Negara: Qatar

  • Rencana Alternatif Mesir atas Rencana Pembersihan Etnis Palestina di Gaza akan Menyingkirkan Hamas – Halaman all

    Rencana Alternatif Mesir atas Rencana Pembersihan Etnis Palestina di Gaza akan Menyingkirkan Hamas – Halaman all

    Rencana Alternatif Mesir Terhadap Rencana Pembersihan Etnis di Gaza akan ‘menyingkirkan Hamas’

    TRIBUNNEWS.COM- Inisiatif Mesir yang sangat dinanti-nantikan untuk melawan rencana Presiden AS Donald Trump untuk Gaza bertujuan untuk “menyingkirkan” Hamas dan mengganti pemerintahannya dengan “badan sementara” yang dipimpin barat dan Arab, menurut rancangan rencana yang dilihat oleh Reuters . 

    Rencana tersebut akan dipresentasikan pada pertemuan puncak Arab di ibu kota Mesir, Kairo, pada tanggal 4 Maret. 

    Rencana tersebut kabarnya bertujuan untuk membentuk badan ‘sementara’ yang dipimpin oleh negara-negara Barat dan Arab untuk menggantikan pemerintah saat ini di wilayah tersebut.

    Dokumen ini menyerukan “Misi Bantuan Pemerintahan” yang akan menggantikan pemerintah saat ini di wilayah tersebut untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. 

    Komite ini akan bertanggung jawab untuk memulai rekonstruksi dan memfasilitasi aliran bantuan kemanusiaan. 

    “Tidak akan ada pendanaan internasional yang besar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Gaza jika Hamas tetap menjadi elemen politik yang dominan dan bersenjata di lapangan yang mengendalikan pemerintahan lokal,” demikian bunyi rancangan rencana Mesir tersebut. 

    Keamanan akan diawasi oleh “dewan pengarah” yang dipimpin oleh negara-negara Arab, anggota Organisasi Kerjasama Islam (OIP), AS, Inggris, dan negara-negara anggota UE. 

    Otoritas Palestina (PA) yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters bahwa Gaza berada di bawah yurisdiksi PA, dan bahwa otoritas tersebut telah sepakat dengan Kairo mengenai komite ahli yang dikelola Palestina yang akan berkoordinasi dengan Ramallah.

    “Kami sepakat dengan Mesir mengenai pembentukan komite yang terdiri dari para ahli Palestina yang akan membantu Otoritas Palestina dalam mengelola Jalur Gaza selama enam bulan. Komite tersebut terdiri dari para ahli Palestina dan berkoordinasi dengan Otoritas Palestina, dan tidak bertanggung jawab kepada badan-badan non-Palestina,” kata pejabat anonim tersebut.

    Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kepada Reuters bahwa dia belum mendengar adanya rencana semacam itu. 

    “Hari berikutnya di Gaza hanya boleh diputuskan oleh Palestina. Hamas menolak segala upaya untuk memaksakan proyek atau bentuk pemerintahan non-Palestina, atau kehadiran pasukan asing di wilayah Jalur Gaza,” kata Abu Zuhri. 

    Al-Araby al-Jadeed  melaporkan bulan lalu bahwa alternatif Mesir untuk rencana Trump di Gaza akan mencakup pendistribusian kembali penduduk Palestina di Gaza dan meluncurkan inisiatif rekonstruksi berskala luas yang akan berlangsung beberapa tahun. 

    Menurut laporan tersebut, persenjataan Hamas dan faksi-faksi perlawanan lainnya akan ditangani sedemikian rupa sehingga pengaturan dapat dilakukan untuk memberlakukan “pembatasan dan kontrol” pada depot-depot senjata tanpa pelucutan senjata secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan berbagai kekhawatiran dan tuntutan para pemodal dan donor, sementara juga mempertimbangkan penolakan faksi-faksi bersenjata untuk menyerahkan senjata sampai negara Palestina terbentuk.

    Ini juga mencakup jalan menuju pembentukan solusi dua negara. 

    Presiden AS mengumumkan pada bulan Februari bahwa Washington bermaksud mengambil alih Gaza dan mengusir penduduknya. Ia mengklaim inisiatif tersebut bertujuan untuk menemukan lokasi yang lebih aman bagi warga Palestina sementara tim pembangunan internasional mengambil alih tugas membangun kembali jalur yang hancur dan terkepung itu.

    Trump menarik kembali pernyataannya pada tanggal 21 Februari, dengan mengatakan bahwa meskipun idenya “benar-benar berhasil,” ia tidak akan memaksakannya dan akan “menimbang dan merekomendasikannya.”

    Meskipun demikian, negara-negara Arab semakin menegaskan penolakannya terhadap pemindahan warga Palestina sebagai bagian dari rencana rekonstruksi dan pengelolaan pascaperang di Gaza. 

     

    Rencana Alternatif Mesir untuk ‘Gaza Riviera’ Donald Trump

    Sebuah rencana untuk Gaza yang disusun oleh Mesir sebagai balasan terhadap upaya Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza secara etnis dan mengubahnya menjadi “Riviera” akan mengesampingkan Hamas dan menggantinya dengan badan-badan sementara yang dikendalikan oleh negara-negara Arab, Muslim dan Barat, menurut rancangan yang dilihat oleh Reuters .

    Visi Mesir untuk Gaza, yang akan dipresentasikan pada pertemuan puncak Liga Arab besok, tidak menyebutkan secara rinci apakah proposal tersebut akan dilaksanakan sebelum atau sesudah kesepakatan damai permanen untuk mengakhiri perang genosida Israel di daerah kantong tersebut.

    Rencana Trump , yang bertujuan membersihkan Gaza dari penduduk Palestina, tampaknya menjauh dari kebijakan Timur Tengah AS yang sudah berlangsung lama yang berfokus pada solusi dua negara dan memicu kemarahan di kalangan warga Palestina dan negara-negara Arab serta kelompok-kelompok hak asasi manusia yang memperingatkan hal itu akan menjadi kejahatan perang.

    Siapa yang akan memimpin Gaza setelah konflik berakhir masih menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab dalam negosiasi mengenai masa depan daerah kantong itu. Hamas sejauh ini menolak gagasan tentang usulan yang dipaksakan kepada warga Palestina oleh negara lain.

    Rencana Kairo tidak membahas isu kritis seperti siapa yang akan menanggung biaya pembangunan kembali Gaza atau menguraikan rincian spesifik seputar bagaimana Gaza akan diperintah, atau bagaimana Hamas akan disingkirkan.

    Berdasarkan rencana Mesir, Misi Bantuan Pemerintahan akan menggantikan pemerintah di Gaza untuk periode sementara yang tidak ditentukan dan akan bertanggung jawab atas bantuan kemanusiaan dan memulai rekonstruksi wilayah kantong tersebut, yang telah dihancurkan oleh kampanye pemboman Israel.

    “Tidak akan ada pendanaan internasional yang besar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Gaza jika Hamas tetap menjadi elemen politik yang dominan dan bersenjata di lapangan yang mengendalikan pemerintahan lokal,” kata pembukaan yang menguraikan tujuan rancangan rencana Mesir tersebut.

    Mesir, Yordania, dan negara-negara Teluk Arab telah berjuang selama hampir sebulan untuk merumuskan serangan diplomatik guna melawan rencana Trump. Sejumlah ide telah diajukan, dengan Mesir dianggap sebagai yang terdepan.

    Rencana tersebut tidak menyebutkan siapa yang akan menjalankan misi tata kelola. Disebutkan bahwa misi tersebut akan “memanfaatkan keahlian warga Palestina di Gaza dan di tempat lain untuk membantu Gaza pulih secepat mungkin.”

    Rencana tersebut dengan tegas menolak usulan AS untuk pemindahan massal warga Palestina dari Gaza, yang dianggap negara Arab seperti Mesir dan Yordania sebagai ancaman keamanan.

    Draf proposal tersebut dibagikan kepada Reuters oleh seorang pejabat yang terlibat dalam negosiasi Gaza yang ingin tetap anonim karena draf tersebut belum dipublikasikan.

    Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kepada Reuters bahwa kelompoknya tidak mengetahui adanya usulan seperti itu dari Mesir.

    “Hari berikutnya di Gaza hanya boleh diputuskan oleh Palestina,” katanya. 

    “Hamas menolak segala upaya untuk memaksakan proyek atau bentuk pemerintahan non-Palestina, atau kehadiran pasukan asing di wilayah Jalur Gaza.”

    Draf Mesir tidak menyebutkan pemilihan umum mendatang.

    Kementerian Luar Negeri Mesir tidak segera menanggapi permintaan komentar, begitu pula kantor Perdana Menteri Israel, yang dukungannya terhadap rencana apa pun dipandang vital untuk mengamankan komitmen bahwa rekonstruksi di masa mendatang tidak akan dihancurkan lagi.

    Visi

    Usulan tersebut membayangkan Pasukan Stabilisasi Internasional yang terutama ditarik dari negara-negara Arab yang akan mengambil alih peran penyediaan keamanan dari Hamas, dengan pembentukan pasukan polisi lokal baru.

    Baik badan keamanan maupun badan pemerintahan akan “diatur, dibimbing, dan diawasi” oleh dewan pengarah. 

    Draf tersebut menyatakan bahwa dewan tersebut akan terdiri dari negara-negara Arab utama, anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, dan lain-lain.

    Rencana tersebut tidak merinci peran pemerintahan pusat bagi Otoritas Palestina (PA), yang menurut jajak pendapat memiliki sedikit dukungan di antara warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.

    Rencana tersebut tidak menyebutkan siapa yang akan membayar untuk membangun kembali Gaza, sebuah tagihan yang diperkirakan oleh PBB lebih dari $53 miliar . Dua sumber mengatakan kepada Reuters bahwa negara-negara Teluk dan Arab perlu berkomitmen setidaknya $20 miliar pada tahap awal rekonstruksi.

    Usulan Mesir membayangkan bahwa negara-negara di dewan pengarah dapat membentuk dana untuk mendukung badan pemerintahan sementara dan mengatur konferensi donor untuk mencari kontribusi bagi rencana rekonstruksi dan pembangunan jangka panjang untuk Gaza.

    Rencana tersebut tidak memuat janji keuangan spesifik apa pun.

    Negara-negara Teluk Arab penghasil minyak dan gas seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab dapat menjadi sumber pendanaan penting dari kawasan tersebut.

     

     

    SUMBER: THE CRADLE, MIDDLE EAST MONITOR

  • Israel Minta Tahap 1 Gencatan Senjata Diperpanjang, Hamas: Usaha Kembalikan Keadaan ke Titik Awal – Halaman all

    Israel Minta Tahap 1 Gencatan Senjata Diperpanjang, Hamas: Usaha Kembalikan Keadaan ke Titik Awal – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok militan Palestina, Hamas, mengatakan Israel mencoba mengembalikan keadaan ke titik awal dengan meminta perpanjangan tahap pertama perjanjian gencatan senjata.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, pihaknya telah mengadopsi usulan utusan Presiden AS Donald Trump untuk gencatan senjata sementara di Gaza, selama periode Ramadan dan Paskah.

    Keputusan itu dilakukan beberapa jam setelah fase pertama dari kesepakatan yang disepakati sebelumnya berakhir.

    “Pendudukan berusaha mengembalikan keadaan ke titik awal dan membatalkan perjanjian melalui alternatif yang diusulkannya,” kata pejabat senior Hamas Osama Hamdan dalam pernyataan yang disiarkan televisi, Senin (3/3/2025), dilansir Al Arabiya.

    Sementara itu, gencatan senjata dicapai pada Januari 2025, setelah lebih dari setahun negosiasi yang dimediasi oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar, menetapkan rencana tiga tahap untuk mengembalikan semua sandera yang disandera oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, dan mengakhiri perang yang dipicu oleh serangan tersebut.

    Militan yang dipimpin Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang hari itu, sebagian besar warga sipil, dan menyandera 251 orang.

    Lebih dari 100 orang dibebaskan dalam gencatan senjata sebelumnya.

    Pasukan Israel menyelamatkan delapan orang dan menemukan puluhan mayat sebelum gencatan senjata saat ini diberlakukan.

    Selama fase pertama yang berlangsung enam minggu, Hamas membebaskan 25 sandera Israel yang masih hidup dan delapan jenazah lainnya sebagai ganti hampir 2.000 tahanan Palestina.

    Pasukan Israel mundur dari sebagian besar wilayah Gaza dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.

    Masing-masing pihak saling menuduh melakukan pelanggaran, tetapi kesepakatan itu tetap berlaku.

    Tahap 2 akan selalu jauh lebih sulit karena akan memaksa Israel untuk memilih antara mengamankan pemulangan para sandera dan memusnahkan Hamas — dua tujuan perang utama Netanyahu.

    Hamas, yang masih menguasai Gaza, mengatakan bahwa mereka hanya akan membebaskan sandera yang tersisa jika Israel mengakhiri perang.

    Namun, hal itu akan membuat kelompok militan tersebut tetap utuh dan memiliki pengaruh besar atas wilayah tersebut, bahkan jika mereka menyerahkan kekuasaan formal kepada warga Palestina lainnya, seperti yang mereka katakan akan mereka lakukan.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Dikutip dari Al Jazeera, Hamas mengatakan Israel berusaha mengembalikan situasi ke “titik awal” dengan menolak memasuki fase kedua kesepakatan gencatan senjata Gaza dan meminta perpanjangan fase pertama.

    Kecaman global mengalir setelah keputusan Israel untuk memblokir pengiriman bantuan ke Gaza, dengan Mesir, Qatar dan Yordania menyebut tindakan tersebut sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap gencatan senjata dan hukum humaniter.

    Dua warga Palestina tewas dan tiga terluka dalam serangan Israel di Gaza selatan.

    Setidaknya satu orang tewas dan empat orang terluka dalam apa yang menurut polisi Israel sebagai serangan penusukan di sebuah stasiun bus di Haifa.

    Serangan penusukan di Haifa, Israel, menewaskan seorang pria berusia 70 tahun dan melukai sedikitnya empat orang lainnya. Polisi Israel mengatakan penyerangnya adalah seorang Druze Israel dan tewas.

    Tentara Israel melancarkan serangan mematikan lainnya di Gaza dan menghentikan bantuan ke daerah kantong itu untuk hari kedua, sementara kelompok hak asasi manusia memperingatkan akan terjadinya keruntuhan kemanusiaan lebih lanjut.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan dua sandera Israel yang diizinkan oleh anggota Al-Qassam untuk melihat pembebasan 3 rekannya melalui pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025). (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Satu serangan Israel menewaskan dua warga Palestina di Rafah bagian tengah.

    Serangan lainnya melukai tiga orang di dekat Khan Younis.

    Operasi militer Israel yang berkelanjutan di Jenin telah membuat kamp pengungsian di kota itu lebih kosong dari sebelumnya, menurut wali kota kota tersebut.

    Kementerian Kesehatan Gaza mengonfirmasi 48.388 kematian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza, sementara 111.803 orang terluka.

    Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709, dengan mengatakan ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Arab Kutuk Israel yang Blokir Bantuan, Ben Gvir: Gudang Makanan di Gaza Harus Dibom – Halaman all

    Arab Kutuk Israel yang Blokir Bantuan, Ben Gvir: Gudang Makanan di Gaza Harus Dibom – Halaman all

    Arab Kutuk Israel yang Blokir Bantuan, Ben Gvir: Gudang Makanan di Gaza Harus Dibom

    TRIBUNNEWS.COM – Reaksi internasional berupa kecaman dan bahkan kutukan datang atas tindakan Israel yang memblokir akses masuknya seluruh bantuan kemanusiaan untuk Gaza per Minggu (2/3/2025).

    Namun, seperti abai terhadap tekanan internasional, Israel -yang dilaporkan sudah berkoordinasi dengan Amerika Serikat (AS) soal blokade bantuan ke Gaza ini- cenderung bergeming dan melanjutkan aksi blokade.

    Entitas politik pendukung Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di pemerintahan juga mendukung langkah yang dianggap sebagai kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan ini.

    Channel 12 Israel mengutip pernyataan menteri keamanan dalam negeri Israel yang mengundurkan diri, Itamar Ben Gvir bahkan menyerukan kalau Israel harus lebih jauh lagi melakukan penggunaan bantuan sebagai ‘senjata’

    “Gudang makanan di Jalur Gaza harus dibom,” kata Ben Gvir dikutip Khaberni dari Channel 12.

    Ben Gvir menambahkan kalau pemerintah Israel seharusnya mengancam akan mengeksekusi tahanan Palestina untuk setiap sandera Israel yang diculik dan disakiti.

    Ben Gvir sebelumnya juga mengatakan kalau ‘lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali’ soal manuver Israel memblokir bantuan masuk ke Gaza.

    “Waktu yang tepat untuk membuka gerbang neraka di Gaza,” katanya.

    BLOKIR BANTUAN – Truk pengangkut bantuan melewati Rafah di Jalur Gaza selatan. Pada Minggu (2/3/2025), Israel menyatakan memblokir semua bantuan masuk ke Gaza untuk menekan Hamas menyetujui usulan gencatan senjata sementara yang diajukan Amerika Serikat. (tangkap layar/Hussam al-Masri/Reuters)

    Yordania: Israel Picu Dimulainya Lagi Perang 

    Di sisi lain, negara-negara Arab mengutuk aksi Israel ini. 

    Kementerian Luar Negeri Yordania, Minggu (2/3/2025) kalau keputusan Israel untuk menghentikan aliran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza mengancam akan memicu kembali perang di sana.

    Keputusan tersebut merupakan “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional” dan Konvensi Jenewa keempat tentang perlindungan warga sipil, kata pernyataan resmi.

    “Keputusan pemerintah Israel … mengancam akan meledakkan situasi lagi di jalur tersebut,” kata pernyataan itu.

    “Israel harus berhenti menggunakan kelaparan sebagai senjata.”

    BLOKIR BANTUAN – Truk pengangkut bantuan melewati Rafah di Jalur Gaza selatan. Pada Minggu (2/3/2025), Israel menyatakan memblokir semua bantuan masuk ke Gaza untuk menekan Hamas menyetujui usulan gencatan senjata sementara yang diajukan Amerika Serikat.

    Qatar: Israel Langgar Gencatan Senjata

    Qatar pada Minggu menuduh Israel melanggar kesepakatan gencatan senjata di Gaza dengan memblokir masuknya bantuan ke daerah kantong itu, karena pembicaraan tentang tahap kedua terhenti.

    “Qatar mengutuk keras keputusan pemerintah pendudukan Israel untuk menghentikan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, dan menganggapnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap perjanjian gencatan senjata, (dan) hukum humaniter internasional,” kata Kementerian Luar Negeri Qatar.

    Qatar juga menyatakan “penolakannya terhadap penggunaan makanan sebagai senjata perang”.

    Qatar adalah mediator utama dalam negosiasi gencatan senjata.

    Arab: Israel Terapkan Hukuman Kolektif

    Arab Saudi mengecam keputusan Israel untuk memblokir bantuan yang masuk ke Jalur Gaza, dan menyebutnya sebagai “pemerasan” karena pembicaraan tentang gencatan senjata yang rapuh menemui jalan buntu.

    Keputusan Israel “untuk menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, dan penggunaannya sebagai alat pemerasan dan hukuman kolektif … merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan pelanggaran langsung terhadap aturan hukum humaniter internasional”, kata pernyataan kementerian luar negeri yang dikutip oleh Kantor Berita Resmi Saudi.

    Arab Saudi juga mendesak masyarakat internasional untuk “menghentikan pelanggaran serius Israel ini”.

    Uni Eropa Kutuk Aksi Tak Manusiawi Israel

    Tak cuma negara-negara Arab, Uni Eropa mengutuk keputusan pendudukan Israel ini.

    Uni Eropa menilai hal ini dapat menimbulkan konsekuensi kemanusiaan.

    Serikat negara Eropa itu mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di situs web resminya tadi malam, “Kita harus bekerja menuju gencatan senjata permanen sambil memastikan pembangunan kembali Gaza,” memperbarui seruan untuk memastikan akses penuh, cepat, aman dan tanpa batas bagi bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

    Jerman mendesak Israel pada hari Senin untuk “segera” berhenti mencegah masuknya bantuan ke Jalur Gaza, setelah pembicaraan mengenai perpanjangan gencatan senjata menemui jalan buntu.

    “Bantuan kemanusiaan harus selalu dijamin aksesnya tanpa hambatan ke Jalur Gaza,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman Sebastian Fischer dalam sebuah konferensi pers, seraya menambahkan bahwa “mengizinkan atau mencegah pengiriman bantuan kemanusiaan bukanlah cara tekanan yang sah selama negosiasi.”

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Minggu bahwa ia telah memutuskan untuk menghentikan masuknya semua bantuan kemanusiaan ke Gaza dengan berakhirnya fase pertama perjanjian gencatan senjata di Jalur tersebut antara Hamas dan Israel.

    BERBARIS – Tangkap layar Khaberni yang menunjukkan petempur Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, berbaris di lokasi pembebasan 3 sandera Israel, di Khan Yunis, Sabtu (15/2/2025). Hamas memberi hadiah ke sandera Israel pada prosesi pembebasan tersebut. (khaberni/tangkap layar)

    Hamas: Israel Mau Kembalikan Situasi ke Titik Awal 

    Adapun gerakan Hamas pada hari Senin menuduh Israel mencoba mengembalikan keadaan ke titik awal dengan meminta perpanjangan tahap pertama perjanjian gencatan senjata Gaza mereka.

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka telah mengadopsi usulan utusan Presiden AS Donald Trump untuk gencatan senjata sementara di Gaza selama periode Ramadan dan Paskah, beberapa jam setelah tahap pertama dari kesepakatan yang disepakati sebelumnya berakhir.

    “Pendudukan berusaha mengembalikan keadaan ke titik awal dan membatalkan perjanjian melalui alternatif yang diusulkannya,” kata pejabat senior Hamas Osama Hamdan dalam sebuah pernyataan yang disiarkan televisi.

    Ia mengatakan bahwa “pelanggaran perjanjian selama tahap pertama membuktikan tanpa diragukan lagi bahwa pemerintah pendudukan (Israel) berkepentingan dalam keruntuhan perjanjian.”

    Ia menambahkan bahwa mediator dan penjamin bertanggung jawab penuh untuk mencegah Netanyahu menyabotase semua upaya yang telah dilakukan untuk mencapai perjanjian dan untuk melindunginya dari keruntuhan.

     

    (oln/thntnl/khbrn/*)

      
     
     

     
     

  • Israel Setop Bantuan Kemanusiaan ke Gaza, Arab Saudi Bilang Gini

    Israel Setop Bantuan Kemanusiaan ke Gaza, Arab Saudi Bilang Gini

    Riyadh

    Pemerintah Arab Saudi mengutuk keras langkah Israel menghentikan aliran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Otoritas Riyadh menyebut tindakan Tel Aviv itu sebagai “pemerasan” ketika pembicaraan untuk memperpanjang gencatan senjata Gaza yang rapuh menghadapi jalan buntu.

    Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataannya, seperti dikutip kantor berita Saudi Press Agency (SPA) dan dilansir Al Arabiya, Senin (3/3/2025), juga menyebut keputusan Israel menghentikan aliran pasokan ke daerah kantong Palestina itu sebagai “hukuman kolektif”.

    Disebutkan oleh Kementerian Luar Negeri Saudi bahwa keputusan Israel “untuk menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, dan penggunaannya sebagai alat pemerasan dan hukuman kolektif… adalah pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan pelanggaran langsung terhadap aturan hukum kemanusiaan internasional”.

    Lebih lanjut, Riyadh menyerukan masyarakat internasional untuk “menghentikan pelanggaran serius Israel ini”.

    Dengan perundingan untuk kelanjutan gencatan senjata digelar di Kairo, sumber-sumber di Mesir mengungkapkan bahwa delegasi Israel berupaya memperpanjang tahap pertama yang berlangsung selama 42 hari, sedangkan Hamas ingin segera melanjutkan ke tahap kedua.

    Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, mengatakan bahwa mereka menolak “formulasi” Israel untuk memperpanjang tahap pertama gencatan senjata Gaza.

    Otoritas Israel kemudian mengumumkan pada Minggu (2/3) bahwa mereka menghentikan masuknya semua barang dan pasokan ke Jalur Gaza. Tel Aviv juga memperingatkan “konsekuensi tambahan” jika Hamas tidak setuju untuk memperpanjang tahap pertama gencatan senjata.

    Hamas, dalam pernyataannya, menuduh Israel berusaha melemahkan gencatan senjata Gaza, yang mulai berlaku pada 19 Januari lalu dan sebagian besar tetap berlaku meskipun kedua saling menuduh adanya pelanggaran. Sejauh ini belum ada kesepakatan mengenai tahap kedua, atau tahap selanjutnya.

    Mesir juga mengecam keputusan Israel untuk menghentikan bantuan kemanusiaan memasuki Jalur Gaza. Otoritas Kairo menyebutnya sebagai “pelanggaran terang-terangan” terhadap gencatan senjata Gaza, yang dimediasi oleh Mesir, Qatar dan Amerika Serikat (AS).

    Selain menghentikan bantuan kemanusiaan, Israel juga kembali menggempur Jalur Gaza pada Minggu (2/3) waktu setempat. Otoritas kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya empat orang tewas dan enam orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan udara terbaru Tel Aviv tersebut.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 39.529 Bom AS Akan Dikirim ke Israel, Nilai Total Senjata Rp49,7 Miliar, Ada Penghancur Bunker – Halaman all

    39.529 Bom AS Akan Dikirim ke Israel, Nilai Total Senjata Rp49,7 Miliar, Ada Penghancur Bunker – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) telah sepakat mengirimkan senjata ke Israel, senilai sekitar $3 miliar, atau dalam rupiah sekitar Rp49,7 Miliar.

    Pentagon menyebut senjata-senjata tersebut berupa bom, peralatan pembongkaran, dan senjata lainnya.

    Kongres AS diberitahu tentang potensi penjualan senjata dalam keadaan darurat ke Israel ini pada Jumat (28/2/2025).

    Langkah ini melewati praktik lama yang memperbolehkan pimpinan dan anggota Komite Urusan Luar Negeri DPR dan Komite Hubungan Luar Negeri Senat meninjau kesepakatan dan meminta informasi tambahan sebelum secara resmi memberitahu Kongres.

    Penjualan senjata tersebut meliputi 35.529 bom serba guna yang beratnya masing-masing sekitar 1.000 kilogram dan 4.000 bom penghancur bunker dengan berat yang sama, yang diproduksi oleh General Dynamics.

    Sementara Pentagon menyatakan bahwa pengiriman akan dimulai pada tahun 2026.

    “Ada kemungkinan bahwa sebagian dari pengiriman senjata ke Israel ini berasal dari persediaan AS,” ujar sumber dari AS, mengutip Palestine Chronicle.

    Paket kedua (pengiriman senjata) bernilai $675 juta dan terdiri dari 5.000 bom, masing-masing seberat sekitar 500 kilogram, beserta perlengkapan yang diperlukan.

    Paket ini targetnya akan dikirimkan pada tahun 2028.

    Pemberitahuan ketiga mencakup buldoser yang diproduksi oleh Caterpillar, senilai $295 juta.

    Ini adalah kedua kalinya dalam satu bulan pemerintahan Donald Trump mengumumkan keadaan darurat untuk mempercepat persetujuan penjualan senjata ke Israel.

    Pemerintahan mantan Presiden Joe Biden sebelumnya telah menggunakan wewenang darurat untuk menyetujui penjualan senjata ke Israel tanpa tinjauan kongres.

    Senin lalu, pemerintahan Trump mencabut perintah yang dikeluarkan selama era Biden, yang mengharuskannya melaporkan potensi pelanggaran hukum internasional terkait senjata yang disediakan oleh Amerika Serikat kepada sekutu, termasuk Israel.

    Diketahui perjanjian gencatan senjata di Gaza dicapai setelah perang Israel selama 15 bulan dan genosida terhadap Jalur Gaza.

    Serangan zionis Israel ini mengakibatkan terbunuhnya dan terlukanya lebih dari 160.000 orang serta kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya yang tidak pernah terlihat sejak Perang Dunia II.

    Tahap pertama perjanjian pertukaran tahanan, yang mulai berlaku sejak tanggal 19 Januari 2025 lalu setelah mediasi yang berhasil dipimpin oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, diselesaikan pada Kamis (27/2/2025).

    Sementara tahap pertama pertukaran tahanan, yang berlangsung selama enam minggu, berakhir, Sabtu (1/3/2025).

    Israel telah menahan diri untuk tidak memasuki perundingan mengenai tahap kedua dan berupaya untuk memperpanjang tahap pertama guna membebaskan lebih banyak tahanannya di Gaza tanpa berkomitmen untuk mengakhiri perang.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Uni Eropa Desak Hamas Terima Proposal Perpanjangan Gencatan Senjata di Gaza

    Uni Eropa Desak Hamas Terima Proposal Perpanjangan Gencatan Senjata di Gaza

    Jakarta

    Uni Eropa (UE) mengecam sikap Hamas yang menolak usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama di Gaza. Uni Eropa menilai sikap Hamas berisko menimbulkan konflik baru dengan pemerintah Israel.

    “UE menyerukan dimulainya kembali perundingan tahap kedua gencatan senjata, dan menyatakan dukungan kuatnya kepada para mediator,” kata Juru Bicara Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan UE, Anouar El Anouni, dalam sebuah pernyataan dilansir AFP, Senin (3/3/2025).

    Israel diketahui telah mengumumkan kebijakan untuk menghentikan semua barang dan pasokan ke Jalur Gaza, Palestina. Keputusan itu diambil untuk menekan Hamas agar menerima proposal perpanjangan penahanan gencatan senjata yang diajukan Amerika Serikat (AS).

    Gencatan senjata tahap pertama berakhir pada 1 Maret silam. Pihak AS lalu mengusulkan perpanjangan gencatan senjata tersebut hingga pertengahan April 2025.

    Pihak Hamas sampai saat ini menolak usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama. Mereka meminta Israel untuk segera masuk ke perundingan gencatan senjata tahap kedua atau gencatan senjata secara permanen.

    Uni Eropa menyatakan pihaknya mendukung upaya gencatan senjata permanen di Gaza. Namun, Uni Eropa meminta Hamas juga menjalankan tanggung jawabnya untuk menjaga stabilitas politik dengan pihak Israel.

    “Gencatan senjata permanen akan berkontribusi pada pembebasan semua sandera Israel yang tersisa sambil memastikan dimulainya kondisi yang diperlukan untuk pemulihan dan rekonstruksi di Gaza,” kata El Anouni.

    Israel Setop Pasokan Barang ke Gaza

    Israel mengumumkan penghentian masuknya semua barang dan pasokan ke Jalur Gaza, Palestina. Hal itu dilakukan untuk menekan Hamas agar menerima proposal perpanjangan gencatan senjata yang diajukan Amerika Serikat (AS).

    Dilansir Associated Press, Minggu (2/3), Kantor Perdana Menteri Israel tidak merinci keputusan tersebut. Tetapi, Israel memperingatkan tentang ‘konsekuensi tambahan’ jika Hamas tidak menerima apa yang Israel katakan sebagai proposal AS untuk perpanjangan gencatan senjata.

    Selain itu, Israel juga tidak menjelaskan apakah pasokan bantuan telah dihentikan sepenuhnya atau sebagian. Fase pertama gencatan senjata Israel-Hamas, yang mencakup lonjakan bantuan kemanusiaan, berakhir pada Sabtu (1/3).

    Kedua pihak belum merundingkan fase kedua, di mana Hamas akan membebaskan puluhan sandera yang tersisa sebagai imbalan atas penarikan pasukan Israel dan gencatan senjata yang langgeng. Israel mengatakan pada hari Minggu pagi bahwa mereka mendukung proposal untuk memperpanjang fase pertama gencatan senjata hingga Ramadan dan Paskah atau 20 April.

    Proposal tersebut datang dari utusan Timur Tengah pemerintahan Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff. Lantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut Hamas akan membebaskan setengah dari sandera pada hari pertama dan sisanya saat kesepakatan gencatan senjata permanen tercapai.

    Tidak ada komentar langsung dari Amerika Serikat, Mesir, atau Qatar, yang telah menjadi penengah antara Israel dan Hamas selama lebih dari setahun. Hamas belum menanggapi usulan tersebut.

    Hamas sendiri mendesak Israel untuk melanjutkan gencatan senjata fase kedua. Menurut Hamas, hal itu menjadi upaya untuk menuju gencatan senjata permanen dan stabilitas.

    “Satu-satunya cara untuk mencapai stabilitas di kawasan tersebut dan pemulangan para tahanan adalah dengan menyelesaikan pelaksanaan perjanjian dimulai dengan pelaksanaan fase kedua,” kata pemimpin Hamas Mahmoud Mardawi dilansir AFP.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Fahri Hamzah: Kementerian dan Penjabat-pejabat BUMN Tidak Paham di Mana Ladang Permainannya

    Fahri Hamzah: Kementerian dan Penjabat-pejabat BUMN Tidak Paham di Mana Ladang Permainannya

    Di satu sisi, BUMN menganggap dirinya PT (perseroan terbatas) dengan keinginan mencari untung yang tinggi tapi faktanya mereka ditarik dalam pusaran politik yang kental. Mulai dari perbedaan kepentingan sektoral eksekutif sampai pengawasan legislatif yang tidak sehat bagi tradisi profesionalisme kerja.

    Kecenderungannya, Kementerian dan lembaga selalu ingin BUMN mau menjadi operator mereka sebab “mudah diajak ngomong”. Di sisi lain, lembaga legislatif tidak dibatasi wewenangnya dalam pengawasan teknis dan terkadang “mengawasi” lebih ketat dari pengawasan komisaris yang seharusnya detail dan profesional.

    “Dulu saya menyaksikan anggota legislatif dalam sidang-sidang komisi mengajukan pertanyaan dari perusahaan rekannya yang kalah tender dengan dengan begitu detail dan kasuistik. Kalau sudah demikian biasanya tidak bisa dihindari negosiasi di belakang layar,” jelasnya.

    Lebih jauh kata dia, sejak mengikuti dinamika dan polemik BUMN sampai sekarang, saya menemukan bahwa sekarang ini ada “Raksasa Tidur” yang bergerak tidak teratur dan jadwal bekerjanya tidak jelas, terhuyung-huyung berjalan tanpa arah dan centang perenang.

    Sementara, di luar sana di negara-negara seperti Norwegia, Qatar, uni emirat Arab, Singapore, Malaysia dan lain-lain, mereka mendapatkan banyak sekali uang dan manfaat dari pengelolaan sumber daya alam dari badan usaha milik negara untuk menjadi Sovereign Wealth Fund.

    “Saya terbayang-bayang bahwa suatu hari akan ada pemimpin yang berani secara ekstrim melakukan konsolidasi BUMN untuk menjadi entitas ekonomi yang lebih ter koordinasi (atau bahkan mungkin saya sebut terkomando), sehingga kekuatannya betul-betul menjadi menifestasi kekuatan nasional yang menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa negara ini tidak saja kaya raya, tetapi juga mampu melahirkan kekuatan pasar yang superbesar dan kuat,” tandasnya. (*)

  • Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa – Halaman all

    Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa – Halaman all

    Mesir: Rencana Rekonstruksi Gaza Rampung, Dipresentasikan di Pertemuan Darurat Arab pada Selasa
     

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdel Aati, Minggu (2/3/2025) menyatakan kalau para menteri luar negeri dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) akan menggelar rapat di Arab Saudi setelah pertemuan puncak darurat Arab pada Selasa, 4 Maret 2025.

    Ia mengatakan kalau rencana rekonstruksi Gaza telah selesai dan akan disampaikan pada pertemuan puncak (konferensi tingkat tinggi/KTT) darurat Arab pada Selasa untuk disetujui.

    Abdel-Ati menambahkan, negaranya akan melanjutkan upaya intensif untuk memulai negosiasi tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza.

    Dia juga menyinggung soal manuver Israel yang memblokir semua bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza dalam rangka menekan Hamas untuk menyetujui perpanjangan tahap pertama gencatan senjata.

    “Penggunaan bantuan sebagai senjata hukuman kolektif dan kelaparan di Gaza tidak dapat diterima dan tidak diperbolehkan,” katanya merujuk pada aksi Israel memblokir bantuan ke Gaza.

    Tolak Kelola Gaza Dengan Imbalan Keringanan Utang

    Sebelumnya, pada Rabu (26/2/2025), Mesir menyatakan, menolak usulan untuk mengelola Gaza karena mengganggap wacara itu sebagai hal yang ‘tidak dapat diterima’

    Mesir tidak mau mengambil alih pemerintahan Gaza, dengan menyebut gagasan tersebut bertentangan dengan sikap posisi Mesir dan negara-negara Arab yang telah lama berlaku terkait masalah Palestina.

    Mesir dan negara-negara Arab ingin masalah Palestina dikendalikan oleh faksi dan entitas Palestina dan terus mendorong ‘Solusi Dua Negara’ dengan Israel.

    “Setiap gagasan atau usulan yang menyimpang dari pendirian Mesir dan Arab [tentang Gaza]… ditolak dan tidak dapat diterima,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tamim Khalaf seperti dikutip kantor berita negara, MENA.

    Pernyataan ini dilontarkan sehari setelah pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid melontarkan gagasan tersebut.

    Mantan perdana menteri Israel dan pemimpin oposisi Yair Lapid mengadakan konferensi pers tentang anggaran negara yang akan datang, di Tel Aviv pada 16 Mei 2023. (JACK GUEZ / AFP)

    Imbalan Keringanan Utang

    Yair Lapid, Selasa, mengusulkan agar Mesir mengambil alih kendali administratif Jalur Gaza hingga 15 tahun dengan imbalan keringanan utang luar negerinya yang bernilai lebih dari 150 miliar dolar AS.

    Rencana tersebut mengusulkan  Mesir bertanggung jawab mengelola daerah kantong tersebut selama delapan tahun, dengan opsi untuk memperpanjangnya hingga 15 tahun.

    Lapid mengumumkan rencana tersebut saat berpidato di Foundation for Defense of Democracies (FDD) di Washington, DC dan kemudian mengunggahnya di X, menurut surat kabar Maariv, Israel.

    “Saya baru-baru ini menyampaikan rencana di Washington untuk hari setelah perang di Gaza,” tulisnya.

    “Inti dari rencana tersebut: Mesir akan memikul tanggung jawab atas Gaza selama (hingga) 15 tahun, sementara pada saat yang sama utang luar negerinya sebesar $155 miliar akan dibatalkan oleh masyarakat internasional.”

    “Setelah hampir satu setengah tahun pertempuran, dunia terkejut mengetahui bahwa Hamas masih menguasai Gaza,” tambahnya.

    Lapid menyalahkan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena gagal membangun “pemerintahan efektif di Gaza yang akan mengusir Hamas,”.

    Lapid juga mengatakan kalau Israel menghadapi dua masalah keamanan utama di sepanjang perbatasan selatannya.

    Masalah pertama Israel menurut dia adalah, “Dunia membutuhkan solusi baru untuk Gaza: Israel tidak dapat setuju Hamas tetap berkuasa, Otoritas Palestina tidak mampu menjalankan Gaza, pendudukan Israel tidak diinginkan, dan kekacauan yang terus berlanjut merupakan ancaman keamanan serius bagi Israel.”

    Masalah kedua, kata Lapid, adalah “ekonomi Mesir berada di ambang kehancuran dan mengancam stabilitas Mesir dan seluruh Timur Tengah: utang luar negeri sebesar $155 miliar tidak memungkinkan Mesir membangun kembali ekonominya dan memperkuat militernya.”

    Ia mengusulkan “satu solusi: Mesir akan memikul tanggung jawab pengelolaan Jalur Gaza selama 15 tahun, sementara utang luar negerinya akan ditanggung oleh masyarakat internasional dan sekutu regionalnya.”

    Selama 18 tahun terakhir, Israel telah memberlakukan blokade terhadap Gaza, yang secara efektif mengubahnya menjadi penjara terbuka.

    Genosida baru-baru ini telah menyebabkan sekitar 1,5 juta dari 2,4 juta penduduk daerah kantong itu mengungsi.

    Seorang warga Palestina berjalan di jalanan berdebu dengan latar belakang kehancuran Gaza karena bombardemen buta Israel selama satu tahun sejak 7 Oktober 2023. (MNA)

    Mesir Pemain Utama Pembangunan Gaza

    Lapid mengklaim bahwa selama 15 tahun, “Gaza akan dibangun kembali dan kondisi untuk pemerintahan sendiri akan tercipta. Mesir akan menjadi pemain utama dan akan mengawasi rekonstruksi, yang selanjutnya akan memperkuat ekonominya.”

    “Solusi ini memiliki preseden historis,” katanya.

    “Mesir pernah menguasai Gaza di masa lalu. Ini dilakukan dengan dukungan Liga Arab, dengan pemahaman bahwa ini adalah situasi sementara. Mesir melindungi Jalur Gaza atas nama Palestina. Inilah yang perlu terjadi lagi hari ini.”

    Mesir menguasai Jalur Gaza selama hampir dua dekade setelah berdirinya Israel pada tahun 1948, ketika milisi Zionis merebut tanah Palestina dan melakukan pembantaian yang menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi.

    Hamas sebelumnya menolak rencana untuk melucuti senjata atau dipindahkan dari Gaza, dengan menyatakan bahwa masa depan daerah kantong itu harus ditentukan melalui konsensus nasional Palestina.

    Israel terus menduduki wilayah Palestina, Suriah, dan Lebanon, menolak untuk menarik diri atau mengakui negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya dalam batas-batas sebelum tahun 1967.

    Gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan telah berlaku di Gaza sejak bulan lalu, menghentikan perang Israel, yang telah menewaskan hampir 48.350 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantong itu dalam reruntuhan.

    November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

    Rekonstruksi Gaza Butuh Rp 327 Triliun

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi diperkirakan akan mengunjungi Riyadh untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang dapat melibatkan pendanaan regional hingga 20 miliar dolar atau Rp 327 Triliun untuk rekonstruksi wilayah kantung Palestina itu.

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi kemungkinan akan mengunjungi Riyadh pada hari Kamis, menurut dua pejabat keamanan Mesir, untuk membahas rencana Arab untuk Gaza, yang mungkin melibatkan hingga $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari wilayah tersebut untuk rekonstruksi.

    Negara-negara Arab bersiap untuk memperdebatkan rencana untuk Gaza sehari setelahnya sebagai tanggapan atas saran Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membangun kembali wilayah di bawah kendali AS sambil membersihkan etnis Palestina.

    Berita ini muncul saat Kementerian Keamanan Israel mengumumkan rencana untuk membentuk direktorat untuk pemindahan paksa dan pembersihan etnis di Gaza dengan nama “emigrasi sukarela dari Gaza.”

    Rencana tersebut akan mencakup “pilihan keberangkatan,” yaitu cara mengusir warga Palestina dari tanah mereka , melalui darat, laut, dan udara. 

    Arab Saudi, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, dan Qatar akan mengevaluasi dan membahas proposal Arab di Riyadh sebelum menyampaikannya pada pertemuan puncak Arab yang dijadwalkan di Kairo pada tanggal 4 Maret, empat orang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters. 

    Pada hari Jumat, pertemuan para pemimpin negara Arab, termasuk Yordania, Mesir, UEA, dan Qatar, dijadwalkan di Arab Saudi, yang mendorong upaya Arab pada rencana Trump, tetapi beberapa sumber mengindikasikan tanggalnya belum ditetapkan.

    Pada konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat “akan mengambil alih,” “memiliki,” dan mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah.”  

    Lebih buruknya lagi, ia mengungkapkan minggu lalu bahwa warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza, dan menyatakan bahwa wilayah tersebut, “Saya akan memilikinya.”

    Usulan Arab, yang terutama didasarkan pada rencana Mesir, menyerukan pembentukan komite nasional Palestina untuk mengelola Gaza tanpa keterlibatan Hamas, serta keterlibatan internasional dalam rehabilitasi tanpa pemindahan warga Palestina ke luar negeri.

    Menurut peneliti Emirat Abdulkhaleq Abdullah, komitmen sebesar $20 miliar atau Rp 327 Triliun dari pemerintah Arab dan Teluk untuk dana tersebut, yang telah diidentifikasi oleh dua sumber sebagai jumlah yang masuk akal, mungkin menjadi motivasi yang efektif bagi Trump untuk mengadopsi konsep tersebut.

    Kabinet Otoritas Palestina menyatakan hari Selasa bahwa tahap pertama dari rencana yang sedang dipertimbangkan akan menelan biaya sekitar $20 miliar atau Rp 327 Triliun selama tiga tahun, sementara sumber-sumber Mesir mengungkapkan kepada Reuters bahwa pembicaraan tentang kontribusi keuangan kawasan itu masih berlangsung.

    Menurut orang dalam, rencana itu mengharuskan pembangunan kembali diselesaikan dalam waktu tiga tahun.

    Senator Richard Blumenthal mengatakan kepada wartawan di Tel Aviv pada hari Senin bahwa pembicaraannya dengan para pemimpin Arab, khususnya Raja Abdullah, menunjukkan bahwa “mereka memiliki penilaian yang sangat realistis tentang apa peran mereka seharusnya.”

     

     

     

    (oln/thntnl/anadolu/*)

     
     

  • Israel Umumkan Penghentian Pasokan Barang ke Gaza

    Israel Umumkan Penghentian Pasokan Barang ke Gaza

    Tel Aviv

    Israel mengumumkan penghentian masuknya semua barang dan pasokan ke Jalur Gaza, Palestina. Hal itu dilakukan untuk menekan Hamas agar menerima proposal perpanjangan gencatan senjata yang diajukan Amerika Serikat (AS).

    Dilansir Associated Press, Minggu (2/3/2025), Kantor Perdana Menteri Israel tidak merinci keputusan tersebut. Tetapi, Israel memperingatkan tentang ‘konsekuensi tambahan’ jika Hamas tidak menerima apa yang Israel katakan sebagai proposal AS untuk perpanjangan gencatan senjata.

    Selain itu, Israel juga tidak menjelaskan apakah pasokan bantuan telah dihentikan sepenuhnya atau sebagian. Fase pertama gencatan senjata Israel-Hamas, yang mencakup lonjakan bantuan kemanusiaan, berakhir pada Sabtu (1/3).

    Sebagai informasi, wilayah hampir seluruh wilayah Gaza berbatasan langsung dengan daerah yang dikuasai Israel. Hanya perbatasan di Rafah yang berbatasan dengan Mesir.

    Kedua pihak belum merundingkan fase kedua, di mana Hamas akan membebaskan puluhan sandera yang tersisa sebagai imbalan atas penarikan pasukan Israel dan gencatan senjata yang langgeng. Israel mengatakan pada hari Minggu pagi bahwa mereka mendukung proposal untuk memperpanjang fase pertama gencatan senjata hingga Ramadan dan Paskah atau 20 April.

    Proposal tersebut datang dari utusan Timur Tengah pemerintahan Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff. Lantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut Hamas akan membebaskan setengah dari sandera pada hari pertama dan sisanya saat kesepakatan gencatan senjata permanen tercapai.

    Tidak ada komentar langsung dari Amerika Serikat, Mesir, atau Qatar, yang telah menjadi penengah antara Israel dan Hamas selama lebih dari setahun. Hamas belum menanggapi usulan tersebut.

    “Satu-satunya cara untuk mencapai stabilitas di kawasan tersebut dan pemulangan para tahanan adalah dengan menyelesaikan pelaksanaan perjanjian dimulai dengan pelaksanaan fase kedua,” kata pemimpin Hamas Mahmoud Mardawi dilansir AFP.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menteri BUMN Erick Thohir Minta Danantara Tidak Disamakan dengan 1MDB – Halaman all

    Menteri BUMN Erick Thohir Minta Danantara Tidak Disamakan dengan 1MDB – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM JAKARTA – Ketua Dewan Pengawas Danantara yang juga Menteri BUMN Erick Thohir meminta agar Badan Pengelola Investasi BPI Daya Anagata Nusantara Danantara tidak disamakan dengan 1Malaysia Development Berhad (1MDB).

    1MDB merupakan perusahaan investasi negara yang diluncurkan Perdana Menteri Malaysia periode 2009-2018, Najib Razak.

    Pada 2014-2015, Najib dituding menggelapkan miliaran ringgit Malaysia dari 1MDB.

    Skandal 1MDB yang menjerat Najib diperkirakan merugikan Malaysia senilai lebih dari 4,5 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 64 triliun.

    Sebagian dana itu diketahui mengalir ke rekening Najib.

    Ia dan kroninya didakwa mencuci aliran uang dari 1MDB.

    Pada Agustus 2022, Najib akhirnya dijatuhkan ke penjara setelah Mahkamah Persekutuan Malaysia menolak banding sekaligus mengukuhkan vonis 12 tahun yang ia terima.

    Erick mengakui adanya anggapan negatif terhadap Danantara di kalangan masyarakat.

    Namun, ia meminta agar lembaga baru ini tidak disamakan dengan 1MDB.

    “Saya yakin hari ini mungkin market masih berpikir negatif kepada Danantara. Pak, nanti Danantara menjadi seperti 1MDB loh. Jangan melihat gitu,” kata Erick di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (1/3/2025)

    Menurut Erick, pemerintah membentuk Danantara dengan mencontoh negara-negara yang memiliki sovereign wealth fund (SWF) sukses.

    Ia menyebutkan beberapa contoh SWF terkemuka seperti Public Investment Fund (PIF) dari Arab Saudi, Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) dari Uni Emirat Arab, dan Qatar Investment Authority.

    Danantara yang diklaim berada di posisi tujuh atau delapan terbesar sovereign wealth fund di dunia menjadikan ketiga lembaga tersebut sebagai acuan.

    “Kita harus berani membuka diri benchmarking mana yang tidak bagus, mana yang bagus. Masa kita bikin sovereign wealth fund yang segede ini yang nomor 7 atau nomor 8 di dunia, benchmarkingnya yang enggak bagus. Berarti ya sama aja setback, kemunduran,” ujar Erick.

    Ia juga yakin bahwa Danantara bisa menjadi sentimen positif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

    Namun, menurut dia, hal tersebut memerlukan waktu.

    Sebab saat ini masih ada anggapan bahwa nasib Danantara akan sama seperti 1MDB.

    “Harusnya bisa, tapi perlu waktu. Kita tidak bisa melawan persepsi yang hari ini seakan-akan yang tadi membenchmarking Danantara dengan sovereign wealth yang enggak bagus. Itu salah besar,” ucap Erick.

    Pemerintah Diingatkan

    Executive Director Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengingatkan pemerintah agar Danantara tidak mengikuti jejak 1MDB.

    Burhanuddin mengingatkan pemerintah RI agar menjalankan Danantara secara profesional agar tidak mengulang kejadian yang terjadi pada 1MDB.

    “Jadi ini betul-betul harus hati-hati, pengelolaannya harus seprofesional mungkin,” katanya dalam acara Economic Outlook 2025 di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta Pusat, Selasa, (18/2/2025).

    Ia mengatakan jika pemerintah RI mengacu pada Temasek, perusahaan holding yang berfokus pada investasi global yang dimiliki pemerintah Singapura, akan sangat bagus.

     “Tetapi kalau misalnya kita kepleset, kemudian mengikuti rute 1MDB di Malaysia, habis kita dan pertaruhannya sangat mahal,” ujar Burhanuddin.

    Ia memandang Danantara ini memiliki motif yang sangat positif karena memotong intervensi non-korporasi, terutama dari hal politik.

    Selama ini ia mengatakan BUMN seringkali harus berjuang ketika bernegosiasi dengan DPR, salah satunya ketika membahas soal pengangkatan komisaris dan direksi.

    “Kalau misalnya Danantara sesuai yang direncanakan, itu banyak hal yang tidak harus didiskusikan via DPR yang membuat BUMN kita seringkali harus berjuang adalah karena banyak hal yang harus dinegosiasikan dengan DPR,” ucap Burhanuddin.

    “Itu ada ongkos politiknya, ada biayanya, ada trade-offnya, termasuk pengurusan pengangkatan komisaris dan direksi itu perlu approval DPR. Danantara mencoba memotong itu,” pungkasnya.