Negara: Prancis

  • China Ingin Uni Eropa Terlibat Perundingan Damai Ukraina, Kenapa?

    China Ingin Uni Eropa Terlibat Perundingan Damai Ukraina, Kenapa?

    Jakarta

    Pesan dari Cina di Dewan Keamanan PBB pekan lalu sangat jelas: “Cina menyambut semua upaya yang didedikasikan untuk perdamaian, termasuk kesepakatan baru-baru ini yang dicapai oleh Amerika Serikat dan Rusia untuk memulai perundingan damai,” ujar Duta Besar Cina untuk PBB, Fu Cong, dalam sebuah rapat pengarahan di Dewan Keamanan (DK) PBB.

    “Cina berharap semua pihak dan pemangku kepentingan terkait yang terlibat dalam krisis Ukraina akan terlibat dalam proses perundingan damai. Karena konflik telah berlangsung di Eropa, sangat penting bagi Eropa untuk bekerja demi perdamaian,” katanya, yang tampaknya bertentangan dengan posisi Rusia, mitra strategis utama Beijing.

    Pada hari Senin (24/02) sebelum bertemu dengan delegasi AS di Arab Saudi, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyindir bahwa ia tidak melihat ada tempat bagi Uni Eropa (UE) di meja perundingan, dengan mengklaim bahwa UE telah memiliki beberapa kesempatan untuk berpartisipasi dalam perundingan untuk menyelesaikan konflik.

    Perdamaian di Eropa tanpa orang Eropa?

    Cina telah mendukung Rusia sejak meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina pada bulan Februari 2022, menolak untuk mengutuk agresi Rusia, sementara secara implisit memberikan dukungan ekonomi di tengah sanksi yang dipimpin AS.

    Sepanjang perang, Cina bersikeras menyelesaikan konflik melalui proses “dialog”. Pengamat politik yang bermarkas di Beijing, Kan Quanqiu, mengatakan bahwa pernyataan Cina di DK PBB, yang tampaknya bertentangan dengan posisi Rusia, muncul saat Moskow melihat peluang untuk mengisolasi Eropa. “Menurut Presiden Rusia Vladimir Putin, Ukraina harus didemiliterisasi. Dengan prasyarat ini, yang tidak realistis bagi Eropa, Rusia ingin mempersulit dan membuat Eropa tidak mungkin datang ke meja perundingan,” tulis Kan. Ini akan memungkinkan Rusia mencapai kesepakatan cepat dengan Washington, lanjut Kan. “Cepat atau lambat, AS di bawah Presiden Donald Trump akan mengkhianati Eropa dan Ukraina dengan sebuah kesepakatan,” imbuhnya.

    Perjanjian bilateral semacam itu mengancam akan menjungkirbalikkan sistem keamanan internasional di Eropa yang berlaku sejak Perang Dingin. Fakta bahwa Eropa menghadapi tantangan kebijakan luar negeri baru menjadi jelas setelah Konferensi Keamanan München, MSC. Pembicara tamu, Wakil Presiden AS yang baru JD Vance, tidak menjelaskan apa yang akan dilakukan pemerintahan AS yang baru untuk memulihkan perdamaian di Eropa. Sebaliknya, ia menggunakan pidatonya untuk menegur pejabat Eropa yang hadir karena secara terang-terangan menindas kebebasan berbicara dengan mencoba menyingkirkan partai politik sayap kanan.

    AS mengabaikan aliansinya dengan Eropa

    Selama kampanye pemilihan presiden AS, Trump sering mengatakan bahwa ia akan mengakhiri perang Ukraina dalam 24 jam setelah kembali menjabat. Meskipun batas waktu itu telah lewat, tampaknya mengakhiri konflik dengan cepat masih menjadi salah satu prioritas Trump.

    Menjalin kontak langsung dengan Rusia, yang telah dikenai sanksi oleh komunitas internasional atas kejahatan perang, tanpa melibatkan Eropa dan Ukraina, merupakan tanda bahwa AS meninggalkan aliansinya yang telah lama terjalin.

    Sascha Lohmann dan Johannes Thimm dari Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan SWP, mengatakan kepada DW bahwa “perubahan mendasar dalam mentalitas diperlukan” di Eropa.

    Dengan AS tidak lagi bertindak sebagai “mitra dan sekutu alami,” tetapi sebagai “negara dengan tujuan yang sebagian bertentangan” dengan UE, kedua pakar tersebut mengatakan Eropa dan Jerman harus “mendefinisikan kepentingan mereka sendiri dan mengembangkan instrumen untuk memastikan kemampuan mereka untuk bertindak dan membentuk masa depan, bahkan dalam menghadapi perlawanan dari Washington.”

    Cina ulurkan tangan kepada Eropa

    Dari seberang benua Eurasia, Cina kini mengulurkan tangannya kepada UE. Dalam Konferensi Keamanan di kota München, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi berbicara setelah kemunculan Wakil Presiden AS dan dengan cepat memposisikan Cina sebagai pengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh peralihan Washington ke arah isolasionisme.

    Wang mengatakan Cina sendiri menyumbang sekitar 20% dari pengeluaran PBB, negeri ‘tirai bambu’ ini sepenuhnya mengimplementasikan Perjanjian Iklim Paris. Dalam berpolitik, Cina “tidak melakukan sesuatu hanya jika itu menguntungkan dirinya saja”.

    “Dalam menghadapi tantangan global yang muncul, tidak ada negara yang tidak terpengaruh, dan pendekatan ‘kitalah yang utama’ dalam hubungan internasional hanya mengarah pada hasil yang merugikan semua pihak, kata Wang, seraya menambahkan bahwa Cina “menjunjung tinggi multilateralisme sejati.”

    Dengan senyum menawan, Wang menyerukan hubungan yang lebih erat antara Cina dan Eropa.

    Uni Eropa telah menyusun kerangka kebijakan Cina yang baru selama setahun terakhir, yang menggambarkan Cina sebagai mitra, pesaing serta menyerukan “pengurangan risiko” atau menjauhkan diri secara sistematis dari Beijing. Wang tampaknya merujuk pada kebijakan ini selama pidatonya di München.

    “Cina selalu melihat Eropa sebagai kutub penting di dunia multipolar. Kedua belah pihak adalah mitra, bukan saingan,” kata Wang.

    Pidatonya diakhiri dengan menyerukan Cina dan Eropa untuk “memperdalam komunikasi strategis dan kerja sama yang saling menguntungkan, serta mengarahkan dunia menuju masa depan yang cerah, penuh perdamaian, keamanan, kemakmuran dan kemajuan.”

    Pemerintahan di Beijing bermuka dua?

    Ilmuwan politik Stephan Bierling dari Universitas Regensburg mengatakan kepada DW bahwa pernyataan Wang “bermuka dua.”

    Cina berbicara tentang dunia multipolar, tetapi yang dimaksud adalah memiliki kebebasan untuk mengamankan zona pengaruhnya sendiri, tegas Stephan Bierling, seraya menambahkan bahwa Cina menampilkan dirinya sebagai perwakilan tatanan dunia berbasis aturan, tetapi melanggar tatanan ini lebih sering daripada siapa pun.

    “Namun, pernyataannya sekarang jatuh pada landasan yang agak lebih subur karena Wakil Presiden AS, JD Vance, sama sekali tidak mengatakan apa pun tentang kebijakan luar negeri AS. Ia bahkan tidak menganggap orang Eropa mampu berbicara tentang masalah besar politik internasional pada tingkat yang memuaskan,” kata Bierling kepada DW.

    Memecah belah dan menaklukkan?

    Cina akan mencoba memecah belah demokrasi liberal di dunia Barat, demikian menurut pakar Asia Angela Stanzel dari SWP.

    “Jika terjadi keretakan transatlantik karena pemerintahan Trump secara drastis mengurangi dukungan untuk Ukraina, misalnya, Beijing akan segera melihat ini sebagai peluang untuk mendorong negara-negara Eropa menuju otonomi strategis,” tulis Stanzel dalam sebuah studi baru-baru ini dengan rekan penulis Jonathan Michel.

    “Dari perspektif Cina, tujuannya adalah agar Eropa menjauhkan diri dari AS pada tingkat yang lebih besar dan meningkatkan hubungannya dengan Cina,” tulisnya.

    Sebagai tanggapan, studi tersebut mengatakan negara-negara anggota inti UE, Jerman dan Prancis, harus memperkuat jangkauan geopolitik Komisi Eropa untuk meminimalkan risiko yang datang dari Cina sambil mempertahankan dialog transatlantik yang intensif.

    “Donald Trump suka membuat kesepakatan dan telah membuat banyak hal yang tidak mungkin menjadi mungkin,” kata Wang Huiyao, ekonom dan presiden pendiri lembaga pemikir Center for China and Globalization yang berafiliasi dengan pemerintah dan berbasis di Beijing.

    “Uni Eropa dapat berbisnis dengannya, begitu pula Rusia dan Cina. Oleh karena itu, Trump mengabaikan isu-isu sulit seperti ideologi, nilai-nilai bersama, dan hak asasi manusia,” katanya kepada DW.

    Dalam tatanan dunia masa depan, ekonom Wang membayangkan segitiga kekuatan antara AS, Eropa, dan Cina.

    “Eropa dapat mencapai keseimbangan yang lebih baik antara Cina dan Amerika. Cina menemukan ruang lingkup baru dalam hubungan transatlantik. Ada peluang besar, tetapi juga tantangan besar,” pungkasnya.

    Artikel ini diadaptasi dari tulisan bahasa Jerman.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1098: Sekutu Eropa Temui Zelensky di Kyiv, Janji Beri Tambahan Bantuan – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1098: Sekutu Eropa Temui Zelensky di Kyiv, Janji Beri Tambahan Bantuan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut perkembangan terkini perang Rusia dan Ukraina hari ke-1.098 pada Selasa (25/2/2025).

    Pada tengah malam, Rusia meluncurkan 40 pesawat tak berawak ke Ukraina.

    Ukraina melaporkan setelah peluncuran tersebut, dua orang terluka akibat ledakan UAV di Dergachi, Kharkiv.

    Negara-negara Eropa Tingkatkan Bantuan ke Ukraina

    Sejumlah negara Eropa mulai meningkatkan bantuan militer ke Ukraina di tengah pembicaraan mengenai upaya AS untuk menengahi perundingan yang akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    Norwegia mengatakan berencana menggunakan 3,5 miliar kroner Norwegia atau sekitar 315 juta dolar untuk pembelian dari industri pertahanan Ukraina; dan 600 juta kroner untuk membeli pesawat nirawak dan mengembangkan teknologi pesawat nirawak untuk Ukraina.

    Denmark mengatakan menjanjikan bantuan militer sebesar 2 miliar kroner Denmark (280 juta dolar) untuk Ukraina.

    Pemerintah Swedia mengumumkan janji bantuan sebesar 1,2 miliar kronor Swedia (113 juta dolar) untuk pertahanan udara.

    Estonia, negara berpenduduk 1,3 juta orang, mengumumkan akan meningkatkan bantuannya ke Ukraina sebesar 25 persen termasuk membeli 10.000 peluru mortir dengan biaya tambahan 25 juta Euro, di atas 100 juta Euro yang telah dijanjikan dari industri pertahanannya.

    Sedangkan Latvia berjanji tahun ini akan mengirimkan pengangkut personel lapis baja, drone, dan peralatan lainnya ke Ukraina.

    Sebelumnya Latvia telah berinvestasi 500 ribu Euro untuk pertahanan Ukraina dalam tiga tahun terakhir.

    Trump dan Macron Bertemu di Prancis, Bahas soal Ukraina

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Prancis Emmanuel Macron menunjukkan perbedaan mencolok dalam sikap mereka terhadap Ukraina selama pertemuan di Gedung Putih pada Senin (24/2/2025).

    Macron menegaskan ia tidak setuju dengan Trump pada beberapa isu utama yang menandai tiga tahun sejak Rusia menginvasi Ukraina pada tahun 2022.

    Trump menolak menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai diktator, setelah menyebut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai diktator minggu lalu. 

    Sedangkan Macron mengatakan sudah jelas bahwa Rusia adalah agresor dalam perang tersebut.

    PM Ceko: Aset Rusia yang Disita Harus Digunakan untuk Bantu Ukraina

    Perdana Menteri Ceko, Petr Fiala, mengatakan Eropa harus menggunakan uang dari aset Rusia yang dibekukan untuk dukungan militer lebih lanjut bagi Ukraina.

    Ia juga menyerukan kepada negara-negara Eropa agar melonggarkan aturan fiskalnya untuk meningkatkan anggaran pertahanan.

    Eropa Lebih Banyak Beli Bahan Bakar Rusia daripada Beri Bantuan ke Ukraina

    Uni Eropa masih menghabiskan lebih banyak uang untuk bahan bakar fosil Rusia daripada untuk bantuan keuangan ke Ukraina, berdasarkan sebuah laporan yang menandai ulang tahun ketiga invasi tersebut.

    Eropa diperkirakan membeli bahan bakar fosil senilai 22 miliar Euro dari Rusia pada tahun 2024 tetapi hanya memberikan 19 miliar Euro untuk mendukung Ukraina, menurut laporan baru oleh Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) yang diterbitkan pada Senin kemarin.

    Sebelumnya, Eropa dikabarkan mulai mengurangi ketergantungan mereka terhadap bahan bakar dari Rusia, meski jumlah tersebut masih lebih besar daripada jumlah bantuan mereka untuk Ukraina.

    Eropa akan Beri Jaminan Keamanan untuk Ukraina

    Presiden Prancis, Emmanual Macron, mengatakan Eropa siap memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina jika terjadi gencatan senjata termasuk pasukan penjaga perdamaian.

    Ia menegaskan pasukan penjaga perdamaian tersebut tidak akan dikirim ke garis depan.

    Sebelumnya dalam konferensi dengan Macron di Gedung Putih kemarin, Presiden AS Donald Trump mengklaim Vladimir Putin akan menerima pasukan penjaga perdamaian Eropa di Ukraina.

    Presiden Turki: Ukraina Harus Berpartisipasi dalam Perundingan

    Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan, mengatakan Ukraina harus berpartisipasi dalam perundingan apa pun terkait perang Rusia-Ukraina.

    “Ukraina harus berpartisipasi dalam perundingan apa pun,” kata Erdoğan, pada hari Senin.

    “Jika hasil dari proses baru ini ingin diperoleh, Ukraina harus diikutsertakan dalam proses ini dan perang ini harus diakhiri melalui perundingan bersama,” tambahnya.

    Sejak invasi Rusia di Ukraina, ia dengan tegas mendukung kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina.

    Rusia akan Evakuasi Warganya dari Kursk

    Rusia mengatakan telah mencapai kesepakatan dengan Ukraina dan Palang Merah untuk mengevakuasi penduduknya dari wilayah Kursk, yang sebagian wilayahnya telah direbut oleh Ukraina.

    Warga Kursk yang sudah berada di Sumy di Ukraina akan dibawa melalui negara tetangga Belarus dan kemudian ke Rusia.

    Palang Merah hanya mengatakan bahwa mereka mendukung warga sipil yang dievakuasi di wilayah Sumy, tanpa mengonfirmasi kesepakatan apa pun.

    Dewan Keamanan PBB Adopsi Resolusi AS

    Dewan Keamanan PBB telah mengadopsi resolusi AS mengenai perang Ukraina yang didukung oleh Rusia karena tidak mengandung kritik terhadap invasi ilegal tersebut.

    Ada 10 suara yang mendukung dan tidak ada yang menentang; lima abstain termasuk Prancis dan Inggris, yang dapat memveto resolusi tersebut.

    Sebelumnya, AS dipaksa untuk abstain karena majelis umum PBB yang jauh lebih besar mengeluarkan resolusi yang mengutuk invasi skala penuh Rusia ke Ukraina.

    Sekutu Eropa Temui Zelensky di Ukraina

    Ukraina menjadi tuan rumah bagi para pemimpin Eropa untuk menandai tiga tahun perang habis-habisan dengan Rusia pada Senin (24/2/2025).

    Sementara itu, para pejabat tinggi AS tidak hadir di tengah perubahan haluan pemerintah AS terhadap Ukraina, sejak Donald Trump kembali berkuasa.

    “Para otokrat di seluruh dunia tengah mengamati dengan saksama apakah ada impunitas jika Anda melanggar batas internasional atau menyerang tetangga Anda, atau apakah ada pencegahan yang sesungguhnya,” Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen memperingatkan di Kyiv, seperti diberitakan Le Monde.

    Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin Eropa berjanji akan meningkatkan lebih banyak bantuan untuk Ukraina.

    Beberapa jam setelah peringatan tersebut, Trump mengatakan ia yakin Presiden Rusia Vladimir Putin akan menerima pasukan penjaga perdamaian Eropa di Ukraina sebagai bagian dari kesepakatan potensial untuk mengakhiri perang.

    Secara terpisah, Putin mengisyaratkan negara-negara Eropa dapat menjadi bagian dari penyelesaian, tetapi ia belum membahas penyelesaian perang secara rinci dengan Donald Trump.

    Sebelumnya, Donald Trump mengusulkan agar AS menjadi penengah dalam perundingan Rusia dan Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Presiden Prancis Emmanuel Macron Kesal Trump Bohong Soal Ukraina, Hubungan AS-Eropa Retak? – Halaman all

    Presiden Prancis Emmanuel Macron Kesal Trump Bohong Soal Ukraina, Hubungan AS-Eropa Retak? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Momen menegangkan terjadi ketika Presiden Prancis, Emmanuel Macron bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump di Gedung Putih, Senin (24/2/2025) waktu setempat.

    Saat menghadiri konferensi pers di Gedung Putih, nampak Emmanuel Macron dan Donald Trump bersitegang.

    Hal itu terjadi ketika Donald Trump mengklaim bahwa negara-negara Eropa hanya memberikan bantuan keuangan kepada Ukraina.

    “Sebagai informasi, Eropa meminjamkan uang kepada Ukraina. Mereka akan mendapatkan kembali uang mereka,” kata Trump, dikutip dari The Mirror.

    Mendengar hal tersebut, Macron pun tampak kesal dengan menyela omongan Trump.

    “Tidak, sejujurnya, kami yang membayar,” tegas Macron.

    “Kami membayar 60 persen dari total biaya. Seperti di AS: pinjaman, jaminan, hibah,” ungkap Macron.

    Selama pembicaraan, Macron juga menanggapi pernyataan Trump tentang aset Rusia yang dibekukan di Eropa, dan menepis anggapan bahwa aset tersebut digunakan sebagai jaminan pinjaman ke Ukraina.

    “Kami memiliki aset senilai $230 miliar yang dibekukan di Eropa, aset Rusia.”

    “Namun, ini bukan agunan pinjaman karena bukan milik kami. Jadi, aset tersebut dibekukan,” kata Presiden Prancis tersebut.

    Trump tampak tidak terpengaruh oleh interupsi tersebut, namun memberikan tanggapan yang meremehkan.

    “Jika Anda percaya itu, saya tidak keberatan. Mereka mendapatkan kembali uang mereka, sedangkan kami tidak. Namun sekarang kami mendapatkannya,” katanya, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

    Saat pembicaraan dengan Presiden Prancis berlanjut, Trump sekali lagi menekankan permintaannya agar Ukraina menandatangani hak mineral senilai ratusan miliar dolar untuk membayar kembali bantuan militer AS.

    “Uang yang dikeluarkan sangat besar dan kami tidak punya apa-apa untuk ditunjukkan,” katanya.

    Teguran diplomatik secara langsung yang dilakukan oleh Macron kepada Trump jarang terjadi di Gedung Putih.

    Hal ini menyoroti ketegangan yang mendasari dalam diskusi kedua pemimpin meskipun nada bicara mereka tampak ramah.

    AS Tolak Salahkan Rusia dalam Perang Ukraina

    AS kembali menunjukkan sikap politiknya yang berubah drastis semenjak Donald Trump menjabat kembali.

    Terbaru, AS berpisah dengan sekutu-sekutunya di Eropa dengan menolak menyalahkan Rusia atas invasinya ke Ukraina dalam pemungutan suara pada tiga resolusi PBB, Senin (24/2/2025).

    Perpecahan yang makin besar ini menyusul keputusan Trump untuk membuka negosiasi langsung dengan Rusia guna mengakhiri perang, yang membuat Ukraina dan para pendukungnya di Eropa kecewa karena mengecualikan mereka dari pembicaraan pendahuluan minggu lalu.

    Di Majelis Umum PBB, AS bergabung dengan Rusia dalam pemungutan suara menentang resolusi Ukraina yang didukung Eropa yang menyerukan agresi Moskow dan menuntut penarikan segera pasukan Rusia.

    AS kemudian abstain dari pemungutan suara atas resolusinya sendiri setelah negara-negara Eropa, yang dipimpin oleh Prancis, berhasil mengubahnya untuk memperjelas bahwa Rusia adalah agresor.

    Pemungutan suara tersebut dilakukan pada peringatan tiga tahun invasi Rusia dan saat Trump menjamu Presiden Prancis Emmanuel Macron di Washington.

    Dikutip dari AP News, kejadian ini merupakan kemunduran besar bagi pemerintahan Trump dalam badan dunia beranggotakan 193 orang, yang resolusinya tidak mengikat secara hukum tetapi dipandang sebagai barometer opini dunia.

    AS kemudian mendorong pemungutan suara atas rancangan aslinya di Dewan Keamanan PBB yang lebih kuat, di mana resolusi mengikat secara hukum dan memiliki hak veto bersama dengan Rusia, Tiongkok, Inggris, dan Prancis.

    Pemungutan suara di dewan yang beranggotakan 15 orang itu menghasilkan 10-0 dengan lima negara Eropa abstain – Inggris, Prancis, Denmark, Yunani, dan Slovenia.

    Resolusi yang saling bertentangan tersebut juga mencerminkan ketegangan yang muncul antara AS dan Ukraina.

    Majelis Umum pertama-tama memberikan suara 93-18 dengan 65 abstain untuk menyetujui resolusi Ukraina.

    Hasil tersebut menunjukkan sedikit penurunan dukungan untuk Ukraina, karena pemungutan suara majelis sebelumnya memperlihatkan lebih dari 140 negara mengutuk agresi Rusia, menuntut penarikan segera, dan pembatalan aneksasinya terhadap empat wilayah Ukraina.

    Majelis kemudian beralih ke resolusi yang dirancang AS, yang mengakui “hilangnya nyawa secara tragis selama konflik Rusia-Ukraina” dan “memohon diakhirinya konflik dengan segera dan selanjutnya mendesak perdamaian abadi antara Ukraina dan Rusia”, tetapi tidak pernah menyebutkan agresi Moskow.

    Dalam sebuah langkah yang mengejutkan, Prancis mengusulkan tiga amandemen, yang didukung oleh lebih dari negara-negara Eropa, yang menambahkan bahwa konflik tersebut merupakan hasil dari “invasi besar-besaran ke Ukraina oleh Federasi Rusia”.

    Amandemen tersebut menegaskan kembali komitmen majelis terhadap kedaulatan, kemerdekaan, persatuan, dan integritas teritorial Ukraina, dan menyerukan perdamaian yang menghormati Piagam PBB.

    Rusia juga mengusulkan amandemen yang menyerukan penanganan “akar penyebab” konflik.

    Semua amandemen disetujui dan resolusi tersebut disahkan dengan perolehan suara 93-8 dan 73 abstain, dengan Ukraina memberikan suara “ya”, AS abstain, dan Rusia memberikan suara “tidak”. (*)

  • Trump-Putin Bahas Kesepakatan Ekonomi ‘Besar’ Demi Akhiri Perang Ukraina

    Trump-Putin Bahas Kesepakatan Ekonomi ‘Besar’ Demi Akhiri Perang Ukraina

    Jakarta

    Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin sedang membahas kesepakatan ekonomi ‘besar’. Hal ini dalam rangka diskusi untuk mengakhiri perang yang dimulai oleh invasi Moskow ke Ukraina.

    “Saya sedang dalam diskusi serius dengan Presiden Vladimir Putin dari Rusia mengenai berakhirnya Perang, dan juga transaksi Pembangunan Ekonomi besar yang akan terjadi antara Amerika Serikat dan Rusia. Pembicaraan berjalan dengan sangat baik!” kata Trump memposting di platform Truth Social miliknya, dilansir AFP, Selasa (25/2/2025).

    Trump mengeluarkan pernyataan tersebut setelah bergabung dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Gedung Putih untuk panggilan konferensi dengan para pemimpin G7 lainnya.

    Sekutu-sekutu Washington di Eropa sedang berjuang untuk bereaksi terhadap perubahan mendadak dalam kebijakan AS sejak Trump menjabat bulan lalu.

    Setelah tiga tahun dukungan AS dan Eropa yang baik untuk perjuangan Ukraina melawan Rusia, Trump telah memasuki pembicaraan dengan Moskow mengenai penyelesaiannya. Namun Trump tidak menjelaskan seberapa besar pengaruh Ukraina dan negara-negara Eropa dalam membentuk ketentuan-ketentuan tersebut.

    Rusia telah berada di bawah sanksi internasional yang menghancurkan yang dipelopori oleh pemerintahan mantan presiden Joe Biden sebagai tanggapan atas serangan militernya terhadap negara tetangga Ukraina.

    Tindakan hukuman tersebut harus diakhiri sebuah kemenangan besar bagi Putin agar potensi”transaksi AS dan Rusia yang disebut-sebut oleh Trump dapat terus berlanjut.

    Dalam unggahannya, Trump mengatakan bahwa ia juga telah menyoroti kepada para pemimpin G7 lainnya tujuannya untuk membuat Ukraina menandatangani perjanjian yang memberikan AS akses ke sumber daya alamnya sebagai imbalan atas dukungan AS dalam penyelesaian damai apa pun.

    “Saya menekankan pentingnya ‘Kesepakatan Mineral Kritis dan Tanah Jarang’ yang vital antara Amerika Serikat dan Ukraina, yang kami harap akan segera ditandatangani!” tulis Trump.

    “Kesepakatan ini, yang merupakan ‘Kemitraan Ekonomi’, akan memastikan rakyat Amerika memperoleh kembali Puluhan Miliar Dolar dan Peralatan Militer yang dikirim ke Ukraina, sekaligus membantu ekonomi Ukraina tumbuh saat Perang Brutal dan Biadab ini berakhir,” tambahnya

    Panggilan G7 dan kunjungan Macron ke Washington terjadi saat Trump berulang kali meragukan komitmennya terhadap aliansi bersejarah AS, termasuk NATO, yang dibentuk setelah Perang Dunia II untuk mempertahankan Eropa Barat dari ekspansi Soviet.

    (azh/azh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kejam, Israel Pindah Paksa 40.000 Warga Palestina di Tepi Barat

    Kejam, Israel Pindah Paksa 40.000 Warga Palestina di Tepi Barat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pasukan pendudukan Israel telah memindahkan paksa 40.000 warga Palestina dari kamp-kamp pengungsi di provinsi Jenin dan Tulkarm di Tepi Barat yang diduduki, serta mencegah mereka kembali ke rumah mereka.

    Anadolu Agency melaporkan bahwa rezim pendudukan juga telah mengerahkan tank-tank di Tepi Barat untuk pertama kalinya dalam 20 tahun. Situasi ini terjadi sebagai bagian dari eskalasi militernya di wilayah Palestina.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan pada Minggu bahwa tentara akan tetap berada di kamp-kamp pengungsi Palestina selama tahun depan untuk mencegah penduduk kembali.

    “Tentara Israel memperluas operasinya di Tepi Barat utara, dan mulai malam ini, mereka juga akan beroperasi di kota Qabatiya,” kata Katz, seperti dikutip Middle East Monitor (MEMO) pada Senin (24/2/2025).

    Menteri tersebut mengatakan bahwa 40.000 warga Palestina telah “dievakuasi” dari kamp-kamp pengungsi Jenin, Tulkarem, dan Nur Shams, eufemisme untuk “dipindahkan secara paksa” dengan todongan senjata.

    “Aktivitas UNRWA di kamp-kamp tersebut juga telah dihentikan,” tambahnya. “Saya menginstruksikan [tentara] untuk mempersiapkan diri tinggal lama di kamp-kamp yang telah dibersihkan, untuk tahun mendatang, dan tidak mengizinkan penduduk untuk kembali.”

    Menurut kantor berita resmi Palestina Wafa, tentara Israel memberlakukan jam malam selama dua hari di Qabatiya. Gubernur Jenin Kamal Abu Al-Rub mengatakan pasukan pendudukan memulai operasi militer di kota tersebut dan memberlakukan jam malam selama 48 jam sejak pagi hari.

    Wali Kota Qabatiya Ahmad Zakarneh mengatakan bahwa tentara Israel mencegah siapa pun memasuki atau meninggalkan kota tersebut. “Buldoser militer terus menghancurkan jalan-jalan dan infrastruktur sementara pasukan tentara dikerahkan di tengah penggerebekan rumah-rumah, dengan beberapa diubah menjadi barak militer,” tambahnya.

    Mengosongkan Kamp Pengungsi

    Awal bulan ini, UNRWA memperingatkan bahwa operasi tentara Israel telah mengosongkan banyak kamp pengungsi di Tepi Barat utara. Mereka menambahkan bahwa pemindahan paksa keluarga-keluarga Palestina meningkat pada tingkat yang mengkhawatirkan.

    “Pemindahan paksa di Tepi Barat yang diduduki adalah hasil dari lingkungan yang semakin berbahaya dan koersif,” kata UNRWA.

    “Penggunaan serangan udara, buldoser lapis baja, peledakan terkendali, dan persenjataan canggih oleh Pasukan Israel telah menjadi hal yang biasa, sebagai dampak dari perang di Gaza.”

    Badan PBB tersebut menekankan bahwa pperasi yang berulang dan merusak telah membuat kamp-kamp pengungsian utara tidak dapat dihuni, menjebak penduduk dalam pemindahan yang berulang-ulang.

    Tahun lalu, lebih dari 60% pemindahan adalah hasil dari operasi tentara pendudukan Israel. UNRWA mengatakan tentara telah melakukan operasi militer di Tepi Barat utara sejak bulan lalu, menewaskan sedikitnya 60 orang dan membuat ribuan orang mengungsi.

    Serangan tersebut merupakan yang terbaru dalam eskalasi militer Israel yang sedang berlangsung di Tepi Barat, di mana sedikitnya 923 warga Palestina telah tewas dan hampir 7.000 orang terluka dalam serangan oleh tentara Israel dan pemukim ilegal sejak dimulainya serangan terhadap Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

    Mahkamah Internasional menyatakan Juli lalu bahwa pendudukan Israel yang telah berlangsung lama di wilayah Palestina adalah ilegal, dan menuntut evakuasi semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Mesir Minta Bantuan Uni Eropa

    Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty sebelumnya telah meminta Uni Eropa untuk mendukung rencana negaranya untuk pemulihan dan rekonstruksi awal di Jalur Gaza, sebuah rencana yang tidak mencakup pemindahan warga Palestina dari tanah mereka.

    Abdelatty menyampaikan seruannya tersebut selama percakapan telepon dengan mitranya dari Prancis Jean-Noël Barrot.

    “Pejabat Mesir tersebut meninjau rencana komprehensif yang tengah dikembangkan oleh Kairo untuk Jalur Gaza dengan tetap mempertahankan warga Palestina di tanah mereka, bersama dengan dukungan Arab untuk upaya Mesir dalam hal ini,” kata juru bicara resmi Kementerian Luar Negeri, Duta Besar Tamim Khalaf.

    Abdelatty mengatakan bahwa ia menantikan dukungan dari masyarakat internasional dan negara-negara UE, termasuk Prancis, untuk upaya Mesir dalam hal ini.

    Rencana pemulihan Mesir untuk Gaza telah diajukan sebagai alternatif terhadap usulan Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan etnis Palestina dari Gaza hingga Mesir dan Yordania dan mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Kairo dijadwalkan menjadi tuan rumah pertemuan puncak darurat Arab pada tanggal 4 Maret untuk membahas rencana yang menentang usulan Trump.

    (sef/sef)

  • Rusia Sebut Ledakan di Konsulatnya di Prancis sebagai Serangan Teroris

    Rusia Sebut Ledakan di Konsulatnya di Prancis sebagai Serangan Teroris

    Paris

    Konsulat Jenderal Rusia yang ada di kota pelabuhan Marseille, Prancis bagian selatan, diguncang ledakan. Otoritas Moskow menuntut penyelidikan penuh oleh otoritas Paris terhadap ledakan tersebut, yang menurut mereka tampak seperti serangan terorisme.

    Laporan media lokal Prancis, seperti dilansir Reuters, Senin (24/2/2025), menyebut ledakan terdengar di dekat Konsulat Rusia itu dan para petugas pemadam kebakaran dikerahkan ke lokasi.

    “Ledakan di area Konsulat Jenderal Rusia di Marseille memiliki ciri khas serangan teroris,” sebut juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, dalam pernyataannya.

    “Kami menuntut (dari Prancis) tindakan menyeluruh dan cepat untuk melakukan penyelidikan, serta langkah-langkah untuk memperkuat keamanan misi-misi luar negeri Rusia,” tegasnya.

    Seorang sumber keamanan Prancis, yang dikutip Reuters, menyebut ada dua proyektil yang dilemparkan ke dinding perimeter Konsulat Rusia di Marseille pada Senin (24/2) waktu setempat.

    Salah satu proyektil itu meledak. Namun belum diketahui secara pasti apakah proyektil itu berhasil menembus dinding Konsulat Rusia.

    Televisi terkemuka BFM TV melaporkan bahwa proyektil yang dilemparkan ke Konsulat Rusia itu merupakan bom molotov. Disebutkan bahwa bom molotov itu mendarat di area taman yang ada di kompleks Konsulat Rusia di Marseille.

    Lihat juga Video ‘Intelijen Militer Ukraina: 50% Amunisi Rusia Dipasok oleh Korut’:

    Laporan kantor berita Rusia, TASS, menyebut sejauh ini tidak ada korban jiwa akibat ledakan itu. Level kerusakan yang dipicu oleh ledakan itu belum diketahui secara jelas.

    Para staf Konsulat Rusia dilaporkan tetap berada di dalam gedung saat insiden ini terjadi, dengan pihak kepolisian setempat memasang garis keamanan di sekitar konsulat tersebut.

    Belum ada penangkapan tersangka terkait ledakan tersebut.

    Insiden yang terjadi di Prancis bagian selatan ini terjadi saat peringatan tiga tahun perang antara Rusia dan Ukraina, yang dimulai oleh invasi Moskow ke Kyiv pada Februari 2022.

    Lihat juga Video ‘Intelijen Militer Ukraina: 50% Amunisi Rusia Dipasok oleh Korut’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Geger Penikaman di Swiss, Polisi Tangkap Pria Australia

    Geger Penikaman di Swiss, Polisi Tangkap Pria Australia

    Bern

    Kepolisian Swiss menangkap seorang pria Australia yang dicurigai melakukan penikaman terhadap seorang pria berusia 41 tahun di sebuah toko di pusat kota Zurich. Korban mengalami luka-luka dalam insiden penikaman ini.

    Pria Australia berusia 28 tahun yang identitasnya tidak diungkap ke publik, seperti dilansir Reuters, Senin (24/2/2025), ditangkap di lokasi kejadian pada Sabtu (22/2) waktu setempat.

    Motif di balik penikaman ini masih diselidiki lebih lanjut oleh kepolisian setempat.

    Korban yang mengalami luka-luka telah dilarikan ke rumah sakit setempat. Identitas korban juga tidak diungkap ke publik.

    Insiden di Zurich ini terjadi saat marak serangan penikaman beberapa waktu terakhir yang memicu kekhawatiran di negara-negara Eropa.

    Serangan serupa terjadi di Mulhouse, Prancis, pada Sabtu (22/2) waktu setempat yang memakan korban jiwa. Seorang pria asal Aljazair telah ditangkap terkait penikaman di Prancis tersebut.

    Di Jerman, seorang pengungsi asal Suriah ditahan terkait serangan penikaman yang terjadi di area tugu peringatan Holocaust di Berlin.

    Aksi penyerangan lainnya terjadi di Ceko pada Kamis (20/2) waktu setempat, dengan seorang remaja menyerang dua wanita dengan pisau di sebuah pusat perbelanjaan di kota Hradex Kralove. Kedua korban tewas dalam insiden penikaman brutal itu.

    Pada Sabtu (16/2) pekan lalu, seorang pencari suaka asal Suriah ditangkap karena dicurigai melakukan aksi penikaman di Austria bagian selatan.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Menggila, Ancam Kenakan Tarif Balasan ke Negara yang Palak Pajak Google-Meta – Halaman all

    Trump Menggila, Ancam Kenakan Tarif Balasan ke Negara yang Palak Pajak Google-Meta – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengeluarkan ancaman yang berpotensi mengubah dinamika perdagangan internasional.

    Dalam konteks ini, Trump mempertimbangkan penggunaan tarif kepada beberapa negara yang mengenakan pajak digital pada perusahaan teknologi AS, seperti Alphabet Inc. dan Meta Platforms Inc.

    Trump menilai kebijakan perlu diterapkan untuk melawan pajak layanan digital (digital services tax, DST) beberapa negara Eropa karena dianggap merugikan perusahaan teknologi AS.

    Apa yang Mendorong Trump Mengeluarkan Ancaman Ini?

    Mengutip dari Economic Times, kebijakan ini terungkap setelah Trump menandatangani sebuah memorandum yang bertujuan untuk mengatasi ketidakseimbangan dalam perdagangan.

    Dalam memorandum tersebut, Trump meminta Kantor Perwakilan Dagang AS untuk mengusulkan tindakan pembalasan.

    Termasuk penggunaan tarif terhadap negara-negara yang mengenakan pajak digital pada perusahaan-perusahaan teknologi besar asal AS.

    Meskipun Trump tidak memberikan rincian kapan kebijakan ini akan diberlakukan.

    Ia menegaskan bahwa dalam waktu dekat timnya akan segera meninjau praktik-praktik pajak DST yang diterapkan oleh negara-negara seperti Uni Eropa dan Inggris.

    Melanjutkan penyelidikan USTR di tahun 2019 silam, dimana saat itu AS mencurigai adanya praktik pajak diskriminatif dan tidak proporsional yang dilakukan Prancis, Italia, Spanyol, India, dan negara-negara lain, kepada perusahaan Amerika.

    Menurutnya, kebijakan tersebut dapat mencegah pemerintah asing mengumpulkan pendapatan pajak dari perusahaan teknologi AS yang beroperasi di luar negeri.

    Menurut catatan Asosiasi Industri Komputer dan Komunikasi, sekitar 30 negara telah mengadopsi atau mengusulkan DST dalam beberapa tahun terakhir untuk mengeruk pendapatan dari perusahaan multinasional teknologi besar AS,

    “Apa yang mereka lakukan kepada kita di negara lain sangat buruk dalam hal digital. Jadi, kami akan mengumumkannya,” kata Trump kepada wartawan pada akhir pekan kemarin.

    Apa Risiko dari Tarif Balasan ini?

    Langkah Trump untuk mempertimbangkan tarif balasan ini berpotensi merusak hubungan yang sudah tegang antara AS dan negara-negara Eropa.

    Pejabat Gedung Putih menyatakan, “Presiden Trump tidak akan mengizinkan pemerintah asing mengambil alih basis pajak Amerika untuk keuntungan mereka sendiri.”

    Namun, ada harapan bahwa langkah ini bisa membentuk kembali hubungan perdagangan global dan mendorong perusahaan untuk memindahkan produksi mereka kembali ke AS.

    Trump dan pemerintahannya berargumen bahwa pajak digital yang dikenakan oleh negara-negara seperti Prancis dan Inggris secara tidak adil menargetkan perusahaan-perusahaan teknologi besar asal AS.

    Mereka mengeklaim bahwa pajak ini lebih banyak menyasar perusahaan teknologi besar tanpa memperhitungkan pajak serupa terhadap perusahaan lokal di negara-negara tersebut.

    Dengan mengenakan tarif balasan, Trump berharap untuk mendorong negara-negara yang menerapkan pajak digital tersebut untuk mencabut atau mengubah kebijakan yang dianggap merugikan perusahaan-perusahaan AS.

    Selain itu, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk melindungi perusahaan-perusahaan asal AS dari pajak yang dianggap diskriminatif dan menjaga posisi kompetitif mereka di pasar global.

    Dalam konteks ini, langkah Trump mencerminkan ketegangan yang semakin meningkat dalam hubungan perdagangan internasional dan akan menjadi menarik untuk melihat bagaimana negara-negara lain merespons ancaman tarif balasan ini.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Media Asing Soroti Peresmian Danantara, Bahas Ini

    Media Asing Soroti Peresmian Danantara, Bahas Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah media asing telah menyoroti Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang telah ditandatangani dan diresmikan oleh Presiden RI Prabowo Subianto di Halaman Tengah Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin (24/2/2025).

    Kantor berita Agence France-Presse (AFP) yang berpusat di Prancis menyoroti hal ini melalui artikel bertajuk ‘Indonesia launches new multi-billion-dollar sovereign wealth fund’. Media ini menyebut Danantara akan mengambil alih kepemilikan pemerintah di perusahaan-perusahaan negara, dengan anggaran awal sebesar US$20 miliar.

    “Indonesia meluncurkan dana kekayaan negara baru yang bertujuan untuk mengelola aset negara senilai lebih dari US$900 miliar sebagai upaya Presiden Prabowo Subianto untuk memacu pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia Tenggara tersebut,” demikian laporan AFP.

    Media Reuters juga menyoroti hal ini melalui artikel bertajuk ‘New Indonesia sovereign wealth fund to invest $20 billion in projects’.

    “Dalam upacara yang mewah, Prabowo secara resmi meluncurkan dana Daya Anagata Nusantara Indonesia, atau Danantara Indonesia, yang diharapkan dapat mengelola aset senilai lebih dari US$900 miliar untuk membantu mendorong pembangunan di ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan memenuhi janjinya untuk meningkatkan pertumbuhan hingga 8%, dari sekitar 5% saat ini,” tulis Reuters.

    Reuters menyebut dalam putaran investasi pertamanya, Danantara akan menanamkan dana sebesar US$20 miliar ke lebih dari 20 proyek di bidang pengolahan nikel, bauksit, dan tembaga, pengembangan kecerdasan buatan, kilang minyak, energi terbarukan, serta produksi pangan.

    Media ini menyebut Danantara akan memegang saham pemerintah di perusahaan-perusahaan milik negara dan dimaksudkan untuk beroperasi seperti cabang investasi Singapura, Temasek.

    “Tetapi (Danantara) menghadapi kritik dari ribuan mahasiswa pengunjuk rasa minggu lalu, yang menyuarakan kekhawatiran atas potensi salah urus,” tulisnya.

    Di sisi lain, AFP juga menyoroti tentangan peluncuran Danantara dari banyak pihak, termasuk warga negara Indonesia, sehingga menyebabkan gerakan dan protes #IndonesiaGelap yang berlangsung selama beberapa hari terakhir.

    “Pemotongan dana yang dilakukan Prabowo untuk Danantara dan program makan siang gratis bernilai miliaran dolar yang ambisius telah memicu protes yang dipimpin oleh ribuan mahasiswa di seluruh kota di Indonesia, termasuk kota Makassar di bagian timur tempat polisi menembakkan gas air mata,” tulis media tersebut.

    “Langkah-langkah penghematan yang diumumkan oleh Prabowo pada akhir Januari memicu demonstrasi minggu lalu, yang didukung oleh gerakan media sosial yang dikenal sebagai ‘Indonesia Gelap’.”

    (sef/sef)

  • Komdigi Sebut 7 Penyelenggara Telekomunikasi Berminat Ikut Seleksi Pita 1,4 GHz

    Komdigi Sebut 7 Penyelenggara Telekomunikasi Berminat Ikut Seleksi Pita 1,4 GHz

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyebut sudah ada tujuh penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berminat ikut andil dalam seleksi pita frekuensi 1,4 GHz.

    Adapun, spektrum 1,4 GHz adalah bagian dari spektrum frekuensi radio yang digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk telekomunikasi dan penyiaran. Frekuensi ini berada dalam rentang Ultra High Frequency (UHF).

    Koordinator Kebijakan Penyelenggara Infrastruktur Digital Komdigi Benny Elian amenyampaikan, dari 10 penyelenggara yang ada tujuh penyelenggara berminat ikut seleksi pita 1,4 GHz.

    “Nah, kita sudah melakukan penjaringan minat, lebih dari 10 dari penyelenggara, dan setidaknya 7 penyelenggara sekarang sudah menyatakan berminat. Jadi, kita akan beralih ke mekanisme seleksi,” kata Benny dalam agenda Morning Tech di Jakarta, Senin (24/2/2025).

    Meski terdapat tujuh penyelenggara, Benny menuturkan bahwa masih ada kemungkinan terdapat penyelenggara yang berminat mengikuti seleksi ini.

    Apalagi, Benny mengakui bahwa masih ada penyelenggara yang belum memberikan pernyataan untuk ikut dalam proses seleksi spektrum 1,4 GHz.

    Lebih lanjut, terkait dengan siapa saja penyelenggara yang berminat ikut seleksi ini, Benny enggan menjawab lebih detail.

    “Untuk yang tujuh itu, saya tidak ingat jelas, tapi cuma yang pasti, beberapa selular ada, dan  sisanya itu penyelenggara FO itu yang saya hafal,” ujarnya. 

    Diketahui, Komdigi berencana mengalokasikan pita frekuensi 1,4 GHz untuk keperluan Broadband Wireless Access (BWA) atau layanan internet cepat tetap nirkabel. Komdigi menunggu masukan publik guna menyusun regulasi pemanfaatan seleksi tersebut. 

    BWA adalah teknologi khusus akses internet berkecepatan tinggi secara nirkabel (tanpa kabel) di area yang luas.

    Laporan Global Momentum and Economic Impact yang dikeluarkan oleh Plum untuk GSMA pada 2015 menyebutkan bahwa pita 1,4 GHz – 1,5 GHz telah digunakan di sejumlah negara Eropa dan Asia.

    Jepang menjadi salah satu negara yang telah memanfaatkan pita 1427-1518 MHz untuk internet sejak 2015. Sementara itu, di Eropa disebut terdapat 28 negara pada 2015, yang telah menggunakan pita frekuensi 1452-1492 MHz untuk internet, dengan konsultasi lelang di Prancis, Italia, dan Irlandia.

    Brasil menjadi negara perwakilan di Amerika Latin, sementara itu Asia Pasifik, India masih sebatas rencana untuk memanfaatkan spektrum tersebut.

    Pita 1,4 GHz menjadi pita tambahan bagi layanan internet seluler dengan cakupan luas, cocok untuk pedesaan dan dalam gedung.  Frekuensi tersebut juga dapat mengantarkan internet dengan baik karena penggunaannya masih minim.

    Bahkan, 1 dekade lalu memperkirakan potensi manfaat ekonomi global mencapai dalam memanfaatkan 1,4 GHz untuk FWA dapat mencapai US$50 miliar dari penggunaan 40 MHz (downlink), dengan tambahan 20% jika 40 MHz lagi tersedia 5 tahun kemudian.