Negara: Palestina

  • Video: Hamas Tolak Proposal Gencatan Senjata Selama 48 Jam di Gaza

    Video: Hamas Tolak Proposal Gencatan Senjata Selama 48 Jam di Gaza

    Jakarta, CNBC Indonesia- Kelompok Hamas Palestina menolak proposal gencatan senjata jangka pendek dan kesepakatan pembebasan sandera dengan Israel. Hamas bersikukuh pada tuntutannya, yakni mengakhiri perang di Gaza secara permanen dan menarik seluruh pasukan Israel dari tanah Palestina

    Selengkapnya simak dalam Squawk Box, CNBC Indonesia (Selasa, 05/11/2024)

  • Aliansi Rusia-Belarusia-China Dinilai Bakal Jadi Penyeimbang Kekuatan Barat – Page 3

    Aliansi Rusia-Belarusia-China Dinilai Bakal Jadi Penyeimbang Kekuatan Barat – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Guru Besar ilmu Hubungan Internasional dari Universitas St.Petersburg, Connie Bakrie, menyatakan perkembangan keamanan global yang makin menuju pada multipolaritas membutuhkan kekuatan seimbang untuk menciptakan stabilitas.

    “Aliansi Rusia-Belarusia-China mewakili kekuatan yang tangguh untuk stabilitas regional dan keseimbangan kekuatan global,” kata Connie Bakrie dalam keterangannya, Senin (4/11/2024).

    Connie menyatakan pandangannya itu disampaikan juga ketika mengikuti Konferensi Internasional tentang Keamanan Eurasia, yang berlangsung di Minsk, Belarusia, pekan lalu.

    Konferensi Keamanan Eurasia itu digelar selama 2 hari, yaitu 31 Oktober sampai 1 November 2024. Konferensi tersebut dihadiri oleh perwakilan pejabat politik, keamanan, pakar dan juga analis isu pertahanan keamanan dari sekitar 30 negara.

    Tujuan dari digelarnya konferensi tersebut adalah untuk mengadakan diskusi yang lebih intensif mengenai prospek masa depan keamanan di kawasan Eurasia, khususnya dalam konteks perkembangan keamanan global yang dirasa sedang mengalami krisis akibat kontradiksi politik dan militer antar negara-negara kunci dunia. Konferensi ini juga diharapkan bisa menjadi jembatan komunikasi bagi negara-negara tersebut.

    Menurut Connie Bakrie, gabungan kemampuan militer, teknologi canggih, dan posisi strategis dari Rusia, Belarusia, China bisa menciptakan front yang tangguh dan solid serta mampu menantang dominasi Barat.

    “Hubungan yang mendalam dengan wilayah lain di Asia, membentuk kembali dinamika strategis kawasan dan sekitarnya,” kata Connie.

    Lebih lanjut, analis pertahanan militer dan intelijen itu menjelaskan bahwa saat ini ada pergeseran paradigma tatanan dunia, dari corak monosentrisme yang didominasi oleh kekuatan Barat pascaperang dingin, menjadi ke multipolar yang muncul dari kebangkitan China, Rusia, dan negara-negara lain.

    Oleh karena itu, pertanyaan yang harus dijawab adalah bagaimana cara untuk meminimalkan risiko keamanan di tengah transisi tatanan dunia yang semakin intensif tersebut.

    “Bagaimana menghidupkan kembali diplomasi ketika semua pihak fokus pada penguatan militer untuk menciptakan deterrence effect?” katanya.

    Presiden Joe Biden kembali ke Amerika Serikat dari Israel tanpa bertemu dengan para pemimpin Palestina atau Timur Tengah. Dengan konflik Israel-Hamas semakin memanas akibat ledakan di rumah sakit Gaza, kemampuan AS untuk mencegah perang meluas ke kaw…

  • Mendagri minta pemda jaga stabilitas inflasi jelang Pilkada 2024

    Mendagri minta pemda jaga stabilitas inflasi jelang Pilkada 2024

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Mendagri minta pemda jaga stabilitas inflasi jelang Pilkada 2024
    Dalam Negeri   
    Sigit Kurniawan   
    Senin, 04 November 2024 – 20:55 WIB

    Elshinta.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) menjaga stabilitas inflasi di tengah dinamika politik menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 pada 27 November mendatang.

    Dia menyampaikan Indonesia menunjukkan capaian positif dalam pengendalian inflasi dengan stabilitas yang relatif baik di tingkat nasional. Inflasi tahunan Indonesia (year-on-year) per Oktober 2024 mencapai angka 1,71 persen di mana sesuai dengan target pemerintah, termasuk di masa-masa krusial menjelang Pilkada kali ini.

    “Salah satu yang cukup bagus di dunia dan terkendali relatif cukup baik karena salah satunya adalah (sampai) ke daerah-daerah semua bergerak. Dulu banyak yang enggak paham mengenai inflasi dan bahkan tidak dilibatkan,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Senin (4/11).

    Prestasi ini juga mendapat pengakuan dari Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo yang memuji pengelolaan inflasi di Indonesia sebagai salah satu yang terbaik di dunia.

    Tito mengungkapkan dukungan dari daerah yang semakin memahami pentingnya pengendalian inflasi, berperan penting dalam keberhasilan tersebut.

    Dari data yang dikantonginya, Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-57 sebagai negara dengan tingkat inflasi terkendali di antara 186 negara di dunia.

    Upaya pengendalian inflasi ini menjadi bukti keberhasilan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah dalam menjaga kestabilan harga, terutama di daerah-daerah yang menunjukkan potensi kenaikan harga.

    “Dari 186 negara di dunia, kita 57 yang relatif terkendali ya angkanya. Beberapa negara kita lihat, seperti Argentina, 209 persen, itu terjadi dolarisasi. Uang lokalnya sudah nggak berharga lagi. Suriah, Sudan, Palestina yang sekarang lagi perang, inflasi harga gila-gilaan naik 60 persen,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, pemerintah pusat dengan dibantu pemda berupaya menjamin distribusi sembako secara merata selama masa kampanye menjelang Pilkada Serentak 2024.

    Kemendagri mendorong kesiapan daerah dalam memantau dan memastikan ketersediaan komoditas di pasar hingga waktu selesainya pilkada.

    Sumber : Antara

  • G-Dragon Gaet Label Palestina untuk Lagu ‘Power’

    G-Dragon Gaet Label Palestina untuk Lagu ‘Power’

    Jakarta, Beritasatu.com – Penyanyi  asal Korea Selatan, G-Dragon resmi comeback dengan single terbaru berjudul Power. Namun, ternyata di balik lagu tersebut ada campur tangan label dari Palestina.

    Dalam karya terbarunya ini, personel grup idola K-Pop BigBang itu mendapat banyak pujian karena bekerja sama dengan label independen Palestina, Empire.

    Diketahui, perusahaan label tersebut didirikan oleh Ghazi Shami, yakni seorang pengusaha Palestina yang kerap vokal dalam memperjuangkan tanah airnya dari agresi Israel.

    Keputusan pemilik nama lengkap Kwon Ji Yong itu untuk berkolaborasi dengan Empire menarik perhatian penggemar di seluruh dunia, terutama karena pengaruh besarnya di industri K-Pop.

    “Sebenarnya saya bukan penggemar G-Dragon, tetapi saya sangat menghormati G-Dragon. Artinya dia juga mendukung Palestina, luar biasa, bangga,” tulis @ma***.

    “Terima kasih G-Dragon telah memilih untuk mendukung Palestina,” ujar @sap***.

    “Dia bisa saja bergabung dengan label besar lainnya, tetapi G-Dragon lebih memilih label independen yang mendukung Palestina,” kata @mi***.

    Ini merupakan perilisan lagu pertama G-Dragon di bawah naungan agensi Galaxy Corporation. Sebelumnya, pada 20 Desember 2023, ia mengumumkan perpisahannya dari YG Entertainment dan pada hari yang sama bergabung dengan Galaxy Corporation.

    Tak hanya itu saja, Power juga meraih kesuksesan di berbagai platform streaming musik iTunes di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

    Dilansir dari Soompi, single Power yang dirilis pada 31 Oktober 2024 ini dengan cepat melesat ke puncak tangga lagu iTunes internasional.

    Hingga 1 November 2024 waktu setempat, Power berhasil menduduki posisi nomor satu di tangga lagu iTunes Top Songs di setidaknya 15 wilayah, seperti Taiwan, Hong Kong, Finlandia, Vietnam, Thailand, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Peru, Filipina, Malaysia, Kamboja, Kazakhstan, Makau, Mongolia, dan Oman.

    Lagu ini juga masuk dalam sepuluh besar di 28 wilayah lainnya, termasuk Jepang, Norwegia, Singapura, Irlandia, Indonesia, Bahrain, Brasil, Kirgizstan, Paraguay, Kolombia, Rusia, India, dan Meksiko.

    Di negara asalnya, yaitu Korea Selatan (Korsel) Power menguasai tangga lagu di beberapa platform, seperti Melon, Genie, Bugs, dan Vibe.

    Video musiknya pun berhasil mencapai lebih dari 10 juta tampilan di YouTube dengan cepat, tepatnya sekitar pukul 23.00 pada 1 November 2024 waktu Korea Selatan.

  • 10
                    
                        Kenapa Negara Arab Tidak Membantu Palestina atau Bersatu Melawan Israel?
                        Internasional

    10 Kenapa Negara Arab Tidak Membantu Palestina atau Bersatu Melawan Israel? Internasional

    Kenapa Negara Arab Tidak Membantu Palestina atau Bersatu Melawan Israel?
    Tim Redaksi
    GAZA, KOMPAS.com
    – “Di mana orang-orang Arab?! Di mana orang-orang Arab?!”
    Pertanyaan itu dilontarkan seseorang yang muncul dari puing-puing seraya menggendong anak-anak yang sudah meninggal. Dia berteriak tanpa daya ke arah kamera yang menyorotnya.
    Pertanyaan ini terus diulang oleh warga Gaza yang keheranan mengapa orang-orang di negara kawasan Arab tidak melindungi mereka dari pengeboman Israel.
    Setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 menewaskan 1.200 warga Israel terbunuh dan 250 orang lainnya diculik, semua mata langsung tertuju pada Timur Tengah.
    Seberapa jauh pembalasan yang akan dilakukan Israel? Bagaimana penduduk dan pemerintah Arab menanggapi guncangan kemanusiaan yang terjadi di wilayah tersebut?
    Pertanyaan pertama masih belum terjawab: Pengeboman Israel telah menghancurkan Jalur Gaza, merenggut nyawa lebih dari 42.500 warga Palestina, tetapi belum ada titik terang.
    Yang kedua adalah benar: Jika ada orang yang mengharapkan adanya protes besar di ibu kota utama dunia Arab, mereka akan kecewa.
    Adapun pemerintah negara-negara itu, “tanggapannya suam-suam kuku atau tidak sama sekali,” menurut Walid Kazziha, profesor ilmu politik di American University in Cairo (AUC), kepada
    BBC Mundo
    .
    Di luar kritik retoris terhadap Israel atau peran mediasi yang diadopsi oleh pemerintah seperti Qatar atau Mesir yang “murni sebagai perantara dan tidak mendukung Palestina,” kata Kazziha, tak satu pun negara-negara Arab memutuskan hubungan dengan Israel atau melakukan tindakan diplomatik dan tekanan ekonomi apa pun untuk mengakhiri perang.
    Mengapa perjuangan Palestina kehilangan relevansinya di antara pemerintah-pemerintah Arab di wilayah ini? Seperti hampir semua hal di Timur Tengah, jawabannya cukup rumit.
    Wilayah Timur Tengah tidak pernah benar-benar menjadi blok yang utuh dan homogen.
    Sepanjang sejarah, masyarakat Arab telah berbagi rasa identitas, bahasa, dan sebagian besar agama, serta kekhawatiran yang timbul dari pengaruh kolonial Eropa di wilayah tersebut.
    Namun, kepentingan pemerintah mereka terkadang berseberangan.
    Hubungan antara Palestina dan negara-negara Arab juga tidak mudah, terutama dengan negara-negara yang menerima sejumlah besar pengungsi setelah proklamasi Negara Israel pada 1948.
    Namun, perjuangan Palestina juga merupakan faktor pemersatu negara-negara Arab selama beberapa dekade.
    Selama periode ini, negara Israel dipandang “sebagai perpanjangan tangan dari kekuatan kolonial sebelumnya, yang telah menarik diri dari Timur Tengah,” menurut profesor kebijakan publik di Institut Pascasarjana Doha, Tamer Qarmout.
    “Israel sengaja ditempatkan di sana sebagai agen untuk melindungi kepentingan mereka, yang sebelumnya merupakan kepentingan Inggris dan Perancis, dan sekarang kepentingan Amerika Serikat,” ujar Tamer Qarmout kepada
    BBC Mundo
    .
    Perang yang dilancarkan terhadap Israel di masa lalu oleh negara-negara seperti Mesir, Suriah, dan Yordania tidak hanya untuk membela kepentingan nasional mereka, tetapi juga kepentingan Palestina, kata para analis.
    Namun, perang tersebut kini telah berlalu. Mesir dan Yordania telah menandatangani perjanjian damai dengan Israel beberapa dekade yang lalu.
    Maroko, Uni Emirat Arab dan Bahrain telah menormalisasi hubungan dengan Israel—negara yang hingga beberapa tahun lalu merupakan negara paria di wilayah tersebut.
    Bahkan Arab Saudi pun hampir melakukan hal yang sama sebelum 7 Oktober dan serangan Hamas.
    Bagi Dov Waxman, direktur Y&S Nazarian Center for Israel Studies di University of California, sejak awal konflik hingga hari ini, selama beberapa dekade terakhir, “masing-masing negara Arab mengikuti kepentingannya sendiri”.
    “Mereka berbicara tentang mendukung Palestina dan solidaritas, dan bukan berarti perasaan itu tidak tulus, tetapi pada akhirnya mereka mengikuti kepentingan nasional mereka.”
    “Ada banyak simpati terhadap bencana kemanusiaan yang dihadapi warga Gaza, dan mereka ingin pemerintah mereka berbuat lebih banyak. Mereka ingin hubungan diplomatik diputus. Mereka ingin para duta besar diusir, setidaknya ada tanggapan semacam itu,” ujar Fakhro.
    Namun, hal ini tidak terjadi.
    Menurut Imad K. Harb, direktur Riset dan Analisis di lembaga riset Arab Center di Washington, DC, “Pemerintah Arab telah lama meninggalkan Palestina.”
    Bagi Tamer Qarmout, ada sebuah titik balik yang telah mengubah seluruh dinamika di kawasan ini: pemberontakan rakyat yang mengguncang Timur Tengah dan Afrika Utara antara tahun 2010 dan 2012, yang dikenal dengan sebutan Kebangkitan Arab
    (Arab Spring).
    “Sejak saat itu, gelombang telah berubah sepenuhnya dan kegagalan pemberontakan ini telah membuat kawasan ini berada dalam ketidakpastian: banyak negara yang masih terbenam dalam konflik sipil, seperti Yaman, Suriah, atau Irak,” kata profesor dari universitas di Qatar ini.
    “Dua negara terakhir, yang merupakan negara sentral dan kuat dengan ide-ide politik yang dapat menantang AS, telah lenyap.”
    Di tengah keadaan krisis permamen ini, kendati bersimpati kepada Palestina, masyarakat Arab “merasa tak berdaya”, menurut Qarmout.
    “Mereka sendiri hidup di bawah tirani, otokrasi, dan kediktatoran. Dunia Arab berada dalam kondisi yang menyedihkan, orang-orang tidak memiliki kebebasan atau kemampuan dan aspirasi untuk hidup bermartabat,” kecam Qarmout.
    Meski begitu, respons sosial jauh lebih kuat daripada respons pemerintah, meskipun hal ini berkembang terutama di media sosial.
    Sejak
    Arab Spring
    , jalan-jalan di banyak negara di kawasan ini, seperti Mesir, menjadi terlarang bagi aktivisme.
    Jika dulu pemerintah otoriter mengizinkan masyarakat untuk melampiaskan rasa frustasi mereka dalam aksi demonstrasi membela Palestina, kini mereka khawatir protes semacam itu akan berujung pada hal yang lebih besar.
    Namun, itu bukan satu-satunya hal yang berubah dalam tahun-tahun penuh gejolak ini, ketika jutaan orang Arab turun ke jalan di negara-negara seperti Tunisia, Mesir, Libya, Suriah, Bahrain, dan Maroko untuk menuntut demokrasi dan hak-hak sosial.

    Arab Spring
    benar-benar merupakan guncangan dan mengubah dinamika dan prioritas banyak negara,” kata Qarmout.
    “Beberapa rezim lama tidak ada lagi dan yang lainnya berpikir bahwa mereka akan tertinggal, sehingga mereka panik, melihat ke kiri dan ke kanan dan mencari perlindungan.”
    “Banyak yang percaya pada gagasan yang dijual oleh Amerika Serikat bahwa Israel, sekutunya di kawasan itu, dapat melindungi mereka,” ujarnya.
    Perjanjian itu menjadi kesepakatan hubungan Barhain dan Uni Emirat Arab dengan Israel—perjanjian ini kemudian diikuti oleh Maroko dan Sudan.
    Lalu, dampak perjanjian ini kemudian datang. Washington, misalnya, mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat, yang membuat referendum penentuan nasib sendiri menjadi tidak mungkin.
    “Ketika kita melihat hubungan yang telah dibangun oleh negara-negara ini dengan Israel, kita melihat bahwa pada dasarnya bermuara pada Israel yang menjual sistem untuk memata-matai penduduk mereka sendiri,” kata Walid Kazziha.
    Dugaan kasus spionase menggunakan program Pegasus—yang dikembangkan oleh perusahaan Israel NSO Group—telah mempengaruhi Maroko, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan bahkan Arab Saudi, meskipun tidak memiliki hubungan resmi dengan Israel.
    Menurut
    The New York Times
    , Riyadh membeli program tersebut pada 2017 dan kehilangan akses ke program tersebut setelah pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul pada tahun berikutnya.
    Namun, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman berhasil memulihkan layanan setelah menelepon Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang melakukan intervensi untuk mengizinkan Saudi menggunakan perangkat lunak itu lagi, demikian laporan surat kabar Amerika tersebut.
    Hubungan Hamas dan Hizbullah dengan Iran juga menimbulkan kecurigaan di negara-negara Arab.
    Bagi negara-negara Teluk, misalnya, Iran adalah ancaman yang lebih besar daripada Israel. Banyak pemerintah Arab “telah mengadopsi narasi Israel dan Amerika bahwa gerakan-gerakan ini adalah perpanjangan tangan Iran di wilayah tersebut, dan bahwa mereka diciptakan untuk menyabotase proyek perdamaian regional dengan mengabaikan Palestina,” kata Qarmout.
    Ini adalah narasi yang didorong oleh sebagian besar media resmi di dunia Arab—sebuah wilayah di mana hampir tidak ada media independen, menurut para analis.
    “Bagi media Saudi, misalnya, perhatian utama bukanlah Palestina, tetapi bagaimana Iran mendapatkan tempat,” Kazziha berpendapat.
    Akan tetapi, negara-negara ini kemudian menjadi waspada terhadap kekuatan gerakan yang terus meningkat.
    “Ketika pintu-pintu tertutup bagi mereka dan tidak ada yang mau memberi mereka senjata untuk melawan Israel, mereka bersedia membantu penjahat untuk mendapatkannya,” tambahnya.
    Hal yang sama berlaku untuk Hizbullah dan kelompok-kelompok lain yang menerima dukungan dari Iran, tetapi juga ingin membela Palestina,
    Menurut Kazziha, ketika Iran dikedepankan sebagai promotor, maka orang-orang Arab tidak lagi menjadi tokoh utama.
    “Saya pikir ada beberapa gerakan Arab yang benar-benar tertarik untuk mendukung Palestina dan bahkan mati untuk mereka, seperti Hizbullah, Houthi di Yaman, dan beberapa gerakan Syiah di Irak,” ujar peneliti AUC tersebut.
    Selain kepentingan geostrategis dan krisis di negara-negara Arab, perjuangan Palestina telah dilupakan seiring berlalunya waktu.
    Konsep-konsep yang pernah membuat jantung Timur Tengah berdegup kencang, seperti pan-Arabisme, kini hanya menjadi gema masa lalu.
    “Sebagian besar generasi muda di wilayah ini bersimpati kepada Palestina, tetapi mereka tidak mengetahui dinamika konflik karena hal-hal tersebut tidak lagi diajarkan di sekolah-sekolah,” jelas Qarmout.
    “Pada 1960-an dan 1970-an, banyak negara Arab yang memiliki kurikulum sekolah yang lengkap tentang Palestina, namun saat ini masyarakat telah berubah dengan kekuatan globalisasi, bahkan identitas,” jelas Qarmout,” katanya.
    Hal yang sama juga terjadi pada para pemimpin baru.
    “Di negara-negara Teluk, misalnya, ada generasi pemimpin baru seperti Mohamed Bin Salman dari Arab Saudi, yang sebagian besar berpendidikan Barat, yang tidak pan-Arab dan tidak melihat Palestina sebagai sebuah isu,” jelas Qarmout.
    “Prioritas mereka berbeda dan begitu pula ambisi mereka,” cetusnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Israel Resmi Beri Tahu PBB soal Putus Hubungan dengan UNRWA

    Israel Resmi Beri Tahu PBB soal Putus Hubungan dengan UNRWA

    Jakarta

    Pemerintah Israel menyatakan telah secara resmi memberi tahu PBB tentang keputusannya untuk memutus hubungan dengan UNRWA, badan PBB yang mendukung pengungsi Palestina.

    “Atas instruksi Menteri Luar Negeri Israel Katz, Kementerian Luar Negeri memberitahu PBB tentang pembatalan perjanjian antara Negara Israel dan UNRWA,” kata Kementerian Luar Negeri Israel dalam sebuah pernyataan, dilansir kantor berita AFP, Senin (4/11/2024).

    “UNRWA, organisasi yang karyawannya berpartisipasi dalam pembantaian 7 Oktober dan banyak karyawannya adalah anggota Hamas, adalah bagian dari masalah di Jalur Gaza dan bukan bagian dari solusi,” ujar Katz.

    Sebelumnya, parlemen Israel bulan lalu menyetujui proposal untuk menutup operasi UNRWA di Israel dan Yerusalem timur yang diduduki, meskipun ada kecaman dari masyarakat internasional, termasuk sekutunya Amerika Serikat.

    UNRWA telah memberikan bantuan penting dan pendampingan di seluruh wilayah Palestina dan pengungsi Palestina di tempat lain selama lebih dari tujuh dekade. Menurut para ahli, larangan terhadap badan PBB ini akan menjadi pukulan bagi pekerjaan kemanusiaan di Gaza jika diterapkan.

    Namun, Katz menepis argumen tersebut, dengan mengatakan hanya sebagian bantuan yang dikirim ke Gaza oleh UNRWA.

    “Bahkan sekarang, sebagian besar bantuan kemanusiaan ke Gaza dikirim melalui organisasi lain, dan hanya 13 persen yang dikirim melalui UNRWA,” cetus Katz.

  • Hadiri Sidang Vonis Yudha Arfandi di PN Jaktim, Soraya Rasyid Bawa Foto Dante

    Hadiri Sidang Vonis Yudha Arfandi di PN Jaktim, Soraya Rasyid Bawa Foto Dante

    Jakarta, Beritasatu.com – Selebritas Soraya Rasyid menghadiri sidang vonis kasus kematian Raden Andante Khalif Pramhdityo atau Dante (6),  anak Tamara Tyasmara, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (4/11/2024). 

    Soraya datang mengenakan pakaian serbahitam. Dia juga membawa foto Dante yang dibingkai rapi berwarna kuning keemasan.

    Berdasarkan pantauan Beritasatu.com, Soraya tiba di lokasi sekitar pukul 09.50 WIB. Perempuan berusia 27 tahun itu datang bersama sejumlah orang yang berpakaian sama.

    Mereka mendukung Tamara atas kematian Dante yang diduga dibunuh Yudha Arfandi. Tampak Soraya membawa foto Dante yang mengenakan pakaian muslim putih. Dante juga terlihat memegang bendera Palestina sambil tersenyum. Foto tersebut dibawa ke dalam ruang sidang.

    Diketahui, Dante meregang nyawa pada 27 Januari 2024 di kolam renang di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur.

    Dante diduga dibunuh Yudha Arfandi, mantan kekasih Tamara, dengan cara ditenggelamkan. Yudha Arfandi pun didakwa Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana mati atau penjara seumur hidup.
     

  • Bagaimana Nasib Gaza-Ukraina di Tangan Kamala Atau Trump?

    Bagaimana Nasib Gaza-Ukraina di Tangan Kamala Atau Trump?

    Jakarta

    Ketika Presiden Amerika Serikat Joe Biden berkunjung secara mendadak ke Kyiv pada Februari 2023, sirene udara terdengar meraung-raung.

    Kedatangan Biden bertujuan untuk menunjukkan solidaritas untuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

    “Saya merasakan sesuatu lebih kuat dari sebelumnya,” kata Biden.

    “Amerika adalah mercusuar bagi dunia.”

    Dunia kini menantikan siapa yang akan mengambil alih tampuk kepemimpinan di mercusuar itu. Rakyat AS akan menentukan pilihan mereka dalam pemilihan presiden yang digelar pekan depan.

    Akankah Kamala Harris meneruskan jejak Joe Biden? Harris pernah berkata bahwa di “masa-masa yang tidak menentu ini, AS tidak bisa mundur” dari perannya di kancah global.

    Atau akankah Donald Trump yang punya prinsip “Amerikanisme, bukan globalisme” yang akan memimpin?

    Kekuatan-kekuatan regional berjalan dengan caranya sendiri, rezim otokratis membentuk aliansi mereka sendiri.

    Lalu konflik di Gaza dan perang di Ukraina telah membuat peran Washington dipertanyakan.

    Bagaimanapun, AS adalah pemain penting karena kekuatan ekonomi dan militernya, serta perannya dalam banyak aliansi.

    Saya berbincang dengan sejumlah pengamat mengenai bagaimana Pemilu AS akan berdampak terhadap situasi global.

    Kekuatan militer

    “Saya tidak bisa menutup-nutupi peringatan ini,” kata mantan Wakil Sekretaris Jenderal NATO, Rose Gottemoeller.

    “Donald Trump adalah mimpi buruk bagi Eropa, dengan ancamannya untuk menarik diri dari NATO yang terus bergaung.”

    Nilai belanja pertahanan AS setara dua pertiga dari total anggaran militer 31 negara anggota NATO lainnya.

    Kalau dibandingkan dengan negara-negara di luar NATO, AS menghabiskan lebih banyak uang untuk militernya ketimbang 10 negara termasuk China dan Rusia.

    Trump dengan bangganya mengatakan bahwa dia bersikap keras untuk memaksa negara-negara NATO lainnya memenuhi target belanja mereka, setara 2% dari PDB mereka.

    Hanya 23 negara anggota NATO yang mencapai target itu pada 2024. Namun, pernyataan Trump yang tidak menentu masih terasa janggal.

    Gottemoeller yakin “NATO akan berada di tangan Washington yang baik” kalau Harris menang. Akan tetapi, dia juga memberi peringatan.

    “Dia akan siap untuk terus bekerja dengan NATO dan Uni Eropa demi meraih kemenangan di Ukraina, tapi dia tidak akan mundur untuk memberi tekanan [pengeluaran] terhadap Eropa”.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Meski demikian, pemerintahan Harris akan diimbangi dengan Senat atau DPR yang bisa saja dikuasai Partai Republik.

    Partai Republik akan cenderung untuk tidak mendukung perang di negara asing dibandingkan Partai Demokrat.

    Jadi ada semacam kekhawatiran bahwa siapa pun yang terpilih menjadi presiden, tekanan terhadap Ukraina akan meningkat untuk menemukan cara mengakhiri peran. Itu karena parlemen AS akan enggan menyetujui paket bantuan besar.

    Namun apa pun yang terjadi, Gottemoeller menyatakan tak yakin bahwa NATO akan bubar.

    “Eropa perlu melangkah maju untuk memimpin,” tuturnya.

    Pembawa perdamaian?

    Presiden AS berikutnya harus bekerja di tengah risiko terbesar terjadinya konfrontasi kekuatan-kekuatan besar global sejak era Perang Dingin.

    “AS tetap menjadi aktor internasional yang paling berpengaruh soal perdamaian dan keamanan”, kata Presiden dan CEO International Crisis Group, Comfort Ero.

    “Tapi kekuatan AS untuk membantu menyelesaikan konflik berkurang,” tambahnya.

    Perang semakin sulit diakhiri.

    “Konflik yang menimbulkan banyak korban jiwa menjadi semakin sulit diatasi, dengan persaingan kekuatan besar yang semakin cepat dan kekuatan menengah yang meningkat,” tutur Ero.

    Perang seperti di Ukraina melibatkan banyak kekuatan, sedangkan konflik seperti di Sudan mengadu aktor-aktor regional yang bersaing demi kepentingan masing-masing.

    Beberapa pihak lebih memilih berinvestasi dalam perang ketimbang perdamaian.

    Baca juga:

    Warga Palestina duduk di samping api unggun di reruntuhan rumah mereka yang hancur di Khan Younis (BBC)

    Selain itu, Ero berpendapat bahwa standar moral AS juga dipertanyakan.

    “Aktor-aktor global menyadari bahwa AS menerapkan satu standar moral atas tindakan Rusia di Ukraina, tapi juga menerapkan standar berbeda atas tindakan Israel di Gaza,” kata dia.

    “Perang di Sudan sangat mengerikan, tapi dianggap sebagai prioritas kedua,” sambung Ero.

    Kemenangan Harris “merepresentasikan keberlanjutan pemerintahan AS saat ini.”

    Sedangkan jika Trump yang menang, maka dia “mungkin akan memberi Israel keleluasaan yang lebih besar di Gaza dan di tempat lain”.

    Trump juga “mengisyaratkan bahwa dia bisa mencoba agar Ukraina dan Rusia dapat mencapai kesepakatan tanpa mengorbankan Kyiv”.

    Mengenai konflik di Timur Tengah, Harris telah berulang kali mengulangi dukungan tegas Biden soal “hak Israel untuk membela diri.”

    Namun, dia juga menekankan bahwa “pembunuhan warga Palestina yang tidak bersalah harus dihentikan.”

    Sementara itu, Trump juga menyatakan bahwa sudah waktunya untuk “kembali berdamai dan berhenti membunuh orang.”

    Namun di sisi lain, dia juga dilaporkan telah berkata kepada pemimpin Israel Benjamin Netanyahu untuk “melakukan apa yang harus Anda lakukan.”

    Trump menganggap dirinya sebagai pembawa perdamaian.

    “Saya akan mewujudkan perdamaian di Timur Tengah, segera,” janjinya dalam sebuah wawancara dengan TV Al Arabiya milik Arab Saudi pada Minggu malam.

    Dia berjanji akan memperluas Perjanjian Abraham 2020.

    Perjanjian bilateral ini menormalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab, tapi juga dianggap telah mengesampingkan Palestina dan pada akhirnya berkontribusi pada krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya saat ini.

    Kamala Harris telah berjanji akan menjadi sekutu Ukraina (BBC)

    Mengenai Ukraina, Trump tidak pernah menyembunyikan kekagumannya terhadap sosok kuat seperti Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Dia telah menegaskan bahwa dia ingin mengakhiri perang di Ukraina, dan dengan itu mengakhiri dukungan militer dan keuangan AS yang besar.

    “Saya akan keluar. Kita harus keluar,” tegasnya dalam kampanye baru-baru ini.

    Sebaliknya, Harris mengatakan, “Saya bangga mendukung Ukraina. Saya akan terus mendukung Ukraina. Saya akan berusaha untuk memastikan Ukraina memenangkan perang ini.”

    Namun, Ero khawatir situasi global akan menjadi lebih buruk siapa pun yang terpilih.

    Bisnis dengan Beijing

    Ketika Trump mengusulkan tarif 60% untuk semua barang impor China, pakar terkemuka China Rana Mitter menyebutnya sebagai “guncangan terbesar bagi perekonomian global dalam beberapa pekan terakhir”.

    Membebankan biaya tinggi pada China dan mitra dagang lainnya telah menjadi salah satu ancaman Trump yang paling konsisten dalam upayanya mengutamakan kepentingan AS.

    Namun, Trump juga memuji hubungan pribadinya yang dia anggap kuat dengan Presiden Xi Jinping.

    Dia mengatakan kepada dewan redaksi Wall Street Journal bahwa dia tidak perlu menggunakan kekuatan militer jika Beijing bergerak untuk memblokade Taiwan karena dia yakin Jinping “menghormati saya dan dia tahu saya gila.”

    Trump dan Harris sama-sama cenderung bersikap agresif.

    Baca juga:

    Keduanya menganggap China punya tekad mengalahkan AS sebagai kekuatan yang paling berpengaruh di dunia.

    Tetapi menurut sejarawan asal Inggris, Mitter, ada sejumlah hal yang membedakan mereka.

    Hubungan AS-China di bawah Harris “kemungkinan akan berkembang secara linier dari posisi saat ini.”

    Kalau Trump yang menang, skenarionya akan lebih cair. Misalnya terkait Taiwan, Mitter menilai ada keraguan Trump soal apakah dia akan membela pulau yang jaraknya jauh dari AS.

    Sementara itu, para pemimpin China disebut meyakini bawa Harris dan Trump sama-sama akan bersikap keras.

    Sebagian kecil yang menyukai stabilitas lebih memilih Harris karena merasa lebih baik menghadapi “musuh yang sudah dikenali”.

    Sebagian kecil lainnya menganggap Trump sebagai pengusaha dengan segala ketidakpastian. Itu bisa jadi berarti akan terjadi tawar-menawar besar dengan China betapapun kecil kemungkinannya itu.

    Krisis iklim

    “Pemilu AS juga sangat penting bagi seluruh dunia karena krisis iklim dan alam yang mendesak,” kata Mary Robinson, mantan Presiden Irlandia sekaligus Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.

    “Setiap fraksi derajat penting untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim dan mencegah badai dahsyat seperti Milton menjadi hal yang biasa terjadi di masa depan,” sambungnya.

    Namun, saat Badai Milton dan Helene menerjang, Trump justru mencemooh rencana dan kebijakan lingkungan menghadapi darurat iklim.

    Dia menyebutnya sebagai “salah satu penipuan terbesar sepanjang masa”.

    Peringatan suhu panas ekstrem di Death Valley, California (BBC)

    Banyak yang memperkirakan dia akan menarik diri dari perjanjian iklim Paris 2015 untuk memerangi perubahan iklim. Itu pernah dia lakukan pada masa jabatan pertamanya.

    Meski demikian, Robinson yakin Trump tidak akan bisa menghentikan komitmen yang menguat.

    “Dia tidak bisa menghentikan transisi energi AS dan mencabut subsidi hijau senilai miliaran dolar. Dia juga tidak bisa menghentikan gerakan iklim non-federal yang tak kenal lelah.”

    Dia juga mendesak Harris, yang masih belum menegaskan sikapnya untuk maju “menunjukkan kepemimpinan, memanfaatkan momentum beberapa tahun terakhir, dan memacu penghasil emisi utama lainnya untuk mempercepat langkah.”

    Kepemimpinan kemanusiaan

    “Hasil pemilu AS punya makna yang sangat penting karena pengaruh AS yang tidak tertandingi, bukan cuma lewat kekuatan militer dan ekonominya.”

    “Tapi juga potensinya untuk memimpin dengan otoritas moral di panggung global,” kata Martin Griffiths, seorang mediator konflik yang belakangan menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat.

    Menurutnya, ada harapan yang lebih besar kalau Harris menang.

    Sementara terpilihnya Trump akan ditandai oleh “isolasionisme dan unilateralisme, tidak akan banyak membantu selain memperdalam ketidakstabilan global.”

    Namun, dia juga mengkritik pemerintahan Biden-Harris atas “keraguannya” menghadapi situasi yang memburuk di Timur Tengah.

    Para petinggi lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan telah berulang kali mengutuk serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober terhadap warga sipil Israel.

    Namun, mereka juga berulang kali meminta AS untuk berbuat lebih banyak untuk mengakhiri penderitaan mendalam warga sipil di Gaza dan juga di Lebanon.

    Sebuah papan reklame di Teheran menunjukkan presiden Iran dan pemimpin Garda Revolusi berada di seberang Biden dan Netanyahu (BBC)

    Biden dan pejabat-pejabat di pemerintahannya terus menyerukan agar lebih banyak bantuan mengalir ke Gaza. Ada kalanya itu memang berdampak.

    Akan tetapi, kritikus menilai bantuan dan tekanan semacam itu tidak pernah cukup.

    Beberapa bantuan militer penting dapat dipotong hingga setelah pemilihan umum AS.

    AS adalah donor tunggal terbesar PBB. Pada tahun 2022, AS memberikan bantuan sebesar US$18,1 miliar (sekitar Rp285,1 triliun).

    Namun pada masa jabatan pertama Trump, dia menghentikan pendanaan untuk beberapa badan PBB dan menarik diri dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Donor lainnya pun bergegas mengisi kekosongan yang ditinggalkan AS, dan ini persis dengan apa yang diharapkan Trump.

    Walau demikian, Griffths tetap percaya bahwa Amerika adalah kekuatan yang sangat diperlukan.

    “Di masa konflik dan ketidakpastian global, dunia mendambakan AS untuk bangkit menghadapi tantangan kepemimpinan yang bertanggung jawab dan berprinsip.”

    “Kami menuntut lebih. Kami layak mendapatkan lebih. Dan kami berani berharap lebih,” tuturnya.

    Baca juga:

    (ita/ita)

  • Seberapa Parah Ekonomi Israel Terluka Akibat Serangan ke Gaza-Lebanon?

    Seberapa Parah Ekonomi Israel Terluka Akibat Serangan ke Gaza-Lebanon?

    Jakarta

    Selama setahun terakhir, Israel telah mengerahkan ribuan serdadu ke Gaza dan Lebanon selatan, melancarkan ribuan serangan udara terhadap musuh-musuhnya, dan menghabiskan jutaan dolar dalam sistem pertahanan udara guna mencegat rudal dan pesawat nirawak ke wilayahnya.

    Pemerintah Israel memperkirakan bahwa perangnya melawan Hamas dan Hizbullah dapat menghabiskan biaya lebih dari US$60 miliar (Rp944 triliun).

    Aksi Israel tersebut telah berdampak serius pada ekonomi Israel.

    Seberapa banyak uang yang dihabiskan Israel?

    Getty ImagesMenteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, mengatakan Israel telah menghabiskan lebih dari US$60 miliar (Rp944 triliun).

    Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, mengatakan kepada Knesset alias parlemen Israel pada September 2024: “Kita berada dalam perang terpanjang dan termahal dalam sejarah Israel.”

    Dia menambahkan bahwa biaya aksi militer kemungkinan mencapai antara 200 miliar hingga 250 miliar shekel (antara Rp850 triliun hingga Rp1.070 triliun).

    Pengeboman Israel terhadap Lebanon dan serangan militer Israel ke wilayah selatan Lebanonditambah rudal yang diluncurkan untuk melawan serangan udara dari Iranakan terus meningkatkan biaya perang.

    Menurutnya, Israel harus menanggung 350 miliar shekel (Rp1.464 triliun) jika aksi tersebut terus berlanjut hingga 2025.

    Angka itu setara dengan sekitar seperenam dari pendapatan nasional tahunan Israelatau dikenal sebagai produk domestik bruto (PDB)yaitu 1,99 triliun shekel (Rp8.346 triliun).

    Bagaimana Israel mendanai aksi militernya?

    Getty ImagesObligasi pemerintah Israel semakin banyak dijual di Bursa Efek Tel Aviv dan bursa-bursa saham di seluruh dunia.

    Demi mendanai aksi militernya, Bank Israel telah meningkatkan penjualan obligasi pemerintah alias mengambil utang. Bank tersebut mencapai rekor ketika menjual obligasi senilai Rp95 triliun dalam satu kali penerbitan pada Maret 2024.

    Obligasi-obligasi tersebut dijual kepada masyarakat di Israel serta diaspora, yaitu orang Yahudi di luar Israel.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Data Bank Israel menunjukkan bahwa khalayak dunia semakin enggan membeli obligasi pemerintah Israel. Bank tersebut mengatakan hanya 8,4% surat utang yang disimpan di luar negeri. Jumlah itu lebih kecil jika dibandingkan dengan 14,4% pada September 2023sebelum pertikaian Israel dengan Hamas dimulai.

    “Hasilnya adalah suku bunga obligasi pemerintah telah naik, guna menarik pembeli asing,” kata Profesor Manuel Trajlenberg, seorang ekonom di Universitas Tel Aviv.

    “Ada peningkatan 1,5% dalam biaya pinjaman yang akan dibayar kembali oleh pemerintah,” tambahnya.

    Selain itu, tiga lembaga pemeringkat kredit internasional utama Moodys, Fitch, dan Standard and Poors telah menurunkan peringkat utang pemerintah Israel sejak awal Agustus 2024.

    Baca juga:

    Lembaga-lembaga tersebut tidak memangkas peringkat Israel karena mereka khawatir pemerintah Israel tidak akan mampu membayar kembali obligasi tersebut, kata Dr. Tomer Fadlon dari Institut Studi Keamanan Nasional yang berpusat di Tel Aviv.

    Keuangan publik Israel dalam kondisi yang sehat, ujarnya.

    Menurutnya: “Semua lembaga pemeringkat kredit mengatakan dalam laporan mereka bahwa mereka khawatir tentang kurangnya kepastian strategi fiskal [pajak dan pengeluaran] dari pemerintah untuk mengelola pengeluaran hingga tahun 2025.”

    Mantan Gubernur Bank Israel, Karnit Flug, mengatakan pemerintah kemungkinan bakal menaikkan pajak untuk mengurangi defisit pemerintah. (Getty Images)

    Profesor Karnit Flug, ekonom di Institut Demokrasi Israel dan mantan gubernur Bank Israel, mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan pemotongan anggaran sebesar 37 miliar shekel (Rp117 triliun) serta kenaikan pajak untuk mencoba menurunkan defisit anggaran pemerintah.

    “Namun”, katanya, “beberapa langkah yang direncanakan diperkirakan akan menghadapi perlawanan dari serikat buruh, dan dari beberapa anggota koalisi pemerintah.”

    Baca juga:

    Beberapa ekonom mendesak pemerintah untuk menerbitkan APBN tahun 2025 sekarang, dengan serangkaian langkah pasti penghematan untuk mengimbangi melonjaknya pengeluaran militer.

    “Tidak ada rencana prioritas pemotongan anggaran yang serius untuk mendanai perang,” kata Prof Esteban Klor dari Universitas Ibrani Yerusalem. “Tidak ada strategi ekonomi agar perang berjalan beriringan dengan strategi militer.”

    Apa dampak aksi militer terhadap ekonomi Israel?

    Ekonomi Israel tumbuh pesat hingga Oktober 2023, tetapi mengalami penurunan tajam setelah aksi militer. Sepanjang tahun itu, PDB per kapita menyusut 0,1%, menurut Bank Dunia.

    Bank Israel memperkirakan bahwa sepanjang 2024, ekonomi hanya akan tumbuh 0,5%. Ini adalah perkiraan yang lebih buruk daripada perkiraan yang dibuat Bank Israel pada bulan Juli, ketika memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2024 akan mencapai 1,5%.

    Baca juga:

    Selama setahun terakhir, banyak perusahaan di Israel kekurangan staf, yang telah membatasi ruang gerak bisnis mereka.

    Penyebabnya adalah Pasukan Pertahanan Israel memanggil lebih dari 360.000 tentara cadangan pada awal pertikaian dengan Hamas.

    Baru-baru ini IDF telah melepas banyak tentara cadangan, tetapi memanggil 15.000 tentara cadangan lainnya untuk operasi darat di Lebanon.

    Sektor konstruksi Israel terpukul karena pekerja bangunan asal Palestina dilarang memasuki negara tersebut. (Getty Images)

    Pemerintah Israel juga melarang sekitar 220.000 warga Palestina dari Gaza dan Tepi Barat masuk ke Israel untuk bekerja atas alasan keamanan.

    Kebijakan ini berdampak pada sektor konstruksi, yang dulunya mempekerjakan sekitar 80.000 warga Palestina. Puluhan ribu pekerja pengganti kini direkrut dari negara-negara seperti India, Sri Lanka, dan Uzbekistan.

    Prof Flug mengatakan bahwa setelah ekonomi Israel melambat akibat perang, ada “kemungkinan pemulihan yang kuat” setelah perang berakhir sebagian karena sektor teknologi tinggi Israel, yang kini menyumbang seperlima dari ekonomi negara itu.

    Namun, ia mengatakan: “fakta bahwa perang ini berlangsung jauh lebih lama daripada perang-perang sebelumnya, dan berdampak pada sebagian besar penduduk, mungkin membuat pemulihan menjadi lebih lemah dan lebih lama.”

    Lihat Video ‘Netanyahu Ancam Pukul Mundur Hizbullah dari Perbatasan Lebanon’:

    (ita/ita)

  • Pemilu AS Makin Dekat, Apa Dampaknya pada Pasar Keuangan?

    Pemilu AS Makin Dekat, Apa Dampaknya pada Pasar Keuangan?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tidak terasa, pemilu presiden AS sudah semakin dekat, para investor pun sedang dalam mode waspada. Ini mengingat, hasil kebijakan ekonomi Kamala Harris dan Donald Trump yang kontras dapat berdampak signifikan terhadap pasar keuangan.

    Dengan keputusan-keputusan penting yang menyangkut tarif pajak, regulasi, kebijakan energi, dan perdagangan, potensi peningkatan volatilitas pasar tergantung pada siapa yang melenggang ke Gedung Putih dan seperti apa keseimbangan kekuatan baru di Kongres AS nantinya.

    Analis Keuangan Octa Broker, Kar Yong Ang membeberkan perbedaan visi ekonomi para kandidat dan kemungkinan skenario untuk reaksi pasar pasca-pemilu, yang menyediakan wawasan penting bagi trader untuk menavigasi lanskap keuangan yang tidak menentu ke depannya.

    Asal tahu saja, kurang dari seminggu menuju pemilu presiden AS, investor dan trader bersiap menghadapi potensi dampaknya pada pasar keuangan. Meskipun kedua kandidat (Kamala Harris dan Donald Trump) menyatakan ingin mencapai tujuan yang sama khususnya menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan basis manufaktur AS, namun pendekatan mereka terhadap kebijakan ekonomi sangatlah berbeda.

    Oleh sebab itu, respon pasar keuangan hampir pasti akan berbeda tergantung siapa yang akhirnya melenggang ke Gedung Putih. Tak hanya itu, penting juga memperhitungkan kemungkinan perubahan dalam dominasi kekuasaan di Capitol Hill, karena 33 dari 100 senator dan seluruh 435 delegasi di DPR juga akan mencalonkan diri kembali pada November ini.

    Foto: Pemilu Amerika Serikat (Dok Ist)

    “Di Octa Broker, kami memutuskan untuk menyampaikan pandangan kami tentang apa yang dapat diharapkan dari pemilu mendatang dan dampak apa yang mungkin terjadi pada pasar keuangan secara umum, juga emas dan dolar AS secara khusus,” ungkap dia dalam keterangan resminya, Minggu (3/11/2024).

    Sebelum memaparkan kemungkinan skenarionya, berikut ini adalah rangkuman visi kebijakan ekonomi Wakil Presiden Kamala Harris, kandidat Partai Demokrat, dan mantan Presiden Donald Trump, kandidat Partai Republik, dan menggarisbawahi perbedaan utama mereka. Perlu diingat, pembahasan ini akan berfokus secara khusus pada kebijakan ekonomi kandidat yang diperkirakan akan memiliki dampak terbesar pada pasar keuangan dan memengaruhi trader rata-rata.

    Dengan demikian, fokus umumnya adalah pada kebijakan pajak, regulasi, kebijakan energi, kebijakan luar negeri, dan tarif. Artikel ini tidak akan membahas detail kebijakan lainnya, seperti hak aborsi, imigrasi, perumahan, dan kebijakan perawatan kesehatan.

    Perbandingan Kandidat

    Kebijakan pajak

    Harris secara umum mendukung pajak yang lebih tinggi, terutama bagi orang kaya. Ia mendukung usulan untuk meningkatkan tarif pajak penghasilan tertinggi menjadi 39,6% (dari 37%) dan memperkenalkan pajak minimum baru sebesar 25% pada individu dengan kekayaan bersih tinggi yang melebihi US$100 juta, termasuk pada keuntungan modal yang belum terealisasi. Ia juga mengusulkan kenaikan pajak keuntungan modal menjadi 28% (dari 20%) dan kenaikan tarif pajak perusahaan menjadi 28%.

    Penurunan pajak merupakan landasan platform ekonomi Donald Trump. Pada dasarnya ia mendukung penurunan pajak karena alasan ideologis, tetapi juga melihatnya sebagai cara untuk mendorong perusahaan manufaktur agar tetap berproduksi di dalam negeri dan tidak melakukan alih daya produksi ke negara lain. Ia berjanji akan menurunkan tarif pajak perusahaan menjadi 15% (dari 21%) untuk perusahaan yang berproduksi di Amerika Serikat. Trump juga ingin memperpanjang semua pemotongan pajak individu yang diterapkan pada tahun 2017, tetapi diproyeksikan akan berakhir pada tahun 2025.

    Regulasi
    Harris bukanlah pelopor deregulasi. Ia menginginkan pengawasan yang lebih ketat pada industri perbankan dan kemungkinan akan mendukung persyaratan modal baru untuk bank-bank besar. Selain itu, Harris berjanji akan menerapkan ‘larangan pertama kalinya untuk peningkatan harga yang tidak wajar pada pangan dan bahan makanan’. Meskipun Harris memulai karier politiknya di Silicon Valley, ia kini menyerukan peraturan untuk mengatasi bahaya Artificial Intelligence (AI) dan menambah aturan privasi data. Ia tampak mendukung terciptanya pendekatan federal terhadap tata kelola AI.

    Karena alasan ideologis, Trump meyakini regulasi yang lebih ramping dan ingin memangkas birokrasi di bidang AI dan kripto. Partai Republik secara umum berjanji membela hak warga Amerika untuk menambang Bitcoin (BTC) dan mengelola aset digital secara mandiri. Selain itu, mereka menjanjikan kebebasan transaksi digital dari pengawasan dan kontrol pemerintah. Mereka juga berencana membatalkan perintah eksekutif Presiden Biden tentang AI, yang mereka yakini menghambat inovasi.

    Kebijakan energi

    Harris dipandang sebagai pendukung setia energi bersih dan terbarukan. Sebelumnya ia mengadvokasi ‘biaya polusi iklim’ dan mengusulkan penghapusan subsidi federal untuk bahan bakar fosil. Namun, ia telah berulang kali menyatakan tidak mendukung pelarangan rekahan hidraulik dan tetap mendukung ekstraksi minyak dan gas.

    Trump telah berjanji untuk membantu industri minyak dan gas dengan menyetujui jaringan pipa baru serta mengizinkan kembali perekahan hidraulik di tanah federal. Secara umum, Trump bukan merupakan penggemar berat energi terbarukan dan telah mengatakan bahwa ia akan mempertimbangkan penghentian keringanan pajak untuk pembelian kendaraan listrik.
    Kebijakan luar negeri

    Harris sejalan dengan presiden saat ini, Joe Biden. Ia mengatakan bahwa Amerika Serikat akan mendukung Ukraina ‘selama diperlukan’ dan menyerukan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina. Harris mendukung kerja sama militer di dalam NATO dan memilih bekerja sama dengan Tiongkok dalam menghadapi tantangan internasional utama.

    Trump mempertahankan pendekatan yang cukup agresif terhadap Tiongkok. Ia menganggap Tiongkok sebagai pesaing strategis dan ingin mengurangi defisit perdagangan bilateral Amerika Serikat yang besar dengan negara tersebut. Trump adalah pendukung setia Israel dan telah mengambil sikap bermusuhan terhadap Iran. Dia berkeinginan menjadi perantara kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina dan sangat tidak mungkin melanjutkan pemberian bantuan militer untuk Ukraina.

    Perdagangan

    Harris mengatakan bahwa pakta perdagangan harus mencakup ketentuan yang melindungi pekerja Amerika dan lingkungan. Ia bukan penggemar tarif baru, tetapi menyarankan bahwa Amerika Serikat harus mengurangi ketergantungan pada perdagangan dengan Tiongkok.
    Trump condong ke arah proteksionisme. Ia secara tegas berjanji untuk ‘menghentikan alih daya produksi dan mengubah Amerika Serikat menjadi negara adikuasa manufaktur’. Ia telah menguraikan rencana untuk tarif luas sebesar 10% hingga 20% untuk hampir semua impor dan tarif sebesar 60% atau lebih untuk barang-barang yang berasal dari Tiongkok. Trump secara terbuka mengatakan bahwa ia akan merundingkan ulang kesepakatan perdagangan bebas Amerika Utara.

    “Ketika Anda bangun pada tanggal 6 November untuk mengecek hasil pemilu presiden AS, ada dua hal yang perlu diingat. Pertama, penting untuk disadari bahwa kemenangan kandidat yang mana pun akan sangat menentukan. Kedua, sangat penting juga untuk memastikan komposisi baru Badan Legislatif,” ujar Kar Yong Ang.

    Menurutnya, jika Harris atau Trump memenangkan suara nasional dengan mayoritas tipis atau Electoral College memberi hasil yang beragam dan tidak pasti, investor mungkin akan merasa gelisah dan volatilitas pasar akan meningkat.

    “Hasil yang bertentangan tidak baik untuk pasar, karena dapat memicu perselisihan di antara pihak-pihak dan menunda keputusan ekonomi penting dalam skenario terbaik dan menyebabkan keresahan sosial serta kekerasan dalam skenario terburuk,” imbuhnya.

    Dia melanjutkan, komposisi DPR dan Senat sama pentingnya karena keduanya akan sangat menentukan keseimbangan kekuasaan dan arah undang-undang.

    Menurut simulasi ABC News, Partai Republik memenangi kendali Senat sebanyak 88 kali dari 100, yang berarti sangat tidak mungkin Partai Demokrat dapat menguasai majelis tinggi Kongres AS. Namun, jika menyangkut DPR, peluangnya adalah 50/50. Jadi, tampaknya masuk akal bila disimpulkan bahwa hanya ada empat skenario potensial dalam pemilu ini (lihat tabel di bawah).

    Skenario 1 dan 2

    Skenario 1 dan 2 mengasumsikan bahwa Kamala Harris yang menjadi Presiden Amerika Serikat berikutnya, tetapi kekuasaan eksekutifnya sangat terbatas atau terbatas sebagian. Apabila Partai Republik menguasai DPR dan Senat, inisiatif kebijakan Harris akan diblokir atau diubah secara substansial.

    Secara keseluruhan, masa jabatan presiden Harris yang berhadapan dengan Kongres yang bermusuhan akan menciptakan lingkungan politik yang tidak stabil dan tidak dapat diprediksi, hal yang tidak disukai para investor. Akibatnya, kinerja ekonomi akan buruk, saham akan turun, dan dolar akan melemah.

    “Pemerintah yang dilumpuhkan oleh disfungsi dan kebuntuan adalah skenario terburuk bagi ekonomi AS secara umum dan dolar AS secara khusus.’Kemungkinan kelumpuhan pemerintah dalam jangka panjang sangat tinggi dalam skenario ini. Pasar saham AS pasti akan terpukul,” kata dia.

    Inisiatif progresif Harris mengenai iklim dan lingkungan jelas akan terhambat, sementara kebijakan fiskal dan ekonomi akan menjadi pokok pertikaian utama, yang akan berujung pada kebuntuan besar dalam anggaran. Pada saat yang sama, masa kepresidenan Harris dapat mengakibatkan penurunan belanja pemerintah, yang akan berdampak pada deflasi, sehingga memicu Federal Reserve (Fed) untuk terus menurunkan suku bunga. Namun, itu juga akan berdampak negatif terhadap dolar AS dalam jangka panjang.

    Sebaliknya, pelemahan greenback mungkin berdampak positif pada komoditas, terutama emas, karena harganya akan lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya. Faktor bullish lain untuk komoditas secara umum dan emas, khususnya, adalah bahwa konflik di Eropa Timur kemungkinan akan berlarut-larut di bawah pemerintahan Harris, mengingat ia lebih mendukung penyediaan senjata daripada mendorong kesepakatan damai.

    “Secara keseluruhan, saya rasa masa kepresidenan Harris akan disambut dengan reaksi bearish di pasar ekuitas AS, terutama di sektor energi. Perusahaan yang berfokus pada energi terbarukan mungkin berkinerja lebih baik, tetapi tetap akan menurun dalam jangka panjang karena Harris akan kesulitan mendorong agenda lingkungannya. Dolar AS hampir pasti akan sell-off, sementara euro dan yuan Tiongkok akan menguat,” jelasnya.

    Skenario 3 dan 4

    Skenario 3 dan 4 mengasumsikan bahwa Donald Trump yang menjadi Presiden Amerika Serikat, tetapi kekuasaan eksekutifnya akan dibatasi sebagian oleh DPR yang didominasi Demokrat atau, alternatifnya, ia berhasil meraih kemenangan besar dengan Partai Republik mengambil alih kendali penuh atas kedua dewan Kongres.

    Dalam kasus ini, investor kemungkinan akan bersorak (setidaknya dalam jangka pendek) karena Trump berjanji memangkas birokrasi dan menurunkan pajak. Indeks saham akan meningkat, dan dolar dapat menguat. Namun, tetap akan ada risiko jangka panjang yang terkait dengan kebijakan perdagangan Trump.

    “Ketakutan atas keberlanjutan utang AS tentu akan meningkat di bawah kepemimpinan Trump. Ia akan memperpanjang sekaligus memperbesar pemotongan pajak, yang pada dasarnya akan mengakibatkan pelonggaran kebijakan fiskal, dan pada akhirnya akan memaksa Fed untuk bersikap hawkish,” ungkap dia.

    Dia menambahkan, kemenangan telak Partai Republik tentunya merupakan skenario yang paling menguntungkan bagi dolar AS dalam jangka menengah. Pemotongan pajak yang bersifat inflasi akan meningkatkan perekonomian dan berpotensi memaksa Fed untuk menghentikan kampanye pemotongan suku bunga, yang akan mendukung dolar AS versus mata uang lainnya.

    Akan tetapi, defisit AS yang sangat besar kemungkinan akan terus meluas. Reuters memperkirakan bahwa rencana pemotongan pajak Donald Trump akan menambah sekitar $3,6 triliun hingga $6,6 triliun pada defisit federal selama satu dekade.

    Di satu sisi, pemotongan pajak dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi AS, yang seharusnya mendukung harga minyak, terutama mengingat Trump kemungkinan akan memberlakukan sanksi yang lebih ketat terhadap Iran.

    Di sisi lain, produksi minyak mentah dan gas alam AS dapat meningkat karena pemerintahan Trump kemungkinan akan mendukung perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam produksi bahan bakar fosil.

    Kebijakan perdagangan diperkirakan tidak akan menjadi prioritas utama Trump, tetapi ia mungkin tetap memberlakukan tarif baru pada tahun 2025-2026. Pertama dan terutama, ini akan berdampak negatif pada Tiongkok dan mata uangnya, yuan.

    Pada saat yang sama, kemenangan Trump akan menjadi faktor pendorong utama bagi industri kripto secara umum dan mata uang digital secara khusus. Ia tidak merahasiakan dukungannya terhadap kripto dan bahkan menganjurkan pembentukan cadangan Bitcoin nasional.

    Secara keseluruhan, Yong merasa masa kepresidenan Trump akan disambut dengan reaksi bullish di pasar ekuitas AS, terutama di sektor energi, dan khususnya dalam hasil kemenangan telak. Perusahaan yang berfokus pada energi terbarukan akan berkinerja buruk, bitcoin akan menguat, sementara euro dan yuan Tiongkok akan jatuh.

    “Namun, sebagian dari pasar telah memperhitungkan kemenangan Trump. Oleh karena itu, dalam skenario klasik ‘beli rumor, jual berita’, harga aset yang baru saja saya sebutkan di atas mungkin benar-benar turun segera setelah pemilu, tetapi kemungkinan akan tetap didukung pada tahun 2025,” tandas dia.

    (rah/rah)