Negara: Qatar

  • Niat Erdogan Habisi ISIL dan Pejuang Kurdi di Suriah, Termasuk Militan yang Dibela AS – Halaman all

    Niat Erdogan Habisi ISIL dan Pejuang Kurdi di Suriah, Termasuk Militan yang Dibela AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada hari Jumat (19/12/2024), sudah waktunya untuk menghancurkan kelompok teroris yang menimbulkan ancaman terhadap kelangsungan hidup Suriah.

    Kelompok yang dimaksud adalah kelompok militan Negara Islam Irak dan Syam (ISIL) dan pejuang Kurdi, Agence France-Presse melaporkan.

    “Daesh, PKK dan afiliasinya — yang mengancam kelangsungan hidup Suriah — harus diberantas,” katanya kepada wartawan saat kembali dari pertemuan puncak di Kairo, menggunakan akronim bahasa Arab untuk ISIL.

    “Sudah saatnya menetralisir organisasi teroris yang ada di Suriah.”

    Turki memandang Pasukan Demokratik Suriah (SDF) sebagai organisasi teror karena didominasi oleh Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), kelompok Kurdi yang dikatakan terkait dengan militan terlarang Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang telah berperang selama puluhan tahun di tanah Turki.

    Namun pasukan yang didukung AS memimpin pertempuran melawan militan ISIS di Suriah pada tahun 2019, dan SDF dipandang oleh Amerika Serikat sebagai pasukan yang “penting” untuk mencegah kebangkitan ISIS di wilayah tersebut.

    Erdoğan mengatakan pemerintahnya mengambil “tindakan pencegahan” terhadap kelompok-kelompok yang menimbulkan ancaman bagi Turki.

    “Tidak mungkin bagi kami untuk menerima risiko seperti itu,” katanya, sambil berharap para pemimpin baru Suriah tidak akan memilih untuk bekerja sama dengan mereka.

    “Kami tidak yakin ada kekuatan yang akan terus bekerja sama dengan organisasi teroris di masa mendatang,” katanya.

    “Pimpinan organisasi teroris seperti ISIS dan PKK-YPG … akan dihancurkan dalam waktu sesingkat mungkin,” ia memperingatkan.

    Erdoğan juga mengatakan diplomat utamanya Hakan Fidan akan segera mengunjungi Damaskus, mengikuti jejak kepala mata-mata İbrahim Kalın yang pergi ke ibu kota Suriah hanya empat hari setelah jatuhnya Assad dan bertemu dengan pimpinan Hayat Tahrir al-Sham (HTS).

    Eks Orang Nomor 2 Iran

    Mantan Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan masa depan Suriah kini rumit dan tak menentu setelah rezim Bashar al-Assad diambrukkan oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham.

    Eks orang nomor dua di Iran itu mengklaim HTS memiliki kesamaan dengan Al-Qaeda dan Daesh (ISIS), dua kelompok yang secara luas dianggap sebagai teroris.

    Di samping itu, dia berujar “tampilan demokratis” HTS saat ini hanya sementara. Oleh karena itu, dia memprediksi Suriah nantinya akan menghadapi masa-masa sulit.

    Rouhani mengklaim Suriah bisa saja kembali menjadi markas Daesh dan Al-Qaeda. Hal itu juga bisa mengancam Lebanon dan Irak.

    “Apa yang terjadi di Suriah direncanakan berbulan-bulan sebelumnya dan bukan sekadar hasil dua atau tiga minggu perencanaan,” kata Rouhani saat rapat hari Rabu, (18/12/2024), dikutip dari IRNA.

    “Kenyataannya ialah bahwa perang Suriah melawan Daesh dan teroris lainnya tetap tidak terselesaikan karena kengototan Turki untuk menghentikan operasi di Kota Idlib, tempat para teroris berkumpul.”

    Presiden Hassan Rouhani berbicara kepada media setelah memberikan suaranya di tempat pemungutan suara di ibukota Teheran. Iran, Jumat (21/02/2020) (AFP)

    Dia mengatakan belakang ini Rusia terpaksa mengabaikan atau meninggalkan Suriah karena memfokuskan perang di Ukraina.

    “Turki, Amerika Serikat, Israel, dan Qatar memanfaatkan situiasi ini dan beberapa negara Arab bergabung dengan mereka, memunculkan situasi baru di Suriah.”

    Selain itu, dia juga memperingatkan ancaman dari musuh besar Iran, yakni Israel.

    Rouhani mengutip penyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyebutkan bahwa perimbangan kekuatan di Timur Tengah akan berubah drastis.

    Menurut dia, pernyataan Netanyahu itu menunjukkan bahwa Israel ingin menyeret Iran ke dalam perang, tetapi gagal karena adanya kebijaksanaan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatolah Ali Khamenei.

    Dia kemudian menyinggung pentingnya memperbarui strategi-strategi Iran.

    “Strategi yang kuat tidaklah mencukupi, strategi itu harus dikembangkan ketika diperlukan.”

    Hubungan HTS dengan Al-Qaeda

    Dikutip dari BBC, HTS berawal dari organisasi bernama Jabhat al-Nusra yang dibentuk tahun 2011. Kelompok itu terafiliasi langsung dengan Al-Qaeda.

    HTS dianggap sebagai salah satu kelompok oposisi terkuat yang melawan Presiden Bashar al-Assad.

    Kelompok itu dimasukkan dalam daftar kelompok teroris oleh PBB, AS, Turki, dan negara lain.

    Akan tetapi, pemimpin HTS yang dikenal sebagai Abu Mohammed al-Jolani memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda.

    Dia membubarkan Jabhat al-Nusra kemudian membentuk organisasi baru bernama Hayat Tahrir al-Sham. Faksi-faksi lain bergabung dengan HTS setahun berselang.

    Pada saat itu mencul keraguan apakah HTS benar-benar sudah terputus dari Al-Qaeda. Akan tetapi, pesan-pesan yang disampaikan HTS menandakan bahwa kelompok itu menolak kekerasan ataupun balas dendam.

    Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Abu Mohammad al-Jolani (Daily News Egypt)

    Iran: AS dan Israel dalang di balik tumbangnya Assad

    Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menuding AS dan Israel berada di balik runtuhnya pemerintahan Assad.

    Dia juga mengklaim intelijen Iran sudah memberi tahun pemerintahan Assad mengenai potensi adanya serangan selama tiga bulan.

    Intel Iran memprediksi para pemuda Suriah pada akhirnya akan merebut Suriah dari tangan Assad.

    “Tak ada keraguan bahwa apa yang terjadi di Suriah adalah hasil rencana Amerika dan Zionis. Ya, pemerintahan tetangga di Iran jelas berperan dalam hal ini, dan masih berperan, semua melihatnya, tetapi konspirator utama, dalang, dan pusat komando berada di rezim Amerika dan Zionis,” kata Khamenei hari Rabu dikutip dari The Guardian.

    Dia bahkan mengklaim memiliki bukti keterlibatan AS dan Israel.

    The Guardian menyebut “pemerintahan tetangga” yang disebut Khamanei barangkali merujuk kepada Turki. Turki memainkan peran penting dalam mendukung pasukan oposisi di Suriah.

    “Biarkan semua orang tahu bahwa situasi ini tidak akan tetap seperti ini. Kenyataan bahwa beberapa orang di Damaskus merayakannya, menari, dan mengganggu rumah warga lainnya saat rezim Zionis mengebom Suriah, memasuki wilayahnya dengan tank dan artileri, tidak bisa diterima.

    Khamenei mengatakan para pemuda Suriah pasti nantinya bisa mengatasi situasi tersebut.

    (Tribunnews/ Chrysnha, Febri)

  • Arab Makin Panas! Houthi Tembak Rudal Balistik-Israel Ngamuk Bom Yaman

    Arab Makin Panas! Houthi Tembak Rudal Balistik-Israel Ngamuk Bom Yaman

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kekerasan masih terus terjadi di Timur Tengah, jazirah Arab. Ini setidaknya terlihat dari sejumlah peristiwa dan fakta sepanjang Kamis waktu setempat.

    Serangan dengan rudal balistik dilakukan kelompok penguasa Yaman, Houthi. Ini kemudian dibalas Israel dengan serangan udara dilakukan ke Sanaa dan Hodeida.

    Di sisi lain, Israel kini disebut lembaga internasional terbukti melakukan genosida, di perangnya di Gaza. Sejumlah bukti menunjukkan Israel sengaja merusak infrastruktur air dan bantuan di sana.

    Lalu bagaimana updatenya? Berikut rangkuman CNBC Indonesia Jumat (20/12/2024) pagi:

    Yaman Tembak Rudal Balistik ke Israel

    Kelompok Houthi dilaporkan menembakkan rudal balistik ke Israel, Kamis dini hari. Hal ini dikatakan juru bicaranya Yahya Saree, dalam sebuah keterangan.

    “Ada dua target militer spesifik dan sensitif yang diserang di wilayah Yaffa,” tegasnya mengacu pada Jaffa yang dekat dengan Tel Aviv, sebagaimana dimuat AFP.

    Israel sendiri mengatakan melakukan upaya pencegahan masuknya rudal tersebut ke wilayahnya. Namun laporan foto AFP menyebut, di wilayah Tel Aviv, terlihat bagaimana rudal menjebol sistem pertahanan iron dome dan merusak bagian gedung sekolah.

    “Gedung itu hancur akibat ledakan,” bunyi laporan itu.

    Houthi pun kemudian mengatakan bahwa mereka meluncurkan pesawat tanpa awak ke Israel masih di wilayah yang sama. Namun tidak ada konfirmasi dari pihak Israel soal ini.

    Sejauh ini belum diketahui apakah ada kerusakan atau korban. Namun serangan ke Israel bukan yang pertama, mengingat Houthi telah menyerukan serangan sebagai bentuk protes ke perang Israel ke Gaza, melawan sekutunya Hamas, yang telah menewaskan 45.000 lebih warga kantong Palestina itu.

    Pada tanggal 9 Desember, sebuah pesawat nirawak yang diklaim oleh Houthi meledak di lantai atas sebuah bangunan tempat tinggal di kota Yavne di Israel tengah. Namun hal ini tidak menimbulkan korban jiwa.

    Pada bulan Juli, serangan pesawat nirawak Houthi di Tel Aviv menewaskan seorang warga sipil Israel. Peristiwa ini memicu serangan balasan di pelabuhan Hodeidah di Yaman.

    Kelompok Houthi juga secara rutin menargetkan pelayaran di Laut Merah dan Teluk Aden, yang menyebabkan serangan balasan terhadap target-target kelompok Houthi oleh Amerika Serikat (AS) dan terkadang pasukan Inggris. Meski begitu, Houthi tetap tak menghentikan serangan menyebut “tak akan berakhir hingga penjajahan di Gaza diakhiri”.

    “Kami sepenuhnya yakin dengan posisi kami dan siap menghadapi segala tingkat eskalasi,” kata Houthi lagi.

    Israel Menggila Balas Bombardir Yaman

    Israel sendiri membalas serangan Houthi dengan meluncurkan serangan ke Yaman, tak lama setelahnya. Ibu kota Sanaa dan kota pelabuhan Hodeida menjadi sasaran.

    Meski Israel mengatakan menargetkan “target militer”, laporan media setempat mengatakan infrastruktur energi, seperti pembangkit listrik dan fasilitas minyak. Serangan udara Israel tersebut menewaskan sembilan orang.

    “Agresi Israel mengakibatkan sembilan warga sipil menjadi martir,” ujar salah satu pemimpin Houthi Abdul Malik al-Houthi dalam pidato panjang yang disiarkan oleh TV pemberontak Al-Masira.

    “Menargetkan dua pembangkit listrik pusat sekitar Sanaa, sementara di Hodeida musuh melancarkan empat serangan agresif yang menargetkan pelabuhan… dan dua serangan yang menargetkan fasilitas minyak,” lapor media Al-Masira.

    Sementara itu, Israel melalui Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengancam Houthi akan bernasib sulit seperti sekutunya yang lain, bukan hanya Hamas, tapi juga Hizbullah dan rezim Bashar Al-Assad di Suriah. Perlu diketahui kelompok tersebut dan Assad dekat dengan Iran, yang juga merupakan musuh Israel di Timur Tengah.

    “Setelah Hamas, Hizbullah, dan rezim Assad di Suriah, Houthi hampir menjadi lengan terakhir yang tersisa dari poros kejahatan Iran,” kata Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.

    “Houthi sedang belajar dan akan belajar dengan cara yang sulit, bahwa mereka yang menyerang Israel akan membayar harga yang sangat mahal untuk itu,” ancamnya.

    Respons Iran dan Hamas

    Iran sendiri mengecam serangan Israel ke Yaman. Mengutip AFP, Iran mengatakan hal tersebut adalah bukti baru bagaimana Israel melanggar aturan hukum internasional.

    “Iran mengecam serangan Israel,”” kata perwakilan negeri tersebut dimuat AFP.

    “Pelanggaran mencolok terhadap prinsip dan norma hukum internasional dan Piagam PBB,” tegasnya.

    Kelompok Hamas, yang tengah berperang dengan Israel di Gaza, juga memberi pernyataan. Di mana Hamas menyebut serangan balasan Israel sebagai “perkembangan yang berbahaya”.

    Serangan Baru Israel di Gaza

    Sementara itu, serangkaian serangan juga dilakukan Israel ke Gaza, Kamis. Sedikitnya 30 orang warga Paelstina tewas karenanya.

    Kekerasan di Jalur Gaza terus mengguncang wilayah pesisir tersebut lebih dari 14 bulan karena perang Israel-Hamas. Padahal saat ini mediator internasional berupaya untuk merundingkan gencatan senjata di Doha, Qatar.

    “Setidaknya ada 13 martir, termasuk anak-anak dan perempuan, akibat pendudukan yang menargetkan sekolah Shabaan al-Rayes dan sekolah Al-Karama di lingkungan Al-Daraj di timur Kota Gaza,” kata juru bicara badan pertahanan sipil Mahmud Bassal.

    Militer Israel mengklaim “serangan tepat terhadap teroris” yang beroperasi di kompleks sekolah yang terletak di lingkungan Al-Daraj. Israel berdalih Hamas merencanakan dan melaksanakan serangan teror terhadap pasukan IDF (militer) dan negara tersebut.

    Serangan balasan Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 45.129 orang, sebagian besar warga sipil. Angka ini merujuk data kementerian kesehatan wilayah yang dikuasai Hamas, namun dapat diandalkan menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Turki dan Iran Bertemu

    Para pemimpin Turki dan Iran berada di Mesir pada hari Kamis untuk menghadiri KTT delapan negara berpenduduk mayoritas Muslim. Peretmuan ini merupakan pertama kalinya sejak penggulingan presiden Suriah Bashar al-Assad.

    Turki secara historis mendukung oposisi terhadap Assad, sementara Iran mendukung pemerintahannya. Pertemuan Organisasi Kerja Sama Ekonomi D-8, yang juga dikenal sebagai Developing-8, diadakan dengan latar belakang kekacauan regional termasuk konflik di Gaza, gencatan senjata yang rapuh di Lebanon, dan kerusuhan di Suriah.

    Dalam pidatonya di pertemuan puncak tersebut, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang mengunjungi Mesir untuk kedua kalinya tahun ini, menyerukan rekonsiliasi di Suriah dan pemulihan “integritas dan persatuan teritorial” negara tersebut. Ia juga menyuarakan harapan untuk “terbentuknya Suriah yang bebas dari terorisme”, tempat “semua sekte agama dan kelompok etnis hidup berdampingan dengan damai”.

    Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan bahwa “selama lebih dari 14 bulan, kawasan Timur Tengah, khususnya Gaza dan Lebanon selatan, dan sekarang, Suriah telah menjadi sasaran serangan besar-besaran oleh Israel”. Ia meminta negara Islam “mencegah bahaya lebih lanjut”.

    Pezeshkian adalah presiden Iran pertama yang mengunjungi Mesir sejak Mahmoud Ahmadinejad pada tahun 2013. Hubungan antara Mesir dan Iran telah tegang selama beberapa dekade, tetapi kontak diplomatik telah meningkat sejak Kairo menjadi mediator dalam perang di Gaza.

    Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengunjungi Mesir pada bulan Oktober. Mitranya dari Mesir Badr Abdelatty melakukan perjalanan ke Teheran pada bulan Juli untuk menghadiri pelantikan Pezeshkian.

    Lembaga HAM Dunia Sebut Israel Jelas Genosida Gaza

    Human Rights Watch pada hari Kamis dengan jelas menyebut Israel melakukan “tindakan genosida” di Jalur Gaza dengan merusak infrastruktur air dan memutus pasokan ke warga sipil. Badan itu menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menjatuhkan sanksi yang ditargetkan.

    Dalam laporan baru yang difokuskan secara khusus pada air, kelompok hak asasi manusia yang bermarkas di New York tersebut mengatakan “otoritas Israel dengan sengaja menjatuhkan ‘kondisi kehidupan yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik penduduk Gaza secara keseluruhan atau sebagian”. Ditegaskannya bahwa tindakan ini merupakan “tindakan genosida”.

    Lembaga dunia lain, Doctors Without Borders (MSF) juga mengeluarkan laporan baru bahwa Israel dengan nyata melakukan “pembersihan etnis” di Jalur Gaza. Ini tertuang dalam sebuah laporan yang mendokumentasikan konflik selama 14 bulan yang diterbitkan pada hari Kamis.

    Laporan tersebut mendokumentasikan 41 serangan terhadap staf MSF termasuk serangan udara terhadap fasilitas kesehatan dan tembakan langsung terhadap konvoi kemanusiaan. LSM tersebut mengatakan bahwa mereka terpaksa mengevakuasi rumah sakit dan pusat kesehatan sebanyak 17 kali.

    “Kami melihat tanda-tanda yang jelas tentang pembersihan etnis karena warga Palestina dipindahkan secara paksa, terjebak, dan dibom,” kata sekretaris jenderal MSF, Christopher Lockyear, .

    “Apa yang disaksikan tim medis kami di lapangan selama konflik ini konsisten dengan deskripsi yang diberikan oleh semakin banyak ahli hukum dan organisasi yang menyimpulkan bahwa genosida sedang terjadi di Gaza,” kata lagi.

    “MSF meminta negara-negara, khususnya sekutu terdekat Israel, untuk mengakhiri dukungan tanpa syarat mereka terhadap Israel dan memenuhi kewajiban mereka untuk mencegah genosida di Gaza,” tegasnya.

    (sef/sef)

  • CIA Kejar Setoran Demi Gencatan Senjata di Gaza Terealisasi, Hamas-Israel Turunkan Gengsi? – Halaman all

    CIA Kejar Setoran Demi Gencatan Senjata di Gaza Terealisasi, Hamas-Israel Turunkan Gengsi? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seperti sedang kejar setoran, Direktur CIA, William J. Burns terbang ke Qatar untuk membahas gencatan senjata antara Hamas dengan Israel di Gaza.

    Burns tiba di Qatar pada Rabu (18/12/2024) untuk segera mengakhiri perang paling mematikan di Gaza.

    Optimisme gencatan senjata di Gaza segera terlaksana semakin meningkat setelah negosiasi yang alot tidak membuahkan hasil.

    Para pejabat yang terlibat langsung dalam perundingan ini mengatakan kedua belah pihak hampir mencapai gencatan senjata.

    Mengutip New York Times, sudah berbulan-bulan sejak pembicaraan gencatan senjata di Gaza dimulai, Hamas dan Israel terus-terusan saling menyalahkan setiap terjadi kebuntuan.

    Jika kesepakatan kali ini tercapai, hal tersebut akan menjadi jeda pertama dalam pertempuran sejak November 2023.

    Meski begitu, seorang pejabat yang mengetahui masalah perundingan ini memperingatkan bahwa masih ada rintangan besar yang terjadi dalam pertemuan tersebut.

    Pejabat itu mencatat bahwa Burns diperkirakan akan bertemu hanya dengan pejabat dari Qatar, bukan dari Mesir atau Israel.

    Berbeda dengan negosiasi sebelumnya, kedua pihak pada umumnya menahan diri untuk tidak membocorkan rincian pembicaraan kepada media.

    Beberapa analis mengatakan mereka yakin bahwa penghentian komunikasi tersebut menunjukkan bahwa Israel dan Hamas lebih serius tentang kesepakatan kali ini.

    Menurut pejabat yang mengetahui pembicaraan tersebut, para mediator telah mengusulkan gencatan senjata yang dimulai dengan gencatan senjata selama 60 hari.

    Selama fase ini, Hamas akan membebaskan sekitar 100 sandera yang masih ditahan di Gaza — beberapa di antaranya telah meninggal — sebagai ganti warga Palestina yang dipenjara di Israel.

    Mediator Qatar dan Mesir, yang telah menjadi perantara pembicaraan bersama AS, berharap gencatan senjata awal akan berlanjut menjadi gencatan senjata permanen.

    Israel telah menuntut agar pasukannya sebagian besar tetap berada di dua segmen Gaza.

    Pertama, yang dikenal sebagai koridor Netzarim, melalui Gaza tengah, membelah bagian utara dan selatan daerah kantong itu.

    Kemudian kedua, yang disebut Koridor Philadelphia, di sepanjang perbatasan wilayah itu dengan Mesir.

    Hamas sebelumnya menuntut Israel segera keluar sepenuhnya dari daerah kantong itu.

    Namun, kelompok itu kini bersedia menoleransi kehadiran Israel yang lebih lama di beberapa bagian dari dua koridor itu asalkan Israel akhirnya menarik diri, menurut seseorang yang mengetahui pemikiran Hamas.

    Memasuki Tahap Akhir

    Tentara Pendudukan Israel (IDF) di wilayah Jalur Gaza. IDF dilaporkan menjalankan Rencana Jenderal untuk mengusir warga Gaza Utara, mencaplok wilayah, dan mendirikan pemukiman untuk warga Yahudi di wilayah tersebut. (khaberni/HO)

    Pejabat senior Palestina yang terlibat dalam negosiasi tidak langsung mengatakan kepada BBC sebelumnya bahwa pembicaraan berada dalam “tahap yang menentukan”.

    Senada dengan pejabat Palestina, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, juga mengatakan kesepakatan lebih dekat dari sebelumnya.

    Dalam beberapa minggu terakhir, AS, Qatar dan Mesir telah melanjutkan upaya mediasi mereka – melaporkan keinginan yang lebih besar dari kedua belah pihak dalam perang 14 bulan ini untuk mencapai kesepakatan.

    Delegasi Israel yang digambarkan sebagai “tingkat pekerja” saat ini berada di Ibu Kota Qatar, Doha, di tengah serangkaian kunjungan diplomatik di wilayah tersebut.

    Pejabat Palestina itu menguraikan rencana tiga tahap yang akan membebaskan warga sipil dan tentara wanita yang disandera di Gaza dalam 45 hari pertama, dengan pasukan Israel menarik diri dari pusat kota, jalan pesisir dan jalur tanah strategis di sepanjang perbatasan dengan Mesir.

    Akan ada mekanisme bagi warga Gaza yang mengungsi agar dapat kembali ke wilayah utara, kata pejabat itu.

    Tahap kedua akan menyaksikan pembebasan sandera yang tersisa dan penarikan pasukan sebelum tahap ketiga mengakhiri perang.

    Dari 96 sandera yang masih ditawan di Gaza, 62 orang diduga oleh Israel masih hidup.

    Rencana tersebut tampaknya didasarkan pada kesepakatan yang digariskan Presiden AS Joe Biden pada tanggal 31 Mei, dan laporan dari semua pihak menekankan ada rincian utama yang harus diselesaikan.

    “Kami belum pernah sedekat ini dengan kesepakatan mengenai sandera sejak kesepakatan sebelumnya,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Israel kepada anggota komite urusan luar negeri parlemen Israel pada hari Senin.

    Surat kabar al-Araby al-Jadeed kemudian melaporkan bahwa Hamas telah menyerahkan daftar sandera Israel yang sakit dan lanjut usia, serta mereka yang berkewarganegaraan AS kepada pejabat intelijen Mesir.

    Surat kabar itu mengatakan ada juga nama-nama tahanan Palestina yang dituntut kelompok itu sebagai bagian dari kesepakatan tersebut.

    (Tribunnews.com/Whiesa)

  • Eks Orang Nomor 2 di Iran Sebut HTS Mirip Al-Qaeda dan ISIS, Suriah Hadapi Masa Suram ke Depan – Halaman all

    Eks Orang Nomor 2 di Iran Sebut HTS Mirip Al-Qaeda dan ISIS, Suriah Hadapi Masa Suram ke Depan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan masa depan Suriah kini rumit dan tak menentu setelah rezim Bashar al-Assad diambrukkan oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham.

    Eks orang nomor dua di Iran itu mengklaim HTS memiliki kesamaan dengan Al-Qaeda dan Daesh (ISIS), dua kelompok yang secara luas dianggap sebagai teroris.

    Di samping itu, dia berujar “tampilan demokratis” HTS saat ini hanya sementara. Oleh karena itu, dia memprediksi Suriah nantinya akan menghadapi masa-masa sulit.

    Rouhani mengklaim Suriah bisa saja kembali menjadi markas Daesh dan Al-Qaeda. Hal itu juga bisa mengancam Lebanon dan Irak.

    “Apa yang terjadi di Suriah direncanakan berbulan-bulan sebelumnya dan bukan sekadar hasil dua atau tiga minggu perencanaan,” kata Rouhani saat rapat hari Rabu, (18/12/2024), dikutip dari IRNA.

    “Kenyataannya ialah bahwa perang Suriah melawan Daesh dan teroris lainnya tetap tidak terselesaikan karena kengototan Turki untuk menghentikan operasi di Kota Idlib, tempat para teroris berkumpul.”

    Presiden Hassan Rouhani berbicara kepada media setelah memberikan suaranya di tempat pemungutan suara di ibukota Teheran. Iran, Jumat (21/02/2020) (AFP)

    Dia mengatakan belakang ini Rusia terpaksa mengabaikan atau meninggalkan Suriah karena memfokuskan perang di Ukraina.

    “Turki, Amerika Serikat, Israel, dan Qatar memanfaatkan situiasi ini dan beberapa negara Arab bergabung dengan mereka, memunculkan situasi baru di Suriah.”

    Selain itu, dia juga memperingatkan ancaman dari musuh besar Iran, yakni Israel.

    Rouhani mengutip penyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyebutkan bahwa perimbangan kekuatan di Timur Tengah akan berubah drastis.

    Menurut dia, pernyataan Netanyahu itu menunjukkan bahwa Israel ingin menyeret Iran ke dalam perang, tetapi gagal karena adanya kebijaksanaan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatolah Ali Khamenei.

    Dia kemudian menyinggung pentingnya memperbarui strategi-strategi Iran.

    “Strategi yang kuat tidaklah mencukupi, strategi itu harus dikembangkan ketika diperlukan.”

    Hubungan HTS dengan Al-Qaeda

    Dikutip dari BBC, HTS berawal dari organisasi bernama Jabhat al-Nusra yang dibentuk tahun 2011. Kelompok itu terafiliasi langsung dengan Al-Qaeda.

    HTS dianggap sebagai salah satu kelompok oposisi terkuat yang melawan Presiden Bashar al-Assad.

    Kelompok itu dimasukkan dalam daftar kelompok teroris oleh PBB, AS, Turki, dan negara lain.

    Akan tetapi, pemimpin HTS yang dikenal sebagai Abu Mohammed al-Jolani memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda.

    Dia membubarkan Jabhat al-Nusra kemudian membentuk organisasi baru bernama Hayat Tahrir al-Sham. Faksi-faksi lain bergabung dengan HTS setahun berselang.

    Pada saat itu mencul keraguan apakah HTS benar-benar sudah terputus dari Al-Qaeda. Akan tetapi, pesan-pesan yang disampaikan HTS menandakan bahwa kelompok itu menolak kekerasan ataupun balas dendam.

    Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Abu Mohammad al-Jolani (Daily News Egypt)

    Iran: AS dan Israel dalang di balik tumbangnya Assad

    Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menuding AS dan Israel berada di balik runtuhnya pemerintahan Assad.

    Dia juga mengklaim intelijen Iran sudah memberi tahun pemerintahan Assad mengenai potensi adanya serangan selama tiga bulan.

    Intel Iran memprediksi para pemuda Suriah pada akhirnya akan merebut Suriah dari tangan Assad.

    “Tak ada keraguan bahwa apa yang terjadi di Suriah adalah hasil rencana Amerika dan Zionis. Ya, pemerintahan tetangga di Iran jelas berperan dalam hal ini, dan masih berperan, semua melihatnya, tetapi konspirator utama, dalang, dan pusat komando berada di rezim Amerika dan Zionis,” kata Khamenei hari Rabu dikutip dari The Guardian.

    Dia bahkan mengklaim memiliki bukti keterlibatan AS dan Israel.

    The Guardian menyebut “pemerintahan tetangga” yang disebut Khamanei barangkali merujuk kepada Turki. Turki memainkan peran penting dalam mendukung pasukan oposisi di Suriah.

    “Biarkan semua orang tahu bahwa situasi ini tidak akan tetap seperti ini. Kenyataan bahwa beberapa orang di Damaskus merayakannya, menari, dan mengganggu rumah warga lainnya saat rezim Zionis mengebom Suriah, memasuki wilayahnya dengan tank dan artileri, tidak bisa diterima.

    Khamenei mengatakan para pemuda Suriah pasti nantinya bisa mengatasi situasi tersebut.

    (Tribunnews/Febri)

  • Putin Masih Bungkam soal Suriah Semenjak Runtuhnya Pemerintah Assad, Ini Kata Analis – Halaman all

    Putin Masih Bungkam soal Suriah Semenjak Runtuhnya Pemerintah Assad, Ini Kata Analis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia, Vladimir Putin, tampil dalam sebuah pertemuan tahunan yang disiarkan di televisi pada Senin (16/12/2024).

    Selama pertemuan tersebut, Putin tampak berusaha menjaga fokus pembicaraan pada keberhasilan Rusia di Ukraina, menurut laporan Business Insider.

    Putin tidak memberikan komentar apa pun mengenai perkembangan terbaru di Suriah, di mana sekutu lama Rusia, Bashar al-Assad, digulingkan oleh kelompok bersenjata awal bulan ini.

    Rusia telah lama mendukung rezim Assad dengan bantuan militer.

    Namun, serangan kilat oleh kelompok bersenjata yang tak terdeteksi oleh intelijen Rusia, berhasil menggulingkan Assad hanya dalam dua minggu.

    Peristiwa ini menyoroti batasan ambisi Putin dalam membangun kembali Rusia sebagai kekuatan global, kata para analis.

    “Runtuhnya rezim Assad menandakan kelemahan Rusia dalam melindungi sekutunya,” ujar Yaniv Voller, dosen senior politik Timur Tengah di Universitas Kent, kepada Business Insider.

    Jatuhnya Assad juga memicu pertanyaan tentang masa depan pangkalan militer strategis Rusia di Suriah, yang semakin membuat Putin membutuhkan kemenangan di Ukraina lebih dari sebelumnya.

    Respons Lambat Rusia terhadap Suriah

    Dalam foto tanggal 20 November 2017 ini, Presiden Rusia Vladimir Putin, kiri, memeluk Presiden Suriah Bashar Assad di kediaman Bocharov Ruchei di resor Laut Hitam Sochi, Rusia. (Mikhail Klimentyev, Kremlin Pool Photo via AP, File)

    Putin sebelumnya sering membanggakan keberhasilan intervensi militer Rusia di Suriah.

    Pada 2015, Rusia meluncurkan misi militer asing pertamanya sejak berakhirnya Perang Dingin, dan berhasil membantu Assad mempertahankan kekuasaannya.

    Keberhasilan itu digunakan oleh Kremlin untuk mengejek kebijakan Timur Tengah Amerika Serikat dan sekutunya yang dianggap gagal.

    Rusia juga memanfaatkan pangkalan militer di Suriah untuk memperluas pengaruhnya ke Afrika dan kawasan sekitarnya.

    Namun, dengan angkatan bersenjata Rusia yang kewalahan oleh perang di Ukraina, Putin tampak tidak mampu atau tidak bersedia mengirimkan pasukan tambahan untuk menyelamatkan Assad.

    Sejauh ini, Kremlin hanya mengonfirmasi bahwa mereka telah memberikan suaka kepada Assad dan keluarganya, yang melarikan diri dengan pesawat Rusia saat kelompok bersenjata mendekati Damaskus.

    Media Rusia yang berada di bawah kontrol ketat Kremlin juga bungkam dalam meliput peristiwa di Suriah.

    Sementara itu, para blogger militer menyalahkan kegagalan ini pada pemimpin militer Rusia dan pasukan Assad.

    Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mencoba mengalihkan kesalahan dengan menyalahkan Amerika Serikat dan sekutunya.

    “Ini adalah pengulangan pola lama: menciptakan kekacauan, lalu mengambil keuntungan dari situasi,” kata Lavrov.

    Apa Dampaknya bagi Rusia?

    Runtuhnya pemerintahan Assad mungkin berdampak besar pada jejak militer global Rusia, yang menjelaskan mengapa Putin tetap bungkam soal isu ini.

    Nikolay Kozhanov, profesor di Gulf Studies Center, Qatar University, menyebutkan dalam artikelnya untuk Chatham House minggu lalu bahwa runtuhnya Assad merusak reputasi Rusia sebagai sekutu yang dapat diandalkan.

    Stefan Wolff, profesor Keamanan Internasional di University of Birmingham, berpendapat dalam artikelnya di The Conversation.

    Ia menyatakan bahwa kegagalan Rusia dalam menyelamatkan Assad menunjukkan kelemahan signifikan dalam kemampuannya bertindak sebagai negara adidaya.

    Beberapa mantan pejabat AS dan peneliti militer bahkan memprediksi bahwa negara-negara di bawah pengaruh Rusia mungkin segera melepaskan diri, seperti yang terjadi pada tahun 1991 setelah Uni Soviet runtuh.

    “Bangunan kekuasaan yang dibangun dengan hati-hati oleh Vladimir Putin selama lebih dari dua dekade kini mulai runtuh di depan mata kita,” tulis mantan pejabat itu dalam Majalah Time.

    Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam kunjungannya ke Kazakhstan. (EPA Photo)

    Namun, beberapa analis lebih berhati-hati dalam menyikapi situasi ini.

    Mohammed Albasha, pendiri Basha Report, konsultan yang berbasis di Virginia, mengatakan kepada Business Insider bahwa penarikan militer Rusia dari Suriah mungkin akan mempengaruhi pengaruhnya di Timur Tengah.

    Hal ini juga dapat mendorong pemerintah di Armenia atau negara-negara di wilayah Sahel seperti Niger dan Burkina Faso untuk mempertimbangkan kembali aliansi mereka dengan Rusia, dan mulai beralih dengn menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Barat atau China.

    Namun, negara-negara yang berbatasan langsung dengan Rusia seperti Georgia, Tajikistan, dan Belarus kemungkinan akan tetap setia karena hubungan ekonomi dan keamanan nasional yang kuat dengan Rusia.

    Alasan Putin Tetap Bungkam

    Beberapa analis percaya bahwa diamnya Putin mengenai Suriah bukan sekadar pengalihan perhatian dari kekalahan memalukan, tetapi mungkin juga bagian dari upaya untuk menegosiasikan kesepakatan dengan pemerintah baru Suriah.

    Hal itu dilakukan agar Rusia bisa mempertahankan sebagian aset militernya di negara tersebut.

    Laporan menyebutkan bahwa Rusia telah menarik kapal-kapal angkatan laut dari pangkalan Tartus, tetapi masih mempertahankan pesawat dan aset angkatan udara lainnya di pangkalan Hmeimim.

    “Bahkan jika Rusia menarik pasukannya dari Suriah, Moskow tetap akan berupaya menjaga penarikan ini agar tidak terlihat sebagai tanda kekalahan,” kata Voller kepada Business Insider.

    Fokus Putin pada Ukraina dalam pertemuan hari Senin itu menegaskan bahwa ia sangat membutuhkan kemenangan di sana.

    Kemenangan di Ukraina akan membantu Rusia mempertahankan citranya sebagai kekuatan militer yang kuat, meskipun ada kemunduran baru-baru ini.

    “Tidak ada keraguan bahwa Rusia akan terus meningkatkan upayanya di Ukraina,” tulis Wolff dalam posting blog minggu lalu.

    “Putin membutuhkan keberhasilan yang segera untuk memulihkan kepercayaan domestik dan internasional.”

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • 45.000 Orang Sudah Tewas, Israel Terus Bombardir Gaza

    45.000 Orang Sudah Tewas, Israel Terus Bombardir Gaza

    Meski pembicaraan gencatan senjata kini tengah dibicarakan di Doha, Qatar, Israel terus menggempur Gaza. Membasmi Hamas, penguasa Gaza, menjadi alasan meski 45.000 orang telah tewas, data yang dihitung sejak Oktober 2023 hingga akhir pekan lalu. (REUTERS/Stringer)

  • Kaleidoskop 2024 Perang Gaza: Bagaimana Sejarah Konflik Israel-Palestina? – Halaman all

    Kaleidoskop 2024 Perang Gaza: Bagaimana Sejarah Konflik Israel-Palestina? – Halaman all

    Kaleidoskop 2024 Perang Gaza: Bagaimana Sejarah Konflik Israel-Palestina?

    TRIBUNNEWS.COM – Israel dan Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas terlibat dalam Perang Gaza yang dimulai sejak 7 Oktober 2023, menambah daftar panjang konflik bersenjata dua entitas yang mendiami sebuah wilayah di Jazirah Arab.

    Perang Gaza itu ditandai oleh serangan Banjir Al-Aqsa oleh faksi-faksi milisi Palestina di Jalur Gaza yang menyerbu ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023.

    Hamas menyatakan, serangan itu adalah akumulasi dari penindasan pendudukan Israel dan penistaan zionis terhadap situs-situs suci di tanah Palestina.

    Serangan Banjir Al-Aqsa ini diklaim pihak Israel menewaskan 1.200 orang dan Hamas menyandera 253 orang Israel.

    Israel membalas dengan serangan militer di Gaza yang menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza per 18 Desember 2024. 

    Hampir seluruh populasi yang berjumlah 2,3 juta orang di daerah kantong itu telah mengungsi dari rumah mereka dan sebagian besar wilayahnya telah dihancurkan sepanjang 2024, menandai satu di antara aksi genosida dan pemusnahan etnis paling suram dalam sejarah peradaban.

    “Perang Gaza adalah episode paling berdarah dalam konflik antara Israel dan Palestina yang telah berlangsung selama lebih dari 75 tahun dan menyebabkan ketidakstabilan di Timur Tengah,” tulis ulasan Reuters.

    Personel Brigade Al Qassam, sayap militer gerakan pembebasan Palestina, Hamas di Jalur Gaza. Hamas menyatakan tidak ada pertukaran sandera sebelum pasukan Israel menghentikan agresinya di Jalur Gaza. (khaberni/HO)

    Apa Asal Mula Konflik Israel-Palestina

    Konflik tersebut terjadi karena benturan atas keinginan Israel untuk mendapatkan tanah air yang aman di wilayah yang telah lama dianggapnya sebagai Timur Tengah, dengan aspirasi Palestina yang belum terwujud untuk mendapatkan negara mereka sendiri.

    Pada tahun 1947, ketika Palestina berada di bawah kekuasaan mandat Inggris, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui rencana untuk membaginya menjadi negara-negara Arab dan Yahudi dan untuk pemerintahan internasional atas Yerusalem.

    Para pemimpin Yahudi menerima rencana tersebut, di mana mereka mendapat sebanyak 56 persen tanah Palestina. Liga Arab menolak usulan tersebut.

    Sosok Yahudi yang disebut-sebut sebagai ‘Bapak Pendiri Israel’, David Ben-Gurion, memproklamasikan negara Israel modern pada tanggal 14 Mei 1948, sehari sebelum berakhirnya kekuasaan Inggris yang dijadwalkan.

    “Deklarasi negara Israel ini menjadi ruang membangun tempat perlindungan yang aman bagi orang-orang Yahudi yang melarikan diri dari penganiayaan dan mencari rumah nasional di tanah yang mereka kutip hubungannya sudah ada sejak jaman dahulu,” tulis Reuters.

    Pada akhir tahun 1940-an, kekerasan meningkat antara orang Arab, yang mencakup sekitar dua pertiga populasi, dan orang Yahudi.

    Sehari setelah Israel didirikan, pasukan dari lima negara Arab menyerang.

    Dalam perang berikutnya, sekitar 700.000 warga Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka, berakhir di Yordania, Lebanon, dan Suriah, serta di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur.

    Warga Palestina meratapi hal ini sebagai “Nakba”, atau malapetaka.

    Israel membantah pernyataan bahwa mereka telah memaksa keluar warga Palestina.

    Perjanjian gencatan senjata menghentikan pertempuran pada tahun 1949, tetapi tidak ada perdamaian resmi.

    Keturunan warga Palestina yang tetap bertahan dalam perang kini berjumlah sekitar 20 persen dari populasi Israel.

    Intifada atau gerakan perjuangan bersenjata di Palestina melawan agresor Israel. (fatehyouthgermany.blogspot.com)

    Perang Apa Saja yang Terjadi Sejak Itu?

    Pada tahun 1967, Israel melancarkan serangan pendahuluan terhadap Mesir dan Suriah, yang memicu Perang Enam Hari.

    Israel merebut Tepi Barat dan Yerusalem Timur Arab dari Yordania, Dataran Tinggi Golan dari Suriah, serta Semenanjung Sinai dan Jalur Gaza dari Mesir.

    Sensus Israel tahun 1967 menyebutkan populasi Gaza berjumlah 394.000, sedikitnya 60?ri mereka adalah pengungsi Palestina dan keturunan mereka.

    Pada tahun 1973, Mesir dan Suriah menyerang posisi Israel di sepanjang Terusan Suez dan Dataran Tinggi Golan, yang memicu Perang Yom Kippur.

    Israel berhasil memukul mundur kedua pasukan dalam waktu tiga minggu.
     
    Israel menginvasi Lebanon pada tahun 1982 dan ribuan gerilyawan Organisasi Pembebasan Palestina di bawah pimpinan Yasser Arafat dievakuasi melalui laut setelah pengepungan selama 10 minggu.

    Pasukan Israel ditarik keluar dari Lebanon pada tahun 2000.

    Pada tahun 2005, Israel menarik para pemukim dan tentara dari Gaza.

    Hamas memenangkan pemilihan parlemen pada tahun 2006 dan menguasai penuh Gaza pada tahun 2007.

    Pertempuran besar terjadi antara Israel dan militan Palestina di Gaza pada tahun 2006, 2008, 2012, 2014 dan 2021.

    Pada tahun 2006, militan Hizbullah Lebanon yang didukung Iran menangkap dua tentara Israel di wilayah perbatasan dan Israel melancarkan tindakan militer, yang memicu perang selama enam minggu.

    Terdapat pula dua intifada atau pemberontakan Palestina dari tahun 1987 hingga 1993 dan tahun 2000 hingga 2005.

    Pada intifada kedua, Hamas dan kelompok militan Palestina lainnya melakukan bom bunuh diri di Israel, dan Israel melancarkan serangan tank dan serangan udara terhadap kota-kota Palestina.

    Sejak saat itu, telah terjadi beberapa putaran permusuhan antara Israel dan Hamas, yang menolak mengakui Israel.

    Sebaliknya, Hamas dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara lain. 

    Hamas mengatakan bahwa aktivitas bersenjatanya merupakan perlawanan terhadap pendudukan Israel, klaim yang belakangan diakui juga oleh negara-negara di PBB kalau Hamas adalah organisasi perjuangan Palestina.

    Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri cadangan melakukan patroli di wilayah Gaza Utara yang tampak rata tanah. Meski sudah beroperasi berbulan-bulan, IDF belum mampu membongkar kemampuan tempur Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas yang menjalankan taktik gerilya hit and run. (khaberni/HO)

    Apa Saja Upaya yang Telah Dilakukan untuk Mencapai Perdamaian?

    Pada tahun 1979, Mesir menjadi negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel, yang mana Semenanjung Sinai dikembalikan ke kekuasaan Mesir.

    Pada tahun 1993, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan pemimpin PLO Arafat berjabat tangan pada Perjanjian Oslo yang menetapkan otonomi terbatas Palestina di Tepi Barat dan Gaza.

    Pada tahun 1994, Israel menandatangani perjanjian damai dengan Yordania. 

    Namun, pertemuan puncak enam tahun kemudian yang dihadiri oleh Arafat, Perdana Menteri Israel Ehud Barak, dan Presiden AS Bill Clinton di Camp David gagal mengamankan kesepakatan damai final.

    Pada tahun 2002, sebuah rencana Liga Arab yang diusulkan menawarkan Israel hubungan normal dengan semua negara Arab sebagai imbalan atas penarikan penuh dari wilayah yang direbutnya dalam perang Timur Tengah tahun 1967, pembentukan negara Palestina, dan “solusi yang adil” bagi para pengungsi Palestina.

    Penyajian rencana tersebut dibayangi oleh Hamas, yang meledakkan sebuah hotel Israel yang penuh dengan korban Holocaust saat jamuan makan Paskah.

    Upaya perdamaian lebih lanjut telah terhenti sejak 2014.

    Di bawah Presiden AS Donald Trump pada tahun 2020, Israel mencapai kesepakatan yang dikenal sebagai Kesepakatan Abraham untuk menormalisasi hubungan dengan beberapa negara Arab, termasuk Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko.

    Palestina berhenti berurusan dengan pemerintahan Amerika Serikat (AS) setelah Trump memutuskan hubungan dengan kebijakan AS dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. 

    Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka.

    Qatar dan Mesir telah bertindak sebagai mediator dalam perang terbaru, mengamankan gencatan senjata pada akhir tahun 2023 yang berlangsung selama tujuh hari, di mana beberapa sandera yang ditahan oleh Hamas ditukar dengan tahanan yang ditahan oleh Israel, dan lebih banyak bantuan kemanusiaan mengalir ke Gaza.

    Utusan Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, yang akan secara resmi memangku jabatan tersebut setelah Trump kembali menjabat, mengatakan pada awal Desember kalau “hari ini tidak akan indah” jika para sandera yang ditawan di Gaza tidak dibebaskan sebelum Trump kembali ke Gedung Putih pada tanggal 20 Januari.

    Di Mana Situasi Negosiasi Gencatan Senjata Saat Ini?

    Pembicaraan selama berbulan-bulan mengenai gencatan senjata lebih lanjut di Gaza sejauh ini terbukti tidak membuahkan hasil , hanya berkisar pada isu yang sama.

    Hal yang terpokok, Hamas mengatakan akan membebaskan sandera yang tersisa hanya sebagai bagian dari kesepakatan damai yang mengakhiri perang secara permanen. 

    Israel mengatakan tidak akan mengakhiri perang sampai Hamas dihancurkan.

    Masalah lain yang menghambat kesepakatan tersebut termasuk kontrol atas perbatasan antara Gaza dan Mesir, urutan langkah timbal balik dalam perjanjian apa pun, jumlah dan identitas tahanan Palestina yang akan dibebaskan bersama sandera Israel, dan kebebasan bergerak bagi warga Palestina di dalam Gaza.

    Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mengupayakan “kesepakatan besar” di Timur Tengah yang akan mencakup normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi.

    Riyadh mengatakan hal ini akan memerlukan kemajuan menuju pembentukan negara Palestina yang merdeka, yang telah dikesampingkan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Apa Saja Masalah Utama Israel-Palestina?

    Terdapat sejumlah masalah utama antara Israel dan Palestina yaitu:

    Solusi dua negara

    Pemukiman Israel di tanah Palestina yang diduduki (Israel)

    Status Yerusalem

    Perbatasan yang disepakati

    Nasib Pengungsi Palestina

    Solusi Dua Negara

    Solusi dua nefara adalah wacana kesepakatan yang akan menciptakan negara bagi warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza bersama Israel. 

    Netanyahu mengatakan Israel harus memiliki kendali keamanan atas semua wilayah di sebelah barat Sungai Yordan.

    Syarat Netanyahu ini justru akan menghalangi berdirinya negara Palestina yang berdaulat.

    Kelompok aktivis pemukim Yahudi mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa pada hari ketiga libur Paskah Yahudi di Yerusalem pada 25 April 2024. Aksi mereka dikawal ketat oleh polisi Israel. Mohammad Hamad / Anadolu (Mohammad Hamad / ANADOLU / Anadolu melalui AFP)

    Pemukiman Israel

    Sebagian besar negara menganggap pemukiman Yahudi yang dibangun di atas tanah yang direbut Israel pada tahun 1967 sebagai ilegal.

    Israel membantah hal ini dan mengutip hubungan historis dan alkitabiah dengan tanah tersebut.

    Perluasan pemukiman yang berkelanjutan merupakan salah satu isu yang paling diperdebatkan antara Israel, Palestina, dan masyarakat internasional.

    Kelompok Yahudi Israel memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Pada perayaan hari Paskah Yahudi (Pesakh) kaum Yahudi Ekstremis Israel bersikeras untuk menggelar penyembelihan kurban di lokasi kuil ketiga yang mereka yakini ada di dalam kompleks masjid. (Wafa Agency)

    Status Yerusalem

    Palestina menginginkan Yerusalem Timur, yang meliputi situs-situs Kota Tua yang dikelilingi tembok yang dianggap suci oleh umat Muslim, Yahudi, dan Kristen, untuk menjadi ibu kota negara mereka.

    Israel mengatakan Yerusalem harus tetap menjadi ibu kotanya yang “tak terpisahkan dan abadi”.

    Klaim Israel atas bagian timur Yerusalem tidak diakui secara internasional.

    Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, tanpa menyebutkan sejauh mana yurisdiksinya di kota yang disengketakan itu, dan memindahkan Kedutaan Besar AS ke sana pada tahun 2018.

    Nasib Pengungsi Palestina

    Saat ini sekitar 5,6 juta pengungsi Palestina – sebagian besar keturunan mereka yang melarikan diri pada tahun 1948 – tinggal di Yordania, Lebanon, Suriah, Tepi Barat yang diduduki Israel, dan di Gaza.

    Sekitar setengah dari pengungsi yang terdaftar masih tidak memiliki kewarganegaraan, menurut kementerian luar negeri Palestina, banyak yang tinggal di kamp-kamp yang padat.

    Palestina telah lama menuntut agar para pengungsi dan jutaan keturunan mereka diizinkan untuk kembali.

    Israel mengatakan bahwa setiap pemukiman kembali pengungsi Palestina harus dilakukan di luar perbatasannya.

     

    (oln/rtrs/*)
     

  • Media Israel: IDF Sebut Kemampuan Militer Hamas Pulih, Sukses Rekrut Ribuan Petempur Baru – Halaman all

    Media Israel: IDF Sebut Kemampuan Militer Hamas Pulih, Sukses Rekrut Ribuan Petempur Baru – Halaman all

    Media Israel: IDF Sebut Kemampuan Militer Hamas Pulih, Sukses Rekrut Ribuan Petempur Baru

    TRIBUNNEWS.COM – Situs web Israel, Walla, mengutip sumber militer Israel (IDF) melaporkan kalau Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas dalam beberapa bulan terakhir berhasil merekrut ribuan petempur baru di Jalur Gaza.

    Sumber-sumber Israel mengatakan kalau para petempur baru Hamas menerima pelatihan dari para pemimpin baru yang menyesuaikan mereka dengan pola pertempuran tentara Israel.

    “Mereka (rekrutan baru Hamas) bertempur dengan para pemimpin militer (Hamas) yang tidak berhasil dibunuh oleh Israel,” kata laporan itu, dikutip Khaberni, Rabu (18/12/2024).

    Adaptasi Cara Perlawanan

    Situs Israel tersebut, mengutip sumber militer IDF, juga menambahkan kalau dalam beberapa bulan terakhir, pejuang Hamas telah menjalani pelatihan dan membangun garis pertahanan melawan tentara Israel.

    Sumber tersebut melanjutkan, para pemimpin Hamas terus beroperasi dengan cara yang tidak konvensional melawan pasukan tentara pendudukan Israel di Gaza.

    “Sumber IDF menekankan bahwa Hamas telah menyesuaikan diri di beberapa wilayah di Jalur Gaza selatan dengan kondisi pertempuran melawan pasukan pendudukan Israel,” kata laporan tersebut.

    Juni lalu, koresponden militer Radio Angkatan Darat Israel Doron Kadosh menggunggah cuitan di platform X, di mana ia membahas seputar rehabilitasi kekuatan gerakan Hamas.

    Kadosh menyebut, Hamas bisa memulihan kekuatannya di tingkat militer, dan juga pada tingkat “memulihkan kendali atas lembaga eksekutif” pemerintah di Gaza. 

    Personel Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, dalam sebuah parade militer di Jalur Gaza.

    Kemampuan Militer Hamas Pulih

    Kadosh menjelaskan – dengan mengutip sumber keamanan senior Israel – bahwa IDF mengakui upaya yang dilakukan gerakan Hamas untuk merekrut dan melatih anggota baru di sayap militernya.

    Regenerasi petempur Hamas ini untuk menggantikan mereka yang terbunuh atau terluka dalam perang.

    Koresponden militer tersebut mengutip seorang anggota terkemuka dari lembaga keamanan Israel yang mengatakan, “Semua sistem militer Hamas sedang pulih dan berusaha merehabilitasi diri mereka sendiri di seluruh Jalur Gaza.”

    Adapun pengeboman Israel terus berlanjut di berbagai wilayah Jalur Gaza, bertepatan dengan berlanjutnya pengeboman dan peledakan rumah-rumah serta lingkungan pemukiman.

    Seiring itu, perlawanan dari faksi-faksi milisi pembebasan Palestina juga meningkat di berbagai wilayah dari Gaza Utara seperti di Jabalia hingga Rafah di Gaza Selatan

    Dengan dukungan mutlak Amerika, sejak 7 Oktober 2023, Israel telah melakukan genosida di Gaza yang menyebabkan lebih dari 152.000 orang Palestina menjadi martir dan terluka, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan wanita, dan lebih dari 11.000 orang hilang, di tengah kehancuran besar-besaran dan kelaparan yang menewaskan puluhan orang. anak-anak dan orang lanjut usia, dalam salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia.

    Gencatan Senjata, Hamas Minta Israel Tak Minta Syarat Baru

    Hamas menyebut perundingan gencatan senjata yang sedang berlangsung di Qatar sebagai langkah yang serius dan positif.

    Hamas pun menambahkan bahwa pertukaran tawanan dengan tahanan dapat dicapai jika Israel berhenti mengajukan persyaratan baru.

    Pernyataan itu diumumkan dalam pernyataan yang dirilis pada hari Selasa (17/12/2024), sehari setelah delegasi Israel tiba di Doha, Qatar untuk bertemu dengan para mediator, mengutip PressTV.

    Qatar, bersama dengan Amerika Serikat dan Mesir, telah terlibat dalam negosiasi di balik layar selama berbulan-bulan untuk gencatan senjata Gaza dan pembebasan tawanan Israel.

    Namun, selain jeda pertempuran selama satu minggu akhir tahun lalu, negosiasi berturut-turut masih juga gagal menghentikan perang.

    Pada hari Senin (16/12/2024), menteri urusan militer Israel, Israel Katz, mengindikasikan bahwa negosiator Israel belum pernah sedekat ini dengan kesepakatan untuk pembebasan tawanan di Gaza sejak gencatan senjata November 2023.

    Seorang pejabat senior Hamas yang berkantor di Doha juga menyatakan pada hari Senin bahwa negosiasi untuk mencapai kesepakatan “lebih dekat dari sebelumnya”.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berbicara tentang operasi Israel di Suriah, menyusul pembicaraan telepon dengan Presiden terpilih AS Donald Trump, 15 Desember 2024. (Screenshot/GPO)

    Tetapi pejabat tersebut memperingatkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu masih bisa mengganggu kesepakatan seperti yang telah dilakukannya sebelumnya.

    Diperkirakan lebih dari seratus tawanan Israel masih berada di Gaza.

    Hamas mengatakan bahwa mereka hanya akan membebaskan tawanan tersebut jika Israel sepenuhnya menghentikan agresinya terhadap Gaza dan setuju untuk membebaskan ratusan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara rezim tersebut.

    Netanyahu Dikabarkan Tidak Menghadiri Perundingan Gencatan Senjata di Kairo

    Sebelumnya, Reuters mengabarkan bahwa PM Israel Benjamin Netanyahu berangkat menuju Kairo untuk perundingan gencatan senjata.

    Namun kantor Netanyahu membantah hal tersebut.

    Mengutip Sky News, juru bicaranya mengirim pesan kepada wartawan yang berisi:

    “Perdana menteri tidak berada di Kairo.”

    Netanyahu justru mengunjungi Gunung Hermon di sisi perbatasan Suriah, Selasa (17/12/2024).

    Selama di sana, Netanyahu mengatakan pasukan Israel akan menduduki zona penyangga di dalam wilayah Suriah tersebut untuk waktu yang tidak dapat diperkirakan.

    Sementara itu, jumlah korban tewas di Gaza dalam perang Israel-Hamas telah melampaui 45.000 orang minggu ini, menurut pejabat Palestina.

    Juru bicara Gedung Putih John Kirby mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Fox News bahwa AS yakin kedua belah pihak semakin dekat dengan gencatan senjata yang telah lama ditunggu-tunggu.

    “Kami yakin – dan Israel telah mengatakan ini – bahwa kami semakin dekat, dan tidak diragukan lagi, kami yakin akan hal itu, tetapi kami juga berhati-hati dalam optimisme kami,” ujar Kirby.

     

    (oln/khbrn/*)

     

  • Sepanjang 2024, Jumlah Pengaduan PMI Terbanyak dari Arab Saudi

    Sepanjang 2024, Jumlah Pengaduan PMI Terbanyak dari Arab Saudi

    Sepanjang 2024, Jumlah Pengaduan PMI Terbanyak dari Arab Saudi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Kementerian Perlindungan
    Pekerja Migran Indonesia
    (BP2MI) Sri Andayani mengungkapkan bahwa sepanjang
    tahun 2024
    , jumlah pengaduan Pekerja Migran Indonesia (PMI) terbanyak berasal dari
    Arab Saudi
    .
    Dari data yang dihimpun, terdapat total 15.307 pengaduan dari PMI di Arab Saudi antara Januari hingga 5 Desember 2024.
    “Yang pertama ini Arab Saudi paling banyak untuk pengaduan,” kata Yani dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Komnas Perempuan untuk memperingati Hari Migran Sedunia 2024, Rabu (18/12/2024).
    Setelah Arab Saudi, negara dengan jumlah
    pengaduan PMI
    terbanyak adalah Malaysia, yang mencatatkan 11.533 pengaduan.
    Selanjutnya, Taiwan dengan 4.038 pengaduan, Uni Emirat Arab 3.117, dan Hongkong 1.728 pengaduan.
    Singapura menempati urutan keenam dengan 1.520 pengaduan, diikuti oleh Yordania dengan 1.378 pengaduan.
    Sementara itu, Syria, Oman, dan Qatar masing-masing mencatatkan 1.296, 865, dan 845 pengaduan.
    Yani juga menjelaskan bahwa dari total pengaduan PMI yang tercatat dari Januari hingga 5 Desember 2024, 750 di antaranya adalah perempuan dan 712 laki-laki.
    Berdasarkan klasifikasi, terdapat 985 pengaduan non prosedural, 265 pengaduan prosedural, dan 212 pengaduan lainnya.
    Lebih lanjut, Yani memaparkan bahwa jumlah PMI yang terdaftar sejak tahun 2007 hingga 4 Desember 2024 mencapai 5.184.369 orang.
    PMI tersebut tersebar di berbagai negara, dengan yang terbanyak berada di Malaysia sebanyak 1.410.741 orang.
    Taiwan menempati posisi kedua dengan 1.049.149 PMI, diikuti oleh Hongkong dengan 1.033.487 orang, Arab Saudi dengan 462.821 orang, dan Singapura sebanyak 338.341 orang.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Negosiasi Gencatan Senjata Gaza Hamas-Israel di Titik Krusial, Ini Rincian Poin-Poin Kesepakatan – Halaman all

    Negosiasi Gencatan Senjata Gaza Hamas-Israel di Titik Krusial, Ini Rincian Poin-Poin Kesepakatan – Halaman all

    Negosiasi Gencatan Senjata Hamas-Israel di Titik Krusial, Ini Rincian Poin-Poin Kesepakatan

    TRIBUNNEWS.COM – Khaberni, mengutip laporan media Ibrani dengan narasumber para pejabat berwenang tingkat tinggi, melaporkan kalau negosiasi kesepakatan pertukaran dan gencatan senjata antara Israel dan Hamas telah mencapai tahap yang menentukan. 

    “Dengan meningkatnya ekspektasi akan kemungkinan tercapainya kesepakatan dalam waktu dekat, diskusi terus dilakukan secara intensif, meski terdapat beberapa gap yang masih dalam pembahasan antara kedua pihak,” kata laporan itu, Selasa (17/12/2024). 

    Axios mengutip seorang pejabat tinggi di entitas pendudukan Israel mengkonfirmasi bahwa ada “perbedaan dan kesenjangan” dalam negosiasi mengenai perjanjian gencatan senjata di Gaza, namun ia menambahkan bahwa semua kesenjangan ini dapat ditutup.

    Pernyataan tersebut menunjukkan kalau ada beberapa ‘tantangan’ dalam perundingan tersebut, namun pejabat Israel menyatakan optimisme mengenai kemungkinan menemukan solusi terhadap masalah yang belum terselesaikan ini.

    Menteri di pemerintahan pendudukan, dalam konteks ini, Menteri Pertahanan di pemerintahan pendudukan Israel, Yisrael Katz, menyatakan dalam pertemuan tertutup di Knesset pada Senin kalau peluang kesepakatan pertukaran tahanan dengan gerakan Hamas menjadi lebih besar dari sebelumnya. 

    Bahkan, ada peluang kalau kesepakatan gencatan senjata ini bisa dilaksanakan sebelum pergantian tahun.

    Katz menjelaskan bahwa perjanjian tersebut akan dilaksanakan secara bertahap, mengingat bahwa mayoritas anggota kabinet dan pemerintah pendudukan mendukung penyelesaian perjanjian pertukaran tahanan.

    Personel Brigade Al Qassam, sayap militer gerakan pembebasan Palestina, Hamas di Jalur Gaza. Hamas menyatakan tidak ada pertukaran sandera sebelum pasukan Israel menghentikan agresinya di Jalur Gaza. (khaberni/HO)

    Tahap Kritis

    Dalam sebuah laporan yang disiarkan oleh lembaga penyiaran publik Ibrani “Kan 11,” sumber-sumber informasi menegaskan bahwa “perjanjian tersebut mungkin akan menahan sebagian dari tahanan untuk jangka waktu yang lama.” 

    Namun, sumber tersebut menambahkan bahwa ada kemajuan pesat dalam perundingan tersebut, dan para pejabat di entitas pendudukan percaya bahwa ini adalah “hari-hari yang menentukan” dalam kemajuan perundingan. 

    Ditekankan juga kalau kegagalan untuk menyetujui penghentian perang dapat menyebabkan sebagian tawanan ditahan untuk jangka waktu yang lebih lama.

    Pemblokiran Pemberitaan Media 

    Surat kabar Israel Today melaporkan bahwa kepala pemerintahan pendudukan, Benjamin Netanyahu, meminta sensor militer untuk memperketat larangan media terhadap laporan apa pun yang terkait dengan negosiasi tersebut. 

    Permintaan Netanyahu bertujuan untuk merahasiakan rincian perundingan pada tahap sensitif ini, terutama dengan adanya oposisi internal di pemerintahan terhadap kesepakatan yang mungkin mengakhiri perang.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu melihat foto-foto warga Israel yang menjadi sandera oleh gerakan pembebasan Palestina, Hamas dan gerakan lainnya di Jalur Gaza. (khaberni/HO)

    Kemajuan Nyata 

    Surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa ada kemajuan nyata dalam negosiasi, dengan kemungkinan penyelesaian perjanjian sebelum akhir bulan ini. 

    Pejabat di entitas pendudukan Israel menegaskan kalau sebagian besar rincian kesepakatan telah menjadi jelas, kecuali perselisihan mengenai jumlah tahanan yang akan dibebaskan pada tahap pertama. 

    Menurut Radio Militer Israel, ada fleksibilitas di pihak Hamas mengenai beberapa isu yang belum terselesaikan, terutama yang berkaitan dengan poros “Philadelphia”.

    Peran Trump

    Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa ia melakukan percakapan yang “sangat baik” dengan Netanyahu mengenai perang di Gaza, mengungkapkan keinginan pemerintahannya untuk mengakhiri konflik tersebut. 

    Trump menekankan bahwa Amerika Serikat sedang bekerja keras untuk memulihkan para sandera dan menghentikan pertempuran di Gaza dan Ukraina.

    Rincian Kesepakatan

    Menurut media Ibrani, Channel 14, rincian usulan kesepakatan antara Israel dan Hamas mencakup poin-poin berikut:

    1. Pembebasan tahanan: 700 hingga 1.000 tahanan Palestina akan dibebaskan secara bertahap, termasuk tahanan dengan hukuman seumur hidup.

    2. Gencatan senjata: Gencatan senjata akan disepakati untuk jangka waktu 60 hari.

    3. Pengembalian pengungsi: Pengungsi akan diizinkan kembali ke Jalur Gaza utara sesuai mekanisme keamanan yang disepakati.

    4. Implementasi bertahap: Perjanjian akan diterapkan secara bertahap oleh kedua belah pihak untuk memastikan kepatuhan.

    Isu-isu kontroversial

    Di antara isu-isu kontroversial yang masih menjadi pembahasan adalah pengaturan terkait keberadaan dan kehadiran pendudukan Israel di poros “Philadelphia” dan poros “Netzarim”. 

    Menurut sumber-sumber Ibrani, gerakan Hamas telah menunjukkan fleksibilitas mengenai kehadiran “terbatas” tentara pendudukan di wilayah tersebut, namun rinciannya belum ditentukan.

    Tantangan Masa Depan

    Surat kabar Ibrani melaporkan kekhawatiran kalau perubahan tak terduga dalam perundingan atau insiden keamanan mungkin menghambat kemajuan menuju kesepakatan akhir. 

    Kekhawatiran ini muncul pada saat yang kritis ketika ada upaya untuk mengakhiri perang di Gaza sebelum akhir tahun.

    Dalam konteks ini, seorang pejabat di entitas pendudukan mengatakan kepada Axios bahwa “ada kesenjangan dalam negosiasi mengenai perjanjian gencatan senjata di Gaza, namun semuanya dapat diisi.”

    Delegasi ke Qatar

    Sebagai bagian dari dimulainya kembali negosiasi, Channel 12 melaporkan kalau delegasi Israel berangkat ke Qatar untuk melanjutkan diskusi mengenai kesepakatan pertukaran. 

    Delegasi tersebut terdiri dari perwakilan Shin Bet, Mossad, dan tentara pendudukan Israel (IDF).

    “Ketegangan terjadi ketika para mediator di entitas pendudukan dan Palestina terus berunding untuk mengisi kesenjangan (gap/perbedaan tuntutan) yang tersisa, berkas (usulan) tersebut masih dalam tahap antisipasi yang hati-hati, dengan kemungkinan mencapai kesepakatan yang dapat mengakhiri perang saat ini untuk sementara,” kata laporan Khaberni. 

    Masih harus dilihat bagaimana perkembangan terakhir dalam perundingan ini akan mempengaruhi situasi keamanan masa depan di Gaza dan wilayah tersebut secara umum.

     

    (oln/Khbrn/*)