Negara: Rusia

  • Trump Pastikan Negara BRICS Kena Tarif Tambahan 10%

    Trump Pastikan Negara BRICS Kena Tarif Tambahan 10%

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memastikan negara anggota BRICS akan dikenakan tarif tambahan 10%. Trump menilai BRICS terbentuk untuk merugikan AS, terutama menjatuhkan kekuatan nilai tukar dolar AS.

    Trump dengan keras menyampaikan tidak akan membiarkan dolar AS lenyap dari dunia. Ia bertekad untuk terus membuat dolar AS menjadi standar keuangan dunia.

    “BRICS dibentuk untuk mendegradasi dolar kita dan mencopotnya sebagai standar, dan tidak apa-apa jika mereka ingin memainkan permainan itu, tetapi saya juga dapat memainkan permainan itu. Kita menghilangkan peran dolar sebagai mata uang cadangan dunia, ini seperti kalah dalam perang, perang dunia yang besar. Kita tidak akan menjadi negara yang sama lagi,” tegas dia, dikutip dari Reuters Rabu (9/7/2025).

    Ancaman tarif tambahan untuk anggota BRICS memang telah disampaikan oleh Trump pada Minggu (6/7) waktu setempat. Hal ini disampaikan dalam rapat kabinet di Gedung Putih.

    “Siapa pun yang tergabung dalam BRICS akan segera mendapatkan tarif 10%. Jika mereka adalah anggota BRICS, mereka harus membayar tarif 10% dan mereka tidak akan lama menjadi anggota,” ucapnya.

    Para pemimpin negara BRICS mengkritik tidak langsung terhadap kebijakan militer dan perdagangan AS. Seperti Perdana Menteri India Narendra Modi pada hari Selasa menyatakan ketidaksetujuannya atas keputusan Trump.

    “Kami tidak setuju dengan pernyataan presiden AS yang mengisyaratkan bahwa ia akan mengenakan tarif pada negara-negara BRICS,” katanya di Brasilia.

    Sebagai informasi, BRICS merupakan organisasi antarpemerintah dengan empat negara anggota pendiri, yakni Brasil, Rusia, India, dan China. Organisasi ini menggelar pertemuan puncak pertama pada 2009.

    Anggota BRICS terdiri dari 11 negara, dengan tambahan anggota seperti Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Indonesia. Indonesia resmi bergabung sebagai anggota BRICS pada Januari 2025. Indonesia menjadi anggota ke-10 setelah Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.

    Indonesia telah menjejakkan kaki sebagai anggota baru BRICS. Hal ini ditandai dengan kehadiran Presiden Prabowo Subianto dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 di Rio de Janeiro pada Minggu (6/7/2025) waktu setempat.

    Dalam pertemuan itu, para pemimpin BRICS menyepakati arah baru kerja sama, termasuk memperdalam kolaborasi ekonomi, perdagangan, dan keuangan. Bagi Indonesia, agenda ini menjadi momentum penting untuk memperluas pasar ekspor dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

    Tonton juga “Ancaman Tambahan Tarif 10% dari Trump untuk Anggota BRICS” di sini:

    (ada/ara)

  • Kremlin Perlu Waktu Klarifikasi Senjata yang Dipasok AS ke Ukraina

    Kremlin Perlu Waktu Klarifikasi Senjata yang Dipasok AS ke Ukraina

    JAKARTA – Kremlin mengatakan perlu waktu untuk mengklarifikasi senjata apa yang dipasok dan akan dipasok Amerika Serikat ke Ukraina setelah Presiden Donald Trump mengatakan Washington harus mengirim lebih banyak senjata ke Kyiv.

    Trump mengatakan pada Senin, Amerika Serikat akan mengirim lebih banyak senjata ke Ukraina, terutama senjata pertahanan, untuk membantu negara yang dilanda perang itu mempertahankan diri dari meningkatnya serangan Rusia.

    Ketika ditanya tentang pernyataan Trump, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan ada banyak pernyataan yang saling bertentangan tentang pasokan senjata AS ke Ukraina, meskipun jelas pengiriman senjata Eropa terus berlanjut.

    “Jelas, pasokan terus berlanjut, itu jelas. Jelas, orang Eropa secara aktif terlibat dalam memasok Ukraina dengan senjata,” kata Peskov dilansir Reuters, Selasa, 8 Juli.

    “Mengenai jenis pasokan apa dan dalam jumlah berapa yang terus diterima Ukraina dari Amerika Serikat, masih perlu waktu untuk mengklarifikasi hal ini secara definitif,” sambungnya.

    Rusia, yang terus maju di berbagai titik di sepanjang garis depan, saat ini menguasai hampir seperlima wilayah Ukraina termasuk Krimea, seluruh Luhansk, bagian terbesar dari tiga wilayah lainnya, dan sebagian kecil dari tiga wilayah tambahan.

    Peskov mengatakan Moskow menghargai upaya Trump untuk memulai negosiasi langsung antara Rusia dan Ukraina dan ada potensi signifikan untuk memulai kembali hubungan perdagangan dan ekonomi Rusia-AS.

    “Namun saat ini, Amerika Serikat sedang menerapkan sejumlah pembatasan. Kami yakin bahwa sanksi ini ilegal, dan tidak hanya merugikan pengusaha kami, tetapi juga pengusaha Amerika Serikat,” kata Peskov.

  • Pangsa Ekspor CPO RI ke AS Terancam Susut Imbas Tarif Trump

    Pangsa Ekspor CPO RI ke AS Terancam Susut Imbas Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menyebut pangsa pasar ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia ke Amerika Serikat (AS) bisa menyusut imbas pengenaan tarif Presiden AS Donald Trump sebesar 32%.

    Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan penurunan pangsa pasar ekspor CPO Indonesia ke Negara Paman Sam itu mengingat tarif yang dikenakan Trump lebih tinggi dibandingkan negara kompetitor seperti Malaysia.

    Jadi tarif yang dikenakan 32% termasuk untuk CPO, ini jelas akan berpotensi mengurangi market share kita di pasar Amerika, terlebih melihat Malaysia dikenakan tarif yang lebih rendah yakni 25%.

    “Dengan adanya perbedaan tarif ini, maka berpotensi share ekspor CPO Malaysia ke Amerika akan meningkat. Walaupun secara keseluruhan share impor Amerika terhadap CPO dari seluruh dunia tetap Indonesia lebih besar, tapi menyusut dari pangsa pasarnya,” kata Faisal kepada Bisnis, Selasa (8/7/2025).

    Dalam kondisi seperti ini, Faisal menyebut pemerintah perlu mencari pasar alternatif untuk mengekspor komoditas unggulan Indonesia, salah satunya CPO.

    “Jadi kita lebih serius untuk menggali pasar-pasar tradisional untuk CPO kita yang sebetulnya punya jangkauan pasar yang luas karena tingkat daya saingnya yang relatif tinggi dibandingkan pesaing-pesaingnya,” ujarnya.

    Dihubungi terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menyebut kinerja ekspor CPO berpotensi menurun imbas kebijakan Trump yang tetap mengenakan tarif resiprokal sebesar 32% terhadap Indonesia.

    Berdasarkan catatan Gapki, ekspor minyak sawit Indonesia ke AS terus meningkat selama lima tahun terakhir. Adapun, volume ekspor tertinggi terjadi pada 2023, yakni mampu mencapai 2,5 juta ton. Sayangnya, volumenya turun menjadi 2,2 juta ton pada 2024 dengan pangsa pasar CPO adalah 89%.

    “Apabila tarif [AS terhadap Indonesia] tetap 32%, ada kemungkinan ekspor [CPO] akan menurun, besarnya berapa belum tahu,” ucap Eddy kepada Bisnis.

    Menurutnya, importir di Negara Paman Sam akan mengalihkan pasar ke negara dengan tarif lebih rendah, seperti Malaysia, imbas adanya tarif tinggi ini.

    “Yang paling mungkin importir di AS akan bergeser ke negara lain seperti Malaysia dan negara-negara di Amerika Latin, karena tarif mereka di bawah Indonesia,” ujarnya.

    Kendati demikian, Eddy menyebut ke depan, tren ekspor CPO Indonesia belum tentu bakal terus menurun. Sebab, kondisi ini tergantung pada kondisi minyak nabati lain, seperti minyak kedelai hingga minyak bunga matahari.

    “Belum tentu trennya turun terus, tergantung minyak nabati lain. Apabila supply mereka kurang, maka permintaan minyak sawit akan meningkat,” jelasnya.

    Dia menjelaskan bahwa harga minyak sawit harus kompetitif dibandingkan minyak nabati lain. Sebab, harga yang kompetitif akan mempengaruhi kinerja ekspor CPO ke depan.

    “Jangan sampai harga minyak sawit lebih mahal dari minyak nabati lain seperti bunga matahari dan minyak kedelai seperti di tahun 2024 dan di awal 2025 [sampai April], ini juga akan menurunkan ekspor minyak sawit,” jelasnya.

    Adapun untuk menghadapi tarif Trump, lanjut dia, diversifikasi ke pasar nontraditional merupakan kunci, seperti ke Afrika, Timur Tengah, Rusia, dan Asia Tengah.

    “Juga harus terus menjaga pasar tradisional agar jangan turun seperti China, India, Pakistan, dan Uni Eropa yang saat ini sebagai empat besar pasar minyak sawit Indonesia,” tandasnya.

  • Tarif Tambahan Trump akan Diterapkan Jika Anggota BRICS Mengadopsi Kebijakan ‘Anti-Amerika’

    Tarif Tambahan Trump akan Diterapkan Jika Anggota BRICS Mengadopsi Kebijakan ‘Anti-Amerika’

    JAKARTA – Pemerintahan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump tidak akan segera mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen terhadap anggota blok negara BRICS, tetapi akan melanjutkan jika negara-negara mengambil tindakan kebijakan yang disebut “anti-Amerika”, menurut sumber yang mengetahui masalah tersebut.

    Presiden Trump mengatakan pada Hari Minggu, Amerika Serikat akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen pada negara mana pun yang menyelaraskan diri dengan apa yang disebut “kebijakan anti-Amerika” dari kelompok negara berkembang BRICS, yang memicu penyangkalan tajam dari para anggotanya bahwa mereka berorientasi terhadap Amerika Serikat.

    “Ada batasan yang dibuat. Jika keputusan kebijakan yang dibuat bersifat anti-Amerika, maka tarif akan dikenakan,” kata sumber tersebut, yang meminta identitasnya dirahasiakan karena mereka tidak berwenang untuk berbicara mengenai masalah tersebut, melansir Reuters 8 Juli.

    Tidak ada perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Gedung Putih.

    Pengumuman Presiden Trump, yang disampaikan melalui platform media Truth Social miliknya, muncul saat India, Indonesia, dan negara-negara lain dalam kelompok BRICS sedang merundingkan kesepakatan dagang menit terakhir dengan Pemerintah AS menjelang batas waktu 9 Juli saat tarif telah dijadwalkan untuk naik. Tanggal efektif tarif tersebut kini telah ditunda hingga 1 Agustus.

    Para pakar perdagangan mengatakan, ancaman tarif baru tersebut ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan tekanan pada negara-negara yang berusaha menghindari tarif tinggi yang diusulkan Presiden Trump pada bulan April. Banyak anggota BRICS dan negara mitra sangat bergantung pada perdagangan dengan Amerika Serikat.

    Pengumuman Presiden Trump muncul beberapa jam setelah para pemimpin BRICS mengeluarkan pernyataan setebal 31 halaman, yang di dalamnya mereka mengutuk serangan terhadap Gaza dan Iran, menyerukan reformasi terhadap lembaga-lembaga global, dan memperingatkan bahwa tarif sepihak mengancam perdagangan global.

    KTT BRICS pertama pada tahun 2009 dihadiri oleh para pemimpin dari Brasil, Tiongkok, India, dan Rusia, dengan Afrika Selatan bergabung kemudian. Menyusul kemudian Mesir, Ethiopia, Indonesia, Iran, dan Uni Emirat Arab (UEA) serta Arab Saudi, meskipun diterima sebagai anggota, berpartisipasi sebagai negara mitra.

    Negara mitra lainnya termasuk Bolivia, Nigeria, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Uganda.

    Presiden Trump sendiri memiliki hubungan dekat dengan para pemimpin beberapa negara tersebut, seperti Arab Saudi dan UEA dan telah menggembar-gemborkan prospek kesepakatan perdagangan dengan India selama berminggu-minggu.

    Pemerintahannya menyelesaikan kesepakatan perdagangan kerangka kerja dengan Vietnam minggu lalu, dan telah melakukan pembicaraan tentang perjanjian serupa dengan Thailand.

    Dalam pernyataan para pemimpin BRICS Hari Minggu, mereka mengutuk serangan terhadap Gaza dan Iran oleh Israel, sekutu AS, dan menyerukan reformasi terhadap lembaga-lembaga global, memperingatkan bahwa peningkatan “tarif unilateral dan tindakan non-tarif” mengancam perdagangan global.

    Tidak segera jelas apakah ancaman tarif terbaru Presiden Trump akan menggagalkan pembicaraan perdagangan yang sedang berlangsung dengan India, Indonesia, dan negara-negara BRICS lainnya.

    Indonesia, yang ingin menghindari ancaman tarif sebesar 32 persen, akan menandatangani perjanjian senilai 34 miliar dolar AS dengan mitra-mitra AS minggu ini dan telah menawarkan untuk memangkas bea masuk atas impor utama dari Amerika Serikat menjadi “mendekati nol” dan membeli gandum AS senilai 500 juta dolar AS.

  • Prabowo Hadir di KTT BRICS 2025, Fahira Idris Beri Enam Catatan untuk Memaksimalkan Keanggotaan Indonesia

    Prabowo Hadir di KTT BRICS 2025, Fahira Idris Beri Enam Catatan untuk Memaksimalkan Keanggotaan Indonesia

    Kedua, diversifikasi investasi dan perdagangan. Indonesia harus menghindari ketergantungan pada satu negara anggota BRICS. Pendekatan yang seimbang terhadap investasi dari India, Rusia, Brasil, dan anggota lain perlu didorong, sambil meningkatkan nilai tambah ekspor, bukan hanya bahan mentah.

    Ketiga, penguatan industri domestik dan teknologi nasional. Agar tidak sekadar menjadi pasar, Indonesia harus mempercepat pengembangan industri bernilai tambah dan mendorong transfer teknologi melalui kerja sama riset dengan negara BRICS.

    Keempat, meningkatkan peran aktif dalam BRICS. Indonesia perlu mengusulkan dan terlibat dalam inisiatif strategis BRICS, seperti penguatan sistem pembayaran alternatif dan pembentukan platform kerja sama energi hijau. Keikutsertaan aktif akan memastikan kepentingan Indonesia terdengar dan dihormati.

    Kelima, menjaga konsistensi strategi Indo-Pasifik. Keterlibatan dalam BRICS harus tetap sinkron dengan kepentingan Indonesia di kawasan Indo-Pasifik. Hubungan erat dengan ASEAN, Jepang, Australia, dan AS tetap krusial demi menjaga keseimbangan kekuatan regional.

    Keenam, mengoptimalkan soft power Indonesia. Peran Indonesia sebagai negara muslim terbesar, pemimpin di Asia Tenggara, dan promotor diplomasi damai dapat menjadi modal penting dalam memediasi perbedaan pandangan antar anggota BRICS dan memperkuat peran Indonesia sebagai “jembatan global”.

    “Dengan strategi yang cermat, diplomasi yang fleksibel, dan kebijakan ekonomi yang berorientasi jangka panjang, Indonesia bukan hanya akan mendapatkan manfaat dari keanggotaan BRICS, tetapi juga akan berperan aktif membentuk masa depan BRICS itu sendiri,” pungkas Fahira Idris. (fajar)

  • Binaragawan ‘Hulk’ Tewas gegara Suntik Pembesar Otot, Organ Tubuhnya Rusak Parah

    Binaragawan ‘Hulk’ Tewas gegara Suntik Pembesar Otot, Organ Tubuhnya Rusak Parah

    Jakarta

    Binaragawan di Rusia meninggal dunia pada usia 35 tahun setelah menyuntik dirinya sendiri dengan ‘pembesar otot’. Insiden ini dialami oleh Nikita Tkachuk yang kerap mendapat julukan ‘Hulk’.

    Diketahui, otot Tkachuk membesar hingga ukuran yang sangat besar berkat suntikan bahan kimia. Meski berbahaya, ada sebuah kontrak ketat yang membuatnya tidak diizinkan untuk berhenti melakukannya.

    Tkachuk pun dilarikan ke perawatan intensif dengan kondisi gagal paru-paru dan ginjal. Ia juga mengalami koma yang diinduksi secara medis setelah mengalami serangan jantung.

    Namun, istrinya yang bernama Maria Tkachuk (36) menyampaikan berita duka. Ia mengatakan suaminya itu telah meninggal dunia karena kegagalan organ.

    “Nikita, suamiku tercinta, telah meninggal. Ginjalnya gagal, (ia mengalami) edema paru, dan jantungnya berhenti berdetak,” kata Maria yang dikutip dari The Sun, Selasa (8/7/2025).

    “Banyak sekali cobaan selama bertahun-tahun. Kekuatannya sudah habis. Tidak ada kata lain untuk saat ini, hanya syok,” sambungnya.

    Selama hidupnya, Nikita Tkachuk memenangkan gelar Master of Sports di Rusia saat usia 21 tahun. Dengan deadlift seberat 350 kg, squat seberat 360 kg, dan bench press seberat 210 kg.

    Namun, ia mulai beralih ke suntikan synthol dan menandatangani kontrak dengan perusahaan farmasi untuk mengiklankan produk mereka. Ototnya pun membengkak hingga ukuran yang tidak masuk akal, tetapi ia dilarang untuk menghentikan suntikan karena kontrak tersebut.

    Kesehatan Tkachuk mulai memburuk dan semakin memburuk setelah ia terinfeksi virus Corona. Paru-parunya mengalami ‘penyakit autoimun’ dan kakinya membengkak karena pembentukan kalsium.

    “Pembentukan yang sama ditemukan di area sendi pinggul. Mereka melakukan MRI dan menyadari bahwa pembuluh darah dan ginjal tersumbat oleh kalsium,” tulisnya dalam sebuah postingan di Instagram pribadinya.

    Sempat menyesal suntik pembesar otot

    Tkachuk didiagnosis mengidap sarkoidosis, yakni kondisi butiran kecil sel imun padat terbentuk di berbagai organ. Ia pun menjalani beberapa operasi dan mencoba kembali berlatih.

    Namun, dua tahun lalu Tkachuk mengaku sangat menyesal telah menyuntikkan synthol ke tubuhnya. Ia memohon agar tidak ada orang lain yang mengikuti jejaknya.

    “Saya sarankan Anda untuk berpikir lagi, menimbang semuanya, memikirkannya. Saya tidak mengerti, jika lengan Anda berukuran 45-50 cm, apa yang akan berubah dalam hidup Anda? Anda akan kehilangan kesehatan dan itu tidak sepadan,” beber Tkachuk.

    “Jika saya bisa kembali ke tahun 2015-2016, saya tidak akan melakukannya. Pada dasarnya, saya telah menghancurkan seluruh karier olahraga saya. Jika saya tidak melakukan suntikan dan tetap menekuni binaraga, saya pikir akan berada pada level kompetitif yang cukup tinggi,” lanjutnya.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/kna)

  • Pengusaha Sawit Was-was Ekspor CPO Turun Imbas Tarif Trump 32%

    Pengusaha Sawit Was-was Ekspor CPO Turun Imbas Tarif Trump 32%

    Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebut kinerja ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) berpotensi menurun imbas kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang tetap mengenakan tarif resiprokal sebesar 32% terhadap Indonesia.

    Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan bahwa ekspor minyak sawit Indonesia ke AS terus meningkat selama lima tahun terakhir.

    Adapun, volume ekspor tertinggi terjadi pada 2023, yakni mampu mencapai 2,5 juta ton. Sayangnya, volumenya turun menjadi 2,2 juta ton pada 2024 dengan pangsa pasar CPO adalah 89%.

    “Apabila tarif [AS terhadap Indonesia] tetap 32%, ada kemungkinan ekspor [CPO] akan menurun, besarnya berapa belum tahu,” kata Eddy kepada Bisnis, Selasa (8/7/2025).

    Menurut Eddy, importir di Negara Paman Sam akan mengalihkan pasar ke negara dengan tarif lebih rendah, seperti Malaysia, imbas adanya tarif tinggi ini.

    Sebagai pembanding, Trump mengumumkan pengenaan tarif 25% untuk Malaysia. Besaran tarifnya lebih rendah dibandingkan Indonesia sebesar 32%.

    “Yang paling mungkin importir di AS akan bergeser ke negara lain seperti Malaysia dan negara-negara di Amerika Latin, karena tarif mereka di bawah Indonesia,” ujarnya.

    Meski begitu, Eddy menyebut tren ekspor CPO Indonesia belum tentu akan terus menurun ke depan. Kondisi ini tergantung pada kondisi minyak nabati lain, seperti minyak kedelai hingga minyak bunga matahari.

    “Belum tentu trennya turun terus, tergantung minyak nabati lain. Apabila supply mereka kurang, maka permintaan minyak sawit akan meningkat,” terangnya.

    Menurutnya, harga minyak sawit harus kompetitif dibandingkan minyak nabati lain. Sebab, harga yang kompetitif akan mempengaruhi kinerja ekspor CPO ke depan.

    “Jangan sampai harga minyak sawit lebih mahal dari minyak nabati lain seperti bunga matahari dan minyak kedelai seperti di tahun 2024 dan di awal 2025 [sampai April], ini juga akan menurunkan ekspor minyak sawit,” jelasnya.

    Adapun untuk menghadapi tarif Trump, Eddy menyebut diversifikasi ke pasar nontraditional harus terus dilakukan, seperti ke Afrika, Timur Tengah, Rusia, dan Asia Tengah.

    “Juga harus terus menjaga pasar traditional agar jangan turun seperti China, India, Pakistan dan Uni Eropa yang saat ini sebagai empat besar pasar minyak sawit Indonesia,” tuturnya.

    Untuk diketahui, Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk mengenakan tarif resiprokal 32% terhadap Indonesia, alias tidak mengalami perubahan.

    Keputusan tersebut tertuang dalam surat tarif yang ditujukan Trump kepada Presiden Prabowo Subianto yang yang diunggah di akun Truth Social @realDonaldTrump pada Selasa (8/7/2025).

    Kepala Negara AS itu juga mengunggah surat terbuka penetapan tarif ke berbagai negara. Dalam surat tersebut, Trump menyebut pihak AS telah memutuskan untuk melanjutkan kerja sama dengan Indonesia, namun hanya dalam kerangka perdagangan yang lebih seimbang dan adil.

    “Mulai Agustus 2025, AS akan memberlakukan tarif sebesar 32% terhadap seluruh produk Indonesia yang masuk ke pasar AS, terpisah dari tarif sektoral lainnya. Produk yang dialihkan (transshipped) untuk menghindari tarif yang lebih tinggi akan tetap dikenakan tarif sesuai dengan kategori tertingginya,” demikian kutipan surat tersebut.

    Dia menjelaskan, tarif ini diperlukan untuk memperbaiki kondisi defisit perdagangan yang tidak berkelanjutan, yang selama ini disebabkan oleh kebijakan tarif, nontarif, serta hambatan perdagangan dari pihak Indonesia.

    “Sayangnya, hubungan dagang ini sejauh ini belum bersifat timbal balik,” terangnya.

    Menurutnya, pengenaan tarif 32% itu sebenarnya jauh lebih rendah dari tarif yang diperlukan untuk menutup kesenjangan defisit perdagangan AS dengan Indonesia.

    Dia menambahkan, tarif ini tidak akan berlaku jika Indonesia, atau perusahaan-perusahaan dari Indonesia, memutuskan untuk membangun fasilitas produksi di AS.

    Bukan hanya itu, Trump juga menyebut AS bakal membantu mempercepat proses perizinan secara profesional dan efisien dalam hitungan minggu.

    Selain itu, AS dapat mempertimbangkan penyesuaian tarif jika Indonesia bersedia membuka akses pasar dan menghapus kebijakan tarif maupun nontarif terhadap AS. Dia menyebut, besaran tarif dapat dinaikkan atau diturunkan, tergantung pada perkembangan hubungan bilateral Indonesia—AS. 

    Bahkan, Trump juga mengancam Indonesia untuk menambah tarif tersebut jika Indonesia melakukan retaliasi dagang. “Apabila Indonesia memutuskan untuk menaikkan tarif atas produk Amerika Serikat, maka besaran kenaikan tersebut akan langsung ditambahkan pada tarif 32% yang telah kami tetapkan,” tandasnya.

  • Video: Rusia Gempur Ukraina Dengan Serangan Terbesar Sejak 2022

    Video: Rusia Gempur Ukraina Dengan Serangan Terbesar Sejak 2022

    Jakarta, CNBC Indonesia – Serangan udara Rusia kembali mengguncang Ukraina pada Senin (07/07/2025) dini hari waktu setempat. Sedikitnya 4 orang tewas dan lebih dari 30 lainnya luka-luka, akibat rentetan serangan drone yang menghantam sejumlah kota besar.

    Selengkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia (Selasa, 08/07/2025) berikut ini.

  • Trump Akan Kirim Lebih Banyak Senjata ke Ukraina, Kok Berubah?

    Trump Akan Kirim Lebih Banyak Senjata ke Ukraina, Kok Berubah?

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa negaranya akan mengirim senjata tambahan ke Ukraina, setelah Gedung Putih mengumumkan penghentian beberapa pengiriman senjata untuk Ukraina minggu sebelumnya.

    “Kita harus mengirim lebih banyak senjata — terutama senjata pertahanan,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih, dilansir dari kantor berita AFP, Selasa (8/7/2025).

    “Mereka sangat, sangat terpukul,” katanya tentang Ukraina, sambil mengatakan bahwa dia “tidak senang” dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Putin melancarkan invasi skala penuh ke negara tetangganya, Ukraina pada tahun 2022 dan telah menunjukkan sedikit keinginan untuk mengakhiri konflik tersebut, meskipun ada tekanan dari Trump.

    Ukraina tengah berjuang menghadapi beberapa serangan rudal dan drone besar-besaran Rusia dalam perang yang telah berlangsung selama tiga tahun tersebut. Penghentian penyediaan amunisi berpotensi menjadi tantangan serius bagi Ukraina.

    Sebelumnya di bawah pemerintahan mantan presiden Joe Biden, Washington berkomitmen untuk menyediakan bantuan militer senilai lebih dari US$65 miliar bagi Ukraina.

    Namun Trump — yang sejak lama skeptis terhadap bantuan untuk Ukraina — belum mengikutinya, dan tidak mengumumkan paket bantuan militer baru untuk Kyiv sejak ia menjabat pada bulan Januari tahun ini.

    Gedung Putih mengatakan minggu lalu bahwa mereka menghentikan beberapa pengiriman senjata utama ke Ukraina yang dijanjikan semasa pemerintahan Joe Biden, tanpa memberikan rincian tentang program senjata mana yang terpengaruh.

    Dikatakan bahwa keputusan itu diambil setelah peninjauan kebutuhan pertahanan AS dan bantuan militernya ke negara-negara asing.

    Sebelum pernyataan terbaru Trump tersebut, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pertahanan udara tetap menjadi “prioritas utama untuk melindungi nyawa”, dan negaranya mengandalkan mitra-mitra untuk “benar-benar memenuhi apa yang telah kita sepakati”.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Emma Raducanu Dkk Kecam Penerapan Wasit AI di Ajang Tenis Wimbledon

    Emma Raducanu Dkk Kecam Penerapan Wasit AI di Ajang Tenis Wimbledon

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah pemain tenis mengkritik hakim garis kecerdasan buatan (AI) yang diterapkan pada kejuaraan tenis Wimbledon baru-baru ini.

    Kritik terhadap teknologi Electronic Line Calling system (ELC) dipicu karena kesalahan keputusan yang dibuatnya, yang menyebabkan sejumlah pemain kehilangan poin.

    Salah satu petenis yang mengkritik sistem ini adalah Emma Raducanu. Menurutnya, ELC salah membaca situasi ketika lawannya memukul bola yang seharusnya out, malah dinyatakan in. Padahal dalam tayangan ulang televisi, bola memang terlihat keluar.

    “Turnamen ini agak mengecewakan, karena keputusan bisa sangat salah, walaupun sebagian besar tidak. Hanya saja, saya juga mengalami beberapa keputusan yang sangat salah dalam pertandingan saya yang lain” Kata Raducanu mengkritisi keputusan sistem ELC yang merugikannya, dikutip dari The Guardian.

    Di pertandingan yang lain, petenis Ben Shelton harus mempercepat pertandingannya setelah diberi tahu bahwa sistem AI tersebut akan berhenti bekerja karena sinar matahari yang redup.

    Puncaknya adalah pada Minggu (06/07/25) di pertandingan antara petenis Inggris, Sonay Kartal melawan petenis Rusia Anastasia Pavlyuchenkova. 

    Ketika Anastasia tengah mempertahankan game pointnya, pukulan backhand dari Kartal jelas melambung tetapi tidak dinyatakan out. Terungkap bahwa beberapa kamera ELC di sisi lapangan Anastasia tidak berfungsi selama beberapa saat.

    Wasit sampai harus turun tangan menghentikan reli, kemudian memberi tahu para pemain untuk mengulang poin tersebut karena ELC gagal melacak poin tersebut.

    Wimbledon meminta maaf, dengan mengatakan bahwa itu adalah kesalahan manusia, dan bahwa ELC tidak sengaja dimatikan selama pertandingan.

    Ketua All England Club, organisasi penyelenggara kejuaraan Wimbledon, Debbie Jevans menanggapi sejumlah kritik terhadap teknologi tersebut

    “Ketika kami memiliki hakim garis, kami terus-menerus ditanya mengapa kami tidak menggunakan panggilan garis elektronik karena panggilan garis elektronik lebih akurat daripada panggilan garis elektronik lainnya.” Kata Debbie, dilansir Techcrunch.

    Sebetulnya teknologi ELC sudah lama digunakan dalam turnamen tenis profesional, itu berawal dari Next Gen ATP pada 2018 dan hingga saat ini terus digunakan termasuk pada seri lapangan tanah liat. HAnya French Open yang menjadi satu-satunya turnamen yang masih melibatkan hakim garis manusia.

    Reaksi sebagian besar petenis pun sebetulnya positif, sebab menurut mereka, apabila ELC diterapkan di seri lapangan keras, akurasinya lebih tinggi. Lain hal ketika diterapkan di lapangan tanah liat, ketika sejumlah petenis frustrasi dengan perbedaan antara tanda bola dengan penilaian ELC.

    Hal tersebut mengungkapkan adanya gesekan dalam mengganti manusia sepenuhnya dengan AI, yang menjadi dasar mengapa keseimbangan manusia dan AI sangat diperlukan, mengingat di masa kini, banyak organisasi berbondong-bongong mengadopsi teknologi kecerdasan buatan. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)