Program 3 Juta Rumah, Antara Kritik dan Janji yang Harus Ditepati
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP)
Maruarar Sirait
, yang akrab disapa Ara, saat ini tengah menyelesaikan rancangan
roadmap
untuk program
3 juta rumah
.
Pihaknya sedang menyiapkan beberapa skenario untuk merealisasikan program tersebut.
Ia mengatakan, peta jalan yang telah matang nantinya akan dibawa ke Senayan dalam rapat kerja
Kementerian PKP
dengan DPR RI. Rancangan itu juga akan dibawa ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI.
“Untuk memperjelas target kerja yang harus dicapai Kementerian PKP beserta rencananya,” ujar Ara, dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Jumat (17/1/2025).
Sambil menunggu peta jalan yang masih dalam tahap penyusunan, Kementerian PKP telah mengundang beberapa perwakilan asosiasi pengembang untuk berdialog.
Hal ini dilakukan karena mereka merupakan bagian dari ekosistem perumahan yang akan mendukung program tersebut.
Di antara skenario yang dipertimbangkan adalah memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025 yang telah ditetapkan.
Skenario lain termasuk realokasi APBN, sementara penggunaan APBN Perubahan akan menjadi opsi terakhir.
Dalam upaya mewujudkan Program
3 Juta Rumah
, Kementerian PKP telah menandatangani nota kesepahaman dengan Investor Perumahan (SHK) Kerajaan Qatar,
Sheikh Abdulaziz bin Abdulrahman Al Thani
.
Dalam memorandum of understanding (MoU) tersebut, Qatar berkomitmen untuk membangun 1 juta rumah.
Namun, keterlibatan Qatar dalam program ini disertai syarat, di mana mereka meminta untuk menunjuk kontraktor pembangunan sendiri.
Anggota Satuan Tugas (Satgas) Perumahan, Bonny Z Minang, mengungkapkan bahwa Qatar memilih kontraktor dari Tiongkok karena puas dengan hasil proyek sebelumnya di Afrika Selatan.
“Persyaratannya, dia akan tunjuk kontraktor China, ini persyaratannya dia. (Sedangkan) Sub-konnya kita kondisikan, harus orang Indonesia. Paham? Dia setuju,” ungkap Bonny, dalam acara ‘Ngobrol Santai bersama Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI)’ di Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Bonny menyampaikan bahwa Qatar akan menjual rumah berbentuk vertikal, sementara pemerintah hanya akan menyediakan lahan yang tidak terpakai.
“Contohnya ada lahan-lahan negara yang idle, negara memberikan lahan, dia (Qatar) bangun. Nanti, itu (rusun) dikelola setelah selesai oleh pemerintah,” tutur dia.
Dalam program Business Talk di Kompas TV, Bonny menegaskan bahwa rumah-rumah dalam program 3 juta tersebut akan disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan secara gratis.
Masyarakat yang berhak disebut tidak perlu mengeluarkan dana untuk mendapatkan rumah itu.
Sebab, negara lah yang membayar cicilan setiap bulan.
“Negara yang mencicil Rp 600.000, cicilan itu negara yang bayar,” kata Bonny.
Namun, rencana program ini tidak lepas dari kritik.
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI-P, Adian Napitupulu, mempertanyakan realisasi program tersebut.
“Semua bisa sebutkan angka besar-besar, itu menyenangkan buat kuping rakyat. Dalam konteks untuk rakyat, kita setuju. Tapi bagaimana menuju ke sana?” tanya Adian, dalam talkshow Business Talk di Kompas TV, Kamis (16/1/2025) malam.
Adian juga mempertanyakan rencana pemerintah untuk menggunakan lahan sitaan dari koruptor sebagai lokasi pembangunan rumah.
“Rencananya gimana? Kerjanya gimana? Bagaimana mendapatkan lahannya? Mau lahan para koruptor? Kalau kemudian ada novum, bukti baru, digugat ulang, enggak jadi lagi,” ungkap dia.
Ia meragukan kesiapan pemerintah untuk membangun tiga juta rumah dan meminta Wakil Menteri PKP menjelaskan rencana tersebut secara detail.
“Tapi bagaimana menuju ke sana? Tanahnya dari mana? Kemampuan produksi kita untuk bangun rumah-rumah itu kesiapannya bagaimana?” tegas Adian.
Sementara itu, Fahri Hamzah menyatakan bahwa
program 3 juta rumah
adalah janji Presiden yang harus dipenuhi.
Saat ini, pihaknya tengah mencari jalan untuk mewujudkan janji tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Negara: Qatar
-
/data/photo/2025/01/07/677d2de05f88e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Program 3 Juta Rumah, Antara Kritik dan Janji yang Harus Ditepati Nasional 19 Januari 2025
-

Israel Serang Gaza, Berdalih Syarat Gencatan Senjata Belum Dipenuhi
Gaza –
Israel kembali meluncurkan serangan ke Gaza, Palestina, dengan alasan Hamas belum menyerahkan daftar sandera yang akan dibebaskan sebagai salah satu syarat gencatan senjata. Serangan itu menyebabkan delapan orang tewas.
Dilansir Al-Jazeera dan AFP, Minggu (19/1/2025), Israel meluncurkan serangan artileri dan serangan udara di Khan Younis selatan dan Nuseirat tengah meskipun gencatan senjata Gaza dimulai menurut jadwal mediator pada pukul 08.30 pagi waktu setempat.
“Tentara Israel terus bersiap untuk pertahanan dan serangan dan tidak akan membiarkan keamanan penduduk Negara Israel dirugikan,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Gencatan senjata yang direncanakan, disetujui setelah satu tahun mediasi intensif oleh Qatar dan Mesir, adalah langkah pertama dalam proses panjang dan rapuh yang bertujuan untuk mengakhiri perang selama 15 bulan. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menginstruksikan militer bahwa gencatan senjata tidak akan dimulai sampai Israel memiliki daftar sandera yang akan dibebaskan.
Hamas sendiri menyatakan berkomitmen untuk menyediakannya. Namun, Hamas beralasan ada kendala teknis sehingga daftar itu sulit diselesaikan tepat waktu.
Hamas menyatakan anggotanya berkomunikasi secara fisik melalui utusan. Hal itu disebut membutuhkan waktu untuk menyetujui nama-nama dan lokasi para sandera ketika pesawat militer Israel masih berada di atas mereka.
Badan pertahanan sipil Gaza mengatakan serangan Israel telah menewaskan sedikitnya delapan orang dan melukai lebih dari 25 orang. Juru bicara badan tersebut Mahmud Bassal mengatakan tiga orang tewas di Gaza utara dan lima orang di Kota Gaza.
Perang di Gaza telah terjadi sejak 7 Oktober 2023. Israel berdalih serangan ke Gaza untuk menghabisi Hamas yang melakukan serangan ke wilayah mereka.
Sementara, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 46 ribu orang di Gaza. Selain itu, ada ratusan ribu orang terluka dan jutaan orang menjadi pengungsi akibat serangan Israel.
(haf/imk)
-

HNW: Gencatan senjata Israel-HAMAS tak lupakan kejahatan Israel
Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan gencatan senjata Israel dengan Palestina (HAMAS) bukan untuk memaafkan kejahatan kemanusiaan Israel terhadap warga Gaza, sebagaimana diputuskan oleh International Court of Juctice (ICJ) dan International Criminal Court (ICC).
“Sambil kita menyambut baik gencatan senjata itu, tapi juga mengingatkan soal keputusan-keputusan ICJ dan ICC atas kejahatan-kejahatan Israel yang tetap harus dilaksanakan, tidak malah dilupakan atau dimaafkan. Karena gencatan senjata yang ditandatangani oleh Israel dan Hamas (Palestina) serta negara-negara mediator memang bukan untuk melupakan keputusan-keputusan ICC dan ICJ,” kata Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Oleh karena itu, dia juga meminta agar pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mementingkan hal itu dan untuk ikut pro aktif bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara mediator seperti Qatar, Mesir dan Amerika Serikat untuk memastikan gencatan senjata di Gaza, Palestina, yang telah disepakati, dan diumumkan mulai berlaku tanggal 19 Januari 2024, dapat ditaati bersama dan tidak dilanggar oleh Israel.
“Indonesia juga perlu ikut pro aktif mengawal gencatan senjata itu agar ditaati dan dilaksanakan semua butirnya, dengan melibatkan negara-negara sahabat di PBB, OKI, negara-negara mediator dan organisasi-organisasi internasional lainnya. Ini sangat perlu dilakukan agar genosida dan kejahatan kemanusiaan di Gaza oleh Israel dapat segera dihentikan, dan penjahatnya dikenakan sanksi hukum sebagaimana keputusan ICC dan ICJ,” ujarnya.
HNW sapaan akrabnya mengatakan upaya untuk mengawal perjanjian gencatan senjata itu sangat perlu dilakukan dengan melihat track record Israel yang seringkali melanggar apa yang telah disepakati. Salah satunya adalah gencatan senjata pada November 2024 lalu dengan Lebanon, yang berulangkali dilanggar Israel dengan tetap menyerang Lebanon pasca perjanjian itu disepakati.
Dia juga meminta agar Pemerintah Indonesia membangun komunikasi dengan negara-negara anggota PBB, terutama dengan negara-negara mediator – seperti Qatar, Mesir dan Amerika Serikat – untuk memastikan bahwa Israel menaati seluruh kesepakatan gencatan senjata yang telah mereka tandatangani. Secara khusus, ia menyoroti bahwa pemimpin AS yang saat ini dan akan datang,
Presiden Joe Biden dan Presiden terpilih Donald Trump sama-sama mendukung agar gencatan senjata ini segera dilakukan. Bahkan, gencatan senjata itu diumumkan oleh Presiden Joe Biden.
“Oleh karena itu, apabila Israel kembali membangkang dengan melanggar perjanjian gencatan senjata itu, maka selain jelas menunjukkan perlawanan terhadap keputusan/policy Amerika Serikat dan arus besar warga dunia yang menyambut baik gencatan senjata, maka seharusnya Israel diberikan sanksi hukum dengan pengucilan Israel dari keanggotaan lembaga2 internasional termasuk dari keanggotaannya di PBB maupun IPU. Dan sudah semestinya kalau pemerintah dan parlemen AS makin menyadari bahwa perilaku Israel justru merugikan kepentingan luar negeri AS, sehingga sudah saatnya AS berpikir serius untuk mempertimbangkan kembali dukungan mutlaknya kepada Israel yang dilakukannya selama ini,” ujarnya.
HNW menjelaskan catatan ini perlu diberikan karena, meski Israel sudah mulai menarik mundur pasukannya, dan kantor perdana menteri Israel sudah menandatangani naskah gencatan senjata, dan jalan-jalan di Jenin mulai dibuka, tetapi tanda-tanda pelanggaran perjanjian yang sudah disepakati sudah mulai terlihat. Pasca perjanjian gencatan senjata itu ditandatangani, Israel masih terus menyerang dan mengakibatkan tewasnya 73 warga di Gaza, Palestina, termasuk korbannya adalah anak-anak dan perempuan sipil yang lagi merayakan kemenangan Gaza dengan adanya gencatan senjata tersebut.
Hal ini juga telah terkonfirmasi dan diingatkan oleh Hamas sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut, dimana pihaknya sudah mentaati butir-butir gencatan senjata, tetapi dari pihak Israel masih menunjukkan perilaku pembangkangan.
“Saya sepakat dan setuju dengan sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang secara terbuka mengutuk keras tindakan kejahatan israel sesudah ditandatanganinya gencatan senjata tersebut. Semoga pada 19 Januari besok, setelah gencatan senjata itu resmi berlaku, tidak ada lagi pelanggaran atas kesepakatan tersebut,” tuturnya.
Selanjutnya, HNW juga berpesan agar pemerintah Indonesia juga terus menjalin dukungan negara-negara di PBB untuk menaati dan menjalankan keputusan ICC dan ICJ dengan terus menuntut Israel dan pimpinannya terhadap kejahatan genosida, apartheid dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya.
Dia mengatakan gencatan senjata tersebut bukan berarti melupakan dan memaafkan berbagai kejahatan yang telah dilakukan oleh Israel dan pimpinannya.
Oleh karena itu, proses di ICJ dan ICC serta upaya untuk menangkap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant serta mereka yang terlibat sebagaimana diputuskan oleh ICJ harus tetap berjalan dan dituntaskan.
“Hendaknya itu terus dilaksanakan sebagai komitmen penegakan keadilan dan hukum internasional serta menyelamatkan marwah organisasi dan peradilan internasional, seperti PBB, ICJ dan ICC dan peradaban global. Dalam mengawal ini, wajarnya Indonesia menjadi garda terdepan sesuai perintah Konstitusi (alinea ke 4 Pembukaan UUDNRI 1945), sekalian juga untuk membayar hutang sejarah dengan bangsa Palestina yang membantu kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda,” ujarnya.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025 -

Menghitung Jam Gencatan Senjata di Gaza, Netanyahu Singgung Keberlangsungan Tahap Kedua – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Warga Palestina di Gaza sedang menghitung jam menuju gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Gencatan senjata akan dimulai pada Minggu, 19 Januari 2025, pukul 08.30 waktu setempat atau 13.30 WIB.
Mengutip Al Jazeera, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan bahwa gencatan senjata ini bisa jadi hanya bersifat sementara.
Ia mengaku, mendapat dukungan dari pemerintahan AS saat ini dan yang akan datang untuk melanjutkan pertempuran di Gaza jika negosiasi untuk tahap kedua tidak berjalan sesuai rencana.
Gencatan senjata ini terbagi menjadi tiga tahap, dan saat ini kedua belah pihak baru menyepakati tahap pertama.
Berikut adalah rincian kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas:
Tahap Pertama
Tahap pertama gencatan senjata akan berlangsung selama enam minggu.
Pada tahap ini, sejumlah pertukaran tahanan, penarikan sebagian pasukan Israel dari Gaza, dan pengiriman bantuan ke wilayah tersebut akan dilakukan.
Sebanyak 33 tahanan Israel, termasuk wanita, anak-anak, dan warga sipil berusia di atas 50 tahun, akan dibebaskan.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu bicara peluang gencatan senjata di Gaza setelah sebelumnya terjadi di front Lebanon melawan Hizbullah. (khaberni/HO)
Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan tahanan Palestina, termasuk tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup.
Bersamaan dengan pertukaran tahanan, Israel akan menarik pasukannya dari pusat-pusat populasi di Gaza ke wilayah-wilayah yang berjarak tidak lebih dari 700 meter dari perbatasan Gaza dengan Israel.
Namun, hal ini mungkin tidak mencakup Koridor Netzarim, sabuk militer yang membelah Jalur Gaza dan mengendalikan pergerakan di sepanjang wilayah tersebut.
Penarikan pasukan dari Netzarim diharapkan dilakukan secara bertahap.
Israel akan mengizinkan warga sipil untuk kembali ke rumah mereka di wilayah utara Gaza yang terkepung, di mana badan-badan bantuan memperingatkan bahwa kelaparan mungkin telah terjadi.
Bantuan akan ditingkatkan hingga 600 truk per hari.
Israel juga akan mengizinkan warga Palestina yang terluka untuk meninggalkan Jalur Gaza guna mendapatkan perawatan.
Penyeberangan Rafah akan dibuka tujuh hari setelah dimulainya pelaksanaan tahap pertama.
Pasukan Israel akan mengurangi kehadirannya di Koridor Philadelphia, wilayah perbatasan antara Mesir dan Gaza, dan kemudian menarik diri sepenuhnya paling lambat pada hari ke-50 setelah kesepakatan ini mulai berlaku.
Apa yang Terjadi Setelah Fase Pertama?
Rincian tahap kedua dan ketiga, meskipun disebutkan telah disetujui secara prinsip, baru akan dinegosiasikan selama tahap pertama.
Presiden AS, Joe Biden, menyatakan bahwa gencatan senjata akan terus berlanjut bahkan jika negosiasi pada tahap kedua dan ketiga memakan waktu lebih lama dari enam minggu yang dialokasikan untuk tahap pertama.
Israel menegaskan, tidak ada jaminan tertulis yang diberikan untuk mengesampingkan kemungkinan dimulainya kembali serangannya setelah tahap pertama selesai dan semua warga sipil yang ditawan telah dipulangkan.
Namun, menurut sumber dari Mesir yang dikutip oleh kantor berita Associated Press, ketiga mediator yang terlibat dalam perundingan – Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat – telah memberikan jaminan lisan kepada Hamas bahwa negosiasi akan terus berlanjut.
Ketiganya juga akan mendesak agar kesepakatan untuk tahap kedua dan ketiga dilaksanakan sebelum jangka waktu awal enam minggu habis.
Tahap Kedua
Jika ditetapkan bahwa persyaratan untuk tahap kedua telah terpenuhi, Hamas akan membebaskan semua tahanan yang masih hidup, yang sebagian besar adalah tentara pria, sebagai imbalan atas pembebasan lebih banyak tahanan Palestina yang berada di penjara Israel.
Selain itu, menurut dokumen yang ada, Israel akan memulai “penarikan penuh” dari Gaza.
Namun, persyaratan ini belum diputuskan oleh kabinet Israel dan mendapat tentangan dari banyak anggota sayap kanan kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Netanyahu membutuhkan dukungan dari anggotanya di kabinet untuk mempertahankan posisinya.
Tahap Ketiga
Rincian tahap ketiga masih belum jelas.
Jika persyaratan pada tahap kedua terpenuhi, tahap ketiga akan melibatkan penyerahan jenazah para tahanan yang tersisa sebagai imbalan atas pelaksanaan rencana rekonstruksi Gaza selama tiga hingga lima tahun di bawah pengawasan internasional.
Saat ini, belum ada kesepakatan mengenai siapa yang akan mengelola Gaza setelah gencatan senjata.
Amerika Serikat telah mendesak agar Otoritas Palestina (PA) dibentuk kembali untuk mengelola Gaza.
Israel, di sisi lain, belum mengusulkan bentuk pemerintahan alternatif di wilayah tersebut.
(Tribunnews.com)
-

Gencatan Senjata di Gaza Mulai Hari Ini, Houthi Ikut Setop Operasi Militer terhadap Israel – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, GAZA – Gencatan senjata kelompok Hamas dan Israel di Jalur Gaza akan dimulai pada Minggu (19/1) ini pukul 8.30 pagi waktu setempat.
Hal itu dikonfirmasi Qatar selaku mediator negosiasi gencatan senjata, bersama Amerika Serikat dan Mesir.
“Sesuai koordinasi para pihak dalam perjanjian dan mediator, gencatan senjata di Jalur Gaza akan dimulai pada pukul 8:30 pagi [13.30 WIB] pada hari Minggu, 19 Januari waktu setempat di Gaza,” kata Al Ansari pada Sabtu (18/1), dikutip AFP.
Sebelumnya Israel dan Hamas sepakat melakukan gencatan senjata pada Rabu (15/1) pekan ini.
Pemerintahan Benjamin Netanyahu juga telah menyetujui kesepakatan itu dalam pemungutan suara kabinet pada Jumat.Hasil voting itu 24 menteri sepakat, dan delapan, mayoritas politik konservatif termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, menolak.
Kesepakatan gencatan senjata itu menjadi yang kedua kali bagi Israel dan Hamas sejak agresi Israel sebagai balasan atas aksi penculikan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023.
Saat itu Hamas menculik sekitar 250 sandera dan membunuh 1.200 orang seperti diklaim pemerintah Israel.
Israel kemudian melancarkan agresi militer dan menewaskan sekitar 46.645 warga Gaza sejauh ini, berdasarkan keterangan dari Kementerian Kesehatan Palestina.
Adapun kesepakatan gencatan senjata kedua ini mencakup tiga fase. Fase pertama berlangsung 42 hari meliputi pertukaran sandera Hamas dan tahanan Palestina di Israel, penghentian serangan hingga lebih banyak bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza.
Tahap pertama perjanjian gencatan senjata akan berlangsung selama 42 hari dan akan membebaskan 33 sandera yang ditawan di Gaza oleh Hamas.
Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani, mengatakan sandera akan mencakup “perempuan sipil dan rekrutan perempuan, serta anak-anak, orang tua, warga sipil yang sakit dan terluka.”
Sementara dua sumber yang dekat dengan kelompok militan tersebut mengatakan kepada kantor berita AFP, tiga tentara wanita Israel akan menjadi orang pertama yang dibebaskan pada Minggu malam, meskipun Hamas menyebut semua warga negara Israel yang berusia militer sebagai tentara.
Sebagai imbalan atas para sandera, Israel “siap membayar harga yang mahal – ratusan dolar”, kata juru bicara pemerintah, David Mencer.
Kementerian Kehakiman Israel mengatakan 737 tahanan dan narapidana akan dibebaskan pada tahap pertama kesepakatan gencatan senjata ini. Nama-nama tersebut termasuk pria, wanita, dan anak-anak.
Namun, Israel mengatakan mereka tidak akan membebaskan siapa pun sebelum pukul 4 sore waktu setempat.
Tiga titik telah disiapkan, masing-masing di Kerem Shalom dan Erez, keduanya merupakan perbatasan dengan Gaza, dan satu di Reim di sebelah timur wilayah tersebut.
Para sandera akan dilepaskan ke titik-titik tersebut, di mana dokter dan spesialis kesehatan mental akan memeriksa mereka. Setelah ini, mereka akan diangkut ke rumah sakit di Israel melalui helikopter atau kendaraan.
Pasukan Israel akan mundur dari wilayah padat penduduk di Gaza selama 42 hari pertama untuk memungkinkan pertukaran tahanan dan warga Palestina yang mengungsi.
Adapun fase kedua diharapkan bisa mengakhiri perang dan gencatan menjadi permanen. Di tahap ini para sandera yang masih hidup akan dibebaskan, dan sebagai imbalan, ratusan tahanan Palestina di Israel dilepas.
Fase itu juga mencakup penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza. Kemudian fase ketiga pemulangan jenazah dan sisa-sisa tubuh sandera serta implementasi rencana rekonstruksi Gaza.
Pejabat Hamas menyebut kesepakatan gencatan senjata Gaza sebagai keuntungan besar yang mencerminkan sejarah yang telah dicapai melalui keteguhan Gaza, rakyatnya, dan keberanian perlawanannya.
“Ini juga merupakan penegasan kembali kegagalan penjajahan untuk mencapai salah satu tujuannya,” kata Sami Abu Zuhri kepada Reuters.
Seiring dengan kesepakatan gencatan senjata di Gaza itu, kelompok Houthi yang berbasis di Yaman juga menyampaikan rencana operasi militernya terhadap Israel.
Mohammed al-Bukhaiti, anggota biro politik Houthi, mengatakan perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas “mengakhiri perang tetapi tidak mengakhiri konflik”.
Sejak November 2023, Houthi telah memprotes perang Israel di Gaza dengan meluncurkan serangan rudal dan pesawat tak berawak ke Tel Aviv. Houthi juga menargetkan kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah dan Teluk Aden.
“Peran Yaman dalam mendukung Gaza efektif dan menentukan karena ia telah mencekik musuh dan sekutunya serta merugikan mereka banyak hal, jadi kami perkirakan permusuhan terhadapnya akan terus berlanjut dengan cara yang berbeda,” kata Mohammed al-Bukhaiti, Jumat (17/1) dilansir Al Jazeera.
“Kami menegaskan bahwa operasi militer kami akan berhenti ketika agresi berhenti, dan bahwa kebebasan navigasi adalah hak umum bagi semua negara dan bukan hak selektif bagi siapa pun,” tambahnya.(tribun network/lan/feb/dod)
-

Rudal Zulfiqa Houthi Yaman Sasar Kementerian Pertahanan Israel Jelang Gencatan Senjata di Gaza – Halaman all
IDF Buas Jelang Gencatan Senjata di Gaza, Rudal Zulfiqa Houthi Serang Kementerian Pertahanan Israel
TRIBUNNEWS.COM – Juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman (YAF) yang terafiliasi kelompok Houthi Yaman, Yahya Saree, mengumumkan pelaksanaan operasi militer yang menargetkan Kementerian Pertahanan Israel di kota Jaffa yang diduduki, RNTV melaporkan, Sabtu (18/1/2025).
Saree menyatakan bahwa rudal balistik yang mereka beri nama ‘Zulfiqa’, secara akurat mencapai sasarannya tersebut.Dia menekankan kalau sistem pertahanan udara pendudukan Israel gagal mencegatnya.
Diketahui, serangan ini terjadi jelang pelaksanaan gencatan senjata di Gaza yang dijadwalkan berlaku mulai Minggu (19/1/2025) pukul 8.30 pagi waktu setempat.
Menjelang pelaksanaan gencatan senjata itu, Israel dilaporkan melancarkan bombardemen besar-besaran ke sejumlah titik di Jalur Gaza yang mereka klaim sebagai lokasi petempur Hamas.
Serangan Houthi ini disebutkan sebagai pengingat kalau kelompok Yaman tersebut akan terus mengancam keamanan Israel selama negara pendudukan itu melakukan pengeboman di Gaza.
Terkait pelaksanaan gencatan senjata, Saree megonfirmasi adanya koordinasi yang sedang berlangsung dengan faks-faksi perlawanan Palestina jika Israel melakukan pelanggaran selama pelaksanaan perjanjian gencatan senjata.
Saree juga menegaskan kembali dukungan kelompoknya terhadap perlawanan Palestina di Gaza, menegaskan solidaritas mereka dalam menghadapi Pendudukan Israel.
Kehancuran total di Gaza Utara akibat bombardemen buta Israel yang menghantam para pengungsi. Tentara Israel disebut melakukan genosida dan pembersihan etnis di Gaza Utara untuk kemudian berencana mencaplok dan membangunnya menjadi pemukiman warga Yahudi Israel. (khaberni/HO)
Israel Lakukan 3 Pembantaian dalam 24 Jam Terakhir
Menurut situs Al Jazeera, meskipun mencapai kesepakatan, pendudukan Israel meningkatkan serangannya di Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir.
Serangan Israel itu membunuh 116 warga Palestina, termasuk 30 anak-anak dan 32 wanita, sejak perjanjian diumumkan, hingga Jumat sore, menurut Pertahanan Sipil di Gaza.
Per Sabtu, selama 24 jam terakhir, Israel juga dilaporkan melakukan 3 pembantaian terhadap keluarga-keluarga di Jalur Gaza.
“Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan bahwa pendudukan Israel melakukan tiga pembantaian terhadap keluarga di Jalur Gaza, termasuk 23 orang syahid dan 83 orang luka-luka selama 24 jam terakhir,” tulis laporan RNTV.
Kementerian Kesehatan Palestina Laporan tersebut mengonfirmasi bahwa jumlah korban agresi Israel telah meningkat menjadi 46.899 orang yang tewas dan 110.725 orang terluka sejak Oktober 2023.
Mereka menekankan kalau masih ada sejumlah korban di bawah reruntuhan dan di jalan-jalan yang tidak dapat dilalui ambulans dan kru medis.
Tentara Israel beroperasi di Jalur Gaza. (IDF)
Gencatan Senjata Akhiri Perang Tapi Tak Mengakhiri Konflik
Seperti diberitakan, gencatan senjata di Jalur Gaza direncanakan dimulai pada Minggu (19/1/2025).
Menjelang gencatan senjata di Gaza, kelompok Houthi yang berbasis di Yaman, menyampaikan rencana operasi militernya terhadap Israel.
Mohammed al-Bukhaiti, anggota biro politik Houthi, mengatakan perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas “mengakhiri perang tetapi tidak mengakhiri konflik”.
Sejak November 2023, Houthi telah memprotes perang Israel di Gaza dengan meluncurkan serangan rudal dan pesawat tak berawak ke Tel Aviv.
Houthi juga menargetkan kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah dan Teluk Aden.
“Peran Yaman dalam mendukung Gaza efektif dan menentukan karena ia telah mencekik musuh dan sekutunya serta merugikan mereka banyak hal, jadi kami perkirakan permusuhan terhadapnya akan terus berlanjut dengan cara yang berbeda,” kata Mohammed al-Bukhaiti, Jumat (17/1/2025), dilansir Al Jazeera.
“Kami menegaskan bahwa operasi militer kami akan berhenti ketika agresi berhenti, dan bahwa kebebasan navigasi adalah hak umum bagi semua negara dan bukan hak selektif bagi siapa pun,” tambahnya.
Sementara itu, Kabinet Israel telah menyetujui kesepakatan untuk gencatan senjata di Gaza yang akan membebaskan puluhan sandera yang ditawan di sana dan menghentikan perang selama 15 bulan dengan Hamas.
Hal itu membuat kedua pihak selangkah lebih dekat untuk mengakhiri pertempuran.
Gencatan Senjata Harus Dimulai Sesuai Rencana
Gencatan senjata di Jalur Gaza harus dimulai pada Minggu (19/1/2025) sesuai rencana, meskipun para negosiator perlu menyelesaikan ‘masalah’ di menit-menit terakhir.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken.
“Tidak mengherankan bahwa dalam proses dan negosiasi yang sangat menantang dan menegangkan ini, Anda mungkin mendapatkan jalan keluar yang longgar,” kata Antony Blinken dalam konferensi pers di Washington, Kamis (16/1/2025), dikutip dari Arab News.
“Kami sedang menyelesaikan jalan keluar yang longgar itu saat kita berbicara,” sambungnya.
Seorang pejabat AS, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan para pihak membuat kemajuan yang baik dalam menyelesaikan hambatan-hambatan di menit-menit terakhir.
“Saya pikir kita akan baik-baik saja,” kata pejabat itu kepada Reuters.
Sebelumnya pejabat itu mengatakan, satu-satunya perselisihan yang tersisa adalah mengenai identitas beberapa tahanan yang ingin dibebaskan Hamas.
Utusan Presiden Joe Biden dan Presiden terpilih Donald Trump berada di Doha dengan mediator Mesir dan Qatar yang bekerja untuk menyelesaikannya, kata pejabat itu.
Tahap Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza
Tahap Pertama
Tahap pertama dimulai pada Minggu (19/1/2025), menurut mediator Qatar.
Diberitakan AP News, berikut ini hal-hal terkait kesepakatan gencatan senjata:
Penghentian pertempuran selama enam minggu akan dimulai, membuka negosiasi untuk mengakhiri perang.
Sebanyak 33 dari hampir 100 sandera akan dibebaskan selama periode tersebut, meskipun tidak jelas apakah lebih dari separuhnya masih hidup.
Amerika Serikat mengatakan fase ini juga mencakup penarikan pasukan Israel dari daerah berpenduduk padat di Gaza. Itu akan memungkinkan banyak warga Palestina yang mengungsi untuk kembali ke rumah-rumah mereka yang tersisa. Banyak lingkungan telah hancur menjadi puing-puing.
Bantuan kemanusiaan akan melonjak, dengan ratusan truk memasuki Gaza setiap hari.
Rincian akhir yang masih dikerjakan termasuk daftar ratusan tahanan Palestina yang akan dibebaskan.Tahap Kedua
Tahap kedua lebih sulit, berikut rinciannya:
Negosiasi untuk fase ini akan dimulai pada hari ke-16 gencatan senjata.
Tahap ini akan mencakup pembebasan semua sandera yang masih hidup, termasuk tentara pria.
Pasukan Israel akan mundur dari Jalur Gaza.
Namun, Israel mengatakan tidak akan menyetujui penarikan penuh sampai kemampuan militer dan politik Hamas dihilangkan.
Hamas mengatakan pihaknya tidak akan menyerahkan sandera terakhir sampai Israel menarik semua pasukannya.Tahap Ketiga
Tahap ketiga menyerukan pemulangan jenazah para sandera yang masih berada di Gaza dan dimulainya pembangunan kembali besar-besaran di Gaza, yang masih harus dibangun kembali selama puluhan tahun.
Belum jelas pula siapa yang akan menanggung biayanya.
Ilustrasi – Tank Pasukan Israel di wilayah Gaza Utara dalam operasi militer darat di wilayah kantung Palestina tersebut. (khaberni/tangkap layar)
Diketahui, kesepakatan gencatan senjata muncul pada Rabu (15/1/2025) setelah mediasi oleh Qatar, Mesir, dan AS untuk menghentikan perang di Gaza.
Kesepakatan tersebut menguraikan gencatan senjata awal selama enam minggu dengan penarikan pasukan Israel secara bertahap.
Puluhan sandera yang ditawan oleh Hamas akan dibebaskan sebagai ganti ratusan tahanan Palestina yang ditahan di Israel.
Hal ini membuka jalan bagi lonjakan bantuan kemanusiaan untuk Gaza, tempat mayoritas penduduk telah mengungsi, menghadapi kelaparan, penyakit, dan kedinginan.
Deretan truk bantuan berbaris di kota perbatasan Mesir, El-Arish, menunggu untuk menyeberang ke Gaza, setelah perbatasan dibuka kembali.
Perdamaian juga dapat memberikan manfaat yang lebih luas di Timur Tengah, termasuk mengakhiri gangguan terhadap perdagangan global dari gerakan Houthi Yaman yang berpihak pada Iran yang telah menyerang kapal-kapal di Laut Merah.
Pemimpin gerakan tersebut, Abdul Malik Al-Houthi, mengatakan kelompoknya akan memantau gencatan senjata dan melanjutkan serangan jika dilanggar.
Perang Israel di Gaza telah menewaskan sebanyak 46.876 warga Palestina dan melukai 110.642 orang sejak 7 Oktober 2023.
Setidaknya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas hari itu dan lebih dari 200 orang ditawan.
(oln/rntv/khbrn/*)
-

4 Hal Tentang Gencatan Senjata Gaza yang Berlangsung Mulai Minggu
Jakarta –
Gencatan senjata di Gaza telah disepakati oleh Israel dan Hamas. Namun, Israel masih terus menyerang Gaza meski telah menyepakati gencatan senjata dengan kelompok militan Palestina, Hamas.
Berikut informasinya.
Gencatan senjata terjadi antara kelompok militan Palestina, Hamas dengan Israel. Gencatan senjata di Gaza tersebut itu akan dimulai pada Minggu (19/1/2025).
“Seperti yang dikoordinasikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian dan para mediator, gencatan senjata di Jalur Gaza akan dimulai pada pukul 08.30 pagi pada hari Minggu, 19 Februari, waktu setempat di Gaza”. kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al Ansari, dalam keterangan di X.
Tahap pertama gencatan senjata ini, dimulai dengan penyaluran bantuan kemanusiaan ke seluruh Gaza. Selain itu, 33 tawanan Israel juga akan dibebaskan.
“Kami tidak akan pernah menyerah terhadap rakyat Gaza,” sambungnya.
Ia berharap gencatan senjata ini bisa permanen. Sehingga, perang bisa diakhiri.
2. Warga Gaza Sambut Gencatan Senjata
Warga Gaza menyambut gencatan senjata dengan suka cita. Kerumunan orang berpelukan merayakan pengumuman ini.
“Saya tidak percaya mimpi buruk yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun ini akhirnya akan segera berakhir. Kami telah kehilangan begitu banyak orang, kami kehilangan segalanya,” kata warga Palestina bernama Randa Sameeh.
Perayaan gencatan senjata warga Gaza (Foto: AFP/Reuters)3. Pemerintah Israel Setuju Gencatan Senjata di Gaza
Kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan secara resmi pada Sabtu (18/1/2025), bahwa kabinet pemerintahan Israel telah menyetujui kesepakatan dengan Hamas untuk gencatan senjata dan pembebasan sandera di Jalur Gaza.
Persetujuan ini diberikan setelah kabinet Netanyahu menggelar rapat selama lebih dari enam jam pada Sabtu (18/1) pagi. Disebutkan oleh kantor Netanyahu dalam pernyataannya bahwa pemerintah Israel telah meratifikasi perjanjian tersebut.
“Pemerintah telah menyetujui kerangka pemulangan para sandera. Kerangka kerja untuk pembebasan sandera akan mulai berlaku pada Minggu (19/1) waktu setempat,” demikian pernyataan kantor Netanyahu.
Baca berita di halaman selanjutnya.
-

Gencatan Senjata Gaza Akan Dimulai: Ini Kemungkinan Fase Pembebasan Sanderanya – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Gencatan senjata di Jalur Gaza dijadwalkan mulai berlaku pada Minggu, 19 Januari 2025, pukul 08.30 waktu setempat (06.30 GMT).
Kementerian Luar Negeri Qatar mengumumkan bahwa gencatan senjata ini merupakan hasil dari koordinasi antara berbagai pihak yang terlibat.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari, menyampaikan informasi ini melalui media sosial X, menekankan pentingnya bagi warga untuk berhati-hati dan menunggu petunjuk dari sumber resmi.
Pemerintah Israel juga telah memberikan persetujuan resmi terhadap perjanjian gencatan senjata yang dimediasi dengan Perlawanan Palestina.
Menurut laporan Axios, 24 menteri Israel mendukung kesepakatan tersebut, sementara delapan menteri lainnya menolak.
Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengonfirmasi bahwa pemerintah telah menyetujui kesepakatan ini setelah melalui proses yang intens.
Sumber Palestina yang berbicara kepada Al Mayadeen mengungkapkan rincian mengenai perjanjian pertukaran tahanan yang terkait dengan gencatan senjata.
Sebanyak 30 tahanan Palestina, termasuk wanita dan anak-anak, akan dibebaskan dari penjara Israel pada Jumat, 17 Januari 2025.
Selain itu, tahanan berusia 50 tahun ke atas atau yang menderita penyakit juga akan dibebaskan.
Perjanjian ini mencakup ketentuan bahwa untuk setiap tentara wanita Israel yang dibebaskan, akan diganti dengan 30 tahanan Palestina yang menjalani hukuman seumur hidup, dan 20 lainnya dengan hukuman panjang.
Fase awal perjanjian juga berfokus pada tahanan Palestina yang sebelumnya terlibat dalam kesepakatan pertukaran tahun 2011 namun kemudian ditangkap kembali, yang berjumlah 47 orang.
Tahanan Palestina yang dibebaskan berdasarkan kesepakatan ini tidak akan ditangkap kembali dengan tuduhan yang sama.
Dan mereka tidak perlu menjalani sisa kalimat awal mereka maupun menandatangani dokumen apa pun sebagai syarat untuk pembebasan.
Dengan gencatan senjata yang akan dimulai, harapan akan terciptanya perdamaian di Gaza semakin menguat, meskipun tantangan masih ada di depan.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
-

Gencatan Gaza Tunjukkan Kegigihan Perlawanan terhadap Israel
Beirut –
Pemimpin Hizbullah Naim Qassem mengucapkan selamat kepada Palestina atas tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza. Qassem menyebut kesepakatan itu membuktikan “kegigihan perlawanan” terhadap Israel.
Ini menjadi komentar pertama Hizbullah sejak Hamas dan Israel mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Jalur Gaza pada Rabu (15/1) waktu setempat. Baik Hizbullah maupun Hamas sama-sama didukung oleh Iran, musuh abadi Israel.
“Kesepakatan ini, yang tidak berubah dari apa yang diusulkan pada Mei 2024, membuktikan kegigihan kelompok-kelompok perlawanan, yang mendapatkan apa yang mereka inginkan sementara Israel tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan,” kata Qassem seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (18/1/2025).
Kesepakatan gencatan senjata Gaza, yang dimediasi Qatar, Mesir dan Amerika Serikat (AS) itu, akan berlangsung mulai Minggu (19/1) waktu setempat, selama enam minggu dan dalam tiga tahap.
Pada tahap pertama, Hamas akan membebaskan 33 sandera Israel, termasuk sandera wanita (mencakup tentara dan warga sipil), sandera anak-anak, dan sandera laki-laki berusia 50 tahun ke atas.
Sementara Israel akan membebaskan semua tahanan perempuan dan anak-anak Palestina, berusia di bawah 19 tahun, yang selama ini ditahan di penjara-penjara Israel pada akhir tahap pertama.
Jumlah tahanan Palestina yang dibebaskan Israel akan bergantung pada jumlah sandera yang dibebaskan Hamas dari Jalur Gaza. Diperkirakan jumlahnya mencapai antara 990 tahanan hingga 1.650 tahanan Palestina, termasuk pria, wanita dan anak-anak.
