Negara: Republik Rakyat Cina

  • Gubernur NTB Respons Tambang Ilegal Dekat Mandalika yang Disorot KPK

    Gubernur NTB Respons Tambang Ilegal Dekat Mandalika yang Disorot KPK

    MATARAM – Gubernur Nusa Tenggara Barat Lalu Muhamad Iqbal menanggapi informasi keberadaan tambang ilegal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang kini tengah disorot Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    “Kalau dianggap dekat dengan Mandalika itu semua (tambang ilegal) dekat dengan Mandalika. Kebetulan lokasi yang dimaksud ini dekat selatan di wilayah Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, tapi tidak terlalu dekat dengan Mandalika. Jaraknya agak jauh dari Mandalika,” ujarnya kepada wartawan di Mataram, Selasa, 28 Oktober, dilansir ANTARA.

    Ia menegaskan pada prinsipnya di mana pun lokasi tambang ilegal berada tetap ilegal karena beraktivitas tanpa memiliki izin dan memiliki dampak yang buruk baik secara sosial maupun lingkungan.

    “Oleh karena itu, harus diselesaikan oleh pemerintah secara bersama-sama mulai dari pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat,” ujar Iqbal.

    Iqbal mengaku belum membaca hasil pemeriksaan terkait keberadaan tambang ilegal di Sekotong Lombok Barat yang kini tengah disorot KPK.

    “Justru saya lagi minta untuk saya pelajari bahan-bahannya dan melihat di mana ruang yang kiranya diperankan oleh pemerintah daerah,” ucapnya.

    Terkait adanya keinginan masyarakat yang meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB melakukan moratorium tambang ilegal, mantan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri ini menegaskan tidak ada yang perlu moratorium karena tambang ilegal.

    “Nggak bisa moratorium karena sudah ilegal. Kalau ilegal ya harus dihentikan, disetop bukan dimoratorium. Maksud moratorium itu kan dihentikan,” ujar Iqbal.

    Menyinggung jumlah tambang ilegal yang telah didata oleh Pemprov NTB, Iqbal mengaku belum mengetahui berapa jumlah pasti tambang ilegal yang ada di daerah itu.

    “Saya belum punya data yang presisi terkait berapa jumlahnya. Yang jelas kita tahu banyak tambang ilegal di NTB ini, mulai dari Pulau Lombok sampai Pulau Sumbawa,” ujarnya.

    Meskipun demikian, ia mengatakan pemerintah bersama aparat keamanan memiliki keinginan yang sama untuk menghentikan keberadaan tambang ilegal di wilayah itu.

    Sebelumnya, KPK mendorong pemerintah terkait untuk menindak tambang ilegal di dekat Mandalika, NTB, yang dinilai bisa produksi tiga kilogram emas satu hari.

    “Kami dorong yang punya kewenangan untuk tegakkan aturan,” ujar Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V Dian Patria di gedung Merah Putih KPK.

    Menurutnya, bila pemerintah dengan tugas dan fungsi terkait tidak menindak tambang ilegal tersebut, maka KPK akan menegakkannya.

    “Kalau dia tidak tegakkan, ya kami tegakkan. Bisa jadi dia bagian dari masalah. Sengaja. Itu yang selama ini banyak terjadi,” katanya.

    Aktivitas tambang emas ilegal di wilayah Sekotong Kabupaten Lombok Barat diduga dikelola oleh tenaga kerja asing (TKA) asal China ini beromzet Rp1,08 triliun per tahun.

    Ia menjelaskan KPK pada mulanya pada Agustus 2025 mendapatkan informasi mengenai tambang emas ilegal yang jaraknya sekitar satu jam dari Mandalika.

    KPK kemudian meninjau lokasi tambang tersebut bersama dengan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan.

    Selain itu, dia mengatakan KPK mendapatkan informasi adanya tambang ilegal yang lebih besar dari yang dekat Mandalika, yakni berada di Lantung, Sumbawa, NTB.

  • China Tak Akan Pernah Kesampingkan Penggunaan Kekerasan Atas Taiwan!

    China Tak Akan Pernah Kesampingkan Penggunaan Kekerasan Atas Taiwan!

    Beijing

    Pemerintah China menegaskan pihaknya “sama sekali tidak akan” mengesampingkan penggunaan kekerasan atas Taiwan. Hal itu menunjukkan posisi yang lebih tegas dibandingkan serangkaian pernyataan media pemerintah pekan ini, yang menjanjikan sikap yang lunak jika pulau itu diserahkan kepada Beijing.

    China, yang memandang Taiwan sebagai bagian wilayah kedaulatannya, tidak pernah mengesampingkan penggunaan kekerasan untuk “menyatukan kembali” dengan pulau tersebut.

    Namun, kebijakan tersebut jarang disuarakan secara langsung di depan umum dan tidak muncul dalam tiga artikel kantor berita pemerintah China, Xinhua, yang membahas Taiwan pekan ini. Salah satu artikel itu memetakan bagaimana “para patriot” dapat memerintah Taipei setelah “reunifikasi” dan menjanjikan sistem sosial serta cara hidup Taiwan yang sudah ada akan dihormati.

    Juru bicara Kantor Urusan Taiwan di China, Peng Qing’en, seperti dilansir Reuters, Rabu (29/10/2025), mengatakan dalam konferensi pers rutin di Beijing bahwa “reunifikasi” secara damai di bawah model “satu negara, dua sistem” merupakan pendekatan fundamental untuk “menyelesaikan masalah Taiwan”.

    “Kami bersedia menciptakan ruang yang luas untuk reunifikasi damai dan akan berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan prospek ini dengan ketulusan yang sebesar-besarnya,” ucapnya.

    “Namun, kami sama sekali tidak akan meninggalkan penggunaan kekerasan dan tetap memiliki opsi untuk mengambil semua langkah yang diperlukan,” tegas Peng.

    Pejabat tinggi China yang bertanggung jawab atas kebijakan Taiwan, Wang Huning, tidak menyebutkan penggunaan kekerasan dalam pidato kebijakan utamanya pada Sabtu (25/10) waktu setempat. Pidato tersebut justru berfokus pada bagaimana kedua belah pihak akan mendapatkan manfaat dari “reunifikasi”.

    Dorongan Beijing untuk menerapkan model otonomi bagi Taipei, yang tidak didukung satu pun partai politik besar di Taiwan dan telah berulang kali dikecam, muncul menjelang pertemuan puncak antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Korea Selatan (Korsel).

    Trump mengatakan kepada wartawan sebelumnya bahwa dirinya tidak tahu apakah akan membahas Taiwan dengan Xi.

    Pemerintah Taiwan dengan tegas menolak klaim kedaulatan China. Direktur Jenderal Biro Keamanan Nasional Taiwan, Tsai Ming-Yen, mengatakan model “patriot” China, yang digunakan di Hong Kong dan Macau, tidak memiliki pasar di Taiwan.

    “Tujuannya adalah mengecilkan posisi internasional Taiwan, dan meng-Hong Kong-kan dan me-Macau-kan Taiwan, untuk mencapai tujuan politik menghilangkan kedaulatan Taiwan, yang ingin dicapai oleh Partai Komunis China,” sebutnya.

    “Saya pikir Komunis China tidak memiliki cara untuk menerapkan model Macau atau Hong Kong di Taiwan,” ujar Tsai.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • IHSG Hari Ini 29 Oktober Naik Nyaris 1 Persen

    IHSG Hari Ini 29 Oktober Naik Nyaris 1 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada Rabu (29/10/2025) ditutup naik 73,6 poin atau 0,91% ke level 8.166,22. Sejumlah saham terpantau menghijau, mulai dari saham INOV hingga STRK dengan lonjakan harga 16% sampai 34%.

    Adapun total nilai transaksi di bursa hari ini mencapai Rp 20,96 triliun. Sebanyak 373 saham naik, sedangkan 330 saham turun dan 253 saham stagnan. Volume perdagangan sebanyak 26,83 miliar saham dengan frekuensi sebanyak 2,213 juta kali.

    Sejumlah sektor saham mengalami penguatan pada penutupan pasar hari ini, dengan penguatan terbesar pada saham sektor properti yang naik 3,44%. Saham sektor keuangan juga menguat sebesar 1,56%, sektor barang konsumen primer 1,54%, dan sektor transportasi 0,97%.

    Selanjutnya, sektor energi menguat sebesar 0,79%, sektor kesehatan 0,4%, dan sektor barang konsumen non-primer 0,35%. Sebaliknya, saham sektor perindustrian melemah 0,95%, sektor properti melemah 0,74%, sektor teknologi melemah 0,66%, dan sektor infrastruktur turun 0,26%.

    Pilarmas memaparkan, volatilitas pasar masih menyelimuti pasar keuangan di saat pelaku pasar menantikan arah kebijakan The Fed dan juga pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) dengan Presiden China Xi Jinping.

    Menurut Pilarmas, pasar menunggu dan mencermati pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell tentang laju pelonggaran lebih lanjut. Sementara pasar memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 bps ke level 4%.

    Selanjutnya, tambah Pilarmas, pasar juga menunggu pertemuan yang sangat dinantikan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump. Sebelumnya, Trump mengatakan berencana untuk membahas penurunan tarif terkait fentanil terhadap China dan mendukung petani AS.

    Dari internal, Pilarmas memaparkan, IHSG sempat tertekan pada sesi I hari ini karena aksi jual investor asing yang membukukan net sell Rp 1,20 triliun di pasar reguler.

  • Rupiah Hari Ini 29 Oktober Ditutup Tertekan Keperkasaan Dolar AS

    Rupiah Hari Ini 29 Oktober Ditutup Tertekan Keperkasaan Dolar AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah kembali ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Rabu (29/10/2025).

    Rupiah ditutup turun 9 poin terhadap dolar AS, setelah sebelumnya sempat melemah 25 poin ke level Rp 16.617 dari penutupan sebelumnya di Rp 16.608.

    Direktur PT Traze Andalan Futures, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan rupiah melemah di tengah sentimen pertemuan kebijakan The Fed yang dimulai Selasa, dan secara luas diantisipasi akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin.

    Perangkat CME FedWatch kini menunjukkan pasar memperkirakan kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 25 bps hampir 100%.

    “Ini akan menjadi penurunan suku bunga kedua berturut-turut setelah pertemuan kebijakan The Fed pada September,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Rabu (29/10/2025). Ia memprediksi kebijakan suku bunga The Fed akan memengaruhi posisi rupiah.

    “Investor memberikan perhatian khusus pada forward guidance dari para pembuat kebijakan. Jika Ketua The Fed Jerome Powell memberi sinyal bahwa pemotongan lebih lanjut mungkin ditunda atau inflasi tetap menjadi perhatian, maka yield riil yang lebih tinggi bisa memperkuat dolar,” lanjutnya. Ibrahim menilai hal itu akan turut berdampak pada rupiah.

    Dari sisi geopolitik, rupiah juga tertekan menyusul langkah Presiden AS Donald Trump memberlakukan sanksi terhadap Rusia terkait Ukraina, yang menargetkan perusahaan minyak besar Lukoil dan Rosneft.

    Selain itu, pelemahan rupiah turut dipicu oleh pernyataan Presiden Trump yang mengatakan berharap dapat memangkas tarif 20% atas impor dari China. Pemangkasan tarif tersebut terkait bahan kimia prekursor fentanil, menjelang pertemuan puncaknya dengan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan.

  • HP Oppo Tak Laku Ditendang Infinix, Bos Klaim Masih Laris di China

    HP Oppo Tak Laku Ditendang Infinix, Bos Klaim Masih Laris di China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Laporan firma riset IDC pada kuartal-III (Q3) 2025 kembali menunjukkan kinerja Oppo yang tertinggal dibandingkan jejeran pabrikan HP populer lainnya.

    Oppo tak masuk di daftar ‘Top 5’ pabrikan HP dengan pengapalan unit dan pangssa pasar terbesar dunia. Raksasa China tersebut sudah terlempar dari daftar ‘Top 5’ sejak di Q2 2025, menurut laporan IDC.

    Adapun posisinya digantikan oleh Transsion yang membawahi merek Infinix, Itel, dan Tecno. Transsion makin memantapkan posisinya sebagai pemain baru di daftar ‘Top 5’ merek HP terbesar dunia.

    Kendati demikian, Oppo tak tinggal diam. Perusahaan terus berinovasi untuk menggenjot penjualan.

    Dikutip dari Reuters, Rabut (29/10/2025), Oppo mengatakan ada tanda-tanda teknologi kecerdasan buatan (AI) yang disematkan pada produk-produknya membantu meningkatkan permintaan di China.

    Pertumbuhan juga diklaim terjadi di pasar Eropa. Klaim Oppo ini diungkap di tengah kekhawatiran terjadinya ‘AI bubble’, yakni situasi yang membuat pasar AI terlalu membludak hingga mengalami kejenuhan.

    Chief Excecutive Oppo untuk pasar Eropa, Elvis Zhou, mengungkapkan observasi di pasar China membuatnya yakin bahwa AI akan membuat masyarakat mempertimbangkan untuk mengganti HP mereka.

    “Kami yakin dengan AI, kita akan melihat pertumbuhan pasar secara keseluruhan di industri HP” ujarnya saat peluncuran model Oppo Find X9 Pro di Barcelona, yang dilengkapi fitur AI, dikutip dari Reuters, Rabu (29/10/2025).

    Lebih lanjut, Zhou mengatakan berdasarkan survei perusahaan, bahwa pengguna HP berusia di bawah 35 tahun secara khusus terdorong dengan fitur-fitur AI di HP mereka, termasuk untuk fungsi penerjemahan dan pengeditan foto.

    “Menurut saya, tak ada bubble [AI] di industri kami [HP],” ujarnya.

    Pengumuman investasi besar-besaran di sektor AI telah memicu kekhawatiran di kalangan investor dalam beberapa bulan terakhir. Mereka cemas pola ‘dotcom bubble’ pada 1990-an akan terulang kembali di AI yang bisa mengguncang pasar.

    Zhou mengatakan Oppo melihat pasar Eropa sebagai negara kedua setelah China dari segi potensi pertumbuhan. Pasar Eropa mungkin tidak didorong oleh harga, tetapi oleh fitur-fitur inovatif seperti ketahanan. Untuk itu, Oppo menawarkan HP premium di pasar tersebut.

    Pada Q2 2025, Oppo menempati posisi ke-5 sebagai merek HP dengan pengapalan terbesar di Eropa Barat, menurut data yang diberikan perusahaan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Xiaomi 17 Ultra Tampil Beda: Punya Kamera 200MP, Tapi Minus Layar Sekunder

    Xiaomi 17 Ultra Tampil Beda: Punya Kamera 200MP, Tapi Minus Layar Sekunder

    Sebelumnya, Xiaomi dikabarkan sedang bersiap merilis ponsel flagship terbarunya, Xiaomi 17 Ultra, ke pasar global.

    Salah satu fitur Xiaomi 17 Ultra yang paling banyak jadi sorotan adalah kemampuan komunikasi satelit, sebuah teknologi yang sebelumnya eksklusif cuma ada di Tiongkok.

    Lewat fitur ini, pengguna bisa tetap mengirim SMS langsung lewat satelit yang mengorbit, meski sama sekali tidak ada jaringan seluler.

    Teknologi HP flagship Xiaomi ini akan sangat bermanfaat dalam situasi darurat, misalnya saat berada di tengah laut, mendaki gunung, menjelajah hutan lebat, atau berada di daerah terpencil yang biasanya sulit sinyal.

    Mengutip XiaomiTime, Jumat (3/10/2025), fitur komunikasi satelit ini pertama kali dikenalkan di Tiongkok lewat seri Xiaomi 15.

    Selain konektivitas yang makin canggih, HP Xiaomi juga dikabarkan bakal dibekali spesifikasi kelas atas, mulai dari sistem lima kamera hingga chipset terbaru yang siap memberikan performa terbaik. 

    Debutnya di versi global lewat Xiaomi 17 Ultra, nantinya menjadi bukti gebrakan besar dalam kepemimpinan teknologi Xiaomi. 

  • Ekonom ingatkan risiko pemberian pinjaman ke pemda dari APBN

    Ekonom ingatkan risiko pemberian pinjaman ke pemda dari APBN

    Tanpa disiplin fiskal dan akuntabilitas yang jelas, kebijakan ini justru berisiko menciptakan tekanan baru pada APBN, bukan memperkuatnya

    Jakarta (ANTARA) – Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengingatkan risiko kebijakan yang memungkinkan pemerintah pusat memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah (pemda), BUMN dan BUMD dengan menggunakan dana dari APBN.

    Untuk diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat pada 10 September 2025.

    “Di atas kertas, kebijakan ini dapat menjadi salah satu cara untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan mendorong kegiatan ekonomi di daerah. Namun, di sisi lain, potensi dampaknya terhadap kesehatan fiskal nasional tidak bisa dianggap ringan,” kata Yusuf saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

    Mengingat dana berasal dari APBN, Yusuf mengingatkan bahwa setiap risiko gagal bayar dari pemda atau BUMN pada akhirnya akan menambah beban fiskal pusat, terutama jika tidak ada mekanisme pengawasan yang kuat dan disiplin dalam pengelolaan pinjaman.

    Dalam konteks ini, catat Yusuf, pengalaman Tiongkok bisa menjadi pelajaran penting. Skema pembiayaan daerah di negara tersebut memang sempat berhasil mempercepat pembangunan, tetapi kemudian menciptakan tumpukan utang lokal yang besar karena lemahnya pengendalian dan pengawasan fiskal.

    “Indonesia perlu berhati-hati agar kebijakan serupa tidak menimbulkan risiko yang sama, yakni terjadinya liabilities tersembunyi yang membebani APBN di masa mendatang,” kata dia.

    Untuk itu, pemerintah perlu memastikan bahwa implementasi PP 38/2025 dijalankan dengan prinsip kehati-hatian (prudential fiscal management).

    Setiap permohonan pinjaman harus diseleksi berdasarkan kapasitas fiskal daerah, tingkat kemandirian keuangan dan kelayakan ekonomi proyek yang akan dibiayai.

    Pengawasan independen dan transparansi laporan juga menjadi kunci untuk mencegah penyalahgunaan dana atau pembiayaan proyek yang tidak produktif.

    “Tanpa disiplin fiskal dan akuntabilitas yang jelas, kebijakan ini justru berisiko menciptakan tekanan baru pada APBN, bukan memperkuatnya,” kata Yusuf.

    Dihubungi secara terpisah, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin juga menyampaikan hal senada.

    Ia mengingatkan pemberian pinjaman kepada pemda dan BUMN harus dilakukan secara hati-hati, hanya untuk kebutuhan mendesak dan sesuai kapasitas pembayaran.

    Pembayaran pokok pinjaman dapat dilakukan secara berkala melalui pemotongan Transfer ke Daerah (TKD), baik setiap semester maupun setiap tahun.

    “Untuk menghindari kepala daerah yang melempar tanggung jawab utang kepada penggantinya, tenor utang harus tidak boleh lebih panjang dari masa jabatan kepala daerah yang menandatangani perjanjian pinjaman. Hal lain, DPRD harus menyetujui rencana pinjaman tersebut,” kata Wijayanto.

    Ia menilai kebijakan ini dipicu oleh kekhawatiran pemerintah bahwa pemda tidak mampu membiayai pembangunan, bahkan kebutuhan operasional, akibat pemangkasan TKD.

    Selain itu, menurutnya, kebijakan ini mengandung unsur financial engineering sebagai upaya pemerintah menyiasati ketentuan defisit maksimal 3 persen terhadap PDB.

    Wijayanto memandang PP 38/2025 membuka peluang bagi pemerintah untuk mengalihkan TKD yang semula tercatat sebagai belanja APBN menjadi pinjaman dari pemerintah pusat yang dikategorikan sebagai pembiayaan APBN.

    “Jika ini berlanjut maka kita akan memasuki era di mana defisit APBN di bawah 3 persen tetapi utang pemerintah terus melejit. Ujung-ujungnya adalah semakin buruknya keberlanjutan fiskal kita,” kata dia.

    Menurut dia, langkah yang lebih terbuka dan sehat adalah dengan menerbitkan APBN Perubahan untuk menyesuaikan TKD, serta meninjau kembali batas defisit APBN sebesar 3 persen. Meskipun tidak populer, opsi ini dinilai lebih aman dan transparan.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pelaku penganiayaan di Jaktim residivis kasus narkoba

    Pelaku penganiayaan di Jaktim residivis kasus narkoba

    Jakarta (ANTARA) – Terduga pelaku penganiayaan, AAS (37) terhadap rekannya sendiri hingga tewas di kawasan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur (Jaktim) ternyata residivis kasus narkoba.

    “Pelaku adalah seorang residivis karena sebelumnya pernah menjalani hukuman atas perkara penyalahgunaan narkotika sabu-sabu pada 2020 selama empat tahun enam bulan penjara dan bebas Juni 2025,” jelas Kapolsek Jatinegara Kompol Samsono saat konferensi pers di Mapolsek Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu.

    Namun, lanjutnya, pelaku kembali melakukan tindak pidana berupa penganiayaan kepada rekannya.

    Bahkan, pelaku juga positif menggunakan narkoba, termasuk ketika penganiayaan itu terjadi pada Sabtu (25/10 malam.

    Peristiwa itu terjadi saat pelaku yang tengah berada di kontrakan bersama calon istrinya yakni E dan seorang temannya inisial G, tiba-tiba tersulut emosi setelah diberitahu bahwa orang yang dianggap musuhnya sedang melintas di depan rumah.

    “Pelaku spontan mengambil sebilah kerambit dari lemari, lalu menyusul korban yang berjarak dua rumah dari kontrakan itu,” ujar Samsono.

    Setibanya di lokasi, pelaku menuduh korban sebagai orang yang telah menjerumuskan adiknya dan membohongi dalam urusan membeli narkoba.

    Pelaku kemudian melakukan penganiayaan hingga korban terluka pada bagian leher dan akhirnya meninggal dunia di lokasi kejadian.

    Baik AAS (37) dan korban yakni HJ (42), keduanya sempat memakai narkotika jenis sabu bersama-sama.

    “Pelaku dan korban ini sama-sama pengguna narkoba. Mereka sudah tiga kali menggunakan sabu bersama dan sebelum kejadian pun masih sempat memakai bareng,” kata Samsono.

    Menurut Samsono, hubungan antara pelaku dan korban sebenarnya cukup dekat karena sama-sama pengguna. Namun, hubungan itu memburuk setelah pelaku merasa dibohongi korban dalam urusan pembelian sabu.

    AAS lalu mencoba melarikan diri menggunakan sepeda motor. Namun, karena situasi di lokasi semakin ramai dan banyak warga yang berusaha menghadang, pelaku akhirnya meninggalkan motornya dan melarikan diri ke arah Manggarai.

    “Pelaku sempat kabur, tapi kami berhasil menangkapnya dalam waktu kurang dari enam jam setelah kejadian. Penangkapan dilakukan oleh tim gabungan Polsek Jatinegara dan Polres Metro Jakarta Timur,” ujar Samsono.

    Dari lokasi kejadian, petugas menyita sejumlah barang bukti, antara lain sebilah pisau kerambit dan pakaian korban yang berlumuran darah.

    Atas perbuatannya, AAS dijerat dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian atau Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Filipina Siap Pimpin ASEAN, Laut China Selatan Jadi Fokus Utama?

    Filipina Siap Pimpin ASEAN, Laut China Selatan Jadi Fokus Utama?

    Jakarta

    Malaysia resmi menyerahkan kepemimpinan ASEAN kepada Filipina pada Selasa (28/10). Pergantian ini menandai awal masa transisi menuju peran Manila sebagai ketua blok Asia Tenggara itu pada 2026, dengan sengketa wilayah di Laut Cina Selatan (LCS) yang diperkirakan akan menjadi fokus utama agenda.

    Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang masih akan menjabat sebagai Ketua ASEAN hingga akhir tahun ini, secara simbolis menyerahkan palu kepemimpinan kepada Presiden Filipina Ferdinand Marcos pada penutupan KTT ASEAN di Kuala Lumpur.

    “Pada hari pertama tahun 2026, ASEAN akan memulai babak baru,” kata Anwar dalam pidato penutupnya.

    Filipina termasuk satu dari empat negara anggota ASEAN, bersama Brunei, Malaysia, dan Vietnam, yang memiliki klaim tumpang tindih di Laut Cina Selatan.

    Wilayah laut strategis itu menjadi jalur penting perdagangan dunia yang menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik. Namun, klaim mereka kerap berbenturan dengan Cina, yang menegaskan hampir seluruh kawasan tersebut sebagai bagian dari kedaulatannya, meski putusan pengadilan internasional pada 2016 menyatakan klaim itu tidak memiliki dasar hukum.

    Sengketa Laut Cina Selatan

    Ketegangan antara Manila dan Beijing belakangan meningkat tajam, ditandai dengan serangkaian konfrontasi di laut yang terjadi hampir setiap bulan. Kapal penjaga pantai kedua negara kerap berhadapan dalam situasi berisiko tinggi, memperlihatkan rapuhnya stabilitas di kawasan itu.

    “Laut Cina Selatan baru menjadi perhatian ketika insiden di lapangan memanas, dan belakangan memang memanas,” kata seorang diplomat Asia Tenggara di sela KTT ASEAN kepada AFP yang menolak disebutkan namanya.

    Dalam pidatonya di Kuala Lumpur, Presiden Marcos menegaskan bahwa kerja sama regional tetap penting di tengah ketegangan yang ada. “Ada hasil positif yang bisa dicapai jika kita berkomitmen untuk bekerja sama dan menjalin keterlibatan yang bermakna, terutama di Laut Cina Selatan,” ujarnya.

    Namun, analis geopolitik asal Manila, Don McLain Gill, mengatakan kepada AFP bahwa meski Filipina akan menekankan keamanan maritim selama masa kepemimpinannya, kesepakatan apa pun yang mungkin disetujui Cina kemungkinan tidak akan memiliki kekuatan hukum yang mengikat. “Cina mungkin akan menyetujui hal-hal simbolis, tetapi tidak yang benar-benar bisa mengekang tindakannya di lapangan,” ujarnya.

    Para diplomat dan pengamat memandang bahwa Filipina akan mendorong pendekatan yang berimbang: mencegah eskalasi di satu sisi, sambil membuka ruang kerja sama dengan Beijing di sisi lain. Beberapa bidang yang dianggap potensial antara lain meteorologi kelautan yang penting bagi keselamatan pelayaran, serta pembentukan mekanisme untuk memastikan akses nelayan terhadap wilayah tangkap tradisional mereka.

    Tantangan Filipina dalam isu Myanmar

    Selain isu Laut Cina Selatan, Filipina juga akan memikul tanggung jawab menangani situasi di Myanmar yang masih terjerat perang saudara sejak kudeta militer pada 2021. “Pemerintah Filipina perlu memastikan agar isu Laut Cina Selatan tidak menutupi prioritas lain ASEAN,” kata Mustafa Izzuddin, analis internasional dari Solaris Strategies Singapore.

    Menjelang pemilu Myanmar pada 28 Desember, sejumlah sumber diplomatik mengatakan kepada AFP bahwa ASEAN tidak akan mengirim pengamat. Keputusan ini menjadi kemunduran bagi upaya junta militer mencari legitimasi internasional, meski beberapa negara anggota kemungkinan akan mengirim pengamatnya secara terpisah.

    Manila juga akan menghadapi tantangan besar dalam membangun sikap bersama ASEAN, termasuk menentukan apakah para pemimpin junta akan diundang kembali ke pertemuan kawasan yang mereka tidak hadiri sejak kudeta. Filipina pun akan memimpin pembahasan penunjukan utusan tetap ASEAN yang bertugas menangani situasi politik di Myanmar.

    Editor: Prihardani Purba

    (ita/ita)

  • Pertama Kalinya Terjadi Penurunan Emisi Global! Tapi Masih Jauh dari Cukup

    Pertama Kalinya Terjadi Penurunan Emisi Global! Tapi Masih Jauh dari Cukup

    Jakarta

    Janji-janji iklim terbaru dari pemerintah di berbagai negara akan membuat emisi gas rumah kaca global mulai menurun dalam 10 tahun ke depan. Namun penurunan itu masih jauh dari cukup untuk mencegah memburuknya perubahan iklim dan cuaca ekstrem, kata PBB pada hari Selasa.

    Analisis yang dilakukan oleh Sekretariat Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) menunjukkan bahwa jika rencana negara-negara untuk mengatasi perubahan iklim benar-benar dijalankan, jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer setiap tahunnya diperkirakan akan berkurang sekitar 10 persen pada tahun 2035 dibandingkan tingkat tahun 2019.

    Perhitungan ini menandai untuk pertama kalinya UNFCCC memperkirakan penurunan emisi global yang stabil, setelah selama ini terus meningkat sejak tahun 1990.

    Namun, proyeksi penurunan 10 persen itu masih sangat jauh dari penurunan 60 persen yang dibutuhkan pada tahun 2035 untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat praindustri — ambang batas yang menurut para ilmuwan, jika terlampaui, akan memicu dampak yang jauh lebih parah.

    Kesenjangan itu menambah tekanan menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) iklim COP30 bulan depan di Brasil, agar negara-negara meningkatkan upaya mereka — bahkan ketika Amerika Serikat justru mencabut berbagai kebijakan iklim di bawah pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

    (Ed: Conference of the Parties ( COP) adalah pertemuan tahunan negara-negara yang menandatangani Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, untuk menekan emisi gas rumah kaca, meninjau implementasi kesepakatan iklim global, dan menetapkan target baru. COP30 berarti pertemuan ke-30, yang dijadwalkan berlangsung di Brasil tahun depan).

    Kurva emisi mulai terbelokkan

    “Umat manusia kini dengan jelas sedang membelokkan kurva emisi ke arah penurunan untuk pertama kalinya, meskipun masih jauh dari kategori cukup cepat,” papar Kepala UNFCCC Simon Stiell.

    Banyak negara masih lamban dalam menyerahkan target iklim yang lebih ambisius, di tengah tantangan ekonomi dan geopolitik. UNFCCC juga merilis laporan rinci mengenai 64 negara yang memenuhi tenggat waktu bulan September untuk menyerahkan rencana iklim final mereka, namun jumlah itu hanya mencakup sekitar 30 persen dari total emisi global.

    Untuk memberikan penilaian yang lebih menyeluruh, UNFCCC menyatakan bahwa mereka menyusun analisis global yang juga mencakup target-target yang telah diumumkan tetapi belum diajukan secara resmi, termasuk dari Cina dan Uni Eropa.

    Namun, penilaian tersebut masih mengandung ketidakpastian. Misalnya, laporan itu mencakup janji pemotongan emisi AS tahun 2024 yang diperkirakan akan dibatalkan oleh Trump, sehingga membuat arah masa depan emisi Amerika Serikat menjadi tidak jelas.

    Janji manis Cina, bisa dipercaya?

    Cina, yang kini menghasilkan sekitar 29 persen dari total emisi global tahunan, berjanji bulan lalu akan menurunkan emisi sebesar 7 hingga 10 persen dari puncaknya pada tahun 2035. Namun tidak menyebutkan kapan puncak itu akan terjadi. Beberapa analis berpendapat Beijing bisa berbuat jauh lebih banyak.

    “Cina cenderung menetapkan komitmen yang rendah,” tandas Norah Zhang, analis kebijakan iklim di lembaga riset NewClimate Institute, seraya mencatat bahwa negara tersebut telah mencapai target tahun 2030 untuk memperluas energi angin dan surya enam tahun lebih cepat dari jadwal.

    *Editor: Rizki Nugraha


    (ita/ita)