Negara: Qatar

  • Israel Akan Kirim Delegasi untuk Negosiasi Pembebasan Sandera di Gaza

    Israel Akan Kirim Delegasi untuk Negosiasi Pembebasan Sandera di Gaza

    Yerusalem

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa telah menyetujui mengirim delegasi untuk melakukan pembicaraan mengenai pembebasan sandera yang ditangkap dalam serangan 7 Oktober. Akan tetapi belum diketahui ke mana delegasi itu akan dikirim.

    Dilansir AFP, Jumat (5/7/2024), dalam sebuah pernyataan setelah pembicaraan telepon dengan Presiden AS Joe Biden, kantor Netanyahu mengatakan bahwa PM Israel itu telah menyampaikan keputusan tersebut ke Presiden Amerika Serikat Joe Biden.

    “Perdana Menteri menyampaikan informasi terbaru kepada Presiden Biden tentang keputusannya untuk mengirim delegasi yang akan melanjutkan negosiasi untuk membebaskan para sandera,” kata kantor Netanyahu dalam pernyataannya.

    Akan tetapi, tidak ada indikasi ke mana delegasi tersebut akan pergi atau kapan akan berangkat.

    Dalam pernyataannya melalui panggilan telepon, Gedung Putih mengatakan Biden menyambut baik keputusan untuk meminta para perunding Israel terlibat dengan mediator dalam upaya untuk mencapai kesepakatan.

    Sementara dalam laporan media, Netanyahu mengadakan pertemuan kabinet keamanannya pada Kamis (4/7) malam untuk membahas proposal baru yang dikirim oleh Hamas melalui mediator Qatar. Hamas menuntut diakhirinya pertempuran dan penarikan pasukan Israel sebagai awal dari kesepakatan penyanderaan.

    Israel mengatakan bahwa perang tidak akan berakhir tanpa pembebasan sandera di wilayah Palestina. Netanyahu juga berulang kali bersumpah bahwa kampanye di Gaza tidak akan berakhir sampai kemampuan militer dan pemerintahan Hamas dihancurkan.

    Qatar, Mesir dan Amerika Serikat telah melakukan mediasi antara kedua belah pihak dan sumber-sumber yang dekat dengan upaya mereka mengatakan ada dorongan baru untuk menjembatani ‘kesenjangan’ antara kedua belah pihak dalam beberapa pekan terakhir.

    Biden mengumumkan jalan menuju kesepakatan gencatan senjata pada bulan Mei yang menurutnya telah diusulkan oleh Israel dan mencakup gencatan senjata enam minggu untuk memungkinkan perundingan dan pada akhirnya sebuah program untuk membangun kembali Gaza yang hancur.

    “Ada perkembangan penting dalam proposal terbaru dengan opsi positif bagi kedua belah pihak,” kata seorang diplomat yang menjelaskan proposal terbaru tersebut.

    “Kali ini Amerika sangat serius mengenai hal ini,” imbuhnya.

    Diketahui perang dimulai dengan serangan Hamas tanggal 7 Oktober di Israel selatan yang mengakibatkan kematian 1.195 orang, sebagian besar warga sipil. Hal ini menurut penghitungan AFP berdasarkan angka Israel.

    Militan Hamas juga menyandera 251 sandera, 116 di antaranya masih berada di Gaza termasuk 42 orang yang menurut tentara tewas.

    Sementara serangan balasan Israel secara terus-menerus telah menewaskan sedikitnya 38.011 orang, sebagian besar warga sipil, menurut angka dari kementerian kesehatan wilayah yang dikelola Hamas.

    (lir/lir)

  • Israel Akan Kirim Delegasi untuk Negosiasi Pembebasan Sandera di Gaza

    Netanyahu Bersumpah Lanjutkan Perang Gaza dan Lenyapkan Hamas

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu kembali menegaskan tekad negaranya untuk melanjutkan perang di Jalur Gaza. Netanyahu menyatakan Israel berkomitmen untuk berperang melawan Hamas hingga kelompok itu dilenyapkan dan semua tujuan perang tercapai.

    Seperti dilansir Bloomberg dan Al Arabiya, Senin (1/7/2024), Netanyahu menyampaikan penegasan itu setelah pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyebarkan perubahan bahasa untuk beberapa elemen dari usulan kesepakatan mengenai pembebasan sandera dan gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Pada awal rapat mingguan kabinet Israel, Netanyahu kembali menjelaskan bahwa tujuan Israel dalam perang mencakup pembebasan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza dan memastikan wilayah tersebut tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel.

    Menurut Netanyahu, Tel Aviv juga bertekad memulihkan keamanan di area-area yang berbatasan dengan Jalur Gaza dan Lebanon sehingga warga Israel bisa kembali ke rumah-rumah mereka dengan aman.

    “Kepada siapa pun yang meragukan pencapaian tujuan-tujuan ini, saya menegaskan: Tidak ada yang bisa menggantikan kemenangan. Kita tidak akan mengakhiri perang sampai kita mencapai semua tujuan ini,” tegas Netanyahu seperti dilansir Axios yang mengutip tiga sumber yang mengetahui isi rapat kabinet Israel itu.

    Dalam pernyataannya, Netanyahu juga menegaskan tidak ada perubahan dalam posisi Israel mengenai pembebasan sandera yang diumumkan Biden pada akhir Mei lalu.

    “Hamas adalah satu-satunya hambatan bagi pembebasan para sandera kita,” sebutnya.

    Axios, dalam laporan pada Sabtu (29/6) waktu setempat, menyebut AS sedang bekerja sama dengan mediator Qatar dan Mesir untuk membuat perubahan terhadap apa yang akan mengarah pada diskusi tahap pertama dari usulan perjanjian perdamaian tiga tahap, dalam upaya membuat Israel dan Hamas setuju.

    Perang antara Israel dan Hamas berkecamuk sejak 7 Oktober tahun lalu, setelah kelompok militan Palestina itu melancarkan serangan mengejutkan ke wilayah Israel bagian selatan. Sekitar 1.200 orang tewas di Israel dan lebih dari 250 orang lainnya disandera oleh Hamas di Jalur Gaza.

    Tel Aviv melancarkan serangan balasan terhadap Hamas di Jalur Gaza, yang sejauh ini dilaporkan menewaskan lebih dari 37.000 orang.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • 10 Anggota Keluarga Bos Hamas Tewas dalam Serangan Israel di Gaza

    10 Anggota Keluarga Bos Hamas Tewas dalam Serangan Israel di Gaza

    Gaza City

    Serangan udara Israel di Jalur Gaza dilaporkan telah menewaskan 10 anggota keluarga dari pemimpin kelompok Hamas, Ismail Haniyeh. Salah satu yang tewas adalah saudara perempuan Haniyeh.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (25/6/2024), badan pertahanan sipil Gaza dalam pernyataannya menyebut serangan udara Israel pada Selasa (25/6) pagi waktu setempat menghantam rumah keluarga Haniyeh yang ada di area kamp pengungsi Al-Shati, Jalur Gaza bagian utara.

    “Ada 10 orang yang mati syahid… akibat serangan tersebut, termasuk Zahr Haniyeh, saudara perempuan kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh,” tutur juru bicara badan pertahanan sipil Gaza, Mahmud Basal, dalam pernyataan kepada AFP.

    Dia mengatakan bahwa sejumlah jenazah kemungkinan masih tertimbun reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan tersebut. Basal menyatakan bahwa pihaknya “tidak memiliki peralatan yang diperlukan” untuk mengeluarkan jenazah-jenazah yang tertimbun reruntuhan.

    Para personel badan pertahanan sipil Gaza, sebut Basal, mengevakuasi jenazah korban tewas lainnya ke Rumah Sakit Al-Ahli yang ada di Gaza City.

    Dia menambahkan bahwa “beberapa orang mengalami luka-luka” akibat serangan itu.

    Militer Israel belum segera mengonfirmasi laporan tersebut. Saat dihubungi secara terpisah oleh AFP, militer Tel Aviv mengatakan pihaknya “mengetahui laporan tersebut tetapi kami tidak bisa mengonfirmasinya”.

    Haniyeh yang menjabat sebagai pemimpin biro politik Hamas diketahui berkantor dan tinggal di Doha, Qatar.

    Dia telah kehilangan tiga anak laki-laki dan empat cucunya dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza bagian tengah pada April lalu. Pada saat itu, militer Israel menuduh mereka terlibat dalam “aktivitas teroris”.

    Dalam pernyataan sebelumnya, Haniyeh mengatakan bahwa sekitar 60 anggota keluarganya tewas sejak perang antara Hamas dan Israel berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

    Perang dimulai setelah Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap wilayah Israel bagian selatan, yang dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil.

    Sebagai balasan atas serangan Hamas, militer Israel melancarkan serangan udara, darat dan laut terhadap Jalur Gaza. Laporan terbaru Kementerian Kesehatan Gaza menyebut sedikitnya 37.626 orang, kebanyakan juga warga sipil, tewas akibat rentetan serangan Israel selama delapan bulan terakhir.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Perang di Ukraina Terus Berkecamuk, Arab Saudi Bisa Jadi Mediator?

    Perang di Ukraina Terus Berkecamuk, Arab Saudi Bisa Jadi Mediator?

    Jakarta

    Pada akhirnya, sama seperti Indonesia, Arab Saudi tidak menandatangani dokumen final konferensi internasional tentang Ukraina di Swiss. Arab Saudi keberatan dengan frasa bahwa Rusia bertanggung jawab atas “perang yang sedang berlangsung melawan Ukraina”, yang terus menyebabkan “penderitaan dan kehancuran manusia yang luas”.

    Selama KTT di Swiss, Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan al Saud menyatakan keprihatinannya tentang formulasi itu. Arab Saudi menekankan mendukung upaya perdamaian, namun setiap proses yang kredibel memerlukan partisipasi Rusia, demikian tulis Al-Jazeera.

    Beberapa pengamat mengatakan, Rusia mungkin akan diundang dalam konferensi lanjutan. Di mana konferensi lanjutan itu akan dilaksanakan, masih belum ditetapkan. Selain Turki, Arab Saudi dianggap berpotensi menjadi tuan rumah pertemuan lanjutan dengan partisipasi Rusia.

    Ingin menjadi penengah di panggung internasional

    “Haluan politik Riyadh memang sesuai dengan kepentingan nasionalnya,” kata Sebastian Sons, pengamat politik di Pusat Penelitian Terapan dalam Kemitraan dengan Timur, CARPO, di Bonn. Arab Saudi sejauh ini tidak ingin memihak ke pihak mana pun dalam konflik tersebut dan tidak ingin dianggap pendukung salah satu kubu. “Sebaliknya, Arab Saudi mengandalkan otonomi strategis dan berusaha untuk tetap berhubungan dengan semua pemain dunia dan dengan demikian mendapatkan pengaruh diplomasi,” kata Sons.

    Cinzia Bianco, pakar Arab Saudi di lembaga pemikir Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa ECFR, kurang setuju dengan pandangan itu. “Tentu ada beberapa harapan dari Ukraina terhadap Riyadh,” kata Cinzia, merujuk pada konferensi perdamaian sebelumnya dengan peserta dari lebih dari 40 negara – termasuk Cina – di Jeddah pada Agustus 2023.

    Rangkaian konferensi itu memang tidak membuahkan hasil yang konkrit. Namun menurut Saudi Press Agency, pihak kerajaan setidaknya merumuskan tujuan simbolis mereka, yaitu “menciptakan landasan bersama yang membuka jalan bagi perdamaian.”

    Arab Saudi, yang juga ingin memperbaiki citra negatifnya di panggung internasional mengenai isu hak asasi manusia, bersedia melakukan mediasi tidak hanya terkait dengan Ukraina. Menurut laporan media, menteri luar negeri Saudi mengambil bagian dalam pertemuan virtual dengan rekan-rekannya dari negara-negara lain di kawasan pada tanggal 3 Juni, yang membahas upaya mediasi Qatar, Mesir dan Amerika Serikat dalam perang Gaza. Menteri Luar Negeri Saudi kembali menegaskan kesediaan negaranya untuk mendukung upaya tersebut. Riyadh memelihara kontak tidak hanya dengan Palestina dan “negara-negara saudara” Arabnya, tetapi juga – meskipun masih secara informal – dengan pihak Israel, yang dengannya mereka berupaya melakukan normalisasi.

    Arab Saudi makin percaya diri

    “Namun demikian, inisiatif diplomatik Riyadh menunjukkan seberapa besar kepercayaan diri Saudi dalam beberapa tahun terakhir,” kata Sebastian Sons. “Pemerintah di Riyadh, tidak lagi ingin dianggap sebagai agen perwakilan dan mitra junior Barat, dan tentu saja bukan Amerika Serikat. Sebaliknya, mereka ingin dihormati sebagai aktor independen yang dapat memainkan peran penting di panggung politik dunia sebagai sebuah negara mediator.”

    Cinzia Bianco berpandangan serupa. Arab Saudi ingin mengkonsolidasikan perannya sebagai kekuatan menengah di dunia multipolar, katanya. Artinya, negara ini ingin selalu hadir ketika topik-topik seperti masa depan perdagangan dunia, penggunaan teknologi, energi, dan iklim dibahas di forum-forum penting. “Jika Riyadh memainkan kartunya dengan cerdik dalam perundingan ini, tentu saja setidaknya sebagian tujuannya dapat tercapai,” pungkas Cinzia Bianco.

    (hp/as)

    (ita/ita)

  • Warga Gaza Kritik Hamas karena Gagal Akhiri Perang dengan Israel

    Warga Gaza Kritik Hamas karena Gagal Akhiri Perang dengan Israel

    Gaza City

    Sejumlah warga Palestina di Jalur Gaza menyampaikan kritikan untuk kelompok Hamas karena gagal mengakhiri perang dengan Israel yang menghancurkan kehidupan mereka. Salah satu warga Gaza menyebut Hamas telah membawa mereka ke dalam “perang pembinasaan”.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (14/6/2024), salah satu warga Gaza bernama Umm Ala, yang berusia 67 tahun, menuturkan dirinya telah dua kali mengungsi selama delapan bulan terakhir perang berkecamuk antara Hamas dan Israel.

    Ala menyebut Hamas telah “membawa rakyat Palestina ke dalam perang pembinasaan”.

    “Jika para pemimpin Hamas berniat mengakhiri perang ini dan mengakhiri penderitaan rakyat Palestina, mereka pasti telah menyetujuinya (kesepakatan gencatan senjata),” cetus Ala dalam pernyataannya kepada AFP.

    Beberapa warga Gaza yang berbicara kepada AFP ditanya apakah menurut mereka, Hamas juga bertanggung jawab atas penundaan dalam tercapainya gencatan senjata terbaru di wilayah tersebut.

    Perang berkecamuk setelah Hama melancarkan serangan mengejutkan terhadap wilayah Israel bagian selatan pada 7 Oktober tahun lalu. Otoritas Tel Aviv melaporkan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, tewas akibat serangan Hamas itu.

    Lebih dari 250 orang lainnya diculik dan disandera oleh Hamas di Jalur Gaza. Saat ini diperkirakan masih ada sekitar 116 orang yang disandera di Jalur Gaza, meskipun militer Israel meyakini 41 orang di antaranya telah tewas.

    Rentetan serangan Israel terhadap Jalur Gaza untuk membalas Hamas, menurut laporan otoritas kesehatan Gaza, telah menewaskan sedikitnya 37.232 orang, dengan kebanyakan perempuan dan anak-anak.

    Sejauh ini gencatan senjata di Jalur Gaza baru dilaksanakan satu kali, yakni selama seminggu pada November tahun lalu, yang berujung pembebasan lebih dari 100 sandera oleh Hamas dan sekitar 240 tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel.

    Upaya-upaya untuk mewujudkan gencatan senjata terbaru di Jalur Gaza berujung kegagalan. Para mediator seperti Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat (AS), sekali lagi terlibat dalam perundingan dengan Israel dan Hamas demi mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang.

    Namun sebagian warga Gaza, yang hidup diselimuti ketakutan dan pembatasan sejak Hamas merebut kekuasaan tahun 2007 lalu, menyalahkan kelompok militan tersebut atas kehancuran besar yang disebabkan oleh perang.

    Abu Eyyad (55) yang tinggal di Jalur Gaza bagian utara menilai Hamas telah “mengolok-olok kami, penderitaan kami, dan kehancuran hidup kami”.

    Eyyad yang ketiga anaknya terpaksa tinggal dengan kerabat berbeda di beberapa lokasi berbeda ini, mengkritik kepemimpinan politik Hamas di Qatar yang disebutnya bisa “tidur dengan nyaman, makan dan minum”.

    “Pernahkah Anda mencoba menjalani kehidupan kami hari ini? Tahukah Anda bahwa seringkali kami tidak memiliki makanan sama sekali?” tanyanya.

    AS saat ini sedang terlibat dalam upaya baru untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata, yang proposalnya diumumkan oleh Presiden Joe Biden sendiri pada 31 Mei lalu. Namun hingga saat ini belum ada kesepakatan yang dicapai dari pihak-pihak yang bertikai.

    Baik Hamas maupun Israel sekali lagi justru saling menyalahkan, sama seperti mereka saling menuduh telah menggagalkan upaya-upaya sebelumnya dalam mengakhiri perang.

    “Kami lelah, kami tewas, kami hancur, dan tragedi yang tak terhitung jumlahnya,” ucap seorang warga Gaza lainnya bernama Abu Shaker (35).

    “Apa yang Anda tunggu? Apa yang Anda inginkan? Perang harus diakhiri bagaimanapun caranya. Kami tidak bisa merasakannya lebih lama lagi,” tanya Shaker kepada Hamas.

    Meski Dikritik, Hamas Masih Populer di Gaza

    Meskipun dihujani kritikan, Hamas masih menjadi kekuatan politik paling populer berdasarkan survei terbaru di Jakur Gaza dan Tepi Barat, dengan preferensi 40 persen, yang diikuti oleh Fatah yang menguasai Otoritas Palestina di Ramallah dengan 20 persen.

    Jajak pendapat yang dilakukan Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina menunjukkan bahwa “dukungan keseluruhan terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober tetap tinggi” meskipun ada sedikit penurunan.

    Pada awal Mei lalu, Hamas mengumumkan pihaknya menerima proposal gencatan senjata yang memicu perayaan spontan di Jalur Gaza. Namun

    Survei menunjukkan dua pertiga dari warga Gaza yang ditanyai menyatakan mendukung keputusan Hamas pada saat itu dan mengharapkan penghentian pertempuran dalam beberapa hari. Namun pada akhirnya, mereka menuai kekecewaan.

    Sekarang, warga Gaza yang berbicara dengan AFP merasa putus asa, dan yang mereka inginkan hanyalah diakhirinya konflik.

    Umm Shadi (50) menyerukan Hamas untuk “segera mengakhiri perang tanpa berusaha menguasai dan memerintah Gaza”.

    “Apa yang kita peroleh dari perang ini selain pembunuhan, kehancuran, pemusnahan, dan kelaparan?” tanyanya.

    “Setiap hari perang di Gaza meningkat, penderitaan kami dan penderitaan orang-orang semakin meningkat. Apa yang ditunggu oleh Hamas?” imbuh Shadi.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • AS Desak DK PBB Dukung Resolusi Gencatan Senjata Hamas-Israel

    AS Desak DK PBB Dukung Resolusi Gencatan Senjata Hamas-Israel

    Jakarta

    Amerika Serikat mengumumkan rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang mendukung rencana gencatan senjata Israel-Hamas, yang diuraikan oleh Presiden Joe Biden pekan lalu, dan mendesak kelompok Hamas untuk menerimanya.

    “Banyak pemimpin dan pemerintahan, termasuk di kawasan ini, telah mendukung rencana ini,” kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, dikutip dari AFP dan Al Arabiya, Selasa (4/6/2024).

    Draf teks tersebut, yang dilihat oleh AFP, “menyambut baik kesepakatan baru yang diumumkan pada 31 Mei lalu, dan menyerukan Hamas untuk menerimanya sepenuhnya dan melaksanakan ketentuannya tanpa penundaan dan tanpa syarat.”

    Sebelumnya pada hari Jumat lalu, Biden menguraikan apa yang dia sebut sebagai rencana Israel, yang dalam tiga fase akan mengakhiri perang di Gaza, membebaskan semua sandera dan mengarah pada pembangunan ulang wilayah Palestina tersebut tanpa Hamas berkuasa lagi.

    Namun, perpecahan antara AS dan Israel muncul ketika kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menekankan, bahwa perang yang sedang berlangsung di Gaza akan terus berlanjut sampai semua “tujuan Israel tercapai,” termasuk penghancuran kemampuan militer dan pemerintahan Hamas.

    Media Israel mempertanyakan sejauh mana pidato Biden soal gencatan senjata dan beberapa rincian pentingnya telah dikoordinasikan dengan tim Netanyahu, termasuk berapa lama gencatan senjata akan berlangsung dan berapa banyak tawanan yang akan dibebaskan serta kapan.

    Sebelumnya pada hari Senin, Gedung Putih menyampaikan bahwa Biden mengatakan kepada emir Qatar selaku mediator, bahwa dia melihat Hamas sebagai “satu-satunya hambatan bagi gencatan senjata total” di Gaza.

    Hamas pekan lalu mengatakan mereka memandang positif garis besar gencatan senjata yang disampaikan Biden. Namun sejak itu, Hamas tidak lagi memberikan komentar resmi mengenai negosiasi yang terhenti tersebut, sementara mediator Qatar, Mesir dan Amerika Serikat belum mengumumkan adanya pembicaraan baru.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Gencatan Senjata Permanen di Gaza, Akankah Jadi Nyata?

    Gencatan Senjata Permanen di Gaza, Akankah Jadi Nyata?

    Jakarta

    Desakan agar Israel menyetujui usulan gencatan senjata di Jalur Gaza terus diserukan. Israel akhirnya, merespons desakan gencatan senjata itu.

    Israel dilaporkan telah menawarkan dua proposal kepada para mediator dalam perundingan gencatan senjata di Jalur Gaza. Namun, dalam proposal itu tidak ada yang mengindikasikan penghentian perang secara permanen.

    Dalam rangkuman detikcom, Minggu (2/6/2024), stasiun televisi Israel, Kan 11, pada Minggu (26/5) lalu menyebutkan bahwa dua proposal berbeda itu telah diajukan kepada mediator, tapi tidak satupun proposal mencakup soal gencatan senjata permanen dalam perang di Jalur Gaza.

    Informasi mengenai proposal terbaru itu mencuat setelah Israel menggelar rapat kabinet perang pada hari yang sama, untuk membahas soal dimulainya kembali perundingan gencatan senjata, dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu disebut “sangat menentang” penghentian perang secara permanen.

    Meskipun detail pasti dari kedua proposal yang diajukan oleh Israel masih belum diketahui secara jelas. Namun disebutkan bahwa kedua proposal itu hanya memiliki sedikit perbedaan, dengan kedua proposal mencerminkan tekad Tel Aviv untuk melanjutkan perang tanpa pandang bulu di Jalur Gaza dan membebaskan para sandera yang masih ditahan oleh Hamas pada saat bersamaan.

    Respons Hamas

    Lalu, bagaimana tanggapan Hamas?

    Dalam sebuah pernyataan, kelompok milisi Palestina itu mengatakan bahwa mereka memandang positif proposal yang diumumkan Biden untuk gencatan senjata permanen di Gaza.

    “Hamas menegaskan kesiapannya untuk menangani secara positif dan konstruktif setiap proposal yang didasarkan pada gencatan senjata permanen dan penarikan penuh [pasukan Israel] dari Jalur Gaza, rekonstruksi [Gaza], dan kembalinya para pengungs. ke tempat mereka, bersamaan dengan pemenuhan kesepakatan pertukaran tahanan jika pihak pendudukan dengan jelas mengumumkan komitmen terhadap kesepakatan tersebut,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan, dilansir Al Arabiya, Sabtu (1/6).

    Selanjutnya Israel tak serius

    Israel Tak Serius Gencatan Senjata

    Diketahui, awal bulan Mei Hamas menerima proposal gencatan senjata yang diajukan Mesir dan Qatar sebagai mediator yang di dalamnya memuat soal pembebasan seluruh sandera Israel. Namun Tel Aviv menolak proposal itu dan terus melanjutkan serangan brutal di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan.

    Proposal baru Israel pada dasarnya sama dengan gencatan senjata yang disepakati dengan Hamas pada November tahun lalu, di mana Tel Aviv menyetujui “gencatan senjata sementara” selama Hamas membebaskan para sandera. Menurut sejumlah laporan, proposal baru ini juga memuat ketentuan bahwa semakin banyak sandera yang dibebaskan Hamas, maka semakin lama gencatan senjata berlangsung.

    Kantor Netanyahu dalam pernyataannya memaparkan posisi negosiasi pemerintah Israel.

    “Sementara Perdana Menteri Netanyahu berulang kali memberikan mandat yang luas kepada tim perunding untuk membebaskan para sandera kami, (pemimpin Hamas Yahya) Sinwar terus menuntut diakhirinya perang, penarikan (pasukan Israel) dari Gaza, dan mempertahankan Hamas seperti sebelumnya, untuk bisa mengulangi kekejaman yang terjadi pada 7 Oktober lalu. Ini adalah hal yang ditolak mentah-mentah oleh Perdana Menteri Netanyahu,” sebut pernyataan itu.

    Dalam pernyataan terpisah, Hamas menyatakan keyakinan mereka bahwa Israel tidak serius untuk memulai kembali perundingan dan mengatakan bahwa Israel hanya sekadar basa-basi terhadap upaya para mediator untuk mengakhiri perang.

    “Kami tidak mempercayai bahwa musuh itu serius dengan keputusannya mengenai negosiasi gencatan senjata di Gaza,” ucap pejabat senior Hamas, Bassem Naim, saat berbicara kepada outlet media Al-Araby Al-Jadeed yang merupakan afiliasi The New Arab.

    “Keputusan yang dikeluarkan oleh kabinet perang Israel untuk mengamanatkan tim perunding tidak lain hanyalah sebuah manuver baru untuk menyelesaikan perang dan memperluas operasi darat,” imbuhnya.

    Keengganan pemerintahan Netanyahu untuk mengakhiri perang secara permanen dan kurangnya keseriusan dalam mencapai kesepakatan pembebasan sandera yang realistis telah memicu reaksi negatif di dalam negeri.

    Pada Sabtu (25/5) dan Minggu (26/5) waktu setempat, para demonstran Israel yang menuntut diakhirinya perang di Jalur Gaza dan menuntut Netanyahu mundur, terlibat bentrokan dengan polisi dalam aksi protes di Tel Aviv.

    Halaman 2 dari 2

    (zap/isa)

  • Biden Desak Hamas Terima Tawaran Israel: Sudah Waktunya Perang Berakhir

    Biden Desak Hamas Terima Tawaran Israel: Sudah Waktunya Perang Berakhir

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan bahwa pemerintah Israel telah menawarkan peta jalan baru menuju perdamaian permanen di Gaza. Biden pun mendesak Hamas untuk menerima kesepakatan tersebut karena sudah “waktunya perang ini berakhir.”

    Dalam pidato besar pertamanya yang menguraikan solusi terhadap konflik Gaza tersebut, Biden mengatakan proposal tiga fase dimulai dengan gencatan senjata total selama enam minggu, yang akan membuat pasukan Israel menarik diri dari semua wilayah berpenduduk di Gaza.

    “Sudah waktunya perang ini berakhir, dan hari setelahnya akan dimulai,” kata Biden dalam pidato yang disiarkan televisi dari Gedung Putih.

    “Israel telah menawarkan proposal baru yang komprehensif. Ini adalah peta jalan menuju gencatan senjata abadi dan pembebasan semua sandera,” ujarnya, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (1/6/2024).

    Biden mengatakan tanggung jawab untuk perdamaian ada pada kelompok milisi Hamas, yang serangannya terhadap sekutu utama AS, Israel, pada 7 Oktober tahun lalu memicu konflik sengit di Gaza.

    “Hamas perlu menerima kesepakatan itu,” kata Biden, yang telah mendukung Israel dengan bantuan militer miliaran dolar sejak perang Gaza dimulai.

    Namun, Biden mengatakan dia juga mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan para pemimpin Israel lainnya untuk tidak “menyia-nyiakan momen ini.” Menurut Biden, serangan-serangan Israel telah melemahkan Hamas secara signifikan.

    “Hamas tidak lagi mampu melakukan 7 Oktober lainnya,” kata Biden.

    Biden mengatakan fase enam minggu pertama akan mencakup “gencatan senjata penuh dan menyeluruh, penarikan pasukan Israel dari seluruh wilayah berpenduduk Gaza, pembebasan sejumlah sandera, termasuk wanita, orang tua, orang yang terluka, dengan imbalan pembebasan ratusan tahanan Palestina.”

    Israel dan Hamas kemudian akan bernegosiasi selama enam minggu tersebut untuk mencapai gencatan senjata yang permanen – tetapi gencatan senjata akan terus berlanjut jika perundingan tetap berlangsung, kata Biden.

    “Selama Hamas memenuhi komitmennya, gencatan senjata sementara, dalam proposal Israel, akan menjadi penghentian permusuhan secara permanen,” tambah Biden.

    Fase ketiga akan melibatkan pembangunan ulang Gaza yang didukung internasional selama bertahun-tahun.

    Sebelumnya, Hamas, yang menerima proposal tersebut pada hari Rabu lalu melalui mediator Qatar, bersikeras bahwa gencatan senjata harus bersifat permanen.

    Namun dalam sebuah pernyataan, kelompok tersebut mengatakan pada hari Jumat bahwa mereka “mempertimbangkan secara positif” isi pidato Biden tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Netanyahu Tawarkan 2 Proposal Gencatan Senjata Gaza, Tanpa Setop Perang

    Netanyahu Tawarkan 2 Proposal Gencatan Senjata Gaza, Tanpa Setop Perang

    Tel Aviv

    Pemerintah Israel dilaporkan telah menawarkan dua proposal kepada para mediator dalam perundingan gencatan senjata di Jalur Gaza. Namun, tidak ada satupun proposal yang melibatkan penghentian perang secara permanen.

    Seperti dilansir The New Arab, Selasa (28/5/2024), laporan stasiun televisi pemerintah Israel, Kan 11, pada Minggu (26/5) malam, menyebut bahwa dua proposal berbeda itu telah diajukan kepada mediator, tapi tidak satupun proposal mencakup soal gencatan senjata permanen dalam perang di Jalur Gaza.

    Kabar soal proposal terbaru itu mencuat setelah Israel menggelar rapat kabinet perang pada hari yang sama, untuk membahas soal dimulainya kembali perundingan gencatan senjata, dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu disebut “sangat menentang” penghentian perang secara permanen.

    Meskipun detail pasti dari kedua proposal yang diajukan oleh Israel masih belum diketahui secara jelas. Namun disebutkan bahwa kedua proposal itu hanya memiliki sedikit perbedaan, dengan kedua proposal mencerminkan tekad Tel Aviv untuk melanjutkan perang tanpa pandang bulu di Jalur Gaza dan membebaskan para sandera yang masih ditahan oleh Hamas pada saat bersamaan.

    Namun, Hamas sebelumnya menegaskan bahwa setiap kesepakatan pembebasan sandera harus mencakup gencatan senjata permanen di Jalur Gaza.

    Awal bulan ini, Hamas menerima proposal gencatan senjata yang diajukan Mesir dan Qatar sebagai mediator yang di dalamnya memuat soal pembebasan seluruh sandera Israel. Namun Tel Aviv menolak proposal itu dan terus melanjutkan serangan brutal di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan.

    Proposal baru Israel pada dasarnya sama dengan gencatan senjata yang disepakati dengan Hamas pada November tahun lalu, di mana Tel Aviv menyetujui “gencatan senjata sementara” selama Hamas membebaskan para sandera. Menurut sejumlah laporan, proposal baru ini juga memuat ketentuan bahwa semakin banyak sandera yang dibebaskan Hamas, maka semakin lama gencatan senjata berlangsung.

    Kantor Netanyahu dalam pernyataannya memaparkan posisi negosiasi pemerintah Israel.

    “Sementara Perdana Menteri Netanyahu berulang kali memberikan mandat yang luas kepada tim perunding untuk membebaskan para sandera kami, (pemimpin Hamas Yahya) Sinwar terus menuntut diakhirinya perang, penarikan (pasukan Israel) dari Gaza, dan mempertahankan Hamas seperti sebelumnya, untuk bisa mengulangi kekejaman yang terjadi pada 7 Oktober lalu. Ini adalah hal yang ditolak mentah-mentah oleh Perdana Menteri Netanyahu,” sebut pernyataan itu.

    Dalam pernyataan terpisah, Hamas menyatakan keyakinan mereka bahwa Israel tidak serius untuk memulai kembali perundingan dan mengatakan bahwa Israel hanya sekadar basa-basi terhadap upaya para mediator untuk mengakhiri perang.

    “Kami tidak mempercayai bahwa musuh itu serius dengan keputusannya mengenai negosiasi gencatan senjata di Gaza,” ucap pejabat senior Hamas, Bassem Naim, saat berbicara kepada outlet media Al-Araby Al-Jadeed yang merupakan afiliasi The New Arab.

    “Keputusan yang dikeluarkan oleh kabinet perang Israel untuk mengamanatkan tim perunding tidak lain hanyalah sebuah manuver baru untuk menyelesaikan perang dan memperluas operasi darat,” imbuhnya.

    Keengganan pemerintahan Netanyahu untuk mengakhiri perang secara permanen dan kurangnya keseriusan dalam mencapai kesepakatan pembebasan sandera yang realistis telah memicu reaksi negatif di dalam negeri.

    Pada Sabtu (25/5) dan Minggu (26/5) waktu setempat, para demonstran Israel yang menuntut diakhirinya perang di Jalur Gaza dan menuntut Netanyahu mundur, terlibat bentrokan dengan polisi dalam aksi protes di Tel Aviv.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Produsen Susu Australia Melihat Peluang dari Makan Siang Gratis Prabowo

    Produsen Susu Australia Melihat Peluang dari Makan Siang Gratis Prabowo

    Industri susu Australia menyambut dengan baik kemungkinan akan meningkatnya permintaan atas produk susu dari Indonesia.Salah satu janji presiden terpilih Prabowo Subianto adalah membagikan makan siang dan susu gratis kepada siswa sekolah, yang juga mendapat tanggapan beragam dari berbagai elemen masyarakat.

    Program ini rencananya akan dimulai tahun depan, yang biayanya pada tahun pertama mencapai Rp 120 triliun.

    Charlie McElhone dari lembaga Dairy Australia baru saja berkunjung ke Jakarta.

    Ia mengatakan lewat usulan makan siang gratis di sekolah artinya akan ada kebutuhan untuk 83 juta anak sekolah, seperti yang disebutkan dalam proposal.

    “Jumlah ini sangat besar dan merupakan tugas besar bagi Indonesia dan terdapat minat yang kuat bagaimana Australia dan Indonesia dapat bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” katanya.

    “Kami masih mengumpulkan lebih banyak informasi mengenai semua ini… dan apakah permintaannya akan berupa susu bubuk atau susu UHT, namun peluangnya sangat besar.”

    Ia mengatakan Indonesia sudah menjadi pasar ekspor susu terbesar ketiga bagi Australia, dengan nilai sekitar AU$130 juta per tahun.

    Charlie mengatakan konsumsi susu per kapita di Indonesia adalah sekitar 15 liter per tahun, dibandingkan dengan Australia yang lebih dari 300 liter per tahun.

    Peluang untuk berbagai industri di Australia

    General manager Meat and Livestock Australia untuk pasar internasional, Andrew Cox, juga berkunjung ke Jakarta bersama Australian Food and Wine Collaboration Group.

    Ia mengatakan Indonesia membeli lebih banyak daging sapi kemasan dari Australia, selain juga menjadi nomor satu pelanggan jeroan sapi Australia.

    “Indonesia adalah pasar yang bagus untuk beberapa produk yang mungkin tidak banyak diminati di Australia seperti paru-paru, lidah, dan jantung [daging sapi],” katanya.

    “Setiap kali saya ke Indonesia, saya selalu mencoba beberapa jajanan lezat yang terbuat dari produk tersebut.”

    Andrew mengatakan program makan siang gratis di sekolah membuka peluang bagi sejumlah komoditas Australia lainnya.

    “Ada sambutan luar biasa soal kebijakan ini, terutama dari industri susu Australia,” katanya.

    “Ada juga peluang pangan, seperti daging sapi yang merupakan inti dari budaya dan masakan Indonesia.

    “Australia adalah pemasok besar produk-produk berkualitas dan ada beberapa peluang bagus dengan minat presiden baru Indonesia terhadap nutrisi kesehatan bagi anak-anak sekolah di Indonesia.”

    Namun dalam wawancara Prabowo bersama TVOne pekan lalu, ia mengatakan program makan siang dan susu gratis perlu anggaran sangat besar dan perlu dicari alternatif lainnya.

    “Masalah susu, kita akan lihat, ternyata tergantung daerahnya. Sebagai contoh di daerah Maluku Barat Daya, Pulau Moa, mereka itu banyak kerbau. Jadi susu kerbau di sana ada, dan cukup susu kerbau,” kata Prabowo.

    “Ada juga daerah-daerah yang banyak kambing, etawa dan sebagainya. Bisa dapat susu kambing,” tambahnya.

    Berbicara kepada Bloomberg di Qatar Economic Forum 2024 bulan ini, Prabowo mengatakan fokus utamanya sebagai menjadi presiden adalah ketahanan pangan.

    “Kami bertekad untuk mengentaskan kemiskinan melalui kampanye besar-besaran. Saya bertekad untuk menghilangkan kelaparan di kalangan masyarakat kami, terutama kaum muda,” katanya.

    “Dalam hati saya, saya tidak dapat menerima kenyataan kalau di masa sekarang ini, Indonesia, dengan populasi terbesar keempat di dunia, ada banyak masyarakat saya yang masih menjalani kehidupan sangat sulit dan saya yakin dengan kepemimpinan saya, saya dapat berkontribusi banyak hal untuk memperbaiki kehidupan rakyatku.”

    Tonton program Landline dari ABC di aplikasi ABC iview.