Negara: Polandia

  • Siapkah NATO Hadapi Perang Drone Lawan Rusia?

    Siapkah NATO Hadapi Perang Drone Lawan Rusia?

    Jakarta

    Sudah lebih dari sepekan ini kemunculan drone Rusia jadi buah bibir di Eropa. Pada malam 9–10 September, gelombang drone tempur Rusia untuk pertama kali menembus wilayah udara Polandia. Sebanyak 19 wahana nirawak terdeteksi, beberapa di antaranya berhasil ditembak jatuh.

    Hanya beberapa hari berselang, drone Rusia kembali melintasi wilayah Rumania — anggota NATO lain. Pada Senin (15/9), otoritas Polandia menembak jatuh sebuah drone yang terbang di atas gedung pemerintah di ibu kota Warsawa, dan dilaporkan menahan dua tersangka: seorang warga Belarus dan seorang warga Ukraina.

    Tidak ada korban luka dalam insiden-insiden tersebut. Moskow sendiri menyangkal bahwa pelanggaran itu disengaja. Namun, NATO merespons dengan meluncurkan misi baru untuk mengamankan ruang udara di sisi timurnya.

    Operasi di perbatasan timur

    Operasi yang dinamakan Eastern Sentry ini digambarkan sebagai “aktivitas multidomain” yang mencakup penguatan pangkalan darat dan pertahanan udara, serta akan “berlangsung untuk waktu yang tidak ditentukan,” menurut pernyataan resmi NATO pada 12 September.

    Melalui operasi ini, NATO ingin menyampaikan pesan jelas kepada negara anggotanya di timur Eropa, sekaligus gertakan kepada Rusia. Inggris dan Denmark sudah menyatakan dukungan, Jerman menggandakan jumlah jet tempur untuk pertahanan udara di Polandia dari dua menjadi empat, sementara Prancis mengerahkan jet Rafale.

    Jet vs Drone: ‘Palu Godam untuk Paku Payung’

    Meski jet tempur dan rudal udara-ke-udara terbukti ampuh menjatuhkan drone, cara ini dinilai jauh dari efisien.

    “Drone yang kita lihat di Ukraina harganya hanya 10 ribu sampai 30 ribu Euro per unit. Tapi kalau kita menembakkan rudal seharga jutaan dolar sebagai respons, stok senjata kita akan cepat habis,” ujar Chris Kremidas-Courtney, pakar pertahanan dari lembaga European Policy Centre (EPC) di Brussel, Belgia, kepada DW. “Kita memakai palu godam untuk menghantam paku payung.”

    Menurutnya, negara-negara Eropa anggota NATO seharusnya berinvestasi pada teknologi pertahanan modern yang lebih hemat biaya, seperti sistem rudal anti-drone Nimbrix buatan Swedia. Jika tidak, Eropa akan terus terjebak dalam perang “asimetris biaya” yang merugikan.

    Membangun ‘Tembok Drone’ di Eropa?

    Bersama Polandia dan Finlandia , negara-negara Baltik — yang kerap menghadapi pelanggaran wilayah udara oleh Rusia — sudah lama mendesak peningkatan koordinasi pertahanan drone. Konsep ini sering disebut sebagai “tembok drone”, istilah yang kemudian dipakai Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pidato kenegaraan tahunan beberapa waktu lalu.

    Komisi Eropa bahkan mengumumkan proyek produksi drone bersama senilai 6 miliar Euro, dengan keahlian Ukraina akan menjadi kunci. “Kita perlu belajar dari Ukraina,” kata Ian Bond, wakil direktur Centre for European Reform (CER) di Brussel. “Mereka cukup berhasil menjatuhkan drone Rusia. Kalau mereka punya teknologinya, kita harus memilikinya juga.”

    NATO: ‘Kami akan respons’

    Salah satu tantangan NATO adalah memperluas penerapan teknologi pertahanan drone baru. Admiral Rob Bauer, mantan ketua Komite Militer NATO, mengatakan bahwa selain perangkat keras, Eropa perlu mengubah cara pandang terhadap Rusia.

    “Kita perlu memberi tahu publik, dan masyarakat harus menerima bahwa ada ancaman,” ujarnya kepada DW.

    Sementara itu, Kremlin terus mengulang narasi bahwa NATO sedang berperang dengan Rusia. NATO membantah, namun Bauer menyebut aliansi itu kini berada di “zona abu-abu antara damai dan perang” dan siaga penuh: “Ini pesan penting untuk Tuan Putin: NATO akan merespons, apa pun yang terjadi.”

    Dia menambahkan bahwa keberhasilan menembak jatuh drone di Polandia membuktikan keampuhan sistem pertahanan aliansi: “Saya kira kita telah lulus tes, tapi kita harus lebih baik menghadapi ancaman baru ini.”

    NATO siap perang drone?

    Namun, Ian Bond dari CER skeptis terhadap kemampuan pertahanan drone NATO saat ini. “Kesan yang muncul, NATO belum siap menghadapi drone. Mereka harus meningkatkan kemampuan secara signifikan,” katanya.

    Bond menilai NATO perlu lebih tegas dan menembak jatuh drone Rusia, bahkan jika terbang di atas Ukraina barat. Hingga kini, beberapa negara anggota masih menahan diri.

    Pada Juli lalu, Lituania melaporkan dua drone Rusia melintasi wilayahnya, namun tidak ditembak jatuh. Militer menyebut hanya akan bertindak dalam kondisi ekstrem. Setelah itu, Lituania meminta peningkatan pertahanan udara dari NATO. Terbaru, Rumania juga tidak menembak jatuh drone Rusia di wilayahnya, yang kemudian berbalik arah ke Ukraina. Menurut Kementerian Pertahanan Rumania, pilot AU yang melihat drone itu “menilai risiko tambahan” dan memutuskan tidak menembak.

    Bond memperingatkan, sikap pasif semacam ini bisa dianggap Rusia sebagai sinyal positif, sementara drone tersebut bisa saja melanjutkan serangan ke target di Ukraina.

    Perlindungan sipil jadi pertimbangan

    Selain menembak jatuh drone, para pakar juga menekankan pentingnya langkah perlindungan sipil, seperti aplikasi peringatan serangan udara dan peningkatan kapasitas tempat perlindungan.

    “Itu akan jadi langkah menakutkan, tapi tidak berlebihan,” kata Bond. Dia yakin Rusia akan terus menguji sekutu Ukraina kecuali mereka meningkatkan pertahanan dan dukungan secara signifikan.

    Kremidas-Courtney sependapat: “Kita harus berasumsi Rusia akan mencoba ini setiap beberapa minggu, sampai kita membuat mereka membayar harga yang membuat mereka berhenti.”

    NATO berharap Operasi Eastern Sentry bisa mewujudkan hal itu.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    Lihat juga Video: PM Polandia Geram Banyak Drone Rusia Mondar-mandir di Negaranya

    (ita/ita)

  • Indonesia Tanpa Medali, Thailand Juara Umum Para Fencing World Cup 2025

    Indonesia Tanpa Medali, Thailand Juara Umum Para Fencing World Cup 2025

    SOLO – Thailand tak terbendung dan tampil sebagai juara umum Para Fencing World Cup 2025. Pada hari terakhir, Kamis, 18 September 2025, kejuaraan yang digelar di GOR Indoor Manahan, Solo, Thailand berhasil menambah dua medali emas. Sementara, Indonesia yang tampil di kandang sendiri gagal meraih medali

    Indonesia tampaknya harus banyak belajar dari Thailand yang mendominasi kejuaraan dunia cabang olahraga anggar kursi roda. Dari 10 atlet yang diturunkan, tidak ada satu pun yang menembus semifinal. Langkah atlet-atlet Indonesia terhenti di babak 8 besar dan babak 16 besar.

    Kegagalan itu menunjukkan bila Indonesia tertinggal jauh dengan Thailand. Ini tidak terlepas dengan kevakuman di cabang olahraga tersebut selama lebih dari enam tahun.

    Sebaliknya, Thailand yang memang spesialis cabang olahraga dengan kursi roda itu mampu mendominasi.

    Bahkan mereka akhirnya bisa menjadi juara umum setelah meraih dua emas dari kelas female saber team dan female epee team. Di nomor itu, Thailand menurunkan Saysunee Jana, Duean Nakprasit dan Thitirat Pengprasittipong.

    Di partai final kelas saber team, Saysunee Jana dkk. mengalahkan Georgia yang mengandalkan Nino Tibilashvili, Irma Khetsuriani dan Gvantsa Zadishvili. Sementara di kelas epee team, Thailand menang atas Britania Raya yang diwakili Gemma Colins dan Emily Holder.

    Dengan hasil itu, Thailand total meraih empat medali emas, tiga perak dan empat perunggu. Disusul Hong Kong yang menjadi runner up dengan raihan tiga emas dan enam perunggu. Sementara, Korea Selatan yang menempati peringkat tiga mengantungi dua emas, dua perak dan enam perunggu.

    Pelatih Thailand, Nunta Chantasuvannasin, mengatakan raihan medali memang sudah sesuai target. Ini yang menjadikan Nunta merasa puas dengan keberhasilan atletnya mencapai target.

    “Kami senang dengan hasil ini dan tentu kami juga senang bisa bertanding di sini,” kata Nunta.

    “Terima kasih kepada Indonesia yang telah menyelenggarakan turnamen ini. Semuanya membuat kami sangat nyaman. Venue bagus, fasilitasnya lengkap dan mereka juga memberikan kami makanan, minuman dan camilan,” ujar dia lagi.

    Nunta menuturkan, Thailand siap memberikan dukungan penuh kepada tim Indonesia yang baru menghidupkan lagi cabang olahraga anggar kursi roda, setelah sempat vakum.

    “Saya berharap Indonesia memiliki lebih banyak atlet kursi roda lagi. Kami dari tim Thailand akan membantu dan memberikan dukungan penuh. Tim Indonesia bisa datang dan kita bisa latihan bersama,” ujar Nunta.

    Indonesia Tidak Target Medali

    Terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) National Paralympic Committee Indonesia (NPC Indonesia), Rima Ferdianto, mengapresiasi keberhasilan Thailand yang mengungguli 16 negara lainnya.

    “Thailand menjadi juara, seperti yang sudah kami perkirakan. Di Paralimpiade 2024 Paris saja mereka bisa mendapatkan tiga medali emas. Jadi kita tidak terkejut kalau Thailand bisa juara umum,” tutur Rima Ferdianto.

    Terkait kegagalan Indonesia meski menjadi tuan rumah, Rima mengatakan Sri Lestari dkk. tidak diberikan target meraih medali. Kejuaraan ini menjadi ajang pembelajaran para atlet menuju ASEAN Para Games 2025.

    “Dari ajang ini para atlet sudah mengetahui kualitas dari atlet-atlet juara Paralimpiade itu seperti apa. Mudah-mudahan ke depannya ada atlet kita yang bisa meraih prestasi di level Asia Tenggara terlebih dahulu. Selanjutnya secara bertahap ke Asia dan mudah-mudahan ada yang bisa berpartisipasi di Paralimpiade Los Angeles 2028,” kata Rima.

    Sementara itu, Technical Delegate Para Fencing World Cup 2025, Udo Zielger, mengaku puas dengan penyelenggaraan kejuaraan di Kota Solo. Menurut Udo Zielger, pelaksanaan ajang yang berlangsung empat hari ini sudah melebihi ekspektasi dari World Para Fencing.

    “Saya mendengar hal-hal yang sangat baik dari semua atlet tentang kompetisi ini, mulai dari venue, tata letak venue, transportasi, hotel hingga makanan. Kami sangat menghargai upaya Indonesia dalam mempersiapkan semuanya. Ini jauh melebihi dari apa yang kami harapkan,” ucap Udo Zielger.

    Klasemen Akhir Perolehan Medali Para Fencing World Cup 2025

    Negara | Emas | Perak | Perunggu

    1. Thailand 4 3 4

    2. Hong Kong 3 0 6

    3. Korea Selatan 2 2 6

    4. Jepang 2 1 2

    5. Georgia 1 3 2

    6. Perancis 1 1 1

    7. Irak 1 0 0

    8. Latvia 1 0 0

    9. Jerman 0 2 1

    10. Britania Raya 0 2 1

    11. Spanyol 0 1 1

    12. Polandia 0 0 2

    13. India 0 0 1

    14. Indonesia 0 0 0

    15. Australia 0 0 0

    16. Argentina 0 0 0

    17. Amerika Serikat 0 0 0

  • Ukraina Bakal Latih Pasukan Polandia Tangkal Serangan Drone

    Ukraina Bakal Latih Pasukan Polandia Tangkal Serangan Drone

    JAKARTA – Pasukan Ukraina akan melatih militer Polandia mereka dalam kelompok gabungan untuk melawan drone. Pendampingan ini dilakukan seminggu setelah drone Rusia terbang ke Polandia.

    “Kita berbicara tentang pelatihan zeni dan pelatihan tentara yang akan bertahan dan mempertahankan wilayah udara,” ujar

    Menteri Pertahanan Ukraina Denys Shmyhal kepada wartawan dalam konferensi pers bersama rekannya dari Polandia di Kyiv dilansir Reuters, Kamis, 18 September.

    “Kita tidak hanya berbicara tentang drone pencegat, karena ini hanyalah puncak gunung es yang memungkinkan kita mempertahankan langit bersama,” ujarnya.

    Lebih dari 20 drone Rusia memasuki wilayah udara Polandia pada malam 9-10 September, yang mendorong jet-jet NATO untuk menembak jatuh beberapa di antaranya.

    Kondisi ini menciptakan kekhawatiran yang semakin besar di Warsawa tentang kesediaan Moskow untuk menguji tekad aliansi tersebut.

    Jet-jet tempur menembakkan rudal untuk menembak jatuh drone-drone tersebut, proses yang biayanya jauh lebih mahal daripada yang dikeluarkan Rusia untuk memasok dan meluncurkan drone murah yang diproduksi massal.

    Rusia mengatakan pasukannya sedang menyerang Ukraina pada saat serangan drone tersebut dan tidak bermaksud untuk menyerang target di Polandia.

    Ukraina mengklaim memiliki kemampuan terdepan di dunia dalam menangkal serangan drone Rusia massal dengan biaya murah, menggunakan sistem berlapis kompleks yang melibatkan drone pencegat, senapan mesin berat, dan peperangan elektronik.

    Shmyhal mengatakan Ukraina akan menyediakan akses ke beberapa sistem pelacakan target udara Rusia agar Polandia dapat melihat target yang berpotensi menuju wilayahnya.

    Pelatihan untuk pasukan Polandia akan melibatkan seluruh “ekosistem” tentang cara mencegat kendaraan udara nirawak musuh, mulai dari mengidentifikasi lokasi dan mengganggunya secara elektronik hingga menembak jatuh dengan drone pencegat.

    Menteri Pertahanan Polandia Wladyslaw Kosiniak-Kamysz mengatakan Ukraina dan Polandia akan berlatih bersama di sebuah tempat latihan di Lipa, Polandia selatan.

  • Rusia Luncurkan Rudal Jelajah dalam Latihan Perang Bareng Belarusia

    Rusia Luncurkan Rudal Jelajah dalam Latihan Perang Bareng Belarusia

    Moskow

    Sejumlah pesawat pengebom strategis Tu-160 milik Rusia melakukan misi latihan tempur di atas perairan Laut Barents selama latihan perang bersama Belarusia. Pesawat pengebom Rusia itu melakukan uji coba peluncuran rudal jelajah terhadap target-target tiruan musuh.

    Rusia dan Belarusia baru saja mengakhiri latihan militer gabungan selama lima hari, yang menggunakan nama sandi Zapad, dalam unjuk kekuatan yang mereka sebut diancang untuk menguji kesiapan tempur.

    Latihan militer gabungan itu, seperti dilansir Reuters, Selasa (16/9/2025), berlangsung selama beberapa hari setelah pasukan militer Polandia dan aliansi NATO menembak jatuh sejumlah drone Rusia yang memasuki wilayah udara Polandia. Insiden itu memicu keresahan beberapa negara tetangga Polandia.

    Warsawa sendiri menutup sementara perbatasannya dengan Belarusia sebagai tindakan pencegahan saat negara itu melakukan latihan gabungan dengan Rusia.

    Kementerian Pertahanan Rusia, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa sejumlah pesawat pengebom berkemampuan nuklir mengudara di atas perairan netral di Laut Barents, yang terletak di sebelah utara Skandinavia, selama empat jam dengan dikawal oleh beberapa jet tempur MiG-31.

    “Selama misi latihan tempur, para awak berlatih peluncuran taktis rudal jelajah yang diluncurkan dari udara ke target-target kritis yang merupakan tiruan musuh,” sebut Kementerian Pertahanan Rusia.

    Menteri Pertahanan Belarusia Viktor Khrenin dijadwalkan mengamati bagian lainnya dari latihan perang Zapad di area latihan yang ada di wilayah Rusia pada Selasa (16/9) waktu setempat.

    Namun, tidak disebutkan lebih jelas soal elemen latihan tersebut, namun Kementerian Pertahanan Belarusia mengatakan bahwa latihan tersebut akan berlangsung dalam “kondisi yang sedekat mungkin dengan pertempuran”.

    Belarusia merupakan sekutu dekat Rusia dan mendukung perang yang dikobarkan Moskow di Ukraina, meskipun tanpa mengerahkan pasukannya sendiri untuk bertempur. Presiden Belarusia Alexander Lukashenko telah mengizinkan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menempatkan rudal nuklir taktis di Belarusia.

    Sementara itu, perwakilan militer Amerika Serikat (AS) melakukan kunjungan langka untuk mengamati langsung sebagian latihan perang Zapad yang digelar di wilayah Belarusia pada Senin (15/9).

    Kunjungan ini menjadi tanda menghangatnya hubungan kedua negara setelah Presiden Donald Trump mulai menjalin hubungan lebih erat dengan Lukashenko, yang sejak lama diperlakukan sebagai paria oleh Barat. Washington melonggarkan beberapa sanksi terhadap Minsk pekan lalu, dengan imbalan pembebasan 52 tahanan, termasuk lawan politik Lukashenko.

    Tonton juga Video: Panas! Rusia-Ukraina Saling Melancarkan Serangan Besar

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Indonesia Jadi Tuan Rumah Ajang Para Fencing World Cup 2025 untuk Pertama Kalinya di Solo

    Indonesia Jadi Tuan Rumah Ajang Para Fencing World Cup 2025 untuk Pertama Kalinya di Solo

    Liputan6.com, Solo – Momen pertama kali Indonesia menjadi tuan rumah kejuaraan bergengsi anggar kursi roda langsung menyedot perhatian dari atlet-atlet terbaik dunia.

    Total ada 17 negara yang ambil bagian dalam ajang Para Fencing World Cup 2025 di GOR Indoor Manahan, Solo, Jawa Tengah pada 15-18 September 2025.

    Negara-negara yang mengirimkan perwakilannya adalah Australia, Perancis, Georgia, Jerman, Amerika Serikat, Korea Selatan, Polandia, Hong Kong, Britania Raya, Spanyol, India, Irak, Jepang, Argentina, Latvia, Thailand dan tuan rumah Indonesia.

    “Mayoritas atlet yang bertanding di kejuaraan dunia ke-6 dalam agenda tahun 2025 World Para Fencing ini sudah memiliki jam terbang tinggi,” ujar Ketua Pelaksana Para Fencing World Cup Solo 2025 Rima Ferdianto, Senin 15 September 2025.

    Salah satu nama yang ditunggu-tunggu penampilannya adalah Saysunee Jana. Atlet asal Thailand tersebut membuat kejutan di Paralimpiade Paris 2024 karena berhasil meraih tiga medali emas.

    Ada juga atlet asal Jerman, Maurice Schmidt. Ia merupakan peraih medali emas kelas individual sabre putra. Lalu ada peraih medali perak kelas team epee putra asal Irak, Zainulabdeen Al-Madhkhoori.

    Tak ketinggalan dua peraih medali perunggu di Paris, yakni Nino Tibilashvili asal Georgia dan Judith Rodriguez Menendez dari Spanyol. Mereka terbang ke Solo untuk berebut prestasi di ajang ini.

    “Ada 66 atlet dari 17 negara yang berpatisipasi di kejuaraan ini dengan 34 official jadi total pesertanya adalah 100 atlet dan offisial dari 17 negara,” ucap Rima.

     

    Berita video salah satu momen unik di Olimpiade Tokyo 2020 yaitu ketika pelatih anggar putri Tiongkok lebih heboh saat selebrasi medali emas di cabang olahraga anggar nomor epee individual, Sabtu (24/7/2021).

  • Siaga Perang Dunia 3, Putin Mulai Nekat “Cek Ombak” NATO

    Siaga Perang Dunia 3, Putin Mulai Nekat “Cek Ombak” NATO

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Polandia menyatakan bahwa penyusupan drone Rusia ke wilayah udara Polandia “adalah ujian yang dilakukan Kremlin terhadap NATO. Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Polandia, Radosław Sikorski, Minggu (15/9/2025).

    Ia menjelaskan kepada The Guardian di Kyiv bahwa drone yang memasuki Polandia pekan lalu tidak membawa amunisi, meskipun memiliki kapasitas untuk itu.

    “Menariknya, semuanya tidak berfungsi, yang menunjukkan kepada saya bahwa Rusia mencoba menguji kami tanpa memulai perang,” kata Sikorski.

    Sikorski menampik anggapan bahwa pertahanan udara Polandia tidak siap menghadapi penyusupan tersebut. Ia menjelaskan bahwa beberapa drone telah menempuh jarak ratusan mil ke wilayah Polandia dan laporan menunjukkan bahwa hanya tiga atau empat dari sekitar 19 drone yang berhasil ditembak jatuh.

    “Drone tidak mencapai target mereka dan ada kerusakan kecil pada properti, tidak ada yang terluka. Jika ini terjadi di Ukraina, menurut definisi Ukraina, itu akan dianggap sebagai 100% keberhasilan,” ujarnya.

    Sikorski mengatakan respons Polandia akan jauh lebih keras jika serangan pekan lalu menyebabkan cedera atau kematian di wilayahnya, tetapi ia menolak menjelaskan seperti apa respons tersebut dalam skenario di masa depan.

    “Dengan agresor dan pembohong seperti Putin, hanya tekanan balasan yang paling keras yang berhasil,” paparnya.

    Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk, pekan lalu mengatakan penyusupan tersebut telah membawa negaranya lebih dekat ke konflik militer”daripada kapan pun sejak Perang Dunia Kedua.” Sikorski kemudian menegaskan bahwa Warsawa meminggirkan pandangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahwa “itu bisa saja sebuah kesalahan,” dengan mengatakan terlalu banyak drone yang terlibat.

    “Anda bisa percaya bahwa satu atau dua drone keluar dari target, tetapi 19 kesalahan dalam satu malam, selama tujuh jam, maaf, saya tidak percaya itu,” katanya. “Tim anti-drone Polandia akan menerima pelatihan dari operator Ukraina untuk membantu pertahanan melawan serangan di masa depan.”

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Diprotes Rumania Soal Drone Masuk Wilayahnya, Rusia: Provokasi Ukraina!

    Diprotes Rumania Soal Drone Masuk Wilayahnya, Rusia: Provokasi Ukraina!

    Moskow

    Rumania memanggil Duta Besar Rusia untuk memprotes masuknya drone ke wilayah udara negara itu saat Moskow sedang menyerang Ukraina. Protes dari Bucharest itu ditolak oleh Moskow, yang menyebut masuknya drone ke wilayah udara negara tersebut merupakan “provokasi” dari Kyiv.

    Insiden itu terjadi pada Sabtu (13/9) tengah malam, atau beberapa hari setelah Polandia mengatakan telah menembak jatuh sejumlah drone Rusia yang melanggar wilayah udaranya. Insiden di Polandia itu terjadi saat Moskow melancarkan serangan udara terhadap Ukraina.

    Baik Rumania maupun Polandia sama-sama berbatasan langsung dengan Ukraina. Kedua negara itu juga sama-sama merupakan anggota aliansi NATO.

    Ini berarti sudah dua negara anggota NATO yang melaporkan pelanggaran wilayah udara oleh drone-drone Rusia.

    Duta Besar Rusia untuk Rumania, Vladimir Lipayev, dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Senin (15/9/2025), menyebut tuduhan Bucharest soal Moskow bertanggung jawab atas penyusupan drone itu sebagai tuduhan yang “tidak berdasar”.

    “Semua fakta menunjukkan bahwa itu merupakan provokasi yang disengaja oleh rezim Kyiv,” sebut Kedutaan Besar Rusia untuk Rumania dalam pernyataannya pada Minggu (14/9) malam.

    Kedutaan Besar Rusia juga menyebut otoritas Rumania telah gagal “merespons secara konkret dan meyakinkan” pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Rusia.

    Rumania telah beberapa kali mendeteksi jatuhnya serpihan drone asing di wilayahnya sejak Rusia melancarkan invasi militer ke Ukraina pada Februari 2022 lalu, terutama saat Moskow meningkatkan serangan terhadap pelabuhan-pelabuhan Kyiv.

    Pada Sabtu (13/9) tengah malam, otoritas Rumania melaporkan bahwa wilayah udaranya telah dilanggar oleh sebuah drone Rusia. Dua jet tempur F-16 milik Rumania dikerahkan dan mendeteksi keberadaan “sebuah drone di wilayah udara nasional” negara tersebut.

    Jet-jet tempur F-16 itu, menurut Kementerian Pertahanan Rumania, melacak pergerakan drone tersebut hingga menghilang dari radar. Ditambahkan Bucharest bahwa drone Rusia itu tidak mengudara di atas wilayah padat penduduk dan tidak menimbulkan ancaman langsung terhadap keselamatan penduduk.

    Namun Menteri Luar Negeri (Menlu) Rumania Oana Toiu, pada Minggu (14/9), mengumumkan pemanggilan Duta Besar Rusia terkait pelanggaran wilayah udara itu.

    Kepada Duta Besar Rusia, menurut Kementerian Luar Negeri Rumania, Toiu “menyampaikan protes keras terhadap aksi yang tidak dapat diterima dan tidak bertanggung jawab, yang merupakan pelanggaran kedaulatan”. Disebutkan juga bahwa Rusia “diminta segera … untuk mencegah pelanggaran di masa mendatang”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kian Panas! Ukraina Luncurkan 361 Drone ke Rusia

    Kian Panas! Ukraina Luncurkan 361 Drone ke Rusia

    Moskow

    Ukraina melancarkan serangan udara besar-besaran dengan melibatkan setidaknya 361 drone yang menargetkan wilayah Rusia. Serangan drone Kyiv itu memicu kebakaran di kilang minyak Kirishi yang luas di wilayah barat laut Rusia.

    Rentetan serangan drone Ukraina itu, seperti dilansir Reuters, Senin (15/9/2025), menghujani wilayah Rusia pada Minggu (14/9) dini hari. Sejauh ini, tidak ada laporan korban luka akibat serangan tersebut.

    Di tengah perbincangan negara-negara besar mengenai cara mengakhiri konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II itu, serangan drone oleh Ukraina dan Rusia semakin meningkat beberapa waktu terakhir.

    Beberapa drone Moskow sampai masuk ke wilayah udara Polandia, anggota aliansi NATO, dan akhirnya ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara. Sedangkan Kyiv semakin meningkatkan serangan terhadap kilang minyak dan jaringan pipa di wilayah Rusia, negara eksportir minyak terbesar kedua di dunia.

    Kementerian Pertahanan Rusia, dalam pernyataannya, melaporkan sedikitnya 361 drone telah ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udaranya, termasuk empat bom udara berpemandu dan sebuah rudal HIMARS buatan Amerika Serikat (AS).

    Tidak disebutkan lebih lanjut oleh Kementerian Pertahanan Rusia mengenai lokasi serangan-serangan tersebut.

    Sejumlah pejabat Rusia menyebut bahwa kilang minyak Kirishinefteorgsintez miliki Surgutneftegaz, salah satu dari dua kilang minyak terbesar di Rusia, menjadi salah satu target yang dihantam serangan drone Ukraina tersebut.

    Gubernur wilayah Leningard, Alexander Drozdenko, mengatakan bahwa tiga drone telah dihancurkan di wilayah Kirishi. Disebutkan Drozdenko bahwa serpihan drone yang ditembak jatuh sempat memicu kebakaran di area tersebut, namun telah berhasil dipadamkan dengan cepat.

    Dia mengatakan tidak ada korban luka akibat serangan tersebut.

    Secara terpisah, komando drone Ukraina mengonfirmasi serangan terhadap kilang minyak Rusia, dan mengklaim bahwa pihaknya telah “melancarkan serangan yang berhasil”.

    Reuters tidak dapat segera memverifikasi skala kerusakan akibat serangan drone Ukraina pada kilang minyak di wilayah Rusia tersebut.

    Kirishi diketahui mengolah sekitar 17,7 juta metrik ton per tahun (355.000 barel per hari) minyak mentah Rusia, atau sekitar 6,4 persen dari total produksi negara itu.

    Sementara itu, Rusia mengatakan pasukannya pada Minggu (14/9) telah menembakkan rudal jelajah hipersonik Zirkon ke sebuah target di Laut Barents dan bahwa sejumlah jet tempur pengebom supersonik Sukoi-34 telah melancarkan serangan sebagai bagian dari latihan militer gabungan dengan Belarusia.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Awal Mula Bintang Yahudi Jadi Simbol Holocaust

    Awal Mula Bintang Yahudi Jadi Simbol Holocaust

    Jakarta

    Di era Nazi Jerman, Bintang Daud, yang dalam sejarah tak pernah eksklusif diklaim milik Bangsa Yahudi, tiba-tiba menjadi simbol Holocaust, salah satu kasus pembersihan etnis paling brutal dalam sejarah modern.

    Sejak Undang-undang Rasial Nuremberg disahkan pada 1935, warga Yahudi mulai dijauhkan dari kehidupan sosial.

    Legislasi ini menetapkan secara rinci siapa yang tergolong Yahudi penuh, setengah Yahudi, campuran tingkat pertama atau kedua, atau “Yahudi sah” — sebagian besar kemudian diwajibkan mengenakan bintang.

    “Menerangi musuh di dalam”

    Sebelum perang berkobar, Reinhard Heydrich, kepala kantor pusat keamanan Nazi, sudah mengkaji bagaimana membuat “musuh di dalam” Jerman “bisa terlihat oleh dunia.”

    Tak lama setelah Reichspogromnacht pada November 1938, ketika sinagoga dibakar dan toko-toko Yahudi dihancurkan, Heydrich menulis, “setiap Yahudi menurut Undang-Undang Nuremberg harus mengenakan tanda tertentu. Ini salah satu cara yang mempermudah banyak hal.”

    Bagi rejim Nazi, Bintang Daud memudahkan aparat mengidentifikasi orang Yahudi dan mendeportasi mereka ke kamp konsentrasi. Kewajiban ini tidak hanya berlaku di Jerman, tapi juga wilayah yang diduduki.

    Pada awal perang, September 1939, warga Yahudi di Polandia yang diduduki Nazi diwajibkan memakai gelang putih dengan bintang biru. Seiring pendudukan di negara lain, kewajiban mengenakan tanda pengenal bagi warga Yahudi diperluas.

    Keraguan Hitler

    Sebelum perang, Adolf Hitler awalnya sempat ragu. Pada tahun 1937, dia mengatakan kepada pejabat NSDAP, betapa “masalah penandaan ini telah dipertimbangkan selama dua, tiga tahun dan suatu hari nanti pasti akan dilakukan. Hidung kita harus bisa menicum: apa yang bisa kita lakukan, apa yang tidak bisa kita lakukan?”

    Keraguan itu menghilang seiring dimulainya perang. Pada tahun 1941, Menteri Propaganda Joseph Goebbels menyarankan sekali lagi agar Hitler menyetujui penandaan orang Yahudi, dan pada pertengahan Agustus, Hitler memberikan persetujuan. Peraturan polisi mulai berlaku pada 1 September 1941.

    Peraturan itu menetapkan secara rinci, “Bintang enam berukuran sebesar telapak tangan, dengan pinggiran hitam, dari kain kuning, bertuliskan ‘Jude’ dengan tinta hitam, harus dijahit terlihat di sisi kiri dada pakaian.”

    Peraturan ini berlaku bagi semua warga Yahudi berusia enam tahun ke atas, menurut Undang-Undang Nuremberg. Mulai saat itu, mereka “dilarang muncul di muka umum tanpa bintang Yahudi.” Siapa pun yang mencoba menyembunyikannya dengan tas, mantel, atau syal akan menghadapi hukuman berat dari Gestapo, yang mengawasi kepatuhan dengan ketat.

    Isolasi, diskriminasi, kontrol

    Victor Klemperer, seorang romanis berdarah Yahudi, sejatinya telah berpindah ke agama Protestan sebelum Perang Dunia I. Tapi hal itu tidak mengubah penilaian Nazi, bagi mereka, dia tetap seorang Yahudi. Klemperer kehilangan jabatan guru besar di Dresden pada 1935 dan ikut dipaksa mengenakan bintang pengenal.

    Dalam buku hariannya dia menulis: “Kemarin, ketika Eva menjahit bintang Yahudi, saya mengalami ledakan putus asa. Saraf Eva juga tegang. Saya sendiri merasa hancur, tak menemukan ketenangan.”

    Penyintas Holocaust Inge Deutschkron mengingat pada 2013, betapa “mayoritas orang Jerman yang saya temui di jalanan Berlin menoleh jika melihat bintang ini pada saya, atau seakan tidak melihat saya, atau memalingkan muka.” Bintang itu, katanya, menciptakan isolasi, diskriminasi, kontrol.

    Persiapan Holocaust

    Kewajiban mengenakan bintang cuma langkah awal persiapan Nazi untuk menjalankan “Solusi Akhir bagi Masalah Yahudi,” yakni pembasmian total. Bersamaan dengan itu, orang Yahudi dilarang meninggalkan lingkungan tempat tinggal tanpa izin polisi.

    Segalanya tersusun rapi untuk Holocaust. Tidak mengherankan, deportasi ke kamp pembantaian dimulai hanya sebulan kemudian, Oktober 1941. Victor Klemperer dan Inge Deutschkron selamat, jutaan lainnya tidak.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid dan

    Tonton juga Video Cuplak-Cuplik: Israel, Yahudi, dan Zionisme


    (ita/ita)

  • Awas PD3! Rusia Pamer ‘Otot’, Tembak Rudal Hipersonik

    Awas PD3! Rusia Pamer ‘Otot’, Tembak Rudal Hipersonik

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia kembali unjuk kekuatan militer dengan menembakkan rudal jelajah hipersonik Zirkon ke Laut Barents serta mengerahkan pesawat tempur-pengebom Su-34 dalam latihan strategis gabungan dengan Belarus.

    Melansir Reuters, Kementerian Pertahanan Rusia pada Minggu (14/9/2025) mengatakan latihan bertajuk Zapad atau Barat itu dimulai sejak 12 September dengan tujuan meningkatkan komando dan koordinasi militer jika terjadi serangan terhadap Rusia maupun Belarus.

    “Menurut data pemantauan objektif, target tersebut hancur oleh serangan langsung,” kata Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataan resminya, merujuk pada uji coba rudal hipersonik Zirkon yang ditembakkan dari fregat Laksamana Golovko milik Armada Utara.

    Selain rudal, pesawat anti-kapal selam jarak jauh juga dikerahkan. Awak jet tempur Sukhoi Su-34 turut berlatih serangan bom terhadap target darat.

    Moskow dan Minsk menegaskan latihan tersebut murni bersifat defensif dan tidak ditujukan untuk menyerang negara NATO. Namun, ketegangan meningkat setelah NATO mengumumkan operasi “Penjaga Timur” pasca serangan pesawat nirawak Rusia ke Polandia pada 9-10 September.

    Rudal hipersonik Zirkon sendiri pertama kali diumumkan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 2019. Menurutnya, rudal ini mampu terbang dengan kecepatan sembilan kali lipat kecepatan suara dengan jangkauan lebih dari 1.000 kilometer.

    Mengutip media Rusia, rudal yang dikenal sebagai 3M22 Zircon di Rusia dan SS-N-33 oleh NATO ini memiliki jangkauan antara 400 hingga 1.000 kilometer dengan hulu ledak seberat 300 hingga 400 kilogram.

    (tfa/tfa)

    [Gambas:Video CNBC]