kini sedang mendapatkan perawatan medis di rumah sakit setempat.

    Kelima mahasiswa India yang terlibat dalam insiden ini semuanya sedang menempuh studi kedokteran di Universitas Negeri Yaroslav-the-Wise Novgorod, yang terletak di Velikiy Novgorod. Para mahasiswa itu disebut berusia 18-20 tahun dan berasal dari Jalgaon, negara bagian Maharashtra, India bagian barat.

    Para penyelidik Rusia menuturkan pada Jumat (7/6) waktu setempat bahwa sejauh ini baru dua jenazah korban yang ditemukan, dengan upaya pencarian masih dilanjutkan untuk dua jenazah lainnya.

    Disebutkan juga bahwa pihak keluarga para mahasiswa itu telah dihubungi dan upaya memulangkan jenazah mahasiswa India itu “sesegera mungkin” dilakukan.

    “Konsulat kami di St Petersburg sedang berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk pemulangan jenazah,” demikian pernyataan Konsulat India di Saint Petersburg.

    Kota Veliky Novgorod yang merupakan salah satu kota tertua di Rusia, terletak sekitar 150 kilometer di sebelah selatan Saint Petersburg. Sementara Sungai Volkhov mengalir melintas kota itu menuju ke Danau Ladoga yang luas di wilayah barat laut Rusia.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kanselir Jerman Berniat Permudah Deportasi Kriminal Asal Afghanistan

    Kanselir Jerman Berniat Permudah Deportasi Kriminal Asal Afghanistan

    Jakarta

    Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Kamis (07/06/24) menyampaikan pidato di parlemen Jerman, Bundestag, mengenai situasi keamanan nasional.

    Dalam pidatonya, Scholz membahas tiga topik utama: gugurnya seorang polisi baru-baru ini akibat ditikam oleh seorang pencari suaka, banjir besar yang melanda Jerman bagian selatan pada akhir pekan, dan sikap Jerman dalam perang di Ukraina.

    Scholz mengatakan “meskipun hal-hal tersebut tidak berkaitan, semuanya menjadi perhatian kita.”

    Scholz kecam tindakan anti-demokrasi

    Scholz memulai dengan membahas kematian seorang petugas polisi Jerman pada minggu lalu akibat ditikam oleh seorang warga negara Afganistan berusia 25 tahun. Ia mengatakan bahwa tragedi itu, “mengejutkan hati kita semua.”

    Scholz menyebut apa yang dia gambarkan sebagai ideologi misantropi. “Islam radikal… terorisme… ingin merampas kebebasan kita. Tanpa kebebasan tersebut, kita tidak memiliki demokrasi.”

    Ditujukan kepada keluarga, teman-teman dan terutama rekan-rekan petugas yang gugur, Scholz mengatakan: “Kami mendukung Anda. Kami berdiri di belakang polisi kami.”

    Dia mengatakan undang-undang yang melarang kekerasan semacam itu harus diperketat, dan siapa pun yang membunuh petugas polisi harus dihukum seberat-beratnya.

    Dia kemudian mengecam kecenderungan anti-demokrasi dalam masyarakat Jerman, dan meningkatnya jumlah serangan terhadap politisi akhir-akhir ini oleh warga dari spektrum politik paling kiri dan paling kanan.

    Scholz menegaskan bahwa semua orang di Jerman berhak mendapatkan kebebasan dari rasa takut. “Hal ini berlaku bagi mereka yang sudah tinggal di sini, serta mereka yang baru tiba. Imigran adalah bagian dari masyarakat kami, kami tidak akan membiarkan diri terpecah belah.”

    Dia juga mengecam sebuah pernyataan yang beredar menjelang kejuaraan sepak bola Piala Eropa bahwa tim nasional Jerman punya terlalu banyak pemain yang tidak berkulit putih. Dia marah dan mengatakan, “mereka semua orang Jerman, mereka semua adalah anak kita.”

    Deportasi dinilai penting bagi keamanan nasional

    Dia kemudian membahas masalah kontroversial tentang deportasi migran. Sehubungan dengan serangan di Mannheim, Scholz mengatakan: “muak bahwa seseorang yang mencari perlindungan di Jerman malah melakukan kejahatan.” Ia menambahkan bahwa orang-orang tersebut harus dideportasi.

    Persoalan apakah Jerman harus melanjutkan deportasi ke negara-negara seperti Afghanistan dan Suriah telah jadi perdebatan hangat.

    Scholz juga berjanji untuk memperkuat undang-undang yang memungkinkan migran kriminal dideportasi secara cepat ke negara-negara yang sebelumnya dianggap tidak aman, dengan mengatakan, “Keamanan nasional lebih diutamakan daripada hak individu pencari suaka.”

    Dia juga menyoroti perlunya lebih banyak polisi dan berjanji untuk menolak memberikan paspor Jerman kepada orang-orang yang dikenal sebagai islamis atau antisemit. Dia juga berjanji untuk mengambil sikap “tanpa toleransi” saat harus mendeportasi orang-orang tersebut.

    Banjir perkuat solidaritas Jerman

    Berbicara tentang banjir besar yang melanda Jerman bagian selatan pada akhir pekan, Scholz menyampaikan simpati tulus kepada mereka yang terkena dampak, serta pujian dan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam menangani situasi yang sangat sulit ini. Mengomentari solidaritas atas bencana ini, ia berkata, “itulah Jerman, kita kuat karena kita bersatu.”

    Scholz juga mengutip fakta bahwa banjir yang terjadi pada akhir pekan lalu merupakan kejadian ketiga cuaca ekstrem yang melanda Jerman sejak awal tahun, dan menyebut hal ini sebagai tanda nyata perubahan iklim. Pernyataan Scholz ini menuai cemoohan dari para anggota kelompok sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD).

    Scholz tegur AfD “memalukan”

    Berbicara mengenai Ukraina, Kanselir Scholz menegaskan kembali dukungannya terhadap Ukraina dan berjanji bahwa “perdamaian bukan berarti menyerah” dan bahwa ia menolak “mengizinkan kembalinya perang sebagai kelanjutan politik dengan cara lain.”

    Dalam menyikapi situasi saat ini di Ukraina, Scholz mengecam anggota AfD karena berulang kali menyela pernyataannya secara tidak tepat.

    Dia mengecam perilaku mereka dan mengatakan bahwa kelakuan mereka “memalukan karena hari ini Anda menerima pujian yang besar dari presiden Rusia.” Komentar tersebut muncul menjelang pemilihan parlemen Eropa akhir pekan ini.

    Dia kemudian dengan jelas menyatakan bahwa Rusia sedang mencoba untuk merampok wilayah Ukraina dalam perang yang sudah berlangsung hampir dua setengah tahun. “Jika kita menerima imperialisme ini… maka, terutama saat itu… keamanan kita sendiri akan terancam, begitu pula keamanan seluruh Eropa,” ujarnya.

    Kalimat ini dinyatakan Scholz hanya beberapa hari setelah perubahan haluan dramatis terhadap Ukraina. Scholz mengikuti jejak Washington dengan memberikan izin kepada Kyiv untuk menggunakan senjata Jerman untuk menyerang sasaran militer yang dibenarkan di Rusia.

    Setelah menunjukkan perlunya pertahanan yang kuat untuk mencegah serangan, ia berkata, “Perdamaian memerlukan diplomasi.” Namun, ia mengakui bahwa perdamaian tidak akan terwujud selama Rusia merasa perdamaian bisa terwujud di medan perang. ae/yf (AP, dpa)

    (ita/ita)