Negara: Prancis

  • Suara Negara-negara Arab Kecam Hamas untuk Pertama Kalinya

    Suara Negara-negara Arab Kecam Hamas untuk Pertama Kalinya

    Gaza

    Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab mengecam kelompok militan Palestina, Hamas. Negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

    Negara-negara Arab yang dimaksud sebut saja Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, dan Turki. Mereka menandatangani deklarasi bersama dan menyerukan Hamas untuk melucuti persenjataannya, membebaskan semua sandera yang ditawan dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.

    Dilansir Newsweek, Kamis (31/7/2025), sebanyak 17 negara, ditambah Liga Arab yang beranggotakan 22 negara dan seluruh Uni Eropa, mendukung deklarasi yang disepakati pada konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang menghidupkan kembali solusi dua negara bagi Israel dan Palestina.

    “Deklarasi New York” tersebut menetapkan rencana bertahap untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung hampir delapan dekade dan perang yang sedang berlangsung di Gaza. Rencana tersebut akan berpuncak pada Palestina yang merdeka, hidup berdampingan secara damai dengan Israel, dan pada akhirnya integrasi mereka ke dalam kawasan Timur Tengah yang lebih luas.

    Foto: Korban tewas akibat serangan Israel di Gaza (AFP/OMAR AL-QATTAA)

    “Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,” demikian isi deklarasi tersebut.

    “Kami mengutuk serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober,” tambah deklarasi tersebut. “Kami juga mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil di Gaza dan infrastruktur sipil, pengepungan, dan kelaparan, yang telah mengakibatkan bencana kemanusiaan yang dahsyat dan krisis perlindungan,” imbuh deklarasi tersebut.

    Deklarasi tersebut juga mengutuk serangan mematikan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang, yang memicu perang di Gaza. Ini menandai kecaman pertama oleh hampir semua negara Arab atas serangan Hamas tersebut.

    Deklarasi tersebut juga mengutuk serangan Israel di Gaza yang menewaskan warga sipil, menyerukan Israel untuk meninggalkan banyak kebijakannya selama perang dan setelahnya, termasuk pembatasan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, pemerintahan militer dan pembangunan permukiman di Tepi Barat, kegagalannya mencegah tindak kekerasan para pemukim terhadap warga Palestina, dan dugaan perubahan status quo di Yerusalem.

    Warga Palestina tinggal di rumah-rumah yang sudah hancur karena serangan Israel. Foto: REUTERS/Ramadan Abed

    Deklarasi tersebut juga menyerukan kemungkinan pengerahan pasukan asing untuk menstabilkan Gaza setelah berakhirnya perang.

    Siapa yang mempelopori deklarasi ini? ternyata adalah Prancis dan Arab Saudi. Kedua negara yang menjadi ketua konferensi internasional itu, menyebut deklarasi tersebut “bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya.” Prancis pun menyerukan negara-negara anggota PBB untuk mendukung deklarasi yang menguraikan langkah-langkah konkret menuju implementasi solusi dua negara itu.

    “Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Timur Tengah mengutuk Hamas, mengutuk 7 Oktober, menyerukan perlucutan senjata Hamas, menyerukan pengucilannya dari pemerintahan Palestina, dan dengan jelas menyatakan niat mereka untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di masa mendatang,” kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot.

    Namun, meskipun deklarasi tersebut mencakup janji umum untuk “integrasi regional penuh” dan “langkah-langkah konkret dalam mempromosikan pengakuan bersama, koeksistensi damai, dan kerja sama di antara semua negara di kawasan,” deklarasi tersebut tidak memuat niat eksplisit dari para penandatangan untuk membangun hubungan diplomatik penuh dengan Israel.

    Deklarasi yang dipelopori oleh Prancis dan Arab Saudi ini ditandatangani oleh Liga Arab, Uni Eropa, Mesir, Qatar, Yordania, Turki, Indonesia, Inggris, Kanada, Irlandia, Spanyol, Italia, Jepang, Brasil, Meksiko, Norwegia, dan Senegal.

    Halaman 2 dari 3

    (isa/isa)

  • Alasan Pemberian Visa Cascade, Tak Banyak WNI Berminat Tinggal di Eropa

    Alasan Pemberian Visa Cascade, Tak Banyak WNI Berminat Tinggal di Eropa

    Bisnis.com, JAKARTA – Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Denis Chaibi mengungkap alasan pihaknya memberlakukan skema Visa Cascade kepada Indonesia.

    Chaibi mengatakan bahwa salah satu faktor utama pemberian status Visa Cascade adalah minimnya minat Warga Negara Indonesia (WNI) untuk tinggal di Eropa. 

    Hal tersebut terlihat dari rendahnya tingkat ketidakkembalian (non-return rate) warga Indonesia yang memperoleh visa Uni Eropa.

    “WNI sangat mencintai tanah airnya dan sebagian besar tidak berniat tinggal di Eropa. Mayoritas pemegang visa ini kembali ke Indonesia. Hal tersebut menjadi faktor penting dalam pemberian kemudahan tersebut,” kata Chaibi dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (31/7/2025).

    Chaibi menjelaskan bahwa langkah tersebut bersifat politis karena banyak negara lain yang memiliki tingkat ketidakkembalian yang rendah.

    Meski begitu dalam 10 tahun terakhir, tambah Chaibi, Uni Eropa berupaya bertindak sesuai dengan potensi hubungan bilateralnya. 

    Menurutnya, para duta besar negara anggota Uni Eropa di Indonesia telah memberi tekanan kuat kepada pemerintah masing-masing untuk mendorong kemajuan dalam pemberian status visa tersebut.

    “Faktor utama yang mendorong pemberian Visa Sascade ini adalah kemitraan yang kuat dan keinginan kami untuk menjalin kemitraan yang lebih erat dengan Indonesia,” katanya.

    Chaibi memaparkan perbedaan status Visa Cascade yang diperoleh Indonesia dengan negara-negara lain. Pada umumnya, negara-negara penerima visa ini harus melalui dua tahap perantara.

    Pertama, memperoleh visa satu tahun dengan tiga kunjungan sukses. Kedua, pendatang akan memperoleh visa selama dua tahun dengan satu kunjungan sukses lagi. Setelah itu, barulah para pendatang akan mendapatkan visa multi-entry berdurasi lima tahun.

    Adapun, pengunjung dari Indonesia tidak perlu melewati dua tahapan pertama. WNI akan langsung memperoleh visa multiple-entry berdurasi lima tahun tanpa harus melalui dua tahap awal. 

    “Ini merupakan loncatan besar dan kemudahan signifikan bagi warga Indonesia,” jelasnya.

    Chaibi menambahkan fokus utama Uni Eropa saat ini adalah menembangkan sistem visa digital. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan sistem yang sepenuhnya terdigitalisasi, di mana pemohon dapat melakukan sebagian besar proses dari komputer masing-masing, termasuk proses verifikasi.

    Melalui fokus yang besar pada digitalisasi sistem, Uni Eropa tidak memiliki banyak ruang untuk mengembangkan kebijakan di luar pemberian Visa Cascade. Apalagi, Visa Cascade diimplementasikan oleh negara-negara anggota melalui kedutaan masing-masing.

    “Sedangkan liberalisasi visa merupakan kewenangan Brussels. Jadi, prioritasnya kini adalah digitalisasi penuh,” kata Chaibi.

    Melansir laman resmi Komisi Eropa, kebijakan Visa Cascade resmi diberlakukan pada 23 Juli 2025. WNI yang berdomisili di Indonesia dapat memperoleh Visa Schengen multi-entry dengan masa berlaku hingga lima tahun, setelah sebelumnya pernah mendapatkan dan menggunakan satu visa secara sah dalam tiga tahun terakhir selama masa berlaku paspor masih mencukupi. 

    “Selama masa berlaku visa tersebut, pemegang visa akan memiliki hak perjalanan yang setara dengan warga negara bebas visa,” jelasnya.

    Kebijakan tersebut menjadi tonggak penting dalam hubungan bilateral Uni Eropa dan Indonesia, dan diumumkan dalam pertemuan bilateral antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada 13 Juli. 

    Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mempererat koneksi antarwarga, di samping kerja sama dalam bidang perdagangan dan pendidikan.

    Sebagai informasi, Visa Schengen memungkinkan pemegangnya untuk bepergian bebas di wilayah Schengen untuk kunjungan jangka pendek, maksimal 90 hari dalam periode 180 hari. 

    Visa ini tidak mengikat tujuan perjalanan, namun tidak memberikan hak untuk bekerja. Kawasan Schengen terdiri dari 29 negara Eropa, termasuk 25 negara anggota UE seperti Jerman, Prancis, Belanda, Italia, dan Spanyol, serta empat negara non-UE yakni Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss.

  • Pembuat ChatGPT Bikin Data Center Raksasa Pakai 100 Ribu Chip Nvidia

    Pembuat ChatGPT Bikin Data Center Raksasa Pakai 100 Ribu Chip Nvidia

    Jakarta

    OpenAI, pembuat ChatGPT, mengumumkan peluncuran data center AI bernama Stargate di Norwegia, menandai investasi pertamanya ke Eropa dengan proyek semacam itu.

    Perusahaan Inggris Nscale akan merancang dan membangun proyek tersebut sebagai bagian dari usaha patungan 50-50 dengan perusahaan infrastruktur energi Norwegia, Aker. OpenAI nantinya akan membeli kapasitas dari pusat data tersebut.

    “Salah satu tujuan proyek ini adalah untuk bermitra dengan OpenAI dan memanfaatkan komputasi berdaulat Eropa untuk merilis layanan dan fitur tambahan ke benua Eropa,” ujar Josh Payne, CEO Nscale, kepada CNBC yang dikutip detikINET, Kamis (31/7/2025).

    OpenAI menyebut situs ini bertujuan menyediakan 100.000 unit GPU Nvidia pada akhir tahun 2026 dan diharapkan berkembang secara signifikan di tahun-tahun selanjutnya. Data center tersebut akan beroperasi sepenuhnya dengan energi terbarukan dan memiliki kapasitas 230 megawatt, menjadikannya salah satu yang terbesar di Eropa.

    GPU Nvidia sendiri telah menjadi pilihan chip de facto untuk pusat data karena kemampuannya menangani beban kerja AI yang besar.

    Untuk proyek di Norwegia, Nscale dan Aker masing-masing telah berkomitmen sekitar USD 1 miliar untuk fase awal proyek. Lokasinya di Kvandal, Norwegia utara. Wilayah tersebut punya tenaga air yang melimpah dan permintaan listrik lokal yang rendah.

    Stargate awalnya diluncurkan tahun ini di AS sebagai proyek infrastruktur antara OpenAI, Oracle, SoftBank Jepang, dan MGX UEA. Proyek ini bertujuan untuk menginvestasikan USD 500 miliar selama empat tahun ke depan, membangun infrastruktur AI.

    OpenAI berupaya untuk membawa inisiatif ini secara global. Pada bulan Juni, perusahaan dan mitranya mengumumkan rencana untuk membangun kampus Stargate di UEA. Sementara itu, Eropa telah mendorong konsep AI berdaulat, yang mengharuskan data center dan beban kerja AI berlokasi dan diproses di wilayah Eropa.

    Dalam kunjungannya ke Eropa tahun ini, CEO Nvidia, Jensen Huang, mendesak benua ini untuk membangun lebih banyak infrastruktur AI. Sementara perusahaan AI Prancis, Mistral, mengumumkan rencana untuk menggunakan GPU Nvidia di data center baru yang direncanakan di Prancis.

    (fyk/fay)

  • Visa Schengen Cascade Berlaku, Permudah Akses dan Perkuat Bisnis RI–Uni Eropa

    Visa Schengen Cascade Berlaku, Permudah Akses dan Perkuat Bisnis RI–Uni Eropa

    Bisnis.com, JAKARTA — Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Denis Chaibi mengungkapkan fasilitas baru berupa Visa Schengen Cascade yang sudah mulai berlaku bagi warga negara Indonesia dapat mempermudah bisnis antara kedua belah pihak. 

    Chaibi mengatakan bahwa sistem ini akan memungkinkan pelaku bisnis merencanakan perjalanan dengan lebih baik karena tak perlu khawatir masa berlaku visa habis. Pasalnya, melalui fasilitas baru ini, masyarakat Indonesia akan mendapatkan visa masuk berkali-kali (multi-entry) selama lima tahun. 

    Dengan demikian, hal ini akan jauh lebih praktis, lebih murah, dan tidak perlu mengunjungi kedutaan dari negara-negara yang tergabung dalam Schengen berkali-kali. Dalam sistem sebelumnya, Visa Schengen hanya berlaku 180 hari. 

    “Kami melihat banyak sekali keuntungan, dan kami benar-benar menantikan implementasi program ini serta kedatangan warga Indonesia ke Eropa dan penguatan hubungan ekonomi yang lebih kuat di bawah CEPA,” katanya dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (31/7/2025). 

    Chaibi menyampaikan bahwa Indonesia memiliki akses terbaik ke Eropa. Fasilitas baru yang dirinya lebih suka sebut sebagai visa ladder ini menandakan token of recognition alias tanda pengakuan dari Uni Eropa untuk Indonesia. 

    “Kami sangat berminat untuk menarik lebih banyak pelaku bisnis ke Indonesia berkat sistem Visa Cascade ini, yang saya sebut sebagai ladder,” lanjutnya. 

    Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Indonesia juga telah memberikan kemudahan bagi turis asal Eropa yang datang ke Indonesia melalui visa on arrival bagi 27 negara Uni Eropa. 

    Airlangga meyakini kebijakan baru ini akan berdampak langsung pada ekonomi dan bisnis, di mana komunitas bisnis kedua pihak memiliki fleksibilitas lebih besar sehingga pengusaha kini dapat menghadiri pameran dagang, forum bisnis, pertemuan investasi di seluruh Eropa dengan lebih mudah.

    Mobilitas yang semakin meningkat tidak hanya tentang perjalanan untuk rekreasi, tetapi juga untuk bisnis, perdagangan, workshop, riset pasar, hingga jaringan bisnis. 

    Pasalnya, tambah Airlangga, saat ini Indonesia telah aktif berpartisipasi dalam pameran dagang besar di Eropa seperti Hannover Messe, SIAL Paris, Ambiente Frankfurt, Food Ingredients in Europe, Paris Fashion Weeks, Biofac, sampai Medica Dusseldorf.

    “Saya berharap kebijakan visa berjenjang baru ini dapat lebih memperkuat kehadiran global Indonesia dan membuka peluang ekspor yang lebih besar di pasar Eropa, serta menawarkan beragam produk dan harga yang lebih kompetitif bagi Uni Eropa,” tutur Airlangga. 

    Untuk diketahui, visa baru ini berlaku bagi para WNI yang mengunjungi Uni Eropa untuk kedua kalinya dapat mengajukan Visa Schengen yang bersifat multi-entry. Artinya, warga Indonesia yang mengunjungi Uni Eropa untuk kedua kalinya akan bisa mengajukan Visa Schengen multi-entry. 

    Melansir laman resmi Uni Eropa, EEAS, fasilitas ini telah mulai berlaku per 23 Juli 2025. WNI yang tinggal di Indonesia kini dapat memperoleh visa Schengen masuk ganda dengan masa berlaku lima tahun setelah memperoleh dan menggunakan secara sah satu visa dalam tiga tahun terakhir, asalkan paspor masih memiliki masa berlaku yang cukup. 

    Dengan demikian, selama masa berlaku visa ini, pemegang visa menikmati hak perjalanan yang setara dengan warga negara yang bebas visa.

    Kesepakatan ini merupakan bagian dari inisiatif yang lebih luas untuk memperkuat hubungan antarmasyarakat, bersamaan dengan kemajuan dalam perdagangan dan pendidikan. Visa ini tidak terikat tujuan, tetapi tidak memberikan hak untuk bekerja.

    Wilayah Schengen terdiri dari 29 negara Eropa (di antaranya 25 negara anggota Uni Eropa), yakni Belgia, Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Denmark, Jerman, Estonia, Yunani, Spanyol, Prancis, Italia, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Hongaria, Malta, Belanda, Austria, Polandia, Portugal, Rumania, Slovenia, Slovakia, Finlandia, dan Swedia, serta Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss.

  • Presiden Abbas Puji Deklarasi Bersama Pengakuan Negara Palestina: Langkah Bersejarah

    Presiden Abbas Puji Deklarasi Bersama Pengakuan Negara Palestina: Langkah Bersejarah

    JAKARTA – Presiden Mahmoud Abbas mengapresiasi deklarasi sejumlah negara dalam pernyataan bersama terkait pengakuan negara Palestina, menilai hal tersebut sebagai langkah bersejarah.

    Selain pengakuan Negara Palestina dengan implementasi solusi dua negara, pernyataan bersama tersebut juga menyerukan negara lain yang belum mengakui Negara Palestina untuk mengikuti langkah serupa, mendesak gencatan senjata segara di Gaza.

    Presiden Abbas memuji sikap berani negara-negara sahabat ini yang menegaskan komitmen terhadap visi solusi dua negara dan perdamaian berdasarkan hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan.

    Presiden Abbas sendiri menegaskan kembali komitmennya terhadap janji-janji yang telah dibuatnya untuk mewujudkan hal tersebut.

    “Pengakuan Negara Palestina oleh negara-negara ini, atau deklarasi kesediaan mereka untuk mengakui Negara Palestina, merupakan langkah bersejarah menuju tercapainya perdamaian yang adil dan komprehensif serta memperkuat upaya internasional untuk mengakhiri pendudukan Israel dan mendirikan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” kata Presiden Abbas dikutip dari WAFA 30 Juli.

    Presiden Abbas mengajak negara-negara lain untuk bergabung dalam seruan ini, berkontribusi dalam memajukan proses politik berdasarkan solusi dua negara, guna memastikan keamanan dan stabilitas bagi seluruh rakyat di kawasan.

    Diberitakan sebelumnya, lima belas negara, termasuk Finlandia, Kanada, Australia dan sejumlah negara Eropa menandatangani deklarasi bersama yang dipimpin Prancis, menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, pembebasan semua sandera yang ditawan Hamas dan dorongan internasional baru untuk solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina.

    “Kami, Menteri Luar Negeri Andorra, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis, Islandia, Irlandia, Luksemburg, Malta, Selandia Baru, Norwegia, Portugal, San Marino, Slovenia, dan Spanyol, menegaskan kembali komitmen teguh kami terhadap visi solusi dua negara,” ujar Kementerian Luar Negeri Prancis, melansir Anadolu.

    Para menteri luar negeri dari 15 negara tersebut pada Selasa malam mengeluarkan pernyataan bersama menyusul konferensi tingkat tinggi mengenai implementasi solusi dua negara di Markas PBB, New York yang diketuai bersama oleh Prancis dan Arab Saudi, yang bertujuan untuk menghidupkan kembali solusi dua negara antara Israel dan Palestina.

    “Di New York, bersama 14 negara lainnya, Prancis mengeluarkan seruan kolektif: kami menyatakan keinginan kami untuk mengakui Negara Palestina dan mengundang mereka yang belum melakukannya untuk bergabung dengan kami,” tulis Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot di media sosial X, dikutip dari Daily Sabah.

    Menurut pernyataan bersama tersebut, para penandatangan menggarisbawahi, dua negara demokratis, Israel dan Palestina, harus hidup berdampingan secara damai di dalam perbatasan yang aman dan diakui secara internasional, sejalan dengan hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan.

    Mereka juga menekankan pentingnya menyatukan Jalur Gaza dan Tepi Barat di bawah Otoritas Palestina.

  • Utusan Trump ke Israel untuk Bahas Gencatan Senjata Gaza

    Utusan Trump ke Israel untuk Bahas Gencatan Senjata Gaza

    Jakarta

    Utusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Steve Witkoff akan tiba di Israel pada hari Kamis (31/7) waktu setempat, dalam upaya menyelamatkan perundingan gencatan senjata Gaza dan mengatasi krisis kemanusiaan di wilayah Palestina tersebut.

    Perundingan gencatan senjata tidak langsung antara Israel dan kelompok Hamas di Doha, Qatar berakhir dengan kebuntuan pekan lalu. Kedua belah pihak saling menyalahkan atas kebuntuan tersebut.

    Kunjungan Witkoff dilakukan di tengah meningkatnya tekanan internasional terkait Gaza, dengan jumlah warga Palestina yang tewas dalam hampir dua tahun perang, kini telah melampaui 60.000 jiwa. Utusan khusus AS untuk Timur Tengah itu akan mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Dilaporkan bahwa aksi-aksi protes rencananya akan digelar di Tel Aviv dan Yerusalem untuk menuntut pemerintah mengakhiri perang di Gaza.

    Netanyahu telah mengatakan ia tidak akan mengakhiri perang sampai Hamas tidak lagi menguasai wilayah tersebut dan meletakkan senjatanya. Hamas telah menolak seruan untuk melucuti senjatanya.

    Qatar dan Mesir, yang memediasi upaya gencatan senjata, mendukung deklarasi pada hari Selasa (29/7) lalu yang dipelopori oleh Prancis dan Arab Saudi, yang menguraikan langkah-langkah untuk solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina.

    Deklarasi tersebut menyatakan Hamas “harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina”.

    Deklarasi yang dikeluarkan dalam konferensi internasional di Markas PBB di New York tersebut, menandai kecaman pertama terhadap kelompok Hamas dari negara-negara Arab.

    “Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,” demikian bunyi deklarasi tersebut.

    “Setelah gencatan senjata, sebuah komite administratif transisi harus segera dibentuk untuk beroperasi di Gaza di bawah naungan Otoritas Palestina,” bunyi deklarasi tersebut.

    “Kami mengutuk serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober,” tambah deklarasi tersebut. “Kami juga mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil di Gaza dan infrastruktur sipil, pengepungan, dan kelaparan, yang telah mengakibatkan bencana kemanusiaan yang dahsyat dan krisis perlindungan,” imbuh deklarasi tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Menteri Israel Bicara Kemungkinan Caplok Sebagian Gaza

    Menteri Israel Bicara Kemungkinan Caplok Sebagian Gaza

    Jakarta

    Seorang menteri Israel mengatakan bahwa negaranya bisa mengancam akan mencaplok sebagian wilayah Gaza untuk meningkatkan tekanan terhadap kelompok militan Hamas.

    Hal itu disampaikan Zeev Elkin, menteri yang menjadi anggota kabinet keamanan pimpinan Perdana Menteri Israel Benjamin Israel pada Rabu (30/7), sehari setelah Inggris menyatakan akan mengakui negara Palestina pada bulan September. Inggris mengatakan akan mengumumkan pengakuan negara Palestina, kecuali Israel mengambil langkah-langkah untuk meringankan penderitaan di Gaza dan mencapai gencatan senjata dalam perang dengan Hamas.

    Menuduh Hamas mencoba mengulur-ulur perundingan gencatan senjata untuk mendapatkan konsesi Israel, Elkin mengatakan kepada media publik Kan, bahwa Israel mungkin akan memberikan ultimatum kepada kelompok tersebut untuk mencapai kesepakatan sebelum memperluas aksi militernya.

    “Hal yang paling menyakitkan bagi musuh kami adalah kehilangan tanah,” katanya, dilansir Arab News, Kamis (31/7/2025).

    “Klarifikasi kepada Hamas bahwa saat mereka mempermainkan kami, mereka akan kehilangan tanah yang tidak akan pernah mereka dapatkan kembali, akan menjadi alat tekanan yang signifikan,” imbuh pejabat Israel tersebut.

    Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Selasa lalu, mengecam keputusan pemerintah Inggris untuk mengakui negara Palestina. Dia menyebut keputusan Inggris tersebut “memberikan ganjaran bagi terorisme mengerikan Hamas.”

    Israel membuat komentar serupa pekan lalu setelah Prancis juga mengumumkan akan mengakui negara Palestina pada September mendatang.

    Sementara itu, negara-negara Arab dan Muslim, termasuk Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, dan Turki, menandatangani deklarasi bersama, yang untuk pertama kalinya mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Mereka juga menyerukan kelompok militan Palestina tersebut untuk melucuti persenjataannya, membebaskan semua sandera yang ditawan dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.

    Dilansir Newsweek, Kamis (31/7/2025), sebanyak 17 negara, ditambah Liga Arab yang beranggotakan 22 negara dan seluruh Uni Eropa, mendukung deklarasi yang disepakati pada konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang menghidupkan kembali solusi dua negara bagi Israel dan Palestina.

    “Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,” bunyi deklarasi tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Pertama Kali Negara-negara Arab Kecam Hamas, Dipelopori Prancis-Saudi

    Pertama Kali Negara-negara Arab Kecam Hamas, Dipelopori Prancis-Saudi

    Jakarta

    Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Muslim, termasuk Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, dan Turki, kompak mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Mereka juga menyerukan kelompok militan Palestina tersebut untuk melucuti persenjataannya dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.

    Dilansir The Independent, Kamis (31/7/2025), deklarasi yang dikeluarkan dalam konferensi internasional di Markas PBB di New York pada Selasa (29/7) waktu AS tersebut, menandai kecaman pertama terhadap kelompok Hamas dari negara-negara Arab.

    Prancis, yang bersama Arab Saudi, menjadi ketua konferensi internasional itu, menyebut deklarasi tersebut “bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya.” Prancis pun menyerukan negara-negara anggota PBB untuk mendukung deklarasi yang menguraikan langkah-langkah konkret menuju implementasi solusi dua negara itu.

    “Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Timur Tengah mengutuk Hamas, mengutuk 7 Oktober, menyerukan perlucutan senjata Hamas, menyerukan pengucilannya dari pemerintahan Palestina, dan dengan jelas menyatakan niat mereka untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di masa mendatang,” kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot.

    Namun, meskipun deklarasi tersebut mencakup janji umum untuk “integrasi regional penuh” dan “langkah-langkah konkret dalam mempromosikan pengakuan bersama, koeksistensi damai, dan kerja sama di antara semua negara di kawasan,” deklarasi tersebut tidak memuat niat eksplisit dari para penandatangan untuk membangun hubungan diplomatik penuh dengan Israel.

    Deklarasi yang dipelopori oleh Prancis dan Arab Saudi ini ditandatangani oleh Liga Arab, Uni Eropa, Mesir, Qatar, Yordania, Turki, Indonesia, Inggris, Kanada, Irlandia, Spanyol, Italia, Jepang, Brasil, Meksiko, Norwegia, dan Senegal.

    Langkah pertama yang diuraikan dalam deklarasi tersebut adalah mengakhiri perang 22 bulan antara Israel dan Hamas.

    “Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,” demikian bunyi deklarasi tersebut.

    “Setelah gencatan senjata, sebuah komite administratif transisi harus segera dibentuk untuk beroperasi di Gaza di bawah naungan Otoritas Palestina,” bunyi deklarasi tersebut.

    “Kami mengutuk serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober,” tambah deklarasi tersebut. “Kami juga mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil di Gaza dan infrastruktur sipil, pengepungan, dan kelaparan, yang telah mengakibatkan bencana kemanusiaan yang dahsyat dan krisis perlindungan,” imbuh deklarasi tersebut.

    Deklarasi tersebut mendukung pengerahan misi stabilisasi internasional sementara, yang diamanatkan oleh Dewan Keamanan PBB, dan menyambut baik “kesiapan yang diungkapkan oleh beberapa negara anggota untuk menyumbangkan pasukan.”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Kanada Akan Akui Negara Palestina, Israel Meradang

    Kanada Akan Akui Negara Palestina, Israel Meradang

    Jakarta

    Pemerintah Israel mengecam keras pengumuman Perdana Menteri (PM) Kanada Mark Carney bahwa negara itu akan mengakui negara Palestina pada September mendatang.

    “Perubahan dalam posisi pemerintah Kanada saat ini adalah hadiah bagi Hamas dan membahayakan upaya untuk mencapai gencatan senjata di Gaza dan kerangka kerja untuk pelepasan sandera,” tulis Kementerian Luar Negeri Israel dalam unggahan di media sosial X, dilansir media The Times of Israel, Kamis (31/7/2025).

    Iddo Moed, Duta Besar Israel untuk Kanada, mengatakan bahwa Israel “tidak akan tunduk pada kampanye tekanan internasional yang menyimpang terhadapnya.”

    “Kami tidak akan mengorbankan keberadaan kami dengan mengizinkan pengakuan negara jihadis di tanah leluhur kami yang mengupayakan penghancuran kami,” katanya dalam sebuah pernyataan.

    “Mengakui negara Palestina di tengah tidak adanya pemerintahan yang bertanggung jawab, lembaga yang berfungsi, atau kepemimpinan yang baik, berarti memberi penghargaan dan melegitimasi kebiadaban Hamas yang mengerikan,” lanjut Moed. “Ini menghukum warga Israel dan Palestina yang menjadi korban Hamas, dan membenarkan Hamas,” ujarnya.

    Sementara itu, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas menyambut pengumuman Carney tersebut. Dalam panggilan telepon dengan Carney, menurut kantor berita resmi Palestina, WAFA, yang mengutip Abbas, pemimpin Palestina tersebut mengatakan langkah itu akan “meningkatkan perdamaian, stabilitas, dan keamanan di wilayah tersebut.”

    Pengumuman Carney ini disampaikan setelah deklarasi serupa oleh sesama negara G7, Prancis dan Inggris, seiring meningkatnya kemarahan di antara sekutu-sekutu Israel atas situasi kemanusiaan di Gaza.

    Carney mengatakan langkah tersebut diperlukan untuk menjaga harapan solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina, tujuan lama Kanada yang “terkikis di depan mata kita.”

    “Kanada bermaksud untuk mengakui Negara Palestina pada Sidang ke-80 Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan September 2025,” kata Carney, dilansir kantor berita AFP, Kamis (31/7/2025).

    Hal ini menjadikan Kanada negara ketiga, setelah pengumuman terbaru oleh Prancis dan Inggris, yang akan mengakui negara Palestina pada bulan September mendatang.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Tiru Prancis-Inggris, Kanada Akan Akui Negara Palestina pada September

    Tiru Prancis-Inggris, Kanada Akan Akui Negara Palestina pada September

    Jakarta

    Pemerintah Kanada berencana untuk mengakui negara Palestina di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan September mendatang. Hal ini diumumkan oleh Perdana Menteri (PM) Kanada Mark Carney pada hari Rabu (30/7) waktu setempat, sebuah perubahan kebijakan dramatis yang langsung dikecam oleh Israel.

    Carney mengatakan langkah tersebut diperlukan untuk menjaga harapan solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina, tujuan lama Kanada yang “terkikis di depan mata kita.”

    “Kanada bermaksud untuk mengakui Negara Palestina pada Sidang ke-80 Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan September 2025,” kata Carney, dilansir kantor berita AFP, Kamis (31/7/2025).

    Hal ini menjadikan Kanada negara ketiga, setelah pengumuman terbaru oleh Prancis dan Inggris, yang dapat mengakui negara Palestina pada bulan September mendatang.

    Niat Kanada ini “didasarkan pada komitmen Otoritas Palestina terhadap reformasi yang sangat dibutuhkan,” kata Carney, merujuk pada badan pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Mahmud Abbas, yang memiliki otoritas sipil di beberapa wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.

    Carney juga mengatakan hal itu didasarkan pada janji Abbas untuk “mengadakan pemilihan umum pada tahun 2026 di mana Hamas tidak dapat berperan, dan untuk mendemiliterisasi negara Palestina.”

    Dengan pengumuman ini, Carney memposisikan Kanada sejajar dengan Prancis, setelah Presiden Emmanuel Macron mengatakan pemerintahnya akan secara resmi mengakui negara Palestina dalam Sidang Umum PBB. Prancis menjadi negara Eropa paling kuat yang mengumumkan langkah tersebut.

    Rencana Kanada ini selangkah lebih maju daripada pengumuman minggu ini oleh Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.

    Starmer mengatakan Inggris akan secara resmi mengakui Negara Palestina pada bulan September, kecuali Israel mengambil berbagai “langkah substantif,” termasuk menyetujui gencatan senjata di Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)