Negara: Palestina

  • Kritis! RS Al Quds di Gaza Akan Kehabisan Bahan Bakar dalam 48 Jam

    Kritis! RS Al Quds di Gaza Akan Kehabisan Bahan Bakar dalam 48 Jam

    Jakarta

    Kritis! Rumah sakit Al Quds di Gaza akan kehabisan bahan bakar dalam 48 jam ke depan. Situasi ini bisa menyebabkan semua peralatan penyelamat jiwa, inkubator neonatal, dan unit perawatan intensif tidak berfungsi. Demikian diingatkan organisasi Bulan Sabit Merah Palestina pada hari Senin (6/11) waktu setempat.

    “Situasinya kritis dan sensitif terhadap waktu,” kata organisasi kemanusiaan itu dalam seruannya kepada organisasi-organisasi kesehatan dan bantuan internasional, seperti dikutip Al Arabiya, Selasa (7/11/2023).

    Pelayanan kesehatan di Jalur Gaza telah memburuk ke tingkat kritis, dengan kekurangan pasokan medis, obat-obatan dan kurangnya makanan dan air minum untuk pasien dan staf medis, kata Bulan Sabit Palestina.

    Organisasi tersebut menambahkan bahwa pasukan Israel terus melakukan serangan terhadap area yang berjarak tidak lebih dari 50 meter dari rumah sakit Al Quds, tempat lebih dari 14.000 pengungsi Palestina mencari perlindungan, sehingga membebani fasilitas medis.

    “(Serangan) ini telah menyebabkan setidaknya 60 orang terluka di antara staf rumah sakit, pasien, dan pengungsi, serta kerusakan signifikan pada gedung rumah sakit, ambulans dan kendaraan bantuan,” kata Bulan Sabit Merah dalam pernyataannya.

    Sebelumnya, Hamas mengatakan pada hari Minggu lalu, bahwa pasukan Israel melakukan “pengeboman intensif” di sekitar beberapa rumah sakit di bagian utara Jalur Gaza tak lama setelah telekomunikasi terputus.

    Kompleks Medis Nasser di Gaza, yang memiliki empat rumah sakit, terkena serangan rudal Israel secara tidak langsung dan langsung.

    Lihat Video: Dokter Palestina Lulusan UNS Tewas Imbas Bom Israel

    Setidaknya delapan warga Palestina tewas dalam serangan itu dan puluhan lainnya luka-luka, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

    Disebutkan bahwa lebih dari 16 dari 35 rumah sakit di Gaza tidak berfungsi, dan 51 dari 72 klinik kesehatan primer di wilayah tersebut ditutup sepenuhnya.

    Israel terus membombardir Gaza sebagai pembalasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, yang menewaskan 1.400 warga Israel dan menyebabkan lebih dari 200 lainnya disandera oleh kelompok tersebut.

    Sejak itu, Israel telah membunuh lebih dari 10.000 warga Palestina, dan lebih dari setengahnya adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Semua Opsi Terbuka untuk Respons Serangan Israel di Gaza

    Semua Opsi Terbuka untuk Respons Serangan Israel di Gaza

    Amman

    Pemerintah Yordania menegaskan semua opsi terbuka untuk merespons serangan Israel yang terus berlanjut terhadap Jalur Gaza. Otoritas Amman secara spesifik menyebut Israel telah gagal dalam membedakan antara target militer dan target sipil dalam pengeboman dan operasi darat yang berlangsung di daerah kantong Palestina itu.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (7/11/2023), penegasan itu disampaikan oleh Perdana Menteri (PM) Bisher al Khasawneh dalam pernyataan terbaru pada Senin (6/11) waktu setempat. Namun Khasawneh tidak menjelaskan lebih detail soal langkah apa yang akan diambil oleh Yordania.

    Beberapa hari lalu, Yordania menarik Duta Besarnya dari Israel sebagai bentuk protes atas serangan tanpa henti Israel terhadap Jalur Gaza, setelah serangan lintas perbatasan oleh Hamas pada 7 Oktober lalu. Para pejabat Tel Aviv melaporkan lebih dari 1.400 orang, yang sebagian besar warga sipil, tewas akibat serangan itu.

    Laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza, yang dikuasai Hamas, menyebut lebih dari 10.000 orang tewas akibat serangan Israel yang berlangsung selama sebulan terakhir. Dari jumlah tersebut, lebih dari 4.000 orang di antaranya merupakan anak-anak.

    Pekan lalu, Yordania juga mengumumkan bahwa Duta Besar Israel, yang meninggalkan Amman tak lama setelah serangan Hamas, tidak akan diizinkan kembali ke negara tersebut. Sang Duta Besar Israel itu secara efektif dinyatakan ‘persona non grata’ oleh otoritas Yordania.

    “Semua opsi tersedia bagi Yordania dalam menghadapi agresi Israel terhadap Gaza dan dampaknya,” ucap Khasawneh saat berbicara kepada media pemerintah.

    Yordania diketahui menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1994 silam.

    Lihat juga Video: Dokter Palestina Lulusan UNS Tewas Imbas Bom Israel

    Lebih lanjut, Khasawneh menyebut pengepungan yang dilakukan oleh Israel terhadap Jalur Gaza yang padat penduduk bukanlah upaya membela diri, seperti yang dikatakan oleh Tel Aviv.

    “Serangan brutal Israel tidak membedakan antara sasaran sipil dan militer, dan meluas ke area-area yang aman dan bahkan terhadap ambulans,” sebutnya.

    Israel membantah telah dengan sengaja menargetkan objek-objek sipil di daerah padat penduduk. Tel Aviv berdalih menyebut Hamas menjadikan warga sipil sebagai perisai manusia, menggali terowongan di bawah rumah-rumah sakit dan menggunakan ambulans untuk mengangkut para anggotanya.

    Kementerian Luar Negeri Israel dalam pernyataannya menyesalkan pernyataan yang disebutnya menghasut dari kepemimpinan Yordania.

    “Hubungan dengan Yordania memiliki kepentingan strategis bagi kedua negara dan kami menyesali pernyataan yang menghasut dari kepemimpinan Yordania,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Israel.

    Sementara itu, selain menarik Duta Besar, Yordania sedang meninjau kembali hubungan ekonomi, keamanan dan politik dengan Israel. Menurut para diplomat yang akrab dengan pemikiran Yordania, ada kemungkinan negara itu akan membekukan atau mencabut sebagian dari perjanjian damai jika konfik Jalur Gaza memburuk.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kesaksian Dokter RS Indonesia di Gaza: Kami Mengandalkan Obor Kecil

    Kesaksian Dokter RS Indonesia di Gaza: Kami Mengandalkan Obor Kecil

    Jakarta

    Peringatan: Artikel ini memuat foto dan video yang berpotensi membuat Anda tidak nyaman.

    Rumah Sakit Indonesia di kawasan Gaza utara kedatangan korban luka dan tewas terbanyak akibat serangan udara Israel ke kamp pengungsian Jabalia, pada Selasa, 31 Oktober lalu. Pengeboman yang menyebabkan 400 korban tewas dan luka itu digambarkan sebagai “hari kiamat” oleh seorang penyintas serangan tersebut.

    Setidaknya 270 orang dilarikan ke Rumah Sakit Indonesia akibat serangan itu, kata Dokter Marwan Sultan, direktur medis di fasilitas kesehatan tersebut.

    Padahal, kata dia, rumah sakit yang dibangun dengan pendanaan dari pemerintah Indonesia dan sumbangan warga Indonesia tersebut hanya memiliki 140 tempat tidur.

    Situasi di Rumah Sakit Indonesia saat itu memburuk karena generator listrik kehabisan bahan bakar. Dua hari setelah pengeboman kamp pengungsian Jabalia atau pada 2 November lalu, rumah sakit itu kehilangan daya listrik.

    “Konsekuensinya kami berhenti melakukan operasi terhadap pasien kecuali operasi itu untuk menyelamatkan nyawa,” ujar Dokter Marwan kepada BBC.

    “Bangsal pasien tidak dapat berfungsi. Kami mengandalkan obor kecil sementara pasien di unit perawatan intensif (ICU) menggunakan generator listrik kecil,” kata Marwan.

    Dokter Marwan Sultan, Direktur Medis RS Indonesia di Gaza. (BBC)

    Dokter Marwan sangat yakin bahwa pada pengeboman kamp pengungsian Jabalia, dia melihat senjata jenis baru yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dia mendasarkan pendapatnya berdasarkan observasi luka para pasiennya.

    Marwan menjelaskan, sebagian besar luka korban bervariasi, antara lain luka laserasi anggota tubuh bagian dalam dan pendarahan internal yang masif akibat tekanan darah tinggi yang terjadi secara instan.

    Kepala Rumah Sakit Indonesia, Dokter Atef Kahlout, menuturkan hal serupa.

    Dia berkata, gelombang kejut akibat serangan Israel itu terasa di rumah sakitnya, yang berjarak dua kilometer dari ledakan.

    “Kami melihat jenis-jenis luka yang jarang terjadi, kata Dokter Atef.

    Berdasarkan observasi medis itu, dia yakin Israel menggunakan amunisi jenis baru saat melancarkan serangan udara ke Gaza.

    Tim penyelamat membawa korban pengeboman Israel di pengungsian Jabalia pada 31 Oktober lalu. (Reuters)

    Seorang juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) berkata kepada BBC bahwa pihaknya tidak bisa membeberkan jumlah atau jenis amunisi yang mereka gunakan.

    Ketika ditanya tentang tuduhan penggunaan senjata ilegal, juru bicara militer Israel itu berkata, “Saya telah beberapa kali mendengar klaim yang dibuat para dokter. Saya dapat mengatakan dengan sangat jelas bahwa IDF tidak menggunakan amunisi yang bertentangan dengan hukum internasional hukum,” ujarnya.

    Baca juga:

    BBC berbicara dengan sejumlah pakar. Mereka menyatakan, senjata yang digunakan Israel setidaknya memiliki daya ledak 226 kilogram. Namun para pakar itu tidak satu suara tentang jenis senjata tersebut.

    Justin Bronk, peneliti di Royal United Services Institute, sebuah lembaga riset pertahanan dan keamanan berbasis di Inggris, menyebut kawah hasil ledakan Israel konsisten dengan dampak yang bisa ditimbulkan senjata jenis JDAM GBU-31.

    Senjata ini memiliki bobot 900 kilogram dan dirancang untuk menembus atau menghancurkan sasaran yang terkubur, termasuk yang berada di bawah bangunan.

    Gempuran Israel terhadap kamp pengungsian di Gaza. (Getty Images)

    Apa kata pemerintah Indonesia?

    Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal, menyebut Rumah Sakit Indonesia di Gaza adalah fasilitas kesehatan yang “sepenuhnya untuk tujuan kemanusiaan”.

    Iqbal berkata, rumah sakit itu dibangun dengan sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat Indonesia. Setelah peresmian, operasional rumah sakit itu diserahkan kepada otoritas Palestina.

    Dari waktu ke waktu, kata dia, sejumlah relawan asal Indonesia turut membantu kinerja para petugas medis di rumah sakit itu.

    Iqbal menuturkan, Rumah Sakit Indonesia di Gaza adalah satu dari sedikit fasilitas kesehatan yang masih mampu melayani pasien saat jumlah korban serangan Israel terus bertambah setiap hari.

    Namun Iqbal menyebut para pekerja medis melayani pasien dengan jumlah yang jauh di batas kapasitas rumah sakit.

    Serangan berujung “hari kiamat”

    Salah satu penyintas serangan Israel ke pengungsian Jabalia adalah Suheil al-Talooli, seorang warga Palestina berusia 70 tahun. Dia tengah berada di rumah bersama 30 anggota keluarganya ketika serangan udara Israel menghantam kamp pengungsi tersebut pekan lalu.

    “Rasanya seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, atau Hari Kiamat yang telah tiba,” ujarnya.

    “Serangan itu rasanya seperti sepuluh pengeboman besar-besaran yang terjadi satu demi satu, dan semuanya tiba-tiba berubah menjadi hitam, kata Suheil.

    Pensiunan dokter tersebut mengatakan, dia yakin belum pernah ada orang yang mengalami ledakan sebesar ini di Gaza sebelumnya.

    Suheil al-Talooli, pensiunan dokter berusia 70 tahun, selamat dari ledakan besar pada 31 Oktober. (Suheil al-Talooli)

    Kawah sedalam 10 meter

    Serangan Israel itu membuat kawah sedalam 10 meter, kata Juru Bicara Pertahanan Sipil Gaza, Mahmoud Basal. Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan terdapat sekitar 400 korban tewas dan korban luka akibat serangan tersebut.

    Rumah Suheil runtuh menimpanya. Dia pingsan akibat kejadian itu.

    Suheil kembali sadar dan menyaksikan “adegan kehancuran” saat dia ditarik dari reruntuhan bangunan.

    ‘Penghancuran permukiman’

    “Ada debu di mana-mana dan tak seorang pun dapat melihat dengan jelas siapa yang berdiri di samping mereka,” kata Suheil.

    “Saya melihat mayat berserakan di mana-mana. Bagian tubuh terlihat jelas” ujar pensiunan dokter yang tinggal di kamp pengungsi Jabalia yang padat penduduk, di utara Gaza. Dia dan keluarganya telah menetap di pengungsian itu selama 60 tahun.

    “Seluruh permukiman saya telah dihancurkan, ucapnya.

    Saudara laki-laki dan anak-anaknya Suheil selamat, tapi istrinya, Kifah, mengalami cedera kaki dan dilarikan ke rumah sakit.

    Kakak perempuan Suheil mengatakan kepada BBC, 17 sepupunya yang tinggal di dekatnya tewas dalam serangan itu. Dia yakin banyak anggota keluarga lainnya yang masih berada di bawah reruntuhan.

    Serangan udara tanpa henti

    Serangan udara pertama kali menghujani kamp pengungsi Jabalia dengan bom dua hari setelah serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu.

    Serangan udara Israel pertama di pasar Jabalia menewaskan 50 orang, menurut Hamas.

    Lima hari kemudian, Israel memerintahkan warga sipil untuk meninggalkan daerah tersebut. Peringatan itu muncul lebih dari dua minggu sebelum serangan tanggal 31 Oktober.

    Namun Suheil menggambarkan serangan udara hari Selasa itu “berbeda dan lebih ganas dari serangan sebelumnya.

    “Anak-anak tercabik-cabik, katanya.

    ‘Tanah berguncang’

    Mohamed Alaswed, seorang warga kamp pengungsi Jabalia berusia 27 tahun, sedang membeli kebutuhan pokok di pasar, hanya beberapa menit sebelum pengeboman.

    “Tiba-tiba saya mendengar enam ledakan besar. Saya hanya berjarak 400 meter dari lokasi ledakan. Asap hitam dan debu menutupi tempat itu, kata Mohamed, yang menderita luka bakar di kaki.

    Dia bergegas ke lokasi ledakan, di mana dia tahu anggota keluarganya berada. Di lokasi itu, dia menemukan tumpukan puing yang menghalangi ambulans untuk mendekati area yang hancur.

    ‘Saya melihat anak-anak membawa mayat’

    Warga dengan panik membawa jenazah ke paramedis, yang berjuang untuk mencapai pusat ledakan.

    “Saya melihat anak-anak membawa mayat anak-anak lain. Para ibu berteriak dan mencari anak-anak mereka. Sulit untuk melihat atau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi,” kata Mohamed.

    Dia menambahkan, seluruh area tersebut penuh dengan debu dan asap, dan ketika keadaan menjadi lebih jelas, dia “melihat bagian-bagian tubuh terdampar di lantai atas sebuah bangunan”.

    Pemandangan tersebut “sulit digambarkan dengan kata-kata, kata Mohamed, yang bekerja sebagai juru kamera dan telah tinggal di daerah tersebut sejak masa kecilnya.

    Dia berkata kepada BBC, serangan Israel itu terjadi begitu tiba-tiba sehingga dia bisa melihat mayat-mayat terperangkap di puing-puing,

    Namun Mohamed juga melihat sejumlah warga masih tampak “aktivitas normal”. Seorang perempuan berada di bawah reruntuhan, misalnya, terlihat memegang panci.

    Klaim mengincar komandan Hamas

    Pada tanggal 31 Oktober, militer Israel menyatakan serangan udara mereka membunuh Ibrahim Biari, Komandan Brigade Hamas di Jabalia. Menurut klaim itu, Ibrahim adalah satu dari sejumlah orang yang mengarahkan serangan tanggal 7 Oktober ke Israel.

    “Infrastruktur militer bawah tanah Hamas di bawah bangunan-bangunan ini runtuh dan banyak petinggi Hamas terbunuh,”. demikian klaim Israel.

    Orang-orang berdiri di sekitar tepi kawah raksasa di Jabalia pada tanggal 1 November. (EPA)

    Hamas menyatakan bahwa serangan udara tanggal 31 Oktober menewaskan “tujuh sandera asal Israel, termasuk tiga orang yang memiliki kewarganegaraan ganda”.

    Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Lior Haiat, berkata tidak mengetahui keadaan para sandera karena Hamas menolak mengizinkan kunjungan Palang Merah kepada para sandera.

    Haiat juga menuduh Hamas tidak memberikan perawatan medis kepada para sandera.

    Tonton Video: Massa Blokir Kapal Militer AS Diduga Bawa Senjata untuk Israel

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS-Inggris Bikin DK PBB Gagal Sepakati Resolusi Gencatan Senjata Gaza

    AS-Inggris Bikin DK PBB Gagal Sepakati Resolusi Gencatan Senjata Gaza

    New York

    Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kembali gagal mencapai konsensus soal rancangan resolusi yang bertujuan menghentikan perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Amerika Serikat (AS) dan Inggris menentang rancangan resolusi itu karena menyebut soal gencatan senjata.

    Seperti dilansir CNN, Selasa (7/11/2023), kegagalan menyepakati resolusi soal situasi perang di Jalur Gaza itu terjadi saat Dewan Keamanan PBB menggelar sidang tertutup pada Senin (6/11) waktu setempat. Sidang itu diharapkan menghasilkan resolusi penting soal perang dan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza.

    “Belum ada kesepakatan pada saat ini,” tegas Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood, dalam pernyataannya.

    Rancangan resolusi yang dibahas dalam sidang tertutup pada awal pekan ini disusun oleh kelompok E-10, yang terdiri atas 10 negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

    Namun, AS dan Inggris yang sama-sama merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dan memiliki hak veto, menentang rancangan resolusi tersebut.

    Negara-negara Barat, khususnya AS dan Inggris, menolak untuk menyertakan seruan gencatan senjata segera di Jalur Gaza dalam rancangan resolusi tersebut. Padahal seruan gencatan senjata telah didukung oleh beberapa anggota Dewan Keamanan PBB lainnya.

    AS, yang merupakan sekutu dekat Israel, lebih mendorong adanya ‘jeda kemanusiaan’ dibandingkan gencatan senjata di Jalur Gaza, meskipun mereka belum menentukan berapa lama jeda dalam pertempuran akan diberlakukan.

    Tonton Video: Massa Blokir Kapal Militer AS Diduga Bawa Senjata untuk Israel

    Wood menyatakan bahwa pembahasan soal jeda kemanusiaan sedang berlangsung. “Dan kami tertarik untuk membahas hal tersebut,” ujarnya.

    Namun demikian, lanjut Wood, ada juga perbedaan pendapat dalam Dewan Keamanan PBB mengenai apakah hal itu bisa diterima.

    Duta Besar China Jun Zhang, secara terpisah, menyerukan sentimen senada yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres, dengan menekankan bahwa ‘Gaza menjadi kuburan bagi anak-anak’. Dia menyerukan gencatan senjata segera untuk memfasilitasi penyaluran bantuan kemanusiaan.

    “Saat kita berbicara saat ini, warga sipil Palestina terus dibunuh. Anak-anaklah yang paling terkena dampaknya, seperti yang telah disampaikan oleh beberapa pejabat AS. Gaza menjadi kuburan bagi anak-anak. Tidak ada yang aman,” tegasnya.

    Dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada awal pekan ini, negara-negara anggota mendengarkan penjelasan dari para pejabat kemanusiaan PBB soal situasi keamanan yang mengerikan di daerah kantong Palestina tersebut.

    Sidang Dewan Keamanan PBB sebelumnya juga gagal menyepakati resolusi soal Jalur Gaza, termasuk karena adanya dua veto dari AS. Situasi ini semakin menggarisbawahi kompleksitas dalam mencapai konsensus mengenai masalah penting ini.

    Diketahui bahwa resolusi Dewan Keamanan PBB berbeda dengan resolusi Majelis Umum PBB, yang dalam rapat darurat pada akhir Oktober lalu berhasil meloloskan resolusi yang menyerukan ‘gencatan senjata kemanusiaan segera’ di Jalur Gaza.

    Resolusi Majelis Umum PBB soal gencatan senjata itu mendapatkan 122 suara dukungan dan 14 suara menolak, dengan sebanyak 55 negara lainnya abstain. Meskipun didukung mayoritas negara anggota, resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat dan hanya mencerminkan sikap berbagai negara.

    Sementara itu, resolusi Dewan Keamanan PBB diketahui bersifat mengikat secara hukum, dan bisa digunakan untuk menuntut Israel agar menerima gencatan senjata atau jeda kemanusiaan di Jalur Gaza.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Kembali Putus Layanan Internet dan Telepon di Gaza

    Israel Kembali Putus Layanan Internet dan Telepon di Gaza

    Jakarta

    Perusahaan telekomunikasi Paltel menyebut Israel memutus saluran internet dan telepon di Jalur Gaza pada Minggu malam waktu setempat. Hal ini terjadi untuk ketiga kalinya sejak dimulainya perang Israel dengan Hamas pada 7 Oktober lalu.

    “Kami dengan menyesal mengumumkan penutupan total layanan komunikasi dan internet di Gaza setelah pihak Israel memutus servernya,” kata Paltel dalam sebuah pernyataan seperti dilansir AFP, Senin (6/11/2023).

    Seperti diketahui, serangan Israel telah menyebabkan hampir 10.000 warga Palestina, termasuk ribuan anak perempuan tewas.

    Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) atau The Council on American-Islamic Relations –organisasi advokasi dan hak sipil muslim terbesar di AS– mengutuk pembantaian yang dilakukan Israel terhadap warga sipil Palestina hingga serangan di Rumah Sakit Shifa di Gaza.

    “Sangat penting bagi komunitas internasional untuk turun tangan menghentikan kampanye genosida, rasis, apartheid, pemerintah Israel yang menargetkan rakyat Palestina, yang cakupannya sangat menakjubkan dalam serangan tanpa pandang bulu terhadap kamp pengungsi, pengungsi yang melarikan diri, jurnalis, fasilitas medis, ambulans, masjid, gereja, infrastruktur vital dan sekarang lembaga pendidikan dan fasilitas PBB,” ujarnya.

    “Fakta bahwa negara kita memfasilitasi genosida ini merupakan noda moral yang akan tetap ada hingga generasi mendatang. Harus ada gencatan senjata sekarang,” ujarnya.

    (fas/fas)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menlu AS Temui Presiden Palestina, Sebut Warga Tak Boleh Dipindah Paksa

    Menlu AS Temui Presiden Palestina, Sebut Warga Tak Boleh Dipindah Paksa

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS) Antony Blinken bertemu dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas. Dalam pertemuan itu Blinken mengatakan warga Gaza ‘tidak boleh dipindahkan secara paksa’.

    Dilansir AFP, Minggu (5/11/2023), hal itu disampaikan Blinken saat akan melakukan kunjungan mendadak hari ini ke Tepi Barat yang diduduki Israel. Ini adalah kunjungan pertama diplomat AS ke wilayah Palestina sejak pecahnya perang antara Israel vs Hamas menyusul serangan 7 Oktober.

    Sementara itu, Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza menyebut hampir 9.800 orang tewas, sebagian besar warga sipil, akibat serangan balasan darat, udara dan laut Israel.

    “Menteri menegaskan kembali komitmen Amerika Serikat terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa dan dimulainya kembali layanan penting di Gaza dan menjelaskan bahwa warga Palestina tidak boleh dipindahkan secara paksa,” demikian ringkasan pertemuan yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS.

    Sementara itu, menurut kantor berita resmi Palestina Wafa, Presiden Palestina Mahmud Abbas mengutuk apa yang dia sebut sebagai ‘genosida’ dalam komentarnya kepada Blinken.

    “Saya tidak punya kata-kata untuk menggambarkan genosida dan kehancuran yang diderita rakyat Palestina di Gaza akibat mesin perang Israel, tanpa memperhatikan prinsip-prinsip hukum internasional,” kata Abbas.

    Diketahui, Blinken terbang ke Tel Aviv pada Minggu pagi dan melakukan perjalanan dengan konvoi dengan keamanan tinggi ke markas besar Otoritas Palestina di Ramallah – badan yang, menurutnya baru-baru ini, harus menggantikan pemerintah Hamas di Gaza.

    “Blinken dan Abbas ‘membahas upaya untuk memulihkan ketenangan dan stabilitas di Tepi Barat, termasuk perlunya menghentikan kekerasan ekstremis terhadap warga Palestina dan meminta pertanggungjawaban mereka’”, kata Departemen Luar Negeri.

    “Menteri Blinken menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk memajukan kesetaraan martabat dan keamanan bagi warga Palestina dan Israel,” katanya.

    Menurut Otoritas Palestina, lebih dari 150 warga Palestina telah tewas dalam bentrokan dengan tentara Israel dan serangan oleh pemukim Israel sejak dimulainya perang.

    Selain itu sebanyak tiga orang tewas pada hari Minggu di Tepi Barat, menurut kementerian kesehatan Palestina.

    Pertemuan Blinken dengan Abbas, yang partai sekulernya, Fatah, merupakan saingan Hamas, terjadi pada saat Washington memberikan dukungan politik dan militer kepada sekutunya, Israel.

    Blinken telah menganjurkan “jeda kemanusiaan” di Gaza dalam turnya baru-baru ini di Timur Tengah, untuk melindungi warga sipil dan memudahkan pengiriman bantuan di wilayah padat penduduk tersebut.

    Amerika Serikat menganjurkan solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan keluar dari konflik Israel-Palestina.

    (yld/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ledakan Besar Hancurkan Bangunan Dekat RS Al-Quds di Gaza, Korban Berjatuhan

    Ledakan Besar Hancurkan Bangunan Dekat RS Al-Quds di Gaza, Korban Berjatuhan

    Jakarta

    Ledakan besar terjadi di sekitar rumah sakit Al-Quds di Gaza pada Minggu Pagi. Palestine Red Crescent Society (PRCS) atau Organisasi Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan bangunan di dekat RS Al Quds menjadi sasaran pasukan militer Israel.

    “Sebuah bangunan yang terletak sekitar 50 meter dari rumah sakit Al-Quds dan markas besar Asosiasi di daerah Tal Al-Hawa telah menjadi sasaran IDF (Pasukan Pertahanan Israel),” kata PRCS, dilansir CNN, Minggu (5/11/2023).

    PRCS menyebut bangunan tersebut hancur dan menimbulkan korban, serta korban jiwa. PRCS melaporkan ‘ledakan artileri hebat dan serangan udara’ di sekitar rumah sakit.

    Diinformasikan rumah sakit ini dekat dengan Kota Gaza. Sementara itu, CNN telah menghubungi militer Israel untuk memberikan komentar mengenai klaim PRCS.

    Diketahui, IDF telah memerintahkan warga sipil untuk pindah ke selatan Gaza dari Kota Gaza dan utara dan sering menuduh Hamas menggunakan infrastruktur sipil seperti rumah sakit untuk operasi militer.

    Sementara itu dilansir Aljazeera, sejumlah korban terdampak akibat sebuah gedung dekat Rumah Sakit al-Quds dan di daerah Tel al-Hawa dihancurkan oleh serangan Israel.

    Lebih lanjut, Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan di halaman Facebook-nya sambil membagikan video yang telah diverifikasi oleh Al Jazeera. Dari video tersebut terlihat terdapat pasien yang dievakuasi ambulans.

    (yld/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Bombardir Universitas Al-Azhar di Gaza

    Israel Bombardir Universitas Al-Azhar di Gaza

    Jakarta

    Wakil Menteri Luar Negeri Palestina Amal Jadou mengatakan Israel telah melakukan serangan bom ke Universitas Al-Azhar di Gaza. Serangan itu terjadi Sabtu waktu setempat.

    Dikutip Al-Jazeera, Minggu (5/11/2023), momen pemboman universitas Al-Azhar itu diunggah di akun X Jadou. Berdasarkan laporan Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera, yang berkuliah di Universitas Azhar, menyampaikan pemboman itu terjadi pada Sabtu pagi.

    Sementara itu, Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) atau The Council on American-Islamic Relations –organisasi advokasi dan hak sipil muslim terbesar di AS– juga menyampaikan sayap kanan Israel menghancurkan Universitas Al-Azhar di Gaza.

    CAIR mengutuk peristiwa itu. Mereka menyoroti serangan Israel terhadap Universitas di Gaza, serangan di kamp pengungsian, dan serangan mematikan lainnya.

    Selain itu, CAIR menilai serangan terhadap fasilitas PBB yang menampung pengungsi membuktikan bahwa komunitas internasional harus bertindak untuk menghentikan kampanye genosida oleh Israel yang menargetkan warga Palestina.

    Setidaknya ada 15 orang tewas dalam serangan terhadap sekolah milik PBB yang berfungsi sebagai tempat penampungan di sebuah kamp pengungsian di jalur Gaza Utara yang diserang pada hari Sabtu. Fasilitas PBB lainnya juga menjadi sasaran Israel.

    Sebanyak 51 warga Palestina tewas dan puluhan lainnya terluka dalam serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di kamp pengungsi Maghazi.

    “Sangat penting bagi komunitas internasional untuk turun tangan menghentikan kampanye genosida, rasis, apartheid, pemerintah Israel yang menargetkan rakyat Palestina, yang cakupannya sangat menakjubkan dalam serangan tanpa pandang bulu terhadap kamp pengungsi, pengungsi yang melarikan diri, jurnalis, fasilitas medis, ambulans, masjid, gereja, infrastruktur vital dan sekarang lembaga pendidikan dan fasilitas PBB,” ujarnya.

    “Fakta bahwa negara kita memfasilitasi genosida ini merupakan noda moral yang akan tetap ada hingga generasi mendatang. Harus ada gencatan senjata sekarang,” ujarnya.

    (yld/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Massa Pro-Palestina Demo di Washington, Desak Gencatan Senjata

    Massa Pro-Palestina Demo di Washington, Desak Gencatan Senjata

    Jakarta

    Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di Washington untuk menuntut gencatan senjata di Gaza di mana ribuan orang telah terbunuh dalam serangan Israel. Demonstrasi tersebut dilakukan pada Sabtu (4/11).

    Dilansir Reuters, Minggu (5/11/2023), para pengunjuk rasa membawa plakat dengan slogan-slogan seperti ‘Kehidupan Palestina Penting’, ‘Biarkan Gaza Hidup’ dan ‘Darah mereka ada di tangan Anda’, ketika pemerintah AS terus menolak tuntutan untuk menyuarakan seruan gencatan senjata secara menyeluruh.

    Ribuan massa berkumpul di depan gedung Freedom Plaza | (Photo by ALEX WONG / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / Getty Images via AFP) Foto: Getty Images via AFP/ALEX WONG

    Para aktivis menyebut rencana protes tersebut sebagai ‘Pawai Nasional di Washington: Bebaskan Palestina’ dan mengorganisir bus-bus ke ibu kota Amerika dari seluruh negeri agar para demonstran dapat hadir. Hal itu disampaikan kelompok koalisi ANSWER, yang merupakan akronim dari “Act Now to Stop War and End Racism”, “Bertindak Sekarang untuk Menghentikan Perang dan Mengakhiri Rasisme.”

    “Apa yang kami inginkan dan tuntut sekarang adalah gencatan senjata,” kata Mahdi Bray, direktur nasional Aliansi Muslim Amerika.

    Demonstrasi tersebut merupakan salah satu demonstrasi pro-Palestina terbesar di Amerika Serikat dan salah satu demonstrasi terbesar di Washington dalam beberapa tahun terakhir.

    Massa berkumpul mulai di Freedom Plaza dekat Gedung Putih pada sore hari sebelum protes dimulai dengan mengheningkan cipta ketika para demonstran mengangkat poster besar dengan nama-nama warga Palestina yang terbunuh sejak pembalasan besar-besaran Israel dimulai.

    Konflik Israel-Palestina yang mengakar kembali terjadi pada 7 Oktober ketika sejumlah pejuang Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, menyeberang ke Israel, menewaskan sedikitnya 1.400 orang.

    Meningkatnya jumlah kematian warga sipil telah meningkatkan seruan internasional untuk melakukan gencatan senjata, namun Washington, seperti halnya Israel, sejauh ini mengabaikannya, dengan mengatakan bahwa penghentian tersebut akan memberikan kesempatan bagi Hamas untuk berkumpul kembali.

    Sekelompok pakar independen PBB juga menyerukan gencatan senjata demi kemanusiaan, dan mengatakan bahwa waktu hampir habis bagi warga Palestina di sana yang berada dalam “risiko besar terjadinya genosida”.

    “Biden, Biden kamu tidak bisa bersembunyi, kamu ikut serta dalam genosida,” teriak para pengunjuk rasa di Washington pada hari Sabtu.

    Washington telah berusaha membujuk Israel untuk menerima jeda lokal, yang sejauh ini ditolak oleh Israel.

    (yld/gbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Serang Kamp Pengungsi Maghazi di Gaza, 30 Orang Tewas

    Israel Serang Kamp Pengungsi Maghazi di Gaza, 30 Orang Tewas

    Jakarta

    Israel kembali melakukan serangan di kamp pengungsi Al-Maghazi, di Gaza Tengah pada Sabtu malam. Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan serangan itu mengakibatkan 30 orang tewas.

    “Lebih dari 30 orang (yang tewas) tiba di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir Al-Balah dalam pembantaian yang dilakukan oleh pendudukan di kamp Al-Maghazi di Jalur Gaza tengah,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Ashraf Al-Qudra dalam sebuah pernyataan, dilansir Aljazeera, Minggu (5/11/2023).

    Seorang juru bicara militer Israel mengatakan mereka sedang menyelidiki apakah tentara sedang beroperasi di daerah tersebut pada saat pemboman terjadi.

    Sementara itu dilansir AFP, pertempuran terus berkobar di Gaza meskipun terdapat seruan gencatan senjata dari negara-negara Arab dan warga sipil selama 30 hari. Seorang jurnalis menyebut serangan tersebut terjadi di rumah tetangganya.

    “Serangan udara Israel menargetkan rumah tetangga saya di kamp Al-Maghazi, rumah saya di sebelahnya sebagian runtuh,” kata Mohammed Alaloul, 37, seorang jurnalis yang bekerja untuk Badan Anadolu Turki, dilansir AFP, Minggu (5/11/2023).

    Alaloul mengatakan kepada AFP bahwa putranya yang berusia 13 tahun, Ahmed, dan putranya yang berusia empat tahun, Qais, tewas dalam pemboman itu, bersama saudara laki-lakinya. Istri, ibu, dan dua anak lainnya terluka.

    Pasukan Israel yang sedang bertempur di wilayah Gaza, dan seorang juru bicara militer mengatakan mereka sedang menyelidiki apakah pasukan mereka sedang beroperasi di wilayah tersebut pada saat pemboman terjadi.

    (yld/gbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu