Negara: Palestina

  • Menlu Israel Ancam Hizbullah Akan Hancur dalam Perang!

    Menlu Israel Ancam Hizbullah Akan Hancur dalam Perang!

    Tel Aviv

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel, Israel Katz, melontarkan ancaman bahwa kelompok Hizbullah, yang didukung Iran, akan hancur jika terjadi “perang total”. Katz juga memperingatkan bahwa Lebanon, yang menjadi markas Hizbullah, akan turut terkena dampaknya jika perang total terjadi.

    Seperti dilansir AFP, Rabu (19/6/2024), peringatan dari Katz disampaikan setelah Hizbullah mempublikasikan sebuah video berdurasi lebih dari sembilan menit, yang menunjukkan rekaman dari kamera drone yang diklaim diambil oleh kelompok itu di wilayah Israel bagian utara, termasuk sebagian kota dan pelabuhan Haifa.

    Israel dan Hizbullah terlibat dalam serangan lintas perbatasan yang terjadi hampir setiap hari sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu. Kelompok Hizbullah merupakan sekutu Hamas yang sedang berperang melawan Tel Aviv di daerah kantong Palestina tersebut.

    “Kami sangat dekat dengan momen di mana kami akan memutuskan untuk mengubah aturan main terhadap Hizbullah dan Lebanon,” sebut Katz dalam pernyataan yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Israel pada Selasa (18/6) waktu setempat.

    “Dalam perang total, Hizbullah akan hancur dan Lebanon akan terkena dampak parah,” cetusnya memperingatkan.

    Belum ada respons dari kelompok Hizbullah atas ancaman yang dilontarkan Katz.

    Hizbullah semakin meningkatkan serangan terhadap Israel sejak pekan lalu, setelah serangan udara Tel Aviv menewaskan salah satu komandan senior kelompok itu.

    Video yang dirilis oleh Hizbullah itu, yang tidak bisa segera diverifikasi secara independen oleh AFP, menunjukkan apa yang diklaim sebagai fasilitas militer, pertahanan, dan energi Israel, serta infrastruktur sipil dan militer negara Yahudi tersebut.

    Saksikan juga ‘Hizbullah Luncurkan Rudal ke Israel Setelah Kematian Komandan Senior’:

    Saat ketegangan meningkat, utusan kepresidenan Amerika Serikat (AS) Amos Hochstein melakukan kunjungan ke Lebanon dan menyerukan deeskalasi “mendesak” atas konflik lintas perbatasan antara Israel dan Hizbullah.

    “Konflik antara Israel dan Hizbullah sudah berlangsung cukup lama. Menjadi kepentingan semua orang untuk menyelesaikan masalah ini dengan cepat dan diplomatis — hal ini bisa dicapai dan hal ini mendesak,” tegasnya.

    Sementara itu, saat utusan AS mengunjungi Beirut, Hizbullah mengklaim bertanggung jawab atas beberapa serangan terhadap pasukan dan posisi militer Israel sepanjang Selasa (18/6) waktu setempat. Sirene terdengar beberapa kali di berbagai wilayah utara negara tersebut.

    Laporan kantor berita resmi Lebanon, National News Agency (NNA), secara terpisah menyebut serangan Israel menghantam wilayah selatan Lebanon, termasuk menargetkan sebuah mobil dan sebuah sepeda motor.

    Pekan lalu, Hizbullah mengklaim pihaknya telah melancarkan lebih dari 2.100 operasi militer terhadap Israel sejak 8 Oktober tahun lalu, sehari usai serangan Hamas memicu perang di Jalur Gaza. Serangan-serangan itu dimaksudkan untuk mendukung Hamas dan warga Palestina di Jalur Gaza.

    Kelompok ini juga menegaskan bahwa hanya dengan berakhirnya perang di Jalur Gaza, maka serangan lintas perbatasan akan terhenti.

    Menurut penghitungan AFP, sedikitnya 473 orang tewas akibat serangan lintas perbatasan di Lebanon, dengan sebagian besar merupakan petempur Hizbullah dan sekitar 92 orang merupakan warga sipil.

    Otoritas Israel, dalam pernyataan terpisah, menyebut sedikitnya 15 tentara dan 11 warga sipil sipil akibat serangan lintas perbatasan di wilayah utara negara tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Panas! AS Hancurkan 9 Drone Tempur Houthi dalam Sehari

    Panas! AS Hancurkan 9 Drone Tempur Houthi dalam Sehari

    Washington DC

    Militer Amerika Serikat (AS) mengumumkan pasukannya telah menghancurkan sedikitnya sembilan drone tempur milik kelompok Houthi dalam 24 jam terakhir. Serangan militer Washington itu dimaksudkan untuk membalas rentetan serangan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan sekitarnya.

    Seperti dilansir Al Arabiya, Rabu (19/6/2024), Komando Pusat AS atau CENTCOM dalam pernyataannya menyebut delapan drone di antaranya ditembak jatuh di wilayah Yaman, sedangkan satu drone lainnya dihancurkan di atas perairan Teluk Aden.

    CENTCOM juga menyatakan bahwa tidak ada korban luka atau kerusakan pada kapal-kapal AS, kapal koalisi atau kapal niaga dalam insiden tersebut.

    Sehari sebelumnya, seperti dilansir Reuters, militer AS melaporkan bahwa pasukannya telah menghancurkan empat radar Houthi, kemudian satu kapal permukaan yang tidak berawak dan satu drone yang juga milik Houthi.

    Menurut CENTCOM dalam pernyataan via media sosial X, radar dan kapal permukaan tidak berawak milik Houthi itu dihancurkan di wilayah Yaman yang dikuasai kelompok yang didukung Iran tersebut.

    Sementara drone tempur Houthi ditembak jatuh saat mengudara di atas Laut Merah.

    Kelompok Houthi, yang menguasai ibu kota dan area-area padat penduduk di Yaman, telah menyerang kapal-kapal di jalur pelayaran internasional di Laut Merah dan sekitarnya sejak November tahun lalu, atau setelah perang berkecamuk antara Hamas — sekutunya — dan Israel di Jalur Gaza.

    Kelompok itu menjelaskan bahwa serangan-serangannya merupakan bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Jalur Gaza yang terus digempur Israel.

    Saksikan juga ‘Saat Houthi Klaim Serang Kapal Tutor di Laut Merah’:

    Sedikitnya satu kapal tenggelam dan beberapa kapal lainnya disita, serta tiga orang tewas, dalam rentetan serangan Houthi sejak tahun lalu.

    Meskipun mendapat serangan balasan dari koalisi militer AS-Inggris dan beberapa negara lainnya, Houthi justru semakin meningkatkan serangan mereka terhadap kapal-kapal komersial di salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia tersebut.

    Serangan Houthi memaksa para pemilik kapal mengubah rute pelayaran dengan menempuh jalur menjauhi jalan pintas penting Terusan Suez, yang membuat biaya semakin mahal dan memicu penundaan yang berdampak pada industri pelayaran penting yang dilewati 80 persen perdagangan internasional.

    Pada Senin (17/6) waktu setempat, Houthi melaporkan bahwa militer AS dan Inggris melancarkan enam serangan udara terhadap Bandara Internasional Hodeidah di Yaman dan empat serangan udara terhadap Pulau Kamaran di dekat pelabuhan Salif di lepas pantai Laut Merah.

    Serangan terhadap Kamaran itu menandai pertama kalinya pasukan koalisi pimpinan AS menargetkan pulau tersebut sejak serangan pembalasan terhadap Houthi dimulai pada awal Februari lalu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Tanda Tanya Gencatan Senjata Gaza Usai Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang

    Tanda Tanya Gencatan Senjata Gaza Usai Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang

    Tel Aviv

    Gencatan senjata di Gaza, Palestina, kini menjadi tanda tanya. Hal itu menyusul langkah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membubarkan kabinet perang Israel.

    Netanyahu membubarkan kabinet perang usai tokoh berhaluan tengah, Benny Gantz, pergi dari pemerintahan. Dilansir Reuters, Al-Jazeera dan Associated Press, Selasa (18/6/2024), Netanyahu membubarkan kabinet perangnya pada Senin (17/6).

    Langkah Netanyahu ini sudah diperkirakan secara luas setelah kepergian Benny Gantz yang merupakan mantan panglima militer berhaluan tengah.

    Absennya Gantz dalam pemerintahan Netanyahu meningkatkan ketergantungan Netanyahu pada sekutu ultra-nasionalis yang menentang gencatan senjata dengan Hamas. Hal ini diprediksi menambah tantangan terhadap perundingan gencatan senjata untuk perang di Gaza, Palestina.

    Kabinet perang Israel dibentuk pada 11 Oktober 2023 setelah Israel menyatakan perang terhadap Gaza sebagai tanggapan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Serangan itu menewaskan 1.200 orang di Israel.

    Kabinet tersebut dibentuk sebagai badan yang lebih kecil dalam kabinet keamanan, yang merupakan bagian dari kabinet koalisi yang lebih luas. Kabinet perang tersebut terdiri dari Netanyahu, Benny Gantz, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan tiga pengamat: menteri Pemerintah Aryeh Deri dan Gadi Eisenkot, dan Menteri Urusan Strategis Ron Dermer.

    Kabinet perang itu ditujukan untuk membuat keputusan cepat tentang jalannya perang, yang kemudian akan dikirim untuk disetujui oleh kabinet yang lebih luas. Meski demikian, kabinet perang ini sering kali tidak mencapai kesepakatan dan perselisihan terus merajalela di dalam tubuh yang lebih kecil.

    Nasib Gencatan Senjata di Gaza

    Netanyahu diyakini bergantung pada mitranya dari kubu ultranasionalis yang dikenal menolak gencatan senjata dengan Hamas. Kebijakan perang besar-besaran sekarang hanya akan disetujui oleh Kabinet Keamanan Netanyahu.

    Badan itu didominasi oleh kelompok garis keras dan dikenal menentang proposal gencatan senjata yang didukung AS serta ingin melanjutkan perang di Gaza, Palestina. Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 37.000 warga.

    Netanyahu diperkirakan akan berkonsultasi mengenai beberapa keputusan dengan sekutu dekatnya dalam pertemuan ad-hoc, kata seorang pejabat Israel yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang memberi pengarahan kepada media. Pertemuan tertutup ini dapat menumpulkan pengaruh kelompok garis keras.

    Netanyahu sendiri tidak menunjukkan antusiasme terhadap rencana gencatan senjata. Bergantung pada kabinet keamanan secara penuh dapat memberinya perlindungan untuk memperpanjang keputusan soal perang.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Pembubaran kabinet perang ini diyakini semakin menjauhkan Netanyahu dari politisi garis tengah yang lebih terbuka terhadap perjanjian gencatan senjata dengan Hamas. Pembicaraan gencatan senjata selama berbulan-bulan telah gagal menemukan titik temu antara Hamas dan para pemimpin Israel.

    Baik Israel maupun Hamas enggan untuk sepenuhnya mendukung rencana yang didukung Amerika Serikat (AS). Perjanjian itu antara lain berisi pembebasan sandera, membuka jalan untuk mengakhiri perang, dan memulai upaya pembangunan kembali wilayah Gaza yang hancur.

    Netanyahu sekarang bergantung pada anggota kabinet keamanannya, yang beberapa di antaranya menentang perjanjian gencatan senjata dan menyuarakan dukungan untuk menduduki kembali Gaza. Setelah kepergian Gantz, Menteri Keamanan Nasional ultranasionalis Israel, Itamar Ben-Gvir, menuntut dirinya masuk ke kabinet perang yang diperbarui.

    Langkah yang diambil Netanyahu dengan membubarkan kabinet perang diyakini dapat membantu menjaga jarak dari Ben-Gvir, tetapi hal itu tidak dapat mengesampingkannya sama sekali. Langkah ini juga memberi Netanyahu kelonggaran untuk mengakhiri perang agar tetap berkuasa.

    Para pengkritik Netanyahu menuduhnya menunda berakhirnya perang berarti penyelidikan atas kegagalan pemerintah pada 7 Oktober 2023 dan meningkatkan kemungkinan diadakannya pemilu baru ketika popularitas perdana menteri sedang rendah.

    “Ini berarti bahwa dia akan membuat semua keputusan sendiri, atau dengan orang-orang yang dia percayai dan tidak menentangnya,” kata Ketua Departemen Ilmu Politik di Universitas Ibrani Yerusalem, Gideon Rahat.

    “Dan ketertarikannya adalah melakukan perang yang lambat,” ujar Rahat.

    Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich merupakan perwakilan dari konstituen ultra-Ortodoks dan sayap kanan dalam politik Israel. Mereka terkait erat dengan gerakan pemukim, yang berupaya membangun di tanah Palestina.

    Keduanya telah mengancam akan mengundurkan diri jika Israel tidak melancarkan serangan ke Rafah di Gaza. Keduanya juga mengancam akan mundur jika Netanyahu melanjutkan perjanjian gencatan senjata yang didukung AS sebelum mereka menganggap Hamas ‘hancur’.

    Ben-Gvir dan Smotrich juga mendukung pendirian permukiman ilegal di Gaza, menyusul ‘migrasi sukarela’ warga Palestina yang tinggal di sana. Posisi itu sangat kontras dengan kebijakan perang resmi Israel.

    Tak satu pun sekutu Israel, termasuk AS, yang kemungkinan akan terlibat dengan salah satu politisi tersebut. Namun, Ben-Gvir dan Smotrich memiliki gabungan 14 kursi di parlemen Israel, Knesset. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan Partai Persatuan Nasional pimpinan Gantz yang memiliki 12 kursi.

    Penarikan diri dua menteri ultranasionalis itu akan menyebabkan runtuhnya kabinet koalisi dan berakhirnya masa jabatan Netanyahu. Netanyahu diyakini akan membentuk kabinet dapur yang lebih kecil, di mana diskusi dan konsultasi sensitif dapat dilakukan.

    Menurut surat kabar Yedioth Ahronoth, badan baru tersebut akan mencakup Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Menteri Urusan Strategis Ron Dermer, serta Ketua Dewan Keamanan Nasional Tzachi Hanegbi. Ini juga akan menghalangi upaya Smotrich dan Ben-Gvir untuk bergabung dengan badan tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/haf)

  • Otoritas Israel Dilaporkan Abaikan Info Intel soal Serangan Hamas 7 Oktober

    Otoritas Israel Dilaporkan Abaikan Info Intel soal Serangan Hamas 7 Oktober

    Tel Aviv

    Otoritas keamanan Israel dilaporkan mengabaikan dokumen intelijen pada September 2023 yang meramalkan serangan Hamas pada 7 Oktober. Hal itu diungkap outlet media yang dikelola pemerintah Israel.

    Dilansir Anadolu Agency, Selasa (18/6/2024), laporan yang diungkapkan oleh Otoritas Penyiaran Israel mengklaim bahwa dokumen bertanggal 19 September atau sekitar tiga minggu sebelum serangan yang Israel gambarkan sebagai yang terburuk dalam sejarahnya, disiapkan oleh unit intelijen militer 8200.

    Outlet tersebut mengutip sumber keamanan Israel yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan bahwa dokumen tersebut ‘diketahui oleh pimpinan intelijen dan, setidaknya, komando Gaza’ dari militer Israel.

    Laporan tersebut mengatakan dokumen itu ‘menggambarkan secara rinci serangkaian latihan yang dilakukan oleh unit elite Hamas, yang melakukan serangan terhadap posisi militer dan kibbutzim (komunitas kecil Israel), penculikan tentara dan warga sipil, dan bahkan instruksi tentang cara menahan dan menjaga korban penculikan. saat berada di Jalur Gaza’.

    Dokumen itu disebut menguraikan langkah awal latihan tersebut sebagai ‘menciptakan pelanggaran dalam simulasi posisi tentara Israel yang dibangun di Gaza yang meniru lokasi di dekat Jalur Gaza’ dengan empat brigade masing-masing ditugaskan di lokasi yang berbeda.

    Laporan tersebut mengatakan analis intelijen Israel yang mengamati latihan tersebut kemudian ‘menguraikan langkah-langkah selanjutnya setelah menyusup ke wilayah Israel dan merebut posisi terdepan’ dan mencatat bahwa instruksi tersebut menyerukan penyerahan setiap tentara yang ditangkap kepada komandan brigade, dengan perkiraan jumlah sandera 200-250 orang.

    Dokumen tersebut juga dilaporkan merinci target serangan militer yang dilakukan unit-unit tersebut, termasuk ‘pos komando, pusat operasi, kuil Yahudi di pangkalan militer, markas besar angkatan udara, markas komunikasi, posisi tembak, dan area perumahan tentara’.

    Stasiun penyiaran Israel menyimpulkan bahwa bukan hanya Komando Selatan dan Divisi Gaza yang tidak mengetahui rencana penculikan Hamas, namun dokumen tersebut juga ‘merinci kondisi di mana para sandera akan ditahan, termasuk instruksi bagi para penculik tentang bagaimana bertindak dalam kasus-kasus ekstrem dan dalam keadaan apa para tawanan dapat dieksekusi’.

    Laporan itu juga disebut mencatat meskipun ada peringatan, otoritas keamanan Israel mengabaikan dokumen intelijen tersebut.

    Sumber keamanan Israel itu menambahkan bahwa sebelum pecahnya perang pada 7 Oktober 2023, lembaga pertahanan telah membual tentang penghalang keamanan ‘pintar’ baru yang diselesaikan 2 tahun sebelum serangan Hamas. Sistem itu menampilkan teknologi di atas dan di bawah tanah.

    Banyak pejabat senior politik, keamanan, dan militer Israel kemudian menggambarkan serangan Hamas sebagai ‘kegagalan intelijen yang besar’.

    Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Lebih dari 37.300 warga Palestina telah terbunuh di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, dan lebih dari 85.000 lainnya terluka.

    Lebih dari 8 bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.

    Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang keputusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasinya di Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserbu pada 6 Mei.

    (haf/imk)

  • Tentang Kabinet Perang yang Dibubarkan Netanyahu Usai Ditinggal Tokoh Moderat

    Tentang Kabinet Perang yang Dibubarkan Netanyahu Usai Ditinggal Tokoh Moderat

    Tel Aviv

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah membubarkan kabinet perang. Apa sebenarnya kabinet perang tersebut?

    Dilansir Al-Jazeera, Selasa (18/6/2024), pembubaran kabinet perang ini dilakukan menyusul penarikan mundur tokoh oposisi beraliran moderat, Benny Gantz, dari kabinet perang. Kabinet perang yang beranggotakan enam orang sekarang akan digantikan oleh ‘kitchen cabinet’, di mana Netanyahu dapat berkonsultasi untuk mendapatkan nasihat mengenai perang di Gaza.

    Kabinet perang Israel dibentuk pada 11 Oktober 2023 setelah Israel menyatakan perang terhadap Gaza sebagai tanggapan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Serangan itu menewaskan 1.200 orang di Israel.

    Kabinet tersebut dibentuk sebagai badan yang lebih kecil dalam kabinet keamanan, yang merupakan bagian dari kabinet koalisi yang lebih luas. Kabinet perang itu terdiri dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, saingan utamanya, mantan jenderal Benny Gantz, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan tiga pengamat: menteri Pemerintah Aryeh Deri dan Gadi Eisenkot, dan Menteri Urusan Strategis Ron Dermer.

    Kabinet perang itu ditujukan untuk membuat keputusan cepat tentang jalannya perang, yang kemudian akan dikirim untuk disetujui oleh kabinet yang lebih luas. Meski demikian, kabinet perang ini sering kali tidak mencapai kesepakatan dan perselisihan terus merajalela di dalam tubuh yang lebih kecil.

    Pada bulan Januari 2024, surat kabar Israel Haaretz melaporkan bahwa pemimpin oposisi Yair Lapid menyatakan Gallant dan Netanyahu ‘tidak lagi berbicara satu sama lain’ dan pertemuan kabinet perang telah menjadi ‘arena memalukan untuk menyelesaikan masalah, pertempuran dan diskusi yang tidak menghasilkan apa-apa’.

    Terbaru, Gantz dan pengamat Eisenkot yang berasal dari Partai Persatuan Nasional keluar dari kabinet perang pada 9 Juni 2024. Mereka pergi karena merasa kurangnya rencana untuk Gaza setelah serangan terjadi dan menewaskan lebih dari 37.000 orang Palestina.

    “Itu adalah bagian dari perjanjian koalisi dengan Gantz, atas permintaannya. Saat Gantz pergi, tidak ada forum seperti itu lagi,” ujar Netanyahu seperti disampaikan salah satu pejabat.

    Kepergian Gantz meningkatkan tekanan dari Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang sedang melobi untuk bergabung dengan kabinet perang internal. Dalam suratnya kepada Netanyahu tertanggal Kamis, Ben-Gvir menulis bahwa perang Israel telah ‘dilakukan secara rahasia’, selama delapan bulan terakhir, melalui ‘forum terbatas yang mengubah nama dan definisinya secara berulang-ulang, semua untuk tujuan semata-mata kendali atas keputusan dan menghindari diskusi tentang posisi lain yang akan menantang konsepsi lama’.

    Pembubaran kabinet perang ini diprediksi akan membuat perundingan gencatan senjata di Gaza menjadi tidak jelas. Israel sendiri sedang menghadapi serangan dari Hizbullah di Lebanon yang terletak di sisi utara negaranya.

    (haf/imk)

  • Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang, Bagaimana Nasib Gencatan Senjata Gaza?

    Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang, Bagaimana Nasib Gencatan Senjata Gaza?

    Tel Aviv

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membubarkan kabinet perang usai ditinggal oleh Benny Gantz, pensiunan jenderal dan anggota parlemen yang dikenal sebagai tokoh moderat. Netanyahu kini diyakini bergantung pada mitranya dari kubu ultranasionalis yang dikenal menolak gencatan senjata dengan Hamas.

    Dilansir Al-Jazeera dan Associated Press, Selasa (18/6/2024), pembubaran kabinet perang ini kemungkinan besar mengurangi peluang gencatan senjata di Jalur Gaza dalam waktu dekat. Kebijakan perang besar-besaran sekarang hanya akan disetujui oleh Kabinet Keamanan Netanyahu – sebuah badan yang didominasi oleh kelompok garis keras dan dikenal menentang proposal gencatan senjata yang didukung AS serta ingin melanjutkan perang di Gaza, Palestina.

    Netanyahu diperkirakan akan berkonsultasi mengenai beberapa keputusan dengan sekutu dekatnya dalam pertemuan ad-hoc, kata seorang pejabat Israel yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang memberi pengarahan kepada media.

    Pertemuan tertutup ini dapat menumpulkan pengaruh kelompok garis keras. Namun, Netanyahu sendiri tidak menunjukkan antusiasme terhadap rencana gencatan senjata dan ketergantungannya pada kabinet keamanan penuh dapat memberinya perlindungan untuk memperpanjang keputusannya.

    Pembubaran kabinet perang ini diyakini semakin menjauhkan Netanyahu dari politisi garis tengah yang lebih terbuka terhadap perjanjian gencatan senjata dengan Hamas. Pembicaraan gencatan senjata selama berbulan-bulan telah gagal menemukan titik temu antara Hamas dan para pemimpin Israel.

    Baik Israel maupun Hamas enggan untuk sepenuhnya mendukung rencana yang didukung Amerika Serikat (AS). Perjanjian itu antara lain berisi pembebasan sandera, membuka jalan untuk mengakhiri perang, dan memulai upaya pembangunan kembali wilayah Gaza yang hancur.

    Netanyahu sekarang akan bergantung pada anggota kabinet keamanannya, yang beberapa di antaranya menentang perjanjian gencatan senjata dan menyuarakan dukungan untuk menduduki kembali Gaza. Setelah kepergian Gantz, Menteri Keamanan Nasional ultranasionalis Israel, Itamar Ben-Gvir, menuntut dirinya masuk ke kabinet perang yang diperbarui.

    Langkah yang diambil Netanyahu dengan membubarkan kabinet perang diyakini dapat membantu menjaga jarak dari Ben-Gvir, tetapi hal itu tidak dapat mengesampingkannya sama sekali. Langkah ini juga memberi Netanyahu kelonggaran untuk mengakhiri perang agar tetap berkuasa.

    Para pengkritik Netanyahu menuduhnya menunda berakhirnya perang berarti penyelidikan atas kegagalan pemerintah pada 7 Oktober 2023 dan meningkatkan kemungkinan diadakannya pemilu baru ketika popularitas perdana menteri sedang rendah.

    “Ini berarti bahwa dia akan membuat semua keputusan sendiri, atau dengan orang-orang yang dia percayai dan tidak menentangnya,” kata Ketua Departemen Ilmu Politik di Universitas Ibrani Yerusalem, Gideon Rahat.

    “Dan ketertarikannya adalah melakukan perang yang lambat,” ujar Rahat.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

    2 Menteri Problematik di Sisi Netanyahu

    Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich merupakan perwakilan dari konstituen ultra-Ortodoks dan sayap kanan dalam politik Israel. Mereka juga terkait erat dengan gerakan pemukim, yang berupaya membangun di tanah Palestina.

    Keduanya telah mengancam akan mengundurkan diri jika Israel tidak melancarkan serangan ke Rafah di Gaza, yang merupakan rumah bagi 1,5 juta pengungsi. Keduanya juga mengancam akan mundur jika Netanyahu melanjutkan perjanjian gencatan senjata yang didukung AS sebelum mereka menganggap Hamas ‘hancur’.

    Ben-Gvir dan Smotrich juga mendukung pendirian permukiman ilegal di Gaza, menyusul ‘migrasi sukarela’ warga Palestina yang tinggal di sana – sebuah posisi yang sangat kontras dengan kebijakan perang resmi Israel. Terakhir adalah kedudukan internasional mereka, yang cukup bermasalah.

    Tak satu pun sekutu Israel, termasuk AS, yang kemungkinan akan terlibat dengan salah satu politisi tersebut. Secara fundamental, keberadaan keduanya akan melemahkan peran potensial apa pun dalam kabinet perang.

    Ben-Gvir dan Smotrich memiliki gabungan 14 kursi di parlemen Israel, Knesset. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan Partai Persatuan Nasional pimpinan Gantz yang memiliki 12 kursi.

    Penarikan diri dua menteri ultranasionalis itu akan menyebabkan runtuhnya kabinet koalisi dan berakhirnya masa jabatan Netanyahu. Netanyahu diyakini akan membentuk kabinet dapur yang lebih kecil, di mana diskusi dan konsultasi sensitif dapat dilakukan.

    Menurut surat kabar Yedioth Ahronoth, badan baru tersebut akan mencakup Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Menteri Urusan Strategis Ron Dermer, serta Ketua Dewan Keamanan Nasional Tzachi Hanegbi. Ini juga akan menghalangi upaya Smotrich dan Ben-Gvir untuk bergabung dengan badan tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/imk)

  • Pria Australia Diancam 12 Tahun Penjara di Bali

    Pria Australia Diancam 12 Tahun Penjara di Bali

    Dunia Hari Ini kembali dengan rangkuman berita-berita utama dari sejumlah negara dalam 24 jam terakhir.

    Edisi Jumat, 14 Juni 2023, kita awali dari Indonesia.

    Pria Australia di Bali terancam penjara 12 tahun

    Pria Australia Troy Andrew Smith terancam hukuman 12 tahun penjara jika terbukti bersalah memiliki metamfetamin, menurut keputusan sidang yang dilaksanakan kemarin.

    Polda Bali mengatakan Troy ditangkap April lalu setelah polisi menggerebek hotelnya di dekat pantai Kuta.

    Polisi menyita 3,15 gram metamfetamin kristal dari kamarnya.

    Penangkapan tersebut dilakukan setelah adanya informasi bahwa Troy menerima paket mencurigakan berisi pasta gigi melalui pos dari Australia.

    Penerbangan langsung Bali-Canberra

    Batik Air membuka jalur penerbangan langsung antara Bali dengan Canberra mulai hari ini.

    Maskapai penerbangan asal Malaysia, yang sebelumnya dikenal sebagai Malindo Air tersebut, akan mengoperasikan layanan 737-800 tiga kali seminggu.

    Premier Kawasan Ibukota Australia, Andrew Barr, mengatakan penerbangan langsung antara Bali dan Canberra akan sangat menguntungkan, tak hanya di sektor pariwisata.

    “Rute ini juga menghadirkan peluang besar untuk menghubungkan wilayah Canberra ke Asia Tenggara untuk rekreasi, perdagangan, dan pendidikan.”

    Tuntutan kelompok anti-aborsi Amerika ditolak

    Mahkamah Agung Amerika Serikat menolak tawaran dari kelompok anti-aborsi yang salah satunya mewajibkan dokter untuk membatasi akses mendapat pil aborsi.

    Hakim memutuskan penentang aborsi tidak memiliki hak hukum untuk mengajukan tuntutan persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) atas obat tersebut, mifepristone.

    Ini adalah keputusan pertama pengadilan tentang aborsi sejak hakim membatalkan Roe vs Wade dua tahun lalu.

    Kasus tersebut mengancam akan membatasi akses mendapat obat mifepristone di Amerika Serikat, termasuk di negara bagian tempat aborsi masih legal, serta jadi kemenangan bagi Presiden Joe Biden yang mendukung hak aborsi secara vokal.

    Israel dan Palestina dituduh melanggar hak anak-anak

    Untuk pertama kalinya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menambahkan militer Israel, Hamas, dan kelompok militan Jihad Islam Palestina (PIJ) ke dalam daftar pelanggar hak-hak anak.

    Laporan Tahunan PBB tentang Anak-anak dan Konflik Bersenjata yang disiapkan oleh Sekretaris Jenderal António Guterres mendokumentasikan penyebaran konflik bersenjata yang melibatkan anak-anak di seluruh dunia.

    Dalam temuan 2023 yang dirilis kemarin, mereka menyimpulkan adanya peningkatan hingga 155 persen terhadap pelanggaran hak anak-anak di Israel, serta di Palestina, termasuk Gaza.

    “[Saya] terkejut melihat lonjakan dramatis ini, skala, serta intensitas pelanggaran berat yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap anak-anak di Jalur Gaza, Israel, dan Tepi Barat yang diduduki Israel,” kata António.

    Amerika dan Ukraina menandatangani perjanjian

    Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menandatangani perjanjian 10 tahun yang dirancang untuk memperkuat pertahanan Ukraina terhadap invasi Rusia.

    Presiden Zelenskyy menggambarkan kesepakatan keamanan baru tersebut sebagai “kesepakatan terkuat” yang dicapai sejak negaranya merdeka pada tahun 1991.

    “Hari ini adalah hari yang benar-benar bersejarah,” katanya.

    Presiden Zelenskyy mempertanyakan berapa lama kedekatan kedua negara akan bertahan. Namun Presiden Biden meyakinkan Presiden Zelenskyy jika Ukraina “akan mendapatkan apa yang mereka perlukan.”

  • Ketakutan Meningkat di Lebanon Atas Potensi Perang dengan Israel

    Ketakutan Meningkat di Lebanon Atas Potensi Perang dengan Israel

    Jakarta

    Ketika pertempuran terbaru antara Israel dan Hizbullah, kelompok militan yang berbasis di Lebanon, dimulai, seorang perempuan Lebanon bernama Malak Daher berharap pertempuran itu hanya akan berlangsung beberapa hari saja.

    “Sangat sulit untuk berada jauh dari kehidupan Anda,” ujar perempuan berusia 30 tahun itu. Ia sebelumnya telah mengungsi dari kota selatan Mais al-Jabal. Kota ini terletak hampir tepat di perbatasan Lebanon-Israel, lokasi pertempuran berpusat.

    “Kamu merasa hidupmu terhenti. Seperti, hidup sedang berjalan di tempat lain, tapi waktumu sendiri telah berhenti,” tambahnya.

    Tapi harapan Daher tak bersambut. Pertempuran antara Hizbullah dan militer Israel belum berakhir. Faktanya, dalam beberapa minggu terakhir, hal tersebut tampaknya telah meningkat.

    Daher selamat dari perang tahun 2006 di Lebanon selatan antara Israel dan Hizbullah, namun mengatakan hal itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan perang yang terjadi saat ini.

    Pada awal Juni, kelompok hak asasi manusia melaporkan bahwa Israel menembakkan amunisi fosfor putih ke kota-kota di Lebanon, yang melanggar hukum kemanusiaan internasional. Sementara pekan ini, Hizbullah telah menembakkan lebih dari 160 roket ke Israel, sebagai balasan atas pembunuhan dua komandan mereka oleh Israel.

    Sejak serangan pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan oleh kelompok militan Hamas yang berbasis di Gaza, yang menyebabkan kematian sekitar 1.200 orang, situasi di perbatasan Israel-Lebanon menjadi tegang.

    Setelah dua perang yang tidak membuahkan hasil pada 1996 dan 2006, pasukan Israel dan Hizbullah lebih memilih melakukan serangan balasan dari wilayah masing-masing, tanpa menimbulkan korban jiwa yang besar.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Kekhawatiran akan terjadinya perang besar-besaran

    Namun, sejak tanggal 7 Oktober, serangan-serangan semacam ini telah meluas dari kedua belah pihak, baik dalam ukuran maupun jangkauannya.

    Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kerusuhan di perbatasan akan berubah menjadi perang skala penuh. Beberapa politisi ekstremis Israel mengatakan bahwa Israel harus menyerang Hizbullah sekarang. Sebuah survei bulan ini juga menunjukkan bahwa mayoritas warga Israel berpendapat, memulai perang dengan Hizbullah adalah ide yang bagus.

    “Serangan 7 Oktober secara dramatis meningkatkan ketidakamanan Israel,” demikian penjelasan yang disampaikan oleh lembaga think tank yang berbasis di Washington, Pusat Studi Strategis dan Internasional, pada Maret. “Jika Hamas, yang persenjataan dan pelatihannya kurang memadai dibandingkan Hizbullah, dapat membunuh lebih dari 1.100 warga Israel secara brutal, apa yang mungkin dilakukan oleh Hizbullah yang lebih tangguh?”

    Tidak jelas apakah perang yang lebih luas akan terjadi. Upaya diplomasi internasional saat ini didedikasikan untuk mencegah hal ini, dan sebagian besar ahli berpendapat bahwa tidak bijaksana jika Israel membuka front lain ketika mereka terus melanjutkan operasi militernya di Gaza. Ahli juga menggarisbawahi bahwa Hizbullah adalah musuh yang persenjataannya lebih bagus dan lebih kuat dibandingkan Hamas, musuh Israel di Gaza.

    Adapun Lebanon telah terperosok dalam krisis ekonomi dan politik selama bertahun-tahun. Sekalipun penduduknya bersimpati dengan warga Palestina, penduduk lokal Lebanon, yang berjuang melawan inflasi, pengangguran, dan ketidakpastian politik, kemungkinan besar tidak akan mendukung Hizbullah yang akan menyeret mereka ke arah perang.

    Otoritas Lebanon mengatakan ada lebih dari 375 korban jiwa di Lebanon sejak Oktober 2023, termasuk 88 warga sipil, akibat serangan Israel. Militer Israel menghitung 18 tentara dan 10 warga sipil tewas akibat tembakan Hizbullah.

    Puluhan ribu orang terpaksa pengungsi

    Puluhan ribu warga sipil, sekitar 100.000 warga Lebanon dan lebih dari 60.000 warga Israel, yang tinggal di kedua sisi perbatasan juga terpaksa mengungsi akibat pertempuran.

    Penduduk setempat mengatakan kepada DW bahwa mereka yang meninggalkan Lebanon selatan enggan untuk kembali kecuali mereka benar-benar terpaksa. Beberapa orang kembali lagi untuk memeriksa properti ketika keadaan tampak lebih tenang, atau untuk menghadiri pemakaman, misalnya. Namun sebagian besar toko dan supermarket di wilayah tersebut tutup, dan sulit mendapatkan persediaan, kata mereka.

    Ketika Daher pertama kali melarikan diri ke Beirut setelah pertempuran di perbatasan dimulai pada akhir 2023, perawat terlatih tersebut menganggur. Jadi, dia memutuskan untuk kembali bekerja di sebuah rumah sakit di tenggara Bint Jbeil, juga dekat perbatasan Lebanon dengan Israel. Kini, dia tinggal di sana selama tiga hari, bekerja secara shift, lalu kembali ke Beirut, tempat dia dan ibunya tinggal bersama kerabatnya.

    Suatu ketika, Daher sangat ingin kembali ke Mais al-Jabal sehingga dia dan ibunya yang berusia 60 tahun, yang dulunya bekerja dengan menanam zaitun dan tembakau di desa perbatasan, melakukan perjalanan pulang. Tapi itu adalah mimpi buruk, kata Daher kepada DW. Mereka tidak bisa tidur karena rudal dan roket datang sepanjang malam, sehingga mereka harus bersembunyi di koridor.

    “Saya pikir kami akan mati bersama,” kenang Daher, yang suaminya bekerja di Kuwait. Begitu matahari terbit, pasangan itu kembali ke Beirut. Kini Daher baru kembali bekerja, padahal dia sadar betul betapa berbahayanya pekerjaan itu. Pada akhir Mei, serangan Israel hampir menghantam rumah sakit tempatnya bekerja.

    “Mereka tidak hanya mengambil waktu saya,” kata Daher tentang militer Israel. “Mereka telah mencuri ambisi dan kedamaian saya. Saya telah menjadi perempuan pemarah dan cemas yang menunggu bantuan. Sebelumnya, saya adalah perempuan mandiri.”

    Beberapa orang di Lebanon menolak meninggalkan rumah

    Segelintir orang di Lebanon selatan menolak untuk pergi, meskipun pertempuran sedang berlangsung dan ancaman perang semakin meningkat. Salah satunya adalah Issam Alawieh, 44 tahun dan ayah tujuh anak. Dia tinggal di rumahnya di desa perbatasan Maroun el-Ras bersama istri dan dua putranya. Keluarga tersebut telah selamat dari tiga serangan udara Israel sejauh ini.

    “Anda hanya mendengar suara benturan. Ini seperti gunung berapi yang muncul dari bawah Anda,” kata Alawieh, yang kehilangan pendengarannya selama seminggu setelah satu serangan.

    Alawieh terus bekerja di toko roti di dekat Bint Jbeil.

    “Meski pendapatannya kurang bagus dan penjualannya turun 95%, saya harus tetap menyediakan makanan untuk anak-anak saya,” katanya kepada DW.

    Hidup dalam kondisi berbahaya seperti itu lebih baik daripada menjadi pengungsi dan terpaksa menerima bantuan di tempat lain, kata Alawieh. Tetangga yang meninggalkan kota menyebutnya gila, katanya, tapi dia yakin keluarganya telah beradaptasi. Anak-anak mulai terbiasa dengan suara bom.

    “Jika saya pergi dan meninggalkan semuanya di sini, saya akan dipermalukan, dan saya tidak menginginkan hal itu,” jelasnya. Tapi ada yang lebih dari itu, tambahnya: Ini adalah rumahnya.

    “Saya tidak bisa tinggal jauh dari Lebanon selatan. Tanah ini seperti ibu saya,” ujarnya. “Saya tidak bisa bertahan hidup tanpa dia, dan kami akan menang selama kami teguh di tanah kami.” (rs/gtp/hp)

    (ita/ita)

  • AS Hancurkan Kapal Patroli-Drone Houthi di Laut Merah

    AS Hancurkan Kapal Patroli-Drone Houthi di Laut Merah

    Washington DC

    Militer Amerika Serikat (AS) mengatakan pihaknya telah menghancurkan kapal patroli dan drone tempur milik kelompok Houthi yang mengudara di atas Laut Merah. Ini menjadi upaya terbaru untuk melemahkan kemampuan kelompok yang didukung Iran itu dalam menyerang kapal-kapal di jalur pelayaran internasional.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Jumat (14/6/2024), Komando Pusat AS (CENTCOM) dalam pernyataannya menyebut pasukannya telah menghancurkan dua kapal patroli Houthi, kemudian satu kapal permukaan yang tidak berawak dan satu drone milik Houthi yang mengudara di atas Laut Merah.

    Militer AS juga mengatakan bahwa pasukannya telah menghancurkan sebuah sensor pertahanan udara di wilayah Yaman yang dikuasai Houthi.

    Rentetan serangan AS terhadap target-target Houthi itu merupakan bagian dari operasi militer bersama sekutunya, Inggris, untuk melemahkan kemampuan kelompok itu dalam melancarkan serangan terhadap kapal-kapal di jalur pelayaran internasional di Laut Merah dan sekitarnya.

    Juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, dalam pidato terbaru pada Kamis (13/6) pagi mengklaim pasukannya telah menargetkan kapal kargo bernama Verbena di Laut Arab, serta kapal Seaguardian dan Athina di Laut Merah.

    Laporan terpisah CENTCOM menyebut serangan Houthi terhadap kapal Verbena yang berbendera Palau itu memicu kebakaran dan membuat satu awak kapal terluka parah.

    CENTCOM melaporkan bahwa Houthi meluncurkan dua rudal balistik antikapal dari wilayah Yaman ke arah Laut Merah yang menghantam kapal kargo tersebut.

    Disebutkan CENTCOM bahwa tidak ada laporan kerusakan atau korban luka lainnya akibat serangan tersebut.

    Lihat Video: Houthi Klaim Serang Kapal Tutor di Laut Merah

    Serangan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan sekitarnya semakin meningkat sejak November tahun lalu, setelah perang berkecamuk antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

    Houthi telah menjelaskan bahwa serangan-serangannya merupakan bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Jalur Gaza yang terus digempur Israel. Hampir semuanya dari total 2,3 juta penduduk daerah kantong Palestina itu terpaksa mengungsi dan terjadi kelaparan serta kehancuran yang meluas.

    CENTCOM, dalam pernyataannya, menegaskan “akan terus bertindak dengan mitra-mitranya untuk meminta pertanggungjawaban Houthi dan menurunkan kemampuan militer mereka”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Rekor 120 Juta Orang Terpaksa Mengungsi Secara Global

    Rekor 120 Juta Orang Terpaksa Mengungsi Secara Global

    Jakarta

    PBB mengatakan pada Kamis (13/06) bahwa 120 juta orang hidup dalam status pengungsi paksa secara global antara awal tahun 2023 hingga Mei 2024.

    Data baru ini terungkap dalam laporan Tren Global oleh Badan Pengungsi PBB (UNHCR) yang menguraikan statistik yang melacak jumlah pengungsi, pencari suaka, pengungsi internal, dan orang-orang tanpa kewarganegaraan di seluruh dunia.

    Konflik mendorong migrasi besar-besaran

    “Diperkirakan 117,3 juta orang masih terpaksa mengungsi pada akhir 2023, terpaksa melarikan diri dari penganiayaan, konflik, kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia, dan peristiwa yang sangat mengganggu ketertiban umum,” kata laporan itu.

    Pada Mei, 120 juta orang menjadi pengungsi secara global, hampir 10% lebih banyak dibandingkan angka pada 2022, yang mewakili sekitar 1,5% dari populasi dunia, kata UNHCR.

    “Konflik masih menjadi pendorong terbesar terjadinya pengungsian massal,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi kepada wartawan.

    “Kecuali terjadi pergeseran geopolitik internasional, sayangnya saya melihat angkanya terus meningkat,” tambahnya.

    “Tahun ini, selama 12 tahun berturut-turut, jumlah pengungsi dan orang terlantar meningkat: dari 114 menjadi 120 juta. Di balik angka-angka ini terdapat banyak tragedi kemanusiaan, yang hanya dapat diatasi dan diselesaikan dengan solidaritas dan tindakan bersama,” kata Grandi dalam sebuah postingan di X, sebelumnya Twitter.

    Dari Gaza, Sudan, hingga Myanmar

    Pertempuran di Sudan yang pecah pada April 2023, disebut-sebut menyebabkan salah satu “krisis kemanusiaan dan pengungsian terbesar di dunia” dengan lebih dari 6 juta orang terpaksa mengungsi pada Desember 2023.

    Sementara itu, UNHCR mengatakan bahwa perang yang sedang berlangsung di Gaza “telah menimbulkan dampak buruk terhadap warga sipil Palestina” dan hingga 1,7 juta orang atau lebih dari 75% penduduk telah mengungsi di wilayah Palestina.

    Menurut badan bantuan PBB untuk Palestina (UNRWA), terdapat sekitar 6 juta pengungsi Palestina yang saat ini berada di bawah mandat mereka, dengan 1,6 juta di antaranya berada di Jalur Gaza.

    Myanmar, Afganistan, Ukraina, Republik Demokratik Kongo, Somalia, Haiti, Suriah dan Armenia termasuk di antara negara-negara yang disebutkan di mana konflik dan kekerasan telah memaksa orang mencari keselamatan di tempat lain.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Negara mana yang diincar para pengungsi?

    Laporan tersebut menunjukkan bahwa 75% pengungsi dan migran menuju ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, berlawanan dengan persepsi bahwa sebagian besar pengungsi dan migran menuju ke negara-negara kaya.

    Namun laporan tersebut menyatakan bahwa setengah dari seluruh permohonan suaka baru, hanya diterima di lima negara dan sebagian besar diajukan di AS dengan jumlah 1,2 juta jiwa.

    Diikuti oleh Jerman dengan 329.100, disusul oleh Mesir, Spanyol dan Kanada.

    rs/gtp (AFP, DPA)

    (ita/ita)