Negara: Prancis

  • Gaza Menjadi Kuburan Massal bagi Warga Palestina dan Orang-Orang yang Datang untuk Membantu

    Gaza Menjadi Kuburan Massal bagi Warga Palestina dan Orang-Orang yang Datang untuk Membantu

    PIKIRAN RAKYAT – Gaza digambarkan sebagai ‘kuburan massal’ imbas serangan tanpa henti yang dilakukan Israel. Sejak serangan Oktober 2023 lalu hingga saat ini, Israel telah menewaskan 51.025 orang dan 116.343 warga lainnya mengalami luka-luka.

    Kondisi di Gaza juga diperparah dengan tidak bisa masuknya bantuan internasional ke Gaza sejak lebih dari sebulan yang lalu. Hal ini telah dikecam banyak pihak dari seluruh dunia.

    Doctors Without Borders (MSF) pada Rabu, 16 April 2025 bahkan menyebut Gaza sebagai kuburan massal. Tak hanya warga sipil yang menjadi korban, para pekerja kemanusiaan di Gaza juga banyak yang menjadi korban.

    “Kehidupan warga Palestina sekali lagi dihancurkan secara sistematis. Serangkaian serangan mematikan selama tiga minggu terakhir oleh pasukan Israel telah menunjukkan pengabaian yang mencolok terhadap keselamatan pekerja kemanusiaan dan medis di Gaza,” demikian pernyataan MSF.

    Pada 30 Maret 2025 di Rafah, Gaza Selatan, ditemukan 15 jenazah petugas medis dan ambulans yang mereka tumpangi di sebuah kuburan massal. Atas temuan ini, MSF menyerukan investigasi internasional dan independen atas serangan terhadap pekerja bantuan.

    “Pembunuhan pekerja kemanusiaan yang mengerikan ini adalah contoh lain dari pengabaian total yang ditunjukkan oleh pasukan Israel atas perlindungan pekerja kemanusiaan dan medis. Keheningan dan dukungan tanpa syarat dari sekutu terdekat Israel semakin memperkuat tindakan ini,” kata Claire Magone, direktur umum MSF Prancis dilaporkan Anadolu Agency.

    Badan bantuan medis tersebut juga mengkritik kegagalan Sistem Notifikasi Kemanusiaan, sebuah mekanisme yang dimaksudkan untuk mengoordinasikan pergerakan yang aman dengan pasukan Israel.

    “Hampir tidak memberikan jaminan perlindungan apa pun. Kami menyaksikan secara langsung kehancuran dan pemindahan paksa seluruh penduduk di Gaza,” kata Amande Bazerolle, koordinator darurat MSF di Gaza. 

    “Gaza telah berubah menjadi kuburan massal warga Palestina dan mereka yang datang untuk membantu mereka,” ujarnya

    “Karena tidak ada tempat yang aman bagi warga Palestina atau mereka yang berusaha membantu mereka, respons kemanusiaan mengalami kesulitan berat akibat ketidakamanan dan kekurangan pasokan yang parah, sehingga masyarakat hanya memiliki sedikit, jika ada, pilihan untuk mengakses perawatan,” tuturnya.

    AS berikan syarat

    Soal situasi di Gaza, utusan utama Presiden AS Donald Trump, Adam Boehler mengatakan serangan ke Gaza bisa dihentikan jika kelompok pejuang Palestina, Hamas membebaskan semua tawanan yang tersisa.

    “Saya dapat memberitahu Anda bahwa pertempuran akan segera berakhir, segera jika para sandera dibebaskan. Pada hari para sandera dibebaskan, pertempuran akan berakhir,” katanya dilaporkan Al Jazeera.

    Boehler menegaskan saat ini ‘bola’ ada di tangan Hamas soal situasi di Gaza. Namun, jika semua tahanan belum dibebaskan maka tidak akan ada perubahan berarti terkait situasi Gaza.

    “Mereka dapat menghubungi kapan saja. Hamas dapat mengakhiri ini. Tidak ada tindakan yang akan diambil sebelum semua sandera dibebaskan,” tuturnya.

    “Langkah pertama adalah membebaskan semua sandera. Langkah kedua adalah, mari kita selesaikan masalah ini hari berikutnya,” ujarnya.

    Boehler tidak menjelaskan secara gamblang soal ‘hari berikutnya’. Namun, dia merujuk pada usulan Trump dalam pemindahan massal warga Palestina dari Gaza ke negara lain.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Badan Pengawas PBB Sebut Iran Tak Jauh dari Memiliki Bom Nuklir

    Badan Pengawas PBB Sebut Iran Tak Jauh dari Memiliki Bom Nuklir

    Teheran

    Badan pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut Iran kini dalam posisi yang “tidak jauh” dari memiliki bom nuklir. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengakui Teheran masih harus menempuh jalan panjang, namun harus diakui mereka tidak jauh dari kemampuan memproduksi senjata nuklir.

    Pernyataan itu, seperti dilansir AFP, Kamis (16/4/2025), disampaikan oleh kepala IAEA Rafael Grossi yang melakukan kunjungan ke Teheran pekan ini. Dia tiba di Teheran pada Rabu (16/4) malam dan bertemu Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Abbas Araghchi.

    Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat (AS), telah sejak lama menuduh Iran berusaha memperoleh senjata nuklir. Tuduhan semacam itu secara konsisten dibantah oleh Teheran, yang bersikeras menyatakan program nuklirnya adalah untuk tujuan sipil yang damai.

    Dalam wawancara yang dirilis sebelum dia tiba di Iran itu, Grossi menggambarkan pengembangan senjata nuklir sebagai puzzle.

    “Itu seperti puzzle. Mereka (Iran-red) memiliki potongan-potongannya, dan suatu hari mereka akhirnya dapat menyatukannya,” kata Grossi dalam wawancara dengan surat kabar Prancis, Le Monde, yang dipublikasikan pada Rabu (16/4).

    “Masih ada jalan yang harus ditempuh sebelum mereka sampai di sana. Namun, mereka tidak jauh dari itu, hal itu harus diakui,” ucapnya.

    IAEA ditugaskan untuk mengawasi kepatuhan Iran terhadap kesepakatan nuklir tahun 2015 yang gagal, setelah Presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan itu pada masa jabatan pertamanya.

    Dalam kunjungannya ke Teheran, Grossi juga diperkirakan akan bertemu dengan kepala badan energi nuklir Iran, Mohammad Eslami.

    Grossi, dalam pernyataan via media sosial X, menggambarkan pertemuannya dengan Araghchi sebagai pertemuan “penting”.

    “Kerja sama dengan IAEA sangat diperlukan untuk memberikan jaminan yang kredibel soal sifat damai dari program nuklir Iran pada saat diplomasi sangat dibutuhkan,” sebutnya.

    Kunjungan Grossi ke Teheran ini terjadi menjelang putaran kedua pembicaraan langsung antara Iran dan AS pada Sabtu (19/4) mendatang. atau sepekan setelah kedua negara melakukan pembicaraan tingkat tertinggi sejak Trump menarik Washington keluar dari kesepakatan nuklir Iran tahun 2018 lalu.

    Kedua pihak menyebut pertemuan pertama berlangsung “konstruktif”.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Saling Usir Pejabat Antara Prancis Vs Aljazair

    Saling Usir Pejabat Antara Prancis Vs Aljazair

    Jakarta

    Negara Aljazair dan Prancis terlibat ketegangan diplomatik, masing-masing negara saling mengusir pejabat yang berkedudukan di negara penempatan. Hubungan Aljazair dan Prancis meruncing bukan untuk pertama kalinya, meski keduanya punya sejarah penaklukan.

    Ketegangan kedua negara dimulai saat pemerintah Aljazair memerintahkan 12 pejabat Prancis untuk segera meninggalkan negara tersebut dalam waktu 48 jam setelah perintah dikeluarkan. Perintah pengusiran ini terkait penangkapan 3 warga negara Aljazair di Prancis beberapa waktu terakhir.

    Perintah pengusiran ini, menurut sumber diplomatik seperti dilansir AFP, Senin (14/4) lalu, berlaku untuk 12 pejabat Prancis di Aljazair, yang mencakup beberapa anggota Kementerian Dalam Negeri Prancis.

    Pejabat Prancis, dalam perintah pemerintah Aljazair, agar segera meninggalkan wilayah Aljazair setelah pada Jumat (11/4) waktu setempat, jaksa penuntut Prancis mendakwa 3 warga negara Aljazair, termasuk seorang pejabat konsuler, atas dugaan keterlibatan penculikan seorang influencer asal Aljazair bernama Amir Boukhors pada April 2024 lalu di pinggiran kota Paris.

    Dakwaan terhadap 3 warga Aljazair di Prancis itu dijerat di tengah hubungan kedua negara sedang genting, Aljazair mengklaim langkah otoritas Paris itu ditujukan untuk menggagalkan upaya baru-baru ini untuk memperbaiki hubungan.

    Otoritas Prancis, dalam tanggapannya, menegaskan akan memberikan respons terhadap langkah pengusiran pejbar mereka dari pemerintah Aljazair tersebut.

    “Saya meminta otoritas Aljazair untuk menghentikan tindakan pengusiran ini… jika keputusan untuk memulangkan para pejabat kami dipertahankan, kami tidak mempunyai pilihan lain selain segera menanggapi,” ucap Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis, Jean-Noel Barrot.

    Prancis Balas Usir 12 Pejabat Aljazair

    Ilustrasi (Dikhy Sasra/detikcom)

    Bukannya memperbaiki ketegangan, hubungan kedua negara justru semakin memanas. Pemerintah Prancis memerintahkan pengusiran 12 diplomat dan pejabat konsuler Aljazair, serta memanggil pulang duta besarnya.

    Perintah tersebut diumumkan oleh kantor Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Selasa (15/4) waktu setempat. Perintah ini balasan terhadap Aljazair pada hari Minggu lalu, memerintahkan 12 pejabat Prancis untuk segera meninggalkan negara tersebut dalam waktu 48 jam.

    Dilansir kantor berita AFP, Rabu (16/4), kantor Macron menyebut tindakan Aljazair “tidak dapat dipahami dan tidak dapat dibenarkan” dan mengatakan Aljazair harus “melanjutkan dialog” dan “bertanggung jawab atas degradasi hubungan bilateral”.

    Prancis “terkejut” bahwa hubungan telah berubah seperti itu hanya 2 minggu setelah panggilan telepon antara Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune dan Macron, dalam upaya untuk memperbaiki hubungan, demikian kantor Macron menambahkan.

    Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot, yang pergi ke Aljazair pada awal bulan sebagai bagian dari upaya meredakan ketegangan kedua negara, mengatakan bahwa Aljazair telah “memilih eskalasi”.

    Hubungan menjadi tegang pada tahun lalu, ketika Prancis mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat yang disengketakan, di mana Aljazair mendukung kelompok Polisario Front yang pro-kemerdekaan.

    Hubungan semakin memburuk ketika Aljazair menangkap dan memenjarakan penulis Prancis-Aljazair Boualem Sansal pada bulan November tahumn atas tuduhan keamanan nasional.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pengemudi BMW Mabuk Terancam Dipenjara 12 Tahun, Imbas Tewaskan 2 Warga Surabaya

    Pengemudi BMW Mabuk Terancam Dipenjara 12 Tahun, Imbas Tewaskan 2 Warga Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Anthony Adiputro (25) asal Jalan Hayam Wuruk, Wonokromo terancam dipenjara selama 12 tahun usai mengemudi dalam kondisi mabuk dan menyebabkan kecelakaan lalu lintas di Jalan Mayjen Sungkono, Minggu (13/04/2025) kemarin.

    Dari peristiwa itu 2 orang meninggal dunia.

    Kasatlantas Polrestabes Surabaya AKBP Herdiawan Arifianto menyatakan penetapan tersangka dilakukan setelah pihak kepolisian melakukan serangkaian penyelidikan. Dalam rangkaian penyelidikan, dipastikan Anthony dalam kondisi mabuk. Dalam darahnya ada kandungan alkohol hingga 30 persen.

    “Akibat mengemudi dalam pengaruh alkohol tersebut, Tersangka tak bisa menguasai kemudi stir. Alhasil di tempat kejadian perkara menghantam 3 pemotor,” kata Herdiawan, Rabu (16/04/2025).

    Dari hasil olah TKP, diketahui mobil BMW nopol B 6695 berjalan dari arah timur ke barat menuju jalan HR Muhammad. Saat melintas di depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Dukuh Pakis, BMW yang dikendarai Anthony menabrak tiga pengendara motor yang melaju searah di depannya. Ketiga pengendara adalah Sukirman (71) warga Kencong Jember; M Tulus Sucipto (24) warga Kampung Malang Kulon, Wonorejo, Tegalsari dan Romanl Paul Mikael Jan Alex (27) warga Prancis serta Aditya Febriansyah Nur (20).

    “Ada 2 korban meninggal dunia. Yakni, Sukirman (71) warga Sukomanunggal dan Aditya Febriansyah Nur (20). Untuk Sukirman meninggal dunia setelah dirawat di Rumah Sakit. Lalu Aditya meninggal dunia di lokasi. Sementara 3 lainnya mengalami luka-luka,” tutur Herdiawan.

    Herdiawan menjelaskan terkait surat-surat kendaraan dalam kondisi lengkap. Namun, Herdiawan enggan menyebut lokasi tempat Anthony minum alkohol.

    “Untuk surat-surat lengkap,” tegasnya.

    Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya Anthony dijerat dengan pasal Pasal 311 ayat (5) jo 106 ayat (1) dan atau Pasal 310 ayat (4) jo 106 ayat (1) UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dengan ancaman pidana kurungan penjara maksimal 12 tahun. (ang/ted)

  • Pengoperasian Pusat Data Nasional di Cikarang Kembali Molor, Apa Masalahnya? – Halaman all

    Pengoperasian Pusat Data Nasional di Cikarang Kembali Molor, Apa Masalahnya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah kembali menunda pengoperasian Pusat Data Nasional (PDN) di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Awalnya, ditargetkan April 2025, namun kini harus ditunda lagi.

    PDN merupakan fasilitas untuk menyimpan, mengolah, dan memulihkan data. 

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menyampaikan, saat ini prosesnya terus berjalan. 

    April ini, ucap Nezar, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sedang melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap arsitektur keamanan dari PDN.

    “Ada beberapa proses-proses tertentu yang membutuhkan waktu juga. Misalnya kita membutuhkan sejumlah orang yang bersertifikasi khusus untuk menjalankan beberapa fitur yang ada di PDN dan ini lagi di-review oleh BSSN,” ujar Nezar di Kantor Komdigi, Jakarta Pusat, Rabu (16/4/2025).

    Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Prancis dalam mengembankang PDN. Dalam waktu dekat, Presiden Prancis Emmanuel Macron juga akan berkunjung ke Indonesia. Ketika ditanya apakah menunggu Macron meresmikan, Nezar menjawab bisa saja itu terjadi.

    “Bisa jadi ya, bisa jadi. Dan sebetulnya ya secara perlahan-lahan tes terhadap PDN ini sudah berjalan untuk beberapa layanan-layanan,” terang Nezar.

    Nezar membantah, jika operasional PDN mundur. Meski, nyatanya pernyataan ini tidak sesuai dengan Menkomdigi Meutya Hafid yang menyatakan PDN akan rampung dan bisa beroperasi pada akhir Maret.

    “Sebenarnya tidak mundur, tapi gradual. Kita ingin keamanan semaksimal mungkin,” terang Nezar.

    Berdasarkan laman resmi Direktorat Jenderal Aplikasi Informastika (Ditjen Aptika) Kementerian Kominfo, fungsi PDN adalah sebagai fasilitas penempatan sistem elektronik dan komponen terkait lainnya untuk keperluan penempatan, penyimpanan, serta pengolahan dan pemulihan data.

    Pembangunan PDN sudah menjadi kebutuhan untuk mewujudkan Visi Indonesia Digital 2045 yang ditargetkan menjadi digital nations. Saat ini pemerintah telah memiliki Pusat Data Nasional Sementara atau PDNS yang berlokasi di Jakarta dan Surabaya. Layanan PDNS dapat digunakan oleh semua instansi pemerintah guna mulai melakukan proses migrasi data center dari instansi pemerintah secara bertahap.

  • Operasional PDN Tertunda Akibat Kurang Tenaga Bersertifikasi

    Operasional PDN Tertunda Akibat Kurang Tenaga Bersertifikasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap operasional Pusat Data Nasional (PDN) Cikarang masih dalam evaluasi oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Pemerintah membutuhkan lebih banyak tenaga bersertifikasi untuk menjalankan sistem tersebut.

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengatakan sampai saat ini proses finalisasi PDN yang berlokasi di Greenland International Industrial Centre, Deltamas, Cikarang masih berproses oleh BSSN.

    Pada bulan April ini, Nezar menyebut sedang dilakukan evaluasi terhadap arsitektur keamanan PDN dan ada beberapa proses-proses tertentu yang membutuhkan waktu.

    Salah satunya, kata Nezar pihaknya masih membutuhkan sejumlah orang yang bersertifikasi khusus untuk menjalankan PDN yang memiliki luas kurang lebih 15.994 m2.

    “Kita membutuhkan sejumlah orang yang bersertifikasi khusus gitu ya untuk menjalankan beberapa fitur yang ada di PDN. Dan ini lagi direview oleh BSSN gitu,” kata Nezar di Komdigi, Rabu (16/4/2025).

    Terkait kemungkinan PDN Cikarang bakal beroperasi saat kunjungan Presiden Republik Prancis Emmanuel Macron, Nezar menyebut hal tersebut bisa saja terjadi.

    Apalagi, pembangunan PDN ini merupakan pinjaman dari Pemerintah Perancis dengan total nilai EUR164.679.680 atau sekitar Rp2,7 triliun.

    Orang nomor satu di Prancis ini rencananya akan berkunjung ke Indonesia pada Mei 2025 atau pada bulan depan.

    “Bisa jadi (menunggu Macron) dan sebetulnya ya secara perlahan-lahan tes terhadap PDN ini sudah berjalan untuk beberapa layanan-layanan gitu,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Nezar pun membantah bahwa ada kemunduran dalam jadwal pengoperasionalan PDN Cikarang.

    Dirinya menyebut bahwa pendekatan yang digunakan memang bersifat gradual atau bertahap, bukan tertunda.

    “Sebenernya ga mundur tapi gradual (bertahap),” tutur Nezar.

    Untuk diketahui, PDN nantinya akan memiliki peran sebagai tempat menampung data-data dari berbagai instansi pemerintah. PDN juga akan melakukan pengolahan data untuk menghasilkan informasi yang bermanfaat.

    Selain itu, PDN juga berfungsi untuk memastikan data dapat dipulihkan jika terjadi kerusakan atau kehilangan data. PDN Cikarang ditarget akan beroperasi pada Januari 2025.

    Namun, pengoperasian PDN ini kembali diundur hingga akhir Maret 2025. Saat ini, pemerintah memprediksi PDN Cikarang baru bisa beroperasi pada April 2025.

  • Trump Akan Pangkas Anggaran Deplu, Tutup 27 Kedubes-Konsulat

    Trump Akan Pangkas Anggaran Deplu, Tutup 27 Kedubes-Konsulat

    Washington DC

    Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat tak luput dari rencana pemangkasan anggaran, yang diwarnai penutupan misi diplomatik di luar negeri. Rencana ini muncul seiring upaya Presiden Donald Trump menekan pengeluaran pemerintah secara lebih luas dan mengurangi peran utama AS di panggung internasional.

    Deplu AS, seperti dilansir AFP, Rabu (16/4/2025), dilaporkan akan mengusulkan perombakan jangkauan diplomatik yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan menghentikan berbagai program dan menutup sejumlah Kedutaan Besar juga Konsulat di seluruh dunia, demi memangkas anggaran hingga hampir 50 persen.

    Proposal tersebut, yang dimuat dalam memo internal departemen yang kini sedang dibahas secara serius oleh para pejabat senior AS, akan menghilangkan hampir semua pendanaan untuk organisasi-organisasi internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Dukungan finansial untuk pemeliharaan perdamaian internasional akan dibatasi, bersama dengan pendanaan untuk pertukaran pendidikan dan budaya seperti Program Fulbright — salah satu beasiswa AS yang paling bergengsi.

    Memo internal itu, menurut laporan New York Times, menyebutkan bahwa Departemen Luar Negeri AS akan mengajukan anggaran sebesar US$ 28,4 miliar pada tahun fiskal 2026, mulai 1 Oktober. Jumlah itu disebut US$ 26 miliar lebih rendah dibandingkan angka pada tahun fiskal 2025.

    Disebutkan juga dalam dokumen yang beredar itu, menurut outlet media politik Punchbowl News, soal indikasi penutupan 10 Kedutaan Besar dan 17 Konsulat AS, termasuk misi diplomatik di Eritrea, Luksemburg, Sudan Selatan dan Malta.

    Lima konsulat yang ditandai untuk ditutup berada di Prancis, sedangkan dua konsulat lainnya ada di Jerman. Daftar itu juga mencakup misi diplomatik di Skotlandia dan Italia.

    Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, berusaha meredakan kekhawatiran soal laporan pemangkasan tersebut. Dia menegaskan kepada wartawan bahwa: “Belum ada rencana akhir, anggaran final, dinamika akhir.”

    “Itu terserah kepada Gedung Putih dan Presiden Amerika Serikat saat mereka terus mengerjakan rencana anggaran mereka dan apa yang akan mereka serahkan kepada Kongres,” jelas Bruce.

    Tidak diketahui apakah Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mendukung memo internal yang beredar itu. Namun dibutuhkan tanda tangan Rubio untuk pemangkasan apa pun sebelum diserahkan kepada Kongres AS.

    Hanya Kongres AS — di mana Partai Republik membutuhkan beberapa suara Partai Demokrat untuk meloloskan sebagian besar undang-undang — yang dapat mengesahkan pemangkasan semacam itu. Proposal itu kemungkinan akan menjadi pertimbangan besar dalam negosiasi para anggota parlemen AS atas anggaran tahun 2026.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kisah para remaja perempuan Afganistan yang jadi penenun karpet akibat dilarang bersekolah oleh Taliban – Halaman all

    Kisah para remaja perempuan Afganistan yang jadi penenun karpet akibat dilarang bersekolah oleh Taliban – Halaman all

    Sejak Taliban merebut kekuasaan di Afganistan pada 2021, anak perempuan di atas usia 12 tahun di negara itu dilarang bersekolah. Taliban juga membatasi jenis pekerjaan yang boleh dilakukan perempuan.

    Kondisi ini memaksa banyak perempuan Afganistan bekerja sebagai penenun karpet, profesi yang menuntut jam kerja panjang. Sektor ini merupakan satu dari sedikit bidang pekerjaan, menurut aturan Taliban, dapat dijalankan para perempuan.

    Menurut Persatuan Bangsa-Bangsa, sekitar 1,2 sampai 1,5 juta warga Afghanistan menggantungkan pendapatan pada industri tenun karpet. Dari seluruh pekerja di industri tenun karpet, sekitar 90% merupakan perempuan.

    Shakila, 22 tahun, adalah mantan pelajar yang pernah bercita-cita menjadi pengacara. Dia bercerita bagaimana terbatasnya kesempatan bagi para perempuan untuk bisa mengakses pekerjaan yang mereka dambakan.

    “Kami tidak bisa melakukan hal lain selain menenun karpet,” kata Shakila, yang kini memimpin usaha penenunan karpet milik keluarga.

    “Tidak ada pekerjaan lain,” ujarnya.

    Shakila berkata, bisnis tenun karpet menghasilkan keuntungan yang kecil—kondisi yang menurutnya berkebalikan dengan situasi di negara lain.

    Suatu kali, sebuah karpet yang dibuat oleh Shakila dan dua saudara perempuannya dipamerkan di sebuah ajang di Kazakhstan pada 2024. Karya karpet sutra seluas 13 meter persegi itu lalu terjual seharga $18.000 (Rp302 juta).

    Di Afghanistan, kata Shakila, mereka harus menjual karpet dengan jenis yang sama dengan harga yang jauh lebih murah. Situasi itu disebutnya menjerat para pekerja dalam pekerjaan dengan upah rendah.

    Sebuah karpet tenun yang dikerjakan secara manual dengan tangan rata-rata dijual antara $100-$150 (Rp1,6 juta-Rp2,5 juta) per meter persegi.

    “Musuh pendidikan perempuan”

    Shakila dan keluarganya berasal dari Dasht-e Barchi, sebuah daerah yang dikenal sebagai permukiman kaum miskin di pinggiran barat Kabul.

    Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana dengan dua kamar tidur. Mereka berbagi rumah dengan orang tua mereka yang sudah lanjut usia dan tiga saudara laki-laki mereka.

    Salah satu kamar di rumah itu telah diubah menjadi bengkel pembuatan karpet.

    “Saya belajar menenun saat berusia 10 tahun,” kata Shakila. “Ayah saya mengajari saya ketika dia sedang dalam masa pemulihan dari kecelakaan mobil.”

    Shakila bercerita soal bagaimana dia dan saudara perempuannya harus mengubur cita-cita akibat kebijakan Taliban.

    Sebelum Taliban berkuasa, baik Shakila dan dua saudarinya adalah siswa di Sekolah Menengah Sayed al-Shuhada.

    Kehidupan mereka berubah setelah pengeboman mematikan terjadi di sekolah itu pada tahun 2021. Peristiwa itu menewaskan 90 orang, sebagian besar adalah pelajar putri.

    Pengeboman itu juga melukai setidaknya 300 orang.

    Khawatir tragedi serupa bakal terjadi, ayah Shakila mengambil keputusan yang menyakitkan: meminta anak-anak perempuannya berhenti bersekolah.

    Saudara perempuan Shakila, Samira (18 tahun), yang pernah memupuk cita-cita menjadi seorang jurnalis, terpaksa membuang angannya. Sementara Mariam (13) terpaksa berhenti bersekolah bahkan sebelum ia tahu apa cita-citanya.

    Samira, yang berada di sekolah saat serangan bom itu terjadi, mengalami trauma. Ia berbicara dengan gagap dan kesulitan mengekspresikan diri.

    Samira berkata akan melakukan apa saja untuk bisa kembali melanjutkan pendidikan formal.

    “Saya sangat ingin menyelesaikan sekolah saya,” ujarnya.

    “Setelah Taliban berkuasa, situasi keamanan telah membaik dan bom bunuh diri telah berkurang.

    “Tapi sekolah-sekolah masih ditutup. Itulah mengapa kami harus bekerja,” kata Samira.

    Pemerintahan sebelumnya menuduh Taliban terlibat dalam serangan tersebut. Namun Taliban membantahnya.

    Shakila, Samira, dan Mariam percaya bahwa penguasa saat ini adalah “musuh pendidikan anak perempuan”.

    Taliban telah berulang kali menyatakan bahwa anak-anak perempuan akan diizinkan kembali ke sekolah. Namun hak itu akan kembali ke mereka setelah setelah Taliban “merampungkan sejumlah kebijakan”, termasuk penyelarasan kurikulum dengan nilai-nilai Islam.

    Akan tetapi sejauh ini, tidak ada langkah konkret yang diambil untuk mewujudkannya.

    “Kami para gadis tidak lagi memiliki kesempatan untuk belajar”

    Di bengkel Elmak Baft di Kabul, 300 perempuan dan anak perempuan bekerja di ruang yang sempit, dengan udara yang pekat dan menyesakkan.

    Di cabang lain, 126 perempuan muda bekerja dengan 23 alat tenun.

    Salehe Hassani (19) dulunya adalah seorang murid yang berdedikasi, bersekolah hingga usia 17. Ia menghabiskan dua tahun untuk mengajar dan sempat menekuni dunia jurnalistik selama tiga bulan.

    “Kami para gadis tidak lagi memiliki kesempatan untuk belajar,” katanya sambil tersenyum tipis.

    “Keadaan telah merenggut hal itu dari kami, jadi kami beralih ke bengkel,” kata Salehe.

    Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Taliban mencatat bahwa pada Januari-Juni 2024, Afganistan mengespor lebih dari 2,4 juta kilogram karpet, senilai $8,7 juta (Rp146 miliar). Tujuan ekspor karpet itu adalah Pakistan, India, Austria, dan Amerika Serikat.

    Namun, di balik ledakan ekspor ini terdapat ironi.

    Para penenun karpet mengatakan bahwa mereka mendapatkan sekitar $27 (Rp453.000) untuk setiap meter persegi karpet. Biasanya, mereka membutuhkan waktu sekitar satu bulan untuk memproduksinya.

    Itu berarti upah mereka kurang dari satu dolar per hari, meskipun bekerja dalam waktu yang panjang dan melelahkan, yang bisa mencapai 10 atau 12 jam.

    Nisar Ahmad Hassieni, kepala perusahaan Elmak Baft, berkata bahwa dia membayar karyawannya antara $39 (Rp655.000) dan $42 (Rp706.000) per meter persegi.

    Nisar juga membuat klaim bahwa mereka dibayar setiap dua minggu, dengan hitungan rata-rata jam kerja delapan jam per hari.

    Nisar berkata, setelah Taliban berkuasa, institusinya membuat misi untuk membantu warga yang mengalami ketertinggalan akibat penutupan sekolah-sekolah.

    “Kami mendirikan tiga lokakarya untuk menenun karpet dan memintal wol,” katanya.

    “Sekitar 50-60?ri karpet-karpet ini diekspor ke Pakistan, sementara sisanya dikirim ke China, Amerika Serikat, Turki, Prancis, dan Rusia untuk memenuhi permintaan pelanggan.”

    Di sisi lain perekonomian Afghanistan lesu. PBB mencatat Produk Domestik Bruto negara itu menyusut sebesar 29% sejak tahun 2020, seiring pembatasan terhadap perempuan yang menelan biaya hingga $1 miliar (Rp16 triliun).

    Pada tahun 2020, perempuan hanya mencapai 19?ri total angkatan kerja. Ini empat kali lebih sedikit daripada laki-laki – dan jumlah tersebut semakin menurun di bawah pemerintahan Taliban.

    Terlepas dari tantangan yang ada, semangat para perempuan muda ini tetap tidak pernah padam.

    Saleha, dengan penuh tekad dan harapan, bercerita bahwa ia telah mendedikasikan waktu selama tiga tahun untuk belajar bahasa Inggris.

    “Meskipun sekolah dan universitas ditutup, kami menolak untuk menghentikan pendidikan kami,” katanya.

  • Aplikasi Pengganti WhatsApp Makin Ramai 2025, Ini Alasan Orang Pindah

    Aplikasi Pengganti WhatsApp Makin Ramai 2025, Ini Alasan Orang Pindah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pendiri Telegram Pavel Durov melaporkan pengguna aktif layanannya sudah menembus 1 miliar per Maret 2025. Bersamaan dengan itu, Durov juga mengatakan profit perusahaan mencapai US$547 juta sepanjang tahun lalu.

    Hal ini menunjukkan Telegram sudah makin dekat untuk menantang dominasi WhatsApp. Sebagai perbandingan, pengguna aktif WhatsApp saat ini lebih dari 2 miliar dan diprediksi akan mencapai 3 miliar pada akhir 2025.

    “Di atas kami ada WhatsApp, layanan murah yang meniru Telegram. Selama bertahun-tahun, WhatsApp berupaya mengikuti inovasi kami sembari membakar uang miliaran dolar AS untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat pertumbuhan kami,” kata Pavel Durov, dikutip dari TechCrunch, Rabu (16/4/2025).

    “Mereka [WhatsApp] gagal. Telegram bertumbuh, meraup keuntungan, dan mempertahankan kemandirian kami,” ia menambahkan.

    Dikutip dari DemandSage, 10 juta orang telah berlangganan layanan berbayar Telegram Premium. India menjadi negara yang paling banyak menggunakan Telegram dengan porsi 45% dari total pengguna. Sementara itu, hanya 9% pengguna Telegram yang datang dari AS.

    Sebanyak 53,2% pengguna Telegram berasal dari kelompok usia 25-44 tahun. Lebih banyak pria daripada perempuan yang menggunakan Telegram, dengan proporsi 58% berbanding 42%.

    Secara rata-rata, pengguna Telegram menghabiskan waktu 3 jam 45 menit per bulan untuk mejajal aplikasi tersebut. Memang durasi tersebut masih jauh di bawah WhatsApp yang rata-rata diakses 17 jam 6 menit per bulan, menurut laporan DemandSage.

    Saat melaporkan pengguna aktif Telegram sebanyak 900 juta pada 2024 lalu, Durov mengatakan perusahaan menghadapi tekanan dari berbagai negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu.

    Bahkan, Durov sempat ditahan di Prancis pada Agustus 2024 atas tuduhan keterlibatan dalam mendistribusikan pornografi anak, obat-obatan terlarang, dan perangkat lunak peretasan pada aplikasi pesan singkat Telegram.

    Tak sampai sepekan pasca ditangkap, Duvol dibebaskan bersyarat. Ia juga diminta membayar uang jaminan senilai 5 juta euro. Sejak saat itu, Telegram mulai melakukan penyesuaian dengan meningkatkan moderasi konten di dalam platform.

    Kendati demikian, Durov menekankan netralitas platformnya dari konflik geopolitik. Saat Rusia menginvasi Ukraina pada 2022 lalu, Telegram menjadi salah satu sumber informasi yang tak menyaring konten-konten di dalamnya.

    Meski dinilai transparan, tetapi banyak juga konten bermuatan disinformasi yang tersebar di platform tersebut. Durov menjamin sistem enkripsi pada Telegram akan membuat pertukaran informasi di dalamnya benar-benar terlindungi dan bebas intervensi pemerintah.

    “Saya lebih baik bebas ketimbang tunduk pada perintah siapa pun,” ujarnya pada 2024 sebelum ditangkap.

    Menurut Pavel, ada berbagai cara yang dilancarkan pemerintah untuk mengelabui enkripsi Telegram. Salah satunya datang dari FBI.

    Ia mengatakan FBI pernah mencoba merekrut engineer Telegram untuk membobol backdoor platformnya. FBI tak berkomentar soal tuduhan ini.

    Namun, ia mengatakan tekanan untuk menjunjung kebebasan perbedapat dan berkekspresi sebenarnya tak hanya datang dari pemerintah. Tantangan itu justru lebih banyak datang dari rivalnya seperti Apple dan Alphabet.

    “Dua platform tersebut benar-benar bisa menyensor apa saja yang Anda baca, serta mengakses semua yang ada di smartphone Anda,” kata dia.

    (fab/fab)

  • Memanas! Giliran Prancis Usir 12 Pejabat Aljazair

    Memanas! Giliran Prancis Usir 12 Pejabat Aljazair

    Jakarta

    Memanas! Pemerintah Prancis memerintahkan pengusiran 12 diplomat dan pejabat konsuler Aljazair, serta memanggil pulang duta besarnya, dalam eskalasi terbaru antara kedua negara.

    Langkah tersebut, yang diumumkan oleh kantor Presiden Emmanuel Macron pada Selasa (15/4) waktu setempat. Ini dilakukan setelah pemerintah Aljazair pada hari Minggu lalu, memerintahkan 12 pejabat Prancis untuk segera meninggalkan negara tersebut dalam waktu 48 jam.

    Perintah pengusiran ini terkait dengan penangkapan tiga warga negara Aljazair di Prancis beberapa waktu terakhir.

    Para pejabat Aljazair di Prancis juga diberi waktu 48 jam untuk pergi.

    Dilansir kantor berita AFP, Rabu (16/4/2025), kantor Macron menyebut tindakan Aljazair “tidak dapat dipahami dan tidak dapat dibenarkan” dan mengatakan Aljazair harus “melanjutkan dialog” dan “bertanggung jawab atas degradasi hubungan bilateral”.

    Prancis “terkejut” bahwa hubungan telah berubah seperti itu hanya dua minggu setelah panggilan telepon antara Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune dan Macron, dalam upaya untuk memperbaiki hubungan, demikian kantor Macron menambahkan.

    Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot, yang pergi ke Aljazair pada awal bulan sebagai bagian dari upaya meredakan ketegangan, mengatakan bahwa Aljazair telah “memilih eskalasi”.

    Hubungan menjadi tegang tahun lalu, ketika Prancis mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat yang disengketakan, di mana Aljazair mendukung kelompok Polisario Front yang pro-kemerdekaan.

    Hubungan semakin memburuk ketika Aljazair menangkap dan memenjarakan penulis Prancis-Aljazair Boualem Sansal pada bulan November atas tuduhan keamanan nasional.

    Perintah agar para pejabat Prancis segera meninggalkan wilayah Aljazair itu diumumkan setelah pada Jumat (11/4) waktu setempat, jaksa penuntut Prancis mendakwa tiga warga negara Aljazair, termasuk seorang pejabat konsuler, atas dugaan keterlibatan dalam penculikan seorang influencer asal Aljazair bernama Amir Boukhors pada April 2024 lalu di pinggiran ibukota Prancis, Paris.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini