Negara: Qatar

  • Video: 6 Orang Tewas dalam Serangan Israel di Qatar

    Video: 6 Orang Tewas dalam Serangan Israel di Qatar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Israel melancarkan serangan udara di Ibu Kota Qatar, Doha, pada hari Selasa (09/09/2025), dengan menargetkan para pejabat Senior Hamas, yang berkumpul untuk membahas proposal gencatan senjata AS terbaru untuk Gaza.

    Selengkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia (Rabu, 10/09/2025) berikut ini.

  • Harga Minyak Melonjak, Serangan Israel ke Doha Qatar jadi Pemicu – Page 3

    Harga Minyak Melonjak, Serangan Israel ke Doha Qatar jadi Pemicu – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia naik pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) setelah militer Israel mengatakan pihaknya melakukan serangan terhadap kepemimpinan Hamas di ibu kota Qatar, Doha,.

    Qatar,  yang merupakan salah satu eksportir energi global utama, mengutuk serangan tersebut sebagai “pengecut” dan menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional.

    Dikutip dari CNBC, Rabu (10/9/2025), harga minyak Brent naik 37 sen atau 0,56%, dan ditutup pada harga USD 66,39 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 37 sen atau 0,59%, dan ditutup pada USD 62,63 per barel.

    Serangan terhadap Qatar terjadi beberapa jam setelah Israel mengumumkan akan menghancurkan Kota Gaza. Para analis menyebutnya sebagai eskalasi besar kampanye militer Israel di Timur Tengah.

    “Eskalasi ini dapat memicu respons dari negara-negara Arab untuk mengambil sikap lebih keras terhadap Israel,” ujar Analis StoneX, Alex Hodes.

    Iran, Uni Emirat Arab, Turki, dan Arab Saudi, pemimpin de facto kelompok pengekspor minyak OPEC+ termasuk di antara negara-negara yang mengutuk serangan di Qatar.

    Israel sebelumnya telah melancarkan serangan terhadap Iran, Suriah, Lebanon, dan Yaman sebagai bagian dari kampanye hampir dua tahun di Palestina, yang telah menewaskan lebih dari 64.000 orang menurut otoritas setempat.

     

  • Indonesia Kecam Serangan Israel ke Qatar: Pelanggaran Keras

    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Qatar: Pelanggaran Keras

    Jakarta

    Indonesia mengecam serangan udara Israel ke Doha, Qatar, yang diklaim menargetkan para pemimpin senior Hamas. Serangan itu dinilai sebagai pelanggaran keras terhadap hukuman internasional.

    “Serangan Israel ke Doha, Qatar, pada 9 September 2025 merupakan pelanggaran keras terhadap hukum internasional, termasuk Piagam PBB, pelanggaran terhadap kedaulatan Qatar, dan ancaman besar terhadap keamanan dan perdamaian kawasan,” tulis Kementerian Luar Negeri RI dalam akun X, dikutip detikcom, Rabu (10/9/2025).

    “Serangan ini beresiko mengeskalasi dan memperluas konflik di kawasan,” tambahnya.

    Kemlu RI meminta Dewan Keamanan PBB mengambil langkah tegas untuk menghentikan tindakan Israel dan menjamin akuntabilitas.

    “Indonesia menegaskan kembali solidaritasnya terhadap pemerintah dan rakyat Qatar dan menekankan komitmennya untuk mendukung semua upaya diplomatis untuk mencapai penyelesaian adil, komprehensif, dan perdamaian berkelanjutan di Timur Tengah di bawah Solusi Dua-Negara,” tulis Kemlu RI.

    Israel Bombardir Doha

    Militer Israel membombardir ibu kota Qatar, Doha. Pihak Israel mengaku menargetkan para pemimpin senior Hamas yang berada di Doha, tempat biro politik kelompok Palestina tersebut bermarkas.

    “IDF (militer Israel) dan ISA (badan keamanan) melakukan serangan tepat sasaran yang menargetkan para pemimpin senior organisasi teroris Hamas,” kata militer Israel dilansir AFP, Selasa (9/9).

    Pihak Israel menyampaikan kembali pihaknya mengincar Hamas yang telah melakukan pembantaian pada 7 Oktober 2023 silam di Israel.

    “Selama bertahun-tahun, para anggota kepemimpinan Hamas ini telah memimpin operasi organisasi teroris, bertanggung jawab langsung atas pembantaian brutal 7 Oktober (2023), dan telah mengatur serta mengelola perang melawan Negara Israel,” kata militer Israel.

    (fas/fas)

  • Video Sekjen PBB Sebut Serangan Israel di Qatar Adalah Pelanggaran Kedaulatan

    Video Sekjen PBB Sebut Serangan Israel di Qatar Adalah Pelanggaran Kedaulatan

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengutuk serangan Israel di Ibu Kota Qatar, Doha. Ia mengatakan Israel melakukan pelanggaran terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Qatar.

    Ia juga mengungkit peran Qatar dalam proses kesepakatan gencatan senjata di Gaza dan pembebasan sandera yang ditahan Hamas.

  • Gedung Putih Akui Israel Kabari AS Sebelum Bombardir Qatar

    Gedung Putih Akui Israel Kabari AS Sebelum Bombardir Qatar

    Washington

    Militer Israel melancarkan serangan udara yang menargetkan para pemimpin Hamas di Doha, Qatar. Israel disebut telah memberi tahu Amerika Serikat (AS) sebelum meluncurkan serangan ke Qatar.

    “Kami telah diberitahu sebelumnya,” kata pejabat Gedung Putih AS, yang tidak disebutkan namanya, dilansir AFP, Selasa (9/9/2025).

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan serangan militer Israel di Doha merupakan operasi independen dan tanggung jawab penuh Israel.

    “Tindakan hari ini terhadap para pemimpin Hamas adalah operasi Israel yang sepenuhnya independen,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah unggahan media sosial, dilansir Aljazeera, Selasa (9/9).

    “Israel yang memulainya, Israel yang melaksanakannya, dan Israel bertanggung jawab penuh,” lanjut Netanyahu.

    Baik militer Israel maupun Netanyahu tidak secara eksplisit merujuk lokasi serangan di ibu kota Qatar dalam pernyataan mereka.

    Israel Bombardir Doha

    Militer Israel membombardir ibu kota Qatar, Doha. Pihak Israel mengaku menargetkan para pemimpin senior Hamas yang berada di Doha, tempat biro politik kelompok Palestina tersebut bermarkas.

    “IDF (militer Israel) dan ISA (badan keamanan) melakukan serangan tepat sasaran yang menargetkan para pemimpin senior organisasi teroris Hamas,” kata militer Israel dilansir AFP, Selasa (9/9).

    Pihak Israel menyampaikan kembali pihaknya mengincar Hamas yang telah melakukan pembantaian pada 7 Oktober 2023 silam di Israel.

    “Selama bertahun-tahun, para anggota kepemimpinan Hamas ini telah memimpin operasi organisasi teroris, bertanggung jawab langsung atas pembantaian brutal 7 Oktober (2023), dan telah mengatur serta mengelola perang melawan Negara Israel,” kata militer Israel.

    (fas/jbr)

  • BREAKING NEWS: Israel Serang Qatar!

    BREAKING NEWS: Israel Serang Qatar!

    GELORA.CO – Israel tampaknya sedang menyulut perang lebih besar dan serius setelah nekat menyerang Qatar tepat di ‘jantungnya’.

    Militer Israel melancarkan serangan udara di Doha ditandai dengan sejumlah ledakan besar.

    Serangan itu terjadi saat tim negosiasi sedang membahas proposal gencatan senjata di Gaza yang diajukan oleh Amerika Serikat.

    Serangan Israel direspon keras Qatar dengan mengatakan serangan tersebut sebagai tindakan “pengecut” dan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

    Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, melalui kantor resminya menyatakan, Israel bertanggung jawab penuh atas serangan itu. Dalam unggahan di media sosial, kantor Netanyahu menegaskan:

    “Tindakan hari ini terhadap para pemimpin teroris Hamas adalah operasi Israel yang sepenuhnya independen. Israel yang memulainya, Israel yang melaksanakannya, dan Israel bertanggung jawab penuh.”

    Insiden ini menimbulkan ketegangan baru di kawasan Timur Tengah dan berpotensi mempengaruhi proses diplomasi gencatan senjata di Gaza yang tengah berlangsung.

  • Qatar Kutuk Keras Serangan Israel di Doha: Ini Ancaman Serius!

    Qatar Kutuk Keras Serangan Israel di Doha: Ini Ancaman Serius!

    Doha

    Qatar mengecam keras serangan militer Israel di ibu kota Qatar, Doha. Qatar menegaskan serangan militer Israel sebagai ancaman serius.

    Dilansir Aljazeera, Selasa (9/9/2025), pihak Qatar menyampaikan militer Israel menargetkan bangunan tempat tinggal yang dihuni anggota Biro Politik Hamas di ibu kota Qatar, Doha. Namun, serangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum dan norma internasional.

    “Negara Qatar mengutuk keras serangan pengecut Israel yang menargetkan bangunan tempat tinggal yang dihuni beberapa anggota Biro Politik Hamas di ibu kota Qatar, Doha,” bunyi pernyataan resmi Qatar.

    “Serangan kriminal ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap semua hukum dan norma internasional, dan menimbulkan ancaman serius bagi keamanan dan keselamatan warga Qatar dan penduduk di Qatar,” lanjut pernyataan itu.

    Qatar pun kini tengah mengusut serangan tersebut. Keselamatan para warga juga menjadi prioritas.

    “Kementerian menegaskan bahwa pasukan keamanan, pertahanan sipil, dan otoritas terkait segera mulai menangani insiden tersebut dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi dampaknya serta memastikan keselamatan penduduk dan daerah sekitarnya,” lanjut keterangan tersebut.

    Qatar menegaskan tidak akan menoleransi perilaku sembrono Israel tersebut. Qatar juga menekankan serangan militer Israel berpotensi mengganggu keamanan regional yang sedang berlangsung.

    “Investigasi sedang berlangsung di tingkat tertinggi, dan rincian lebih lanjut akan diumumkan segera setelah tersedia,” bunyi keterangan itu lagi.

    Israel Bombardir Doha

    Militer Israel membombardir ibu kota Qatar, Doha. Pihak Israel mengaku menargetkan para pemimpin senior Hamas yang berada di Doha, tempat biro politik kelompok Palestina tersebut bermarkas.

    “IDF (militer Israel) dan ISA (badan keamanan) melakukan serangan tepat sasaran yang menargetkan para pemimpin senior organisasi teroris Hamas,” kata militer Israel dilansir AFP, Selasa (9/9).

    Seorang wartawan AFP di Doha melaporkan ledakan yang mengguncang kompleks Hamas di kota tersebut. Pihak Israel menyampaikan kembali pihaknya mengincar Hamas yang telah melakukan pembantaian pada 7 Oktober 2023 silam di Israel.

    “Selama bertahun-tahun, para anggota kepemimpinan Hamas ini telah memimpin operasi organisasi teroris, bertanggung jawab langsung atas pembantaian brutal 7 Oktober (2023), dan telah mengatur serta mengelola perang melawan Negara Israel,” kata militer Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (maa/jbr)

  • Qatar Kutuk Keras Serangan Israel di Doha: Ini Ancaman Serius!

    Israel Bombardir Doha Qatar, Klaim Targetkan Para Pemimpin Hamas

    Doha

    Militer Israel membombardir ibu kota Qatar, Doha. Pihak Israel mengaku menargetkan para pemimpin senior Hamas yang berada di Doha, tempat biro politik kelompok Palestina tersebut bermarkas.

    “IDF (militer Israel) dan ISA (badan keamanan) melakukan serangan tepat sasaran yang menargetkan para pemimpin senior organisasi teroris Hamas,” kata militer Israel dilansir AFP, Selasa (9/9/2025)

    Seorang wartawan AFP di Doha melaporkan ledakan yang mengguncang kompleks Hamas di kota tersebut. Pihak Israel menyampaikan kembali pihaknya mengincar Hamas yang telah melakukan pembantaian pada 7 Oktober 2023 silam di Israel.

    “Selama bertahun-tahun, para anggota kepemimpinan Hamas ini telah memimpin operasi organisasi teroris, bertanggung jawab langsung atas pembantaian brutal 7 Oktober (2023), dan telah mengatur serta mengelola perang melawan Negara Israel,” kata militer Israel.

    Serangan hari Selasa terjadi kurang dari dua minggu setelah panglima angkatan bersenjata Letnan Jenderal Eyal Zamir berjanji untuk menargetkan para pemimpin kelompok tersebut yang berbasis di luar negeri.

    “Sebagian besar pimpinan Hamas berada di luar negeri, dan kami juga akan menghubungi mereka,” kata Zamir pada 31 Agustus.

    “Semoga semua musuhmu musnah, Israel,” tulis Menteri Kebudayaan Miki Zohar di X.

    Hamas dan Israel telah mengadakan beberapa putaran negosiasi gencatan senjata tidak langsung yang ditengahi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat selama perang Gaza yang hampir berlangsung dua tahun.

    Meskipun telah ada dua gencatan senjata sementara, perundingan tersebut gagal mengakhiri perang secara permanen.

    Halaman 2 dari 2

    (maa/jbr)

  • China Punya Internet 10G, Kecepatan Unduh Tembus 9.834 Mbps

    China Punya Internet 10G, Kecepatan Unduh Tembus 9.834 Mbps

    Bisnis.com, JAKARTA— China menghadirkan internet 10G pada saat teknologi 6G masih dalam tahap riset dan pengembangan di tingkat global.

    Negara tirai bambu tersebut memamerkan teknologi ini pertama kali di Sunan County, Provinsi Hebei, pada 20 April 2025.

    Melansir laman The Economic Times pada Senin, (8/9/2025) jaringan anyar ini merupakan hasil kerja sama Huawei dengan operator telekomunikasi milik negara, China Unicom. 

    Adapun Huawei, yang berdiri pada 1987 dan berkantor pusat di Shenzhen, merupakan pemain utama global di bidang perangkat telekomunikasi dan solusi jaringan. Perusahaan ini dikenal sebagai pionir dalam pengembangan broadband optik dan jaringan 5G.

    Sementara itu, China Unicom adalah salah satu dari tiga operator telekomunikasi besar milik negara di China yang menyediakan layanan broadband, seluler, dan solusi korporasi di seluruh negeri.

    Kecepatan unduh yang ditawarkan mencapai 9.834 Mbps, dengan kecepatan unggah 1.008 Mbps dan latensi rendah hanya 3 milidetik. Kehebatan jaringan tersebut ditopang oleh teknologi 50G Passive Optical Network (PON) yang mampu meningkatkan transmisi data lewat infrastruktur serat optik yang ada. 

    Teknologi ini diharapkan dapat menunjang kebutuhan bandwidth tinggi, mulai dari komputasi awan (cloud computing), realitas virtual dan augmented reality (VR/AR), streaming video resolusi 8K, hingga integrasi perangkat rumah pintar.

    Sebagai perbandingan, mengunduh film 4K berdurasi penuh berukuran sekitar 20 GB biasanya membutuhkan waktu 7–10 menit dengan jaringan 1 Gbps. Dengan internet 10G, film serupa bisa diunduh kurang dari 20 detik.

    Dengan capaian tersebut, China berada di garis depan teknologi broadband global, bahkan melampaui kecepatan komersial yang saat ini ditawarkan di negara-negara kaya seperti Uni Emirat Arab dan Qatar.

    Lebih jauh, implementasi internet 10G ini diharapkan dapat mendorong perkembangan berbagai sektor vital, seperti kesehatan, pendidikan, hingga pertanian, melalui akses data yang lebih cepat dan andal.

  • Kenapa Pribumi di Teluk Harus Bersaing dengan Buruh Asing?

    Kenapa Pribumi di Teluk Harus Bersaing dengan Buruh Asing?

    Jakarta

    Sekitar dua tahun lalu, sebuah restoran cepat saji Subway di Uni Emirat Arab (UEA) tanpa sengaja memicu skandal nasional lewat sebuah iklan lowongan kerja. Iklan itu mengajak warga pribumi Emirat bekerja di restoran Subway untuk membuat sandwich.

    Tawaran kerja tersebut sontak dianggap sebagai “penghinaan,” “olok-olok,” dan “serangan terhadap warga lokal.” Jaksa UEA bahkan sampai mengumumkan penyelidikan atas apa yang mereka sebut sebagai “konten bermasalah.”

    Iklan pada Desember 2022 itu sebenarnya dipasang oleh sebuah perusahaan berbasis di Dubai, Kamal Osman Jamjoom Group, dengan niat membantu perusahaan mematuhi aturan baru UEA tentang kewajiban mempekerjakan persentase tertentu warga Emirat.

    Aturan baru yang dikenal sebagai “Emiratisasi,” pertama kali diperkenalkan pada 2022, menargetkan bahwa pada akhir 2026, tenaga kerja di perusahaan dengan 50 karyawan atau lebih harus terdiri dari 10% warga pribumi.

    Arab Saudi memiliki aturan serupa, bahkan memperketatnya dalam dua tahun terakhir. Misalnya, perusahaan dengan 100 karyawan kini wajib memiliki setidaknya 30% tenaga kerja pribumi Saudi.

    Skandal lowongan kerja Subway hanyalah satu contoh bagaimana rencana baru pengelolaan tenaga kerja di negara-negara Teluk menimbulkan gesekan, kata seorang peneliti universitas yang tinggal di UEA namun enggan disebutkan namanya karena berisiko jika mengkritik pemerintah.

    “Karena ini pekerjaan layanan dengan gaji rendah, jenis pekerjaan yang biasanya tidak dilakukan warga lokal, dan karena Emirat yang menganggur umumnya minimal memiliki gelar pendidikan tinggi, maka muncul reaksi keras,” jelas peneliti itu soal skandal Subway. “Reaksi itu ditujukan kepada perusahaan, bukan pemerintah, tapi sekaligus menjadi kritik tidak langsung terhadap kebijakan baru.”

    Kontrak sosial baru di Teluk?

    Seperti dicatat para pakar di Carnegie Endowment for International Peace dalam sebuah komentar, kebijakan ekonomi semacam ini “justru merongrong kontrak sosial yang sudah ada” di negara-negara Teluk.

    Di masa lalu, negara — dengan dana dari minyak — selalu menjadi penyedia utama pekerjaan, perumahan, dan berbagai tunjangan lain. Singkatnya, kontrak sosial menyebut negara mengurus rakyatnya sementara rakyat menerima model pemerintahan otoriter.

    Namun dengan harga minyak yang menurun, pergeseran global dari energi fosil, serta demografi muda yang terus membesar (dan tingkat pengangguran pemuda yang tinggi), kontrak sosial itu kini sulit dipertahankan oleh negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah.

    Sebagai respons, pemerintah Teluk semakin gencar mempromosikan sektor nonmigas dan non-pemerintah, mendorong warganya menjadi pengusaha, serta memangkas anggaran sektor publik.

    “Ada kegelisahan yang tumbuh ketika pemerintah berusaha menggeser warga dari pekerjaan sektor publik menuju pekerjaan sektor swasta yang lebih rentan, sekaligus memangkas tunjangan negara yang didanai minyak,” kata Frederic Schneider, peneliti senior non-residen di Middle East Council on Global Affairs (ME Council) yang berbasis di Qatar.

    Sebagai contoh, pada Januari lalu pemerintah Saudi meluncurkan skema “golden handshake” yang mendorong tenaga kerja beralih dari sektor publik menuju swasta dengan iming-iming insentif.

    Semua proyek ekonomi baru ini “juga diiringi wacana yang seakan menggambarkan pekerjaan pemerintah — pekerjaan yang dulu dijanjikan bagi orang tua dan kakek-nenek mereka sebagai bagian dari kontrak sosial — sebagai pilihan mudah, bahkan malas,” tambah peneliti berbasis di UEA itu kepada DW.

    Pekerja asing kini jadi ‘saingan’

    Dalam waktu bersamaan, negara-negara Teluk juga berupaya menjadi lebih menarik bagi tenaga kerja asing yang dibutuhkan sektor nonmigas, misalnya dengan mengubah aturan kepemilikan properti bagi warga asing, memberikan izin tinggal jangka panjang, serta melonggarkan sejumlah pembatasan sosial dan keagamaan.

    UEA memulai proses ini pada pertengahan 2000-an, sementara Arab Saudi baru memulainya belakangan, dengan skema visa pekerja terampil mulai pertengahan 2025 dan izin kepemilikan properti bagi asing mulai 2026.

    Saudi juga menerbitkan ultimatum pada 2021 yang menyatakan perusahaan asing tak akan mendapat kontrak pemerintah kecuali mereka memiliki kantor pusat di Saudi.

    Proyek transformasi ekonomi dari atas ini menimbulkan ketegangan sosial baru karena jelas memberikan “preferensi kepada tipe tertentu pekerja asing,” ujar peneliti berbasis di UEA tersebut. Dan karena warga Emirat serta Saudi didorong masuk sektor swasta, para pendatang baru semakin dipandang sebagai saingan di pasar tenaga kerja.

    Peneliti itu menambahkan, gesekan sosial dan budaya pun meningkat. Warga konservatif merasa terganggu dengan langkah-langkah yang lebih ramah pada orang asing. Misalnya perdebatan soal perubahan akhir pekan tradisional dari Jumat-Sabtu menjadi Sabtu-Minggu yang lebih internasional, meningkatnya perhatian pada hari raya non-Islam seperti Natal, serta bertambahnya prostitusi dan konsumsi alkohol yang dituding sebagai dampak dari keberadaan orang asing.

    “Dalam arti tertentu, pergeseran yang terjadi di UEA pada pertengahan 2000-an dipresentasikan sebagai ‘kejahatan yang perlu’,” kata peneliti sosiologi itu. “Misalnya, ide bahwa penjualan alkohol — yang secara tradisional dilarang di negara Islam — harus diizinkan agar orang asing mau tinggal di UEA.”

    “Di Arab Saudi, di mana pergeseran ini baru saja dimulai, hal-hal terlarang itu kini justru dipromosikan sebagai sesuatu yang esensial, demi menempatkan Saudi di peta dunia dan menjadikan Riyadh kota global yang menarik bagi turis dan investor asing,” jelasnya.

    Konflik Gaza perparah ketegangan

    Di UEA, ketegangan sosial semakin diperburuk oleh konflik di Gaza, kata Schneider dari ME Council. “Di UEA, masuknya bisnis Israel — termasuk sektor keamanan — dan turis lewat normalisasi hubungan berarti negara ini menampung bisnis dan individu yang terlibat langsung dalam genosida yang tengah berlangsung di Gaza.”

    Awal pekan ini (2/9), Asosiasi Internasional Cendekia Genosida menyatakan Israel melakukan pembersihan etnis di Jalur Gaza, meski pemerintah di Tel Aviv bersikeras membantah.

    Berbicara dengan warga negara Teluk, Schneider juga mencatat meningkatnya kekecewaan terhadap Barat secara umum, baik karena persepsi kemunafikan dan keterlibatan dalam konflik Gaza, maupun karena sekutu lama seperti AS kini dianggap kurang dapat diandalkan.

    “Bisnis asing semakin dipandang sebagai pihak yang merebut peluang dari warga lokal,” ujarnya. “Sebagai contoh, dana besar yang dihabiskan Arab Saudi untuk konsultan Barat dalam proyek Neom dan transformasi lainnya menimbulkan ketidakpuasan, baik dari kementerian dan lembaga pemerintah maupun dari konsultan lokal baru yang ingin ikut serta.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Fard

    (ita/ita)