Negara: Rusia

  • Dunia Waspada! Rusia Tinggal “Sejengkal” Luncurkan Senjata Nuklir

    Dunia Waspada! Rusia Tinggal “Sejengkal” Luncurkan Senjata Nuklir

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia dinilai memiliki dorongan kuat untuk meningkatkan penggunaan senjata nuklir berkekuatan lebih besar di tengah penguatan pertahanan udara dan persenjataan rudal oleh negara-negara Barat. Analisis ini disampaikan Royal United Services Institute (RUSI), lembaga kajian pertahanan asal Inggris.

    Dalam laporan terbarunya pada Selasa, RUSI menyebut “strategi nuklir Rusia tampaknya berada di titik kritis”. Laporan itu menyebut Moskow meyakini kemampuan Washington dan sekutu NATO untuk melumpuhkan serangan nuklir Rusia makin meningkat, khususnya dengan penguatan pertahanan udara dan persenjataan rudal jarak menengah.

    Kondisi tersebut menciptakan dorongan bagi Kremlin untuk menggunakan senjata nuklir dalam skala lebih besar daripada konsep “serangan terukur” yang sebelumnya menjadi bagian strategi mereka.

    Presiden Rusia Vladimir Putin telah menempatkan pasukan penangkal nuklir dalam siaga tinggi sejak invasi ke Ukraina pada awal 2022. Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov bahkan pernah menyebut risiko konflik nuklir kini “sangat besar”.

    Bulan ini, pejabat Rusia menyatakan tidak lagi terikat pada pembatasan rudal nuklir maupun konvensional jarak pendek-menengah. Putin juga mengumumkan rencana mengirim rudal balistik jarak menengah Oreshnik ke Belarus pada akhir 2025, usai uji coba ke Ukraina pada November 2024.

    AS dan Rusia menguasai sekitar 90% persenjataan nuklir dunia. Berdasarkan perkiraan Barat, Rusia memiliki 1.000-2.000 hulu ledak nuklir taktis, sementara AS hanya sekitar 200, dengan separuhnya ditempatkan di Eropa.

    Senjata strategis seperti rudal balistik antarbenua, rudal dari kapal selam, dan pesawat pengebom masih dibatasi oleh perjanjian New START yang akan berakhir pada 2026. Namun, perjanjian penting lain seperti INF (Intermediate-Range Nuclear Forces Treaty) telah berakhir sejak 2019, setelah AS keluar dan menuduh Rusia melanggar kesepakatan.

    Sejak itu, kedua negara sama-sama mengembangkan dan menempatkan kembali rudal jarak menengah. AS bahkan telah mengerahkan sistem Mid-Range Capability ke Filipina utara.

    “Banyak ide paling berbahaya dari Perang Dingin sedang dibangkitkan kembali: senjata berdaya ledak rendah untuk perang nuklir terbatas, rudal raksasa yang bisa menghancurkan beberapa target sekaligus, hingga pengerahan kembali rudal yang dulu sudah dilarang,” tulis Jon Wolfsthal, Hans Kristensen, dan Matt Korda dari Federasi Ilmuwan Amerika dalam opini di Washington Post, Juni lalu.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Suka Tak Suka, Trump Bisa Raih Nobel karena Damaikan 7 Konflik Bumi

    Suka Tak Suka, Trump Bisa Raih Nobel karena Damaikan 7 Konflik Bumi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali masuk bursa calon penerima Hadiah Nobel Perdamaian. Sejumlah pemimpin dunia resmi mengajukan atau menjanjikan nominasi bagi Trump atas perannya dalam memediasi berbagai konflik internasional.

    Terbaru, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengirim surat nominasi ke Komite Nobel Perdamaian Norwegia, mengakui “kenegarawanan luar biasa” Trump dalam menghentikan bentrokan perbatasan Thailand-Kamboja pada akhir Juli. Konflik lima hari itu menewaskan lebih dari 40 orang dan memaksa 300.000 warga mengungsi.

    “Intervensi tepat waktu ini, yang mencegah konflik berpotensi menghancurkan, sangat penting dalam mencegah jatuhnya banyak nyawa dan membuka jalan menuju pemulihan perdamaian antara kedua negara,” ujar Hun Manet, seperti dikutip Newsweek, Rabu (13/8/2025).

    “Upaya konsistennya untuk mencapai perdamaian melalui diplomasi sangat sejalan dengan visi Alfred Nobel,” tambahnya.

    Menurut Reuters, Trump menekan Hun Manet dan Penjabat PM Thailand Phumtham Wechayachai dengan mengatakan tidak akan ada kemajuan dalam negosiasi tarif perdagangan hingga konflik dihentikan. Gencatan senjata dicapai pada 28 Juli, disusul perjanjian damai rinci pada 7 Agustus.

    Dukungan bagi Trump juga datang dari Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev usai pertemuan puncak di Washington pada 8 Agustus yang menghasilkan kesepakatan bersejarah mengakhiri konflik Nagorno-Karabakh. Kesepakatan ini mencakup pembukaan koridor transit “Trump Route for International Peace and Prosperity (TRIPP)” di Armenia.

    “Sebagai negara yang berperang selama lebih dari tiga dekade, memiliki tanda tangan bersejarah ini sungguh sangat berarti,” kata Aliyev. “Ini adalah hasil nyata dari kepemimpinan Presiden Trump, dan tak seorang pun dapat mencapainya.”

    Sementara Pashinyan menambahkan bahwa ia akan “mendukung penuh” nominasi Nobel untuk Trump.

    Dari Afrika, Brice Oligui Nguema, Presiden Gabon, dan Menteri Luar Negeri Rwanda Olivier Nduhungirehe juga tercatat memberi dukungan. Olivier memuji peran Trump dalam mendorong kesepakatan damai antara Rwanda dan Republik Demokratik Kongo.

    Di Timur Tengah, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerahkan surat nominasi langsung ke Trump saat berkunjung ke Gedung Putih pada Juli. Sementara itu, pemerintah Pakistan secara resmi mengajukan nominasi atas “intervensi diplomatik tegas” Trump selama konflik empat hari dengan India, meski India membantah klaim tersebut.

    Gedung Putih mengeklaim Trump telah membantu mengakhiri atau meredakan sedikitnya enam konflik global lain, termasuk Israel-Iran, Serbia-Kosovo, dan Mesir-Etiopia.

    “Satu kesepakatan damai per bulan,” kata juru bicara Karoline Leavitt.

    Pengumuman pemenang Hadiah Nobel Perdamaian dijadwalkan pada Oktober. Meski mendapat dukungan internasional, Trump menyatakan pesimistis.

    “Apapun yang saya lakukan, mereka tidak akan memberikannya,” ujarnya. “Saya tidak berpolitik untuk itu. Banyak orang yang berpolitik.”

    Adapun masih ada sejumlah konflik yang justru memberikan sentimen negatif terkait potensi pemberian Nobel Perdamaian, yakni perang Rusia-Ukraina yang masih menyisakan tanda tanya apakah peran Trump akan mampu mengakhiri konflik atau memperburuknya.

    Sikap Trump atas konflik Gaza juga bisa menjadi ganjalan, mengingat sikap kerasnya mendukung Israel yang dinilai banyak negara melakukan genosida.

    Komite Nobel menerima ratusan nominasi setiap tahun dan tidak akan mengungkapkan daftar resmi nominasi hingga 50 tahun mendatang.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Eddy Soeparno Dorong Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di RI

    Eddy Soeparno Dorong Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di RI

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN Eddy Soeparno terus mendorong percepatan implementasi energi terbarukan di Indonesia, termasuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Hal ini sebagai bagian dari strategi transisi energi nasional untuk menghadapi tantangan perubahan iklim.

    Hal itu ia sampaikan dalam Forum Diskusi Aktual bertema ‘Urgensi Transisi Energi Mencegah Dampak Perubahan Iklim’ yang digelar di Ruang Rapim, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

    Acara ini dihadiri jajaran direksi PT PLN (Persero), seperti Direktur Teknologi, Engineering, dan Keberlanjutan Evy Haryadi; Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan Suroso Isnandar; EVP Pengembangan Bisnis dan Investasi Abdan Hanif Satria; dan EVP Energy Transition and Sustainability Kamia Handayani. Selain Direksi PLN, hadir pula dalam acara tersebut perwakilan dari Tony Blair Institute (TBI).

    Doktor Ilmu Politik UI ini menjelaskan pertemuan MPR RI bersama PLN dan TBI merupakan kelanjutan dari pertemuan sebelumnya bersama Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.

    “Pertemuan bersama Pak Hasyim dan Mr. Tony Blair di antaranya membahas peluang kerja sama untuk mempercepat transisi energi, termasuk program waste to energy yang saat ini regulasinya tengah direvisi,” ungkap Eddy dalam keterangannya, Rabu (13/8/2025).

    “Saya hadirkan Tony Blair Institute di sini agar bisa memberikan pandangan terkait program transisi energi di Indonesia. Termasuk penanganan sampah, pengembangan ekonomi karbon, hingga penguatan strategi energi terbarukan,” lanjutnya.

    Eddy yang juga Waketum PAN ini menilai pengalaman internasional TBI, khususnya dalam pengembangan tenaga nuklir dan diplomasi geopolitik, dapat mendukung PLN merancang kebijakan strategis di bidang nuklir.

    Tony Blair Institute (TBI), lanjut Eddy, adalah salah satu organisasi non profit yang banyak membantunya di MPR merumuskan berbagai kajian strategis di bidang ekonomi karbon dan transisi energi. Institusi lainnya yang juga berkolaborasi adalah Indonesia Carbon Capture and Storage Center (Indonesia CCS Center).

    “Indonesia CCS Center membantu saya dalam revisi Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon, serta mendorong perjanjian lintas batas (cross-border agreement) terkait penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS) antara lain dengan Singapura dan Korea Selatan,” jelasnya.

    Sementara itu, Direktur Teknologi, Engineering, dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi, mengatakan pengembangan PLTN di Indonesia masih berada di tahap awal studi kelayakan. PLN, kata dia, telah menjalin dialog dengan sejumlah pihak seperti Rosatom, NuScale, dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) untuk mempelajari pengalaman negara lain.

    Evy menilai nuklir menjadi salah satu solusi penting dalam penyediaan energi bersih. “Energi lain seperti panas bumi dan hidro masih punya tantangan besar. Panas bumi terkendala pendanaan karena risiko pengeboran, sedangkan hidro memiliki isu keberlanjutan lingkungan,” jelasnya.

    Secara khusus Eddy Soeparno mendorong PLN untuk memperkuat sosialisasi kepada publik untuk mengubah persepsi bahwa nuklir identik dengan bencana.

    “Negara seperti Uni Emirat Arab misalnya yang membutuhkan dua tahun untuk kampanye edukasi hingga ke sekolah dasar sebelum membangun PLTN.

    “Edukasi publik ini penting, agar masyarakat memahami manfaat nuklir, tidak hanya risikonya. Dukungan penuh dari kami untuk edukasi ini agar target net zero emission 2060 tercapai,” pungkas Eddy.

    Lihat juga Video ‘Rusia Klaim Ukraina Serang Pembangkit Nuklir di Zaporizhzhia’:

    (akd/akd)

  • Aplikasi Pengganti WhatsApp Ramai di 2025, Kenapa Banyak Orang Pindah?

    Aplikasi Pengganti WhatsApp Ramai di 2025, Kenapa Banyak Orang Pindah?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pengguna aktif Telegram sudah menembus angka 1 miliar pada Maret 2025. Pencapaian tersebut makin mendekatkan Telegram untuk menantang dominasi WhatsApp.

    Sebagai perbandingan, pengguna aktif WhatsApp saat ini lebih dari 2 miliar dan diprediksi akan mencapai 3 miliar pada akhir 2025.

    Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov, pada Maret lalu juga mengumumkan profit perusahaan sebesar US$547 sepanjang tahun 2024. 

    “Di atas kami ada WhatsApp, layanan murah yang meniru Telegram. Selama bertahun-tahun, WhatsApp berupaya mengikuti inovasi kami sembari membakar uang miliaran dolar AS untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat pertumbuhan kami,” kata Pavel Durov, dikutip dari TechCrunch, beberapa saat lalu.

    “Mereka [WhatsApp] gagal. Telegram bertumbuh, meraup keuntungan, dan mempertahankan kemandirian kami,” ia menambahkan.

    Dikutip dari DemandSage, 10 juta orang telah berlangganan layanan berbayar Telegram Premium. India menjadi negara yang paling banyak menggunakan Telegram dengan porsi 45% dari total pengguna. Sementara itu, hanya 9% pengguna Telegram yang datang dari AS.

    Sebanyak 53,2% pengguna Telegram berasal dari kelompok usia 25-44 tahun. Lebih banyak pria daripada perempuan yang menggunakan Telegram, dengan proporsi 58% berbanding 42%.

    Secara rata-rata, pengguna Telegram menghabiskan waktu 3 jam 45 menit per bulan untuk mejajal aplikasi tersebut. Memang durasi tersebut masih jauh di bawah WhatsApp yang rata-rata diakses 17 jam 6 menit per bulan, menurut laporan DemandSage.

    Saat melaporkan pengguna aktif Telegram sebanyak 900 juta pada 2024 lalu, Durov mengatakan perusahaan menghadapi tekanan dari berbagai negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu.

    Bahkan, Durov sempat ditahan di Prancis pada Agustus 2024 atas tuduhan keterlibatan dalam mendistribusikan pornografi anak, obat-obatan terlarang, dan perangkat lunak peretasan pada aplikasi pesan singkat Telegram.

    Tak sampai sepekan pasca ditangkap, Duvol dibebaskan bersyarat. Ia juga diminta membayar uang jaminan senilai 5 juta euro. Sejak saat itu, Telegram mulai melakukan penyesuaian dengan meningkatkan moderasi konten di dalam platform.

    Kendati demikian, Durov menekankan netralitas platformnya dari konflik geopolitik. Saat Rusia menginvasi Ukraina pada 2022 lalu, Telegram menjadi salah satu sumber informasi yang tak menyaring konten-konten di dalamnya.

    Meski dinilai transparan, tetapi banyak juga konten bermuatan disinformasi yang tersebar di platform tersebut. Durov menjamin sistem enkripsi pada Telegram akan membuat pertukaran informasi di dalamnya benar-benar terlindungi dan bebas intervensi pemerintah.

    “Saya lebih baik bebas ketimbang tunduk pada perintah siapa pun,” ujarnya pada 2024 sebelum ditangkap.

    Menurut Pavel, ada berbagai cara yang dilancarkan pemerintah untuk mengelabui enkripsi Telegram. Salah satunya datang dari FBI.

    Ia mengatakan FBI pernah mencoba merekrut engineer Telegram untuk membobol backdoor platformnya. FBI tak berkomentar soal tuduhan ini.

    Namun, ia mengatakan tekanan untuk menjunjung kebebasan perbedapat dan berkekspresi sebenarnya tak hanya datang dari pemerintah. Tantangan itu justru lebih banyak datang dari rivalnya seperti Apple dan Alphabet.

    “Dua platform tersebut benar-benar bisa menyensor apa saja yang Anda baca, serta mengakses semua yang ada di smartphone Anda,” kata dia.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Putin Telepon Kim Jong Un Sebelum Bertemu Trump, Bahas Apa?

    Putin Telepon Kim Jong Un Sebelum Bertemu Trump, Bahas Apa?

    Moskow

    Presiden Rusia, Vladimir Putin, melakukan percakapan telepon dengan pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong Un, sebelum pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, digelar di Alaska pada Jumat (15/8) mendatang. Apa yang dibahas keduanya?

    Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia, seperti dilansir Reuters, Rabu (13/8/2025), mengungkapkan bahwa Putin memberikan informasi terbaru mengenai rencana pembicaraan antara dirinya dan Trump pekan ini.

    Kantor berita resmi Korut, Korean Central News Agency (KCNA), juga melaporkan soal percakapan telepon kedua pemimpin itu, namun tanpa menyebutkan soal rencana pertemuan Putin-Trump.

    Kim Jong Un dan Putin, menurut laporan KCNA, membahas perkembangan hubungan kedua negara di bawah perjanjian kemitraan strategis yang ditandatangani tahun lalu.

    Disebutkan oleh KCNA dalam laporannya bahwa kedua pemimpin “menegaskan tekad mereka untuk memperkuat kerja sama di masa depan”.

    Putin, sebut laporan KCNA, menyampaikan apresiasinya atas bantuan Korut dalam “membebaskan” wilayah Kursk di Rusia bagian barat dalam perang melawan Ukraina.

    Disebutkan juga bahwa Putin juga mengapresiasi “keberanian, kepahlawanan, dan semangat pengorbanan diri yang ditunjukkan oleh para personel Tentara Rakyat Korea” — nama resmi militer Korut.

    Berdasarkan laporan intelijen Korea Selatan (Korsel), Korut telah mengirimkan lebih dari 10.000 tentaranya untuk mendukung operasi militer Rusia di bagian barat wilayahnya dalam konflik dengan Ukraina.

    Laporan intelijen Seoul menambahkan bahwa Pyongyang diyakini sedang merencanakan pengerahan pasukan lainnya ke Rusia.

    Sementara itu, pertemuan puncak antara Trump dan Putin yang dijadwalkan pada Jumat (15/8) di Alaska akan membahas perang Ukraina yang berkecamuk sejak Februari 2022, yang dipicu oleh invasi skala besar oleh Moskow. Pertemuan itu menjadi bagian dari upaya Trump untuk mengakhiri perang tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Layanan Seluler Starlink Meluncur Tahun Ini di Ukraina, Telah Lolos Uji Coba

    Layanan Seluler Starlink Meluncur Tahun Ini di Ukraina, Telah Lolos Uji Coba

    Bisnis.com, JAKARTA — Operator seluler terbesar milik Ukraina, Kyivstar berhasil melakukan uji lapangan pertama teknologi satelit langsung ke seluler Starlink di Eropa Timur pada Selasa (12/8/2025).

    “Uji coba berlangsung di wilayah Zhytomyr menggunakan teknologi langsung ke seluler Starlink,” kata pihak Kyivstar, dilansir Reuters, Rabu (13/8/2025).

    Saat uji lapangan tersebut dilakukan, CEO Kyivstar, Oleksandr Komarov dan Menteri Transformasi Digital Ukraina, Mykhailo Fedorov bertukar pesan melalui smartphone biasa.

    Uji lapangan teknologi satelit langsung ke seluler tersebut bertujuan untuk menyediakan konektivitas andal saat jaringan terestrial tidak tersedia selama konflik Ukraina-Rusia masih terus berlangsung.

    Teknologi komunikasi satelit menjadi aset penting bagi Ukraina yang masih dilanda perang dan Rusia menyerang infrastruktur di sana, yang pada akhirnya mengganggu komunikasi.

    Satelit yang diluncurkan Kyivstar dilengkapi dengan modem seluler canggih yang berfungsi seperti menara seluler di luar angkasa, memancarkan sinyal langsung ke smartphone di darat.

    Tidak hanya untuk Ukraina, sebetulnya teknologi komunikasi satelit sudah menjadi hal penting bagi masyarakat di dunia secara keseluruhan.

    Para penyedia telekomunikasi mulai beralih ke teknologi tersebut dalam upaya menghapus “zona mati” tanpa koneksi internet, terutama di daerah terpencil yang menghadapi tantangan geografis secara signifikan, atau biaya pemasangan jaringan terestrial yang terlalu mahal.

    Starlink milik SpaceX, yang juga menjadi pelopor internet satelit, telah menandatangani kesepakatan dengan perusahaan telekomunikasi di 10 negara untuk layanan langsung ke seluler. Kyivstar ditetapkan menjadi operator pertama di Eropa yang meluncurkannya.

    Untuk selanjutnya, Kyivstar dan Starlink berencana meluncurkan konektivitas langsung ke seluler secara komersial pada kuartal keempat 2025, dimulai dengan layanan pesan.

    “Data pita lebar satelit seluler direncanakan akan tersedia untuk khalayak yang lebih luas pada awal 2026,” jelas Komarov pada Juli, dikutip dari Reuters.

    CEO Kyivstar tersebut juga mengatakan, infrastruktur telekomunikasi Ukraina mampu bertahan dengan baik di bawah serangan Rusia yang meningkat. 

    Walaupun tahun lalu serangan telah melumpuhkan sekitar setengah kapasitas pembangkit listrik di Ukraina, tetapi, dari segi telekomunikasi, Komarov mengatakan mereka lebih tangguh dengan tetap mampu menjalankan layanan seluler hingga 10 jam selama pemadaman listrik nasional.

    VEON, selaku perusahaan induk Kyivstar juga tengah berdiskusi dengan provider lain, termasuk Project Kuiper milik Amazon, untuk memperluas layanan satelitnya untuk perangkat seluler di luar Ukraina. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Inilah Jurus Jitu China untuk Longgarkan Tarif Trump

    Inilah Jurus Jitu China untuk Longgarkan Tarif Trump

    Jakarta

    Setelah cukup lama diasingkan dari perdagangan global, Cina sekarang menjadi fokus Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memperbaiki ulang hubungan dan mencegah perang tarif baru.

    Pada April 2025, Trump menyatakan Cina sebagai “ancaman terbesar bagi Amerika,” dengan menyebut Beijing telah “menipu” ekonomi terbesar dunia selama puluhan tahun. Kemudian, Trump memberlakukan tarif besar-besaran hingga 145% terhadap produk Cina.

    Namun, beberapa bulan kemudian, sikap Trump berubah. Dia memperpanjang jeda tarif untuk Cina, memuji Presiden Xi Jinping sebagai “pemimpin yang kuat,” dan bahkan mengusulkan ide KTT AS-Cina pada musim gugur 2025 ini.

    Sementara, India dan Brasil justru menghadapi sanksi terberat, dengan tarif hingga 50%, sedangkan tarif Cina dibatasi pada angka yang lebih ringan, yakni 30%.

    Ada sederet alasan Trump memberi kelonggaran pada Cina. Dia ingin menghindari lonjakan tarif menjelang musim belanja akhir tahun, saat para peritel AS mulai mengimpor barang dari Cina. Trump juga sedang mengulur waktu untuk negosiasi kesepakatan dagang yang lebih luas, mencakup teknologi, energi, dan logam tanah jarang.

    Menurut seorang profesor ekonomi di INSEAD Business School, Antonio Fatas, Cina adalah satu-satunya negara yang secara tegas menghadapi kebijakan agresif Washington. Dia menilai strategi Beijing membuat Trump kehilangan daya tawar.

    “Sejak awal, sudah jelas bahwa Cina lebih siap daripada AS untuk menghadapi perang dagang besar-besaran,” kata Fatas kepada DW. “Konsekuensi ekonomi dari perang itu tidak bisa ditanggung oleh pemerintahan Trump.”

    Logam tanah jarang jadi senjata rahasia Cina

    Setelah pengumuman tarif tinggi oleh Donald Trump pada April 2025, Cina memberlakukan pembatasan ekspor terhadap tujuh elemen tanah jarang dan magnet permanen, yang berdampak terhadap industri AS, termasuk sektor otomotif. Cina, menguasai sekitar 60% produksi global dan hampir 90% proses pemurnian logam tanah jarang.

    Merespons itu, Washington juga mendesak pembatasan akses Cina untuk cip canggih kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), serta menekan Beijing agar mengurangi impor minyak dari Rusia, dengan ancaman sanksi sekunder berupa tarif lebih tinggi jika jumlah impor terus meningkat.

    Di sisi lain, Trump mendesak Cina untuk meningkatkan pembelian kedelai AS hingga empat kali lipat, ini adalah sebuah keuntungan bagi petani AS dan upaya pengurangan defisit perdagangan sebesar $295,5 miliar (sekitar Rp4,8 kuadriliun) antara kedua negara pada tahun 2024.

    Cina adalah importir kedelai terbesar di dunia, menyerap lebih dari 60% permintaan global, terutama untuk pakan ternak dan minyak goreng.

    Cina sendiri menginginkan penghapusan tarif Amerika Serikat secara permanen, terutama di sektor teknologi dan manufaktur. Beijing juga menuntut perlindungan bagi perusahaan-perusahaannya dari sanksi AS serta jaminan akses terhadap cip canggih buatan AS.

    Menariknya, pemerintah Cina kini justru secara aktif melarang penggunaan prosesor Nvidia H20, sebuah cip tercanggih AS yang masih diizinkan untuk diekspor ke Cina. Pengamat menilai ini sebagai sinyal bahwa Cina mulai mengurangi ketergantungan pada teknologi tinggi dari AS.

    Fokus Trump ke isu domestik dan Ukraina

    Alicia Garcia-Herrero, pakar ekonomi dari lembaga kajian Bruegel di Brussels mencatat bahwa Trump tengah menghadapi berbagai tantangan, baik dalam negeri maupun geopolitik. Termasuk juga pertemuan damai dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska pada Agustus 2025 ini. Faktor tersebut diduga menjadi alasan Trump memberikan kelonggaran untuk Cina.

    “Trump sudah cukup sibuk… dan tidak punya pilihan selain memberi Cina waktu (lebih) dibanding negara lain,” kata Alicia Garcia-Herrero kepada DW.

    Dengan perpanjangan gencatan tarif hingga awal November 2025, para negosiator kini bisa fokus pada isu-isu paling krusial. Terutama, menghindari kembalinya tarif tiga digit, yaitu 145% untuk barang Cina dan 125% untuk ekspor AS. Kedua pihak sepakat bahwa langkah tersebut akan berdampak buruk secara ekonomi.

    Saat ini, tarif rata-rata Cina berada di angka 30%, jumlah ini terbilang cukup jauh di atas rerata negara lain. Namun, ekspor tembaga dan baja Cina ke AS dikenai tarif hingga 50%.

    India jadi target Trump

    Ketika Cina mendapat kelonggaran, posisi India berubah drastis dari mitra favorit di awal masa jabatan kedua Trump menjadi musuh dagang.India, kini menghadapi tarif hingga 50% dan 25% untuk barang umum, serta tambahan 25% untuk pembelian minyak Rusia yang diperkirakan berlaku mulai 27 Agustus 2025.

    Profesor Fatas mengatakan bahwa “India tidak memiliki ukuran ekonomi sebesar Cina, tidak mengekspor barang penting bagi industri AS, dan tidak punya kekuatan untuk menekan ekonomi AS.” Dia mendorong India untuk bekerja sama dengan sekutu agar bisa menunjukkan kekuatan kolektif dan mendapatkan perlakuan tarif yang lebih baik.

    Meski Cina tampak unggul dalam negosiasi, Han Shen Lin dari The Asia Group mengingatkan agar Beijing tidak lengah. Menurutnya, gaya Trump yang penuh kejutan masih bisa menghadirkan langkah tak terduga.

    “Kita tidak boleh meremehkan kemampuan AS untuk menambah elemen kejutan dalam negosiasi,” kata Han kepada Reuters. “Saya menduga, nilai tawar yang dimiliki AS sebagai pasar konsumen terbesar di dunia, akan menjadi faktor yang membuat negara lain berpikir secara hati-hati.”

    Hindari eskalasi, tekanan ekonomi berlanjut

    Meski sikapnya terhadap Cina melunak, Trump tetap menekan lewat jalur lain. Eksportir Cina mulai mengalihkan barang ke AS melalui negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand, untuk menghindari tarif langsung.

    Sebagai balasan, Trump menetapkan tarif “transshipment” sebesar 40% terhadap semua negara yang dicurigai memfasilitasi impor-ekspor barang Cina. Kebijakan ini mulai berlaku sejak Agustus 2025.

    Dengan negosiasi yang diperkirakan berlanjut hingga tenggat waktu, Garcia-Herrero, memperkirakan akan ada pelonggaran perdagangan yang menguntungkan perusahaan AS, tapi justru bisa merugikan sekutu AS seperti Uni Eropa, Korea Selatan, dan Jepang.

    “Kita mungkin akan melihat kemajuan dalam kontrol ekspor cip canggih dari AS dan mineral tanah jarang dari Cina,” ujarnya kepada DW. “Cina kemungkinan akan mendapat penurunan tarif dasar, sementara perusahaan AS akan mendapat akses pasar yang lebih baik ke pasar Cina, yang merugikan Uni Eropa, Korea Selatan dan Jepang.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rahka Susanto

    (ita/ita)

  • Polandia Usir 63 Warga Ukraina-Belarusia karena Bikin Ribut di Konser

    Polandia Usir 63 Warga Ukraina-Belarusia karena Bikin Ribut di Konser

    Warsawa

    Perdana Menteri (PM) Polandia, Donald Tusk, mengatakan negaranya mengusir sedikitnya 63 warga negara asing (WNA) asal Ukraina dan Belarusia. Pengusiran dilakukan setelah puluhan warga Ukraina dan Belarusia itu memicu keributan di sebuah konser yang berlangsung di Polandia.

    Tusk saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP, Rabu (13/8/2025), mengatakan bahwa orang-orang tersebut berada di balik “kekacauan, perilaku agresif, dan provokasi tertentu” yang terjadi selama konser rapper Belarusia, Max Korzh, digelar di ibu kota Warsawa pada Sabtu (9/8) waktu setempat.

    Tusk menegaskan bahwa sebanyak 57 warga Ukraina dan enam warga Belarusia tersebut “harus meninggalkan negara ini secara sukarela atau secara paksa”.

    Dia menegaskan bahwa setiap orang harus menghormati hukum, apa pun kewarganegaraan mereka.

    “Polandia tidak bisa membiarkan sentimen anti-Ukraina berkobar,” kata Tusk, yang negaranya telah menjadi pendukung setia Ukraina sejak invasi militer Rusia pada Februari 2022 lalu.

    “Sebuah konflik antara Polandia dan Ukraina tentu akan menjadi hadiah bagi (Presiden Rusia Vladimir) Putin,” sebutnya.

    Rekaman video yang dibagikan secara online menunjukkan para penonton menyerbu arena selama pertunjukan rap di stadion nasional di Warsawa pada Sabtu (9/8) waktu setempat. Media lokal melaporkan ada sekitar 700.000 orang yang menghadiri konser tersebut.

    Kepolisian Polandia, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa “polisi menahan 109 orang atas berbagai pelanggaran dan kejahatan, seperti kepemilikan narkoba, penyerangan terhadap petugas keamanan, kepemilikan dan membawa perangkat piroteknik, dan masuk tanpa izin ke area digelarnya acara massal”.

    Beberapa media yang beredar di media sosial tampak menunjukkan seorang penonton konser mengibarkan bendera Tentara Pemberontak Ukraina (UPA), kelompok gerilya yang berpihak pada Nazi Jerman. Simbol tersebut dilarang berdasarkan aturan hukum Polandia.

    “Kami melihat berbagai bendera dan simbol dipajang di sana. Kami mengumpulkan semua bukti ini dan mengirimkannya ke kantor kejaksaan,” kata juru bicara Kepolisian Polandia, Robert Szumiata, saat berbicara dengan televisi independen TVN24.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Video: Gedung Putih Buka Suara Soal Rencana Bertemuan Trump & Putin

    Video: Gedung Putih Buka Suara Soal Rencana Bertemuan Trump & Putin

    Jakarta, CNBC Indonesia – Gedung Putih mengatakan tidak ingin berekspektasi tinggi, pada pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 12 Agustus mendatang. Pasalnya, pertemuan ini hanya melibatkan salah satu pihak yang terlibat perang, yakni Rusia.

    Selengkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia (Rabu, 13/08/2025) berikut ini.

  • Trump Ikut Pertemuan Virtual dengan Zelensky Sebelum Jumpa Putin

    Trump Ikut Pertemuan Virtual dengan Zelensky Sebelum Jumpa Putin

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menghadiri pertemuan virtual dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan para pemimpin Eropa lainnya. Pertemuan tersebut dilakukan menjelang pertemuan Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska, AS.

    Pertemuan virtual tersebut diagendakan pada Rabu atau 2 hari sebelum Trump bertemu Putin, hal itu disampaikan seorang pejabat Gedung Putih kepada Anadolu. Pejabat tersebut mengonfirmasi keikutsertaan Trump dengan syarat anonim, sehari setelah Kanselir Jerman Friedrich Merz mengumumkan bahwa ia telah mengundang presiden AS, Zelensky, dan pejabat Eropa lainnya.

    Juru bicara pemerintah Jerman Stefan Kornelius mengatakan pertemuan virtual tersebut akan fokus untuk memberi tekanan pada Rusia. Pertemuan itu juga akan membahas tentang permintaan jaminan keamanan.

    “Akan berfokus pada opsi lebih lanjut untuk menekan Rusia dan persiapan untuk kemungkinan negosiasi perdamaian dan pertanyaan terkait klaim teritorial dan jaminan keamanan,” kata Kornelius, dilansir Anadolu, Rabu (13/8/2025)

    Pertemuan tersebut akan menyediakan berbagai format diskusi dengan partisipasi dari kepala negara dan pemerintahan Jerman, Finlandia, Prancis, Italia, Polandia, Inggris, dan Ukraina. Presiden Komisi Eropa, kepala Dewan Eropa, sekretaris jenderal NATO, dan wakil presiden AS juga diperkirakan akan bergabung dalam pembicaraan tersebut.

    Sementara itu, Gedung Putih sebelumnya menyebut pertemuan Trump dan Putin sebagai “latihan mendengarkan” bagi pemimpin Amerika tersebut.

    Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengonfirmasi bahwa pertemuan puncak Putin dan Trump tersebut akan diadakan di Anchorage, kota terbesar di Alaska, pada hari Jumat. Di saat Presiden Trump akan menetapkan “tujuan” untuk dapat “mencapai pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kita dapat mengakhiri perang ini.”

    “Hanya satu pihak yang terlibat dalam perang ini yang akan hadir, jadi ini adalah tugas presiden untuk pergi dan mendapatkan pemahaman yang lebih tegas dan lebih baik tentang bagaimana kita diharapkan dapat mengakhiri perang ini,” ujarnya kepada para wartawan di Gedung Putih.

    Leavitt menyinggung terkait Zelensky yang tidak akan hadir selama pertemuan tersebut. Ia menekankan bahwa pertemuan tersebut berlangsung atas permintaan Putin.

    Pembicaraan mendatang akan menjadi pertemuan tatap muka pertama antara presiden Rusia dan AS yang sedang menjabat sejak Juni 2021, ketika Putin bertemu dengan Presiden AS saat itu, Joe Biden, di Jenewa, Swiss. Pertemuan ini juga akan menandai pertama kalinya seorang presiden Rusia menginjakkan kaki di tanah Alaska sejak Kekaisaran Rusia menjual wilayah tersebut kepada AS pada tahun 1867.

    (yld/zap)