Negara: Republik Rakyat Cina

  • Zelensky Tuduh China Kirim Senjata, Ini Respons China – Halaman all

    Zelensky Tuduh China Kirim Senjata, Ini Respons China – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah China, di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, secara tegas membantah tuduhan dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tentang keterlibatannya dalam pengiriman senjata ke Rusia.

    Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menyatakan bahwa negaranya tidak pernah menyediakan senjata untuk Moskow selama konflik Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.

    Dalam keterangan resminya, Lin menjelaskan, “Kami tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak manapun yang berkonflik dan secara ketat mengontrol ekspor barang-barang dengan fungsi ganda.”

    Pernyataan ini menggarisbawahi komitmen China untuk tetap netral dalam permasalahan Ukraina, meskipun Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin memiliki hubungan yang kuat sebagai sekutu.

    Apa Posisi China Terkait Konflik Ukraina?

    China menegaskan bahwa posisinya mengenai isu Ukraina adalah “netral, konsisten, dan jelas.”

    Lin Jian juga menambahkan, “Tiongkok secara aktif berkomitmen untuk mendorong gencatan senjata dan mengakhiri konflik serta mendorong perundingan damai.”

    Hal ini menunjukkan upaya China untuk berperan sebagai mediator di tengah ketegangan yang terus berlangsung.

    Mengapa Zelensky Menuduh China?

    Presiden Zelensky sebelumnya mengeklaim bahwa intelijen Ukraina telah menemukan bukti bahwa China memasok senjata kepada Rusia.

    Dalam konferensi pers di Kyiv pada 17 April 2025, Zelensky menyampaikan, “Kami akhirnya menerima informasi bahwa China memasok senjata ke Federasi Rusia.”

    Meskipun tidak memberikan detail lebih lanjut, ia menekankan bahwa Ukraina siap untuk membicarakan hal ini secara mendalam.

    Klaim tersebut muncul setelah militer Ukraina menangkap dua warga negara China yang diduga bertempur bersama pasukan Rusia di Donetsk.

    Apa Reaksi Dari Pihak Ukraina?

    Meski pemerintah China telah menanggapi tuduhan dengan keras, seorang pejabat senior Ukraina, yang identitasnya dirahasiakan, mengatakan kepada AFP bahwa tentara China yang ditangkap kemungkinan adalah sukarelawan yang bergabung dengan pasukan Rusia untuk keuntungan finansial.

    Ini menunjukkan bahwa mereka mungkin bukan tentara yang dikirim langsung oleh Beijing.

    Sebagai respons terhadap situasi ini, Departemen Luar Negeri AS menggarisbawahi bahwa penangkapan dua warga negara China tersebut menunjukkan tingkat dukungan Beijing terhadap Moskow.

    Selain itu, Ukraina juga memutuskan untuk menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka untuk beroperasi di Ukraina dan membekukan aset mereka.

    Bagaimana Dampak Terhadap Hubungan China dan Ukraina?

    Langkah sanksi tersebut menambah kompleksitas situasi, mengingat China selama ini mempertahankan posisi netral sambil memberikan dukungan ekonomi kepada Rusia.

    Dengan demikian, perkembangan terbaru ini tidak hanya mempengaruhi hubungan antara Ukraina dan China, tetapi juga menambah ketegangan dalam hubungan internasional yang lebih luas terkait konflik Rusia-Ukraina.

    Sebagai kesimpulan, meskipun terdapat tuduhan serius dari pihak Ukraina terhadap China, pemerintah Beijing tetap teguh dengan penolakannya dan menegaskan komitmennya untuk menjaga posisi netral dalam konflik ini.

    Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana situasi ini akan berkembang di masa depan dan apakah peran China sebagai mediator bisa terealisasi dengan baik?

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Rusia-Ukraina: Trump Menghentikan Mediasi, Apa Selanjutnya? – Halaman all

    Rusia-Ukraina: Trump Menghentikan Mediasi, Apa Selanjutnya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan bahwa Washington akan menghentikan upaya mediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina jika tidak ada kemajuan yang jelas dalam waktu dekat.

    Dalam pernyataannya yang disampaikan dalam konferensi pers di Gedung Putih, Trump bersama Menteri Luar Negeri Marco Rubio mengekspresikan rasa frustrasi mereka terhadap lambatnya proses negosiasi tersebut.

    Mengapa Trump Menghentikan Mediasi?

    Trump mengancam akanmenghentikan upaya mediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina jika tidak ada kemajuan yang jelas dalam waktu dekat 

    “Kami ingin ini selesai secepat mungkin. Jika karena suatu alasan salah satu dari kedua pihak membuatnya sangat sulit, kami akan mengatakan Anda bodoh. Anda tolol. Anda orang-orang yang mengerikan.” Ujar Trump.

    Pernyataan ini mencerminkan ketidakpuasan Trump terhadap kurangnya kemajuan dalam perundingan, terutama setelah ia menetapkan perayaan Paskah sebagai tenggat waktu untuk mencapai kesepakatan damai.

    Ketegangan meningkat ketika Presiden Rusia, Vladimir Putin, menolak untuk berkomitmen pada pembicaraan atau mempertahankan konsesi kecil, seperti penghentian serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina.

    Selain itu, Trump juga menunjukkan ketidaksenangan terhadap Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menyalahkannya atas berlanjutnya perang.

    Apa Dampak Jika AS Mundur dari Perundingan?

    Meskipun rencana Trump untuk mundur dari perundingan dapat dianggap sebagai gertakan, ada risiko nyata jika keputusan tersebut diambil.

    Jika AS benar-benar menarik diri, prospek kesepakatan damai diprediksi akan melemah drastis.

    Tanpa dukungan Washington, Rusia mungkin akan merasa lebih bebas untuk meningkatkan serangan militernya, sementara Ukraina, yang sangat bergantung pada dukungan militer dan intelijen AS, akan kehilangan daya tahan dalam jangka panjang.

    Dampak lain dari penarikan AS dari perundingan ini adalah potensi keraguan dari negara-negara sekutu terkait komitmen jangka panjang Washington terhadap aliansi mereka.

    Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh Tiongkok dan Rusia untuk membangun pengaruh di berbagai kawasan, termasuk Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara.

    Bagaimana Progres Perundingan Rusia-Ukraina?

    Sejak Trump menjabat pada Januari, Rusia dan AS telah terlibat dalam beberapa putaran negosiasi.

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengeklaim bahwa beberapa kemajuan telah dicapai, meskipun ia mengakui bahwa komunikasi dengan Washington tetap sulit.

    Rusia tetap terbuka untuk berdialog, asalkan kepentingannya terjamin, termasuk desakan agar Ukraina mencegah kehadiran NATO dan mengakui perbatasan baru Rusia.

    Namun, Ukraina menilai tuntutan Rusia sebagai paksaan untuk menyerah, yang berarti pengkhianatan terhadap rakyatnya dan melemahkan kedaulatannya.

    Kompleksitas konflik ini menjadi hambatan besar bagi tercapainya perundingan damai.

    Dengan ketidakpastian yang menyelimuti perundingan damai antara Rusia dan Ukraina, langkah Trump untuk menghentikan mediasi jika tidak ada kemajuan segera mungkin membawa dampak besar tidak hanya bagi kedua negara, tetapi juga bagi stabilitas internasional.

    Saat ini, perhatian dunia tertuju pada bagaimana perkembangan ini akan mempengaruhi hubungan internasional, terutama dengan kekuatan besar seperti Rusia dan Tiongkok yang siap mengambil keuntungan dari situasi ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Perang Dagang Berlanjut, Trump Tetapkan Tarif Baru untuk Serang Kapal China – Halaman all

    Perang Dagang Berlanjut, Trump Tetapkan Tarif Baru untuk Serang Kapal China – Halaman all

    TRIBUNNESW.COM – Presiden Amerika Seikat (AS), Donald Trump, mengumumkan rencana untuk memasang tarif baru bagi kapal China yang masuk atau berlabuh di pelabuhan AS.

    Hal itu, diungkap Trump di tengah memanasnya aksi lempar tarif impor hingga memicu perang dagang antara Washington dan Beijing.

    Adapun pengenaan biaya baru pada semua kapal buatan dan milik China ditetapkan Perwakilan Dagang AS (USTR) berdasarkan tonase bersih atau barang yang diangkut pada setiap pelayaran.

    Untuk kapal curah yang terkena dampak, biaya akan didasarkan pada berat muatannya.

    Sedangkan biaya untuk kapal kontainer akan bergantung pada berapa banyak kontainer yang diangkut kapal.

    “Kapal dan pelayaran sangat penting bagi keamanan ekonomi Amerika dan arus perdagangan yang bebas,” ujar Perwakilan Dagang AS (USTR), Jamieson Greer, melalui pemberitahuan Federal Register.

    “Kebijakan pemerintahan Trump ini bakal mulai membalikkan dominasi China, mengatasi ancaman terhadap rantai pasokan AS, dan mengirim sinyal permintaan untuk kapal buatan AS,” sambungnya.

    Rencananya, biaya baru tersebut, akan diberlakukan dalam waktu 180 hari ke depan secara bertahap.

    Pemerintah AS juga membuka kemungkinan biaya yang telah ditetapkan itu dapat naik bertahun-tahun ke depan.

    Belum dirinci berapa besaran tarif pajak kapal yang akan dibebankan AS kepada kapal China.

    Namun mengutip laporan BBC International, per pertengahan Oktober 2025 biaya kargo sebesar 50 dolar AS per ton akan naik sebesar 30 dolar AS per ton, setiap tahun selama tiga tahun ke depan.

    Sementara itu, biaya untuk kapal buatan China mulai dipatok dari 18 dolar AS per ton atau 120 dolar AS per kontainer selama tiga tahun ke depan.

    Khusus kapal yang tidak dibuat di AS, namun membawa mobil akan dikenakan biaya 150 dolar per kendaraan.

    Biaya tersebut, jauh lebih rendah dibandingkan rencana yang diajukan pada bulan Februari lalu.

    Dimana Trump sempat berencana mengenakan biaya hingga 1,5 juta dolar AS per Car Equivalent Unit (CEU) dalam 180 hari.

    Meski tarif impor kapal naik, akan tetapi tarif ini tidak akan diterapkan bagi kapal kosong yang tiba di pelabuhan AS untuk membawa ekspor massal seperti batu bara atau biji-bijian

    Kapal yang memindahkan barang antara pelabuhan Amerika serta dari pelabuhan tersebut ke kepulauan Karibia dan wilayah AS juga dikecualikan dari aturan tersebut, seperti halnya kapal AS dan Kanada yang singgah di pelabuhan di Great Lakes.

    Alasan Trump ‘Serang’ Kapal China

    USTR mengakui perubahan ini dilakukan karena komentar publik pada dua hari sidang tentang denda pada Maret 2025, di mana lebih dari 300 kelompok perdagangan dan pihak berkepentingan lainnya bersaksi.

    Selain itu, pemerintah AS menuduh China telah meningkatkan pangsa pasar industri perkapalan globalnya dari kurang dari 5 persen pada tahun 1999 menjadi lebih dari 50 persen pada tahun 2023.

    Dominasi ini dianggap mengancam daya saing industri perkapalan domestik AS dan ketahanan rantai pasok nasional.

    Dengan memberlakukan biaya tambahan bagi kapal-kapal asal China, pemerintah AS berharap dapat merangsang permintaan untuk kapal-kapal yang dibangun di dalam negeri.

    Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya lebih luas untuk menghidupkan kembali industri perkapalan domestik yang telah mengalami penurunan signifikan dalam beberapa dekade terakhir.

    Selain itu, kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi industri strategis AS dari ketergantungan pada kapal-kapal yang dibangun atau dioperasikan oleh entitas yang terkait pemerintah China.

    Merespon sanksi baru yang akan ditetapkan AS, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian buka suara.

    Menurutnya, pengenaan biaya pelabuhan dan menambahkan tarif pada peralatan bongkar muat adalah langkah-langkah yang merugikan logistik global dan AS sendiri.

    “Itu tidak hanya meningkatkan biaya pengiriman global dan mengganggu stabilitas industri global tetapi juga meningkatkan tekanan inflasi di AS, merugikan kepentingan konsumen dan bisnis Amerika. Pada akhirnya akan gagal untuk merevitalisasi industri pembuatan kapal AS,” ucap dia.

    Untuk diketahui, pemerintah China tak diam dengan serangan tarif impor dari Trump.

    Terbaru, pemerintah China meminta kepada maskapai nasional tidak membeli atau menyewa pesawat Boeing.

    Tak hanya itu, China turut menaikkan tarif impor atas barang-barang AS sebesar 145 persen.

    Upaya ini dilakukan sebagai respons atas tindakan Trump yang beberapa waktu lalu menetapkan tarif impor sebesar 245 atas produk dan barang China.

    Menegaskan kembali tekad China untuk menyerang di tengah perang dagang yang meningkat pesat.

    Terlebih, saat ini, China merupakan pemegang kunci kekuatan ekonomi global oleh karena itu untuk mengatasi tantangan harus pemerintah berjanji akan terus membela hak pembangunan, serta integritas ekonominya.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Apakah Perang Dagang AS-Tiongkok Akan Berakhir? – Halaman all

    Apakah Perang Dagang AS-Tiongkok Akan Berakhir? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, baru-baru ini mengisyaratkan adanya kemungkinan penyelesaian konflik perdagangan yang telah berlangsung lama antara AS dan Tiongkok.

    Ia berharap dapat mencapai kesepakatan dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, dalam waktu tiga hingga empat minggu ke depan.

    Pernyataan ini muncul di tengah ketegangan yang semakin memanas terkait tarif impor yang dikenakan kepada barang-barang asal Tiongkok.

    Mengapa Trump Merasa Optimis?

    Trump menyatakan, “Saya percaya akan memiliki kesepakatan dengan Tiongkok.” Ungkapan ini diucapkan saat penandatanganan perintah eksekutif di Gedung Putih bersama Menteri Perdagangan Howard Lutnick.

    Meskipun demikian, Trump tidak mengungkapkan apakah Xi Jinping juga memiliki keinginan yang sama untuk mengakhiri perang tarif ini.

    Nick Vyas, seorang ahli dari USC Marshall, menjelaskan bahwa perang dagang ini sebenarnya adalah “permainan siapa yang akan berkedip lebih dulu antara dua kekuatan ekonomi dunia.” Menurutnya, Tiongkok memiliki posisi yang kuat karena merasa memiliki semua kartu untuk bertahan.

    Sementara itu, Trump merasa memiliki kekuatan karena AS lebih banyak mengimpor dari Tiongkok dibandingkan sebaliknya.

    Apa Dampak Ancaman Tarif yang Dikenakan?

    Perang dagang semakin memanas setelah Gedung Putih mengumumkan kemungkinan tarif impor hingga 245 persen untuk berbagai barang dari Tiongkok.

    Lembar fakta yang dirilis pada tanggal 15 April 2025 mengklarifikasi bahwa tarif tersebut merupakan kombinasi dari tarif sebelumnya dan tarif baru, termasuk tarif timbal balik dan tarif berdasarkan Pasal 301.

    Strategi ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan AS terhadap impor dari Tiongkok dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.

    Namun, kebijakan ini juga berdampak negatif, seperti meningkatnya biaya produksi di AS, terganggunya rantai pasokan global, dan konsumen yang harus menghadapi harga yang lebih tinggi.

    Apa Konsekuensi bagi Ekonomi Global?

    Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan bahwa volume perdagangan global akan turun sebesar 0,2 persen pada tahun 2025, dan jika ketegangan ini berlanjut, penurunan perdagangan barang global dapat mencapai 15 persen.

    Ini tentu menjadi perhatian serius bagi negara-negara berkembang yang akan menghadapi kerugian besar.

    Kantor PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan global dari 2,5 persen menjadi 2,3 persen, yang sering kali dikaitkan dengan awal resesi global.

    Bagaimana Respons Tiongkok?

    Menanggapi ancaman tarif dari Trump, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, menegaskan bahwa Tiongkok akan terus melindungi hak dan kepentingannya.

    Ia menyatakan bahwa AS adalah pihak yang memulai perang dagang dan bahwa balasan dari Tiongkok adalah langkah sah untuk mempertahankan keadilan internasional.

    Lin juga meminta AS untuk menghentikan tekanan ekstrem dan mulai berdialog dengan prinsip kesetaraan dan saling menghormati.

    Sebagai balasan, Tiongkok telah menaikkan tarif menjadi 145 persen untuk barang-barang dari AS dan menangguhkan pengiriman logam tanah jarang serta magnet yang digunakan dalam industri militer.

    Langkah ini menunjukkan ketegasan Tiongkok untuk tidak terintimidasi oleh ancaman AS.

    Apakah Ada Harapan untuk Negosiasi?

    Meskipun Trump membuka ruang untuk negosiasi, ia menyatakan bahwa tarif mungkin tidak akan dinaikkan lagi karena khawatir akan menurunkan daya beli konsumen.

    Ia mengisyaratkan keinginan untuk menurunkan tarif dan menginginkan dialog yang konstruktif.

    Namun, meski ada pernyataan positif dari kedua belah pihak, tidak ada tanda-tanda jelas bahwa kesepakatan sudah dekat.

    Trump juga enggan membeberkan detail negosiasi, dan terkait isu TikTok, ia menyebut bahwa kesepakatan divestasi ByteDance akan ditunda hingga masalah perdagangan diselesaikan.

     

    Skenario perang dagang antara AS dan Tiongkok terus berkembang, dengan berbagai ancaman tarif dan respons dari kedua belah pihak.

    Meskipun ada harapan untuk kesepakatan yang dapat mengakhiri konflik ini, banyak tantangan yang harus dihadapi.

    Dengan kondisi yang masih tidak pasti, hanya waktu yang akan menjawab apakah pertempuran perdagangan ini akan berakhir dengan damai.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Upaya Perdamaian dan Sanksi China dalam Konflik Rusia-Ukraina Hari ke-1151 – Halaman all

    Upaya Perdamaian dan Sanksi China dalam Konflik Rusia-Ukraina Hari ke-1151 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022 kini telah memasuki hari ke-1151 pada Sabtu, 19 April 2025.

    Dalam periode yang panjang ini, berbagai perkembangan signifikan terus terjadi, termasuk langkah Ukraina menjatuhkan sanksi terhadap tiga perusahaan asal China yang diduga terlibat dalam produksi rudal Iskander untuk Rusia.

    Mari kita bahas lebih dalam mengenai hal ini.

    Mengapa Ukraina Menjatuhkan Sanksi Terhadap Perusahaan China?

    Ukraina menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China pada Jumat, 18 April 2025.

    Ketiga perusahaan tersebut adalah Beijing Aviation, Aerospace Xianghui Technology, Rui Jin Machinery, dan Zhongfu Shenying Carbon Fiber Xining.

    Sanksi ini dilakukan setelah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut diduga berperan dalam rantai pasokan senjata Rusia, khususnya untuk rudal Iskander.

    Zelensky menegaskan dalam pernyataan di platform media sosial X bahwa sanksi ini merupakan bagian dari upaya Ukraina untuk mempersempit rantai pasokan militer Rusia yang berlanjut.

    Ia menyatakan, “Sebagian besar entitas yang terkena sanksi ini berasal dari Rusia, namun ada juga yang berbasis di Tiongkok.” Meskipun rincian sanksi belum diumumkan secara resmi, biasanya sanksi tersebut mencakup pembekuan aset, larangan transaksi, dan pemutusan kerja sama bisnis.

    Apa Tanggapan Tiongkok terhadap Tuduhan Ini?

    Dalam menanggapi tuduhan dari Zelensky, pemerintah Tiongkok secara tegas membantahnya.

    Mereka menyatakan bahwa mereka tidak menyediakan perlengkapan militer kepada pihak manapun dalam konflik ini dan berulang kali mengeklaim bahwa mereka bersikap netral dalam perang antara Rusia dan Ukraina.

    Namun, Ukraina menilai bahwa keterlibatan perusahaan-perusahaan China dalam rantai produksi senjata Rusia adalah indikasi adanya keterlibatan tidak langsung.

    Apa Pengaruh Amerika Serikat dalam Konflik Ini?

    Di tengah upaya mencapai perdamaian, laporan menyebutkan bahwa Amerika Serikat bersiap untuk mengakui kendali Rusia atas Krimea sebagai bagian dari perjanjian damai yang lebih luas dengan Ukraina.

    Meskipun demikian, keputusan akhir terkait pengakuan ini masih dalam pertimbangan dan belum ada komentar resmi dari Gedung Putih maupun Departemen Luar Negeri AS.

    Bagaimana Proses Pertukaran Tahanan Berlangsung?

    Pada hari yang sama, Rusia dan Ukraina sepakat untuk melakukan pertukaran tahanan baru, yang dimediasi oleh Uni Emirat Arab (UEA).

    Pertukaran ini akan melibatkan hampir 500 tahanan dari kedua belah pihak, termasuk 46 tentara yang terluka.

    Menurut sumber yang berbicara kepada Reuters, proses pertukaran ini diharapkan dapat meredakan ketegangan yang terus meningkat di antara kedua negara yang terlibat dalam konflik ini.

    Apa Peran Diplomasi dalam Penyelesaian Konflik?

    Dalam konteks ini, upaya diplomasi menjadi sangat penting.

    Baru-baru ini, mantan Presiden AS, Donald Trump, melakukan percakapan dengan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, membahas berbagai isu termasuk resolusi damai bagi perang yang sedang berlangsung di Ukraina.

    Diskusi ini menunjukkan bahwa negara-negara di dunia semakin berupaya untuk menemukan jalan keluar dari konflik yang telah berlangsung lebih dari satu tahun ini.

    Dengan berbagai langkah strategis yang diambil oleh Ukraina, dukungan internasional, dan upaya mediasi, harapan untuk mencapai perdamaian dalam konflik ini tetap ada.

    Meskipun tantangan besar masih dihadapi, baik Rusia maupun Ukraina terus mencari jalan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkepanjangan ini.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Fenomena Baru Muncul di China, Manusia Lari Dikejar Robot

    Fenomena Baru Muncul di China, Manusia Lari Dikejar Robot

    Jakarta, CNBC Indonesia – China menggelar ajang lomba lari setengah maraton pertama di dunia yang diikuti oleh robot humanoid. Ajang prestisius ini menjadi sorotan dunia sebagai salah satu pencapaian penting dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) dan robotika.

    Setidaknya, 21 satu robot humanoid akan bergabung dengan ribuan pelari di ajang lari setengah maraton Yizhuang di Beijing pada hari Sabtu (19/4). Ini pertama kalinya mesin-mesin tersebut berkompetisi bersama manusia dalam lintasan sepanjang 21 km.

    Mengutip Reuters, robot-robot dari produsen China seperti DroidVP dan Noetix Robotics turut hadir dalam berbagai bentuk dan ukuran, seperti dari 120 cm dan 1,8 meter. Robot tersebut tampak hampir seperti manusia, dengan fitur feminin dan kemampuan mengedipkan mata dan tersenyum.

    Beberapa perusahaan menguji robot mereka selama berminggu-minggu sebelum perlombaan. Pejabat Beijing menggambarkan acara tersebut lebih mirip dengan kompetisi mobil balap, mengingat perlunya tim teknik dan navigasi.

    Foto: Para teknisi berlari bersama robot humanoid “Tiangong” saat berpartisipasi bersama pelari manusia di E-Town Half Marathon & Humanoid Robot Half Marathon di Beijing, China, 19 April 2025. (REUTERS/Tingshu Wang)
    Para teknisi berlari bersama robot humanoid “Tiangong” saat berpartisipasi bersama pelari manusia di E-Town Half Marathon & Humanoid Robot Half Marathon di Beijing, China, 19 April 2025. (REUTERS/Tingshu Wang()

    Selama setahun terakhir, robot humanoid telah muncul di maraton di China tetapi tidak ikut berlomba. Namun, ini adalah pertama kalinya mereka berlomba bersama manusia.

    China berharap bahwa investasi dalam industri perintis seperti robotika dapat membantu menciptakan mesin pertumbuhan ekonomi baru. Namun, beberapa analis mempertanyakan apakah robot yang ikut dalam maraton merupakan indikator yang dapat diandalkan untuk potensi industri mereka.

    Alan Fern, profesor ilmu komputer, kecerdasan buatan, dan robotika di Oregon State University, mengatakan bertentangan dengan klaim pejabat Beijing bahwa perlombaan semacam itu membutuhkan terobosan AI perangkat lunak yang memungkinkan robot humanoid berlari dikembangkan dan didemonstrasikan lebih dari lima tahun lalu.

    “(Robot half-marathon) lebih merupakan demonstrasi ketahanan perangkat keras. Perusahaan-perusahaan China benar-benar fokus untuk memamerkan kemampuan berjalan, berlari, menari, dan kelincahan lainnya,” kata Fern.

    “Secara umum, ini adalah demonstrasi yang menarik, tetapi tidak menunjukkan banyak hal mengenai kegunaan pekerjaan yang bermanfaat atau jenis kecerdasan dasar apa pun,” tambahnya.

    (fab/fab)

  • Trump Tawarkan Damai ke Xi Jinping usai Ancam Tarif 245 Persen, Akankah Perang Dagang Berakhir? – Halaman all

    Trump Tawarkan Damai ke Xi Jinping usai Ancam Tarif 245 Persen, Akankah Perang Dagang Berakhir? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengisyaratkan kemungkinan ujung dari perang dagang antara AS dan Tiongkok.

    Ia berharap dapat mencapai kesepakatan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam tiga hingga empat minggu ke depan.

    “Saya percaya akan memiliki kesepakatan dengan Tiongkok,” kata Trump saat penandatanganan perintah eksekutif bersama Menteri Perdagangan Howard Lutnick di Gedung Putih, dikutip dari Investing.com, Sabtu (19/4/2025).

    “Saya pikir kami memiliki banyak waktu,” lanjutnya.

    Trump tidak menyebut apakah Xi Jinping juga telah mengambil langkah serupa untuk mengakhiri perang tarif.

    Pernyataan ini menjadi sinyal pertama adanya potensi kesepakatan sejak Trump mengenakan tarif tinggi terhadap barang impor dari Tiongkok.

    Menurut Nick Vyas dari USC Marshall, perang dagang ini adalah “permainan siapa yang akan berkedip lebih dulu” antara dua kekuatan ekonomi dunia.

    “Tiongkok merasa memiliki semua kartu untuk terus bertahan,” ungkap Vyas.

    “Sementara Trump merasa memiliki kekuatan karena Amerika lebih banyak mengimpor dari Tiongkok dibanding sebaliknya,” ujarnya.

    Strategi Trump atau Ancaman Global?

    Perang dagang memanas setelah Gedung Putih mengumumkan potensi tarif impor hingga 245 persen untuk barang-barang dari Tiongkok.

    Lembar fakta yang dirilis Gedung Putih pada Selasa (15/4/2025) menyebutkan angka tersebut sebagai kombinasi dari tarif sebelumnya dan yang baru, termasuk tarif timbal balik, tarif fentanil, dan tarif berdasarkan Pasal 301.

    Gedung Putih mengatakan tarif maksimum itu ditujukan untuk produk-produk tertentu, seperti kendaraan listrik, yang sejak era Biden sudah terkena tarif 100 persen.

    Dikutip dari Newsweek, strategi ini bertujuan mengurangi ketergantungan AS terhadap impor dari Tiongkok dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.

    Kebijakan ini meningkatkan biaya produksi di AS, mengganggu rantai pasokan global, dan mendorong konsumen menghadapi harga lebih tinggi.

    Perang Tarif dan Ancaman Resesi Global

    Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan volume perdagangan global tahun 2025 akan turun 0,2 persen, atau hampir tiga poin lebih rendah dari skenario tarif rendah.

    Jika eskalasi berlanjut, WTO memperingatkan penurunan perdagangan barang global hingga 1,5 persen dan kerugian besar bagi negara-negara berkembang.

    Kantor PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan global dari 2,5 persen menjadi 2,3 persen—level yang sering dikaitkan dengan awal resesi global.

    Trump menyebut tarif ini merupakan respons atas pembatasan ekspor elemen tanah jarang dan mineral penting dari Tiongkok, seperti galium, germanium dan antimon.

    Menurut Times of India, Washington menganggap langkah Beijing sebagai ancaman terhadap industri strategis AS, termasuk pertahanan, kendaraan listrik, dan semikonduktor.

    Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengarahkan investigasi apakah impor tanah jarang menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional.

    “Mineral-mineral penting ini adalah tulang punggung pertahanan dan ketahanan ekonomi AS,” kata Gedung Putih dalam pernyataannya.

    AS hanya memiliki satu tambang tanah jarang aktif, sementara Tiongkok menguasai 92 persen kapasitas pemrosesan global untuk material tersebut.

    Respons Tiongkok

    Menanggapi ancaman tarif dari Trump, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, menegaskan bahwa China akan terus melindungi hak dan kepentingannya.

    “China tidak mau berperang dan juga tidak takut berperang,” ujarnya seperti dikutip dari China Daily.

    Lin mengatakan AS-lah yang memulai perang dagang dan menyebut balasan dari China adalah langkah sah untuk mempertahankan keadilan internasional.

    Ia juga meminta AS untuk menghentikan tekanan ekstrem dan mulai berdialog berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling menghormati.

    Pernyataan serupa juga disampaikan kepada wartawan oleh Lin, seperti dikutip RT, Kamis (17/4/2025).

    Ia memperingatkan bahwa Beijing tidak akan terintimidasi oleh ancaman AS.

    Sebagai balasan, China menaikkan tarif menjadi 145 persen untuk barang-barang AS dan menangguhkan pengiriman logam tanah jarang serta magnet yang digunakan dalam industri militer.

    Bloomberg melaporkan bahwa Beijing juga memerintahkan maskapai China untuk berhenti menerima pengiriman jet dan suku cadang Boeing.

    Trump Buka Ruang Negosiasi, tapi China Tetap Teguh

    Trump menyatakan tarif mungkin tidak akan dinaikkan lagi karena khawatir akan menurunkan daya beli konsumen.

    “Saya mungkin tidak ingin naik ke level terakhir. Bahkan mungkin ingin menurunkan tarif,” ujarnya, dikutip dari Reuters, Sabtu (19/4/2025).

    Trump juga menangguhkan tarif terhadap puluhan negara selama 90 hari dan membuka ruang negosiasi, termasuk dengan Indonesia.

    Beijing, meski telah membalas dengan tarif 145 persen, menyatakan tidak akan lagi bermain dalam “perang angka” dan menyiratkan bahwa tidak akan menaikkan tarif lebih tinggi lagi.

    Sementara kedua pihak menyatakan kesiapan untuk berdialog, belum ada tanda-tanda nyata bahwa kesepakatan sudah dekat.

    Trump enggan membeberkan isi negosiasi dan peran Xi Jinping dalam pembicaraan tersebut.

    Terkait isu TikTok, Trump mengatakan bahwa kesepakatan divestasi ByteDance akan ditunda sampai masalah perdagangan diselesaikan.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Apakah Perang Dagang AS-Tiongkok Akan Berakhir? – Halaman all

    China Bantah Tuduhan Zelensky, Tegaskan Tak Pernah Kirim Senjata Tempur ke Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah China di bawah pimpinan Xi Jinping menegaskan bahwa negaranya tidak pernah menyediakan senjata untuk Moskow selama perang Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung.

    Pernyataan itu diungkap langsung oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian menanggapi tudingan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky soal Beijing memasok persenjataan kepada

    “Kami tidak pernah menyediakan senjata mematikan kepada pihak manapun yang berkonflik, dan secara ketat mengontrol ekspor barang-barang dengan fungsi ganda,” ujar Lin Jian, dikutip dari The Guardian.

    Dalam kesempatan itu Otoritas Beijing juga menegaskan “posisinya mengenai masalah Ukraina sangat netral, konsisten dan jelas”.

    Meskipun pemimpinnya, Xi Jinping, dan Presiden Rusia Vladimir Putin, adalah sekutu publik, dengan kemitraan “tanpa batas” antara negara mereka.

    “Posisi Tiongkok terkait isu Ukraina selalu jelas. Tiongkok secara aktif berkomitmen untuk mendorong gencatan senjata dan mengakhiri konflik, serta mendorong perundingan damai,” tegas Lin

    Ukraina Klaim Punya Bukti China Pasok Senjata ke Rusia

    Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan bahwa intelijen Ukraina telah menerima informasi bahwa “China memasok senjata ke Federasi Rusia.”

    Pernyataan itu diungkap Zelensky, dalam konferensi pers di Kyiv pada Kamis (17/4/2025).

    Zelensky mengatakan dirinya mendapatkan “informasi” soal aktivitas China memasok senjata kepada Rusia.

    Zelensky tidak menjelaskan lebih lanjut soal klaimnya tersebut, dan hanya mengatakan bahwa Ukraina “siap” untuk membicarakannya secara detail.

    “Kami akhirnya menerima informasi bahwa China memasok senjata ke Federasi Rusia,” kata Zelensky kepada wartawan. “Kami meyakini bahwa perwakilan China terlibat dalam produksi sejumlah senjata di wilayah Rusia,” kata Zelensky.

    Klaim tersebut muncul hanya sehari setelah Zelensky mengatakan bahwa militer Ukraina telah menangkap dua tentara asal China di kawasan timur Donetsk.

    “Militer kami menangkap dua warga negara China yang bertempur bersama pasukan Rusia. Ini terjadi di wilayah Ukraina di wilayah Donetsk,” kata Zelensky dalam pernyataan via media sosial X.

    “Kami memiliki dokumen para tahanan ini, kartu bank, dan data pribadi,” tambahnya lagi menunjukkan sebuah unggahan di media sosial yang menyertakan video salah satu tahanan China yang diduga.

    Kendati pemerintah China telah menepis tuduhan terkait perekrutan Moskow terhadap 155 warga negaranya.

    Namun seorang pejabat senior Kyiv yang disembunyikan identitasnya mengatakan kepada AFP bahwa para tentara China yang ditangkap pasukan Ukraina kemungkinan warga negara China yang dibujuk untuk menandatangani kontrak dengan militer Rusia, bukan yang dikirim langsung oleh Beijing.

    Pejabat Kiev itu menilai tentara China itu bergabung dengan pasukan Rusia demi keuntungan finansial.

    Sementara Departemen Luar Negeri AS menyebut penangkapan dua warga negara China itu menunjukkan tingkat dukungan Beijing terhadap Moskow.

    Ukraina pada hari Jumat menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka berbisnis di Ukraina dan membekukan aset mereka di negara tersebut. Ukraina tidak memberikan rincian mengapa mereka dimasukkan ke dalam daftar sanksi.

    Hal tersebut menambah kompleksitas situasi, mengingat China selama ini mempertahankan posisi netral sambil memberikan dukungan ekonomi kepada Rusia.

    Imbas isu ini Ukraina pada hari Jumat menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan China, melarang mereka berbisnis di Ukraina dan membekukan aset mereka di negara tersebut.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Pelanggaran HAM dan Kehidupan Tragis Perempuan Korea Utara

    Pelanggaran HAM dan Kehidupan Tragis Perempuan Korea Utara

    loading…

    Dong Wan Kang, Profesor di Universitas Dong-A, Busan, Korea Selatan. Foto/Istimewa

    Dong Wan Kang
    Profesor di Universitas Dong-A, Busan, Korea Selatan
    Pembawa Acara Kanal YouTube “Dong-Wan Kang TV”

    DI KOREA UTARA, perempuan disebut sebagai “salah satu roda kereta revolusi”. Sebuah lagu populer berjudul “Perempuan Adalah Bunga” menggambarkan perempuan sebagai “bunga bangsa”. Negara ini juga memperingati tanggal 3 November sebagai “Hari Ibu” untuk semakin menekankan peran dan pentingnya perempuan.

    Propaganda pemerintah mengklaim bahwa perempuan di “surga rakyat” ini menikmati kehidupan yang sangat bahagia. Namun, benarkah perempuan Korea Utara benar-benar bahagia? Sebelum berbicara tentang peran mereka sebagai perempuan, dapatkah mereka hidup dengan martabat sebagai manusia?

    Secara umum, hak-hak perempuan mencakup kebebasan dari kekerasan seksual, hak untuk memilih, hak untuk memegang jabatan publik, hak yang setara dalam hukum keluarga, dan akses terhadap pendidikan. Dilihat dari perspektif hak asasi manusia (HAM), kehidupan mereka sungguh tragis.

    Saya telah merekam kehidupan rakyat Korea Utara di sepanjang Sungai Yalu dan Tumen di perbatasan China-Korea Utara menggunakan lensa telefoto untuk membagikan kisah mereka kepada dunia. Di musim dingin yang sangat menusuk, dengan suhu di bawah -35°C, perempuan Korea Utaralah yang harus mengambil air atau mencuci pakaian di sungai yang membeku.

    Dalam kenyataan keras ini, di mana listrik dan sistem air bersih sangat minim, seteguk air saja harus diambil dari sungai atau sumur. Peralatan rumah tangga seperti mesin cuci dan pengering, yang bagi kita sudah biasa, bagi mereka adalah kemewahan yang tak terbayangkan.

    Di negara yang sangat tertutup ini, di mana perbatasan dijaga ketat, bahkan pupuk dasar untuk bertani pun sulit diakses—limbah manusia masih digunakan. Mengangkut limbah manusia ke ladang, yang dikenal sebagai “pertempuran pupuk,” adalah tugas wajib musim dingin bagi perempuan Korea Utara.

    Menghidupi ekonomi rumah tangga juga menjadi beban mereka. Mereka harus menjual apa pun yang bisa dijual di pasar-pasar lokal untuk menghidupi keluarga, yang seringkali membuat mereka rentan terhadap eksploitasi seksual ilegal dan berulang.

    Pelanggaran HAM terhadap perempuan Korea Utara yang diperdagangkan ke China sungguh tak terbayangkan parahnya. Dihadapkan pada ancaman kelaparan, melintasi perbatasan untuk mencari makanan sering menjadi satu-satunya pilihan—tetapi ini membuat mereka menjadi target empuk bagi para pelaku perdagangan manusia.

    Sekitar 80% pembelot Korea Utara yang tiba di Korea Selatan adalah perempuan, dan di antara mereka, sekitar 70% pernah mengalami perdagangan manusia di China. Mereka yang beruntung bisa mencapai Korea Selatan dengan selamat adalah pengecualian.

  • AS di Ambang Kekalahan Mutlak, China Makin Kuat

    AS di Ambang Kekalahan Mutlak, China Makin Kuat

    Jakarta, CNBC Indonesia – China mulai menghantui posisi Amerika Serikat (AS) dalam perkembangan Artificial Intelligence (AI). Kemampuan perusahaan teknologi AI asal China dilaporkan mendekati AS yang sudah populer lebih dulu.

    AS diketahui memiliki sejumlah perusahaan yang serius menggarap AI. Termasuk OpenAI yang mengembangkan chatbot populer ChatGPT, Meta, hingga Google.

    Dalam laporan Indeks AI dari Institute for Human Centered AI (HAI) dari Universitas Stanford menyebutkan OpenAI dan Google bersaing ketat untuk membangun AI. Namun posisinya tak jauh dari perusahaan China bernama DeepSeek.

    Awal tahun ini, DeepSeek mengguncang dunia termasuk pasar saham dan perusahaan teknologi AS. DeepSeek diketahui merilis model terbaru bernama R1.

    Laporan HAI mengatakan R1 berada di peringkat paling dekat dengan model performa terbaik dari OpenAI dan Google. AI asal China dalam lajur peningkatan dengan skor yang dihasilkan sama dengan perusahaan AS.

    “Model-model China mengejar ketertinggalan dalam performa dengan model AS. Namun di seluruh dunia, sejumlah pemain baru muncul di ruang tersebut,” jelas direktur penelitian di HAI, Vanessa Parli dikutip dari Wired.

    China disebut menerbitkan lebih banyak makalah dan paten soal AI dibandingkan AS. Namun memang dari model yang dihasilkan jumlahnya jauh lebih sedikit, China hanya 15 model berbanding 40 model asal AS.

    Perkembangan AI juga tidak hanya dimiliki AS dan China. Sejumlah negara lain mulai memperlihatkan geliat perkembangan teknologi tersebut, meski tak semasif kedua negara pemimpin.

    Eropa, misalnya, diketahui telah menghasilkan tiga model AI. Perkembangan yang sama terjadi di Timur Tengah, Amerika Latin hingga Asia Tenggara.

    Dalam laporan yang sama dituliskan soal model terbuka dan open weight. Kebanyakan model AI yang ada sekarang menggunakan model tersebut, dari Llama milik Meta, DeepSeek, dan Mistral asal Perancis.

    ChatGPT telah mengumumkan akan menggunakan model sumber terbuka. Kemungkinan model tersebut diluncurkan pada pertengahan tahun ini.

    Temuan tersebut menunjukkan menipisnya kesenjangan model terbuka, dari 8% menjadi 1,7% pada tahun lalu. Namun memang mayoritas perusahaan masih menggunakan sumber tutup, sebanyak 60,7%.

    (fab/fab)