Isi Pembicaraan Telepon antara Prabowo dan Presiden Korsel
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sekretaris Kabinet (Seskab) Letkol Teddy Indra Wijaya mengungkapkan bahwa Presiden
Prabowo
Subianto melakukan panggilan telepon dengan Presiden Republik Korea Yang Mulia Lee Jae-myung pada Senin (23/6/2025) malam.
Hal itu disampaikan Seskab Teddy melalui unggahan melalui akun Instagram Sekretariat Kabinet @sekretariat.kabinet pada Selasa, 24 Juni 2025.
Lantas apa yang dibicarakan kedua pemimpin negara tersebut?
Seskab Teddy mengatakan, Lee Jae-myung menyampaikan terima kasih kepada
Presiden Prabowo
karena mengucapkan selamat kepadanya.
“Dalam kesempatan ini, Presiden Lee menyampaikan ucapan terima kasih atas surat ucapan dari Presiden Prabowo atas kemenangan Presiden Lee pada pemilihan umum Presiden yang diselenggarakan pada 3 Juni 2025 yang lalu, dan langsung dilantik di keesokan harinya,” ujar Teddy.
Kemudian, menurut dia, Presiden Lee menyampaikan harapannya untuk segera melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia.
Selanjutnya, Prabowo dan Lee Jae-myung disebut bertukar pikiran mengenai situasi global hingga bicara soal memperkuat hubungan kedua negara.
“Kedua pemimpin negara juga bertukar pandangan mengenai perkembangan situasi global, dan sepakat untuk melanjutkan dan memperkuat kemitraan kedua negara,” kata Teddy.
Apalagi, Teddy menyebut bahwa Republik Korea merupakan salah satu mitra utama Indonesia dalam perdagangan dan investasi.
“Di mana kerja sama bilateral antara Indonesia dan Republik Korea terus menunjukkan tren peningkatan yang sangat baik,” ujar Teddy.
Saat berbicara dengan Presiden Lee, Prabowo tampak didampingi Seskab Teddy dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono.
Dalam unggahan di akun @sekretariat.kabinet, Prabowo tampak duduk berkomunikasi dengan Presiden Lee. Sedangkan Seskab Teddy dan Menlu Sugino duduk di depan Prabowo sambil dengan seksama menyimak pembicaraan kedua pemimpin negara tersebut.
Diketahui, selama bulan Juni 2025, Prabowo sudah beberapa kali terhubung dengan pemimpin negara lain melalui sambungan telepon.
Pada 6 Juni 2026, Prabowo menerima telepon dari Perdana Menteri (PM) Kanada Mark Carney.
Melalui sambungan telepon itu, PM Carney mengundang Presiden Prabowo secara resmi untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Seven (G7) tahun 2025 yang akan digelar di Kananaskis, Alberta, Kanada.
Meskipun akhirnya Prabowo tak menghadiri KTT G7 karena sudah telebih dahulu berjanji menghadiri St Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia.
Kemudian, pada 12 Juni 2025, Prabowo menerima panggilan telepon dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Pembicaraan Prabowo dan Trump berlangsung sekitar 15 menit. Keduanya, saling mengucapkan selamat atas terpilihnya mereka sebagai pemimpin negara masing-masing.
Kemudian, dalam pembicaraan singkat itu, Prabowo dan Trump disebut sepakat untuk meningkatkan kerja sama antara kedua negara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Negara: Rusia
-
/data/photo/2025/06/25/685b47445fb71.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Isi Pembicaraan Telepon antara Prabowo dan Presiden Korsel Nasional 25 Juni 2025
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/648264/original/Android-Malware.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mengenal Malware Infostealer yang Retas 16 Miliar Password hingga Bocor di Internet – Page 3
Kepala Tim Riset dan Analisis Global Kaspersky untuk Rusia dan CIS Dmitry Galov mengatakan, set data dengan jumlah 16 miliar data password dan kredensial ini dipanen melalui infostealer, kampanye phishing, hingga malware lainnya.
Data-data tersebut sudah dijual bahkan berkali-kali. Data ini juga terus diperbarui, dikemas ulang, dan dimonetisasi berbagai pelaku di dark web.
“Yang perlu diperhatikan dalam kasus ini bukanlah fakta adanya pelanggaran berskala besar atau beberapa pelanggaran, tetapi Cybernews mengklaim kumpulan data tersebut diekspos ke publik melalui saluran yang tidak aman sehingga bisa diakses siapa saja,” katanya.
Untuk itulah, para pengguna internet dan layanan digital lain harus memastikan kebersihan digital mereka. Bahkan, Kaspersky menyarankan agar pengguna mengaudit semua akun digital yang dimiliki.
Solusi yang bisa dilakukan untuk melindungi diri meliputi perbarui kata sandi secara berkala serta aktifkan autentikasi dua faktor (2FA).
Jika si pengguna mendapati ada penyerang yang memperoleh akses ke akun mereka, pengguna bisa menghubungi dukungan teknis untuk mendapatkan kembali kendali dan meninjau data lain yang mungkin terekspos.
“Pengguna harus tetap waspada terhadap penipuan sosial (social engineering) karena penipu dapat menggunakan detail yang bocor dalam berbagai aktivitas,” kata Pakar Analisis Konten Web di Kaspersky, Anna Larkina.
-

Update Baru Trump Usai Gencatan Senjata Israel-Iran, Guncang NATO
Jakarta, CNBC Indonesia – Sikap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump saat menghadiri KTT NATO di Den Haag kembali mengguncang aliansi Barat. Pasalnya, Trump menolak menyatakan dukungan eksplisit terhadap klausul pertahanan bersama Pasal Lima.
Melansir AFP pada Rabu (25/6/2025), penolakan ini dilakukan Trump meski 31 negara anggota berupaya meyakinkan komitmen Washington melalui janji peningkatan belanja militer.
“Saya berkomitmen untuk menjadi teman mereka,” ujar Trump saat ditanya apakah AS masih menjamin perlindungan militer bagi Eropa. “Tergantung pada definisi Anda. Ada banyak definisi Pasal Lima.”
Para pemimpin NATO menggelar pertemuan selama dua hari, dimulai dengan jamuan makan malam kerajaan yang diselenggarakan Raja Belanda Willem-Alexander. Fokus utama pertemuan tersebut adalah menjaga Trump tetap terikat pada komitmen aliansi dengan janji belanja militer hingga 5% dari PDB.
Untuk meredam ketidakpastian dari Washington, para anggota menyepakati skema kompromi: 3,5% PDB untuk pertahanan inti pada 2035 dan 1,5% untuk keamanan siber serta infrastruktur. “Mereka akan menaikkannya menjadi lima persen, itu bagus. Itu memberi mereka lebih banyak kekuatan,” kata Trump, menyambut positif usulan tersebut.
Namun, perpecahan muncul. Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez terang-terangan menolak target lima persen, memicu ketegangan dengan Trump. Sementara itu, Jerman mempercepat komitmen 3,5% pada 2029, enam tahun lebih awal dari jadwal.
Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyebut janji belanja pertahanan itu sebagai “momen bersejarah” bagi Eropa. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menambahkan, “Kita harus menavigasi era ketidakpastian yang radikal ini dengan kelincahan,” sembari mengumumkan pembelian 12 jet tempur F-35A untuk mendukung misi nuklir NATO.
Sementara NATO berusaha menjaga soliditas, Kremlin menuduh aliansi itu melakukan “militerisasi yang merajalela”. “Ini adalah kenyataan yang ada di sekitar kita,” ujar juru bicara Dmitry Peskov.
Di sela pertemuan, Trump juga dijadwalkan bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang kini memainkan peran lebih kecil dalam KTT tersebut. Zelensky berharap bisa mengamankan paket pertahanan udara baru dan mendesak sanksi tambahan terhadap Rusia.
“Tidak ada tanda-tanda bahwa Putin ingin menghentikan perang ini,” tegas Zelensky dalam forum pertahanan paralel.
Trump juga sempat bertemu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang menyerukan “dialog erat” untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Namun, meskipun PM Belanda Mark Rutte menegaskan dukungan sekutu untuk Kyiv “tidak tergoyahkan”, NATO memilih tak menyebut isu keanggotaan Ukraina secara eksplisit, menyusul penolakan Trump.
(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]
-

Petani Sawit Menjerit: Harga Buah Fluktuatif, Penertiban Lahan Tidak Transparan
Bisnis.com, JAKARTA – Petani kelapa sawit kian nelangsa menghadapi tekanan ganda dari fluktuasi harga tandan buah segar (TBS) serta ketidakpastian akibat penertiban kawasan hutan yang berlangsung masif.
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menyoroti kondisi ini sebagai tantangan serius, yang bukan hanya berdampak pada ekonomi petani, tetapi juga memengaruhi posisi strategis Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia.
“Petani saat ini menjadi bagian dari rantai pasok domestik dan global, sehingga apapun yang terjadi pada harga CPO [crude palm oil] akan sangat berpengaruh terhadap harga TBS di tingkat petani,” kata Mutiara Panjaitan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Apkasindo dalam Bisnis Indonesia Forum: Sembelit Industri Sawit, Masihkan Prospektif jadi Penopang? pada Selasa (24/6/2025).
Menurutnya, setidaknya ada dua isu utama yang menjadi sorotan petani. Pertama adalah ketidakpastian sosial-ekonomi akibat harga CPO yang sangat fluktuatif, membuat petani ragu apakah sektor sawit masih dapat menopang kesejahteraan mereka ke depan.
Kondisi ini juga diamini oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Mereka memperkirakan 2025 menjadi tahun penuh tantangan bagi industri kelapa sawit, baik dari sisi produksi, ketersediaan ekspor, maupun harga. Gapki secara khusus menyoroti tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia yang mencapai 32%.
Ilustrasi kelapa sawit / JIBI
Executive Director Gapki Mukhti Sardjono menyampaikan bahwa pemerintah Amerika Serikat (AS) – salah satu negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia – mengenakan tarif impor yang lebih besar terhadap Indonesia dibandingkan dengan pesaing Indonesia yaitu Malaysia sebesar 24%.
Menurut perhitungan Gapki, beban ekspor sawit Indonesia saat ini mencapai US$221,12 per ton, lebih tinggi dari beban ekspor minyak sawit Malaysia sebesar US$140 per ton.
“Jadi kita bisa melihat daya saing kita kalah,” kata Mukthi dalam agenda Bisnis Indonesia Forum di kantor Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).
Kemudian, memasuki Maret 2025, Gapki melihat adanya keseimbangan kembali harga minyak nabati, yang ditunjukkan dengan menurunnya harga minyak kelapa sawit (crude palm oil /CPO) di bawah harga minyak rapeseed maupun sunflower oil.
Geopolitik Memanas hingga Tumpang Tindih Aturan
Industri sawit Tanah Air juga ikut terbebani dengan perkembangan geopolitik yang tidak menentu. Mukthi menyebut, perang yang terjadi antara Rusia-Ukraina, India-Pakistan, dan Timur-Tengah yang semakin meningkat eskalasinya mendorong harga energi meningkat.
Kendati begitu, ada kekhawatiran terhadap kinerja ekspor minyak sawit jika negara tujuan mengalami krisis ekonomi imbas kondisi geopolitik saat ini.
“Jadi kalau kita melihatnya 2025 sebagai tahun yang penuh tantangan,” ujarnya.
Dari dalam negeri, industri ini juga menemui sejumlah tantangan. Mulai dari produksi dan produktivitas yang relatif stagnan dan cenderung turun; kebutuhan dalam negeri, baik untuk pangan, energi, dan industri oleokimia yang terus meningkat; hingga ketidakpastian hukum dan berusaha.
Terkait ketidakpastian hukum dan berusaha, Mukthi menuturkan bahwa saat ini sekitar 37 instansi mengatur atau terlibat dalam industri sawit. Selain itu, banyak peraturan perundangan yang tumpang tindih, hingga kebijakan yang mudah berubah-ubah.
Penertiban Lahan
Selain harga yang fluktuatif, Apkasindo dan Gapki menyoroti soal penertiban kawasan hutan yang dilakukan secara intensif belakangan ini.
Mutiara menyebut pendekatan yang dipakai oleh pemerintah dan otoritas terkait belum sepenuhnya diterima dengan utuh oleh petani di lapangan.
“Efek psikologisnya besar. Informasi soal siapa subjeknya, apa objeknya, dan berapa luas kawasan yang ditertibkan itu tidak tersampaikan secara utuh ke seluruh anggota,” katanya.
Dia menambahkan, petani bukan hanya bagian dari rantai pasok, tetapi juga menjadi subjek penting dalam penyelesaian status lahan dan bagian dari program ketahanan nasional, baik pangan maupun energi.
“Karena itu, penting sekali agar komunikasi kepada petani dilakukan dengan lebih transparan dan inklusif,” tegasnya.
Kondisi yang dialami petani juga menjadi perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha mengingatkan posisi Indonesia sebagai produsen sawit nomor satu di dunia tak boleh tergeser hanya karena persoalan lahan.
“Kalau industri sawit kita menurun, maka perekonomian Indonesia secara keseluruhan juga akan terdampak. Dunia butuh sawit Indonesia. Jika pasokan terganggu, harga pangan global bisa melonjak,” kata Eugenia.
Menurutnya, pemerintah bersama pelaku industri perlu segera merumuskan arah kebijakan dan konsep jangka panjang agar industri sawit Indonesia tetap kompetitif dan berkelanjutan.
“Jangan sampai Malaysia menggantikan posisi kita hanya karena kita tidak menyelesaikan persoalan di dalam negeri,” kata Eugenia.
Senada, Gapki juga meminta pemerintah segera menyelesaikan penguasaan lahan sawit di kawasan hutan. Pasalnya, hal tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu produksi sawit jika tidak segera ditangani dengan cepat.
Ilustrasi kelapa sawit / JIBI
Adapun, Executive Director Gapki Mukhti Sardjono menyampaikan, dari target penguasaan lahan seluas 1,17 juta hektare, baru sekitar 1 juta hektare yang telah dilakukan penguasaan kembali, dari total 369 perusahaan. Adapun data tersebut diperoleh Gapki dari Ketua Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) per 23 Maret 2025.
“Yang jadi concern kita adalah bagaimana pengelolaan selanjutnya, karena kalau ini tidak dikelola dengan baik, berpotensi turunnya produksi,” kata Mukthi, Selasa (24/6/2025).
Untuk diketahui, pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.5/2025 tentang Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Melalui beleid itu, diatur bahwa penertiban kawasan hutan dilakukan dengan penagihan denda administratif, penguasaan kembali kawasan hutan, dan/atau pemulihan aset di kawasan hutan.
Gapki, merujuk laporan dari Ketua Satgas per 23 Maret 2025 menyebut bahwa dari target penguasaan lahan seluas 1,27 juta hektare, luas lahan yang telah dilakukan penguasaan kembali baru sekitar 1.001.674 hektare atau 1 juta hektare, luas lahan yang telah dilakukan verifikasi mencapai 710.057 hektare, dan luas lahan yang telah dilakukan verifikasi lapangan 467.136 hektare.
Kemudian, luas lahan yang telah diserahkan ke PT Agrinas 221.868 hektare dan luas lahan yang siap diserahkan ke PT Agrinas 216.997 hektare.
“Kalau ini tidak dikelola dengan baik, ini akan memengaruhi tingkat produksi, kemudian terjadinya PHK, dan sebagainya,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Eugenia Mardanugraha menilai perlu adanya strategi dari pemerintah dalam meningkatkan produksi kelapa sawit di Tanah Air, usai 1 juta hektare lahan sawit yang ada telah dikuasai oleh pemerintah.
Menurut dia, pemerintah perlu menggenjot produksi sawit di lahan yang tidak bermasalah untuk mengantisipasi hilangnya produksi dari lahan sebelumnya.
“Karena begini, kalau 1 juta hektare di kali 4 ton berarti 4 juta ton lahan sawit tidak berproduksi sehingga harus digantikan supaya secara produksi tidak turun,” tutur Eugenia.
Sebagai produsen nomor satu kelapa sawit di tingkat dunia, Eugenia menyebut bahwa Indonesia harus memiliki prospek sawit yang cerah. Pasalnya, jika produksi kelapa sawit merosot, perekonomian Indonesia secara keseluruhan akan ikut turun hingga memicu melonjaknya harga pangan secara global.
“Oleh karena itu, pemerintah dan pengusaha harus buat industri ini punya prospek cerah,” ujarnya.
-

Posisi Indonesia, di ambang perang besar
Istimewa
Posisi Indonesia, di ambang perang besar
Dalam Negeri
Editor: Nandang Karyadi
Selasa, 24 Juni 2025 – 21:24 WIBElshinta.com – Ulah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang Sabtu (21/6/2025) melancarkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir utama milik Iran: Isfahan, Natanz, dan Fordow tidak saja menghantam objek vital Iran, tapi juga membuat gaduh dan menguncang stabilitas geopolitik dunia yang memang sudah rapuh.
Belakangan Trump kabarnya tidak ingin melanjutkan serangan terhadap Iran dan berniat mengupayakan kesepakatan damai dengan Teheran. Seorang pejabat AS, Axios, Senin (23/6/2025) menyebut, Trump telah menghubungi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sesaat setelah serangan, dan menyatakan bahwa tujuan berikutnya adalah mengejar kesepakatan damai dengan Iran. “Presiden (Trump) tidak ingin melanjutkan serangan. Ia siap jika Iran melakukan serangan balasan, tetapi ia sudah menyampaikan kepada Netanyahu bahwa ia menginginkan perdamaian,” kata pejabat itu.
Kendati begitu, serangan tersebut tak urung menyalakan kembali api perang besar di Timur Tengah. Kali ini, ancamannya jauh lebih dahsyat. Potensi perang regional menjalar menjadi konflik global. Bahkan banyak pengamat mengkhawatirkan konflik ini memicu pecahnya Perang Dunia III.
Dan Iran memang tak tinggal diam. Militer Iran bersiaga penuh. Kelompok sekutu Iran—Hizbullah di Lebanon, milisi Syiah di Irak dan Suriah, Houthi di Yaman—siap menjadi alat pukul Teheran. Bagi Iran, dalam doktrin strategisnya, serangan terhadap infrastruktur nuklir adalah deklarasi perang.
Salah satu langkah yang paling ditakuti dunia adalah pemblokiran Selat Hormuz, yang menjadi salah satu urat nadi energi global. Sekitar 30 persen perdagangan minyak dunia dan 25 persen lalu lintas Gas Alam Cair (LNG) melewati selat itu. Bila Iran menutupnya, harga energi global dipastikan melambung, memicu inflasi, dan mengguncang pasar keuangan.
Ancaman itu bukan gertakan kosong. Pada hari Minggu (22/6/2025), Parlemen Iran dilaporkan telah menyetujui rencana penutupan total selat tersebut, dan kini tinggal menunggu lampu hijau dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran. Jika Iran betul betuk memblokade Selat tersebut, paling tidak ada tiga negara yang terkena dampak paling siginifikan: China, India dan Jepang. Lalu lintas energi ketiga negara itu sangat tergantung dengan Selat Hormuz.
Bagaimana dengan Indonesia? Kita dipastikan juga akan terimbas dampak yang tidak kecil. Ketergantungan kita pada impor minyak dan gas dari kawasan Teluk masih sangat besar, terutama dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar—negara-negara yang menggunakan jalur Selat Hormuz untuk mengekspor energi. Jika Iran menutup selat ini, dunia akan mengalami lonjakan harga minyak dan gas, yang langsung akan menekan APBN Indonesia melalui pembengkakan subsidi energi dan melemahnya neraca perdagangan.
Pemblokiran Selat Hormuz bukan hanya akan membakar Tel Aviv, tapi mengguncang seluruh pasar global. Inflasi energi dan gejolak pasar keuangan adalah dua bahaya nyata yang sudah mulai terasa pasca-serangan AS, dengan harga minyak mentah jenis Brent yang sempat menyentuh USD 120 per barel, tertinggi sejak krisis Rusia-Ukraina.
Dampak lanjutannya akan merembet pada sektor-sektor domestik. Ongkos produksi industri meningkat, transportasi publik dan logistik terganggu, dan daya beli masyarakat menurun. Semua ini menempatkan Indonesia, seperti banyak negara berkembang lain, pada posisi yang sangat rentan.
Reaksi Dunia Atas Serangan AS ke Iran
Serangan AS ke Iran bisa menjadi lonceng perang yang menyulut krisis regional menjadi konflik global, sehingga bukan hanya merupakan eskalasi militer. Dalam kaitan itu, sikap para pemimpin dunia terbelah. Uni Eropa yang diwakili Inggris, Prancis, dan Jerman misalnya meminta Iran untuk menghindari tindakan apa pun yang dapat “mendestabilisasi” Timur Tengah lebih lanjut. Mereka secara konsisten menegaskan penolakan terhadap senjata nuklir Iran dan mereka mendukung penuh keamanan Israel.
Sementara Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, mengecam serangan udara AS yang merupakan eskalasi yang berbahaya. Adapun Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mendesak semua pihak untuk mundur dan kembali ke meja perundingan.
Arab Saudi telah menyuarakan “kekhawatiran besar”, sementara Oman mengutuk serangan tersebut dan menyerukan de-eskalasi.
Perdana Menteri India, Narendra Modi mengaku telah berbicara dengan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian. Modi kemudian menyerukan “dialog dan diplomasi sebagai jalan ke depan”.
Politikus Rusia, Dmitry Medvedev, sekutu Presiden Vladimir Putin, mengatakan: “Trump, yang datang sebagai presiden pembawa damai, telah memulai perang baru bagi AS.
Penyelesaian Perang dengan Telepon
Banyak kalangan memprediksi, krisis ini bisa berakhir dalam dua arah: eskalasi ke perang global, atau pembukaan kembali jalur diplomatik.
Seorang pejabat Iran menyatakan konflik dengan Israel sebenarnya bisa berakhir dengan satu panggilan telepon, yaitu dari Presiden AS Donald Trump kepada pemimpin Israel. Sang pejabat itu pun menyebut Iran selalu siap berunding dengan siapa pun yang serius mencari solusi damai.
“Iran percaya pada dialog yang beradab, langsung atau tidak langsung. Presiden Trump bisa dengan mudah menghentikan perang dengan satu telepon ke Israel,” kata Juru Bicara Kantor Wakil Presiden Iran Majid Farahani, dalam wawancara khusus dengan CNN, Jumat (20/6/2025) lalu.
Namun, dalam atmosfer politik AS, diplomasi mungkin bukan opsi utama Trump. Begitu pula Israel yang merasa mendapat lampu hijau dari Washington.
Bagi Indonesia dan dunia, pilihan terbatas. Tidak ikut perang bukan berarti tak terkena dampak. Justru saat kekuatan besar sibuk mengukur misil dan kekuasaan, negara-negara non-blok seperti Indonesia bisa berperan sebagai penyeimbang moral dan penstabil kawasan.
Itu sebabnya Indonesia selayaknya mengupayakan langkah diplomasi yang apik dan teukur. Soalnya perang yang terjadi di antara kedua negara sudah pasti akan berdampak pada tidak berkembangnya sektor ekonomi bagi negara mana pun.
Kita dituntut untuk waspada, cermat, dan tanggap. Indonesia perlu segera memikirkan peningkatan cadangan energi melalui percepatan diversifikasi sumber pasokan energi dari negara-negara non-Timur Tengah dan memperkuat cadangan strategis minyak nasional. Presiden Prabowo selayaknya mulai memikirkan stimulus konsumsi dengan cara memperluas bantuan sosial dan subsidi langsung kepada kelompok rentan untuk menjaga daya beli.
Kementerian Luar Negeri harus didorong untuk terlibat penuh dalam menjalankan diplomasi bebas aktif yang lebih progresif. Indonesia dapat mengambil peran dalam mendorong diplomasi damai di kawasan melalui jalur G20, OKI, dan ASEAN+.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah memperkuat perlindungan terhadap iklim investasi. Dengan cara mempertebal kepastian hukum, menjaga stabilitas politik, dan insentif fiskal, supaya Indonesia tetap bisa menarik bagi investor global yang mencari “zona aman” di tengah gejolak global.
Penulis : Zenzia Sianica Ihza, Pakar Investasi dan Hubungan Internasional
Sumber : Radio Elshinta
-

Tangkal Ancaman, Finlandia Pasang Pagar Baja di Perbatasan Rusia
Foto
Chelsea Olivia Daffa – detikNews
Selasa, 24 Jun 2025 21:00 WIB
Finlandia – Finlandia membangun pagar perbatasan baru dengan Rusia di Nuijamaa. Langkah ini diambil sebagai respons atas meningkatnya ketegangan dan ancaman keamanan.
-

GAPKI Ungkap Segudang Tantangan Industri Sawit Tahun Ini
Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan 2025 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi industri kelapa sawit, baik dari sisi produksi, ketersediaan ekspor, maupun harga.
Executive Director Gapki Mukhti Sardjono menyampaikan, saat ini, pemerintah Amerika Serikat (AS), salah satu negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia, mengenakan tarif impor sebesar 32% untuk Indonesia. Tarif yang dikenakan AS ini lebih tinggi dibanding pesaing Indonesia yaitu Malaysia sebesar 24%.
Menurut perhitungan Gapki, beban ekspor sawit Indonesia saat ini mencapai US$221,12 per ton, lebih tinggi dari beban ekspor minyak sawit Malaysia sebesar US$140 per ton.
“Jadi kita bisa melihat daya saing kita kalah,” kata Mukthi dalam agenda Bisnis Indonesia Forum di kantor Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).
Kemudian, memasuki Maret 2025, Gapki melihat adanya keseimbangan kembali harga minyak nabati, yang ditunjukkan dengan menurunnya harga minyak kelapa sawit (crude palm oil /CPO) di bawah harga minyak rapeseed maupun sunflower oil.
Industri sawit Tanah Air juga ikut terbebani dengan perkembangan geopolitik yang tidak menentu. Mukthi menyebut, perang yang terjadi antara Rusia-Ukraina, India-Pakistan, dan Timur-Tengah yang semakin meningkat eskalasinya mendorong harga energi meningkat.
Kendati begitu, ada kekhawatiran terhadap kinerja ekspor minyak sawit jika negara tujuan mengalami krisis ekonomi imbas kondisi geopolitik saat ini.
“Jadi kalau kita melihatnya 2025 sebagai tahun yang penuh tantangan,” ujarnya.
Dari dalam negeri, industri ini juga menemui sejumlah tantangan. Mulai dari produksi dan produktivitas yang relatif stagnan dan cenderung turun; kebutuhan dalam negeri, baik untuk pangan, energi, dan industri oleokimia yang terus meningkat; hingga ketidakpastian hukum dan berusaha.
Terkait ketidakpastian hukum dan berusaha, Mukthi menuturkan bahwa saat ini sekitar 37 instansi mengatur atau terlibat dalam industri sawit. Selain itu, banyak peraturan perundangan yang tumpang tindih, hingga kebijakan yang mudah berubah-ubah.
Belum lagi, perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk kawasan hutan. Adapun, dia meminta pemerintah segera menyelesaikan permasalahan perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk kawasan hutan. Pasalnya, hal ini dapat berdampak terhadap produksi kelapa sawit di Indonesia.
“Jika kebun sawit tidak segera dilanjutkan pengelolaannya, akan berpotensi terjadinya PHK dan kehilangan produksi,” pungkasnya.
-

3 Penguasa Minyak Dunia Beda Pandangan Soal Harga, AS Ogah Naik Tinggi
Jakarta, CNBC Indonesia – Tiga negara pemilik produksi minyak terbesar di Dunia ternyata punya cara pandang yang berbeda mengenai harga komoditas itu. Tiga negara itu adalah Amerika Serikat (AS), Rusia dan juga Arab Saudi.
Berkaca dari konflik yang terjadi di Timur Tengah belakangan ini, tentunya akan memiliki dampak terhadap harga minyak mentah dunia. Apalagi, Iran berencana menutup Selat Hormuz-selat peredaran minyak, LNG hingga BBM.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Periode 2016-2019 Arcandra Tahar mengungkapkan, dari konflik Timur Tengah, memiliki dampak atas harga minyak dunia.
Nah, sementara ada tiga negara penghasil minyak terbesar di Dunia yang memiliki sudut pandang berbeda mengenai harga. “Tiga negara, yang tiga terbesar, Amerika, Rusia, dan Arab Saudi, itu punya karakter yang berbeda dalam melihat harga minyak,” jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, Selasa (24/6/2025).
Khusus AS, kata Arcandra, negara tersebut melihat harga minyak dunia tidak boleh berada di bawah level US$ 70 per barel, namun tidak boleh juga melebihi level US$ 100 per barel. Alasannya, titik impas penjualan minyak oleh Negeri Paman Sam tersebut berada di level US$ 40-50 per barel, sedangkan negara tersebut tidak memberikan subsidi terhadap minyak mentah.
“Sewaktu pengumuman tarif kemarin harga di US$ 63-65. Wah, itu bisa limbung. Yang independent all company di Amerika bisa limbung. Tapi, menurut feeling saya, Amerika juga tidak menginginkan negara-negara US$ 100. Kenapa? Karena di sana tidak ada subsidi. Setiap harga yang tinggi itu masuk ke market dan masyarakat menanggung itu. Mereka sedang berjuang melawan inflasi,” ujarnya.
Sementara Rusia menginginkan harga bisa lebih dari US$ 100 per barel. Kenapa? Karena Negeri Beruang Merah tersebut memiliki ongkos produksi yang lebih murah yakni US$ 30 per barel. Ditambah lagi adanya subsidi untuk produksi minyak.
“Kalau harga, dia biasanya ngasih diskon sekarang itu bisa US$ 20-30 (per barel), kalau dia kasih diskon US$ 30, harga produksi US$ 30, tambah diskon US$ 30 berarti dia harus menjual minimum US$ 60, maka dia juga tidak mau harga di bawah US$ 75. Terlalu tipis buat Rusia, karena harga diskon tadi. Tapi kalau di atas US$ 100 dia oke. Jauh, semakin tinggi semakin oke, karena dia harus ngasih diskon tadi US$ 20-30 per barrel. Jadi kalau di atas US$ 100, dia oke sekali,” paparnya.
Terakhir, Arab Saudi dalam melihat harga minyak mentah dunia berbeda dibandingkan kedua negara yang sudah disebutkan. Arcandra mengungkapkan Arab tidak memiliki masalah sama sekali terhadap harga minyak. Hal itu dinilai lantaran biaya produksi minyak mentah di negara tersebut di bawah US$ 20 per barel yang artinya jika harga minyak dunia anjlok, Arab tidak khawatir akan hal tersebut.
Jika harga minyak melonjak mencapai US$ 100 per barel, Arab juga tidak masalah lantaran kebutuhan minyak di negara tersebut sedikit.
“Arab Saudi, ini Arab Saudi ini yang sangat robust. Atas boleh, bawah boleh, karena ongkos produksinya belasan dolar per barrel. US$ 10-11 atau berapa. Jadi kalau harga US$ 20 pun, US$ 30 pun, Arab Saudi masih oke. Di atas US$ 100 pun tidak apa-apa, karena apa? Dia subsidi di sana. Kebutuhan di dalam negeri kecil. Jadi rakyatnya pun, kalau di atas US$ 110-120, dia oke,” tandasnya.
Berdasarkan data Refinitiv pukul 10:00 WIB, harga Brent kontrak Agustus 2025 berada di US$ 69,71 per barel, ambles 2,48% dari sehari sebelumnya. Sementara itu, minyak mentah acuan AS, WTI, juga longsor ke US$ 66,71 per barel, merosot 2,63% dibandingkan Senin. Ini menjadi kelanjutan dari aksi jual brutal pada perdagangan sebelumnya, di mana kedua kontrak minyak sempat anjlok lebih dari 7%.
Hal itu setelah Donald Trump mengumumkan adanya gencatan senjata antara Israel dan Iran, harga minyak dunia pun kembali melesu, setelah beberapa hari lalu mengalami lonjakan, terutama sejak perang kedua negara tersebut pecah.
Dalam pengumuman resminya, Trump menyebut bahwa kesepakatan damai akan berlangsung bertahap: dimulai oleh Iran, disusul oleh Israel 12 jam kemudian. Pengumuman Trump ini memupus kekhawatiran pasar akan gangguan pasokan dari kawasan Timur Tengah.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]

