Sedikitnya 23 orang terluka, termasuk 14 yang dirawat di rumah sakit, dan kerusakan parah terjadi pada infrastruktur kereta api, bangunan, serta kendaraan warga, menurut otoritas Kyiv. Serangan berlangsung lebih dari delapan jam, dalam beberapa gelombang, dengan total 539 drone dan 11 rudal yang diluncurkan ke wilayah Ukraina. (REUTERS/Gleb Garanich)
Negara: Rusia
-

Jenderal Angkatan Laut Rusia Tewas dalam Pertempuran di Perbatasan Kursk
JAKARTA – Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Laut Rusia Mayor Jenderal Mikhail Gudkov tewas di wilayah Kursk, lapor Gubernur Wilayah Primorye Oleg Kozhemyako melaporkan melalui Telegram.
Sahabat setia Mayjen Gudkov, Nariman Shikhaliyev, juga tewas, Kozhemyako menambahkan.
“Saya menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga, sahabat dan sesama prajurit Mikhail Gudkov, Nariman Shikhaliyev, dan semua pejuang lainnya yang tewas di Wilayah Kursk,” tulis gubernur wilayah di Timur Jauh Rusia itu dalam unggahan di Telegram, melansir TASS 3 Juli.
Menurutnya, Mayjen Gudkov adalah pejuang berkemauan keras yang tidak pernah berhenti mengunjungi posisi pasukan angkatan laut, bahkan setelah ia memangku jabatan wakil panglima tertinggi Angkatan Laut Rusia.
Kementerian Pertahanan Rusia mengonfirmasi pada Hari Kamis, Mayor Jenderal Gudkov tewas saat menjalankan misi tempur di wilayah perbatasan Wilayah Kursk pada tanggal 2 Juli.
Mayjen Gudkov (42) berpartisipasi dalam operasi militer khusus sebagai Komandan Brigade Infanteri Angkatan Laut Terpisah ke-155 sejak tanggal 24 Februari 2022.
Pada Bulan Maret 2025, ia diangkat menjadi Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Laut Rusia. Presiden Vladimir Putin mengumumkan pengangkatan Mayjen Gudkov dalam pertemuan dengan para pelaut kapal selam bertenaga nuklir Arkhangelsk.
Kepala negara kemudian menugaskan Mayjen Gudkov untuk memimpin seluruh infanteri angkatan laut dan semua pasukan rudal serta artileri pantai Angkatan Laut.
Mayjen Gudkov dianugerahi penghargaan militer tertinggi di Kremlin oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada Bulan Februari lalu, dikutip dari Reuters.
Saluran Telegram militer Rusia dan Ukraina yang tidak resmi sebelumnya melaporkan, Mayjen Gudkov tewas bersama dengan prajurit dan perwira lainnya, dalam serangan rudal Ukraina ke pos komando di wilayah Kursk Rusia, yang berbatasan dengan Ukraina, dengan rudal HIMARS buatan AS.
Tewasnya Mayjen Gudkov memperpanjang dafatr jenderal senior Rusia yang tewas sejak perang di Ukraina pecah tahun 2022 lalu.
Sebelumnya, Mayjen Andrei Sukhovetsky menjadi jenderal senior pertama Rusia yang tewas di medan perang. Ia ditembak sniper di wilayah Kyiv pada 28 Februari 2022.
Berikutnya ada Mayjen Vladimir Frolov yang dilaporkan juga tewas ditembak sniper pada Bulan April. Setelah ada Mayjen Kanamat Botashev, Letjen Roman Kutuzov, Mayjen Sergei Goryachev, Letjen Oleg Tsokov, Kayjen Vladimir Zavadsky, Mayjen Pavel Klimenko, Letjen Igor Kirillov, serta Letjen Yaroslav Moskalik.
-

Putin Ngamuk, Rusia Tembak 550 Rudal-Drones ke Kyiv Ukraina
Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia melancarkan serangan rudal dan pesawat nirawak (drone) terbesarnya terhadap Ukraina pada Jumat (4/7/2025) malam waktu setempat. Hal ini berlangsung beberapa jam setelah panggilan telepon antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Sebelumnya kedua pemimpin panas setelah komunikasi berakhir tanpa terobosan apa pun. Putin menegaskan Moskow tidak akan menyerahkan tujuan perangnya di Ukraina sementara Trump mengatakan dia tidak membuat kemajuan apapununtuk mengakhiri perang.
Mengutip AFP, sumber di ibu kota mendengar pesawat nirawak berdengung di atas Kyiv. Dilaporkan bagaimana ledakan terdengar saat sistem pertahanan udara Ukraina menangkis serangan itu.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan peringatan udara mulai bergema di seluruh negeri. Menurutnya, Rusia menunjukkan bahwa mereka tidak berniat mengakhiri perang dan teror.
“Semua ini adalah bukti nyata bahwa tanpa tekanan yang benar-benar berskala besar,” tegasnya di laman media sosial.
“Rusia tidak akan mengubah perilakunya yang bodoh dan merusak,” tambahnya seraya mendesak AS khususnya untuk meningkatkan tekanan pada Moskow.
Sementara itu, 23 orang terluka dalam serangan Rusia, yang menurut angkatan udara mencakup 539 drone Rusia dari berbagai jenis dan 11 rudal. Seorang perwakilan angkatan udara Ukraina mengatakan kepada media Ukraina bahwa serangan itu adalah yang terbesar dari invasi Rusia.
“Putin jelas-jelas menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap Amerika Serikat dan semua orang yang menyerukan diakhirinya perang,” tulis Menteri Luar Negeri Ukraina Andriy Sybiga.
Serangan Rusia meningkat karena kekhawatiran ke Kyiv soal pengiriman bantuan militer AS. Saat ini Paman Sam terus memberi persenjataan yang menjadi kunci kemampuan Ukraina untuk menangkis serangan pesawat nirawak dan rudal.
Ukraina sebelumnya juga telah meningkatkan serangan pesawat nirawaknya di Rusia, di mana seorang wanita tewas ketika pesawat nirawak Ukraina menabrak sebuah gedung apartemen. Kemarin, Jenderal Putin tewas di Kursk, area perang utama kedua negara.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
-

Kenapa Korut Antusias Kirim Ribuan Personel Militer ke Rusia?
Jakarta –
Sebuah delegasi perwira senior militer Korea Utara berangkat ke Moskow pada hari Senin (30/7), dan para analis menduga Pyongyang sedang bersiap untuk mengirimkan lebih banyak pasukan dalam beberapa minggu mendatang, untuk membantu Rusia dalam perang melawan Ukraina.
Kepala Dewan Keamanan Rusia dan mantan menteri pertahanan, Sergei Shoigu, yang mengunjungi Korea Utara bulan lalu mengatakan kepada media Rusia, Presiden Kim Jong-un telah setuju untuk mengirimkan 6.000 insinyur dan pekerja militer ke wilayah Kursk yang berbatasan dengan Ukraina. Hal ini menandai hubungan militer kedua negara yang kian erat.
Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) telah mengkonfirmasi angka-angka tersebut, serta menambahkan informasi bahwa Korea Utara telah menyediakan lebih dari 10 juta peluru artileri dan rudal untuk Rusia. Sebagai imbalannya, Rusia menawarkan kerja sama ekonomi dan teknologi militer.
Perjanjian yang saling menguntungkan
Para analis mengatakan, hal ini memberikan keuntungan bagi kedua pihak dalam aliansi tersebut, dan ada kemungkinan Korea Utara akan mengirim lebih banyak tentara untuk bertempur bersama rekan-rekan Rusia dalam jangka panjang.
“Baik Moskow maupun Pyongyang mendapatkan apa yang mereka inginkan dari perjanjian ini,” kata Yakov Zinberg, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Kokushikan, Tokyo.
“Kita tahu ratusan ribu orang tewas dan luka-luka dari pihak Rusia, dan pemerintah tidak ingin memperluas mobilisasi ke kota-kota besar, seperti Moskow dan Sankt Peterburg, karena hal itu dapat membahayakan rezim Putin di kota-kota tersebut,” katanya kepada DW.
Sementara itu, dengan mengerahkan personel militer tambahan, Pyongyang ingin membangkitkan semangat nasionalisme rakyat Korut.
Meskipun klip video tersebut hanya menunjukkan enam peti mati, laporan intelijen Barat menginformasikan 11.000 tentara Korea Utara terlibat dalam perang Rusia-Ukraina, sekitar 6.000 di antaranya telah tewas, terluka, atau ditangkap.
Rekaman video itu juga menunjukkan Kim yang menangis dalam sebuah acara budaya bersama dengan Rusia di Pyongyang pada hari Sabtu (28/6), dalam peringatan satu tahun penandatanganan pakta militer bilateral dengan pemimpin Rusia, Vladimir Putin.
Pasukan Korea Utara ‘membantu rezim Putin’
Meski Pyongyang menggunakan pengerahan pasukan tambahan sebagai alat propaganda, kehadiran pasukan Korea Utara adalah ‘anugerah’ bagi pemerintah dan warga Rusia.
“Mayoritas dari mereka yang menjalani wajib militer di Rusia berasal dari wilayah federasi Rusia (dengan etnis non Rusia), sedikit di sana yang menentang mobilisasi ini, tetapi ketika saya berbicara dengan orang-orang Rusia, mereka selalu mengatakan takut akan adanya mobilisasi lagi,” kata Zinberg, yang berasal dari Saint Petersburg.
“Ketika pemerintah mengumumkan, 6.000 tentara Korea Utara akan dikerahkan ke garis terdepan, mereka mengatakan kini dapat bersantai karena tahu bahwa mereka aman,” katanya. “Jadi, mengirim pasukan Korea Utara sebenarnya membantu rezim Vladimir Putin.”
Zinberg menjelaskan lebih jauh, tentara Korea Utara ini digunakan Rusia untuk “menakuti” sekutu-sekutu Eropa Ukraina yang berharap Rusia akan kehabisan tenaga dan materi dengan lebih cepat. Dengan memiliki sekutu bersenjata nuklir di Asia Timur juga akan membuat AS, Korea Selatan, dan Jepang waspada.
Ra Jong-yil, seorang mantan diplomat dan perwira intelijen senior Korea Selatan, mengatakan “alasan mendasar” mengapa Korea Utara setuju mengirimkan lebih banyak pasukan, adalah karena kerugian bsar yang telah dialami Rusia di front paling depan.
“Tampaknya sebagian dari pasukan ini juga akan digunakan sebagai pekerja untuk membangun kembali infrastruktur di daerah yang berhasil diduduki Rusia, yang merupakan keahlian pasukan Korea Utara,” katanya.
Ra memperkirakan, Korea Utara akan “terus mengirimkan lebih banyak personel bahkan setelah pertempuran berakhir, karena Rusia masih akan sangat kekurangan tenaga kerja untuk membangun kembali daerah-daerah hancur akibat pertempuran.”
Apakah membantu Rusia menjamin kelangsungan rezim Pyongyang?
Penilaian intelijen menunjukkan, Rusia telah membayar Korea Utara dengan bahan bakar, makanan, dan akses ke peralatan militer canggih yang sebelumnya sulit didapat oleh Pyongyang, karena rezim itu berada di bawah embargo dan sanksi PBB yang ketat atas program rudal nuklirnya.
Keuntungan lain bagi Pyongyang adalah menaikkan statusnya sebagai sekutu penting kekuatan global. Aliansinya dengan Rusia juga kian mendekatkannya dengan Cina, yang selama ini menjadi mitra dan pelindung rezim Kim.
“Mereka menyukai status sebagai teman Rusia,” kata Zinberg.
“Dan saya memperkirakan, Pyongyang akan terus dekat dengan Moskow bahkan setelah perang berakhir, menawarkan pasukan dan pekerja, karena mereka tahu itu bisa memberi mereka imbalan yang setimpal untuk menopang rezim di Korut dan memastikan keberlangsungannya.”
Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Sorta Caroline
Editor: Agus Setiawan
Tonton juga Video: Rusia Rilis Rekaman Latihan Militer Bareng Korut
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Panas! Serangan Drone Rusia Hantam Ibu Kota Ukraina Selama Berjam-jam
Jakarta –
Panas! Drone-drone Rusia menghantam ibu kota Ukraina, Kyiv, selama berjam-jam hingga Jumat (4/7) dini hari waktu setempat. Saat ini belum ada laporan tentang jatuhnya korban ataupun kerusakan serius.
Dilansir kantor berita Reuters dan Al Arabiya, Jumat (4/7/2025), Tymur Tkachenko, kepala administrasi militer Kyiv mengatakan, lebih dari empat jam sirene peringatan serangan udara dikeluarkan. Tercatat ada serangan drone di 13 lokasi di lima distrik di kedua sisi Sungai Dnipro yang membelah kota Kyiv.
Tkachenko mengatakan banyak dari target serangan drone tersebut adalah tempat tinggal.
Saksi mata Reuters mendengar serangkaian ledakan dan rentetan tembakan terus-menerus saat unit pertahanan udara mencoba menjatuhkan drone-drone yang masuk.
“Pada saat yang sama, serangan tidak ada habisnya,” tulis Tkachenko di Telegram. “Ada banyak sekali target di atas Kyiv. Kami sedang menangani drone-drone Rusia di semua distrik,” imbuhnya.
Dua kebakaran telah terjadi di distrik Svyatoshynskyi di bagian barat Kyiv, dan Tkachenko mengatakan kemungkinan ada korban luka. Drone juga memicu dua kebakaran di atap dan di halaman gedung-gedung di distrik Solomanskyi yang berdekatan.
Tkachenko dan Wali Kota Kyiv, Vitali Klitschko sebelumnya melaporkan kebakaran di atap gedung apartemen 16 lantai di pinggiran utara.
Lihat juga Video: “Serangan Udara Terbesar” Rusia ke Ukraina
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Ketakutan Umat Kristen Suriah Usai Bom Bunuh Diri di Gereja
Jakarta –
Peringatan: Artikel ini mengandung detail yang dapat mengganggu kenyamanan Anda
“Abangmu gugur sebagai pahlawan.”
Kalimat itu didengar Emad saat mengetahui abangnya, Milad, tewas dalam ledakan bom bunuh diri di sebuah gereja di Damaskus, ibu kota Suriah.
Saat kejadian, Milad dan dua orang lainnya berjuang mendorong pelaku bom bunuh diri keluar dari gedung gereja. Milad tewas seketika di tempat kejadian bersama 24 jemaat lainnya.
Selain korban tewas, 60 orang menderita luka dalam serangan di Gereja Ortodoks Yunani Nabi Elia pada 22 Juni silam. Tempat ibadah itu terletak di pinggiran timur Damaskus, Dweila.
Serangan itu menjadi yang pertama kalinya terjadi di Damaskus sejak pasukan pemberontak yang dipimpin kelompok Islam menggulingkan Bashar al-Assad pada bulan Desember.
Penggulingan itu sekaligus mengakhiri perang saudara yang menghancurkan selama 13 tahun.
Pihak berwenang Suriah menuding kelompok Negara Islam (ISIS) sebagai dalang di balik serangan ini.
Kelompok ekstremis Sunni yang kurang dikenal, Saraya Ansar al-Sunnah, kemudian mengklaim bertanggung jawab atas serangan. Namun, pejabat pemerintah mengatakan operasi kelompok ini terkait langsung dengan ISIS.
Milad tengah mengikuti kebaktian Minggu malam ketika seorang pria tiba-tiba melepaskan tembakan ke arah jemaat sebelum meledakkan rompi berisi bom.
Emad mendengar ledakan dari rumahnya. Selama berjam-jam, abangnya tidak bisa dihubungi.
“Saya pergi ke rumah sakit untuk mengidentifikasi jenazah, tapi saya tidak bisa mengenali abang saya. Separuh wajahnya hangus,” tutur Emad saat ditemui di tempat tinggalnya.
Hanya ada dua kamar tidur di rumah kecil itu. Emad tinggal di sana bersama beberapa kerabatnya.
Baca juga:
Emad yang berusia 40-an tahun punya postur tinggi kurus. Wajahnya yang tegas memancarkan guratan kehidupan keras.
Seperti abangnya, Emad bekerja sebagai petugas kebersihan di salah satu sekolah di permukiman miskin tersebut. Area ini memang banyak ditinggali para keluarga kelas ekonomi menengah ke bawah dan kebanyakan memeluk agama Kristen.
Selama pemerintahan Bashar al-Assad, anggota berbagai komunitas minoritas agama dan etnis di Suriah percaya bahwa negara melindungi mereka.
Namun, pemerintahan baru yang dipimpin kelompok Islam yang dibentuk para pemberontak yang menggulingkan Assad pada Desember lalu dikhawatirkan tidak akan melakukan hal yang sama.
Di satu sisi, Presiden interim Ahmed al-Sharaa dan pemerintahannya berjanji untuk melindungi semua warga negara.
Akan tetapi, kekerasan sektarian mematikan baru-baru ini terjadi di wilayah pesisir Alawi. Hal yang sama menimpa komunitas Druze di sekitar Damaskus.
Perkembangan ini membuat orang-orang meragukan kemampuan pemerintah untuk mengendalikan situasi.
Banyak anggota keluarga Emad yang menyuarakan sentimen ini.
“Kami tidak aman lagi di sini,” kata mereka.
Dua bulan sebelum wisuda, Angie Awabde, 23 tahun, terjebak dalam serangan di gereja. Dia mendengar suara tembakan sebelum ledakan besar.
“Semuanya terjadi dalam hitungan detik,” tuturnya sembari terbaring di ranjang rumah sakit.
Dia mengalami luka serpihan di wajah, tangan, dan kakinya, serta patah tulang kaki.
Angie kini sangat ketakutan dan merasa tidak ada masa depan bagi umat Kristen di Suriah.
“Saya hanya ingin meninggalkan negara ini. Saya sudah melewati krisis, perang, ledakan mortir. Saya tidak pernah menyangka sesuatu akan terjadi pada saya di dalam gereja,” ujarnya.
“Saya tidak punya solusi. Mereka yang harus mencari solusi, ini bukan tugas saya. Jika mereka tidak bisa melindungi kami, kami ingin pergi.”
Sebelum perang saudara selama 13 tahun, umat Kristen mencakup sekitar 10% dari 22 juta penduduk Suriah. Namun, jumlah ini menyusut drastis karena ratusan ribu orang memilih kabur ke luar negeri.
Selama perang, gereja-gereja memang tidak luput dari pemboman pemerintah Suriah dan pasukan sekutu Rusia. Namun, serangan berlangsung ketika tidak ada jemaat di dalamnya.
Ribuan umat Kristen juga terpaksa meninggalkan rumah mereka karena ancaman dari kelompok Islamis garis keras dan jihadis, seperti ISIS.
Di luar rumah sakit tempat Angie dirawat, deretan peti mati beberapa korban serangan gereja siap untuk dikebumikan. Orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat Suriah menghadiri upacara di bawah pengamanan ketat di gereja terdekat.
Dalam khotbahnya, Patriark Gereja Ortodoks Yunani di Suriah, John Yazigi, menegaskan “pemerintah memikul tanggung jawab penuh”.
Dia menyatakan bahwa telepon belasungkawa dari Presiden Ahmed al-Sharaa “tidak cukup bagi kami,” yang disambut tepuk tangan jemaat.
“Kami berterima kasih atas teleponnya. Tapi kejahatan yang terjadi sedikit lebih besar dari itu.”
Sharaa sendiri minggu lalu telah berjanji bahwa mereka yang terlibat dalam serangan “keji” itu akan dibawa ke pengadilan.
Sehari setelah pengeboman, dua tersangka tewas dan enam lainnya ditangkap dalam operasi keamanan terhadap sel ISIS di Damaskus.
Namun, langkah ini belum banyak meredakan kekhawatiran di sini tentang situasi keamanan, terutama bagi pemeluk agama minoritas.
Baca juga:
Suriah juga mengalami pengetatan kebebasan sosial, termasuk dekrit tentang cara perempuan berpakaian di pantai.
Selain itu, terjadi serangan terhadap pria yang mengenakan celana pendek di tempat umum, serta penutupan bar dan restoran karena menyajikan alkohol.
Banyak pihak di Suriah khawatir bahwa ini bukan kasus tunggal, melainkan tanda-tanda dari rencana yang lebih luas untuk mengubah masyarakat Suriah.
Archimandrite Meletius Shattahi, direktur jenderal badan amal dari Patriarkat Ortodoks Yunani Antiokia, merasa pemerintah tidak berbuat cukup banyak untuk menangani perubahan ini.
Dia merujuk pada video-video yang beredar secara daring yang menunjukkan para ulama bersenjata menyerukan Islam melalui pengeras suara di permukiman Kristen.
Shattahi menambahkan bahwa ini bukanlah “insiden individu”.
“Ini terjadi secara terbuka di depan semua orang, dan kami tahu betul bahwa pemerintah kami tidak mengambil tindakan apa pun terhadap [mereka] yang melanggar hukum dan aturan,” katanya.
Kelambanan tindakan inilah, menurut dia, yang diduga menyebabkan serangan di Gereja Nabi Elias.
Lihat juga Video: Bom Bunuh Diri ISIS Meledak di Gereja Suriah, 20 Orang Tewas
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Rusia Disebut Jadi Negara Pertama Akui Pemerintahan Taliban
Jakarta –
Pemerintah Afghanistan mengatakan Rusia telah menjadi negara pertama yang secara resmi mengakui keputusannya. Pemerintah Afghanistan menyebut Rusia telah mengambil ‘keputusan yang berani’.
Dilansir AFP, Jumat (4/7/2025), pengumuman tersebut dibuat setelah Menlu Afghanistan Amir Khan Muttaqi bertemu dengan Duta Besar Rusia untuk Afghanistan Dmitry Zhirnov di Kabul. Muttaqi memuji Rusia mengambil keputusan berani.
“Keputusan berani ini akan menjadi contoh bagi yang lain… Sekarang setelah proses pengakuan dimulai, Rusia berada di depan semua orang,” kata Muttaqi dalam sebuah video pertemuan.
Senada dengan Muttaqi, Jubir Kemlu Taliban juga mengatakan hal serupa.
“Rusia adalah negara pertama yang secara resmi mengakui Emirat Islam,” kata juru bicara kementerian luar negeri Taliban Zia Ahmad Takal kepada AFP.
Muttaqi mengatakan bahwa ini adalah “fase baru hubungan positif, saling menghormati, dan keterlibatan konstruktif”.
Sementara itu, Kemlu Rusia mengatakan pengakuan ini bisa mendorong pengembangan kerja sama bilateral di beberapa bidang. Kemlu Rusia mengatakan akan bekerja sama dalam bidang energi, transportasi, pertanian, dan infrastruktur.
Kementerian tersebut mengatakan Moskow berharap untuk terus membantu Kabul “memperkuat keamanan regional dan memerangi ancaman terorisme dan perdagangan narkoba”.
Moskow telah mengambil langkah-langkah baru-baru ini untuk menormalisasi hubungan dengan otoritas Taliban, menghapus mereka dari daftar “organisasi teroris” pada bulan April dan menerima seorang duta besar Taliban di Kabul.
Pada Juli 2024 lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut Taliban sebagai “sekutu dalam perang melawan terorisme”.
Rusia adalah negara pertama yang membuka kantor perwakilan bisnis di Kabul setelah Taliban mengambil alih kekuasaan, dan telah mengumumkan rencana untuk menggunakan Afghanistan sebagai pusat transit gas menuju Asia Tenggara.
Untuk diketahui, Taliban kembali berkuasa pada tahun 2021 setelah menggulingkan pemerintah yang didukung asing dan telah memberlakukan hukum Islam yang ketat.
Mereka telah berusaha keras untuk mendapatkan pengakuan dan investasi internasional resmi, karena negara tersebut tengah memulihkan diri dari perang selama empat dekade, termasuk invasi Soviet dari tahun 1979 hingga 1989.
Hanya Arab Saudi, Pakistan, dan Uni Emirat Arab yang mengakui Taliban selama masa kekuasaan pertama mereka dari tahun 1996 hingga 2001.
Dalam laporan AFP disebutkan banyak negara lain, termasuk Tiongkok dan Pakistan, telah menerima duta besar Taliban di ibu kota mereka, tetapi belum secara resmi mengakui Emirat Islam tersebut sejak berakhirnya perang dua dekade antara pemberontak dengan pasukan NATO yang dipimpin AS.
Ada keterlibatan yang terbatas tetapi terus meningkat dengan otoritas Taliban, terutama dari negara-negara tetangga regional, tetapi juga pemain global utama Tiongkok dan Rusia.
Lihat juga Video: Bom Bunuh diri di Ponpes Pakistan, 6 Orang Tewas Termasuk Ulama Taliban
(zap/yld)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Putin Manfaatkan Perang Israel-Iran, Diam-Diam Habisi Wilayah Ukraina
Jakarta, CNBC Indonesia – Di tengah perhatian global yang sedang terpusat pada konflik Iran-Israel, Presiden Rusia Vladimir Putin diam-diam memanfaatkan celah geopolitik ini untuk memperkuat cengkeramannya atas Ukraina.
Laporan medan perang menunjukkan Rusia telah merebut wilayah baru di Ukraina tengah dan meningkatkan konsentrasi pasukan di dekat Sumy, timur laut Ukraina.
Menurut analisis AFP yang mengutip data Institut Studi Perang, pasukan Rusia merebut lebih banyak wilayah sepanjang Juni dibanding bulan-bulan sebelumnya sejak November lalu. Di saat bersamaan, Ukraina menghadapi salah satu serangan udara terbesar sejak awal invasi pada Februari 2022.
“Putin mungkin melihat perhatian AS yang teralihkan ke Timur Tengah sebagai peluang untuk memperkuat posisi tawar,” ujar Amos Fox, pensiunan kolonel Angkatan Darat AS dan peneliti di Arizona State University, seperti dikutip dari Newsweek, Jumat (4/7/2025).
“Ia bisa jadi sedang mengamankan wilayah-wilayah strategis untuk dijadikan alat tawar dalam negosiasi damai mendatang,” katanya.
Meski kemajuan Rusia terkesan lambat, namun konsisten. Rencana damai Kremlin yang diumumkan tahun lalu masih belum berubah: Ukraina diminta menyerahkan wilayah-wilayah yang telah dianeksasi seperti Donetsk, Kherson, Luhansk, Zaporizhzhia, serta Krimea.
Selain itu, Kyiv juga diharuskan membatalkan ambisi bergabung dengan NATO.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menegaskan bahwa Moskow tetap berkomitmen terhadap tujuan tersebut. “Kami terbuka untuk solusi diplomatik, tapi tidak akan mengubah target inti kami,” kata Peskov dalam pernyataan tertulis.
Analis menduga, dengan adanya usulan dari Presiden AS Donald Trump untuk membekukan garis depan sebagai dasar negosiasi, Moskow sedang mencoba memperluas kendali sebelum kesepakatan damai diraih.
“Putin tampaknya ingin menambah wilayah yang nanti bisa dia tukar atau pertahankan dalam perundingan,” tambah Fox.
Menurut Frederick Kagan dari American Enterprise Institute, kendati Rusia terus bergerak maju, kapasitasnya sangat terbatas.
“Mereka bergerak hanya beberapa mil per minggu karena kekurangan kendaraan lapis baja dan serangan drone Ukraina,” ujarnya. “Dengan kecepatan seperti itu, butuh seabad bagi Rusia untuk menaklukkan seluruh Ukraina.”
Namun Kagan juga memperingatkan bahwa Putin memiliki strategi jangka panjang, yakni mempertahankan tekanan sampai dukungan Barat terhadap Ukraina melemah.
“Jika Ukraina runtuh secara perlahan, maka dia akan menang, tidak peduli berapa lama itu memakan waktu,” katanya.
Sementara itu, koneksi antara konflik di Ukraina dan Timur Tengah makin nyata. Rusia memperkuat aliansinya dengan Iran, mitra utama dalam hal drone kamikaze Shahed yang digunakan dalam serangan terhadap Ukraina.
Ketegangan di Iran pun berdampak langsung pada bantuan militer ke Ukraina. Pentagon bahkan mengalihkan sebagian sistem anti-drone dari Ukraina ke Timur Tengah untuk mengantisipasi eskalasi.
“Kami mengutamakan kepentingan strategis AS secara menyeluruh,” ujar juru bicara Gedung Putih Anna Kelly kepada The Associated Press. “Kekuatan militer AS tetap tidak tertandingi, tanyakan saja pada Iran.”
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
-

Tak Ada Kemajuan Apa Pun!
Washington –
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump buka suara terkait hasil teleponannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menegaskan tidak ada perkembangan apapun terkait perang Rusia dan Ukraina setelah satu jam teleponan dengan Putin.
Dilansir AFP, Jumat (4/7/2025), Trump mengatakan tidak membuat kemajuan apa pun Putin terkait upaya mengakhiri perang Ukraina. Ia menyebut Putin bersikeras akan tetap berpegang pada tujuannya dalam konflik tersebut.
“Itu adalah panggilan telepon yang cukup panjang, kami membicarakan banyak hal termasuk Iran, dan kami juga membicarakan, seperti yang Anda ketahui, perang dengan Ukraina. Dan saya tidak senang dengan itu,” kata Trump kepada wartawan.
Ketika ditanya apakah ia telah bergerak lebih dekat ke kesepakatan untuk mengakhiri perang? Trump menjawab tidak ada perkembanga apapun. “Tidak, saya tidak membuat kemajuan apa pun dengannya sama sekali,” imbuhnya.
Pandangan Trump terhadap panggilan telepon tersebut sangat suram. Ia pun mengaku frustasi dengan pemimpin Rusia tersebut.
Sementara itu, Putin sebelumnya juga sempat menjelaskan hasil teleponan dirinya dengan Trump. Ia menegaskan Rusia tidak akan meyerah dengan tujuannya.
“Presiden kami mengatakan bahwa Rusia akan mencapai tujuan yang ditetapkannya, yaitu penghapusan akar penyebab yang menyebabkan keadaan saat ini,” kata ajudan Kremlin Yuri Ushakov kepada wartawan.
(maa/maa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

