Negara: Panama

  • Pemilu di Greenland Bakal Jadi Perhatian Dunia, Mengapa?

    Pemilu di Greenland Bakal Jadi Perhatian Dunia, Mengapa?

    Jakarta

    Dalam keadaan biasa-biasa saja, pemilu ini mungkin tidak akan terlalu menarik perhatian dunia. Sekitar 40.000 pemilih akan memilih 31 anggota parlemen, dan semuanya akan berlangsung di sebuah pulau yang bahkan belum sepenuhnya otonom.

    Namun, pemilu kali ini berlangsung dalam situasi biasa-biasa saja. Pemilu yang akan diadakan di Greenland pada 11 Maret ini bisa menjadi titik awal bagi gejolak geopolitik lebih lanjut di Belahan Utara.

    Pertama, karena para pendukung kemerdekaan Greenland berharap pemilu ini dapat menghasilkan mandat kuat untuk pemisahan penuh Greenland dari Denmark.

    Saat ini, Greenland, yang dulunya adalah koloni Denmark, menjadi wilayah otonomi yang berada di bawah kekuasaan Denmark.

    Kedua, dan mungkin yang paling penting, karena Presiden AS Donald Trump telah membicarakan kemungkinan menjadikan Greenland bagian dari AS sejak terpilih pada November lalu.

    Kekayaan mineral Greenland

    Trump sering menyebutkan bagaimana mengendalikan Greenland akan menjadi kepentingan bagi keamanan AS. Sejak tahun 1950-an, AS telah mengoperasikan Pangkalan Antariksa Pituffik di barat laut Greenland.

    Ini adalah pos paling utara milik Amerika Serikat dan memiliki peran kunci dalam peringatan peluru kendali dan pemantauan ruang angkasa.

    Selain masalah keamanan, ekonomi juga mungkin memainkan peran dalam klaim Trump terhadap Greenland. Di bagian selatan Greenland, diperkirakan ada cadangan minyak, gas, emas, uranium, dan seng yang sangat berharga.

    Berkat perubahan iklim yang mencairkan tanah Greenland, penambangan cadangan ini pada akhirnya akan menjadi lebih mudah.

    Selama masa jabatan pertamanya, pada tahun 2019, Trump menawarkan untuk membeli Greenland. Pemerintah Denmark segera menolak tawaran tersebut.

    Namun, di masa jabatannya kali ini, Trump terus mengungkapkan niat ekspansionis, baik terhadap Kanada, Terusan Panama, Gaza, maupun Greenland.

    Bahkan sebelum ia resmi menjabat pada Januari, Trump mengirim putranya, Donald Trump Jr., ke Greenland — meskipun secara resmi dia berada di sana sebagai turis.

    Beberapa minggu kemudian, sebuah jajak pendapat diterbitkan yang menunjukkan hanya 6% orang Greenland yang ingin pulau mereka menjadi bagian dari AS, sementara 85% menentang ide tersebut.

    Dalam pidatonya di hadapan Kongres AS awal Maret, Presiden Trump kembali menyampaikan keinginannya, dengan mengarahkan komentarnya kepada rakyat Greenland.

    “Kami sangat mendukung hak Anda untuk menentukan masa depan Anda sendiri,” ujar Trump. Namun, hanya dua kalimat kemudian, dia seolah mengingkari ucapannya, dengan menyatakan, “Saya rasa kita akan mendapatkannya [Greenland] — entah bagaimana caranya, kita akan mendapatkannya.”

    Campur tangan asing?

    Mengingat hal ini dan pemilu yang akan datang, Greenland harus menghadapi kemungkinan adanya upaya dari luar untuk mempengaruhi suara negara tersebut — misalnya, dari Rusia atau Cina, keduanya juga memiliki agenda keamanan mereka sendiri di Arktik.

    Layanan keamanan nasional dan intelijen Denmark, PET, memperingatkan adanya disinformasi dari Rusia, khususnya: “Beberapa minggu menjelang pengumuman tanggal pemilu Greenland, beberapa kasus profil palsu terlihat di media sosial, termasuk profil yang menyamar sebagai politisi Denmark dan Greenland, yang turut menyebabkan polarisasi opini publik,” tandas PET, meskipun mereka tidak mengaitkan akun-akun tersebut dengan negara tertentu.

    Asisten profesor studi media di Universitas Kopenhagen, Johan Farkas mengaku familiar dengan jenis posting seperti itu karena juga beredar di media Rusia. Namun, dia tidak berpikir hal itu akan berdampak besar pada pemilu Greenland karena, selain bahasa Denmark, sebagian besar penduduk setempat berbicara bahasa Inuit.

    Greenland adalah komunitas yang sangat kecil dan erat dalam banyak hal,” ujar Farkas kepada DW. “Jadi, mempengaruhi akun palsu, atau hal-hal seperti yang kita lihat di masa lalu dan dalam pemilu lainnya, menurut saya bukanlah hal yang mudah dilakukan.”

    Namun, bukan berarti tidak ada yang perlu dikhawatirkan. “Kekhawatiran saya sebagai peneliti disinformasi lebih terkait dengan bagaimana hal ini berkembang dalam politik makro. Apakah kita tiba-tiba akan melihat Elon Musk mengadakan wawancara podcast langsung dengan kandidat tertentu atau Trump mendukung kandidat tertentu? Itu adalah hal yang sangat bermasalah dan mengancam untuk pemilu yang bebas dan adil,” papar Farkas, dengan merujuk pada beberapa minggu sebelum pemilu Jerman baru-baru ini.

    Selama waktu itu, miliarder AS Musk muncul di media sosial bersama pemimpin partai sayap kanan Jerman, dan Wakil Presiden AS JD Vance menyerukan agar partai-partai tengah Jerman bekerja sama dengan sayap kanan.

    Kontroversi politik

    Sejak awal tahun, telah muncul sejumlah kontroversi seputar pemilu Greenland yang akan datang. Laporan-laporan menyebutkan bahwa para influencer dari gerakan “Make America Great Again” milik Trump membagikan uang $100 di ibu kota Greenland, Nuuk.

    Anggota parlemen setempat, Kuno Fencker, melakukan perjalanan ke Washington dan bertemu dengan seorang politisi Partai Republik yang berbicara kepadanya tentang bagaimana Greenland seharusnya menjadi wilayah Amerika Serikat.

    Profesor studi media Farkas tidak berpikir bahaya sudah berlalu — pemilu akan diadakan pada 11 Maret. “Namun,” katanya, “saya lebih khawatir sebulan yang lalu daripada sekarang.”

    Pada awal Februari, parlemen Greenland, Inatsisartut yang memiliki 31 kursi, mengesahkan undang-undang yang melarang donasi asing dan anonim kepada partai politik lokal. Donasi dari Denmark dikecualikan.

    Dan tawaran Trump untuk membeli negara mereka bukan satu-satunya hal yang akan dipilih oleh warga pada pemilu yang akan datang.

    Kemerdekaan dari Denmark

    Sekitar 57.000 orang Greenland, yang menyebut diri mereka Kalaallit, juga khawatir tentang masalah lain.

    Misalnya, sumber daya mineral apa yang harus dikembangkan oleh pulau mereka dan apakah, serta mitra asing mana yang harus mendapatkan konsesi untuk melakukannya.

    Perdebatan seputar pendapatan dari pertambangan adalah bagian dari argumen yang disampaikan oleh beberapa pihak untuk meraih kemerdekaan dari Denmark. Memungkinkan kepentingan asing untuk menambang di Greenland akan membuat Greenland kurang bergantung pada Denmark.

    Hal ini karena “Denmark menyumbang lebih dari setengah pendapatan anggaran Greenland untuk menutupi biaya pekerjaan, perawatan kesehatan, dan pendidikan, dengan biaya tahunan untuk dukungan administratif dan transfer keuangan langsung mencapai setidaknya $700 juta per tahun,” papar para peneliti dari Center for Strategic and International Studies yang berbasis di Washington pada bulan Januari.

    Kemerdekaan adalah tujuan jangka panjang, tutur Perdana Menteri Greenland, Mute Egede, setelah pidato Trump di Kongres AS. “Kami tidak ingin menjadi orang Amerika Serikat, maupun orang Denmark; kami adalah Kalaallit. Orang Amerika dan pemimpin mereka harus memahami itu,” tulis Egede di media sosial. “Kami tidak untuk dijual dan tidak bisa diambil. Masa depan kami ditentukan oleh kami di Greenland.”

    Jajak pendapat menunjukkan bahwa mayoritas orang Greenland mungkin memang ingin merdeka dari Denmark, tetapi mereka tetap belum memutuskan kapan dan bagaimana hal itu akan terjadi.

    Dan ketidakpastian itu tidak akan berubah setelah pemilu pada 11 Maret, ujar Farkas. “Saya rasa hal yang paling penting adalah untuk melihat gambaran besarnya dan menyadari bahwa ini bukan ancaman yang hilang begitu pemilu ini selesai,” demikian kesimpulannya. “Selama keinginan AS yang dideklarasikan untuk menguasai Greenland ada, ada risiko bahwa kita tiba-tiba akan melihat eskalasi dari kampanye yang berpengaruh semacam ini,” pungkasnya.

    Diadaptasi dari artikel bahasa Jerman

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Laku Keras! Setiap 2 Menit Mobil Listrik Geely Terjual 1 Unit

    Laku Keras! Setiap 2 Menit Mobil Listrik Geely Terjual 1 Unit

    Jakarta

    Produsen roda empat asal China, Geely makin populer di pasar kendaraan global. Bahkan, salah satu produk andalan mereka, yakni Geely Boyue-series terjual 1 unit setiap 2,3 menit!

    Disitat dari Carnewschina, Senin (10/3), Geely bulan lalu mengumumkan penjualan kumulatif Boyue-series untuk pasar global. Nominalnya telah mencapai 2 juta unit. Sehingga, jika dihitung sejak pertama meluncur, kendaraan tersebut setidaknya terjual 1 unit setiap 2,3 menit.

    Sejauh ini, Geely Boyue-series dipasarkan ke lebih dari 60 negara di dunia. Kendaraan tersebut menjadi mobil China terlaris di beberapa kawasan, seperti Kosta Rika, Moldova, Panama, Peru, Qatar dan Uni Emirates Arab (UEA).

    Geely Boyue Foto: Doc. Geely

    Jika menilik ke belakang, penjualan bulanan seri tersebut melampaui 10 ribu unit dalam empat bulan pertama setelah peluncuran, 30 ribu unit dalam dua tahun, satu juta unit dalam 52 bulan, dan dua juta unit dalam 107 bulan. Selama dua bulan pertama tahun ini penjualannya sudah menyentuh 40.542 unit.

    Sebagai catatan, Geely Boyue tersedia dalam dua varian berbeda, yakni Standard dan L. Kendaraan tersebut dibanderol mulai dari 92.800 yuan (Rp 208 jutaan) hingga 149.700 yuan (Rp 336 jutaan).

    Kedua model itu mengadopsi desain yang serupa, tetapi ukuran bodi dan jarak sumbu rodanya berbeda. Geely Boyue standar punya dimensi 4510/1865/1650 mm dengan jarak sumbu roda 2701 mm. Sementara Geely Boyue L ukurannya 4670/1900/1705 mm dengan jarak sumbu roda 2777 mm.

    Geely Boyue Foto: Doc. Geely

    Seluruhnya dibekali mesin 1.5 L turbocharged yang dipadukan DCT 7-percepatan dengan tenaga 133 kW (178 hp) dan torsi 290 Nm. Khusus untuk Geely Boyue L, ada opsi mesin 2.0 L dengan daya maksimum 160 kW (215 hp) dan torsi puncak 325 Nm. Keduanya punya empat mode berkendara, yakni ekonomis, nyaman, sporty, dan cerdas.

    Geely Boyue Standard dan L hadir dengan chip Qualcomm Snapdragon 8155 sebagai standar di kokpit. Selain itu, pabrikan membekalinya dengan panel instrumen LCD penuh berukuran 10,25 inci dan layar kontrol pusat sebesar 13,2 inci.

    (sfn/dry)

  • Polemik Kepemilikan Teluk Panama, BlackRock-TiL jadi Investor Bermodal US,8 Miliar

    Polemik Kepemilikan Teluk Panama, BlackRock-TiL jadi Investor Bermodal US$22,8 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Konsorsium BlackRock-TiL yang terdiri dari BlackRock Inc., Global Infrastructure Partners (GIP), dan Terminal Investment Limited (TiL) mencapai kesepakatan prinsip dengan CK Hutchison Holdings Limited untuk mengakuisisi kepemilikan atas sejumlah pelabuhan yang dimiliki dan dioperasikan oleh Hutchison Port Holdings (HPH) senilai US$22,8 miliar.

    Mengutip keterangan resmi CK Hutchison Holdings Limited, dalam kesepakatan tersebut, Konsorsium BlackRock-TiL akan mengambil alih 90% kepemilikan HPH di Panama Ports Company (PPC) yang mengelola Pelabuhan Balboa dan Cristobal di Panama.

    Selain itu, konsorsium juga akan mengakuisisi 80% kepemilikan efektif dan kendali CK Hutchison dalam anak perusahaan serta afiliasi HPH yang mengoperasikan dan mengembangkan 43 pelabuhan dengan total 199 dermaga di 23 negara. Akuisisi ini mencakup seluruh sumber daya manajemen, sistem pengelolaan terminal, teknologi informasi, serta aset lain yang terkait dengan operasional pelabuhan.

    Kesepakatan ini tidak mencakup kepemilikan atas HPH Trust, yang mengelola pelabuhan di Hong Kong, Shenzhen, dan China Selatan, serta pelabuhan lain di China.

    Nilai transaksi keseluruhan untuk 100% kepemilikan HPH Ports Sale Perimeter, termasuk Panama Ports, disepakati sebesar US$22,8 miliar. Pembagian nilai transaksi antara Panama Ports dan pelabuhan lainnya juga telah ditetapkan secara prinsip. Kesepakatan final terkait akuisisi Panama Ports diharapkan dapat ditandatangani pada atau sebelum 2 April 2025 setelah mendapat konfirmasi dari Pemerintah Panama mengenai ketentuan pembelian dan penjualan yang diajukan.

    Akuisisi terhadap pelabuhan lainnya akan dipercepat setelah Konsorsium BlackRock-TiL menyelesaikan proses uji tuntas, perjanjian akhir, serta mendapatkan persetujuan regulasi yang diperlukan. Hingga transaksi selesai, CK Hutchison dan HPH telah memasuki tahap negosiasi eksklusif serta perjanjian kerahasiaan dengan Konsorsium BlackRock-TiL, yang diberikan akses penuh terhadap informasi dan dokumen untuk keperluan uji tuntas.

    Ketua dan CEO BlackRock, Larry Fink, menyatakan bahwa kesepakatan ini mencerminkan kekuatan platform investasi BlackRock dan GIP dalam menghadirkan peluang investasi unggulan bagi kliennya. Ketua dan CEO Global Infrastructure Partners (GIP), Bayo Ogunlesi, menekankan bahwa pihaknya telah lama menjalin kerja sama dengan Terminal Investment Limited dan MSC dalam industri pelabuhan dan ingin memastikan aset tersebut terus beroperasi secara kompetitif.

    Presiden MSC Group sekaligus Ketua TiL, Diego Aponte, juga menyebut bahwa Hutchison Ports adalah mitra lama yang dihormati, dan pihaknya siap menyambut manajemen Hutchison Ports ke dalam jaringan yang lebih luas jika transaksi ini berhasil diselesaikan.

    Co-Managing Director CK Hutchison, Frank Sixt, menyatakan bahwa transaksi ini merupakan hasil dari proses kompetitif yang melibatkan banyak penawaran dan minat dari berbagai pihak. Ia menegaskan bahwa transaksi ini bersifat komersial dan tidak terkait dengan pemberitaan politik mengenai pelabuhan di Panama.

    “Mengingat transaksi ini masih dalam tahap uji tuntas dan penyelesaian dokumen final, CK Hutchison mengimbau investor agar berhati-hati dalam memperdagangkan sahamnya hingga transaksi benar-benar rampung,” kata Frank dikutip Rabu (5/3/2024).

    Frank juga mengklaim CK Hutchison akan terus memberikan pembaruan kepada pasar terkait perkembangan transaksi ini.

  • Video: Presiden Panama Bantah AS Soal Tuduhan Dikendalikan China

    Video: Presiden Panama Bantah AS Soal Tuduhan Dikendalikan China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Panama Jose Raul Mulino menolak klaim Amerika Serikat bahwa China mengendalikan Terusan Panama. Mulino juga memperingatkan jika AS terus menyebarkan informasi salah, dialog antara Panama dan pihak AS akan terhenti.

    Selengkapnya saksikan di CNBC Indonesia

  • AS Deportasi 135 Migran ke Kosta Rika, Termasuk 65 Anak-anak

    AS Deportasi 135 Migran ke Kosta Rika, Termasuk 65 Anak-anak

    Jakarta

    Pemerintah Amerika Serikat mendeportasi 135 migran dari berbagai negara, termasuk 65 anak-anak di bawah umur, ke Kosta Rika pada hari Kamis (20/2) waktu setempat.

    Dilaporkan kantor berita AFP, Jumat (21/2/2025), penerbangan mereka berangkat dari San Diego, California, AS dan tiba di sebuah pangkalan di dekat Bandara Internasional Juan Santamaria, Kosta Rika.

    Orang-orang yang dideportasi tersebut akan dipulangkan ke negara asal mereka dari Kosta Rika. Mereka dibawa dengan bus dari ibu kota San Jose ke sebuah fasilitas migran sekitar 360 kilometer (224 mil) jauhnya, dekat perbatasan dengan Panama.

    Wakil Menteri Dalam Negeri Kosta Rika Omer Badill mengatakan bahwa ke-65 anak-anak dalam penerbangan itu semuanya ditemani oleh seorang kerabat. Dia mengatakan tidak ada seorang pun dalam penerbangan itu yang memiliki catatan kriminal.

    Kelompok migran tersebut termasuk orang-orang dari Afghanistan, China, Iran, Rusia, Armenia, Georgia, Vietnam, Yordania, Kazakhstan, dan Ghana.

    Kosta Rika, Panama, dan Guatemala sepakat untuk menerima para migran dari negara lain yang diusir oleh Amerika Serikat dan menampung mereka, hingga mereka dikirim kembali ke negara asal atau negara tuan rumah lainnya.

    Minggu lalu, 299 migran yang dideportasi otoritas AS mendarat di Panama, dengan sekitar 100 orang dipindahkan ke kamp pengungsi San Vicente di Meteti, di provinsi Darien.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Rakyat Yaman Tolak Rencana Trump, Houthi Singgung Insiden Tabrakan Kapal Induk AS – Halaman all

    Rakyat Yaman Tolak Rencana Trump, Houthi Singgung Insiden Tabrakan Kapal Induk AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok Houthi atau Ansarullah di Yaman menyinggung insiden tabrakan antara kapal induk Amerika Serikat (AS) Harry S. Truman dan sebuah kapal dagang di Laut Tengah pada Rabu malam, 12 Februari 2025.

    Mohammad Ali Al Houthi, anggota Dewan Politik Tertinggi Yaman, menilai insiden tersebut menunjukkan bahwa Angkatan Laut AS berada dalam kondisi cemas dan stres akibat konflik dengan militer Yaman.

    Kapal dagang yang terlibat dalam tabrakan tersebut adalah Besiktas M, berbendera Panama, yang berada dekat Port Said, Mesir.

    Menurut laporan, AS menyatakan bahwa tabrakan itu tidak menyebabkan kerusakan signifikan.

    “Kondisi Harry S. Truman aman dan stabil,” ujar Komandan Armada Keenam AS Timothi Gorman dikutip dari France24.

    Gorman menambahkan bahwa pihaknya sedang menyelidiki insiden tersebut.

    Penolakan terhadap Rencana Trump

    Pada hari Jumat kemarin, di Provinsi Saada, Al Houthi menyampaikan penolakannya terhadap rencana Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan paksa warga Gaza.

    Para demonstran yang membawa bendera Palestina dan Yaman mengekspresikan solidaritas kepada warga Gaza dan mengecam rencana Trump.

    Mereka menegaskan bahwa mereka tidak akan membiarkan rencana tersebut terealisasi.

    Sementara itu, pemimpin Houthi yang bernama Abdulmalik Al Houthi juga mengumumkan kesiapan kelompoknya untuk melanjutkan serangan terhadap Israel jika gencatan senjata antara Hamas dan Israel tidak dapat dipertahankan. 

    “Kita siap menghadapi eskalasi melawan Israel jika mereka kembali melakukan tindakan agresi di Jalur Gaza,” kata Abdulmalik Al Houthi dikutip dari Press TV.

    Sejak perang di Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, Houthi telah meluncurkan serangan rudal dan pesawat nirawak ke Israel, meskipun Israel mengklaim berhasil menangkis sebagian besar serangan tersebut.

    Serangan ini, menurut Houthi, merupakan dukungan kepada warga Palestina yang sedang berjuang melawan invasi Israel.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Houthi Ejek Kapal Induk AS yang Tabrak Kapal Dagang, Rakyat Yaman Berdemo Tolak Rencana Trump – Halaman all

    Houthi Ejek Kapal Induk AS yang Tabrak Kapal Dagang, Rakyat Yaman Berdemo Tolak Rencana Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok Houthi atau Ansarallah di Yaman menyindir insiden tabrakan antara kapal induk Amerika Serikat (AS) Harry S. Truman dan sebuah kapal dagang di Laut Tengah, Rabu malam, (12/2/2025).

    Menurut anggota Dewan Politik Tertinggi Yaman yang bernama Mohammad Ali Al Houthi, tabrakan itu menunjukkan bahwa Angkatan Laut AS didera kecemasan dan stres karena bertempur melawan militer Yaman.

    Media Barat melaporkan kapal dagang itu bernama Besiktas-M dan berbendera Panama. Kedua kapal sedang berada di dekat Port Said, Mesir.

    AS mengklaim tabrakan itu tidak menimbulkan kerusakan besar.

    “Tabrakan itu tidak membahayakan Harry S. Truman (CVN 75) karena tidak ada laporan banjir ataupun korban luka. Perangkat penggerak tidak terdampak, kondisinya aman dan stabil,” kata juru bicara Armada Keenam AS Komandan Timothi Gorman dikutip dari France24.

    Gorman mengatakan pihaknya sedang menyelidiki peristiwa itu.

    Houthi: Rencana Trump akan gagal

    Dalam acara unjuk rasa di Provinsi Saada hari Kamis, (14/2/2025), Al Houthi mengatakan rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengambil alih Gaza dan mengusir warganya akan berakhir dengan kegagalan.

    “Kekuatan militer kalian dan dukungan yang kalian kepada pihak pendudukan (Israel) tidak akan bisa memaksa warga Palestina meninggalkan tanah air mereka,” demikian pesan Al Houthi kepada AS, dikutip dari Press TV.

    Dia kembali menegaskan bahwa Yaman mendukung Palestina. Lalu, AS akan menyaksikan kekuatan penuh Yaman yang belum pernah dilihat AS.

    “Rudal dan pasukan yang kalian kirim ke wilayah Palestina tidak akan bisa mengusir rakyat Gaza. Pernyataan kalian tidak akan terealisasikan, dan tidak akan bisa memaksa Yaman mengubah sikapnya.”

    Dia mengatakan rakyat dan militer Yaman bersiaga sambil memantau perkembangan situasi saat ini.

    Puluhan ribu rakyat Yaman berunjuk rasa

    Pada hari yang sama ada puluhan ribu warga di Provinsi Saada yang turun ke jalan untuk berunjuk rasa menentang rencana Trump memindahkan paksa warga Gaza.

    Tempat-tempat yang menjadi lokasi unjuk rasa di antaranya Majz, Ghamr, Al Dhaher, Baqim, Ktaf Wa Al Boqee, Al Haswah, Monabbih, dan Qatabir.

    Dalam unjuk rasa yang digelar hari Jumat itu, (14/2/2025), mereka mengungkapkan solidaritas kepada warga Palestina di Gaza.

    Para demonstran tampak membawa bendera Palestina dan Yaman sembari meneriakkan slogan yang mengecam rencana Trump. Di samping itu, mereka menyuarakan dukungan kepada kelompok Houthi dan anggota lain Poros Perlawanan.

    Mereka menegaskan tidak kepada AS maupun Israel. Lalu, mereka mengaku tidak akan membiarkan rencana Trump terealisasikan.

    Houthi siap lanjutkan serangan ke Israel

    Houthi mengaku siap melanjutkan serangan ke Israel jika gencatan senjata antara Hamas dan Israel tak bisa dipertahankan.

    “Kita siap menghadapi eskalasi melawan Israel jika Israel kembali melakukan eskalasi di Jalur Gaza,” kata pemimpin Houthi, Abdulmalik Al Houthi, dalam pidatonya hari Selasa lalu, dikutip dari The Times of Israel.

    Pernyataan itu keluar sehari setelah Hamas mengatakan gencatan senjata berada dalam bahaya. Hamas menuding Israel melanggar kesepakatan gencatan.

    Segera setelah perang di Gaza meletus tanggal 7 Oktober 2023, Houthi mulai menyerang Israel dengan rudal dan pesawat nirawak.

    Israel mengklaim berhasil menangkis sebagian besar serangan itu. Meski demikian, serangan Houthi kerap membuat jutaan warga Israel harus berlari ke tempat perlindungan pada tengan malam.

    Beberapa roket dan pesawat nirawak Houthi berhasil menghantam tanah Israel. Seorang warga Israel pernah tewas karena serangan itu.

    Di samping menyerang wilayah Israel, Houthi menyerang kapal Israel dan sekutunya di Laut Merah. Serangan itu mengganggu pelayaran kapal dagang dunia.

    Houthi mengatakan serangan-serangan itu adalah bentuk dukungan kepada warga Palestina di Gaza yang diinvasi Israel.

    Israel membalas serangan Houthi dengan serangan udara di Yaman. Dua sekutu Israel, AS dan Inggris, juga ikut serta dalam serangan terhadap Houthi.

    Houthi mengaku baru akan berhenti menyerang Israel jika perang di Gaza disudahi. Sejak gencatan di Gaza diberlakukan, Houthi sudah tidak menyerang Israel.

    (*)

  • Ribuan WNI di AS Terancam Dideportasi, Imbas Aturan Baru Trump

    Ribuan WNI di AS Terancam Dideportasi, Imbas Aturan Baru Trump

    PIKIRAN RAKYAT – Regulasi terbaru yang dikeluarkan oleh Presiden terpilih 2024 Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai penindakan penduduk imigran di AS membuat pemerintah Indonesia meminta Warga Negara Indonesia (WNI) di AS untuk berhati-hati.

    Melalui Kementerian Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia (RI), pemerintah mengimbau para WNI di AS untuk betul-betul memahami dan mematuhi peraturan imigran di negeri Paman Sam tersebut.

    “Kami imbau WNI di AS untuk know your rights supaya tahu ketika terkena penindakan hukum, masih ada hak-hak yang mereka miliki dan harus perjuangkan,” ujar Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha di Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025.

    Berdasarkan final order of removal Dinas Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE), per 24 November 2024, dari total 1,4 juta Warga Negara Asing (WNA) di AS, 4.276 di antaranya merupakan WNI. Ribuan orang ini menghadapi ancaman besar untuk dideportasi.

    Judha kemudian menyampaikan bahwa seluruh perwakilan RI di AS telah mengimbau dan memastikan para WNI tersebut untuk mendapatkan hak-haknya, antara lain hak mendapat akses kekonsuleran dan menghubungi perwakilan RI, hak mendapat pendampingan pengacara, dan hak tidak menyampaikan pernyataan bila tidak didampingi pengacara.

    “Semua hak-hak tersebut dilindungi dalam sistem hukum AS, tapi tentu harus paham supaya ketika mengalami penangkapan, hak-hak mereka tetap terjaga,” ucapnya.

    Pernyataan Judha mengingatkan masyarakat Indonesia kepada penangkapan dua WNI oleh pihak otoritas AS pada akhir Januari lalu. Satu WNI ditahan di Atlanta, Georgia, sementara satu lainnya di New York.

    Sebelumnya, Presiden Trump diketahui menetapkan aturan mengenai deportasi massal imigran yang dinilai tidak memiliki bukti atau dokumen sah untuk tinggal di AS. Aksi ini rupanya mulai diberlakukan pada Rabu, 13 Februari 2025.

    Di hari pertama tersebut, pihak otoritas AS mulai mengirimkan para imigran ke sebuah negara di Amerika Tengah, Panama.

    Meski bukan mayoritas dari tindakan deportasi ini, Indonesia tergolong ke dalam kategori negara Asia yang warganya dideportasi. Adapun mayoritas korban deportasi pada hari pertama ini berasal dari Afghanistan, China, India, Iran, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Turkey, Uzbekistan, dan Vietnam.

    Selain warga negara yang berasal dari Asia, deportasi massal di hari pertama ini juga melibatkan sejumlah besar orang dari Afrika.

    Hingga hari ini, dilaporkan bahwa tindakan deportasi massal masih berlanjut dan kini melibatkan warga negara dari Asia lainnya.

    Kabar terkini mengenai deportasi WNI di AS menyebutkan bahwa, karena tergolong sebagai third world country atau negara dunia ketiga, WNI masuk ke dalam rencana Trump untuk dideportasi ke Guyana, salah satu negara di Amerika Selatan.***(Talitha Azalia Nakhwah_UNPAD)

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pakai Pesawat Militer, AS Mulai Deportasi Migran Ilegal ke India – Halaman all

    Pakai Pesawat Militer, AS Mulai Deportasi Migran Ilegal ke India – Halaman all

    Harwinder Singh banyak merenung dalam 40 jam penerbangan pulang dari Texas menuju Kota Amritsar, negara bagian Punjab, India. Perjalanan dengan pesawat militer AS ini adalah babak terakhir dari cobaan yang dihadapinya mulai Juni 2024 lalu. Pada saat itu, Singh membayar seorang agen seharga lebih dari empat juta rupee (atau setara dengan sekitar 44.500 Euro) untuk menempuh perjalanan ke AS.

    Agen tersebut meyakinkan pria berusia 41 tahun itu bahwa ia dapat mencapai AS secara legal dalam waktu dua minggu. “Namun, perjalanan itu membawa saya melewati Qatar, Brasil, Peru, Kolombia, Panama, Nikaragua dan Meksiko – sering kali dalam kondisi yang tidak menentu, dengan harapan dapat tiba di the land of opportunity,” kata Singh dalam sebuah wawancara dengan DW.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Agennya telah menyelundupkan Singh melalui “rute keledai” – istilah yang terkenal di India untuk rute migrasi ilegal dan berisiko.Rute ini digunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai Amerika Serikat atau negara-negara Barat lainnya tanpa dokumen yang sah. Perjalanan yang berbahaya ini biasanya melibatkan beberapa persinggahan di negara-negara yang berbeda.

    Singh melaporkan bahwa ia dan para migran lainnya bertahan hidup dengan makanan seadanya selama perjalanan mereka dan sering kali dipaksa untuk melintasi medan yang berat – dalam kondisi cuaca yang ekstrim.

    Sebagai contoh, ia dibawa bersama sekelompok migran dengan perahu kecil ke laut lepas menuju Meksiko. Selama penyeberangan, satu orang jatuh ke dalam air tanpa jaket pelampung – mereka tidak dapat diselamatkan. “Saya melihat seorang lagi meninggal di hutan Panama,” kata Singh.

    Gagal dan kehilangan segalanya

    Pada akhir Januari, tak lama sebelum rencana masuk ke Amerika Serikat, Singh ditangkap di Meksiko dan diserahkan kepada patroli perbatasan AS. Dia menghabiskan beberapa minggu di pusat penahanan sebelum akhirnya kaki dan tangannya dibelenggu lalu dimasukkan ke dalam pesawat militer AS.

    Bersama dengan lebih dari 100 migran yang dideportasi lainnya, yang berasal dari negara bagian Punjab, Gujarat, Haryana, Uttar Pradesh dan Maharashtra, Singh pun diterbangkan kembali ke India.

    Di antara penumpang yang dideportasi terdapat 19 wanita dan 13 anak di bawah umur, termasuk seorang anak laki-laki berusia empat tahun dan dua anak perempuan berusia lima dan tujuh tahun.

    “Saya sangat terpukul setelah mempertaruhkan segalanya, uang, keselamatan, dan bahkan martabat saya – dengan harapan dapat memberikan masa depan yang lebih baik bagi keluarga saya,” kata Singh, ayah dua anak tersebut.

    Berapa banyak warga India di AS tanpa dokumen resmi?

    Berdasarkan data terbaru dari Pew Research Center yang berbasis di Washington di tahun 2022 diperkirakan ada sekitar 725.000 imigran ilegal dari India di Amerika Serikat- menjadikan India ranking ketiga setelah Meksiko dan El Salvador.

    Sebaliknya, Migration Policy Institute memberikan angka yang jauh lebih rendah untuk tahun yang sama yakni 375.000 imigran ilegal dari India, mendudukkan India di rangking kelima.

    Terlepas dari angka-angka tersebut, India dan Amerika Serikat telah lama menegosiasikan deportasi. Menurut laporan eksklusif Bloomberg tahun 2024, pihak berwenang AS telah mengidentifikasi hampir 18.000 migran India tidak berdokumen akan dideportasi.

    Tantangan setelah “kembali”

    Banyak dari mereka yang telah kembali kini menghadapi tantangan yang sangat besar. Beberapa dari mereka telah menginvestasikan seluruh tabungan mereka untuk bisa sampai ke AS, banyak yang kini terlilit hutang.

    “Ini sangat sulit dan saya tidak bisa memikirkan bagaimana ke depan. Satu-satunya yang melegakan adalah suami saya telah kembali meski hutangnya sangat banyak,” kata Kuljinder Kaur, istri Harwinder Singh. “Untuk saat ini, biarkanlah kami sendiri, sehat terlebih dahulu.”

    Migran yang ditinggalkan dalam kesulitan

    Akashdeep Singh, yang ikut dalam penerbangan deportasi, juga mengatakan kepada DW bahwa hal itu tak hanya berisiko secara keuangan tetapi juga kesehatan emosional keluarganya demi sebuah kesempatan untuk hidup di AS.

    Pria berusia 23 tahun dari sebuah desa dekat Amritsar itu menjual sebagian besar tanahnya dan mengambil pinjaman sebesar 6 juta rupee (setara dengan 66.000 euro) untuk membiayai perjalanannya.

    Sekitar delapan bulan sebelum dideportasi, ia pindah ke Dubai dengan harapan dapat bekerja sebagai sopir truk. Namun tidak berhasil, sehingga ia memutuskan untuk menggunakan jaringan penyelundupan untuk sampai ke AS.

    “Saya ditangkap pada bulan Januari. Itu sangat mengerikan dan saya tidak ingin menceritakannya secara rinci – tetapi saya tidak akan pernah bisa melupakan aib ini,” kata Singh. Akashdeep tidak memberikan rincian: “Jangan tanya saya apa yang memotivasi saya untuk mengambil keputusan yang berisiko seperti itu.”

    Trump perketat kebijakan imigrasi

    Deportasi dari AS ke India ini merupakan bagian dari tindakan keras komprehensif terhadap migrasi ilegal di bawah Presiden AS Donald Trump,yang telah menjadikan penegakan hukum imigrasi yang ketat sebagai prioritas politiknya.

    Kali pertama penggunaan pesawat militer AS, bukan pesawat komersil untuk mendeportasi 104 warga negara India ini sangat kontroversial. Sebuah keputusan yang memberi pesan simbolis dan politis yang jelas.

    Deportasi ini terjadi sebelum kunjungan Perdana Menteri India, Narendra Modi, ke Washington minggu depan. Waktu dan perlakuan terhadap para deportan oleh pihak berwenang AS memicu kritik tajam di India – terutama dari partai-partai oposisi India yang mempertanyakan tindakan AS.

    Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, dalam sebuah pernyataan resmi di hadapan majelis parlemen menyatakan bahwa pembelengguan selama penerbangan deportasi sejalan dengan standar procedure di AS. Selanjutnya ia mengatakan bahwa New Delhi telah melakukan kontak dengan Washington, memastikan bahwa para deportan tidak diperlakukan dengan buruk.

    “Prosedur standar untuk deportasi dengan pesawat ICE (US Immigration and Customs Enforcement atau Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS), yang ada sejak tahun 2012, melibatkan penggunaan belenggu,” Jaishankar menjelaskan ketika ditanya tentang kondisi deportasi.

    Di bandara Amritsar, Swaran Singh (55), ayah dari Akashdeep Singh, menunggu kepulangan anaknya. Terlepas dari beban keuangan yang sangat besar, ia menekankan bahwa kepulangannya ke rumah dengan selamat adalah hal yang paling penting baginya.

    “Agen berjanji kepada saya bahwa perjalanan anak saya akan aman. Saya mempercayainya – tetapi sekarang semuanya hilang. Setidaknya, saya memiliki anak saya kembali, dan itulah yang terpenting. Masa depan kami tidak pasti dan mengkhawatirkan, karena kami memiliki utang yang sangat besar untuk dilunasi,” katanya.

    “Kenyataan pahitnya adalah bahwa kami – seperti banyak keluarga di Punjab dan di tempat lain di negara ini – menghadapi kehancuran finansial. Ditambah lagi dengan stigmatisasi sosial, yang begitu buruk ketika kerabat kami dikembalikan dengan cara seperti ini.”

    Diadaptasi dari artikel DW Bahasa Inggris

  • Korut Kecam Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Menggelikan!    
        Korut Kecam Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Menggelikan!

    Korut Kecam Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Menggelikan! Korut Kecam Rencana Trump Ambil Alih Gaza: Menggelikan!

    Pyongyang

    Korea Utara (Korut) turut mengecam rencana kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi warganya ke negara-negara lainnya. Pyongyang menyebut gagasan Trump itu menggelikan dan menuduh AS melakukan pemerasan.

    Kantor berita resmi Korut, Korean Central News Agency (KCNA), dalam laporannya seperti dilansir Reuters, Rabu (12/2/2024), menyebut harapan tipis warga Palestina untuk keselamatan dan perdamaian dihancurkan oleh gagasan tersebut, namun tanpa secara langsung menyebut nama Trump.

    “Dunia kini mendidih seperti panci bubur karena deklarasi mengejutkan AS,” sebut KCNA dalam laporannya.

    Komentar media pemerintah Korut itu mengomentari gagasan mengejutkan Trump bahwa AS akan merelokasi penduduk Gaza dan membangun kembali secara ekonomi wilayah Palestina yang hancur akibat perang itu.

    Komentar KCNA itu juga mengkritik pemerintahan Trump atas seruan untuk mengambil alih Terusan Panama dan Greenland, serta keputusannya mengubah nama “Teluk Meksiko” menjadi “Teluk Amerika”.

    “AS seharusnya bangun dari khayalan anakronistiknya dan segera berhenti melanggar martabat dan kedaulatan negara-negara lainnya dan rakyatnya,” sebut laporan KCNA, yang menyebut AS sebagai “pelaku pemerasan”.

    Trump, pada masa jabatan pertamanya, melakukan pertemuan puncak dengan pemimpin Korut Kim Jong Un dan membanggakan hubungan mereka. Baru-baru ini, Trump mengatakan dirinya akan melakukan kontak kembali dengan Kim Jong Un.

    Namun sejauh ini, media pemerintah Pyongyang tidak mengomentari masa jabatan kedua Trump dan terus mengecam apa yang mereka pandang sebagai ancaman keamanan besar yang ditimbulkan oleh Washington dan sekutu-sekutunya.

    Korut, yang sering menentang pandangan Barat mengenai isu-isu internasional, telah secara blak-blakan mengomentari situasi Gaza, menyalahkan Israel atas pertumpahan darah yang terjadi, dan menyebut AS sebagai “komplotan” Israel.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu