Negara: Republik Rakyat Cina

  • iPhone Tak Laku Walau Ada Subsidi, HP Merek China Laku Keras

    iPhone Tak Laku Walau Ada Subsidi, HP Merek China Laku Keras

    Jakarta, CNBC Indonesia – Apple menghadapi tantangan berat di pasar smartphone terbesar dunia.

    Data terbaru dari perusahaan riset IDC menunjukkan pengiriman iPhone di China anjlok 9% pada kuartal pertama 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

    Apple, yang kini menempati peringkat kelima di pasar smartphone China, hanya mengirimkan 9,8 juta unit, menguasai 13,7% pangsa pasar.

    Angka ini turun signifikan dari 17,4% pada kuartal sebelumnya, menjadikan penurunan ketujuh berturut-turut bagi raksasa teknologi asal Amerika Serikat tersebut.

    Sebaliknya, pesaing lokal seperti Xiaomi menunjukkan performa cemerlang. Pengiriman Xiaomi melonjak hingga 40% menjadi 13,3 juta unit, berkontribusi pada pertumbuhan industri smartphone China yang naik 3,3% secara keseluruhan.

    Analis IDC, Will Wong, menjelaskan bahwa harga mahal yang dipatok untuk iPhone membuat Apple gagal memanfaatkan program subsidi baru pemerintah China, demikian dikutip dari Reuters, Senin (21/4/2025)

    Sejak Januari, Beijing menggelontorkan insentif berupa cashback sebesar 15% untuk produk elektronik, termasuk smartphone dengan harga di bawah 6.000 yuan. Dengan harga jual iPhone yang mayoritas di atas batas tersebut, Apple pun kehilangan momentum untuk ikut mendongkrak penjualan.

    Kondisi ini makin menambah tekanan bagi Apple yang sebelumnya sudah menghadapi kompetisi ketat dari produsen lokal seperti Xiaomi yang agresif memperluas pangsa pasar mereka dengan menawarkan produk berkualitas tinggi namun lebih terjangkau.

    (dem/dem)

  • Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 59 Bulan Beruntun

    Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 59 Bulan Beruntun

    Jakarta, Beritasatu.com – Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus sebesar US$ 4,33 miliar pada Maret 2025. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat surplus US$ 3,10 miliar, tetapi sedikit lebih rendah dibandingkan surplus pada Maret 2024 yang sebesar US$ 4,58 miliar.

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, surplus perdagangan ini memperpanjang tren positif neraca perdagangan Indonesia selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

    Pada Maret 2025, nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 23,25 miliar. Angka ini naik 5,95% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan tumbuh 3,16% secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara itu, nilai impor tercatat sebesar US$ 18,92 miliar, naik tipis 0,38% mtm dan meningkat 5,34% yoy.

    “Surplus pada Maret 2025 terutama ditopang oleh ekspor nonmigas yang cukup kuat,” ujar Amalia dalam konferensi pers di Kantor BPS, Senin (21/4/2025).

    BPS mencatat surplus perdagangan nonmigas mencapai US$ 6 miliar. Komoditas utama penyumbang surplus antara lain lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, besi dan baja.

    Sementara itu, neraca perdagangan migas mengalami defisit sebesar US$ 1,67 miliar, terutama disebabkan oleh impor hasil minyak dan minyak mentah.

    Tiga negara penyumbang surplus terbesar bagi neraca perdagangan Indonesia adalah Amerika Serikat US$ 1,98 miliar, India US$ 1 miliar, Filipina US$ 714,1 juta. Sedangkan negara mitra dagang dengan kontribusi defisit terbesar adalah Tiongkok US$ 1,1 miliar, Australia US$ 353,2 juta, dan Thailand US$ 195,4 juta.

    Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari–Maret 2025 mencatatkan surplus sebesar US$ 10,92 miliar, naik US$ 3,51 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

  • BPS: China Penyumbang Defisit Perdagangan Nonmigas Terdalam Maret 2025

    BPS: China Penyumbang Defisit Perdagangan Nonmigas Terdalam Maret 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap, Indonesia mengalami defisit perdagangan nonmigas terdalam dengan China pada Maret 2025.

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara, dengan China menjadi negara penyumbang defisit perdagangan nonmigas mencapai US$1,11 miliar pada Maret 2025.

    “Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara dan yang terbesar adalah China US$1,11 miliar,” kata Amalia dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).

    Secara terperinci, Amalia mengungkap bahwa defisit perdagangan dengan China utamanya disumbang oleh mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) yakni -US$1,41 miliar, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) -US$1,30 miliar, dan kendaraan dan bagiannya (HS 87) -US$351 juta.

    Selain dengan China, Australia dan Thailand menjadi dua negara lainnya sebagai penyumbang defisit terbesar pada Maret 2025. Amalia mengungkap, Australia menyumbang defisit sebesar US$0,35 miliar, dan Thailand US$195 juta pada Maret 2025.

    Untuk Australia, Amalia menuturkan bahwa defisit terbesar dikontribusikan oleh komoditas serealia (HS10) terutama dari komoditas gandum yakni sebesar -US$103 juta, kemudian logam mulia dan perhiasan (HS71) -US$91,2 juta, dan bahan bakar mineral (HS27) -US$83,4 juta.

    Sementara untuk Thailand, BPS mencatat bahwa komoditas penyumbang defisit nonmigas terbesar yakni defisit terbesar dikontribusikan oleh gula dan kembang gula (HS17) -US$96,5 juta, plastik dan barang dari plastik (HS39) -US$68,7 juta, serta mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS84) -US$68,5 juta. 

    Sementara itu, Indonesia tercatat mengalami surplus perdagangan barang pada kelompok nonmigas dengan beberapa negara. Tiga terbesar diantaranya adalah AS US$1,98 miliar, India US$1,04 miliar, Filipina US$714 juta.

  • Belajar dari Inggris, Indonesia Wajib Waspada Banjir Impor Baja China – Page 3

    Belajar dari Inggris, Indonesia Wajib Waspada Banjir Impor Baja China – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pasar Indonesia wajib waspada terhadap banjir impor baja, khususnya dari China. Menyusul runtuhnya industri baja Inggris, setelah British Steel, produsen baja utama di negara tersebut, berencana menutup dua blast furnace di pabrik Scunthorpe.

    Langkah ini diperkirakan akan mengorbankan hingga 2.700 pekerjaan dan mengubah secara drastis wajah industri baja Inggris. Penutupan blast furnace ini akan menjadikan Inggris sebagai satu-satunya negara G7 yang tidak mampu memproduksi baja dari bijih besi, meningkatkan ketergantungan pada impor baja dan bahan baku dari luar negeri.

    Indonesia menghadapi tantangan serupa dalam industri baja. Banjir impor baja murah, terutama dari China, menekan produsen dalam negeri. Kebijakan tarif tinggi untuk impor baja di Amerika Serikat menyebabkan produsen baja dari China mencari pasar alternatif, termasuk Indonesia.

    Mengutip data Kementerian Perindustrian, Senin (21/4/2025), kapasitas produksi baja nasional saat ini mencapai sekitar 17 juta ton per tahun. Di sisi lain kebutuhan domestik diperkirakan mencapai 21 juta ton pada 2025. Menandakan adanya ketergantungan pada impor untuk memenuhi kebutuhan baja dalam negeri.

    Menurut proyeksi, kebutuhan baja Indonesia pada 2045 diperkirakan mencapai 100 juta ton per tahun. Kebutuhan besar itu bakal terjadi jika seluruh agenda pembangunan industri, infrastruktur, dan manufaktur berjalan sesuai rencana.

    Kemenperin mengakui adanya peningkatan produksi baja dari China dan berharap oversupply tersebut tidak membebani industri baja domestik. Mereka menyatakan komitmen untuk melindungi industri dalam negeri agar tetap berdaya saing di pasar lokal maupun global.

    “Ketika pasar domestik dibanjiri produk impor dan mengakibatkan tekanan yang berat pada demand domestik. Hal tersebut juga akan mengancam ekonomi 19 juta pekerja dan keluarganya,” kata Staf Khusus Menperin Bidang Hukum dan Pengawasan, Febri Hendri Antoni Arief.

    Di tengah tekanan global dan derasnya arus impor, Indonesia tidak punya pilihan lain selain memperkuat ketahanan industrinya sendiri. Tantangan ini harus dijawab dengan pendekatan sistemik: menyatukan kebijakan perdagangan, energi, investasi, dan teknologi dalam satu peta jalan industri baja nasional.

    Tenaga ahli industri, dan pemerhati industri baja dan pertambangan, Widodo Setiadarmaji, meminta negara wajib hadir. Bukan untuk menggantikan pasar, tetapi untuk mengarahkan dan melindungi agar pasar bekerja bagi kepentingan nasional jangka panjang.

    “Siapa yang memiliki strategi, keberpihakan, dan keberanian untuk melindungi serta membangun industrinya, dialah yang akan bertahan,” tegasnya dalam kesempatan terpisah.

     

  • AS Sumbang Surplus Dagang Terbesar ke RI pada Maret 2025

    AS Sumbang Surplus Dagang Terbesar ke RI pada Maret 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Amerika Serikat menjadi negara yang memberi surplus perdagangan terbesar dengan Indonesia pada Maret 2025, meski ada ancaman tarif resiprokal yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan surplus perdagangan nonmigas Indonesia dengan AS senilai US$1,98 miliar.

    Surplus tersebut lebih besar dari bulan sebelumnya atau Februari 2025, yang mana AS menyumbang surplus perdagangan ke Indonesia sebesar US$1,57 miliar.

    “Komoditas penyumbang surplus terbesar dengan Amerika seperti biasa ini didorong oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagian [US$465 juta], alas kaki [US$239,7 juta], dan lemak dan minyak hewan nabati [US$238,7 juta],” ungkap Amalia dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).

    Negara selanjutnya yang penyumbang surplus perdagangan terbesar ke Indonesia adalah India yaitu sebesar US$1,04 miliar, yang kemudian diikuti oleh Filipina yaitu sebesar US$714,1 juta.

    Di sisi lain, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara. Tiga negara penyumbang defisit terbesar yaitu China (US$1,11 miliar), Australia (US$353,2 juta) dan Thailand (US$195,4 miliar).

    Sementara itu, secara keseluruhan BPS mengumumkan neraca perdagangan tercatat surplus senilai US$4,33 miliar pada Maret 2025. Amalia mengatakan nilai surplus tersebut naik US$1,23 miliar secara bulanan. “Indonesia mencatatkan surplus 59 bulan beruntun sejak Mei 2020,” ujarnya.

    Amalia menyebutkan surplus ditopang komoditas nonmigas dengan surplus perdagangan senilai US$6 miliar. Sejumlah komoditas pendorong surplus antara lain lemak dan hewan minyak nabati, bahan bakan mineral, serta besi dan baja.

    “Pada saat yang sama, neraca perdagangan migas defisit US$1,67 miliar dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah,” jelasnya.

    Sebagai informasi, pemerintah sendiri sedang melakukan negosiasi tarif resiprokal Trump. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto resmi menyerahkan proposal tawaran negosiasi ulang penerapan tarif resiprokal yang dikenakan ke Indonesia sebesar 32% ke Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick di Washington DC, AS pada Sabtu (19/4/2025) waktu setempat.

    Airlangga menyampaikan Indonesia menawarkan untuk meningkatkan pembelian dan impor barang AS agar menyeimbangkan defisit perdagangan antar kedua negara. Memang, Indonesia merupakan negara penyumbang defisit terbesar ke-15 ke neraca perdagangan AS pada tahun lalu.

  • Edifier WH700NB Pro Dirilis, Headphone Harga di Bawah Rp 700 Ribu dengan Fitur ANC – Page 3

    Edifier WH700NB Pro Dirilis, Headphone Harga di Bawah Rp 700 Ribu dengan Fitur ANC – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Edifier baru saja memperkenalkan headphone nirkabel terbarunya, Edifier WH700NB Pro, ke pasar Indonesia pada 14 April 2025.

    Hadir sebagai bagian dari lini baru Edifier, headphone ini sudah dilengkapi dengan teknologi Active Noise Canceling (ANC).

    Tak hanya itu, perusahaan asal China ini juga sudah melengkapi Edifier WH700NB Pro dengan daya tahan baterai tinggi, dan di desain agar tetap nyaman dipakai dalam jangka panjang.

    Beberapa spesifikasi yang dihadirkan WH700NB Pro mencerminkan tren saat ini, terutama bagi pengguna yang mencari headphone fleksibel untuk berbagai aktivitas—dari mendengarkan musik, menghadiri rapat daring, hingga bermain game.

    “Edifier WH700NB Pro sudah dilengkapi dengan teknologi hybrid ANC yang mampu meredam suara luar hingga -43dB,” jelas perusahaan dalam keterangannya, Senin (21/4/2025).

    Perusahaan menambahkan, “headphone baru ini juga sudah dilengkapi mode gaming latensi rendah mampu mengurangi jeda suara saat bermain game dengan latensi hanya 0,06 detik.”

    Agar baterai bisa bertahan lama, pengguna bisa mematikan fitur ANC. Dengan ini, headphone pun bisa bertahan lebih dari dua hari pemakaian.

    “Seri headphone ANC baru kami ni juga tersedia fitur pengisian cepat, di mana pengguna hanya perlu isi baterai 15 menit untuk bisa bertahan selama 10 jam penggunaan,” papar perusahaan.

    Mengikuti tren pengguna yang banyak menggunakan perangkat mobile lebih dari satu, Edifier WH700NB Pro sudah mendukung koneksi ke dua perangkat sekaligus, dengan konsumsi daya rendah dan koneksi lebih stabil.

     

     

  • Nilai Ekspor Nonmigas RI ke AS dan China Meningkat, India Turun 14% Maret 2025

    Nilai Ekspor Nonmigas RI ke AS dan China Meningkat, India Turun 14% Maret 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, China, Amerika Serikat (AS), dan India masih menjadi tiga besar tujuan ekspor Indonesia pada Maret 2025. Kendati begitu, nilai ekspor ke India tercatat turun pada bulan tersebut. 

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, nilai ekspor ke India mencapai US$1,41 miliar pada Maret 2025 atau turun signifikan 14,54% (Month-to-Month/MtM), dari bulan lalu US$1,65 miliar.

    “Nilai ekspor ke India tercatat US$1,41 miliar atau turun 14,54% dibanding bulan sebelumnya,” ungkap Amalia dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).

    Sementara itu, nilai ekspor ke China dan AS mengalami peningkatan pada Maret 2025. Amalia mengungkap, nilai ekspor nonmigas ke China tercatat mencapai US$5,20 miliar atau naik 21,50% dibanding Februari 2025 yang tercatat sebesar US$4,28 miliar.

    Dibanding Maret 2024, nilai ekspor non migas ke China juga mengalami peningkatan, mengingat pada Maret tahun lalu, nilai ekspornya mencapai US$4,75 miliar.

    Kemudian ke AS, BPS mencatat nilai ekspor ke Negeri Paman Sam mencapai US$2,63 miliar. Nilai tersebut meningkat 12,08% dibanding bulan sebelumnya yang tercatat mencapai US$2,35 miliar.

    “Nilai ekspor nonmigas ke China tercatat US$5,20 miliar atau naik 21,50% dibanding Februaru 2025. Nilai ekspor non migas ke AS tercatat US$2,63 miliar atau naik 12,08% dibanding bulan lalu,” ujarnya.

    Secara tahunan, Amalia menyebut bahwa nilai ekspor non migas ke negara dan kawasan tujuan utama mengalami peningkatan, kecuali ke India.

    Menurut paparan yang disampaikan Amalia, nilai ekspor non migas ke India pada Maret 2025 mencapai US$1,41 miliar atau turun dibanding Maret 2024 yang mencapai US$1,78 miliar.

    “Secara tahunan, nilai ekspor non migas ke negara dan kawasan tujuan utama mengalami  peningkatan, kecuali ke India,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, nilai ekspor non migas tiga negara, yakni China, AS, dan India memberikan share sekitar 42,37% dari total ekspor non migas Indonesia pada Maret 2025. 

  • China Wanti-wanti AS Great Depression 1930 Bisa Terulang Akibat Tarif Trump

    China Wanti-wanti AS Great Depression 1930 Bisa Terulang Akibat Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah China kembali mengingatkan ancaman krisis ekonomi global atau The Great Depression 1930 sebagai contoh ekstrem yang bisa terulang akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump. 

    Dikutip melalui Reuters pada Senin (21/4/2025), Duta Besar China untuk AS Xie Feng mendesak Washington untuk mengakhiri kebijakan tarif tinggi dan memilih jalan koeksistensi damai.

    Xie menyampaikan bahwa kebijakan tarif sepihak dapat mengguncang perekonomian dunia dan mengingatkan pada kebijakan proteksionis AS yang ikut memicu krisis ekonomi besar hampir satu abad lalu.

    “Tarif yang diterapkan AS pada tahun 1930 memperdalam Depresi Hebat [The Great Depression]. Kita harus belajar dari sejarah dan menghindari kesalahan serupa,” ujar Xie, sebagaimana dikutip dari situs resmi Kedutaan Besar China di AS, Senin (21/4/2025).

    Menggunakan analogi dari pengobatan tradisional China, Xie menekankan pentingnya keseimbangan antara kekuatan besar dunia. 

    Dia menggambarkan hubungan China-AS sebagai ‘resep pengobatan’ yang membutuhkan harmoni agar menghasilkan efek positif bagi dunia.

    “Seperti resep obat yang menggabungkan banyak bahan untuk saling menguatkan, dunia cukup besar untuk menampung baik China maupun Amerika Serikat. Kita harus membantu satu sama lain untuk sukses, bukan saling menjatuhkan,” kata Xie.

    Ketegangan dagang antara kedua negara kembali meningkat, dengan kedua belah pihak saling mengenakan tarif lebih dari 100% serta pembatasan di bidang perdagangan, investasi, hingga kebudayaan.

    China juga mengkritik rencana AS untuk mengenakan biaya pelabuhan tambahan terhadap kapal-kapal yang terhubung dengan Negeri Tirai Bambu. 

    Sementara itu, negara-negara seperti Jepang dan Taiwan mulai menjajaki negosiasi dengan Washington terkait kebijakan tarif yang dijuluki “Liberation Day Tariffs” oleh mantan Presiden Donald Trump. Namun, belum ada dialog tingkat tinggi yang dijadwalkan antara AS dan China hingga saat ini. 

    Trump sebelumnya menyebut bahwa percakapan pribadi dengan China berlangsung baik, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut. Di sisi lain, Beijing menegaskan bahwa dialog baru bisa dimulai jika AS menunjukkan rasa hormat.

    “China menentang perang dagang, namun kami siap membalas setiap negara yang mengenakan tarif kepada kami,” tegas Xie.

  • iPhone Made in USA Disebut Fantasi Belaka

    iPhone Made in USA Disebut Fantasi Belaka

    Jakarta

    Setiap iPhone dilengkapi label yang memberi tahu pengguna bahwa perangkat tersebut dirancang di California. Designed by Apple in California, begitu tulisannya. Namun gadget Apple sebatas dirancang di Amerika Serikat dan mayoritas dibuat di China.

    Apple menjual lebih dari 220 juta iPhone per tahun dan menurut perkiraan, sebanyak 9 dari 10 HP itu dibuat di China. Untuk saat ini, iPhone dan perangkat elektronik lainnya masih aman karena tarif yang diberlakukan presiden AS Donald Trump ditunda.

    Masalahnya, pemerintahan Trump ingin iPhone dibuat di AS. Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menegaskan hal itu. “Presiden Trump telah menjelaskan Amerika tidak dapat bergantung pada Tiongkok untuk memproduksi teknologi penting seperti semikonduktor, chip, smartphone, dan laptop,” cetusnya.

    “Atas arahan presiden, perusahaan-perusahaan ini berusaha keras untuk memindahkan produksi mereka ke Amerika Serikat sesegera mungkin,” tambahnya. Namun seperti sudah sering dibaha, hal itu dianggap masih mustahil saat ini.

    Menurut Eli Friedman, yang sebelumnya duduk di dewan penasihat akademis Apple, gagasan bahwa Apple dapat memindahkan operasi perakitannya ke AS adalah “fantasi belaka”.

    Dia mengungkap bahwa Apple sebelumnya telah membahas tentang diversifikasi rantai pasokannya dari China sejak 2013, saat dia bergabung dengan dewan, tetapi AS tidak pernah menjadi pilihan karena kesulitan yang menghadang.

    “Lokasi baru yang paling penting untuk perakitan adalah Vietnam dan India. Namun, tentu saja sebagian besar perakitan Apple masih dilakukan di China,” paparnya yang dikutip detikINET dari BBC.

    Rantai suplai dan manufaktur Apple di China dan negara lainnya sudah sedemikian canggih. AS belum punya fasilitas yang mirip dan juga tenaga kerja cukup. “Kita kekurangan tenaga kerja parah dan telah kehilangan produksi dalam skala besar,” kata Tinglong Dai, profesor bisnis di Universitas Johns Hopkins, yang mempelajari rantai pasokan global.

    Sebagai gambaran, Foxconn yang merakit iPhone mempekerjakan 300 ribu pegawai di kota Zhengzhou, tempat banyak iPhone diproduksi. Tim Cook juga mengatakan tahun 2017 bahwa Apple mengandalkan China bukan untuk tenaga kerja murah, tapi kualitas karyawan. “Alasannya adalah karena keterampilan dan kuantitas keterampilan di satu lokasi, dan jenis keterampilan,” katanya.

    (fyk/fyk)

  • Pembangunan Pabrik BYD di Subang Diganggu Ormas

    Pembangunan Pabrik BYD di Subang Diganggu Ormas

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengungkapkan pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat sempat diganggu organisasi masyarakat (ormas) dan aksi premanisme. Duh!

    Kabar ini didapatkan Eddy Soeparno saat memenuhi undangan Pemerintah China dalam rangkaian kunjungan di Shenzhen, China.

    Diketahui, saat ini BYD tengah membangun plant atau pabrik produksi di Indonesia yang berlokasi di Subang, Jawa Barat. Eddy tidak mengungkapkan nama ormas yang mengganggu pembangunan pabrik BYD tersebut.

    “Sempat ada permasalahan terkait premanisme, ormas yang mengganggu pembangunan sarana produksi BYD. Saya kira itu harus tegas. Pemerintah perlu tegas untuk kemudian menangani permasalahan ini,” kata Eddy dalam akun instagramnya dikutip Minggu (20/4/2025).

    BYD bangun pabrik di Subang, Jawa Barat Foto: Luthfi Anshori/detikOto

    Dia mengatakan penindakan tegas terhadap premanisme dilakukan semata-mata untuk membuat iklim investasi yang nyaman dan aman.

    “Jangan sampai kemudian investor datang ke Indonesia dan merasa kemudian tidak mendapatkan jaminan kemanan, jaminan keamanan itu adalah hal yang paling mendasar bagi investasi untuk masuk ke Indonesia,” tambah dia.

    DetikOto sudah menghubungi Head of PR & Government Relations PT BYD Motor Indonesia, Luther Panjaitan terkait kabar tersebut. Namun yang bersangkutan belum memberikan respons.

    BYD akan memulai produksi mobil listrik di fasilitas pabrik di Subang, Jawa Barat, pada awal tahun 2026. Dari sekarang, BYD juga mulai mencari pemasok lokal untuk memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).

    BYD telah merencanakan investasi sebesar Rp 11,7 triliun dengan kapasitas produksi kendaraan listrik mencapai 150 ribu unit per tahun.

    Sebagai informasi, fasilitas produksi mobil listrik BYD dibangun di area Fase 2 Subang Smartpolitan, Jawa Barat. BYD akan menggunakan lahan terbesar seluas lebih dari 108 hektare.

    Mobil listrik BYD juga mendapat respon positif dari masyarakat Indonesia. Terbukti dalam hal penjualan, BYD kini sudah masuk dalam jajaran 10 merek mobil terlaris dengan total penjualan wholesales (distribusi ke dealer) per Maret 2025 sebanyak 3.205 unit.

    Sejauh ini BYD telah menjual beberapa produk mobil listriknya di Indonesia, seperti Dolphin, M6, Atto 3, Seal, dan yang paling baru Sealion 7. Tidak hanya itu, BYD juga sudah membawa brand mobil premiumnya, Denza, ke Indonesia, yang memasarkan MPV mewah D9.

    Saksikan juga Sosok: Damaz, Wujudkan Mimpi Lewat Tanaman Herbal

    (riar/din)