Prabowo Kirim Nama-nama Calon Dubes ke DPR Rabu, 12 Posisi Dubes Kosong
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden
Prabowo
Subianto disebut bakal mengirimkan nama-nama calon Duta Besar (
Dubes
) Republik Indonesia (RI) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Rabu (2/7/2025) besok.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua
DPR
Sufmi Dasco Ahmad
. Menurut dia, nama-nama calon
dubes
tersebut termasuk untuk negara Amerika Serikat (AS).
“Menurut informasi dari Menteri Sekretaris Negara bahwa terutama duta besar beberapa negara sahabat, termasuk Amerika Serikat, konfirm besok akan dikirim ke DPR. Dan kita akan proses sesuai mekanisme yang berlaku di Komisi I,” kata Dasco di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
“Satu nama (yang diserahkan),” ujarnya melanjutkan.
Namun, Dasco membantah saat ditanya apakah eks Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Luthfi adalah nama yang disodorkan menjadi
calon Dubes
RI untuk AS.
Dia meminta publik untuk menunggu Komisi I DPR yang mengumumkan nama
calon Dubes AS
.
“Bukan, bukan, bukan. Nanti besok biar Komisi I, ini ada pimpinan Komisi I akan menjelaskan kepada pers terhadap duta besar negara sahabat yang dikirim oleh pemerintah kepada DPR,” kata Dasco.
Politikus Partai Gerindra ini hanya menegaskan bahwa nama-nama
calon dubes
tersebut bakal diproses melalui mekanisme yang ada. Sebab, jangka waktu pada masa sidang DPR kali ini pendek.
“Kita akan usahakan secepatnya, agar dapat segera dilantik pada selesai masa sidang yang saat ini,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, ada 12 posisi dubes yang kosong, yakni Dubes RI untuk Amerika Serikat; Dubes RI untuk Jerman; Dubes RI untuk Korea Utara; Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Markas PBB Jenewa; dan PTRI di Markas PBB New York.
Kemudian, Dubes RI untuk Meksiko; Dubes RI untuk Afghanistan; Dubes RI untuk Azerbaijan; Dubes RI untuk Libya; Dubes RI untuk Madagaskar; Dubes RI untuk Myanmar; dan Dubes RI untuk Polandia.
Khusus untuk posisi Dubes AS telah kosong lama, yakni sejak 2023 lalu. Sosok terakhir yang menjadi Dubes AS adalah Rosan Roeslani.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Negara: Polandia
-
/data/photo/2025/07/01/6863ab95eb77f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Prabowo Kirim Nama-nama Calon Dubes ke DPR Rabu, 12 Posisi Dubes Kosong
-

Rusia Luncurkan Serangan Terbesar ke Ukraina, NATO Kerahkan Jet Tempur
Daftar Isi
Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan di Eropa Timur kembali meningkat drastis setelah Rusia melancarkan serangan udara terbesar ke Ukraina sejak invasi skala penuh dimulai lebih dari tiga tahun lalu. Sebagai respons atas ancaman tersebut, negara-negara anggota NATO termasuk Polandia segera mengerahkan jet tempur dan sistem pertahanan udara pada Minggu (29/6/2025) dengan status kesiagaan tertinggi.
Komando Operasional Polandia mengumumkan bahwa sejumlah pesawat tempur NATO, termasuk dari Polandia, telah diterbangkan sebagai bagian dari respons terhadap gelombang serangan Rusia. Selain itu, sistem pertahanan udara dan pengintaian diaktifkan penuh guna mengantisipasi kemungkinan pelanggaran wilayah udara aliansi.
“Seluruh sistem pertahanan dan pengawasan kami berada dalam tingkat kesiagaan tertinggi,” demikian pernyataan militer Polandia.
Dalam pembaruan kemudian, pihaknya menyatakan operasi NATO telah selesai seiring menurunnya ancaman langsung dari serangan rudal Rusia ke wilayah Ukraina.
“Tidak ada rudal atau drone Rusia yang memasuki wilayah udara Polandia,” tambahnya.
Serangan Terbesar Rusia
Kolonel Yuriy Ignat dari Angkatan Udara Ukraina mengonfirmasi kepada Newsweek bahwa serangan yang terjadi sepanjang malam hingga Minggu dini hari merupakan serangan udara terbesar yang pernah terjadi sejak awal invasi Rusia pada Februari 2022, jika dihitung dari jumlah total ancaman yang masuk.
Ukraina melaporkan bahwa Rusia telah meluncurkan 477 drone dan umpan, serta 60 rudal dari berbagai jenis ke wilayahnya. Militer Ukraina menyatakan berhasil menembak jatuh 211 drone, sementara 225 lainnya melenceng dari target sebelum menghantam sasaran.
Selain itu, satu rudal balistik jarak pendek, empat rudal jelajah Kalibr, dan 33 rudal Kh-101 berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara.
Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataannya mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan “serangan besar-besaran dengan senjata presisi tinggi berbasis udara, laut, dan darat,” termasuk peluncuran rudal hipersonik Kinzhal dari wilayah udara Tambov, di tenggara Moskow.
Menurut Moskow, target utama serangan kali ini adalah fasilitas industri militer Ukraina serta kilang-kilang minyak negara tersebut.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengungkapkan bahwa seorang anak terluka dalam serangan di kota Smila, Ukraina tengah.
Selain itu, lima orang lainnya juga mengalami luka-luka. Layanan darurat Ukraina melaporkan kerusakan pada satu perguruan tinggi dan tiga bangunan lainnya di kota tersebut.
“Mereka menyerang fasilitas energi, infrastruktur, dan area permukiman,” kata Andriy Yermak, Kepala Staf Kepresidenan Ukraina, dalam unggahannya di media sosial. Zelensky menambahkan, “Rusia menargetkan segala hal yang menopang kehidupan.”
Di wilayah barat Ukraina yang berbatasan langsung dengan Polandia, seperti Lviv dan Volyn, otoritas setempat melaporkan adanya sirene peringatan udara sepanjang malam.
Meski tidak ada korban jiwa, Wali Kota Lviv, Andriy Sadovyi, menyatakan bahwa “serangan besar-besaran terhadap wilayah barat Ukraina sedang berlangsung,” dengan sasaran utama infrastruktur penting.
Posisi NATO
Serangan udara Rusia yang semakin intensif dan dekat dengan perbatasan NATO menimbulkan kekhawatiran baru.
Meski belum ada pelanggaran wilayah udara aliansi, kejadian ini mengingatkan pada insiden sebelumnya di mana misil dan drone Rusia memasuki wilayah negara-negara NATO seperti Polandia dan Rumania.
Sesuai prinsip Pasal 5 NATO, setiap serangan terhadap negara anggota dianggap sebagai serangan terhadap seluruh aliansi dan dapat memicu respons militer kolektif.
Namun, sejauh ini, pelanggaran lintas batas oleh drone atau rudal belum dikategorikan sebagai serangan langsung terhadap aliansi, sehingga tidak memicu balasan militer.
Sebagai langkah antisipatif, pesawat tempur dari Inggris dan Swedia telah dikirim ke Polandia sejak awal April untuk menjalankan rotasi patroli udara NATO selama beberapa bulan ke depan.
Pilot F-16 Tewas
Di tengah upaya pertahanan dari serangan udara masif, Ukraina kembali kehilangan seorang pilot F-16. Letnan Kolonel Maksym Ustimenko tewas saat sedang mengintersepsi beberapa target udara.
Zelensky memerintahkan investigasi penuh atas kematian sang pilot. “Saya berterima kasih kepada semua yang membela Ukraina,” ucap Zelensky.
Sedikitnya dua pilot Ukraina lainnya yang menerbangkan jet tempur F-16 telah gugur sejak musim panas tahun lalu, menambah daftar panjang korban dari kalangan militer udara Ukraina.
Serangan Minggu dini hari hanyalah bagian dari gelombang serangan besar-besaran yang terjadi sepanjang minggu terakhir. Menurut Zelensky, Rusia telah menembakkan lebih dari 114 rudal, 1.270 drone, dan hampir 1.100 bom luncur ke berbagai wilayah Ukraina hanya dalam satu pekan terakhir.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
-

Hyundai-Kia Banting Harga Mobil Ratusan Juta Rupiah, Khusus Tipe Ini
Jakarta, CNBC Indonesia – Hyundai dan Kia memangkas harga hingga US$16.000 secara global dalam upaya mencegah penurunan pangsa pasar. Pemangkasan harga tersebut merespon tarif kendaraan yang diimpor ke Amerika Serikat yang membebani industri otomotif.
Mengutip CNBC International, Hyundai Motor dan Kia meningkatkan promosi global bulan ini untuk meningkatkan penjualan. Langkah ini dipandang sebagai strategi pencegahan untuk mengimbangi penurunan permintaan AS yang diperkirakan akan terjadi akibat kenaikan harga di masa depan dan untuk mempertahankan pangsa pasar global.
Hyundai Motor menjalankan promosi agresif di enam wilayah bisnisnya di luar negeri, yaitu Asia-Pasifik, Eropa, Timur Tengah, Afrika, Amerika Utara, serta Amerika Tengah dan Selatan pada Rabu lalu dengan diskon hingga 23 juta won (US$ 16.900) tergantung pada negaranya.
Kampanye ini terutama menargetkan SUV populer seperti Tucson dan Santa Fe, serta mobil listrik seperti Ioniq 5 dan Ioniq 6.
Di Polandia, misalnya, Tucson 2024 ditawarkan dengan diskon 30.000 zloty (US$8.200), sementara di Serbia, Ioniq 5 dan 6 didiskon hingga 15.000 euro (US$17.400). Diskon juga mencapai 12 juta won di Thailand dan 17,8 juta won di Chili.
Promosi agresif ini tampaknya bertujuan untuk mengurangi potensi kerugian dari penurunan penjualan di Amerika Serikat menyusul keputusan Washington pada 3 April lalu untuk memberlakukan tarif 25 persen pada kendaraan impor.
“Hyundai dan Kia membekukan harga hingga 2 Juni dan sejak itu memperpanjang pembekuan harga hingga 7 Juli,” sebutnya.
Perusahaan-perusahaan tersebut mengandalkan inventaris pra-tarif kendaraan yang telah diproduksi atau dibersihkan dari bea cukai sebelum tarif diberlakukan. Namun, jika tarif tetap berlaku, kenaikan harga setelah tanggal 7 Juli diperkirakan akan terjadi. Toyota, misalnya, telah mengumumkan kenaikan harga di Amerika Serikat mulai bulan Juli.
Setiap kenaikan harga kemungkinan besar akan merugikan penjualan. Seperti tahun lalu, satu dari setiap empat kendaraan yang dijual oleh Hyundai dan Kia atau 23,6 persen dijual di Amerika Serikat. 60% persen di antaranya diekspor dari Korea.
“Penurunan penjualan di pasar AS, yang merupakan sumber pendapatan utama, pasti akan memberikan pukulan besar,” imbuhnya.
Menyusul keputusan tarif, Hyundai dan Kia dilaporkan menginstruksikan kepala kantor regional untuk meningkatkan penjualan sebesar 10% di wilayah lain. Tidak terkecuali Korea.
Sebagai informasi, Hyundai meluncurkan promosi baru yang dijuluki “H-Super Save” pada bulan Mei, menawarkan diskon mulai dari 1 juta won hingga 6 juta won untuk model-model populer seperti Tucson, Grandeur, dan Santa Fe. Perusahaan juga mulai melacak tingkat inventaris berdasarkan model secara terbuka setiap hari untuk lebih merangsang penjualan.
Terlepas dari upaya ini, peningkatan penjualan yang jelas belum terwujud. Penjualan grosir di pabrik Hyundai di Ceko yang berfungsi sebagai pusat produksi Eropa turun selama tiga bulan berturut-turut dari Maret hingga Mei, turun dari 27.109 unit di bulan Maret menjadi 25.495 unit di bulan April dan 21.909 unit di bulan Mei.
Kia juga mengalami tren yang sama. Ekspornya ke benua-benua di luar Amerika Serikat turun dari 61.822 unit di bulan Maret menjadi 53.081 unit di bulan Mei. Meskipun total penjualan kendaraan di Eropa naik 1,9 persen dari tahun ke tahun di bulan Mei, Hyundai dan Kia mengalami penurunan penjualan sebesar 2,5 persen dan 5,6 persen selama periode yang sama.
Hyundai mempertahankan pendekatan menunggu dan melihat sambil memantau negosiasi tarif Korea-AS. Untuk itu, perusahaan telah mengalihkan semua produksi dari pabrik Alabama ke pasar domestik AS. Pada bulan Maret, pabrik tersebut mengekspor 3.570 kendaraan ke negara-negara terdekat, tetapi jumlah tersebut anjlok menjadi hanya 14 pada bulan Mei.
Seorang peneliti senior di Korea Institute for Industrial Economics and Trade Kim Kyung-yoo mengatakan, tekanan biaya dari tarif akan mulai meningkat pada paruh kedua tahun ini, kemungkinan akan menyebabkan kenaikan harga kendaraan.
“Karena produsen mobil tidak dapat membebankan seluruh biaya kepada konsumen, profitabilitas pasti akan menurun,” imbuhnya.
Sementara Kwon Yong-joo, seorang profesor desain transportasi otomotif di Universitas Kookmin, juga memperingatkan Hyundai dan Kia mungkin bertahan untuk saat ini.
“tetapi jika produksi lokal tidak berkembang dan negosiasi tarif antara Korea dan Amerika Serikat terhenti, hilangnya pangsa pasar tidak akan terhindarkan,” pungkasnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
-

Mengapa Banyak Orang di Dunia Ingin Punya Anak Tapi Takut Punya Anak?
PIKIRAN RAKYAT – Orang-orang di seluruh dunia semakin sedikit yang memiliki anak, dan ini bukan semata-mata karena mereka tidak menginginkannya.
Menurut temuan PBB, rata-rata tingkat kesuburan global kini turun hingga kurang dari setengah dari tingkatnya pada tahun 1960. Angka ini telah berada di bawah “tingkat pengganti” yang dibutuhkan untuk menjaga kestabilan jumlah penduduk di sebagian besar negara.
Di tengah penurunan bersejarah tersebut, hampir 20% orang dewasa usia reproduksi dari 14 negara di seluruh dunia menyatakan bahwa mereka kemungkinan tidak akan bisa memiliki jumlah anak yang mereka inginkan, hal ini disampaikan dalam laporan yang dirilis minggu ini oleh United Nations Population Fund (UNFPA), badan PBB yang menangani kesehatan dan hak reproduksi. Namun, bagi sebagian besar dari mereka, penyebabnya bukan karena kemandulan yang menghalangi mereka untuk melakukan hal tersebut. Mereka menyebut berbagai faktor seperti keterbatasan finansial, hambatan dalam akses pelayanan kesehatan terkait kesuburan atau kehamilan, dan kekhawatiran terhadap kondisi dunia saat ini yang menjadi penghalang mereka dalam mewujudkan keputusan mereka sendiri terkait kesuburan dan reproduksi.
Seperti dilansir TIME, “Ada banyak orang di luar sana yang bersedia memiliki anak —bahkan lebih banyak dari yang mereka miliki saat ini— jika kondisinya memungkinkan. Dan kewajiban pemerintah untuk menyediakan kesejahteraan dan jaminan sosial yang memungkinkan terciptanya keseimbangan kerja dan kehidupan, pekerjaan yang aman, pengurangan hambatan hukum, serta layanan kesehatan yang lebih baik,” kata Shalini Randeria, Presiden Central European University di Wina sekaligus penasihat eksternal senior dalam laporan UNFPA tersebut. Namun, menurut Randeria, kebijakan yang diterapkan sebagian pemerintah—seperti pemangkasan layanan Medicaid di AS atau pembatasan hak atas kesehatan dan otonomi reproduksi—merupakan langkah mundur bagi hak individu, sekaligus “kontraproduktif dari sudut pandang demografis.”
Dalam laporan tersebut, UNFPA bekerja sama dengan YouGov melakukan survei terhadap responden dari 14 negara di Asia, Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Afrika—wilayah yang secara keseluruhan mewakili lebih dari sepertiga populasi dunia.
“Ada kesenjangan antara jumlah anak yang ingin dimiliki seseorang dan jumlah anak yang benar-benar mereka miliki,” kata Randeria. “Bagi kami, penting untuk mencari tahu—dengan bertanya langsung pada mereka—apa yang menyebabkan kesenjangan itu.”
Faktor Finansial Jadi Hambatan Utama
Ilustrasi Seorang Pria Tidak Memiliki Uang freepik.com
Hambatan paling signifikan yang diidentifikasi para responden survei sebagai alasan mereka tidak memiliki jumlah anak yang diinginkan adalah faktor ekonomi: 39% menyebutkan keterbatasan finansial, 19% keterbatasan dalam ketersediaan perumahan, 12% kurangnya layanan pengasuhan anak yang memadai atau berkualitas, dan 21% pengangguran atau ketidakamanan kerja.
Harga semua jenis barang dan pelayanan telah naik dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir. Inflasi global mencapai tingkat tertinggi sejak pertengahan tahun 1990-an pada Juli 2022, menurut World Bank Group. Meskipun kini sudah menurun, level inflasi saat ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.
Meningkatnya biaya hidup telah berdampak besar pada perumahan dan pengasuhan anak. Di Amerika Serikat, contohnya, Departemen Keuangan menemukan bahwa harga rumah telah meningkat lebih cepat daripada pendapatan selama dua dekade terakhir, melonjak sekitar 65% sejak tahun 2000 jika disesuaikan dengan inflasi. Riset juga menunjukkan bahwa biaya pengasuhan anak di AS dalam beberapa tahun terakhir bahkan melampaui biaya perumahan atau kuliah bagi banyak keluarga.
Krisis perumahan saat ini berdampak luas di “semua wilayah dan negara,” menurut laporan Program Pemukiman Manusia PBB (UN-Habitat) tahun lalu, yang memperkirakan bahwa antara 1,6 miliar hingga 3 miliar orang di seluruh dunia tanpa akses perumahan yang layak.
Tantangan Akses Reproduksi dan Layanan Kesehatan
Ilustrasi Wanita Menatap Tes Kehamilan Negatif freepik.com
Orang-orang mengutip bahwa faktor lain yang menghalangi mereka untuk memiliki jumlah anak yang diinginkan, termasuk hambatan dalam akses terhadap teknologi reproduksi berbantu (seperti IVF, In Vitro Fertilization) dan ibu pengganti (surrogacy)
Sejumlah negara—termasuk Prancis, Spanyol, Jerman, dan Italia— telah melarang praktik ibu pengganti. Laporan UNFPA juga menunjukkan bahwa banyak negara membatasi atau bahkan melarang akses terhadap reproduksi berbantu dan ibu pengganti bagi pasangan sesama jenis. Di Eropa, contohnya, hanya 17 dari 49 negara yang memperbolehkan inseminasi medis bagi individu, tanpa memandang orientasi seksual atau identitas gender mereka, menurut laporan tersebut.
UNFPA mencatat bahwa, di tengah menurunnya angka fertilitas global, beberapa pemerintah mengambil “langkah-langkah drastis untuk mendorong kaum muda mengambil keputusan fertilitas yang sejalan dengan target nasional.” Namun, laporan tersebut menekankan bahwa “krisis yang sebenarnya” adalah “krisis dalam lembaga reproduksi—yaitu kemampuan individu untuk membuat pilihan bebas, terinformasi, dan tidak terkekang dalam segala hal mulai dari berhubungan seks, menggunakan kontrasepsi, hingga memulai sebuah keluarga.”
Menurut Center for Reproductive Rights, 40% perempuan di usia reproduksi di dunia hidup di bawah hukum aborsi yang ketat. Banyak negara—termasuk Brazil, Filipina, dan Polandia, di antara yang lainnya— memberlakukan pembatasan aborsi. Pada 2022, Mahkamah Agung Amerika Serikat mencabut putusan penting Roe v. Wade, yang menghapuskan hak konstitusional atas aborsi. Sejak saat itu, lebih dari selusin negara bagian di AS telah menerapkan larangan total atau pembatasan aborsi. Ada banyak laporan menyebutkan bahwa perempuan hamil ditolak mendapatkan perawatan kritis karena undang-undang tersebut, dan banyak perempuan mengaku tidak merasa aman untuk hamil di negara bagian yang melarang aborsi.
Meski semakin banyak perempuan di dunia yang kebutuhan perencanaan keluarganya telah terpenuhi, PBB menemukan bahwa sekitar 164 juta perempuan masih belum mendapatkan akses tersebut hingga tahun 2021, menurut laporan yang dirilis tahun 2022.
Selain menganggap akses terhadap perencanaan keluarga sebagai hak asasi manusia, PBB juga menekankan bahwa hal ini merupakan kunci dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Ketakutan akan Masa Depan yang Tak Pasti
Ilustrasi Pasangan Menatap Cakrawala freepik.com
Sekitar 14% responden dalam laporan UNFPA mengatakan kekhawatiran mereka tentang situasi politik atau sosial, seperti perang dan pandemi, telah atau akan menyebabkan mereka memiliki anak lebih sedikit dari yang diinginkan. Sekitar 9% responden juga menyatakan bahwa kekhawatiran terhadap perubahan iklim atau kerusakan lingkungan telah atau akan mempengaruhi keputusan mereka untuk memiliki lebih sedikit anak dari yang direncanakan.
Kekerasan dan konflik global meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Periode antara tahun 2021 dan 2023 tercatat sebagai masa paling penuh kekerasan sejak berakhirnya Perang Dingin, menurut World Bank Group. Jumlah korban tewas dalam konflik bersenjata dan jumlah konflik itu sendiri meningkat dalam satu dekade terakhir.
Kekerasan tersebut turut memicu pada meningkatnya pengungsian global selama bertahun-tahun: Lebih dari 122 juta orang di seluruh dunia terpaksa mengungsi, menurut laporan badan pengungsi PBB pada hari kamis, jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari jumlah yang tercatat satu dekade lalu.
Dampak pandemi global ini semakin terasa, bahkan belum menunjukkan tanda-tanda mereda karena Covid-19 terus menyebar, menghasilkan varian baru, dan berdampak pada jutaan orang dengan masa pemulihan yang bisa berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Di luar Covid-19, wabah penyakit menular menjadi semakin umum terjadi—dan para ahli memperkirakan bahwa di tahun-tahun mendatang risiko wabah meningkat menjadi epidemi dan pandemi akan semakin meningkat.
Dalam survei Program Pembangunan PBB tahun 2024, yang secara statistik mewakili sekitar 87% populasi global, sekitar 56% responden mengatakan mereka memikirkan tentang perubahan iklim harian atau mingguan. Sekitar 53% dari responden juga mengatakan mereka lebih khawatir tentang perubahan iklim sekarang dari tahun sebelumnya. 1/3 dari responden mengatakan bahwa perubahan iklim secara signifikan mempengaruhi keputusan-keputusan besar dalam hidup mereka.
“Saya ingin punya anak, tapi makin lama makin sulit,” kata seorang perempuan berusia 29 tahun dari Meksiko dalam laporan tersebut. “Hampir mustahil membeli atau menyewa tempat tinggal dengan harga terjangkau di kota saya. Saya juga tidak ingin melahirkan anak di masa perang dan kondisi planet yang memburuk jika itu berarti si anak harus menderita karenanya.” (Naomi Dongoran/PKL Polban) ***
-

NATO Tambah Anggaran Belanja, Dukungan AS Dipertanyakan
Den Haag –
Dari perspektif sekutu NATO di Eropa, semuanya berjalan sesuai rencana. Deklarasi singkat sepanjang satu halaman yang berisi lima poin, foto bersama yang hangat, hingga jamuan makan malam bersama Raja dan Ratu Belanda. Di KTT NATO di Den Haag, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pun tampak bersemangat.
Dalam konferensi persnya, Trump mengklaim telah mengakhiri perang di Iran dan berhasil mendorong sekutu NATO untuk meningkatkan belanja pertahanan mereka menjadi 5% dari PDB nasional masing-masing pada tahun 2035.
Ia memuji semangat cinta tanah air yang ditunjukkan oleh negara-negara Eropa anggota aliansi, tapi menegaskan bahwa mereka tetap membutuhkan dukungan AS. Ia menyebut komitmen baru ini sebagai “kemenangan besar untuk Eropa dan negara Barat.”
Apa isi deklarasinya?
Dalam deklarasi tersebut, para sekutu sepakat untuk mengalokasikan 5% dari PDB mereka untuk pertahanan, yang terbagi menjadi dua bagian.
Minimal 3,5% akan dialokasikan untuk pertahanan keras (hard defense), termasuk pembelian senjata, dan maksimal 1,5% untuk investasi lain terkait pertahanan, seperti peningkatan mobilitas militer dan perlindungan terhadap serangan siber. Komposisi dan arah belanja ini akan ditinjau ulang dalam empat tahun ke depan.
Meski begitu, tidak semua anggota NATO sepenuhnya mendukung target tersebut. Presiden Trump secara terbuka mengkritik Spanyol yang menolak menaikkan anggaran pertahanan, dan mengancam akan membuat mereka membayar lebih lewat perdagangan.
Spanyol, Slovakia, dan Belgia menolak target tersebut
Spanyol adalah negara dengan belanja pertahanan terendah di NATO, kurang dari 1,3% dari PDB, dan baru belakangan ini menyetujui target 2% yang telah ditetapkan satu dekade lalu.
Sanchez meminta pengecualian kepada NATO dan mengatakan bahwa Spanyol akan tetap memenuhi kapabilitas militer yang diminta NATO, tapi menurutnya 2% dari PDB sudah cukup.
Polandia, yang memimpin belanja pertahanan dan berencana menaikkannya hingga 4,7% PDB tahun ini, tidak terlalu senang dengan keputusan tersebut.
“Kami percaya bahwa penyimpangan apa pun dari prinsip ini, oleh negara anggota mana pun adalah contoh yang buruk,” ujar Menteri Pertahanan Polandia Wadysaw Kosiniak-Kamysz.
Slovakia segera mengikuti langkah Spanyol dan menolak target tersebut.
“Republik Slovakia punya prioritas lain dalam beberapa tahun ke depan selain pengadaan senjata,” tulis Perdana Menteri Robert Fico di X. “Kami, seperti Spanyol, berhak menentukan sendiri kecepatan dan struktur peningkatan anggaran kami.”
Menteri Luar Negeri Belgia, Maxime Prevot, mengatakan kepada media lokal bahwa meskipun negaranya “tidak menyatakan penolakan secara lantang seperti Spanyol, diplomat kami selama berminggu-minggu telah bekerja keras untuk mendapatkan mekanisme fleksibilitas untuk meringankan beban kontribusi Belgia.”
Apakah AS masih berkomitmen pada Pasal 5?
Meskipun mayoritas sekutu bersedia mengejar target 5%, masih ada kekhawatiran tentang komitmen AS terhadap NATO.
Dalam perjalanannya menuju KTT, Presiden Trump menyebut terdapat “berbagai definisi” mengenai Pasal 5 — klausul pertahanan bersama NATO. Namun setelah tiba, ia meyakinkan sekutu bahwa AS akan “bersama mereka sepenuhnya.”
Walau begitu, klarifikasi tambahan masih diperlukan. “Berhentilah khawatir,” kata Sekjen NATO Mark Rutte dalam konferensi pers.
“Amerika Serikat berkomitmen penuh terhadap NATO.”
Dalam deklarasi KTT, para sekutu kembali menegaskan “komitmen kokoh” terhadap pertahanan kolektif sebagaimana diatur dalam Pasal 5: “Serangan terhadap satu adalah serangan terhadap semua.”
Kristine Berzina, Direktur Geostrategy North dari German Marshall Fund di Washington DC, yang turut hadir di Den Haag, mengatakan kepada DW bahwa dalam satu sisi, Trump tidak sepenuhnya keliru. Namun, ini bukan waktu yang tepat untuk memperdebatkan nuansa dari Pasal 5.
Ia menambahkan, memang setiap negara anggota memiliki kebebasan menentukan seberapa jauh mereka mendukung sekutu yang diserang. Namun, sejauh ini Pasal 5 hanya pernah diaktifkan sekali, yaitu setelah serangan 9/11 terhadap Amerika Serikat.
“AS adalah pihak yang paling diuntungkan dari Pasal 5 dan itu yang seharusnya diingat Presiden Trump,” ujar Berzina.
Ada pula kekhawatiran bahwa seiring waktu, AS mungkin akan mengurangi dukungannya terhadap NATO.
“Menjelang akhir tahun ini, kemungkinan besar AS akan berkonsultasi dengan sekutu terkait postur kekuatan globalnya — yang bisa berarti pengurangan kehadiran militer di Eropa, dan fokus pada bagaimana negara-negara Eropa bisa mengisi kekosongan tersebut,” kata Rafael Loss, peneliti kebijakan di European Council on Foreign Relations, kepada DW.
Namun, ia menambahkan bahwa kabar baiknya adalah AS tidak langsung “melempar semua beban kepada Eropa secara tiba-tiba.”
Sementara itu, Kristine Berzina dari German Marshall Fund mengatakan bahwa diskusi untuk mengompensasi Eropa atas potensi pengurangan pasukan dan aset militer AS sudah mulai berlangsung.
“Ada kemungkinan AS akan menempatkan lebih banyak senjata nuklir di negara-negara sekutu sebagai bentuk pencegahan terhadap musuh.”
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani
Editor: Hani Anggraini
(nvc/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Apple Cs Minta Undang-undang Kecerdasan Buatan (AI) Uni Eropa Ditunda
Bisnis.com, JAKARTA — Kelompok Teknologi CCIA meminta penerapan Undang-undang Artifical Intelligence (UU AI) Uni Eropa ditunda sementara waktu.
Kelompok CCIA beranggotakan sejumlah perusahaan teknologi, di dalamnya termasuk Alphabet, Meta, dan Apple. Mereka mengatakan bahwa peluncuran undang-undang yang terburu-buru berisiko dapat membahayakan aspirasi AI di benua tersebut.
Hal ini juga didukung oleh survei yang dilakukan Amazon Web Services, yang menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga bisnis di Eropa mengalami kesulitan dalam memahami tanggung jawab mereka berdasarkan UU AI Uni Eropa.
Dalam laman resmi artificialintelligenceact.eu, mereka mengklaim bahwa UU AI Uni Eropa nantinya akan menjadi regulasi komprehensif pertama terkait AI. Undang-undang ini membagi tiga kategori risiko aplikasi AI.
Aplikasi risiko yang tidak dapat diterima, seperti sistem penilaian sosial yang dijalankan pemerintah seperti di China. Kemudian, aplikasi berisiko tinggi, misal Alat pemindai CV yang memberi peringkat pelamar kerja yang tunduk pada persyaratan hukum tertentu hingga, aplikasi yang tidak secara eksplisit dilarang/terdaftar sebagai ‘Berisiko Tinggi’.
UU AI Uni eropa sebetulnya sudah mulai berlaku pada Juni tahun lalu dengan ketentuan yang akan diterapkan secara bertahap.
Untuk ketentuan penting dari undang-undang tersebut, yang salah satunya seperti peraturan untuk model AI tujuan umum (GPAI), seharusnya akan mulai diterapkan pada Sabtu (02/08/25) mendatang. Akan tetapi, sebagian dari GPAI yang direncanakan akan diterbitkan pada tanggal 2 Mei malah mengalami penundaan.
“Dengan bagian-bagian penting dari UU AI yang masih belum lengkap hanya beberapa minggu sebelum peraturan mulai berlaku, kita perlu jeda untuk menyempurnakan UU tersebut, atau menghadapi risiko menghambat inovasi sepenuhnya” Ungkap wakil presiden senior CCIA Eropa, Daniel Friedlander terkait penundaan UU AI Uni Eropa, dikutip dari Reuters.
Selain CCIA Eropa, Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson juga ikut mendesak penundaan UU AI Uni Eropa. Hal tersebut diungkapkannya pada Senin (23/06/25) menjelang pertemuan dengan para pemimpin Uni Eropa di Brussels, Belgia.
“Salah satu contoh peraturan Uni Eropa yang membingungkan adalah kenyataan bahwa apa yang disebut UU AI akan mulai berlaku tanpa adanya standar umum.” Ujar Kristersson, dikutip dari Politico.
Kristersson menilai undang-undang terkait AI tersebut malah membingungkan, dan dia juga menyampaikan, apabila peluncuran UU AI Uni Eropa terus dilanjutkan, maka itu akan berpotensi menyebabkan Eropa tertinggal secara teknologi atau aplikasi.
Pejabat dari negara lain, seperti Republik Ceko dan Polandia turut menunjukkan keterbukaan terhadap gagasan penundaan aturan tersebut.
Menanggapi desakan penghentian sementara tersebut, kepala teknologi Uni eropa Henna Virkkunen dilansir Reuters menyampaikan, bahwa pihak parlemen tengah menerapkan UU AI, dan ingin menerapkannya dengan cara yang sangat ramah terhadap inovasi. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)
-

Lemhannas apresiasi rencana kenaikan anggaran pertahanan nasional
Jakarta (ANTARA) – Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) mengapresiasi rencana kenaikan anggaran pertahanan Indonesia yang akan dilakukan secara bertahap.
Tenaga Profesional Bidang Hubungan Internasional dan Diplomasi Lemhannas Edy Prasetyono mengatakan anggaran merupakan salah satu faktor kekuatan pertahanan suatu negara.
“Namun, anggaran pertahanan Indonesia tidak masuk dalam peringkat 15 anggaran pertahanan terbesar dunia,” ujar Edy dalam diskusi bertajuk Aktualisasi Astacita untuk Indonesia Emas 2045: Arah Kebijakan Pertahanan Negara Mendorong Percepatan Pembangunan Nasional di Jakarta, Rabu.
Ia pun mencontohkan bahwa Amerika Serikat (AS), yang memiliki pertahanan sangat kuat mengeluarkan anggaran negara tidak sedikit, yakni 968 miliar dolar AS atau setara dengan Rp15.778 triliun (kurs Rp16.300 per dolar AS). Anggaran pertahanan itu menjadi yang terbesar di dunia pada tahun 2024.
Setelah AS, anggaran pertahanan terbesar dunia lainnya tercatat pada China sebesar 476,7 miliar dolar AS atau setara Rp7.770 triliun dan Rusia Rp461,6 miliar dolar AS atau setara Rp7.524 triliun.
Kemudian, disusul Jerman sebesar 86 miliar dolar AS atau setara Rp1.401 triliun; Inggris 81,1 miliar dolar AS atau Rp1.321 triliun; India 74,4 miliar dolar AS atau Rp1.212 triliun; Arab Saudi 71,7 miliar dolar AS atau Rp1.168 triliun; Prancis 64 miliar dolar AS atau Rp1.043 triliun; dan Jepang 53 miliar dolar AS atau 863,9 triliun.
Lalu, peringkat selanjutnya ditempati Korea Selatan dengan anggaran pertahanan senilai 43,9 miliar dolar AS atau Rp715,57 triliun; Australia 36,4 miliar dolar AS atau Rp593,32 triliun; Italia 35,2 miliar dolar AS atau Rp573,76 triliun; Israel 33,7 miliar dolar AS atau Rp549,31 triliun, serta Ukraina dan Polandia masing-masing 28,4 miliar dolar AS atau Rp462,92 triliun.
Sementara itu, anggaran pertahanan Indonesia untuk tahun 2025 tercatat sebesar Rp165,16 triliun, yang dialokasikan pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rp53,95 triliun; Markas Besar (Mabes) TNI Rp11,16 triliun; TNI Angkatan Darat Rp57 triliun; TNI Angkatan Laut Rp24,75 triliun; serta TNI Angkatan Udara Rp18,28 triliun.
Selain anggaran, Edy menambahkan bahwa terdapat beberapa faktor lainnya yang bisa mendorong kekuatan pertahanan suatu negara, yang terdiri atas kepentingan strategis, penangkalan, dorongan teknologi, posisi tawar-menawar, serta pengembangan nasional.
“Nah, jadi kalau kita mau mengembangkan kekuatan pertahanan, unsur-unsur ini harus ketemu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin beserta jajaran memproyeksikan peningkatan anggaran belanja pertahanan dari semula 0,8 persen menjadi 1,5 persen dari pajak domestik bruto (PDB) secara bertahap, dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Kemhan di Jakarta, Kamis (16/1).
“Peningkatan proyeksi anggaran pertahanan nasional, yang sebelumnya 0,8 persen, ini diproyeksikan bisa di atas 1 persen, bahkan sampai 1,5 persen tentunya secara bertahap dan komprehensif,” kata Kepala Biro Informasi Pertahanan (Infohan) Sekretariat Jenderal Kemhan Brigjen TNI Frega F. Wenas Inkiriwang saat jumpa pers dengan wartawan setelah rapat terbatas di Kantor Kemhan.
Menurut Frega, peningkatan belanja pertahanan di angka 1,5 persen sudah ideal untuk kebutuhan pertahanan seperti membeli alat utama sistem senjata, pembangunan infrastruktur pertahanan, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pembiayaan strategis lainnya.
Namun demikian, Frega mengakui untuk mewujudkan hal tersebut tidak mudah. Sebab penetapan belanja pertahanan sebesar 1,5 persen harus didukung oleh kondisi perekonomian yang stabil.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Benardy Ferdiansyah
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

RI Seret Lowongan Kerja, Pengangguran Disarankan Pindah ke Luar Negeri
Jakarta –
Pengamat Ketenagakerjaan UGM, Tadjudin Noor Effendi, mengatakan sekarang ini ada banyaknya lulusan sarjana yang banting setir menjadi pekerja informal seperti sopir hingga ART lantaran jumlah lapangan kerja formal yang dibuka setiap tahunnya tidak sanggup menampung pertumbuhan tenaga kerja di Indonesia.
“Angkatan kerja yang berusaha masuk pasar kerja itu cukup tinggi. Menurut data BPS kira-kira bergerak 3 juta sampai 3,5 juta orang. Nah secara teoritis itu setiap ada pertumbuhan ekonomi 1% dapat menciptakan peluang kerja 200 sampai 300 ribu,” jelasnya kepada detikcom, Selasa (24/5/2026).
“Kira-kira kalau pertumbuhan 5%, katakan saja lah kita memiliki 300 ribu setiap satu persen, hanya 1,5 juta lapangan kerja yang dibuka. Yang masuk ke pasar kerja kira-kira bergerak 3 juta sampai 3,5 juta, berarti kan ada orang yang tidak bisa masuk pasar kerja bergerak sampai 1 juta sampai 1,5 juta,” sambung Tadjudin.
Kondisi ini belum diperparah dengan mereka yang sempat terkena PHK dan perlu mendapat lapangan pekerjaan baru. Pada akhirnya pencari kerja yang kalah bersaing dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan formal tadi mau tak mau beralih ke sektor informal untuk menyambung hidup.
“Kemudian itu yang sekarang banyak mereka mendaftar ke luar negeri. Diekspor lah tenaga kerja kita keluar negeri yang tagar-nya sangat terkenal itu ‘kabur saja dulu’ ya kan?” ucapnya.
Untuk itu menurut Tadjudin, salah satu cara untuk bisa memecahkan masalah ini adalah dengan memperbanyak pekerja migran alias mengirim kelebihan pasokan tenaga kerja Indonesia tadi ke luar negeri. Sebab dengan mengirim banyak pekerja migran, pemerintah tidak hanya mengurangi angka pengangguran dalam negeri tapi juga bisa mendapatkan devisa negara.
“Saya baca kemarin Australia, kemudian Polandia, Inggris memanggil tenaga kerja kita. Walaupun pekerjaannya paling banyak itu sebetulnya di sektor pertanian. Tapi itu tawarannya cukup menjanjikan bagi tenaga kerja Indonesia, itu mereka bisa dapat jutaan Karena hitungannya kerja disana kan bukan per bulan, per jam kan?” katanya.
“Jamnya sekian dolar. Makanya mereka dapat bekerja kadang-kadang ada yang dapat Rp 27 juta per bulan, ada yang Rp 30 juta dan seterusnya. Itu lumayan juga kalau kita memang konsisten terhadap itu. Kan seolah-olah kita kan ekspor tenaga kerja. Pekerja itu devisa loh itu, karena pada umumnya mengirim dana ke keluarga mereka. Kiriman dana itu devisa, masukkan bagi Indonesia,” sambungnya.
Senada dengan itu, Ketua Ikatan SDM Profesional Indonesia (ISPI) Ivan Taufiza juga menyarankan kepada mereka yang sulit mendapat pekerjaan di Indonesia, bisa menjadi pekerja migran. Sebab di banyak negara yang supply tenaga kerjanya jauh di bawah demand atau kebutuhan pasar kerja, sangat membutuhkan pasokan pekerja.
Belum lagi di negara-negara ini biasanya tidak melihat latar belakang pendidikan para calon pekerjanya. Selama mereka mau dan bisa bekerja, kemungkinan besar mereka akan diterima.
“Sebulan yang lalu lah saya balik dari China, Nah itu di pesawat saya ketemu orang Indonesia dia dari Jepang. Itu dia D3 jadi Chef di restoran Jepang, padahal D3 nya itu ngelas. Ada itu 7-8 orang,” kata Ivan.
“Jadi yang tadi saya bilang, karena supply demandnya Itu nggak seimbang. Kalau di negara itu mereka malah kurang tenaga kerja. Saya kan sempat handle HR region, sempat handle Asia Pasifik, jadi Kelebihan tenaga kerja Indonesia itu modelnya kerja doang. Orang Indonesia itu kan nggak banyak ngeyel, nggak banyak permintaan, jadi mereka suka,” sambungnya.
Untuk itu ia menyarankan kepada para calon pekerja yang sudah kesulitan cari kerja di Indonesia untuk mengambil sertifikasi keahlian tertentu yang juga diakui negara lain, agar berpeluang lebih besar untuk bisa bekerja di luar negeri. Tentu termasuk dengan kemampuan berbahasa asing di negara tempatnya bekerja nanti.
“Jadi ambil Ilustrasi yang tadi teman-teman D3 ngelas dari Solo, itu dia cuma ambil sertifikasi masak. Kalau bahasa ya harus,” ucapnya.
(igo/fdl)
-

Lemhannas: Presiden buka Jakarta Geopolitical Forum 2025
Jakarta (ANTARA) – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto membuka acara tahunan Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 pada Selasa (24/6).
“Direncanakan, Bapak Presiden memberikan arahan dan keynote speech (pidato kunci) dalam kegiatan Jakarta Geopolitical Forum, sekaligus membuka acara ini secara resmi,” kata Ace saat jumpa pers di Jakarta, Senin.
Ace mengatakan Jakarta Geopolitical Forum tahun ini mengambil tema fragmentasi ekonomi dan ketahanan energi. Tema itu dinilai penting oleh Lemhannas karena menyangkut salah satu poin Astacita Presiden Prabowo, yakni ketahanan energi.
Tema tersebut juga dinilai relevan dengan situasi geopolitik global yang sedang mengalami gejolak dan ketidakpastian. Ketahanan energi dinilai menjadi salah satu isu yang perlu dicarikan jalan keluarnya di tengah situasi demikian.
Forum akademik ini, kata Ace, diharapkan dapat menghasilkan berbagai rekomendasi strategis maupun masukan intelektual bagi Pemerintah guna memperkuat ketahanan energi Indonesia.
Menurut dia, Jakarta Geopolitical Forum akan mempertemukan para pengambil kebijakan, akademisi, pengusaha, hingga lembaga think tank (organisasi penelitian/analisis). Forum itu digelar selama dua hari, yakni pada 24–25 Juni 2025, yang dibagi ke dalam empat sesi.
Topik-topik yang bakal dibahas di antaranya tentang hilirisasi, industrialisasi, dan ketahanan energi dalam merespons perubahan geopolitik kontemporer dunia serta tentang strategi adaptif mengimplementasikan energi terbarukan dalam menjaga ketahanan ekonomi dan energi di level daerah.
Peserta Jakarta Geopolitical Forum 2025 ditargetkan mencapai 1.000 orang, baik dari dalam maupun luar negeri. Ace menyebut peserta luar negeri yang telah dikonfirmasi bakal hadir berasal dari Australia, Kamboja, Chile, Tiongkok, Ekuador, Mesir, Jepang, Malaysia, Filipina, Polandia, Rusia, Sri Lanka, Tunisia, Inggris, dan Vietnam.
“Acara ini di bawah Kedeputian Pengkajian [Lemhannas RI]. Kami juga ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya karena acara ini mendapatkan dukungan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Pemerintah DKI Jakarta,” ucap Ace.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Gerhana Matahari Buatan Manusia Kini Jadi Kenyataan
Jakarta, CNBC Indonesia – Eropa mengembangkan pengetahuan baru dengan menciptakan gerhana buatan. Misi Proba-3 dilakukan dengan dua satelit yang dikirimkan ke luar angkasa.
Satelit Occulter dan Coronagraph telah diluncurkan beberapa waktu lalu di Pusat Antariksa Satish-Dhawan di India. Keduanya ditempatkan dalam jarak 150 meter saat mengorbit Bumi.
Occulter akan bertindak layaknya Bulan saat terjadi gerhana Matahari. Satelit akan menghalangi Matahari untuk membuat gerhana.
Ada pula Coronograh menjadi mengamati atmosfer Matahari atau korona yang biasanya sulit dilihat karena cahaya yang kuat, dikutip dari the Next Web, Selasa (18/6/2025).
Gerhana buatan ini bisa berlangsung jauh lebih lama dan sering dari gerhana aslinya. Gerhana Matahari Total diketahui hanya terjadi sekitar sekali hingga dua kali dalam setahu dengan durasi beberapa menit saja.
Proba-3 dapat melakukannya sekali setiap satelit mengorbit, selama 19,6 jam. Gerhana buatan juga bisa dibuat hingga 6 jam lamanya.
Kedua satelit dapat bisa tetap sejajar dengan Matahari, sambil terus mengelilingi Bumi dengan kecepatan 1 km per detik.
Wahana tersebut dikembangkan Badan Antariksa Eropa (ESA) bersama lebih dari 40 perusahaan teknologi antariksa. Terdapat tiga startup yang menyumbangkan sejumlah teknologi utama agar misi bisa berlangsung dengan baik.
Salah satunya Lens R&D dari Belanda. Startup itu menyediakan sensor untuk melacak posisi Matahari hingga tingkat sepersekian derajat, yang memungkinkan formasi terbang bisa terjadi.
Sementara itu detektor cahaya bernama photomultiplier dikembangkan Onsemi dari irlandia. Sistem mengukur pergeseran kecil pada bayangan Matahari di seluruh struktur satelit untuk menyempurnakan posisi saat gerhana.
Terakhir adalah software yang disediakan oleh N7 Mobile asal Polandia. Kode yang disajikan berkontribusi untuk sistem kontrol formasi kedua wahana tersebut.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]