Negara: Republik Rakyat Cina

  • Terungkap! Ini Alasan Furnitur RI Bebas dari Tarif Trump

    Terungkap! Ini Alasan Furnitur RI Bebas dari Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mengungkap alasan produk furnitur asal Indonesia tak dikenakan tarif resiprokal atau bea masuk tambahan ke Amerika Serikat (AS) yang ditetapkan oleh Presiden Donald Trump.

    Adapun, AS merupakan pasar ekspor utama mebel dengan pangsa sebesar 53% dan kerajinan 44%. 

    Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur mengatakan industri furnitur Indonesia tidak termasuk dalam daftar yang dikenai tarif tambahan karena beberapa faktor keamanan dan hubungan perdagangan yang terjalin baik. 

    “Berdasarkan informasi terakhir, tarif tambahan yang diberlakukan oleh pemerintahan Donald Trump lebih difokuskan pada produk-produk dari Tiongkok dan beberapa sektor strategis lainnya,” ujar Sobur kepada Bisnis, Minggu (13/4/2025). 

    Dia pun menerangkan bahwa produk furnitur asal Indonesia tidak dianggap sebagai ancaman perdagangan oleh AS. Produk ini juga telah dikenal memiliki nilai tambah tinggi berbasis material alami dan kerajinan tangan. 

    Terlebih, furnitur Indonesia tidak bersaing langsung dengan produk manufaktur massal dari China yang menjadi sasaran utama tarif. Selain itu, hubungan perdagangan antara Indonesia dan AS dalam sektor furnitur selama ini cukup stabil dan cenderung saling menguntungkan. 

    “Meskipun furnitur Indonesia tidak terdampak langsung oleh tarif tersebut, kita tetap perlu waspada terhadap dampak lanjutan dari ketegangan perdagangan global,” terangnya. 

    Adapun, ekspor mebel ke AS tercatat mencapai US$943,3 juta pada 2023 kemudian naik menjadi US$1,03 miliar pada 2024 atau naik 9,73% sepanjang tahun lalu. 

    Sobur melihat peluang ekspor furnitur ke AS masih sangat terbuka dan bahkan bisa meningkat. Dengan memanfaatkan momentum ini, HIMKI mendorong para pelaku industri untuk memperkuat branding produk Indonesia sebagai furnitur berkelas dunia dengan nilai budaya dan keberlanjutan.

    Di sisi lain, pihaknya melihat potensi relokasi permintaan dari buyer AS yang sebelumnya mengambil dari China, yang bisa menjadi peluang sekaligus tantangan bagi produsen Indonesia.

    Himki juga menyoroti fluktuasi biaya logistik internasional dan perubahan kebijakan bea masuk dari negara lain akibat efek domino dari perang dagang ini.

    Tak hanya itu, ketidakpastian ekonomi global, yang bisa mempengaruhi daya beli konsumen di pasar utama seperti AS dan Eropa.

    “Jadi, meskipun kita tidak terkena tarif langsung, industri furnitur tetap perlu meningkatkan efisiensi, kualitas, dan kecepatan respons terhadap perubahan pasar global,” pungkasnya. 

    Untuk diketahui, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, furnitur tak akan terkena tarif impor timbal balik atau resiprokal sebesar 32% dari Amerika Serikat (AS). 

    Dengan kata lain, ekspor furnitur ke Negeri Paman Sam tidak akan dikenakan tarif resiprokal. Airlangga mengatakan, furnitur masuk pengecualian dari kebijakan Presiden AS Donald Trump lantaran AS masih membutuhkan pasar alternatif untuk pasokan komoditas tersebut. 

    “Furnitur tidak dikenakan tarif tinggi karena timber [kayu] AS sedang perang dengan Kanada sehingga butuh sumber alternatif,” kata Airlangga dalam acara Sarasehan Ekonomi 2025 di Jakarta.

  • SBY Ingatkan Isu Ini Tak Kalah Penting dari Perang Dagang AS Vs China

    SBY Ingatkan Isu Ini Tak Kalah Penting dari Perang Dagang AS Vs China

    Jakarta, CNBC Indonesia — Presiden ke-6 RI yang juga Ketua The Yudhoyono Institute Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan bahwa isu dunia saat ini bukan hanya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. 

    Akan tetapi ada sejumlah agenda global yang tidak kalah mendesak untuk diselesaikan, seperti krisis iklim dan kemiskinan global. SBY pun mengkritisi para pemimpin dunia yang dia nilai mulai abai terhadap isu-isu tersebut. 

    “Kita cemas, saya cemas, kalau perhatian para pemimpin dunia, tentu bukan hanya Amerika Serikat dan China, tapi semua pemimpin dunia, makin tidak peduli dari kewajiban internasional yang lain. Misalnya, menyelamatkan bumi kita dari climate disaster, yang menurut saya sekarang makin mencemaskan. No longer climate change, tapi climate crisis,” katanya dalam acara The Yudhoyono Institute dengan tema Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    Ia mengingatkan bahwa isu ketimpangan dan kemiskinan dunia adalah pekerjaan rumah bersama umat manusia. Namun, bila perhatian global hanya terfokus pada konflik ekonomi dan kekuatan geopolitik, maka agenda-agenda besar lainnya akan terabaikan.

    “Pendekatan dalam mengatasi persoalan regional melalui geopolitics of power, melalui perang, melalui apa-apa yang merupakan hard power, power politics seperti itu, yang sebetulnya makin menjauh dari kewajiban global yang lain,” jelasnya.

    SBY mendorong agar Indonesia juga tidak tinggal diam. Ia menekankan, politik luar negeri bebas aktif bukan berarti pasif atau enggan bersuara.

    “Kita dari bumi Indonesia harus juga ikut bicara. Jangan diam, politik bebas aktif tidak berarti diam, tidak berarti tidak berpendapat. Tentu kita harus bisa dengan penuh tanggung jawab, dengan tujuan yang baik, ikut menyampaikan pikiran-pikiran kita,” pungkasnya.

    Adapun SBY menilai konflik ekonomi antara dua negara adidaya, Amerika Serikat dan China memang berpotensi mengguncang perekonomian dunia dan menimbulkan dampak yang luas, terutama bagi negara-negara miskin.

    “Saya ingin menyampaikan, sekali terjadi guncangan ekonomi, tidak mudah untuk mengatasinya dan cost-nya sangat tinggi,” kata SBY.

    Ia mengingatkan, perang tarif dan perang dagang bukan sekadar urusan bilateral dua negara, melainkan isu global yang bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia, menaikkan angka pengangguran, bahkan memicu krisis kematian di negara-negara rentan.

    “Bagaimana kalau pertumbuhan global menurun, bagaimana kalau pengangguran meledak di mana-mana, bagaimana kalau inflasi terjadi di seluruh belahan dunia, bagaimana nasib negara-negara miskin, bagaimana kalau death crisis,” ujarnya prihatin.

    SBY juga mengajak dunia internasional untuk tidak tinggal diam. Ia menekankan pentingnya partisipasi global untuk meredam ketegangan dan mencari solusi bersama.

    “Mengapa tidak kalau kita menjadi bagian dari solusi. Katakan sesuatu, lakukan sesuatu, agar ini tidak makin menjadi-jadi,” ucap dia.

    Ia pun menyadari tidak semua negara memiliki kapasitas penuh untuk mengubah keadaan, tetapi baginya, upaya sekecil apapun tetap penting. “Paham, kita juga memiliki batas kemampuan, tapi kenapa kita tidak coba dengan sebaiknya? Untuk apa yang bisa kita lakukan menyelamatkan perekonomian dunia yang dipicu dari perang tarif dan perang dagang sekarang ini,” sambungnya.

    (mkh/mkh)

  • Kebijakan Tarif Trump Bisa jadi Momentum Berharga bagi Indonesia, untuk Apa? – Page 3

    Kebijakan Tarif Trump Bisa jadi Momentum Berharga bagi Indonesia, untuk Apa? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pada 2 April 2025, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggemparkan dunia dengan pengumuman kebijakan tarif impor AS yang baru ke banyak negara. Kemudian secara tiba-tiba dia kembali mengumumkan penundaan tarif impor ke banyak negara hingga 90 hari kecuali bagi China.

    Terkait kebijakan tarif Donald Trump, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Aminuddin Ma’ruf mengatakan ini menjadi tantangan bagi Indonesia dan momentum untuk revitalisasi industri.

    “Tantangan bagi kita untuk momentum untuk kita lebih revitalisasi industri,” kata Aminuddin kepada wartawan usai menghadiri acara Dharma Santi Nyepi BUMN 2025 di Gedung Sasono Utomo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Minggu, (13/4/2025). 

    Pada kesempatan yang sama, Aminuddin menuturkan terkait Inbreng saham BUMN ke Danantara masih berproses. 

    “Proses ya, pada saatnya nanti semua kecuali perum.” ujar Aminuddin. 

    Perseroan Terbatas yang Masuk Terlebih Dahulu

    Sebelumnya, Aminuddin menegaskan, nantinya baru BUMN berstatus Perseroan Terbatas (PT) atau persero yang masuk ke Danantara lebih dahulu. Sementara itu, BUMN dalam bentuk Perusahaan Umum (Perum) belum akan dipindahkan.

    Dia mengatakan, nasib BUMN Perum masih dibahas oleh Kementerian BUMN. Ada opsi agar Perum ditransformasi jadi PT atau dikembalikan kementerian teknis menjadi Badan Layanan Umum (BLU).

    “Masih kita bahas, ada beberapa opsi untuk yang di perum itu. Bisa kita naikkan statusnya jadi persero. Bisa juga kita kembalikan ke kementerian teknis untuk jadi BLU. Tapi belum diputuskan seperti apa,” ujarnya ditemui disela-sela peresmian Kawasan Ekonomi Khusus Industropolis Batang, Jawa Tengah, ditulis Jumat (21/3/2025).

    Kendati proses inbreng saham dilakukan dalam waktu singkat, Amin memastikan kegiatan operasial BUMN tidak akan terganggu.

     

     

     

     

  • Negara-negara Korban Tarif Trump Harus Ajukan Gugatan ke WTO

    Negara-negara Korban Tarif Trump Harus Ajukan Gugatan ke WTO

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arrmanatha Nasir menyatakan kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sudah sewajarnya dibawa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) oleh negara-negara yang terkena dampaknya.

    “Kalau kita masih berkomitmen kepada sistem multilateral, semestinya kita (negara-negara korban tarif AS) ramai-ramai membawa AS ke WTO karena yang dilakukan oleh Presiden Trump melanggar prinsip-prinsip WTO,” ungkap Wamenlu di Jakarta, Minggu (13/4/2025), dilansir dari Antara.

    Alih-alih menempuh jalur multilateral, negara-negara yang terancam tarif tinggi dari AS justru memilih pendekatan bilateral. Contohnya, Vietnam memberikan konsesi berupa tarif 0%, dan Indonesia sendiri berencana mengirim delegasi untuk bernegosiasi langsung dengan pihak AS.

    Arrmanatha menilai bahwa tindakan AS juga melanggar prinsip perlakuan yang sama bagi seluruh anggota WTO (most-favoured nation), terutama karena Washington menerapkan tarif yang sangat tinggi terhadap produk asal Tiongkok.

    Tak hanya itu, permintaan AS agar Indonesia menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) guna memperoleh keringanan tarif dinilai bertentangan dengan prinsip national treatment WTO, yang menjunjung kesetaraan perlakuan antara produk domestik dan impor.

    Menurutnya, pendekatan kolektif untuk menggugat AS akan lebih kuat secara hukum dan politis karena mencerminkan solidaritas antarnegara dan komitmen pada sistem perdagangan global yang adil.

    Pada awal April, Presiden Trump menandatangani dekrit yang menetapkan tarif resiprokal kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif hingga 32%. Namun, saat aturan ini seharusnya mulai berlaku pada 9 April, hanya tarif dasar sebesar 10% yang akhirnya diterapkan untuk sementara selama 90 hari.

    Meski demikian, AS tetap memberlakukan tarif tambahan hingga 145% terhadap produk dari Tiongkok, yang dibalas Beijing dengan tarif hingga 125% atas barang asal AS.

    Sementara itu, dalam pertemuan Dewan Perdagangan Barang WTO, sekitar 20 negara anggota telah mengkritik kebijakan tarif impor Trump. Negara-negara tersebut termasuk Tiongkok, Kanada, Jepang, Inggris, Norwegia, Australia, Selandia Baru, Singapura, dan Swiss.

  • Ini Kecemasan SBY Soal Perang Dagang AS Vs China

    Ini Kecemasan SBY Soal Perang Dagang AS Vs China

    Jakarta, CNBC Indonesia — Presiden ke-6 RI yang juga Ketua The Yudhoyono Institute, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan kecemasannya terhadap eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang terus memanas.

    Menurutnya, konflik ekonomi dua negara adidaya ini berpotensi mengguncang perekonomian dunia dan menimbulkan dampak yang luas, terutama bagi negara-negara miskin.

    “Saya ingin menyampaikan, sekali terjadi guncangan ekonomi, tidak mudah untuk mengatasinya dan cost-nya sangat tinggi,” kata SBY dalam acara The Yudhoyono Institute dengan tema Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    Ia mengingatkan, perang tarif dan perang dagang bukan sekadar urusan bilateral dua negara, melainkan isu global yang bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia, menaikkan angka pengangguran, bahkan memicu krisis kematian di negara-negara rentan.

    “Bagaimana kalau pertumbuhan global menurun, bagaimana kalau pengangguran meledak di mana-mana, bagaimana kalau inflasi terjadi di seluruh belahan dunia, bagaimana nasib negara-negara miskin, bagaimana kalau death crisis,” ujarnya prihatin.

    SBY juga mengajak dunia internasional untuk tidak tinggal diam. Ia menekankan pentingnya partisipasi global untuk meredam ketegangan dan mencari solusi bersama.

    “Mengapa tidak kalau kita menjadi bagian dari solusi. Katakan sesuatu, lakukan sesuatu, agar ini tidak makin menjadi-jadi,” ucap dia.

    Ia pun menyadari tidak semua negara memiliki kapasitas penuh untuk mengubah keadaan, tetapi baginya, upaya sekecil apapun tetap penting. “Paham, kita juga memiliki batas kemampuan, tapi kenapa kita tidak coba dengan sebaiknya? Untuk apa yang bisa kita lakukan menyelamatkan perekonomian dunia yang dipicu dari perang tarif dan perang dagang sekarang ini,” sambungnya.

    Lebih jauh, SBY juga mengkritisi para pemimpin dunia yang menurutnya mulai abai terhadap agenda-agenda global yang tak kalah mendesak, seperti krisis iklim dan kemiskinan global.

    “Kita cemas, saya cemas, kalau perhatian para pemimpin dunia, tentu bukan hanya Amerika Serikat dan China, tapi semua pemimpin dunia, makin tidak peduli dari kewajiban internasional yang lain. Misalnya, menyelamatkan bumi kita dari climate disaster, yang menurut saya sekarang makin mencemaskan. No longer climate change, tapi climate crisis,” tegasnya.

    Ia mengingatkan bahwa isu ketimpangan dan kemiskinan dunia adalah pekerjaan rumah bersama umat manusia. Namun, bila perhatian global hanya terfokus pada konflik ekonomi dan kekuatan geopolitik, maka agenda-agenda besar lainnya akan terabaikan.

    “Pendekatan dalam mengatasi persoalan regional melalui geopolitics of power, melalui perang, melalui apa-apa yang merupakan hard power, power politics seperti itu, yang sebetulnya makin menjauh dari kewajiban global yang lain,” jelasnya.

    SBY mendorong agar Indonesia juga tidak tinggal diam. Ia menekankan, politik luar negeri bebas aktif bukan berarti pasif atau enggan bersuara.

    “Kita dari bumi Indonesia harus juga ikut bicara. Jangan diam, politik bebas aktif tidak berarti diam, tidak berarti tidak berpendapat. Tentu kita harus bisa dengan penuh tanggung jawab, dengan tujuan yang baik, ikut menyampaikan pikiran-pikiran kita,” pungkasnya.

    (mkh/mkh)

  • Tupperware Resmi Tutup di RI Usai 33 Tahun Beroperasi

    Tupperware Resmi Tutup di RI Usai 33 Tahun Beroperasi

    Jakarta

    Produsen wadah penyimpanan makanan asal Amerika Serikat (AS), Tupperware mengumumkan untuk menutup bisnisnya di Indonesia usai 33 tahun beroperasi. Keputusan itu telah dilakukan per 31 Januari 2025.

    Melalui pengumuman resminya, Tupperware Brands Corporation memutuskan untuk menghentikan aktivitasnya di sebagian besar negara, termasuk Indonesia. Keputusan ini merupakan bagian dari langkah global perusahaan.

    “Dengan berat hati, kami mengumumkan bahwa Tupperware Indonesia secara resmi telah menghentikan operasional bisnisnya sejak 31 Januari 2025. Keputusan ini adalah bagian dari langkah global perusahaan,” tulis pengumuman di Instagram resmi @tupperwareid, Minggu (13/4/2025).

    Perusahaan menyebut sepanjang 33 tahun beroperasi di Indonesia bukanlah waktu yang singkat. Dalam kurun waktu itu, Tupperware telah menjadi bagian dari dapur, meja makan dan momen berharga keluarga Indonesia.

    “Dari bekal si kecil hingga hantaran penuh cinta, kami bangga telah menemani perjalanan Anda dengan produk yang dirancang untuk menginspirasi gaya hidup sehat, praktis dan modern,” ujar Tupperware Indonesia.

    Tupperware Indonesia juga menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini kepada perusahaan.

    “Setiap perjalanan pasti memiliki akhir. Perjalanan luar biasa kami bersama keluarga Indonesia kini tiba di penghujung jalan,” imbuhnya.

    Sebelumnya berdasarkan catatan detikcom, Tupperware Brands sedang mempersiapkan pengajuan pailit. Rencana tersebut menyusul upaya perusahaan selama bertahun-tahun untuk bertahan di tengah pelemahan permintaan.

    Seiring berjalannya proses bisnis, Tupperware Brands tidak jadi bangkrut karena menempuh opsi menjual bisnisnya kepada kreditur senilai US$ 23,5 juta atau setara Rp 369,68 miliar (kurs Rp15.731). Perusahaan juga melepas bisnisnya kepada kreditur dalam bentuk keringanan utang senilai US$ 63 juta atau setara Rp 990,73 miliar.

    Adapun kreditur utama Tupperware itu ialah Alden Global Capital, Stonehill Institutional Partners dan Bank of America. Mereka akan mendapatkan nama merek Tupperware dan asetnya di pasar inti termasuk AS, Kanada, Meksiko, Brasil, Tiongkok, Korea, India dan Malaysia.

    “Perusahaan berencana untuk menghentikan operasinya di pasar tertentu dan beralih ke model bisnis yang mengedepankan teknologi serta tidak terlalu bergantung pada aset,” kata CEO Tupperware Laurie Ann Goldman dikutip dari Reuters, Sabtu (2/11/2024).

    (aid/rrd)

  • AHY Dorong Penguatan Struktur Ekonomi Hadapi Tarif Impor Trump

    AHY Dorong Penguatan Struktur Ekonomi Hadapi Tarif Impor Trump

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan sekaligus Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute (TYI), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menanggapi kebijakan tarif impor baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Dalam diskusi panel The Yudhoyono Institute di Jakarta, Minggu (13/4/2025), AHY menyerukan penguatan struktur ekonomi Indonesia agar tetap tangguh di tengah tekanan ekspor global.

    “Ketika ekspor tertekan, pertahanan terhadap pertumbuhan ekonomi harus dilakukan dengan menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas harga. Di samping itu, kita juga harus terus mendatangkan investasi untuk melanjutkan pembangunan dan membuka lapangan pekerjaan,” kata AHY.

    AHY juga mengutip pesan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa krisis global dapat menjadi peluang untuk mendorong transformasi ekonomi, mempercepat hilirisasi industri, digitalisasi ekonomi, dan transisi menuju ekonomi hijau.

    Menanggapi dampak tarif impor Trump terhadap perdagangan global, AHY mengajak Indonesia untuk aktif dalam diversifikasi pasar ekspor ke kawasan potensial seperti Eropa, Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, Amerika Latin, dan negara-negara Global South. Menurutnya, sistem perdagangan global harus tetap nondiskriminatif dan saling menguntungkan.

    AHY juga mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang menerapkan diplomasi dua jalur (dual track diplomacy) dengan mengirim tim negosiasi ke Washington DC serta membangun komunikasi intensif dengan ASEAN dan pemimpin dunia lainnya.

    “Inilah wajah diplomasi strategis yang adaptif, dan juga tanggap diplomasi yang tidak reaktif, tetapi juga tidak pasif,” puji AHY.

    AHY memperingatkan bahwa kebijakan proteksionis Amerika berpotensi menciptakan fragmentasi blok-blok ekonomi dan politik baru, yang tidak hanya memicu konflik dagang, tetapi juga ketegangan militer dan strategis di kawasan seperti Asia Pasifik, Ukraina, Gaza, Iran, hingga Laut Tiongkok Selatan.

    “Ini bisa menjadi jauh lebih berbahaya. Kita semua harus bersiap dengan skenario terburuk, yaitu pecahnya perang terbuka di sejumlah kawasan,” kata AHY terkait dampak tarif impor Trump.

  • Wamenlu: Trump Langgar Aturan WTO!

    Wamenlu: Trump Langgar Aturan WTO!

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dianggap telah melanggar sistem multilateral dan berbagai aturan World Trade Organization atau Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pelanggaran itu menyusul kenaikan tarif barang impor puluhan negara yang masuk ke AS.

    Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arrmanatha Christiawan Nasir mengungkap, proteksionisme yang diadopsi Trump menimbulkan ketidakpastian pada sistem perdagangan dunia.

    “Satu lagi building blocks yang ditaruh untuk meng-undermind sistem multilateral. Kebijakan Presiden Trump melanggar berbagai aturan WTO,” kata Arrmanatha dalam acara The Yudhoyono Institute di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    Diketahui, eskalasi perang dagang kian meningkat usai Trump menetapkan tarif tambahan ke puluhan negara. Perang dagang kembali memanas kala tarif Trump dibalas oleh Presiden China Xi Jinping, di mana Tiongkok menetapkan tarif impor untuk barang AS sebesar 125%, setelah Trump menetapkan tarif 145% ke Negeri Tirai Bambu tersebut.

    Sementara di ASEAN, tercatat beberapa negara yang dipatok tarif tinggi oleh AS, yakni Kamboja 49%, Vietnam 46%, Thailand 36%, Indonesia 32%, dan Malaysia 24%. Namun, Arrmanatha mengatakan tidak ada negara yang hendak melaporkan kebijakan Trump ke WTO.

    “Tidak ada negara yang niat untuk membawa Amerika, kecuali China, Kanada, dan EU, ke WTO. Justru negara-negara lain ramai-ramai ingin memberikan over kepada Donald Trump untuk tidak dikenakan tarif yang memang secara aturan akan melanggar WTO,” tegasnya.

    Arrmanatha menilai, saat ini sistem multilateral gagal menjaga stabilitas dunia sebagaimana menjadi komitmen dari perang dunia kedua. “Liga Bangsa-Bangsa yang dibentuk paska perang dunia pertama yang bertujuan untuk mencegah perang dunia kembali, justru gagal dan berakibat pada perang dunia kedua. Ini yang tidak kita harapkan terjadi,” tegasnya.

    Ia menambahkan, Global Risk Report World Economic Forum 2025 mencatat ancaman bagi stabilitas dunia berkaitan erat dengan geo-ekonomi, resesi, stagnansi ekonomi, inflasi, pengangguran, perubahan iklim, hingga krisis pangan.

    Di sisi lain, Arrmanatha menyebut dunia juga terancam kemajuan teknologi, di mana saat ini terjadi berbagai macam bias informasi dan polarisasi sosial. Sementara konflik bersenjata kian memanas karena beberapa negara mulai mengadopsi senjata nuklir.

    Arrmanatha mengatakan, negara-negara ASEAN sendiri menempatkan perubahan iklim sebagai ancaman utama. Setelahnya, persoalan dan persaingan ekonomi antara negara-negara besar dunia.

    “Mayoritas ancaman terhadap stabilitas dunia di masa depan tidak hanya bersumber dari konflik bersenjata,” tutupnya.

    (rrd/rrd)

  • Pengusaha Ritel soal Tarif Trump: Momentum RI Benahi Sistem Perdagangan

    Pengusaha Ritel soal Tarif Trump: Momentum RI Benahi Sistem Perdagangan

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha ritel menyebut kebijakan tarif timbal balik alias tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk membenahi sistem perdagangan guna mendukung dunia usaha.

    Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan bahwa selama ini peraturan perdagangan membuat para pengusaha ritel kesulitan untuk melakukan importasi barang. Apalagi, jika barang tersebut belum diproduksi di Tanah Air.

    Selain itu, Budihardjo juga menyebut adanya pembatasan kuota hingga safeguard juga menyulitkan ruang gerak para peritel. Untuk itu, menurutnya, dengan adanya kebijakan tarif Trump menjadi momentum pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan perdagangan.

    “Ini [tarif Trump] adalah satu momentum untuk melakukan koreksi terhadap peraturan-peraturan perdagangan yang menurut kami juga dari asosiasi ritel Hippindo, banyak sekali menyulitkan pengusaha ritel untuk mengimpor barang yang belum diproduksi di Indonesia, banyaknya tarif barrier, banyaknya kuota, banyaknya safeguard,” kata Budihardjo kepada Bisnis, Minggu (13/4/2025).

    Budihardjo menyampaikan sejumlah peraturan tersebut membuat bisnis untuk sektor ritel dan perdagangan menjadi sangat sulit. Dia pun berharap, pemerintah dapat membuat peraturan yang memudahkan berbisnis di Indonesia dan secara global.

    “Kami menyambut baik upaya merapikan daripada tarif-tarif ini dengan adanya Trump ini menjadi momentum untuk membuat suatu keseimbangan baru yang memudahkan berbisnis di Indonesia dan di seluruh dunia,” tuturnya.

    Untuk diketahui, Presiden Trump menunda skema tarif resiprokal selama 90 hari, kecuali untuk China. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani meminta agar pemerintah tidak terdistraksi meski Trump mengumumkan kabar yang lebih positif. Sebab, risiko terhadap ekonomi nasional masih tetap tinggi.

    “Jangan lengah atau terdistraksi, karena risiko-risiko terhadap ekonomi nasional tetap tinggi dan memberikan efek tekanan pertumbuhan yang sama meski dengan perkembangan kebijakan tarif Trump yang lebih positif saat ini [penundaan tarif Trump],” kata Shinta kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

    Terlebih, kata Shinta, penundaan kebijakan tarif Trump hanya memberikan kepastian berusaha selama 90 hari.

    “Dalam kerangka waktu [90 hari] tersebut, Indonesia idealnya sudah menciptakan kesepakatan tarif dagang baru dengan AS. Tapi secara realistis ya belum tentu bisa tercapai,” ujarnya.

    Namun, Shinta menyebut bukan karena pemerintah yang tidak mendesak melainkan secara realistis, kapasitas AS untuk melakukan perundingan dagang dengan 70 lebih dalam waktu singkat sangat terbatas.

    Belum lagi, sambung dia, efisiensi kinerja AS yang mungkin juga terganggu karena perombakan birokrasi alias pemutusan hubungan kerja (PHK) masal di internal. Alhasil, pihak AS akan kewalahan.

    “Apalagi, kita tidak tahu bagaimana AS akan memprioritaskan negara mana yang akan mereka dahulukan untuk melakukan perundingan,” sambungnya.

    Di samping itu, dari perkembangan yang ada, Shinta mengungkap pelaku usaha di Indonesia melihat kebijakan tarif pemerintah AS yang tidak terstruktur.

    Apindo juga meragukan parameter sentralisme terhadap kepentingan pasar AS lantaran kebijakan tarif tinggi sangat menekan konsumen dan pelaku pasar AS. Di sisi lain, pemerintah AS yang acuh.

    “Jadi sulit bagi kita sebagai pelaku usaha non-AS untuk bergantung pada arah kebijakan pemerintah AS pada saat ini,” tuturnya.

    Dunia usaha melihat apa pun kebijakan tarif Trump saat ini, pada kenyataannya ekspor Indonesia tetap dikenakan beban tarif tambahan. Ditambah, fluktuasi pasar global tetap terjadi dan tetap merugikan stabilitas makro ekonomi nasional, terutama di sisi moneter dan stabilitas nilai tukar.

    Shinta menambahkan bahwa risiko dumping dari negara lain, khususnya China yang masih saling retaliasi tarif dengan AS, masih sangat tinggi. Bahkan, risiko banjir produk impor yang di-dumping kian meningkat dengan semakin hilangnya tanda-tanda rekonsiliasi AS—China.

    Untuk itu, dia meminta agar Indonesia harus tetap mengupayakan negosiasi untuk mencapai kesepakatan perdagangan bilateral untuk penghapusan tarif bagi berbagai produk ekspor nasional.

    “Indonesia harus fokus mempercepat reformasi kemudahan melakukan bisnis dan efisiensi iklim usaha atau investasi di dalam negeri,” tutupnya.

  • Tupperware Resmi Angkat Kaki dari Indonesia – Page 3

    Tupperware Resmi Angkat Kaki dari Indonesia – Page 3

    Sebelumnya, Tupperware comeback setelah menghentikan produksinya tahun lalu. Selama beberapa dekade, wadah merek tersebut bukan hanya tentang menyimpan makanan, tapi juga barang yang wajib dimiliki di rumah.

    Namun pada akhir 2024, melansir Says, Rabu (2/4/2025), perusahaan menghentikan operasinya, membuat para penggemar setianya kecewa. Setelah bertahun-tahun mengalami kesulitan keuangan akibat meningkatnya persaingan dan perubahan preferensi konsumen, perusahaan tersebut resmi mengajukan kebangkrutan pada September 2024.

    Pihaknya melaporkan utang yang melebihi 1 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Setelah kebangkrutan tersebut, Tupperware mengumumkan rencana restrukturisasi, mengalihkan fokus ke pasar-pasar utama, seperti Brasil, Kanada, China, India, Malaysia, Meksiko, Korea Selatan, dan AS. Sementara itu, operasi di beberapa negara Eropa ditutup karena meningkatnya utang, menurut The Brussels Times.

    Kini, pengusaha Prancis Cédric Meston telah mengakuisisi Tupperware Prancis dan memimpin upaya meluncurkan kembali merek tersebut di seluruh Eropa. Rencananya meliputi pemasaran dan strategi produk baru, serta kembali ke daya tahan khas merek tersebut dalam jangka waktu paling cepat bulan ini. Prancis, Belgia, Jerman, Italia, dan Polandia berada di urutan pertama untuk kembali memproduksi Tupperware.

    Meston menargetkan pendapatan yang besar, yaitu 100 juta euro (sekitar Rp1,8 triliun) pada akhir 2025. Perusahaan juga menargetkan 20 ribu tenaga penjualan independen yang membantu memperkenalkan kembali merek wadah makanan tersebut pada konsumen.

    Negosiasi dengan perusahaan induk AS sedang berlangsung untuk mengamankan hak lisensi. Meston yakin bahwa persetujuan akan segera datang. “Hanya tinggal hitungan jam atau hari sebelum kami mendapatkan lampu hijau,” katanya, menurut East Coast Radio.