Negara: Palestina

  • 6 Fakta Debat Kamala Harris Vs Trump Bahas Ukraina hingga Gaza

    6 Fakta Debat Kamala Harris Vs Trump Bahas Ukraina hingga Gaza

    Jakarta

    Wakil Presiden Kamala Harris dan mantan Presiden Donald Trump saling beradu argumen dalam acara debat Pilpres AS. Mereka membahas soal masalah perang di Ukraina hingga di Gaza, Palestina.

    Diketahui, debat tersebut dijadwalkan pada Selasa (10/9) pukul 9 malam waktu setempat atau Rabu (11/9) pagi. Debat itu akan dipandu oleh lembaga penyiaran ABC News dan diadakan di Pusat Konstitusi Nasional Philadephia.

    Ini merupakan debat pertama kali antara Trump dan Harris dan juga pertemuan pertama mereka di satu panggung.

    Dilansir CNN, Rabu (11/9/2024), Harris tiba di lokasi debat pada pukul 08.17 malam waktu setempat. Kini debat Capres Pilpres AS dimulai.

    Sebelum debat dimulai Harris dan Donald Trump sempat berjabat tangan saat mereka bertemu. Harris menghampiri Trump dan mengulurkan tangannya. Trump lalu menerima jabat tangan tersebut.

    Harris memperkenalkan dirinya dengan nama dan berkata, “Mari kita berdebat dengan baik.” Trump lalu menjawabnya dengan ramah.

    “Senang bertemu denganmu. Selamat bersenang-senang,” jawab Trump.

    Para kandidat Pilpres AS akan mendiskusikan sejumlah isu, salah satunya isu ekonomi. Debat ini diselenggarakan oleh ABC News dan dimoderatori oleh David Muir dan Linsey Davis. Debat ini diadakan setelah jajak pendapat terbaru menunjukkan persaingan untuk Gedung Putih masih ketat.

    Apa saja poin-poin debat Pilpres AS ini?

    1. Trump Tuding Harris Benci Israel

    Dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Rabu (11/9/2024), Trump mengklaim perang Gaza tidak akan terjadi jika dirinya yang menjabat sebagai Presiden AS.

    “Dia (Harris-red) membenci Israel. Pada saat yang sama, dengan caranya sendiri, dia membenci populasi Arab karena seluruh negara akan diledakkan — Arab, orang-orang Yahudi, Israel,” ujar Trump dalam debat capres yang digelar di Philadelphia pada Selasa (10/9) waktu setempat.

    “Jika dia (Harris-red) menjadi presiden, saya meyakini bahwa Israel tidak akan ada dalam dua tahun dari sekarang. Israel akan lenyap,” ucapnya.

    Bagaimana tanggapan Harris? Baca halaman selanjutnya.

    2. Harris Ingin Perang Gaza Diakhiri

    Harris menimpali komentar terakhir Trump dengan membalas bahwa tuduhan dirinya membenci Israel “sama sekali tidak benar”. Harris menegaskan dirinya mendukung Israel sepanjang hidup dan kariernya.

    Dalam debat yang sama, Harris menegaskan perang yang berkecamuk di Jalur Gaza harus diakhiri. Namun Harris juga menegaskan komitmen terhadap Israel yang merupakan sekutu dekat AS.

    “Yang kita ketahui adalah perang ini harus diakhiri,” tegas Harris, seperti dilansir Al Jazeera dan Indian Express.

    “Perang ini harus segera diakhiri, dan cara mengakhirinya adalah kita membutuhkan kesepakatan gencatan senjata dan kita membutuhkan (pembebasan) para sandera. Oleh karena itu, kita akan terus berupaya sepanjang waktu untuk mewujudkan hal itu,” cetusnya.

    3. Harris Yakin Trump Jadi Bahan Tertawaan

    Harris juga menyebut bahwa para pemimpin militer yang pernah bekerja dengan Trump menganggapnya sebagai “aib”.

    “Saya telah berkeliling dunia sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat dan para pemimpin dunia menertawakan Donald Trump,” ungkap Harris.

    “Saya telah berbicara dengan para pemimpin militer, beberapa di antaranya pernah bekerja dengan Anda, dan mereka mengatakan Anda adalah aib,” ucap Harris sambil menoleh ke arah Trump yang berdiri di podium.

    Lebih lanjut, Harris berpendapat bahwa Trump tidak memiliki “temperamen atau kemampuan untuk tidak merasa bingung dengan fakta”, yang merujuk pada penolakan sang mantan Presiden AS terhadap kekalahan dari Presiden Joe Biden dalam pilpres tahun 2020 lalu.

    Pernyataan Harris itu juga merujuk pada klaim-kliam Trump yang disampaikan terkait kasus-kasus pidana yang menjerat dirinya, yang pernah disebut Trump sebagai “senjata” Departemen Kehakiman AS di bawah pemerintahan Biden.

    4. Harris Singgung Masalah Ukraina

    Harris menuduh Trump gemar memanjakan orang-orang kuat seperti Putin. Dia juga menilai Trump akan “menyerah” jika menghadapi tekanan dari Putin, yang akan “memakan” Trump sebagai “makan siang”.

    “Putin akan duduk di Kyiv dengan matanya tertuju pada negara-negara Eropa lainnya, dimulai dengan Polandia,” ucap Harris dalam debat capres melawan Trump.

    “Seberapa cepat Anda akan menyerah demi kemurahan hari, dan apa yang Anda anggap sebagai persahabatan dengan apa yang dikenal sebagai seorang diktator yang akan memakan Anda untuk makan siang,” sebut Harris.

    Menurut kamus Merriam-Webster, idiom “memakan seseorang atau sesuai untuk makan siang” bisa berarti mengalahkan seseorang atau sesuatu dengan sangat buruk.

    Dalam debat capres ini, Harris juga menilai Trump mudah dimanipulasi oleh beberapa “pemimpin terburuk di dunia”. Dia bahkan mengatakan bahwa para pemimpin dunia selama ini menertawakan Trump.

    “Saya telah berkeliling dunia sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat dan para pemimpin dunia menertawakan Donald Trump,” ungkap Harris.

    5. Trump Kembali Tolak Kekalahan dari Biden dalam Pilpres AS

    Dalam debat capres itu, Trump kembali menolak untuk mengakui kekalahan dari Biden dalam pilpres tahun 2020 lalu. Dia mengklaim dirinya sedang sarkas ketika baru-baru ini tampak mengakui kekalahannya dalam pilpres tahun 2020.

    “Lihat, ada begitu banyak bukti. Yang harus Anda lakukan hanyalah melihatnya… Saya mendapat hampir 75 juta suara, suara terbanyak yang dimiliki presiden mana pun yang menjabat. Saya diberitahu jika saya mendapatkan 63 (juta suara), yang saya dapatkan tahun 2016, Anda tidak bisa dikalahkan dalam pemilu,” ucapnya.

    6. Trump Klaim Ini Debat Terbaiknya

    Trump menyebut debat capres melawan Wakil Presiden Kamala Harris, yang merupakan capres Partai Demokrat, sebagai “debat terbaik yang pernah ada”. Namun Trump menuduh para moderator debat capres ini tidak netral.

    “Saya pikir itu adalah debat terbaik saya, yang pernah ada, terutama karena debatnya TIGA LAWAN SATU!” tulis Trump dalam pernyataan via media sosial, seperti dilansir AFP, Rabu (11/9/2024).

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

  • Demi Akhiri Perang Gaza, Israel Tawarkan Ini ke Bos Hamas Yahya Sinwar

    Demi Akhiri Perang Gaza, Israel Tawarkan Ini ke Bos Hamas Yahya Sinwar

    Tel Aviv

    Israel menawarkan jalan keluar aman atau safe exit kepada pemimpin Hamas Yahya Sinwar, sebagai imbalan kelompok itu membebaskan para sandera dan menyerahkan kendali atas Jalur Gaza. Tawaran ini mencuat saat keraguan semakin besar mengenai tekad Tel Aviv dan Hamas mewujudkan gencatan senjata.

    Tawaran safe exit untuk Sinwar itu, seperti dilansir Bloomberg dan Al Arabiya, Rabu (11/9/2024), dilontarkan oleh utusan sandera Israel Gal Hirsch dalam wawancara dengan biro media Bloomberg News di Washington DC, Amerika Serikat (AS), pada Selasa (10/9) waktu setempat.

    “Saya siap untuk memberikan jalur perjalanan yang aman kepada Sinwar, keluarganya, siapa pun yang ingin bergabung dengannya,” ucap Hirsch dalam wawancara tersebut.

    “Kami menginginkan para sandera kembali. Kami menginginkan demiliterisasi, tentu saja deradikalisasi — sebuah sistem baru yang akan mengelola Gaza,” cetusnya.

    Hirsch mengatakan dirinya telah mengajukan tawaran safe exit itu sekitar satu setengah hari yang lalu, dan menolak untuk menjelaskan tanggapan yang didapatnya sejauh ini. Dia hanya menegaskan bahwa Israel juga bersedia membebaskan para tahanan Palestina sebagai bagian dari kesepakatan apa pun.

    Lebih lanjut, Hirsch menggambarkan tawaran itu sebagai bagian dari upaya untuk menghasilkan solusi baru karena prospek gencatan senjata semakin suram. Para mediator, yang terdiri atas Qatar, Mesir dan AS, terus berupaya mengajukan proposal gencatan senjata baru kepada Tel Aviv, namun Hirsch mengatakan Hamas sejauh ini berusaha mendiktekan persyaratan dibandingkan bernegosiasi.

    Tidak diketahui secara jelas apakah kelompok Hamas akan menerima tawaran Israel agar Sinwar meninggalkan Jalur Gaza, terutama mengingat sejarah operasi Israel yang juga menargetkan anggota Hamas di luar negeri.

    Israel tidak mengklaim tanggung jawab atas pembunuhan pemimpin biro politik Hamas Ismail Haniyeh pada 31 Juli lalu di Teheran, Iran. Meskipun otoritas Iran secara terang-terangan menuduh Tel Aviv sebagai dalang pembunuhan Haniyeh, yang tewas dalam serangan yang menghantam wisma tamu di Teheran.

    Yang semakin parah, Israel memandang Sinwar sebagai dalang serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang di Jalur Gaza dan sebagai simbol perjuangan bersenjata Palestina. Sama seperti Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, Hirsch menyamakan Sinwar dengan Adolf Hitler.

    “Secara paralel, saya harus menjalankan rencana B, rencana C, dan rencana D karena saya harus memulangkan para sandera. Waktu terus berlalu, para sandera tidak memiliki waktu,” ucapnya.

    Para pemimpin Israel telah melontarkan gagasan pengasingan bagi para pemimpin Hamas sebelumnya. Pada Mei lalu, Netanyahu mengatakan kepada podcast “Call Me Back” bahwa gagasan pengasingan “ada, kami selalu mendiskusikannya, tapi menurut saya yang paling penting adalah mereka menyerah”.

    “Jika mereka (Hamas-red) meletakkan senjata mereka, perang akan berakhir,” tegas Netanyahu pada saat itu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Helikopter Militer Israel Jatuh di Gaza, 2 Tentara Tewas-7 Luka

    Helikopter Militer Israel Jatuh di Gaza, 2 Tentara Tewas-7 Luka

    Gaza City

    Israel mengakui sebuah helikopter militernya terjatuh di wilayah Jalur Gaza bagian selatan saat perang melawan Hamas terus berkecamuk. Sedikitnya dua tentara Israel tewas dan tujuh orang lainnya mengalami luka-luka dalam kecelakaan helikopter tersebut.

    Militer Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Rabu (11/9/2024), menyebut kecelakaan itu tidak disebabkan oleh “tembakan musuh”. Namun penyebab pasti dari jatuhnya helikopter militer itu belum diketahui secara jelas.

    “Penyelidikan awal… mengindikasikan bahwa kecelakaan itu bukan disebabkan oleh tembakan musuh,” tegas militer Israel.

    “Dua tentara IDF (Angkatan Bersenjata Israel-red) tewas akibat kecelakaan itu,” sebut pernyataan militer Israel tersebut.

    Disebutkan juga oleh militer Tel Aviv bahwa tujuh orang lainnya yang mengalami luka-luka itu telah dievakuasi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.

    Militer Israel menyatakan pihaknya sedang melakukan penyelidikan menyeluruh untuk mencari tahu penyebab kecelakaan tersebut.

    Disebutkan bahwa helikopter militer Israel itu terjatuh saat melakukan pendaratan di dekat kota Rafah, Jalur Gaza bagian selatan.

    Kematian dua tentara itu semakin menambah jumlah kerugian militer Israel dalam operasi militer yang dilancarkan di Jalur Gaza sejak Oktober tahun lalu. Sejauh ini, total sedikitnya 344 tentara Israel tewas dalam perang melawan Hamas di daerah kantong Palestina tersebut.

    Perang meletus setelah kelompok Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap wilayah Israel bagian selatan pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera.

    Serangan militer yang dilancarkan Israel terhadap Jalur Gaza untuk membalas Hamas selama 11 bulan terakhir telah memicu kehancuran dan banyak kematian. Laporan Kementerian Kesehatan Gaza, yang dikuasai Hamas, menyebut sedikitnya 41.020 orang tewas akibat rentetan serangan militer Tel Aviv.

    Kantor hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan sebagian besar korban tewas di Jalur Gaza adalah perempuan dan anak-anak.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Serangan Drone Israel Hantam Tepi Barat, 5 Warga Palestina Tewas

    Serangan Drone Israel Hantam Tepi Barat, 5 Warga Palestina Tewas

    Tepi Barat

    Serangan udara Israel menghantam area Tubas di Tepi Barat hingga menewaskan sedikitnya lima warga Palestina. Militer Tel Aviv mengklaim serangannya itu menargetkan “sel teroris” di wilayah tersebut.

    Juru bicara Bulan Sabit Merah Palestina Ahmed Jibril, seperti dilansir AFP, Rabu (11/9/2024), mengatakan bahwa lima orang tewas “akibat serangan udara Israel (terhadap) sekelompok warga di Tubas”.

    Dia menambahkan bahwa para korban tewas telah “dipindahkan ke rumah sakit pemerintah Turki di Tubas”.

    Menurut Bulan Sabit Merah Palestina, serangan drone itu terjadi di dekat sebuah masjid di area Tubas sekitar waktu subuh.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, menyebut pasukannya “saat ini melakukan aktivitas kontraterorisme di area Tubas dan Tammun” dan bahwa salah satu pesawat tempurnya “menyerang sel teroris bersenjata” selama operasi di Tubas, Tepi Barat bagian utara.

    Namun militer Tel Aviv tidak menyebutkan lebih lanjut soal korban jiwa.

    Seorang saksi mata mengatakan kepada AFP bahwa pasukan Israel “menyerbu kota Tubas dan kota Tammun di sebelah timur”.

    Pada akhir Agustus lalu, militer Israel melancarkan serangan besar-besaran di wilayah Tepi Barat bagian utara, termasuk area Tubas, bertempur melawan militan Palestina dan memicu kehancuran yang luas.

    Pekan lalu, otoritas medis Palestina melaporkan serangan udara Israel menghantam sebuah mobil di area Tubas hingga menewaskan lima orang.

    Pada saat itu, militer Israel mengklaim pasukannya melancarkan “tiga serangan terarah terhadap teroris-teroris bersenjata” dan menyebut mereka yang tewas termasuk Muhammad Zakaria Zubeidi, yang merupakan “teroris penting dari wilayah Jenin”.

    Israel menduduki Tepi Barat sejak tahun 1967 silam, dan semakin meningkatkan serangan mematikan di wilayah tersebut sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

    Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, sedikitnya 698 warga Palestina tewas di Tepi Barat oleh militer dan pemukim Israel sejak Oktober tahun lalu. Di kubu Israel, sedikitnya 23 orang termasuk personel pasukan keamanan tewas dalam serangan di Tepi Barat pada periode yang sama.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Israel Tak Sengaja Tembak Mati Warga Amerika di Tepi Barat, AS Murka!

    Israel Tak Sengaja Tembak Mati Warga Amerika di Tepi Barat, AS Murka!

    London

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken murka dan mengecam keras sekutunya, Israel, setelah militer Tel Aviv mengaku tentaranya “tidak sengaja” menembak mati seorang aktivis Amerika dalam aksi protes di Tepi Barat pekan lalu.

    Blinken menyebut pembunuhan semacam itu “tidak bisa dibenarkan” dan menyerukan “perubahan mendasar” pada cara pasukan Israel beroperasi di Tepi Barat setelah kematian aktivis perempuan, berkewarganegaraan AS, yang bernama Aysenur Ezgi Eygi tersebut.

    Demikian seperti dilansir CNN, Rabu (11/9/2024).

    Teguran tajam Blinken itu dilontarkan setelah Angkatan Bersenjata Israel (IDF) mengatakan pada Selasa (10/9) waktu setempat bahwa Eygi “sangat mungkin terkena tembakan IDF secara tidak langsung dan secara tidak disengaja”.

    Dalam penyelidikan awal terhadap insiden itu, IDF mengatakan tembakan tersebut tidak ditargetkan terhadap sang aktivis, namun terhadap “penghasut utama” dari “kerusuhan dengan kekerasan” yang terjadi di Persimpangan Beita, yang diklaim menjadi lokasi warga Palestina membakar ban dan melemparkan batu ke arah pasukan Israel. Tidak disebutkan lebih lanjut nama tersangka penghasut yang dimaksud.

    Gerakan Solidaritas Internasional (ISM), di mana Eygi menjadi sukarelawan, mengatakan bahwa aksi protes kelompoknya pada 6 September lalu di Tepi Barat berlangsung damai.

    Dalam konferensi pers di London, pada Selasa (10/9), Blinken menyebut pembunuhan Eygi “tidak beralasan dan tidak bisa dibenarkan”. Dia menuntut perubahan aturan keterlibatan pasukan Israel yang beroperasi di wilayah Tepi Barat.

    “Tidak seorang pun, tidak seorang pun boleh ditembak dan dibunuh karena menghadiri aksi protes. Tidak seorang pun boleh mempertaruhkan nyawanya hanya karena mengutarakan pandangan mereka,” tegas Blinken dalam pernyataannya.

    “Sekarang ada warga Amerika kedua yang terbunuh di tangan pasukan keamanan Israel. Itu tidak bisa diterima. Itu harus berubah. Dan kita akan memperjelas hal ini kepada anggota-anggota paling senior dalam pemerintahan Israel,” ucapnya.

    Warga Amerika pertama yang tewas di tangan pasukan Israel adalah Rachel Corrie, yang berstatus warga negara AS, yang terbunuh tahun 2003 silam saat berusaha menghentikan buldoser Israel menghancurkan rumah-rumah warga Palestina di Jalur Gaza.

    Blinken menambahkan bahwa AS “sudah sejak lama melihat” laporan soal pasukan Israel yang mengabaikan tindak kekerasan para pemukim Yahudi ekstremis terhadap warga Palestina di Tepi Barat, juga laporan soal penggunaan kekuatan berlebihan oleh tentara Tel Aviv terhadap warga Palestina.

    Tindak kekerasan Israel di wilayah Tepi Barat semakin meningkat dalam beberapa waktu terakhir, terutama setelah perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu. Dalam beberapa bulan terakhir, AS telah menjatuhkan rentetan sanksi menargetkan para pemukim Yahudi yang melakukan tindak kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat.

    Keluarga Aktivis AS Tak Percaya Investigasi Israel, Tuntut Penyelidikan Independen

    Keluarga aktivis AS berusia 26 tahun itu tidak mempercayai klaim Israel soal penembakan yang menewaskan Eygi dilakukan secara tidak disengaja. Mereka menyerukan kepada pemimpin-pemimpin AS untuk melakukan penyelidikan independen atas kematian Eygi.

    “Kami sangat tersinggung dengan anggapan bahwa pembunuhannya oleh seorang penembak jitu terlatih adalah hal yang tidak disengaja,” demikian pernyataan keluarga aktivis AS tersebut.

    Eygi yang lahir di Turki dan baru saja lulus dari Universitas Washington ini, ditembak saat berpartisipasi dalam aksi protes mingguan menentang permukiman Israel di dekat desa Beita, Palestina. Semua permukiman Yahudi yang dibangun Israel di Tepi Barat dianggap ilegal di bawah hukum internasional.

    Keluarga Eygi menyebut temuan penyelidikan Israel “sama sekali tidak memadai”.

    “Ini tidak boleh disalahartikan sebagai apa pun kecuali serangan yang disengaja, ditargetkan dan terarah oleh militer terhadap seorang warga sipil yang tidak bersenjata,” tegas pihak keluarga Eygi.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Houthi Tembak Jatuh Drone Militer AS di Yaman

    Houthi Tembak Jatuh Drone Militer AS di Yaman

    Sanaa

    Kelompok pemberontak Houthi yang bermarkas di Yaman mengklaim telah menembak jatuh sebuah drone militer MQ-9 milik Amerika Serikat (AS). Houthi menyebut drone AS itu ditembak jatuh saat melakukan tindakan permusuhan di wilayah udara Provinsi Marib di Yaman.

    Juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, dalam pernyataannya via video, seperti dilansir Al-Arabiya dan Al Jazeera, Senin (9/9/2024), mengklaim sebuah drone MQ-9 Reaper telah ditembak jatuh oleh pertahanan udara di Marib.

    “Drone itu sedang melakukan aktivitas permusuhan,” sebut Saree dalam pernyataannya.

    Marib merupakan wilayah yang sejak lama diperebutkan dan merupakan lokasi ladang minyak dan gas utama yang dikuasai oleh sekutu koalisi pimpin Arab Saudi yang memerangi Houthi sejak tahun 2015, usai konflik sipil Yaman pecah setahun sebelumnya.

    Saree tidak menyampaikan informasi lebih detail soal bagaimana Houthi menjatuhkan drone militer AS tersebut. Namun, seperti dilaporkan Associated Press, Iran yang mendukung Houthi telah mempersenjatai kelompok itu dengan rudal permukaan-ke-udara yang dikenal sebagai 358 selama bertahun-tahun.

    Teheran terus membantah tuduhan yang menyebut pihaknya mempersenjatai Houthi, meskipun persenjataan buatan Iran telah ditemukan di medan pertempuran dan disita dalam pengiriman melalui jalur laut menuju Yaman, yang mengabaikan embargo senjata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    “Houthi terus melakukan tugas jihad mereka dalam kemenangan bagi rakyat Palestina yang tertinda dan membela Yaman,” tegas Saree dalam pernyataannya.

    Saree, dalam pernyataannya, juga menyebut drone itu menjadi drone ke-8 untuk jenis yang sama yang telah ditembak jatuh oleh Houthi sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu. Namun kelompok Houthi tidak merilis foto atau video untuk membuktikan klaim mereka telah menembak jatuh drone AS.

    Beberapa waktu lalu, Houthi selalu merilis gambar atau video untuk mendukung klaim mereka menjatuhkan drone-drone militer asing di wilayah Yaman. Sejak merebut ibu kota Sanaa tahun 2014 lalu, Houthi telah berulang kali mengklaim telah menembak jatuh drone MQ-9 Reaper buatan AS.

    Drone MQ-9 Reaper, yang per unitnya berharga sekitar US$ 30 juta atau setara Rp 463,2 miliar, merupakan drone canggih yang bisa terbang pada ketinggian hingga 50.000 kaki atau 15.240 meter dan memiliki daya tahan hingga 24 jam tanpa mendarat.

    Drone jenis ini telah diterbangkan oleh militer AS dan Badan Intelijen Pusat AS atau CIA di wilayah udara Yaman selama bertahun-tahun, terutama sejak perang sipil pecah di negara tersebut usai Houthi memberontak melawan pemerintah Sanaa yang diakui dunia internasional pada akhir tahun 2014 lalu.

    Pertempuran di Yaman sebagian besar telah berakhir usai gencatan senjata yang dimediasi PBB disepakati dan diberlakukan sejak Desember 2023.

    Namun Houthi semakin meningkatkan serangan yang menargetkan kapal-kapal yang berlayar di jalur internasional di Laut Merah dan sekitarnya, sejak perang berkecamuk antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu.

    Serangan itu disebut oleh Houthi sebagai bentuk solidaritas untuk warga Palestina di Jalur Gaza yang terus digempur militer Israel.

    Sementara itu, militer AS, dalam pernyataan kepada Associated Press, mengatakan pihaknya mengetahui klaim Houthi, namun menegaskan “tidak menerima laporan” soal drone militernya ditembak jatuh di Yaman.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Pemukim Ekstremis Israel Kian Gencar Rebut Tanah Warga Palestina

    Pemukim Ekstremis Israel Kian Gencar Rebut Tanah Warga Palestina

    Jakarta

    Pada Oktober silam, seorang nenek Palestina, Ayesha Shtayyeh mengatakan bahwa seorang laki-laki menodongkan pistol ke kepalanya lalu menyuruhnya meninggalkan rumah yang telah dia tinggali selama 50 tahun.

    Kepada BBC, dia mengatakan bahwa ancaman bersenjata tersebut merupakan puncak dari tindakan pelecehan dan intimidasi yang kian kejam sejak tahun 2021, setelah sebuah pos pemukim ilegal didirikan di dekat rumahnya di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

    Jumlah pos-pos ini telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, berdasarkan analisis terbaru BBC.

    Saat ini, setidaknya ada 196 pos di Tepi Barat dan 29 di antaranya didirikan tahun lalu, lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya.

    Pos-pos tersebut yang bisa berupa pertanian, klaster perumahan, atau bahkan sekumpulan karavan sering kali tidak memiliki batas-batas yang jelas. Pos-pos ini juga ilegal berdasarkan hukum Israel dan internasional.

    Namun, BBC World Service telah melihat dokumen-dokumen yang menunjukkan bahwa organisasi-organisasi yang berhubungan erat dengan pemerintah Israel telah menyediakan uang dan tanah yang digunakan untuk mendirikan pos-pos ilegal baru.

    BBC juga telah menganalisis sumber intelijen terbuka untuk mengecek penyebarannya, dan telah menyelidiki pemukim yang menurut Ayesha Shtayyeh mengancamnya.

    Tidak ada data resmi perihal pos-pos tersebut. Namun BBC Eye meninjau daftar pos-pos tersebut dan lokasinya yang dikumpulkan oleh organisasi-organisasi pengawas anti-permukiman Israel, Peace Now dan Kerem Navot serta Otoritas Palestina, yang memerintah di sebagian wilayah Tepi Barat.

    Kami menganalisis ratusan citra satelit untuk melakukan verifikasi pos-pos telah yang dibangun di lokasi-lokasi tersebut untuk mengonfirmasi tahun pendiriannya.

    BBC juga memeriksa unggahan media sosial, publikasi pemerintah Israel, dan sumber-sumber berita untuk menguatkan hal ini dan menunjukkan bahwa pos-pos tersebut masih digunakan.

    Analisis kami menunjukkan bahwa hampir setengah (89) dari 196 pos yang kami verifikasi telah dibangun sejak tahun 2019.

    BBC

    Beberapa di antara pos-pos tersebut berkaitan dengan meningkatnya kekerasan terhadap komunitas Palestina di Tepi Barat.

    Pada awal tahun ini, pemerintah Inggris memberikan sanksi kepada delapan pemukim ekstremis karena menghasut atau melakukan kekerasan terhadap warga Palestina. Setidaknya enam orang di antaranya telah mendirikan, atau tinggal di pos-pos ilegal.

    Seorang mantan komandan tentara Israel di Tepi Barat, Avi Mizrahi, mengatakan bahwa sebagian besar pemukim adalah warga negara Israel yang taat hukum, namun dia mengakui bahwa keberadaan pos-pos tersebut kekerasan lebih mungkin terjadi.

    “Setiap kali mereka menempatkan pos-pos secara ilegal di daerah tersebut, itu menimbulkan ketegangan dengan warga Palestina yang tinggal di daerah yang sama,” kata Mizrahi.

    Salah satu pemukim ekstremis yang diberi sanksi oleh Inggris adalah Moshe Sharvit, laki-laki yang menurut Ayesha mengancamnya dengan todongan senjata.

    AS menjatuhkan sanksi terhadap Sharvit dan pos yang dia dirikan kurang dari 800 meter dari rumah Ayesha. Posnya digambarkan sebagai “markas tempat dia melakukan kekerasan terhadap warga Palestina”.

    “Dia membuat hidup kami seperti di neraka,” kata Ayesha, yang kini harus tinggal bersama putranya di sebuah kota yang dekat dengan Nablus.

    BBC

    Pos-pos ini tidak mengantongi persetujuan berdasarkan perencanaan resmi Israel, berbeda dengan permukiman yang biasanya lebih besar, berbentuk kawasan, atau kantong-kantong Yahudi yang dibangun di seluruh Tepi Barat, yang legal menurut hukum Israel.

    Keduanya dianggap ilegal di bawah hukum internasional, yang melarang pemindahan penduduk sipil ke wilayah pendudukan.

    Namun, banyak pemukim yang tinggal di Tepi Barat mengeklaim bahwa, sebagai orang Yahudi, mereka memiliki hubungan religius dan historis dengan tanah tersebut.

    Pada Juli, pengadilan tertinggi PBB, dalam putusan penting, mengatakan bahwa Israel harus menghentikan semua aktivitas permukiman baru dan mengevakuasi semua pemukim dari Wilayah Palestina yang Diduduki.

    Israel menolak pendapat tersebut dan menyebutnya “salah secara fundamental” serta berat sebelah.

    Meskipun pos-pos permukiman tidak memiliki status hukum, hanya ada sedikit bukti bahwa pemerintah Israel berupaya mencegah pertumbuhan jumlah pemukim yang cepat.

    BBC telah melihat bukti baru yang menunjukkan bagaimana dua organisasi yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Israel telah menyediakan dana dan tanah yang digunakan untuk mendirikan pos-pos baru di Tepi Barat.

    Salah satunya adalah Organisasi Zionis Dunia (World Zionist Organization/WZO), sebuah badan internasional yang didirikan lebih dari seabad yang lalu dan berperan penting dalam pendirian negara Israel.

    WZO memiliki Divisi Permukiman, yang bertanggung jawab mengelola area yang luas di tanah yang diduduki Israel sejak 1967. Divisi ini didanai sepenuhnya oleh anggaran publik Israel dan menggambarkan organisasinya sebagai “perpanjangan tangan negara Israel”.

    Kontrak-kontrak yang diperoleh oleh Peace Now, yang kemudian dianalisis oleh BBC, menunjukkan bahwa Divisi Permukiman telah berulang kali mengalokasikan lahan untuk membangun pos-pos pemukiman.

    Di dalam kontrak-kontrak tersebut, WZO melarang pembangunan bangunan apapun dan mengatakan bahwa lahan tersebut hanya boleh digunakan untuk peternakan atau pertanian. Namun citra satelit mengungkapkan bahwa setidaknya dalam empat kasus, pos-pos ilegal dibangun di atasnya.

    Salah satu kontrak ini ditandatangani oleh Zvi Bar Yosef pada tahun 2018. Sama seperti Moshe Sharvit, dia dijatuhi sanksi oleh Inggris dan Amerika Serikat pada awal tahun ini karena melakukan kekerasan dan intimidasi terhadap warga Palestina.

    Kami menghubungi WZO untuk menanyakan apakah mereka mengetahui bahwa beberapa bidang tanah yang dialokasikan untuk menggembala ternak dan pertanian digunakan untuk pembangunan pos-pos ilegal. Mereka tidak memberikan tanggapan. Kami juga mengajukan pertanyaan kepada Zvi Bar Yosef, tetapi tidak mendapat jawaban.

    BBC juga menemukan dua dokumen yang mengungkapkan bahwa organisasi pemukim utama lainnya Amana, meminjamkan ratusan ribu shekel untuk membantu mendirikan pos-pos.

    Dalam satu kasus, organisasi ini meminjamkan NIS 1.000.000 (setara Rp4,2 miliar) kepada seorang pemukim untuk membangun rumah-rumah kaca di sebuah pos terdepan yang dianggap ilegal berdasarkan hukum Israel.

    BBCDokumen pengadilan mengenai sengketa perdata yang melibatkan pemukim mengungkapkan bahwa Amana menyediakan dana yang digunakan untuk membangun pos-pos

    Amana didirikan pada tahun 1978 dan telah bekerja sama dengan pemerintah Israel untuk membangun permukiman di seluruh Tepi Barat sejak saat itu.

    Namun dalam beberapa tahun terakhir, bukti-bukti yang berkembang menunjukkan bahwa Amana juga mendukung pos-pos permukiman.

    Dalam sebuah rekaman dari pertemuan para eksekutif pada tahun 2021 yang dibocorkan oleh seorang aktivis, terdengar CEO Amana Zeev Hever menyatakan: “Dalam tiga tahun terakhir… satu operasi yang telah kami kembangkan adalah peternakan penggembalaan [pos terdepan].”

    “Saat ini, area [yang mereka kuasai] hampir dua kali lebih luas dari pemukiman yang telah dibangun.”

    Tahun ini, pemerintah Kanada memasukkan Amana ke dalam daftar sanksi terhadap individu dan organisasi yang bertanggung jawab atas “tindakan kekerasan dan destabilisasi terhadap warga sipil Palestina serta harta benda mereka di Tepi Barat”. Sanksi tersebut tidak menyebutkan pos-pos.

    BBC telah menghubungi Amana untuk menanyakan mengapa mereka memberikan pinjaman yang digunakan untuk mendirikan pos-pos. Mereka tidak menanggapi pertanyaan BBC.

    Ada juga kecenderungan pemerintah Israel secara retroaktif melegalkan pos-pos yang secara efektif mengubahnya menjadi permukiman.

    Pada tahun lalu, misalnya, pemerintah Israel telah memproses legalisasi 10 pos, dan telah melegalkan setidaknya enam pos lainnya.

    Pada bulan Februari, Moshe Sharvit, pemukim yang mengusir Ayesha dari rumahnya, mengadakan acara di posnya yang divideokan oleh seorang juru kamera lokal.

    Secara terang-terangan, dia menjelaskan betapa efektifnya pos-pos terdepan ini untuk merebut tanah.

    “Penyesalan terbesar ketika kami [pemukim] membangun permukiman adalah kami terjebak di dalam pagar dan tidak bisa berkembang,” kata dia kepada orang banyak.

    “Kebun ini sangat penting, tetapi yang paling penting bagi kami adalah daerah sekitarnya.”

    Dia mengeklaim bahwa dia sekarang menguasai sekitar 7.000 dunam (tujuh kilometer persegi) lahan, yang lebih luas daripada permukiman berpenduduk ribuan orang di Tepi Barat.

    Tujuan utama beberapa pemukim yang mendirikan dan tinggal di pos-pos ini adalah menguasai wilayah luas yan seringkali mengorbankan masyarakat Palestina, kata Hagit Ofran dari Peace Now.

    “Para pemukim yang tinggal di puncak bukit [pos-pos] menganggap diri mereka sebagai ‘pelindung tanah’ dan pekerjaan sehari-hari mereka adalah mengusir warga Palestina dari daerah tersebut,” kata Ofran.

    Ayesha mengatakan bahwa Moshe Sharvit memulai aksi pelecehan dan intimidasi tak lama setelah dia mendirikan posnya pada akhir 2021.

    Ketika suaminya, Nabil, menggembala kambingnya di padang rumput yang telah dia gunakan selama puluhan tahun, Sharvit akan segera tiba dengan ATV dan mengusir hewan-hewan itu.

    “Saya menjawab bahwa kami akan pergi jika pemerintah, atau polisi, atau hakim menyuruh kami pergi,” kata Nabil.

    “Dia mengatakan kepada saya: ‘Saya pemerintah, dan saya hakim, dan saya polisi.”

    Baca juga:

    Kepala Komisi Perlawanan Permukiman dan Penjajah dari Otoritas Palestina, Moayad Shaaban mengatakan bahwa dengan membatasi akses ke lahan penggembalaan, para pemukim seperti Moshe Sharvit membuat petani Palestina semakin terdesak.

    “Ini mencapai titik di mana warga Palestina tidak memiliki apa-apa lagi. Mereka tidak bisa makan, tidak bisa menggembala, tidak bisa mendapatkan air,” katanya.

    Setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel Selatan dan operasi balasan Israel di Gaza, tindakan pelecehan oleh Moshe Sharvian menjadi kian agresif, kata Ariel Moran yang mendukung komunitas Palestina menghadapi agresi pemukim.

    Sharvit selalu membawa pistol ke ladang, tetapi sekarang dia mulai mendekati para aktivis dan warga Palestina dengan senapan serbu yang disampirkan di bahunya. Ancamannya menjadi lebih mengerikan, kata Ariel.

    “Saya rasa dia melihat kesempatan untuk mengambil jalan pintas dan tidak perlu menunggu satu atau dua tahun lagi untuk secara bertahap membuat mereka [keluarga-keluarga Palestina] lelah,” tutur Ariel.

    “Lakukan saja dalam semalam. Dan itu berhasil.”

    Banyak keluarga, seperti keluarga Ayesha, meninggalkan rumah mereka setelah mendapat ancaman dari Moshe Sharvit. Itu terjadi beberapa pekan setelah 7 Oktober.

    Di seluruh Tepi Barat, OCHAKantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB mengatakan bahwa eskalasi kekerasan oleh pemukim telah mencapai “tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya”.

    Dalam 10 bulan terakhir, tercatat lebih dari 1.100 serangan pemukim terhadap warga Palestina. Setidaknya 10 warga Palestina tewas dan lebih dari 230 lainnya terluka oleh para pemukim sejak 7 Oktober, menurut OCHA.

    Selain itu, lima pemukim telah tewas dan setidaknya 17 orang terluka oleh warga Palestina di Tepi Barat dalam kurun waktu yang sama.

    Pada Desember 2023, dua bulan setelah mereka dipaksa meninggalkan rumah mereka, kami merekam Ayesha dan Nabil saat kembali untuk mengambil beberapa barang mereka.

    Ketika sampai, mereka melihat rumah itu telah diobrak-abrik. Di dapur, lemari-lemari lepas dari engselnya. Di ruang tamu, seseorang telah mencabik dudukan sofa dengan pisau.

    “Saya tidak menyakiti dia. Saya tidak melakukan apa pun padanya. Apa yang telah saya lakukan sehingga saya pantas menerima ini?” kata Ayesha.

    Ketika mereka mulai memilah-milah kerusakan, Moshe Sharvit muncul dengan buggy. Tak lama kemudian, polisi dan tentara Israel tiba.

    Mereka mengatakan kepada pasangan itu, dan para aktivis perdamaian Israel yang menemani mereka, bahwa mereka harus meninggalkan daerah itu.

    “Dia tidak meninggalkan apa pun untuk kami,” kata Ayesha kepada BBC.

    Kami menghubungi Moshe Sharvit beberapa kali untuk meminta tanggapannya atas tuduhan yang dilontarkan kepadanya, tetapi dia tidak merespons.

    Pada Juli 2023, BBC menghampirinya secara langsung di posnya untuk meminta tanggapannya atas tuduhan tersebut dan juga untuk menanyakan apakah dia akan mengizinkan warga Palestina seperti Ayesha untuk kembali ke daerah tersebut.

    Dia mengatakan bahwa dia tidak tahu apa yang kami bicarakan dan menyangkal bahwa dia adalah Moshe Sharvit.

    Grafis oleh Kate Gaynor dan tim Jurnalisme Visual World Service

    Baca juga:

    (ita/ita)

  • Erdogan Serukan Negara-negara Islam Bikin Aliansi Melawan Israel

    Erdogan Serukan Negara-negara Islam Bikin Aliansi Melawan Israel

    Istanbul

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyerukan negara-negara Islam untuk membentuk aliansi guna melawan Israel. Erdogan mencetuskan aliansi negara-negara Islam itu harus melawan apa yang disebutnya sebagai “ancaman ekspansionisme yang semakin berkembang” dari Tel Aviv.

    Seruan dari Erdogan itu, seperti dilansir Reuters, Senin (9/9/2024), disampaikan setelah dia membahas apa yang disebut para pejabat Palestina dan Turki sebagai pembunuhan oleh pasukan Israel terhadap seorang wanita keturunan Turki-Amerika yang ikut unjuk rasa menentang perluasan permukiman Yahudi di Tepi Barat.

    “Satu-satunya langkah yang akan menghentikan arogansi Israel, banditisme Israel, dan terorisme negara Israel adalah aliansi negara-negara Islam,” cetus Erdogan saat berbicara dalam acara asosiasi sekolah-sekolah Islam di dekat Istanbul.

    Erdogan mengatakan bahwa langka-langkah baru-baru ini yang diambil Turki untuk meningkatkan hubungan dengan Mesir dan Suriah bertujuan untuk “membentuk garis solidaritas dalam melawan meningkatnya ancaman ekspansionisme”, yang menurutnya juga mengancam Lebanon dan Suriah.

    Pekan ini, Erdogan menjamu Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi di Ankara. Kunjungan itu yang pertama dalam 12 tahun terakhir bagi seorang Presiden Mesir untuk mendatangi Turki. Keduanya membahas soal perang Gaza dan cara-cara untuk memperbaiki hubungan kedua negara yang sejak lama membeku.

    Hubungan antara Ankara dan Kairo mulai mencair pada tahun 2020 ketika Turki memulai upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan dengan negara-negara yang bermusuhan di kawasan.

    Erdogan mengatakan pada Juli lalu bahwa Turki akan menyampaikan undangan kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad “kapan saja” untuk kemungkinan melakukan pembicaraan guna memulihkan hubungan antara kedua negara bertetangga itu, yang memutuskan hubungan tahun 2011 lalu usai konflik Suriah pecah.

    Lihat Video ‘Erdogan Kecam Militer Israel yang Tembak Mati Aktivis Turki-AS di Tepi Barat’:

    Israel belum memberikan komentar atas pernyataan Erdogan tersebut.

    Militer Israel mengatakan setelah insiden pada Jumat (6/9) lalu bahwa pihaknya sedang menyelidiki laporan soal wanita warga negara asing “tewas akibat tembakan di Tepi Barat”. Disebutkan bahwa detail insiden itu dan situasi yang melingkupinya masih dalam peninjauan.

    Kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu juga belum berkomentar atas insiden penembakan itu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Pria Yordania Tembak Mati 3 Warga Israel di Perbatasan Tepi Barat

    Pria Yordania Tembak Mati 3 Warga Israel di Perbatasan Tepi Barat

    Jakarta

    Seorang pengemudi truk menyerang warga Israel di perbatasan antara Tepi Barat dengan wilayah yang diduduki oleh Yordania. Serangan ini mengakibatkan tiga penjaga keamanan dari kalangan sipil Israel meninggal dunia.

    Dilansir AFP, Minggu (8/9/2024), Kementerian dalam negeri Yordania melakukan investigasi awal kasus tersebut. Pria penyerang itu teridentifikasi adalah sebagai warga negara Yordania bernama Maher Diab Hussein al-Jazi.

    Serangan langka di perbatasan Jembatan Allenby terjadi di tengah meningkatnya kekerasan di Tepi Barat dengan serangan besar-besaran Israel dan serangan oleh warga Palestina, dan dengan latar belakang perang Israel-Hamas Gaza, yang sekarang memasuki bulan ke-12.

    Militer Israel mengatakan “seorang teroris” mencapai area penyeberangan, yang juga dikenal sebagai Jembatan Raja Hussein, dengan truk “dari Yordania”.

    Pengemudi “keluar dari truk dan melepaskan tembakan ke pasukan keamanan Israel yang beroperasi di jembatan”, kata pernyataan militer.

    “Tiga warga sipil Israel dinyatakan tewas akibat serangan itu,” katanya, mengklarifikasi kepada AFP bahwa mereka adalah “penjaga keamanan” dan bukan tentara atau polisi.

    Militer Israel menambahkan bahwa penyerang ditembak mati.

    Hamas memuji serangan itu tetapi tidak mengklaim bertanggung jawab atasnya, menambahkan bahwa itu “menegaskan penolakan masyarakat Arab terhadap pendudukan (Israel), kejahatannya, dan ambisinya di Palestina dan Yordania”.

    Penyeberangan, di Lembah Yordan, adalah satu-satunya pintu gerbang internasional bagi warga Palestina dari Tepi Barat yang tidak mengharuskan memasuki Israel, yang telah menduduki wilayah itu sejak 1967.

    (aik/aik)

  • Polisi Jerman Tembak Mati Pria Bersenjata di Dekat Konsulat Israel

    Polisi Jerman Tembak Mati Pria Bersenjata di Dekat Konsulat Israel

    Munich

    Seorang pria bersenjata melepas tembakan ke arah polisi Jerman yang berjaga di dekat Konsulat Israel dan museum sejarah Nazi di Munich. Baku tembak pun terjadi yang berujung pria bersenjata itu ditembak mati di lokasi kejadian oleh polisi Jerman.

    Menteri Dalam Negeri negara bagian Bavaria, Joachim Herrmann, seperti dilansir AFP dan Reuters, Kamis (5/9/2024), melaporkan bahwa pelaku menggunakan senapan dalam aksinya.

    “Polisi merespons dengan kekuatan bersenjata terhadap pelaku, yang membawa senapan dan melepaskan sejumlah tembakan,” tutur Hermann dalam pernyataannya.

    “Atas campur tangan polisi, pelaku berhasil dihentikan dan kemungkinan tewas di lokasi kejadian,” imbuhnya.

    Identitas pelaku tidak diungkap ke publik oleh otoritas setempat. “Pelakunya seorang laki-laki dan kami mengetahui dia beraksi di sini dengan senjata laras panjang,” ucap juru bicara Kepolisian Munich dalam pernyataan terpisah.

    Motif di balik aksi penembakan itu belum diketahui secara jelas.

    Namun Hermann mengatakan “jelas bahwa lokasi kejadian” di dekat pusat dokumentasi dan misi diplomatik Israel “dapat memberikan petunjuk lebih lanjut” tentang motif pria bersenjata tersebut.

    Dalam pernyataannya, Hermann menyebut bahwa insiden itu terjadi pada Kamis (5/9) yang merupakan “peringatan 52 tahun serangan mengerikan terhadap tim Israel selama Olimpiade” tahun 1972 silam yang dilakukan oleh kelompok militan Palestina.

    Serangan yang terjadi lima dekade lalu itu menewaskan 11 atlet Israel yang menjadi delegasi tim nasional dalam Olimpiade Munich.

    Kepolisian Munich dalam pernyataannya menyebut “tidak ada indikasi tersangka lainnnya” dan tidak ada korban luka dalam insiden ini.

    Kementerian Luar Negeri Israel, dalam pernyataan terpisah, mengatakan konsulatnya di Munich ditutup pada Kamis (5/9) untuk memperingati pembantaian saat Olimpiade Munich tahun 1972 silam dan tidak ada satu pun staf yang mengalami luka-luka dalam insiden tersebut.

    Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser menggambarkan insiden itu sebagai insiden serius, namun menolak berspekulasi mengenai situasinya dan latar belakangnya. “Perlindungan fasilitas Israel memiliki prioritas utama,” tegasnya.

    Museum dan lembaga penelitian yang fokus pada sejarah rezim Nazi Jerman tahun 1933-1945, terletak di dekat Konsulat Israel yang ada di area Maxvorstadt, Munich. Kepolisian mengatakan sebelumnya bahwa operasi besar sedang dilakukan sebagai respons atas sebuah insiden dan meminta masyarakat untuk menghindari area tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)