Negara: Prancis

  • Mengenal Jenis-jenis Puisi Berdasarkan Bentuk dan Isinya

    Mengenal Jenis-jenis Puisi Berdasarkan Bentuk dan Isinya

    YOGYAKARTA – Puisi memiliki keindahan tersendiri dalam penyampaian makna. Bahasa yang digunakan dalam puisi penuh dengan irama, majas, dan makna mendalam. Tidak heran jika puisi menjadi salah satu bentuk ekspresi paling populer di dunia sastra.

    Dalam perkembangannya, puisi terbagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan bentuk, gaya, dan isi yang disampaikan. Secara umum, ada dua kategori besar yakni puisi lama dan puisi modern. Sementara berdasarkan isinya, puisi dapat dibedakan menjadi berbagai jenis dengan tema beragam.

    Mengetahui jenis-jenis puisi akan membantu kita memahami ciri khas serta keindahan yang terkandung di dalamnya. Baik puisi lama atau modern, keduanya sama-sama menyimpan nilai sastra dan budaya yang penting. Berikut penjelasan lengkap mengenai jenis-jenis puisi yang perlu diketahui.

    Jenis-jenis Puisi

    Seperti yang telah disebutkan di atas, secara umum jenis puisi terbagi menjadi dua yakni puisi lama dan puisi modern. Puisi lama merupakan bentuk puisi yang masih terikat oleh aturan tertentu, seperti jumlah baris, rima, dan pola irama. Beberapa contoh puisi lama adalah mantra, pantun, talibun, syair, dan gurindam.

    Masing-masing puisi lama di atas memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya. Mantra merupakan jenis puisi yang lahir dari kepercayaan animisme. Biasanya dibacakan dalam acara ritual dengan kata-kata yang menimbulkan efek magis.

    Pantun memiliki pola bersajak a-b-a-b dengan dua baris sampiran dan dua baris isi. Adapun talibun mirip dengan pantun, namun terdiri lebih dari empat baris dengan jumlah yang selalu genap.

    Sementara itu, syair terdiri dari empat larik dalam satu bait dengan pola sajak a-a-a-a dan berisi kisah tertentu. Gurindam hanya terdiri dari dua baris yang berisi hubungan sebab dan akibat.

    Selanjutnya, puisi modern. Puisi modern dikenal juga sebagai puisi baru atau puisi bebas. Disebut bebas karena tidak terikat pada aturan jumlah baris, rima, atau irama tertentu. Penyair bebas mengekspresikan gagasan dan perasaan sesuai kreativitasnya.

    Jenis puisi modern antara lain puisi lirik, puisi naratif, dan puisi deskriptif. Puisi lirik digunakan untuk mengungkapkan gagasan pribadi penyair. Adapun puisi naratif digunakan untuk menyampaikan cerita dan dibagi lagi menjadi epic, romansa, dan balada. Sementara puisi deskriptif terkait kesan atau pendapat penyair terhadap suatu hal.

    Selain itu dua jenis puisi di atas, puisi juga dibedakan berdasarkan isinya. Dalam hal ini, puisi terbagi menjadi 7 jenis yaitu balada, romansa, elegi, himne, ode, epigram, dan satire. Berikut penjelasannya.

    Balada

    Balada merupakan puisi yang berisi cerita, biasanya terdiri dari tiga bait. Tema dalam balada sering diangkat dari kisah rakyat yang menyedihkan. Bentuknya sederhana, namun mengandung alur yang menarik.

    Balada sering kali memadukan unsur narasi dan dialog. Karena itu, puisi ini bisa terasa seperti sebuah cerita mini dalam bentuk syair. Keindahannya terletak pada cara penyair merangkum kisah menjadi bait-bait puitis.

    Romansa

    Romansa adalah puisi yang mengangkat tema cinta, kasih sayang, dan perasaan mendalam. Kata romansa sendiri berasal dari bahasa Prancis romantique, yang berarti keindahan perasaan. Puisi ini identik dengan bahasa yang lembut dan penuh makna.

    Biasanya romansa dipenuhi dengan kalimat puitis yang tersirat. Tema yang diangkat berkisar pada hubungan manusia dengan cinta rindu, hingga keindahan alam yang dipersonifikasikan untuk menunjukkan rasa kasih.

    Elegi

    Elegi adalah puisi yang mengekspresikan kesedihan, duka, atau kerinduan. Puisi ini sering ditulis sebagai bentuk ekspresi kehilangan, baik karena perpisahan maupun kematian. Bahasa yang digunakan biasanya penuh dengan ungkapan emosional.

    Melalui elegi, penyair dapat menyampaikan perasaan duka yang mendalam. Pembacanya pun ikut merasakan nuansa sedih yang terkandung di dalam bait-baitnya.

    Himne

    Himne adalah puisi yang berisi pujian atau penghormatan. Awalnya, himne digunakan sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan, dewa, atau tokoh yang dihormati. Seiring perkembangan, himne juga digunakan untuk memuji pahlawan, guru, atau almamater.

    Himne biasanya memiliki nuansa sakral dan agung. Kata-kata yang dipilih penuh penghormatan dan menimbulkan rasa kagum. Tidak jarang himne dilagukan agar lebih menyentuh hati pendengar.

    Ode

    Ode adalah puisi yang berisi sanjungan kepada orang yang berjasa atau sesuatu yang dianggap mulia. Puisi ini memiliki ciri khas nada yang anggun dan penuh penghormatan.

    Biasanya ode digunakan untuk menyanjung tokoh penting atau kejadian bersejarah. Dalam pembacaannya, ode seringkali terasa penuh khidmat.

    Epigram

    Epigram adalah puisi yang berisi ajaran hidup atau petuah. Puisi ini menyampaikan nilai moral dengan bahasa singkat, padat, dan jelas. Isinya memberikan pedoman tentang bagaimana menjalani kehidupan.

    Kekuatan epigram terletak pada kesederhanaan bahasanya. Walau ringkas, pesan yang disampaikan sangat kuat dan mudah dipahami.

    Satire

    Satire adalah puisi yang berisi sindiran atau kritik. Biasanya digunakan untuk menyampaikan ketidakpuasan terhadap fenomena sosial atau pemerintahan yang tidak adil.

    Ciri khas satire adalah baris-barisnya rapi dan simetris. Setiap baris dalam jenis puisi ini adalah kesatuan sintaksis. Adapun kritik disampaikan biasanya berbentuk ironi atau juga parodi.

    Dengan memahami jenis-jenis puisi, kita bisa lebih menghargai keindahan sastra. Setiap jenis puisi memiliki fungsi, nilai budaya, dan pesan moral yang penting untuk kehidupan.

  • Cara Gunakan Fitur Translate WhatsApp, Pesan Auto Diterjemahkan

    Cara Gunakan Fitur Translate WhatsApp, Pesan Auto Diterjemahkan

    Bisnis.com, JAKARTA – WhatsApp baru saja merilis fitur baru mereka yang dinamakan Message Translations atau terjemahan pesan langsung pada Selasa (23/9).

    Fitur ini diberikan untuk pengguna untuk memudahkan mereka menerima pesan dari bahasa asing. Sehingga saat mengaktifkan fitur ini, pesan dari bahasa asing akan langsung diterjemahkan.

    Pengguna Android dan iOS dapat langsung mengaktifkan fitur ini. Meskipun dukungan kedua platform berbeda.

    Untuk pengguna Android, jumlah bahasa yang didukung hanya ada enam bahasa, yakni Inggris, Spanyol, Hindi, Portugis, Rusia, dan Arab.

    Sedangkan pengguna iOS memiliki dukungan 19 bahasa asing yang dapat diterjemahkan, yakni meliputi Arab, Belanda, Inggris (UK dan US), Prancis, Jerman, Hindi, Indonesia, Italia, Jepang, Korea, Mandarin (Tiongkok dan Taiwan), Polandia, Portugis (Brasil), Rusia, Spanyol, Thailand, Turki, Ukraina, hingga Vietnam.

    Fitur ini dapat digunakan dalam percakapan pribadi, obrolan grup, maupun di Channels. Caranya hanya dengan menekan lama pesan yang ingin diterjemahkan, lalu pilih menu Translate.

    Pengguna dapat menentukan bahasa asal maupun tujuan terjemahan. Hasil terjemahan juga bisa diunduh untuk digunakan di kemudian hari. Khusus pengguna Android, tersedia opsi untuk mengaktifkan terjemahan otomatis pada seluruh pesan masuk di suatu obrolan, sehingga tidak perlu menerjemahkan satu per satu.

    WhatsApp menegaskan seluruh proses terjemahan dilakukan langsung di perangkat (on-device), sehingga privasi pengguna tetap terjaga dan bahkan pihak WhatsApp sendiri tidak bisa mengakses isi terjemahan.

    Cara Aktifkan Fitur Translate atau Terjemahan di WhatsApp

    Untuk mengaktifkan fitur ini, pengguna cukup menekan bubble chat/pesan sedikit lebih lama. Setelah itu akan muncul opsi “Translate/Terjemahan”.

    Anda pun bisa mengatur translate bahasa yang diinginkan. Misalnya dari Bahasa Inggris menjadi Bahasa Indonesia.

    Namun untuk pengguna Android, fitur terjemahan akan diaktifkan secara otomatis untuk seluruh pesan setelah melakukan pengaturan di setting.

    Sehingga saat muncul pesan dengan bahasa asing, pesan akan secara otomatis diterjemahkan.

  • Empat Penerbang Tempur TNI AU Sukses Terbang Solo dengan Rafale

    Empat Penerbang Tempur TNI AU Sukses Terbang Solo dengan Rafale

    Bisnis.com, JAKARTA – Empat penerbang TNI AU sukses melakukan terbang solo dengan jet tempur Rafale, pesawat baru TNI AU yang dibeli dari Prancis.

    Dilansir dari Antara, empat pilot tempur TNI tergabung dalam Pilot Training Batch 1 di Escadron de Transformation Rafale (ETR) 3/4 Aquitaine, Base Aérienne 113, Saint-Dizier, Prancis.

    Kepala Dinas Penerangan TNI AU I Nyoman Suadnyana saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta pun membenarkan hal tersebut.

    Dia mengatakan, ke empat penerbang TNI AU itu diantaranya Letkol Pnb Binggi Nobel, Mayor Pnb Eri Nasrul Mahlidar, Mayor Pnb Arie Prasetyo, dan Mayor Pnb Yusuf Atmaraga.

    “Seluruhnya telah berhasil terbang solo secara bertahap hingga 19 September 2025,” kata I Nyoman.

    I Nyoman melanjutkan, pencapaian tersebut menandai kesiapan personel TNI AU dalam mengoperasikan Rafale sebelum pesawat resmi memperkuat pertahanan udara Indonesia.

    Kehadiran pesawat tempur Rafale, lanjut I Nyoman, diharapkan tidak hanya meningkatkan kemampuan tempur, tetapi juga memperkuat sistem pertahanan udara nasional secara keseluruhan.

    Sebelumnya, TNI AU telah mempersiapkan beragam infrastruktur perawatan Rafale di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.

    Ragam infrastruktur berupa hanggar, tempat perbaikan hingga teknisi khusus telah disiapkan TNI AU untuk menyambut Rafale di awal 2026 mendatang.

     

  • Tasya Farasya Tampil dengan Tas Hermes Rp 7,5 Miliar saat Tuntut Nafkah Rp100 Perak di Sidang Perceraian

    Tasya Farasya Tampil dengan Tas Hermes Rp 7,5 Miliar saat Tuntut Nafkah Rp100 Perak di Sidang Perceraian

    JAKARTA – Tasya Farasya menjadi sorotan saat hadir dalam sidang perdana perceraiannya dengan Ahmad Assegaf di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada Rabu, 24 September 2025.

    Di momen tersebut, sang beauty influencer tampil anggun dalam balutan setelan kuning lembut. Namun hal paling mencuri perhatian justru tas mewah yang dibawanya.

    Wanita berusia 33 tahun itu menenteng Hermes Birkin Himalayan, salah satu seri tas paling langka dan prestisius di dunia dengan nilai fantastis mencapai Rp7,5 miliar.

    Dilansir dari laman Voila, seri ini termasuk jajaran tas termahal dari rumah mode Prancis Hermes yang hanya beredar terbatas dan sangat diburu kolektor tas mewah.

    Hermes Birkin Himalayan dikenal karena proses pembuatannya yang rumit, eksklusif, dan penuh kerahasiaan. Tas ini dibuat dari kulit buaya Crocodylus niloticus yang telah melalui proses khusus. Nama “Himalayan” sendiri diambil dari gradasi warnanya yang menyerupai puncak gunung bersalju di Pegunungan Himalaya.

    Model ukuran 30 pertama kali diluncurkan pada 2008 dan langsung menjadi incaran. Setahun kemudian hadir ukuran 35, lalu diikuti ukuran 25 pada 2012. Dari semua varian, seri Diamond dianggap paling mewah karena dihiasi hardware white gold 18 karat serta berlian putih.

    Keunikan lain dari Hermes Birkin Himalayan terletak pada gradasi warnanya. Tidak ada dua tas yang sama persis, sehingga tiap koleksi memiliki ciri khas masing-masing. Bagian pegangan dan strap depan yang dikencangkan dengan turn lock juga memperlihatkan detail buatan tangan yang menjadi ciri khas Hermes.

    Menariknya, tas super langka tersebut justru dibawa Tasya ketika menuntut nafkah hanya Rp 100 kepada Ahmad. Sidang perdana dengan agenda mediasi antara Tasya dan Ahmad tidak menghasilkan kesepakatan damai. Alhasil, proses perceraian akan berlanjut ke tahap selanjutnya.

  • Iran Bantah Kembangkan Bom Atom, Barat Layangkan Ultimatum Terakhir

    Iran Bantah Kembangkan Bom Atom, Barat Layangkan Ultimatum Terakhir

    Jakarta

    Ketegangan nuklir antara Iran dan negara-negara Barat menunjukkan tanda-tanda mereda, hanya beberapa jam menjelang tenggat sanksi internasional yang berlaku secara otomatis.

    Di Sidang Majelis Umum PBB, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan kembali, negaranya tidak pernah dan tidak akan berambisi mengembangkan bom nuklir. Seakan gayung bersambut, utusan Amerika Serikat mengaku siap melanjutkan perundingan, meski peluang kesepakatan tetap tipis.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Steve Witkoff, utusan khusus Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, pada Rabu (24/9), mencoba menyisipkan harapan. Tapi keduanya mensyaratkan langkah konkret dari Iran, termasuk membuka kembali akses penuh bagi inspektur nuklir PBB dan kembali ke meja perundingan.

    “Kami sedang berbicara dengan mereka. Dan kenapa tidak? Kami bicara dengan semua pihak, memang itulah tugas kami. Tugas kami adalah menyelesaikan masalah,” ujar Witkoff dalam forum Concordia di sela Sidang Umum PBB di New York. “Jika tidak berhasil, maka snapback akan diberlakukan. Itu adalah obat yang tepat.”

    Celah diplomasi dibayangi sanksi

    Sebelum serangan Israel dan AS terhadap fasilitas nuklirnya pada Juni lalu, Teheran dan Washington sempat menggelar lima putaran perundingan nuklir. Namun, pembicaraan tersandung sejumlah isu sensitif, seperti tuntutan Barat agar Iran tidak lagi memperkaya uranium di dalam negeri.

    Kini, di tengah tekanan sanksi yang makin dekat, beberapa diplomat Eropa menyatakan bahwa Inggris, Prancis, dan Jerman, yang disebut kelompok E3, bersedia menunda pemulihan sanksi hingga enam bulan ke depan. Syaratnya, Iran bersedia mengakomodasi tuntutan utama, yakni mengizinkan pengawasan penuh oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA), melaporkan cadangan uranium yang sudah diperkaya, serta kembali berdialog dengan Amerika Serikat.

    “Kesepakatan masih mungkin. Hanya tersisa beberapa jam. Kini tergantung pada Iran untuk memenuhi syarat sah yang telah kami tetapkan,” tulis Macron di platform X usai bertemu Pezeshkian.

    Retorika moral Pezeshkian

    Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB, Presiden Pezeshkian tidak hanya menegaskan komitmen anti-bom nuklir, tetapi juga mengecam Israel dan Amerika Serikat atas serangan udara pada Juni lalu yang, menurut Teheran, menewaskan lebih dari 1.000 warga sipil.

    “Deklarasi saya kepada majelis ini jelas: Iran tidak pernah dan tidak akan pernah membangun bom nuklir,” tegas Pezeshkian. “Yang mengganggu perdamaian dan stabilitas di kawasan adalah Israel, namun Iran yang dihukum.”

    Dia menyebut serangan udara oleh “rezim Zionis” dan Amerika Serikat terhadap kota-kota dan fasilitas nuklir Iran sebagai “pengkhianatan besar terhadap diplomasi,” yang terjadi di saat Iran tengah menapaki jalur negosiasi.

    Iran tetap berpegang pada argumen bahwa program nuklirnya sepenuhnya untuk tujuan damai. Mereka menunjuk pada fatwa Ayatollah Ali Khamenei yang secara eksplisit melarang senjata nuklir. Meski demikian, Barat—termasuk Israel dan AS—tetap mencurigai niat Teheran, terutama mengingat kapasitas teknologi nuklir Iran yang dianggap bisa dengan cepat dialihkan untuk membuat senjata.

    Titik nadir diplomasi

    Ketegangan teranyar berpangkal pada keputusan Presiden Trump pada 2018 yang menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015, atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), serta memberlakukan kembali sanksi sepihak terhadap Iran. Teheran membalas dengan meningkatkan aktivitas nuklirnya.

    Pezeshkian turut menyalahkan Eropa karena tidak berdaya melawan tekanan AS, dan bahkan menyebut UE sebagai pihak yang turut meruntuhkan JCPOA.

    “Mereka menyamar sebagai pihak yang beritikad baik dalam perjanjian, tapi mencemooh upaya tulus Iran sebagai tidak memadai,” ujar Pezeshkian. “Semua ini bertujuan untuk menghancurkan JCPOA yang dulunya mereka anggap sebagai pencapaian tertinggi diplomasi.”

    Dalam pidatonya, Pezeshkian ikut memamerkan foto-foto warga yang tewas dalam serangan Israel Juni lalu. “Ini bukan hanya serangan fisik. Ini adalah pembunuhan terhadap diplomasi itu sendiri,” katanya.

    Hari penentuan

    Tenggat 30 hari yang diluncurkan oleh E3 sejak 28 Agustus akan berakhir pada Sabtu, 27 September. Jika tidak ada kesepakatan, maka mekanisme snapback akan mulai berlaku: sanksi ekonomi dan militer PBB terhadap Iran akan dipulihkan.

    Sanksi mencakup embargo senjata, larangan pengolahan dan pengayaan uranium, pembekuan aset global, serta larangan perjalanan bagi entitas dan individu asal Iran.

    Dikhawatirkan, sanksi akan membuat kondisi ekonomi Iran yang sudah terpuruk semakin terjepit. Namun sumber Reuters di Iran mengatakan, beberapa pesan telah dikirimkan ke Washington lewat jalur mediasi selama beberapa minggu terakhir. Hingga kini, belum ada balasan.

    Ayatollah Khamenei pada Selasa (23/9) menegaskan, Iran tidak akan melakukan negosiasi di bawah ancaman. Posisi itu mengindikasikan jurang kepercayaan yang masih lebar, meskipun retorika AS kini sedikit melunak.

    “Kami tidak berniat menyakiti mereka,” ujar Witkoff. “Namun jika tak ada jalan keluar, maka snapback adalah konsekuensi yang tak terelakkan.”

    Editor: Agus Setiawan

    Lihat juga Video: Bom Atom Penghancur Dunia

    (ita/ita)

  • Ahli Bedah Salah Operasi Pasien Ginjal, Keliru Saat Angkat Organ yang Kena Kanker

    Ahli Bedah Salah Operasi Pasien Ginjal, Keliru Saat Angkat Organ yang Kena Kanker

    Jakarta

    Ahli bedah di Prancis melakukan hal keliru saat proses pembedahan pasien kanker. Bukan mengangkat yang sakit, mereka malah mengangkat ginjal yang sehat.

    Dikutip dari Daily Mail, insiden ini terjadi pada Juli 2024 pada pria berusia 77 tahun. Ia menjalani prosedur onkologi di Sakit Henri Mondor di Créteil.

    Ketika pasien sadar dari pengangkatan ginjal atau nefrektomi, ia menemukan bahwa para dokter mengoperasi sisi yang salah. Padahal ia sudah mengisi daftar periksa yang dibuat oleh staf medis sebelum operasi dengan benar.

    Diperkirakan, nefrektomi total berpotensi memberikan pasien kanker tingkat kelangsungan hidup lima tahun lebih dari 90 persen. Tetapi, prognosis pasien yang tidak disebutkan namanya itu tidak secerah sekarang, karena ia akan bergantung hidup pada satu ginjal yang sakit.

    Meskipun nyawa pasien tidak terancam, ia akan menghadapi konsekuensi dari kesalahan prosedur tersebut.

    Terkait hal ini, keluarga pasien telah mengajukan gugatan hukum terhadap Assistance Publique-Hôpitaux de Paris (AP-HP) yang mengelola rumah sakit di Paris tersebut. Tetapi, pihak AP-HP menolak berkomentar dengan alasan kerahasiaan medis.

    Kejadian serupa juga pernah terjadi di awal tahun 2025 yang menimpa wanita di Amerika Serikat, Wendy Rappaport. Ia menggugat sebuah Rumah Sakit di Minnesota setelah ahli bedah keliru mengangkat ginjalnya yang sehat.

    Ketika Wendy dioperasi, ginjalnya seharusnya tidak diangkat sama sekali, melainkan limpanya. Hal ini membuat wanita 84 tahun itu harus menjalani dialisis atau cuci darah dan didiagnosis mengidap penyakit ginjal yang paling parah.

    Tanpa kedua ginjal yang berfungsi, tubuhnya tidak dapat lagi menyaring limbah dan kelebihan cairan dari tubuhnya dengan baik. Kondisi ini menempatkannya pada risiko komplikasi yang mengancam jiwa dan kegagalan organ, yang berpotensi membunuhnya dalam hitungan tahun.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/kna)

  • Netanyahu Kutuk Para Pemimpin yang Akui Negara Palestina!

    Netanyahu Kutuk Para Pemimpin yang Akui Negara Palestina!

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengutuk para pemimpin yang telah mengakui negara Palestina. Kecaman ini disampaikannya saat ia menuju Amerika Serikat pada hari Kamis (25/9) untuk bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih dan berpidato di Majelis Umum PBB.

    Pernyataannya disampaikan tiga hari setelah Prancis dan negara-negara Barat lainnya secara resmi mengakui Negara Palestina.

    Netanyahu dijadwalkan berpidato di hadapan majelis pada hari Jumat (26/9) besok.

    “Di Majelis Umum, saya akan menyampaikan kebenaran kita — kebenaran warga Israel, kebenaran tentara (Israel), kebenaran bangsa kita,” kata Netanyahu di Bandara Ben Gurion, Israel sebelum keberangkatannya ke AS, menurut pernyataan dari kantornya, dilansir kantor berita AFP, Kamis (25/9/2025).

    “Saya akan mengutuk para pemimpin yang, alih-alih mengutuk para pembunuh, pemerkosa, dan pembakar anak-anak, malah ingin memberi mereka sebuah negara di jantung Israel. Ini tidak akan terjadi,” cetusnya.

    Netanyahu mengatakan bahwa dia akan bertemu dengan Trump untuk keempat kalinya di Washington.

    “Saya akan membahas dengannya peluang besar yang dibawa oleh kemenangan kami, serta kebutuhan kami untuk mencapai tujuan perang: untuk membawa kembali semua sandera kami, untuk mengalahkan Hamas, dan untuk memperluas lingkaran perdamaian yang telah terbuka bagi kami,” kata Netanyahu.

    Sebelumnya, Utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff mengatakan bahwa ia mengharapkan terobosan terkait Gaza dalam beberapa hari mendatang. Dia mengatakan bahwa Trump telah menyampaikan sebuah rencana kepada para pemimpin negara-negara Arab dan Islam.

    “Kami menyampaikan apa yang kami sebut rencana 21 poin Trump untuk perdamaian di Timur Tengah dan Gaza,” kata Witkoff.

    “Saya pikir ini menjawab kekhawatiran Israel serta kekhawatiran semua negara tetangga di kawasan ini,” ujarnya di sela-sela Sidang Umum PBB, tanpa merinci 21 poin tersebut.

    “Kami berharap, dan bahkan bisa saya katakan yakin, bahwa dalam beberapa hari mendatang kita akan dapat mengumumkan semacam terobosan,” imbuhnya.

    Lihat Video: Netanyahu Kutuk Negara yang Akui Palestina!

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Pidato Prabowo di PBB, solidaritas Palestina dan diplomasi gaya baru

    Pidato Prabowo di PBB, solidaritas Palestina dan diplomasi gaya baru

    Jakarta (ANTARA) – Pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB menandai sebuah babak penting dalam peran Indonesia di kancah global.

    Dengan menekankan nilai persaudaraan dunia, pengentasan kemiskinan, dan pembebasan Palestina dari penjajahan Israel, Indonesia menunjukkan sikap yang jelas terhadap berbagai persoalan kemanusiaan yang menjadi sorotan internasional.

    Pidato Prabowo di sidang umum PBB ini bukan hanya sebuah pernyataan diplomasi, melainkan juga sinyal bahwa Indonesia ingin menegaskan posisinya sebagai negara yang mampu berkontribusi dalam penyelesaian konflik global.

    Dalam suasana dunia yang penuh ketegangan, keberanian untuk berbicara tegas di forum PBB adalah langkah yang jarang dilakukan negara-negara berkembang.

    Prabowo menempatkan Indonesia sejajar dengan pemimpin-pemimpin besar dunia, memperlihatkan konsistensi politik luar negeri yang berpihak pada perdamaian dan solidaritas.

    Pidato Prabowo itu, sekaligus mengingatkan pada pentingnya menghidupkan kembali peran PBB yang sempat dianggap melemah akibat tarik-menarik kepentingan kekuatan besar.

    Revitalisasi semangat multilateralisme, kini mulai terlihat. Beberapa negara besar, seperti Inggris, Australia, Kanada, dan Prancis telah memberikan pengakuan kepada Palestina sebagai negara berdaulat. Tindakan itu memperlihatkan adanya arus baru dalam hubungan internasional yang lebih berorientasi pada keadilan global.

    Solidaritas terhadap Palestina menjadi simbol kuat bahwa dunia masih memiliki hati nurani. Momentum inilah yang memberi ruang bagi Indonesia untuk terlibat lebih aktif, bukan sekadar sebagai pengamat, tetapi sebagai penggerak perubahan yang nyata.

    Pidato Prabowo di sidang umum PBB juga membuka refleksi penting tentang bagaimana seharusnya peran Indonesia di masa depan.

    Sejak era awal kemerdekaan, politik luar negeri Indonesia selalu menegaskan prinsip bebas aktif, yaitu tidak berpihak secara buta pada blok manapun, tetapi juga tidak berdiam diri ketika ketidakadilan terjadi.

    Prinsip inilah yang membuat Indonesia dihormati dalam banyak forum internasional, karena sikapnya dianggap konsisten dan memiliki dasar moral.

    Namun, dalam praktiknya, politik bebas aktif kadang hanya berhenti pada pernyataan normatif. Kini, dengan momentum yang diciptakan di PBB, Indonesia bisa mengaktualisasikan prinsip itu dalam bentuk keterlibatan lebih konkret.

    Figur pemimpin

    PBB sendiri akan kembali menjadi sentral dalam tata kelola dunia jika mampu menjawab tantangan zaman. Peran Amerika Serikat yang sering menentukan arah kebijakan global tidak lagi absolut, sementara negara-negara lain mulai menunjukkan keberanian untuk mengambil posisi berbeda.

    Dalam situasi ini, PBB membutuhkan figur dan kepemimpinan yang mampu merangkul perbedaan, memperkuat solidaritas, serta mengembalikan kepercayaan negara-negara anggota terhadap lembaga internasional tersebut.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Apakah Perserikatan Bangsa-Bangsa Masih Berfungsi?

    Apakah Perserikatan Bangsa-Bangsa Masih Berfungsi?

    Jakarta

    Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) menginjak usia yang ke-80 tahun minggu ini. Para pemimpin dunia berkumpul di New York untuk memperingatinya. Namun, di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik, perubahan iklim yang kian memburuk, dan meningkatnya tantangan tatanan global berbasis hukum, suasana UNGA jauh dari kemeriahan.

    Sebaliknya PBB menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

    Salah satu penyebab utamanya adalah perpecahan di Dewan Keamanan (DK) PBB terkait perang Israel di Gaza dan invasi Rusia ke Ukraina. Misi penjaga perdamaian PBB di Afrika juga mendapat kritik.

    Selain itu, tahun lalu sekelompok pakar kebijakan iklim, termasuk di dalamnya mantan kepala iklim PBB Christiana Figueres, mantan Sekjen PBB Ban Ki-moon, dan ilmuwan iklim terkemuka Johan Rockstrm, menyebut KTT iklim COP “sudah tidak lagi sejalan dengan fungsinya.”

    Namun, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres menekankan pentingnya PBB dalam menangani isu-isu global. “Tidak ada negara yang bisa menghentikan pandemi sendirian. Tidak ada pasukan yang bisa menghentikan suhu bumi yang terus meningkat,” katanya saat berpidato di Sidang Umum PBB, Selasa (23/9) lalu.

    Apa fungsi Sidang Umum PBB (UNGA)?

    Sebagai salah satu dari enam organ utama PBB, UNGA adalah salah satu badan perwakilan utama PBB yang menyediakan ruang untuk merumuskan kebijakan dan mengeluarkan rekomendasi melalui resolusi.

    Namun, resolusi yang dilahirkan UNGA pada dasarnya hanyalah pernyataan niat. Negara-negara menyatakan posisinya untuk disepakati secara internasional. Namun, resolusi ini secara umum tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

    Apakah PBB benar-benar bisa membantu menciptakan perdamaian?

    Dewan Keamanan PBB (UNSC) dianggap sebagai badan utama untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional, tetapi selama ini kerap dikritik karena komposisinya anggota tetapnya yang terbatas, yang sering menyebabkan resolusi terblokir.

    DK PBB terdiri dari lima anggota tetap: Inggris, Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, dan Prancis, negara-negara pemenang Perang Dunia II yang juga pemilik senjata nuklir. Selain kelima negara tersebut ada 10 anggota tidak tetap yang dipilih setiap dua tahun berdasarkan sistem rotasi regional.

    Yang sangat krusial adalah kelima anggota tetap memiliki hak veto — kekuatan untuk membatalkan keputusan secara sepihak. Namun bagi 10 anggota tidak tetap tanpa veto, untuk membatalkan suara dibutuhkan tujuh dari sepuluh anggota untuk menolak resolusi agar suara gagal disahkan.

    Hak veto ini secara konsisten digunakan oleh negara-negara besar untuk melindungi kepentingan mereka sendiri, seperti saat AS memblokir resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza atau Rusia memveto resolusi untuk menghentikan perang di Ukraina.

    Para kritikus mengatakan bahwa Dewan Keamanan PBB sudah tidak lagi relevan dan representatif. Hal ini terutama berlaku bagi Afrika dan Amerika Selatan, yang tidak memiliki perwakilan tetap di DK PBB.

    Daniel Forti, analis senior PBB di lembaga think tank International Crisis Group, mengatakan kepada DW bahwa reformasi sulit dilakukan karena “lima anggota tetap enggan menyetujui perubahan apa pun yang bisa mengurangi pengaruh mereka.”

    “Sedikit sekali yang akan mengatakan bahwa Dewan Keamanan berfungsi dengan baik saat ini,” lanjutnya. “Benturan geopolitik antara AS, Cina, dan Rusia telah membuat Dewan Keamanan PBB hampir tidak mampu merespons konflik-konflik terburuk di dunia sepuluh tahun terakhir. Ini telah merusak kredibilitas DK yang juga merambat pada kredibilitas PBB.”

    Apakah AS yang ‘menarik diri’ membuat PBB terpuruk?

    Pendanaan PBB berasal dari kontribusi para negara anggotanya, dalam bentuk sumbangan wajib berdasarkan ukuran dan pendapat negara, serta kontribusi sukarela, yang umumnya datang dari negara-negara maju.

    Meskipun Amerika Serikat masih memberikan kontribusi, keputusan Donald Trump untuk mengeluarkan berbagai perintah eksekutif yang menarik diri dari beberapa lembaga dan program PBB, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), telah membuat organisasi ini mengalami kesulitan keuangan.

    Awal bulan ini, Guterres mengusulkan pemotongan anggaran sebesar $500 juta (sekitar Rp. 8,3 triliun) untuk tahun depan, atau sekitar 15% dari anggaran pokok PBB, dari $3,7 miliar (Rp. 61 triliun) menjadi $3,2 miliar (Rp. 53 triliun). Inisiatif seperti Program Pangan Dunia WFP, untuk pengungsi UNHCR, dan WHO yang memerlukan anggaran dana yang lebih besar, kini menghadapi ketidakpastian.

    “Pemotongan dan pembekuan bantuan yang dilakukan Washington memaksa organisasi ini melakukan pengetatan besar-besaran,” kata Forti. “Tidak ada negara lain yang mengambil alih menutup ‘kesenjangan’ dana dukungan AS … Ini berarti lebih sedikit kampanye vaksinasi, lebih sedikit inisiatif pendidikan, dan lebih sedikit dukungan untuk pemukiman pengungsi.”

    Bisakah PBB direformasi dan dibuat lebih relevan?

    Seruan untuk reformasi PBB sudah ada sejak lama, hampir sepanjang organisasi itu berdiri, tetapi kini semakin keras dan meluas. Presiden Irlandia, Michael D. Higgins, tahun lalu menyerukan agar PBB “dirancang ulang untuk masa depan, dengan memberi peran lebih bagi Afrika, Asia, dan Amerika Latin.”

    Pada bulan Februari, Trump berkata: “Saya selalu merasa bahwa PBB punya potensi besar. Tapi saat ini belum memenuhi potensi tersebut.” Ia mengulangi klaim itu lagi dalam Sidang Umum pekan ini.

    Forti juga melihat perlunya perubahan. “Organisasi ini bisa direformasi. Tapi itu akan menjadi jalan yang sulit. Reformasi serius akan memakan waktu dan mungkin menjadi proses yang menyakitkan bagi negara-negara yang bergantung pada PBB,” katanya.

    “Membawa PBB ke era berikutnya akan membutuhkan visi reformasi yang jelas dari Sekretaris Jenderal berikutnya, dan dukungan diplomatik besar dari banyak negara anggota. Organisasi ini telah melewati masa-masa sulit sebelumnya. Untuk bisa melakukannya lagi, negara-negara harus mampu membuktikan mengapa PBB penting bagi mereka,” tegas analis senior International Crisis Group tersebut.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Lihat juga Video ‘Trump di PBB: Pengakuan Negara Palestina Jadi Hadiah untuk Hamas’:

    (ita/ita)

  • Kecam Pengakuan Palestina hingga Overtime Hampir Sejam

    Kecam Pengakuan Palestina hingga Overtime Hampir Sejam

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump lagi-lagi menjadi sorotan. Di panggung PBB, Trump mengecam pengakuan terkait negara Palestina hingga berpidato jauh melebihi batas waktu yang telah ditentukan.

    Trump berpidato dalam Sidang Umum PBB pada Selasa (23/9/2025). Dia mendapatkan giliran kedua setelah Presiden Brazil dan sebelum Presiden Prabowo Subianto yang berpidato di urutan ketiga.

    Bukan Trump namanya jika pidatonya tidak menyulut polemik. Di markas PBB, Trump secara terang-terangan mengecam sikap sejumlah negara yang mengakui negara Palestina hingga mempertanyakan fungsi PBB.

    Kecam Negara yang Akui Palestina

    Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB pada Selasa (23/9) waktu setempat, Trump mengatakan negara-negara kekuatan dunia seharusnya berfokus pada pembebasan para sandera yang ditawan kelompok Hamas di Gaza.

    Prancis, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal termasuk di antara negara-negara yang telah mengakui negara Palestina dalam beberapa hari terakhir. Langkah-langkah mereka didasari rasa frustrasi terhadap Israel atas serangannya di Gaza dan bertujuan untuk mendorong solusi dua negara. Namun, hal ini telah membuat marah Israel dan sekutu dekatnya, Amerika Serikat.

    “Seolah-olah ingin mendorong konflik yang berkelanjutan, beberapa anggota badan ini berusaha untuk mengakui negara Palestina secara sepihak,” kata Trump dalam pidatonya.

    “Imbalannya akan terlalu besar bagi Hamas atas kekejaman mereka… tetapi alih-alih menyerah pada tuntutan tebusan Hamas, mereka yang menginginkan perdamaian seharusnya bersatu dengan satu pesan: Bebaskan para sandera sekarang juga,” cetus Trump, dilansir kantor berita Reuters, Rabu (24/9/2025).

    “Bebaskan para sandera sekarang juga,” ulangnya.

    Diketahui bahwa sebagian besar anggota PBB, saat ini lebih dari 150 negara, telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Negara-negara Barat yang sejak minggu ini mengakui negara Palestina antara lain Prancis, Belgia, Monako, Luksemburg, Malta, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal.

    Pidato Hampir 1 Jam, padahal Batas Maksimal 15 Menit

    Trump bicara panjang lebar di sidang umum PBB. Dia berpidato selama 56 menit, melewati batas yang ditentukan yakni 15 menit.

    Dilansir Reuters, Rabu (24/9), banyak hal yang dibicarakan Trump di pidato tersebut. Mulai dari pamer capaian di AS selama dia menjabat hingga mengkritik PBB karena eskalator dan telepromter yang rusak.

    Trump juga bicara mengenai Palestina. Dia menyatakan AS menolak mengakui negara Palestina. Dia juga mendesak negara-negara Eropa mengadopsi serangkaian kebijakan ekonomi yang dia usulkan terhadap Rusia agar mau mengakhiri peperangan dengan Ukraina.

    Untuk diketahui, Trump pidato di sidang umum PBB tanpa naskah. Sebab, telepromter di Markas PBB rusak ketika Trump bicara.

    Sebagian besar pidatonya didominasi oleh dua keluhan terbesarnya yakni imigrasi dan perubahan iklim. Trump dalam pidatonya menegaskan dia telah menjalankan kebijakan imigrasi di AS sebagaimana mestinya. Untuk diketahui, para aktivis HAM berbeda pandangan dengan Trump, mereka berpendapat para migran mencari kehidupan lebih baik.

    “Saya sangat ahli dalam hal ini. Negara-negara kalian akan hancur,” kata Trump.

    Trump dalam pidato juga menyebut perubahan iklim sebagai tipuan. Dia bahkan menyerukan agar kembali bergantung pada bahan bakar fosil.

    “Imigrasi dan ide energi bunuh diri mereka akan menjadi penyebab kehancuran Eropa Barat,” katanya.

    Trump juga sempat menyindir Wali Kota London Sadiq Khan. Dia mengatakan Sadiq Khan ingin memberlakukan hukum syariah di London.

    Dia juga mengatakan “inflasi telah dikalahkan” di AS. Padahal, beberapa hari sebelumnya Federal Reserve mengatakan inflasi telah naik.

    Sindir Peran PBB

    Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB yang berlangsung di markas PBB di New York, Donald Trump terang-terangan menyerang PBB. Dia mempertanyakan apa tujuan badan dunia tersebut dan menyebutnya cuma omong kosong belaka.

    “Apa tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa? PBB punya potensi yang luar biasa. Saya selalu bilang begitu. PBB punya potensi yang luar biasa, tapi sebagian besar belum bisa mencapai potensi itu,” cetus Trump, dilansir CNN International, Rabu (24/9).

    “Setidaknya untuk saat ini, mereka sepertinya hanya menulis surat yang tegas dan tidak pernah menindaklanjutinya. Itu cuma omong kosong, dan omong kosong tidak menyelesaikan perang. Satu-satunya yang bisa menyelesaikan perang dan peperangan adalah tindakan,” imbuhnya.

    Dalam pidatonya pada Selasa (23/9) waktu setempat, Trump juga menyindir PBB tidak efektif menciptakan perdamaian dunia.

    Dilansir Al Jazeera, Trump membeberkan rekam jejaknya kepada para pemimpin dunia. Menurut Trump, dirinya pantas mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian.

    “Sangat disayangkan saya harus melakukan hal-hal ini, alih-alih Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melakukannya, dan sayangnya, dalam semua kasus, Perserikatan Bangsa-Bangsa bahkan tidak mencoba membantu dalam hal apa pun,” kata Trump.

    Trump juga menyinggung tentang lift rusak dan teleprompter tak berfungsi yang ditemuinya di markas besar PBB.

    “Ini adalah dua hal yang saya dapatkan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, eskalator yang buruk dan teleprompter yang buruk,” ucap Trump.

    “Saya tidak memikirkannya saat itu karena saya terlalu sibuk bekerja menyelamatkan jutaan nyawa, yaitu menyelamatkan dan menghentikan perang-perang ini. Namun kemudian, saya menyadari bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak ada untuk kita,” tandas Trump.

    Halaman 2 dari 4

    (ygs/ygs)