Negara: Prancis

  • Daftar Teknologi Baterai Terbaru Mobil Listrik, Tak Butuh RI-China

    Daftar Teknologi Baterai Terbaru Mobil Listrik, Tak Butuh RI-China

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perusahaan di seluruh dunia, termasuk startup, berlomba mengembangkan baterai jenis baru untuk motor dan mobil listrik. Hasilnya, variasi baterai yang lebih efisien dengan komponen baru terus bertambah.

    China saat ini menguasai 85 persen dari sel baterai yang diproduksi di seluruh dunia dan mengendalikan 90 persen dari bahan baku baterai yang digunakan oleh baterai yang mendominasi pasar mobil listrik.

    Oleh karena itu, pelaku industri berusaha mengembangkan jenis baterai baru yang mengurangi ketergantungan atas logam tanah jarang asal China.

    Menurut Reuters, teknologi baterai berkembang sangat cepat. Namun, apa pun teknologinya, tiap baterai terdiri dari tiga komponen utama yaitu katoda, anoda, dan elektrolit.

    Berikut adalah teknologi baterai yang sedang dikembangkan di seluruh dunia: 

    1. Timbal (lead)

    Digunakan untuk menyalakan mobil dengan kapasitas 6 sampai 12 volt.

    Kelebihan: Murah, bisa berfungsi di kondisi ekstrem
    Kekurangan: Berat dengan kapasitas energi rendah

    2. Nikel-Cadmium (Ni-Cd)

    Baterai yang bisa diisi ulang

    3. Nikel-Metal-Hydrida (Ni-Mh)

    Teknologi yang digunakan di Toyota Prius, mobil produksi Toyota yang memelopori teknologi hibrida.

    4. Sodium Nikel Klorida

    Digunakan oleh Venturi Automobiles yang menyediakan armada layanan pos Prancis.

    Kelebihan: Kecil, bisa diselipkan ke dalam mobil produksi saat ini tanpa proses konversi
    Kekurangan: Kecepatan terbatas di 100 km per jam dan jarak hanya 100 km

    5. Lithium Metal Polimer (LMP)

    Digunakan oleh BlueCar produksi Bollore Pininfarina dan perusahaan berbagi kendaraan Autolib. Kedua model kini sudah berhenti diproduksi. Teknologi ini kini banyak digunakan untuk sumber tenaga tempat penyimpanan dingin, bus, dan trem.

    Kelebihan: Teknologi kering berdasarkan prinsip kapasitor, proses produksinya sederhana
    Kekurangan: Harus lewat proses pra-pemanasan dan harus dijaga di suhu tertentu

    6. Lithium-Ion

    Teknologi yang paling banyak digunakan saat ini di HP, laptop, mobil listrik dan perangkat lainnya. Pertama kali dikomersialisasi oleh Sony pada 1991.

    NMC dan LFP adalah baterai Li-Ion yang sekarang mendominasi industri.

    NMC atau Nickel Manganese Cobalt, memiliki kepadatan energi tinggi sehingga pas digunakan untuk kendaraan besar. Sumber pasokan kobalt terbesar adalah Republik Demokratis Kongo. Penambangan di Kongo memiliki risiko politik, keamanan, dan sosial.

    LFP atau Lithium Iron Phosphate:

    Kelebihan: Tidak membutuhkan kobalt dengan teknologi yang lebih murah untuk kendaraan kecil.
    Kekurangan: Kapasitas lebih kecil dibanding NMC.

    7. Sodium-Ion

    Kelebihan: Tidak membutuhkan bahan baku logam tanah jarang yaitu lithium, atau nikel dan kobalt. Bahan penggantinya adalah aluminium, besi, dan mangan. Sodium komponen utama garam, adalah sumber daya yang melimpah. Tidak mudah terbakar, bisa bertahan hingga 50.000 pengisian ulang atau 10 kali lebih banyak dari li-ion.
    Kekurangan: Kapasitas energi rendah. Produksi baterai sangat sedikit, bergantung kepada harga lithium.

    8. Lithium Nikel Mangan Oksida (LNMO)

    Dikembangkan oleh Renault dengan target pengiriman pertama pada 2028.

    Kelebihan: Tidak membutuhkan kobalt. Menggabungkan densitas energi NMC tetapi semurah dan seaman LFP, bisa diisi ulang kurang dari 15 menit.
    Kekurangan: Masih dalam pengembangan.

    9. Lithium-Sulfur

    Dikembangkan oleh Lyten, startup yang didanai oleh Stellantis, lewat akuisisi atas aset Northvolt, startup asal Swedia yang kini sudah bangkrut.

    Kelebihan: Densitas energi dua kali lipitas lithium-ion. Tidak membutuhkan nikel, kobalt, dan mangan yang semuanya bisa ditambang di Amerika Utara dan Eropa.
    Kekurangan: Target produksi, paling lambat 2028.

    10. Baterai padat (Solid-state)

    Baterai yang menggunakan elektrolit padat, menggantikan elektrolit cair yang digunakan di teknologi li-ion.

    Kelebihan: Densitas energi tinggi, ringan, tidak mudah terbakar
    Kelebihan: Masih dalam pengembangan tanpa produksi skala besar.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bos Eramet Ungkap Progres Kerja Sama Proyek Nikel Bareng Danantara

    Bos Eramet Ungkap Progres Kerja Sama Proyek Nikel Bareng Danantara

    Bisnis.com, JAKARTA — Eramet Indonesia mengungkap progres rencana investasi bersama BPI Danantara dan Indonesia Investment Authority (INA) di sektor mineral, khususnya nikel. Proyek ini berfokus pada pengembangan ekosistem bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

    CEO Eramet Indonesia Jerome Baudelet mengatakan, memorandum of understanding (MoU) dengan Danantara itu masih dalam pembahasan. Namun, dia menegaskan bahwa pihaknya masih terus membahas proyek-proyek yang dapat dikembangkan bersama. 

    Jerome pun menyebut, pihaknya ikut melibatkan PT Weda Bay Nickel (WBN) dalam pembahasan proyek yang dimaksud.

    “Maksud saya, partisipasi kami di WBN, tepatnya, dan kemudian proyek-proyek lain yang bisa kami kembangkan bersama, tapi saya tidak bisa mengatakan lebih banyak. Maksud saya, ini masih tahap awal diskusi,” ucap Jerome di Jakarta, Senin (25/8/2025).

    Asal tahu saja, saham WBN dimiliki 90% oleh Strand Minerals dan 10% oleh PT Antam Tbk. Adapun, Eramet Group (Prancis) menggenggam 43% saham dari Strand Minerals, sementara 57% sisanya dimiliki oleh Tsingshan Group (China).

    Jerome pun mengungkapkan, terdapat beberapa informasi yang masih belum bisa diungkapkan ke publik terkait kelanjutan kerja sama dengan Danantara. Namun, dia memastikan progres kerja sama itu telah mengalami kemajuan.

    Menurutnya, sejak didirikan beberapa bulan lalu, Danantara telah menunjukkan minat besar untuk berinvestasi di rantai nilai mineral kritis di Indonesia.

    “INA dan Danantara adalah mitra yang sangat baik. Jadi ya, maksud saya, kami mengalami kemajuan. Itulah yang bisa saya katakan,” kata Jerome.

    Sebelumnya, Danantara dan INA menjajaki pembentukan platform investasi strategis di sektor nikel dari operasi hulu hingga hilir dengan Eramet. 

    Penjajakan kemitraan tersebut dituangkan dalam penandatanganan MoU yang disaksikan secara langsung oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu (28/5/2025) lalu.

    Kemitraan ini bertujuan untuk mengembangkan ekosistem bahan baku baterai EV yang berkelanjutan dan terintegrasi di Indonesia. 

    Para pihak akan melakukan penilaian awal guna mengidentifikasi proyek paling tepat untuk memaksimalkan potensi ekosistem EV nasional, sekaligus menyiapkan peta jalan untuk kolaborasi ke depan. 

    Dalam penerapan kerja sama ini, para pihak sepakat bahwa pengelolaan aset tidak hanya harus mengedepankan efisiensi dan nilai ekonomi, tetapi juga harus berlandaskan standar internasional yang ketat.

  • Adu Rudal Hipersonik, Punya Rusia Bisa Ubah Target Jadi Debu

    Adu Rudal Hipersonik, Punya Rusia Bisa Ubah Target Jadi Debu

    Jakarta

    Berkilauan di bawah sinar matahari yang menerpa sebuah lapangan parade di Beijing, rudal milik Tentara Pembebasan Rakyat China yang dibawa menggunakan truk bergerak perlahan melewati khalayak.

    Rudal itu berbentuk seperti jarum dengan panjang 11 meter dan berat 15 ton. Di setiap rudal, terlihat tulisan: “DF-17”.

    China baru saja memperkenalkan rudal hipersonik mereka yang diberi nama Dongfeng.

    Momen itu terjadi pada 1 Oktober 2019 dalam parade Hari Nasional China. Amerika Serikat sudah menyadari China sedang mengembangkan senjata itu.

    Namun, sejak saat itu, China terus meningkatkan kinerja rudal tersebut.

    Rudal itu dapat menjelajah lima kali lebih cepat dari kecepatan cahaya. Berkat kecepatan dan kemampuannya untuk bermanuver, rudal itu menjadi senjata yang hebat, sampai-sampai bisa mengubah cara berperang.

    Inilah yang membuat persaingan global untuk mengembangkan rudal itu makin panas.

    “[Persaingan seperti ini] tak pernah terlihat lagi setelah Perang Dingin.”

    AFP via Getty ImagesChina memperkenalkan rudal hipersonik DF-17 di parade militer pada 2019.

    Perlombaan rudal hipersonik Rusia, China, dan Amerika Serikat

    Upacara di Beijing itu memicu spekulasi mengenai kemungkinan peningkatan ancaman dari pengembangan teknologi hipersonik oleh China. Saat ini, China memimpin di bidang rudal hipersonik, diikuti Rusia.

    Amerika Serikat mulai menyusul, sementara Kerajaan Bersatu belum punya sama sekali rudal hipersonik.

    Freer dari Council on Geostrategy, yang mendapatkan sebagian dananya dari perusahaan-perusahaan pertahanan dan Kementerian Pertahanan, berpendapat bahwa alasan China dan Rusia bisa memimpin sebenarnya relatif sederhana.

    “Mereka memutuskan untuk mengivestasikan banyak uang untuk program-program ini sejak beberapa tahun lalu,” katanya.

    ReutersPengunjung berpose di depan kendaraan militer yang membawa senjata, termasuk rudal hipersonik DF-17 di pertunjukan di Beijing.

    Sementara itu, kebanyakan negara Barat menghabiskan sebagian besar waktu dalam dua dekade pertama di abad ini untuk memerangi terorisme yang terinspirasi dari jihadi di dalam negeri mereka, dan perang-perang melawan pemberontakan di mancanegara.

    Saat itu, kemungkinan bertempur melawan musuh dengan persenjataan modern masih tampak jauh.

    “Akibatnya, kita gagal menyadari kebangkitan masif China sebagai kekuatan militer,” ucap Sir Alex Younger, tak lama setelah pensiun sebagai kepala Badan Intelijen Inggris pada 2020.

    Negara-negara lain juga sudah berpacu lebih maju. Israel punya rudal hipersonik Arrow 3 yang didesain untuk menjadi pencegat.

    KCNA/EPA-EFE/REX/ShutterstockUji coba rudal balistik jarak menengah berisi hulu ledak hipersonik di Korea Utara.

    Iran juga mengklaim memiliki senjata hipersonik. Mereka menyatakan bakal meluncurkan rudal hipersonik ke arah Israel saat perang 12 hari pada Juni lalu.

    (Senjata itu benar-benar menjelajah di kecepatan sangat tinggi, tapi manuvernya diyakini tidak terlalu hebat hingga bisa masuk klasifikasi hipersonik).

    Sementara itu, Korea Utara sudah menggarap senjata hipersonik versi mereka sendiri sejak 2021. Mereka mengklaim sudah memiliki senjata yang layak dan berfungsi (seperti terlihat di gambar).

    Kini, AS dan Kerajaan Bersatu juga mulai berinvestasi pada teknologi rudal hipersonik, begitu pula negara-negara lain, termasuk Prancis dan Jepang.

    Morteza Nikoubazl/NurPhoto via Getty ImagesIran mengklaim sudah meluncurkan rudal hipersonik ke arah Israel dalam perang 12 hari pada Juni lalu.

    AS tampak meningkatkan kekuatan pencegahan mereka, dan sudah memulai debut senjata hipersonik yang diberi nama “Dark Eagle”.

    Menurut Kementerian Pertahanan AS, Dark Eagle “mengingatkan pada kekuatan dan tekad negara kami dan tentaranya karena senjata Dark Eagle melambangkan semangat dan daya mematikan dari senjata hipersonik Angkatan Darat dan Angkatan Laut.”

    Namun, China dan Rusia saat ini sudah jauh di depan. Menurut beberapa pakar, ini bisa berpotensi menjadi kekhawatiran.

    Sangat cepat dan sangat tidak menentu

    Hipersonik berarti sesuatu yang bergerak di kecepatan Mach5 atau lebih cepat. Itu berarti lima kali lebih cepat dari kecepatan suara atau sekitar 6.208,8 kilometer per jam.

    Ini menempatkan rudal hipersonik ke level yang bukan cuma supersonik, yang berarti bergerak di atas kecepatan suara (1.234,37 km per jam).

    Kecepatan ini menjadi salah satu alasan rudal hipersonik dianggap sebagai ancaman.

    Rudal hipersonik tercepat saat ini adalah Avangard milik Rusia, yang kecepatannya diklaim bisa mencapai Mach 27 (33.313,42 km per jam), walau kecepatannya lebih sering tercatat di angka sekitar Mach 12 (14.805 km per jam), atau 3,2 km per detik.

    Namun, kalau masalah kekuatan menghancurkan, rudal hipersonik tak jauh berbeda dari rudal supersonik atau subsonik, menurut Freer.

    “Yang membedakan mereka adalah kesulitannya untuk dideteksi, dipantau, dan dicegat,” ucapnya.

    BBC

    Secara umum, ada dua jenis rudal hipersonik. Pertama, rudal “boost-glide” yang mengandalkan roket (seperti DF-17 milik China) untuk meluncurkan rudal ke arah yang ditentukan, terkadang tepat di atas atmosfer Bumi.

    Dari sana, rudal itu akan meluncur turun dengan kecepatan luar biasa.

    Tak seperti rudal-rudal balistik pada umumnya, yang meluncur dengan arah yang bisa diprediksi, kendaraan yang membawa rudal hipersonik dapat bergerak lebih tak menentu, lalu bermanuver saat sudah mengarah ke target.

    Kedua, ada rudal jelajah hipersonik yang meluncur mendekati medan, tapi tetap berada di bawah radar supaya tidak terdeteksi.

    Kedua rudal itu sama-sama diluncurkan menggunakan roket.

    Saat sudah mencapai kecepatan hipersonik, sistem yang dikenal sebagai “mesin scramjet” kemudian aktif. Mesin itu menyedot udara saat terbang, mendorong rudal itu ke arah targetnya.

    Rudal-rudal ini dikenal sebagai “senjata berfungsi ganda”. Artinya, hulu ledaknya dapat berupa nuklir atau peledak tingkat tinggi konvensional.

    Namun, rudal ini bukan hanya soal kecepatan.

    Untuk dapat diklasifikasikan sebagai “hipersonik”, rudal itu harus bisa bermanuver. Dengan kata lain, tentara yang menembakkan rudal itu harus bisa mengubah arahnya secara tiba-tiba ke arah yang tidak tertebak, sementara rudal itu sedang bergerak di kecepatan ekstrem.

    Rudal itu pun akan sangat susah dicegat. Kebanyakan rudal berbasis darat tidak bisa mendeteksi rudal hipersonik hingga senjata itu sudah di detik-detik akhir penerbangan.

    “Dengan terbang di bawah radar, rudal itu bisa menghindari deteksi awal dan baru muncul di sensor di akhir fase terbang, membuat kesempatan untuk mencegat rudal ini sangat terbatas,” tutur Patrycja Bazylczyk, peneliti di Missile Defence Project di Centre for Strategic and International Studies di Washington DC, yang mendapatkan pendanaan dari pemerintahan AS dan perusahaan pertahanan.

    Jawaban dari tantangan ini, kata dia, adalah memperkuat sensor-sensor luar angkasa negara-negara Barat, yang bisa mengatasi keterbatasan radar di darat.

    Masyarakat melihat sisa-sisa rudal hipersonik Zircon milik Rusia yang menghantam bangunan di Kyiv pada November 2024. (AFP via Getty Images)

    Dalam skenario perang sesungguhnya, muncul pula pertanyaan mengkhawatirkan dari negara-negara yang menjadi target: apakah serangan itu menggunakan nuklir atau senjata konvensional?

    “Hipersonik tidak banyak mengubah sifat perang, tapi mengubah kerangka waktu kapan kalian beroperasi,” kata Tom Sharpe, seorang mantan Komandan Angkatan Laut Kerajaan Bersatu yang merupakan spesialis perang anti-udara.

    “Kepentingan dasar untuk mendeteksi musuh, dan menembak mereka, lalu bermanuver agar bisa menembak target bergerak seperti ini sebenarnya tidak berbeda dari rudal-rudal sebelumnya, baik itu balistik, supersonik, atau subsonik.”

    “Langkah-langkah yang harus dilakukan target serangan untuk melacak atau menghancurkan rudal hipersonik juga sama seperti sebelumnya, tapi waktunya saja lebih sedikit.”

    Ada tanda-tanda teknologi ini meresahkan AS. Pada Februari lalu, Badan Riset Kongres AS merilis sebuah laporan yang salah satunya berisi peringatan.

    “Pejabat-pejabat pertahanan AS menyatakan bahwa arsitektur sensor darat dan luar angkasa tidak cukup untuk mendeteksi dan melacak senjata-senjata hipersonik,” demikian bunyi peringatan itu.

    Namun, sejumlah pakar meyakini sebagian kehebohan soal hipersonik ini terlalu berlebihan.

    Apakah kehebohan ini berlebihan?

    Sidharth Kaushal dari lembaga kajian pertahanan Royal United Services Institute merupakan salah satu ahli yang menganggap rudal hipersonik bukan terobosan yang bisa mengubah peperangan.

    “Kecepatan dan kemampuannya untuk bermanuver membuat rudal itu menarik jika melawan target-target berharga,” kata Sharpe.

    “Energi kinetiknya yang berpengaruh pada dampak serangan juga membuat senjata hipersonik berguna dalam menguburkan target, yang mungkin sulit dihancurkan dengan senjata konvensional sebelumnya.”

    Namun, kata Kaushal, walau senjata itu bisa meluncur lima kali lebih cepat dari kecepatan suara, ada beberapa cara untuk bertahan dari serangan hipersonik. Beberapa cara itu, ucapnya, “efektif”.

    Cara pertama yaitu membuat pihak yang meluncurkan rudal hipersonik lebih sulit melacak atau mengikuti target.

    “Kapal-kapal dapat melakukan segala cara untuk melindungi diri,” tuturnya.

    “Citra satelit yang kabur dari satelit komersial juga hanya bertahan beberapa menit, kemudian tak bisa lagi dijadikan acuan untuk menentukan lokasi target.”

    “Mendapatkan satelit yang terkini dan akurat untuk mencapai target saat ini sangat sulit dan mahal.”

    Namun, ia memperingatkan bahwa kecerdasan buatan dan teknologi-teknologi lainnya mungkin bisa mengubah keadaan ini seiring waktu berjalan.

    Waspada ancaman Rusia

    Bagaimanapun, faktanya Rusia dan China sudah “curi start” mengembangkan senjata hipersonik.

    “Saya pikir program hipersonik China sangat menakjubkan dan mengkhawatirkan,” ujar Freer.

    Namun, ia juga berkata, “Jika bicara soal Rusia, kita mungkin harus lebih waspada terhadap klaim mereka.”

    Pada November 2024, Rusia meluncurkan rudal balistik jarak menengah eksperimental di salah satu situs industri di Dnipro, Ukraina, yang dipakai sebagai lokasi uji coba.

    Ukraina menyatakan rudal itu meluncur dengan kecepatan hipersonik, yaitu Mach 11 atau sekitar 13.581 km per jam.

    Presiden Vladimir Putin mengklaim rudal bernama Oreshnik atau “pohon hazel” dalam bahasa Rusia itu bergerak dengan kecepatan Mach 10.

    BBC

    Hulu ledaknya dilaporkan sengaja dipecah menjadi beberapa proyektil lemah yang punya target masing-masing, sebuah metode yang sudah ada sejak Perang Dingin.

    Seseorang yang mendegar rudal itu mendarat berkata kepada saya bahwa suaranya tak begitu kencang, tapi ada beberapa dampak yang terlihat.

    Enam hulu ledak mendarat di target berbeda, tapi karena daya luncurnya lemah, kerusakan yang ditimbulkan tidak lebih signifikan dari pengeboman yang dilakukan Rusia di kota-kota Ukraina.

    Bagi Eropa, bahaya laten bagi negara-negara NATO datang dari rudal-rudal Rusia, yang beberapa di antaranya sudah ditempatkan di pesisir Baltik, tepatnya di Kaliningrad.

    Bagaimana jika Putin memerintahkan serangan di Kyiv menggunakan Oreshnik yang berisi peledak tingkat tinggi?

    BBC

    Putin mengklaim Oreshnik bakal diproduksi secara massal dan senjata itu, katanya, bisa mengubah target “menjadi debu”.

    Rusia juga punya rudal-rudal lainnya yang bisa meluncur dengan kecepatan hipersonik.

    Putin terus memuji rudal Kinzhal milik angkatan udara Rusia, dengan klaim rudal itu meluncur sangat cepat sampai tak bisa dicegat.

    Sejak saat itu, dia sudah menembakkan banyak rudal Kinzhal ke arah Ukraina. Namun ternyata, rudal Kinzhal bukan benar-benar hipersonik dan banyak di antaranya berhasil dicegat.

    China dan Rusia “curi start” pengembangan rudal hipersonik. (Getty Images)

    Salah satu senjata Rusia yang dikhawatirkan Barat adalah rudal Avangard yang sangat cepat dan bermanuver tinggi. Dalam upacara peluncurannya pada 2018, Putin mendeklarasikan Avangard tak terhentikan.

    Sidharth Kaushal menduga tugas utama rudal itu adalah “menghadapi pertahanan rudal AS”.

    “Program persenjataan Rusia juga mengindikasikan kapasitas mereka untuk memproduksi sistem seperti Avangard sebenarnya terbatas,” katanya.

    Di sisi lain, adu kekuatan pengaruh di Pasifik Barat antara China dan AS terus memanas.

    Perkembangan senjata rudal balistik China menimbulkan potensi ancaman serius bagi keberadaan angkatan laut AS di Laut China Selatan dan sekitarnya.

    China saat ini memiliki kekuatan persenjataan hipersonik paling kuat di dunia. Pada akhir 2024, China mengungkap kendaraan hipersonik terbaru mereka, GDF-600.

    Dengan muatan 1.200 kilogram, kendaraan itu bisa membawa sub-munisi dengan kecepatan mencapai Mach 7 (8.642 km per jam).

    ‘Momen penting’ dalam upaya Kerajaan Bersatu untuk mengejar ketertinggalan

    Kerajaan Bersatu tertinggal dalam perlombaan senjata ini, terutama jika melihat negara ini sebagai salah satu dari lima negara pemilik senjata nuklir yang menjadi anggota permanen Dewan Keamanan PBB.

    Namun belakangan, Kerajaan Bersatu berupaya mengejar ketertinggalan, atau setidaknya ikut serta dalam perlombaan senjata itu.

    Pada April, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Sains dan Laboratorium Teknologi mengumumkan bahwa para ilmuwan Kerajaan Bersatu sudah mencapai “momen penting” setelah mereka berhasil merampungkan satu program uji coba besar.

    Uji coba daya penggerak atau propulsi itu merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah Kerajaan Bersatu, industri, dan pemerintah AS.

    Dalam periode enam pekan, total 233 “uji coba statis yang sukses” berlangsung di Pusat Riset Langley NASA di Virginia, AS.

    Menteri Pertahanan Kerajaan Bersatu, John Healey, menyebutnya sebagai “momen penting”.

    Namun, Kerajaan Bersatu masih membutuhkan bertahun-tahun sampai senjatanya siap.

    Rudal Kinzhal diduga bukan hipersonik dan sudah beberapa kali berhasil dicegat. (REUTERS/Valentyn Ogirenko)

    Selain menciptakan rudal hipersonik, negara-negara Barat juga harus fokus menciptakan pertahanan yang kuat, kata Freer.

    “Ketika bicara soal perang rudal, sama seperti dua sisi mata koin. Kalian harus bisa membatasi kerusakan sembari memiliki kemampuan untuk menyerang sistem peluncuran musuh,” ucap Freer.

    “Jika kalian mampu, dan kalian bisa mempertahankan diri sendiri dan juga menyerang balik, maka musuh cenderung tidak akan mencoba untuk memulai konflik.”

    Namun, Tom Sharpe masih berhati-hati untuk menyatakan sejauh mana kita harus khawatir sekarang ini.

    “Poin kunci dari hipersonik adalah kedua belah pihak masih sama-sama kesulitan dan belum ada yang sempurna,” katanya.

    Lihat juga Video ‘Korut Pamer Aksi Militer saat Bantu Rusia Lawan Ukraina’:

    (ita/ita)

  • Ditentang Yahudi Prancis, Festival Musik di Paris Tetap Tampilkan Grup Kneecap Pro Kemanusiaan Palestina

    Ditentang Yahudi Prancis, Festival Musik di Paris Tetap Tampilkan Grup Kneecap Pro Kemanusiaan Palestina

    JAKARTA – Grup rap Irlandia yang kerap menyuarakan kemerdekaan dan krisis kemanusiaan di Palestina, Kneecap, tetap akan menjalani konsernya di Paris, meski ditentang kelompok Yahudi Prancis.

    Mengutip AFP, Kneecap dijadwalkan akan menjalani konser di festival tahunan ‘Rock en Seine’ di pinggiran kota Paris, Saint-Cloud, pada hari ini, Minggu 24 Agustus. 

    Pemerintah daerah setempat juga ikut menentang konser Kneecap dengan mencabut subsidi untuk festival tempat trio musisi rap itu manggung. 

    Pencabutan subsidi karena panitia festival tetap mempertahankan Kneecap menggelar konsernya yang dijadwalkan naik panggung pukul 16.30 waktu setempat. 

    📺 A little repost of our Glastonbury intro video.

    It features many of the faux-outrage media and politicians who drive this witch-hunt against Pro-Palestinian solidarity, whilst they give support and cover to slaughter.

    Free Palestine 🇵🇸 pic.twitter.com/f98XXLb39L

    — KNEECAP (@KNEECAPCEOL) August 19, 2025

    Kneecap memang dikenal tegas mendukung Palestina dan mengkritik keras Israel dalam hampir tiap konsernya. Mereka menjadikan panggung musik sebagai corong penyampaian pesan kemanusiaan.

    Salah satu personelnya, Liam O’Hanna atau Mo Chara (27), didakwa Undang-Undang Terorisme Inggris belum lama ini dalam sebuah sidang di Pengadilan Westminster Magistrates London.

    Dakwaan itu berdasarkan tudingan Mo Chara mengibarkan bendera Hizbullah dalam konser Kneecap di London. Kneecap mengatakan itu karena dilempar oleh penonton dan dakwaan yang ditujukan kepada Mo Chara sebagai upaya pembungkaman.

  • Ayatollah Khamenei Bersumpah Iran Tidak Akan Tunduk ke AS

    Ayatollah Khamenei Bersumpah Iran Tidak Akan Tunduk ke AS

    Jakarta

    Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyerukan persatuan nasional untuk menghadapi apa yang ia sebut sebagai upaya Amerika Serikat (AS) untuk menaklukkan Republik Islam tersebut. Khamenei mengklaim bahwa Amerika Serikat pada akhirnya berusaha membuat Iran “patuh”.

    Dilansir AFP, Senin (25/8/2025), pernyataan tersebut, yang disampaikan di sebuah masjid di ibu kota Teheran dan dipublikasikan di situs web resmi Khamenei, muncul dua bulan sejak pertempuran antara Iran dan musuh bebuyutannya, Israel, terhenti dalam perang yang sempat diikuti Amerika Serikat, dan di saat Teheran sedang terlibat dalam perundingan dengan negara-negara besar dunia mengenai program nuklirnya.

    Serangan langka Israel dan AS pada bulan Juni, yang menargetkan situs-situs nuklir utama dan memicu pembalasan Iran, dirancang untuk mengacaukan Republik Islam tersebut, menurut Khamenei.

    Ia mengatakan bahwa sehari setelah “Iran diserang” oleh Israel pada awal perang, “agen-agen Amerika” bertemu di Eropa “untuk membahas pemerintahan seperti apa yang seharusnya memerintah Iran setelah Republik Islam”.

    Bagi sang pemimpin, negara ini telah bangkit dengan kuat dari perang 12 hari di bulan Juni, konfrontasi langsung paling intens dalam sejarahnya dengan musuh bebuyutannya, Israel dan Amerika Serikat.

    “Bangsa Iran, dengan berdiri teguh bersama angkatan bersenjata, pemerintah, dan sistem, telah memberikan pukulan telak” kepada musuh-musuhnya, kata Khamenei.

    Pemimpin tertinggi, yang memiliki keputusan akhir atas urusan negara, juga memperingatkan tentang perpecahan internal yang menurutnya dipicu oleh kekuatan asing.

    “Jalan ke depan bagi musuh adalah menciptakan perselisihan” di Iran, katanya, menyalahkan “agen-agen Amerika dan rezim Zionis”–merujuk pada Israel–karena berusaha menebar perpecahan.

    “Hari ini, syukur kepada Tuhan, negara ini bersatu. Ada perbedaan pendapat, tetapi dalam hal membela sistem, membela negara, dan melawan musuh, rakyat bersatu,” tambah Khamenei.

    Hubungan antara Teheran dan Washington terputus setelah Revolusi Islam 1979 dan krisis penyanderaan berikutnya di Kedutaan Besar AS. Washington sejak itu telah memberlakukan gelombang sanksi berturut-turut terhadap Teheran, yang terbaru terkait program nuklirnya.

    Amerika Serikat dan sekutunya menuduh Iran berusaha memperoleh senjata nuklir, sebuah klaim yang berulang kali dibantah Teheran.

    Perang bulan Juni meletus ketika Teheran dan Washington dijadwalkan mengadakan perundingan putaran keenam mengenai program nuklir Iran, tetapi negosiasi yang telah dimulai beberapa minggu sebelumnya terhambat oleh konflik tersebut.

    Iran dijadwalkan bertemu pada Selasa (26/8), dengan Inggris, Prancis, dan Jerman untuk perundingan nuklir, karena negara-negara Eropa tersebut telah mengancam akan memberlakukan kembali sanksi jika tidak tercapai kesepakatan.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/rfs)

  • RI Butuh Bandar Antariksa Mandiri untuk Luncurkan Satelit LEO, Tekan Ongkos

    RI Butuh Bandar Antariksa Mandiri untuk Luncurkan Satelit LEO, Tekan Ongkos

    Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mengungkap sejumlah tantangan bagi Indonesia untuk meluncurkan satelit orbit rendah (low earth orbit/LEO) secara mandiri. Salah satunya keberadaan bandar antariksa (spaceport) sebagai tempat peluncuran ratusan satelit tersebut.

    Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sarwoto Atmosutarno, menegaskan pentingnya dukungan pemerintah dalam upaya Indonesia meluncurkan satelit Low Earth Orbit (LEO) secara mandiri.

    Langkah ini dinilai krusial sebagai bagian dari Ketahanan Antariksa Nasional, khususnya di negara kepulauan seperti Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau.

    Menurut Sarwoto, realisasi satelit LEO mandiri harus didukung dengan kebijakan dan insentif yang berpihak pada kepentingan rakyat.

    “Inisiatif ini mesti didukung pemerintah karena tugasnya memberi benefit kepada rakyat. Persiapan dari sisi regulasi harus didukung insentif noncash APBN, agar swasta yang mau investasi tidak dibebani biaya di muka,” ujar Sarwoto kepada Bisnis, Minggu (24/8/2025).

    Sarwoto menambahkan pemerintah juga perlu mendukung proses filing slot LEO yang berjumlah lebih dari 1.200 untuk melengkapi administrasi ke International Telecommunication Union (ITU). Di samping itu, identifikasi pasar, pabrikasi satelit, sistem peluncuran, serta penguatan riset juga menjadi aspek krusial sebelum Indonesia bisa meluncurkan satelit LEO mandiri.

    Menjawab tantangan tingginya biaya peluncuran satelit, Sarwoto menyarankan agar Indonesia memanfaatkan lokasi peluncuran dalam negeri seperti di Biak (Papua), Morotai (Maluku Utara), dan daerah lainnya. Wilayah tersebut secara geografis cukup baik untuk tempat peluncuran karena jauh dari pemukiman.

    Di sisi lain, keberadaan tempat peluncuran dalam negeri juga dapat membuat ongkos peluncuran ratusan satelit LEO, yang butuh lebih satu kali peluncuran dalam setahun, menjadi lebih efisien. Sebagai informasi. Elon Musk hanya dapat meluncurkan 24 satelit LEO dalam satu kali peluncuran. Sementara itu total satelit yang dibutuhkan untuk melayani seluruh seluruh dunia mencapai ribuan satelit.

    “Kesiapan infrastruktur peluncuran seperti power, pelabuhan dan utilitas lainnya penting. Kerja sama peluncuran ini akan menekan biaya dan meningkatkan efisiensi,” kata Sarwoto.

    Roket peluncur milik SpaceX mengangkut 24 satelit Starlink

    Terkait peluang dan tantangan pembangunan Space Port di Indonesia, Sarwoto menilai letak geografis Indonesia yang berada di sabuk katulistiwa sangat strategis dan ideal untuk pengembangan fasilitas peluncuran satelit.

    Untuk merealisasikan visi ini, investasi besar diperlukan pada beberapa aspek, antara lain sumber daya manusia—termasuk merekrut diaspora dan membangun kerjasama internasional—segmen ruang angkasa dan segmen darat, fasilitas peluncuran, hasil riset, serta pembiayaan untuk seluruh rangkaian program.

    Sementara itu dalam peresmian Asosiasi Antariksa (Ariksa) di Jakarta, Ketua National Air and Space Power Center of Indonesia (NASPCI) Marsekal Pertama TNI Penny Radjendra mengatakan Indonesia saat ini telah memiliki rencana strategis 2025-2029, yang salah satunya berfokus pada antariksa, termasuk spaceport. Secara perlahan kesadaran tersebut telah dibangun.

    ”Secara informal sudah kita lakukan dan secara formal pun sudah dilakukan pertemuan-pertemuan dengan negara-negara lainnya. Artinya kita tidak bisa sendiri soal-soal seperti ini. Pertama kita perlu pendekatan collaborative effort atau global effort. Di luar kita pun kerja sama antar negara. Misal dengan Amerika Serikat, dengan Prancis dan seterusnya,” kata Penny.

    Sebagai konteks, wacana kehadiran satelit LEO mandiri semakin menguat setelah Asosiasi Antariksa (Ariksa) menyoroti urgensi pengembangan satelit LEO untuk kedaulatan Indonesia sekaligus membuka potensi ekonomi sektor antariksa nasional. Dengan penguasaan teknologi LEO, Indonesia diyakini bisa mengoptimalkan manfaat ekonomi ruang angkasa dan memperkuat posisi strategisnya di masa depan.

    Asosiasi Antariksa Indonesia (Ariksa) berharap pada 2027 atau 2 tahun lagi Indonesia dapat meluncurkan satelit orbit rendah atau low earth orbit (LEO) pertamanya. Sejumlah langkah disiapkan termasuk pengembangan space port atau tempat peluncuran roket untuk satelit LEO. 

    Satelit LEO adalah satelit yang mengorbit di ketinggian 500 kilometer – 2.000 kilometer di atas permukaan bumi. Karena ketinggiannya yang relatif dekat bumi, ongkos roket yang dipakai relatif lebih murah dibandingkan satelit GEO yang mengorbit di ketinggian 36.000 kilometer. 

    Namun harus diingat, satelit GEO cukup diluncurkan satu kali untuk memberi layanan di seluruh antero bumi. Sementara LEO harus beberapa kali konstelasi satelit karena untuk memberikan cakupan layanan di seluruh bumi, dibutuhkan ratusan satelit LEO.

    “Tahun 2027 kita paling lambat meluncurkan LEO atau roket dari Indonesia,” kata Ketua Umum Asosiasi Antariksa Indonesia (Ariksa) Adi Rahman Adiwoso di Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Dia mengatakan untuk mensukseskan langkah besar ini dibutuhkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dan ekosistem. 

    Adi Rahman mengatakan industri antariksa memiliki peranan penting dalam mendukung berbagai sektor di Indonesia mulai dari ekonomi hingga pertahanan. Saat ini fokus dalam pengembangan antariksa masih terpecah belah. Oleh sebab itu Ariksa dibentuk agar seluruh pemangku kepentingan memiliki misi bersama dalam membangun antariksa yang memberikan manfaat bagi Indonesia.

    Ada tiga hal yang harus menjadi fokus dalam pengembangan antariksa dalam negeri. Pertama, kebijakan yang berpihak dan ramah investasi. Kedua, pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang sejalan dengan pertumbuhan industri.

    Terakhir, model bisnis.  “Bisnisnya supaya itu berputar semuanya,” kata Adi.

    Potensi ….

  • Link Live Streaming MotoGP Hungaria 2025, Tonton di Sini!

    Link Live Streaming MotoGP Hungaria 2025, Tonton di Sini!

    Jakarta

    Balapan utama MotoGP Hungaria 2025 akan digelar malam ini. Biar nggak ketinggalan, simak jadwal dan link live streaming MotoGP Hungaria 2025.

    MotoGP Hungaria akan berlangsung pada Minggu, (24/8/2025). Balapan utama berlangsung pukul 19.00 WIB sebanyak 28 putaran.

    Marc Marquez satu langkah terbukti bisa menaklukan Sirkuit Balaton Park terletak di kawasan Balatonfőkajár.

    The Baby Aliens menang sprint race saat berlaga di lintasan sepanjang 4.115 km dengan 16 tikungan. Superior Marquez terlihat, dari 13 balapan, dia menang 9 kali! akankah Marquez kembali berjaya malam nanti?

    Posisi start tiga terdepan masing-masing ditempati oleh Marco Bezzecchi dan Fabio Di Giannantonio.

    Performa Marquez berbanding terbalik dengan Francesco Bagnaia. Dia harus memulai balapan dari posisi 15. Ini cukup menyulitkan lantaran sirkuit baru yang sempit, jarang sekali terjadi manuver overtake.

    Menarik untuk dinanti bagaimana kiprah Fabio Quartararo nantinya. Rider asal Prancis itu sempat melakukan start oke dari posisi enam, meskipun pada akhirnya harus tersungkur di tikungan pertama saat lap pembuka.

    Well, kira-kira siapa yang bakal mengisi podium nanti? menarik buat disimak.

    Link live streaming dan jadwal MotoGP Hungaria

    Balapan utama MotoGP Hungaria 2025 disiarkan secara langsung melalui saluran Trans7. Namun, jika tak sempat menyaksikannya di televisi, kalian bisa menontonnya melalui layanan streaming.

    MotoGP Hungaria 2025 ditayangkan secara streaming berlangganan melalui sejumlah platform online, mulai dari laman resmi MotoGP hingga Vidio.com.

    Minggu, 24 Agustus

    19.00 WIB MotoGP Grand Prix Hungaria 2025 – 28 Putaran

    (riar/lua)

  • Link Live Streaming MotoGP Hungaria 2025, Tonton di Sini!

    Sebab Quartararo Jatuh sampai Kena Hukuman di MotoGP Hungaria

    Jakarta

    Nasib sial mewarnai tim Yamaha dalam seri MotoGP Hungaria. Fabio Quartararo harus crash di tikungan pertama lap pembuka, El Diablo juga mendapat ganjaran long lap penalty.

    Quartararo berusaha agresif sejak awal di Sirkuit Balaton, Hungaria, Sabtu (23/8/2025). Pebalap Prancis itu memulai balapan dari urutan enam.

    Dia langsung melesat untuk berebut garis terdepan. Namun saat mencoba menyalip Fabio Di Giannantonio di tikungan pertama, Quartararo gagal menghentikan laju motornya tepat waktu. Akibatnya, rider Prancis itu menabrak Enea Bastianini. Quartararo terjatuh dan tidak melanjutkan balapan.

    Sudah jatuh tertimpa tangga, Quartararo akan menjalani long-lap penalty saat balapan utama. Hukuman tambahan ini didapat karena Quartararo dianggap mengganggu beberapa pebalap lain saat insiden tikungan pertama.

    “Bagi saya, titik pengereman di Tikungan 1 cukup baik, tapi saya berada di area yang kotor, dan motor mulai tergelincir. Dengan Diggia mendekat, saya harus melepaskan rem sepenuhnya untuk menghindari kontak. Tapi kemudian saya menghadapi masalah lain, karena ada lebih banyak pebalap di depan saya. Hal-hal seperti ini bisa terjadi,” kata Quartararo dikutip dari situs resmi Monster Energy Yamaha.

    Massimo Meregalli, Team Director Monster Energy Yamaha MotoGP, menyebut Sprint Race di GP Hungaria sebagai hari yang harus segera dilupakan timnya. Fabio Quartararo gagal finis akibat crash di Tikungan 1, sementara Álex Rins juga gagal tampil maksimal setelah insiden dan penalti.

    “Ini adalah Sprint yang mengecewakan bagi tim kami. Fabio melakukan pekerjaan yang luar biasa di kualifikasi dengan meraih posisi keenam di grid, dan kami berharap Sprint ini akan menarik, tetapi situasinya menjadi buruk,” kata dia.

    “Secara keseluruhan, ini adalah hari yang ingin dilupakan,” tambah dia.

    (riar/din)

  • AS Cuan Usai Beli Murah Alaska dari Rusia, Emas-Minyak Berhamburan

    AS Cuan Usai Beli Murah Alaska dari Rusia, Emas-Minyak Berhamburan

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Anchorage, Alaska. Pertemuan itu membahas sejumlah isu khususnya upaya menghentikan perang di Ukraina.

    Pertemuan penting ini diadakan di Pangkalan Gabungan Elmendorf-Richardson, sebuah pangkalan militer Amerika Serikat yang terletak di sisi utara kota terpadat Alaska. Dengan luas mencapai 64.000 hektare, Elmendorf-Richardson merupakan pangkalan militer terbesar di Alaska sekaligus menjadi lokasi strategis bagi AS dalam latihan dan kesiapan militer di kawasan Arktik.

    Saat mengunjungi pangkalan tersebut pada masa jabatan pertamanya pada tahun 2019, Trump menyebut pasukan di sana sebagai “garis pertahanan pertama Amerika” yang bertugas di perbatasan negara terakhir.

    Namun, kondisi itu tidak selalu demikian. Alaska sendiri baru menjadi bagian dari Amerika Serikat setelah dibeli dari Rusia pada tahun 1867. Jarak kedua negara pun sangat dekat, hanya sekitar 90 km di titik tersempit Selat Bering.

    Dalam konferensi pers pada 9 Agustus lalu, Asisten Presiden Rusia Yuri Ushakov menekankan kedekatan lokasi geografis tersebut.

    “Tampaknya cukup logis bagi delegasi kami untuk terbang di atas Selat Bering dan untuk pertemuan puncak penting para pemimpin kedua negara yang akan diadakan di Alaska,” kata Ushakov, melansir Al-Jazeera, dikutip Minggu (24/8/2025).

    Kapan Rusia Menguasai Alaska?

    Ketertarikan Rusia terhadap Alaska dimulai sejak Tsar Peter yang Agung mengutus navigator Denmark, Vitus Bering, pada 1725 untuk menjelajahi wilayah pesisir Alaska. Saat itu, Alaska dipandang menjanjikan karena kaya sumber daya alam, terutama bulu berang-berang laut yang bernilai tinggi, sementara penduduknya relatif sedikit.

    Pada 1799, Kaisar Paul I memberikan hak monopoli kepada “Perusahaan Rusia-Amerika” untuk mengelola Alaska. Perusahaan ini kemudian membangun permukiman, termasuk Sitka, yang dijadikan ibu kota kolonial setelah Rusia menaklukkan suku Tlingit pada 1804.

    Namun, penguasaan Rusia di Alaska tidak berjalan mulus. Jarak yang jauh dari St. Petersburg, iklim ekstrem, keterbatasan pasokan, serta meningkatnya persaingan dengan penjelajah Amerika membuat ambisi Rusia sulit terwujud. Pada awal abad ke-19, ketika Amerika terus berekspansi ke arah barat, persaingan dengan pedagang Rusia semakin nyata. Lemahnya sumber daya membuat Rusia tidak mampu mendirikan permukiman besar ataupun mempertahankan kehadiran militer di pesisir Pasifik.

    Mengapa Rusia Menjual Alaska?

    Situasi semakin berubah setelah Perang Krimea (1853-1856). Perang ini pecah ketika Rusia menginvasi wilayah Moldavia dan Wallachia milik Turki. Inggris dan Prancis, khawatir terhadap ekspansi Rusia, bergabung dengan Kesultanan Utsmaniyah untuk melawan Rusia. Pertempuran besar berlangsung di Semenanjung Krimea, pusat posisi Rusia di Laut Hitam.

    Setelah tiga tahun, Rusia kalah telak. Perang ini membuat Rusia menghabiskan dana besar, setara dengan 160 juta pound sterling. Kekalahan tersebut memaksa Moskow mengevaluasi ulang prioritas kolonialnya. Pada saat yang sama, perburuan berlebihan membuat Alaska tidak lagi menguntungkan, sementara kedekatannya dengan Kanada yang dikuasai Inggris justru menjadi beban geopolitik.

    Memasuki 1860-an, Tsar Alexander II memutuskan menjual Alaska untuk mendapatkan dana segar sekaligus mencegah kemungkinan jatuhnya wilayah itu ke tangan Inggris. Amerika Serikat, yang saat itu tengah gencar berekspansi, muncul sebagai pembeli yang bersedia.

    Bagaimana Amerika Membelinya?

    Setelah Perang Saudara AS berakhir pada 1865, Menteri Luar Negeri AS William Seward menerima tawaran Rusia. Pada 30 Maret 1867, AS resmi membeli Alaska seharga US$ 7,2 juta. Dengan harga kurang dari dua sen per acre, Washington memperoleh wilayah seluas hampir 1,5 juta km² yang memberikan akses langsung ke utara Samudra Pasifik.

    Namun, pembelian ini awalnya mendapat kritik keras. Banyak pihak menganggap Alaska tidak bernilai, hanya “gurun es” tak berguna. Media bahkan menyebut transaksi itu sebagai “Kebodohan Seward” atau “Kotak Es Seward”. Seperti ditulis New York Daily Tribune pada April 1867: “Kita hanya mendapatkan kepemilikan nominal atas gurun salju yang tak tertembus, hamparan hutan kerdil yang luas… kita mendapatkan Sitka dan Kepulauan Prince of Wales. Sisanya adalah wilayah terlantar.”

    Pandangan itu berubah drastis setelah ditemukannya emas pada 1896, yang memicu Demam Emas Klondike. Sejak itu, nilai strategis Alaska semakin diakui, hingga akhirnya resmi menjadi negara bagian AS pada Januari 1959.

    Bagaimana Ekonomi Alaska Berkembang?

    Pada awal abad ke-20, ekonomi Alaska mulai beragam. Penangkapan ikan, khususnya salmon dan halibut, menjadi industri besar. Penambangan tembaga juga berkembang pesat, terutama di Kennecott.

    Saat Perang Dunia II, pembangunan pangkalan militer membawa infrastruktur baru dan peningkatan populasi. Namun, titik balik terbesar terjadi pada 1968, ketika cadangan minyak raksasa ditemukan di Teluk Prudhoe, pesisir Arktik. Pendapatan minyak kemudian menjadi pilar utama ekonomi Alaska, membiayai layanan publik sekaligus membentuk Dana Permanen Alaska.

    Dana ini mengelola investasi dari minyak dalam bentuk saham, obligasi, dan aset lainnya, lalu membagikan dividen tahunan kepada warga. Sistem ini membuat Alaska tidak memberlakukan pajak penghasilan maupun pajak penjualan negara bagian, sesuatu yang jarang ada di AS.

    Belakangan, pariwisata juga tumbuh pesat, menarik jutaan pengunjung ke taman nasional dan gletser. Kini, Alaska telah bertransformasi dari “pembelian yang diremehkan” menjadi negara bagian kaya sumber daya, dengan ekonomi yang bertumpu pada minyak, perikanan, dan pariwisata.

    (wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Negara Asia Ini Kebanjiran Turis, Rekor 3,4 Juta Orang di Juli 2024

    Negara Asia Ini Kebanjiran Turis, Rekor 3,4 Juta Orang di Juli 2024

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jumlah wisatawan mancanegara ke Jepang pada bulan Juli naik 4,4 persen dari tahun sebelumnya menjadi 3,4 juta, sebuah rekor untuk bulan tersebut, menurut perkiraan pemerintah, karena negara-negara lain sedang memasuki musim liburan sekolah.

    Dilansir Japan Today, baru-baru ini, Jepang telah menjadi tujuan wisata utama berkat popularitas budayanya, seperti anime, dan depresiasi yen.

    Berdasarkan negara dan wilayah, Tiongkok menduduki puncak daftar dengan 974.500 pengunjung, naik 25,5 persen dari tahun sebelumnya, diikuti oleh Korea Selatan dengan 678.600, turun 10,4 persen, menurut Organisasi Pariwisata Nasional Jepang.

    Pengunjung dari Taiwan berada di peringkat ketiga, naik 5,7 persen menjadi 604.200, sebuah rekor bulanan, yang sebagian besar disebabkan oleh peningkatan penerbangan yang menghubungkan Jepang dan wilayah tersebut.

    Organisasi tersebut menyatakan bahwa 15 pasar, termasuk Amerika Serikat, Prancis, dan Indonesia, mencetak rekor pengunjung baru untuk bulan Juli.

    Meski demikian, permintaan perjalanan dari Hong Kong dan Korea Selatan terdampak rumor di media sosial yang menyebutkan Jepang akan mengalami bencana alam dahsyat pada bulan Juli, ungkapnya.

    Spekulasi gempa bumi-khususnya pada 5 Juli-menyebar setelah sebuah prediksi dalam “The Future I Saw”, sebuah manga karya seniman Jepang Ryo Tatsuki, yang bahkan memicu penangguhan beberapa penerbangan reguler antara Jepang dan Hong Kong.

    Organisasi tersebut menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka akan terus mempromosikan pariwisata masuk yang strategis sambil menganalisis tren pasar secara cermat.

    Dalam rencana tiga tahun hingga tahun fiskal 2025, pemerintah bertujuan untuk meningkatkan pengeluaran perjalanan per orang menjadi 200.000 yen ($1.355) dan meningkatkan rata-rata menginap di wilayah regional menjadi dua malam, dibandingkan dengan tingkat tahun fiskal 2019 sebesar 159.000 yen dan 1,4 malam.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]