Negara: Palestina

  • Di Forum MIKTA, Puan Maharani Serukan Kolaborasi Global Tangani Krisis Palestina dan Sudan

    Di Forum MIKTA, Puan Maharani Serukan Kolaborasi Global Tangani Krisis Palestina dan Sudan

    Dalam kesempatan itu, cucu Proklamator RI Bung Karno ini juga menyinggung krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina, Ukraina, Sudan, dan Yaman, yang menurutnya harus menjadi perhatian global.

    “Konsekuensi kemanusiaan di Palestina, Ukraina, Sudan, dan Yaman bukanlah berita yang jauh dari topik utama, tetapi menuntut kita segera mengambil langkah nyata untuk menyelesaikannya,” tegasnya.

    Puan juga menyoroti kondisi di Semenanjung Korea yang masih berpotensi mengalami eskalasi konflik, dan menilai bahwa MIKTA memiliki tanggung jawab moral untuk memperkuat manajemen krisis di kawasan tersebut.

    Lebih lanjut, Puan menegaskan bahwa parlemen tidak boleh hanya menjadi penonton dalam pembangunan perdamaian. Menurutnya, parlemen memiliki peran strategis dalam menerjemahkan komitmen global menjadi kebijakan nyata.

    “Peran kita adalah memastikan mandat dan sumber daya selaras dengan kenyataan di lapangan, bukan pola yang dipaksakan dari jauh,” ucapnya.

    Puan juga menekankan pentingnya inklusi komunitas lokal, perempuan, dan pemuda dalam perancangan dan evaluasi program peacebuilding.

    “Hal ini dapat memperkuat legitimasi dan mengurangi risiko krisis yang berulang,” lanjutnya.

     

     

  • Israel-AS Sepakat Kirim 200 Petempur Hamas ke Luar Palestina

    Israel-AS Sepakat Kirim 200 Petempur Hamas ke Luar Palestina

    Gaza City

    Israel dan Amerika Serikat (AS) telah mencapai kesepakatan untuk memindahkan sekitar 200 petempur Hamas yang terjebak di terowongan Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, yang dikuasai pasukan Israel di tengah berlangsungnya gencatan senjata. Ratusan petempur Hamas itu akan “diasingkan” ke luar wilayah Palestina.

    Kesepakatan itu, seperti dilansir Anadolu Agency, Rabu (12/11/2025), diungkapkan oleh surat kabar lokal Israel, Yedioth Ahronoth, dalam laporan terbarunya yang mengutip seorang pejabat Israel yang tidak disebut namanya dari Kabinet Keamanan Tel Aviv.

    Disebutkan sumber pejabat Israel yang dikutip Yedioth Ahronoth bahwa kesepakatan tersebut dicapai dalam pembicaraan antara Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dan utusan khusus AS, Jared Kushner, yang juga menantu Presiden Donald Trump, yang berkunjung ke Israel pekan ini.

    Pembicaraan antara Netanyahu dan Kushner, menurut sumber pejabat Israel itu, telah menghasilkan kesepakatan soal nasib sekitar 200 petempur Hamas yang kini terjebak di dalam terowongan Rafah.

    “Kesepakatan telah dicapai antara Netanyahu dan Kushner untuk mendeportasi sekitar 200 petempur yang terjebak di terowongan Rafah,” sebut sumber pejabat Israel tersebut.

    “Berdasarkan kesepakatan ini, Israel harus mengizinkan pemindahan mereka secara aman (keluar dari wilayah Palestina),” ungkapnya..

    Namun ditambahkan oleh sumber pejabat Israel tersebut bahwa sejauh ini belum ada negara yang setuju untuk menerima para petempur Hamas tersebut.

    Belum ada komentar langsung dari otoritas AS, Israel, maupun Hamas terhadap laporan tersebut.

    Rafah terletak di sebelah timur dari apa yang diklaim oleh Israel sebagai “garis kuning” yang dikuasai pasukan mereka, sebagaimana tercantum dalam kesepakatan gencatan senjata yang dimulai pada 10 Oktober lalu.

    Warga Palestina diizinkan untuk bergerak di area-area yang terletak di sebelah barat “garis kuning” tersebut, namun zona tersebut mengalami pelanggaran harian oleh rentetan serangan Israel yang mengakibatkan ratusan orang tewas dan luka-luka.

    Pada Minggu (9/11) waktu setempat kelompok Hamas menuntut pertanggungjawaban Israel atas bentrokan atau pertempuran yang terjadi dengan para petempurnya yang terjebak di Rafah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Parlemen Israel Loloskan Tahap Awal RUU Hukuman Mati untuk Tahanan Palestina

    Parlemen Israel Loloskan Tahap Awal RUU Hukuman Mati untuk Tahanan Palestina

    Jakarta

    Parlemen Israel telah mengesahkan pembacaan pertama rancangan Undang-Undang tentang hukuman mati. RUU ini menyasar kepada warga Palestina yang ditahan mereka, yang mereka anggap teroris.

    Dilansir Aljazeera, Rabu (12/11/2025), amandemen yang diusulkan oleh Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir, disetujui dengan 39 suara berbanding 16 dari 120 anggota Knesset pada Senin (10/11). Tandanya amandemen tersebut mendapat dukungan dari pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

    The Times of Israel melaporkan RUU tersebut, hukuman mati akan diterapkan kepada individu yang membunuh warga Israel dengan motif “rasis” dan “dengan tujuan merugikan Negara Israel dan kebangkitan kembali kaum Yahudi di tanahnya”.

    RUU ini banyak mendapat kritik karena RUU tersebut berlaku secara eksklusif kepada warga Palestina yang membunuh warga Israel, bukan kepada kelompok garis keras Israel yang melakukan serangan terhadap warga Palestina. Salah satu yang mengkritik Amnesty International.

    “Tidak ada yang ditutup-tutupi; mayoritas dari 39 anggota Knesset Israel menyetujui dalam pembacaan pertama sebuah RUU yang secara efektif mengamanatkan pengadilan untuk menjatuhkan hukuman mati secara eksklusif kepada warga Palestina,” kata direktur senior Amnesty International untuk penelitian, advokasi, kebijakan, dan kampanye, Erika Guevara Rosas.

    Hukuman mati tidak boleh dijatuhkan dalam keadaan apa pun, apalagi dijadikan senjata sebagai alat diskriminasi yang terang-terangan untuk pembunuhan, dominasi, dan penindasan yang disahkan negara”, jelas Guevara Rosas.

    Pejabat senior Amnesty juga menggambarkan tindakan parlemen Israel sebagai “langkah mundur yang berbahaya dan dramatis serta merupakan hasil dari impunitas yang berkelanjutan terhadap sistem apartheid Israel dan genosidanya di Gaza”.

    Sementara itu, Ben-Gvir menyambut baik hasil pemungutan suara. Dia mengatakan bahwa partainya, Jewish Power, sedang “menciptakan sejarah”.

    Respons Hamas

    Menanggapi hasil pemungutan suara parlemen, Hamas mengatakan bahwa rancangan undang-undang tersebut “mewakili wajah fasis yang buruk dari pendudukan Zionis yang brutal dan merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional”.

    Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina menyebut rancangan undang-undang tersebut sebagai “bentuk baru eskalasi ekstremisme dan kriminalitas Israel terhadap rakyat Palestina”.

    (zap/yld)

  • Prancis Buat Komite untuk Bantu Palestina Susun Konstitusi

    Prancis Buat Komite untuk Bantu Palestina Susun Konstitusi

    Setelah resmi mengakui negara Palestina pada September lalu, kali ini Prancis sepakat membentuk komite untuk membantu Palestina menyusun konstitusi.

    Hal ini disampaikan Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam pertemuan dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Selasa (11/11). Macron juga menegaskan kepada Abbas bahwa Prancis bisa diandalkan untuk membangun negara Palestina.

  • Macron dan Abbas Akan Bentuk Komite Gabungan untuk Susun Konstitusi Palestina

    Macron dan Abbas Akan Bentuk Komite Gabungan untuk Susun Konstitusi Palestina

    Jakarta

    Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan Prancis dan Palestina akan membentukan komite gabungan. Nantinya komite gabungan bertugas menyusun konstitusi bagi Palestina.

    “Kami memutuskan bersama untuk membentuk komite gabungan demi konsolidasi negara Palestina,” kata Macron setelah pertemuan dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas, dilansir AFP, Rabu (12/11/2025).

    Menurut Macron, komite tersebut akan berperan dalam proses penyusunan konstitusi baru Palestina. Ia menambahkan, draf awal konstitusi telah diserahkan langsung oleh Abbas kepadanya.

    “Berkontribusi dalam penyusunan konstitusi baru, yang drafnya telah disampaikan oleh Presiden Abbas kepada saya,” jelasnya.

    Sementara itu, Abbas menyambut baik inisiatif tersebut dan menyatakan kesiapannya untuk segera membentuk komite konstitusi bersama Prancis. Abbas mengatakan ia setuju “untuk segera membentuk komite konstitusi tersebut”.

    (dek/dek)

  • Sebulan Gencatan Senjata Gaza, Berapa Kali Israel Lakukan Pelanggaran?

    Sebulan Gencatan Senjata Gaza, Berapa Kali Israel Lakukan Pelanggaran?

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Satu bulan setelah deklarasi gencatan senjata di Jalur Gaza, suara ledakan masih terdengar hampir setiap hari. Menurut data Kantor Media Pemerintah di Gaza, Israel tercatat telah melanggar kesepakatan sebanyak 282 kali hanya dalam periode 10 Oktober hingga 10 November.

    Pelanggaran itu mencakup 124 kali pengeboman, 88 kali penembakan terhadap warga sipil, 12 kali penyerbuan ke permukiman, dan 52 kali penghancuran properti warga. Selain itu, 23 warga Palestina juga ditahan selama periode tersebut.

    “Israel tidak hanya menyerang secara militer, tetapi juga menahan bantuan vital dan menghancurkan infrastruktur sipil,” tulis lembaga tersebut dalam laporan yang dikutip Al Jazeera, Selasa (11/11/2025).

    Kesepakatan dari AS, Tanpa Suara Palestina

    Gencatan senjata ini berawal dari proposal 20 poin yang diluncurkan Amerika Serikat pada 29 September. Dokumen itu bertujuan menghentikan perang, membebaskan tawanan, dan membuka akses penuh bagi bantuan kemanusiaan.

    Namun, perjanjian tersebut dibuat tanpa keterlibatan langsung Palestina dan ditandatangani secara simbolis pada 13 Oktober di bawah pimpinan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Ironisnya, Israel dan Hamas tidak hadir dalam penandatanganan itu, menimbulkan keraguan atas efektivitas kesepakatan tersebut.

    “Israel telah berjanji tidak akan mengizinkan berdirinya negara Palestina,” tulis Al Jazeera, sementara AS tetap menyalurkan bantuan militer besar-besaran ke Tel Aviv.

    Serangan Tak Berhenti Meski Gencatan Berlaku

    Analisis media tersebut menunjukkan, Israel menyerang Gaza 25 dari 31 hari terakhir, hanya menyisakan enam hari tanpa laporan kematian atau cedera.

    Sejak gencatan senjata dimulai pada 10 Oktober, 242 warga Palestina tewas dan 622 lainnya terluka, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

    Serangan paling mematikan terjadi pada 19 dan 29 Oktober, dengan total korban mencapai 154 orang. Di Rafah, serangan udara Israel bahkan menewaskan 109 orang, termasuk 52 anak-anak.

    Data Kementerian Kesehatan Palestina mencatat hingga 10 November 2025, korban tewas di Gaza mencapai 69.179 orang, termasuk 20.179 anak-anak, sementara 170.693 orang terluka.

    Presiden Trump membela tindakan tersebut. “Israel membalas, dan mereka seharusnya membalas,” ujarnya kepada wartawan, menyebut serangan itu sebagai “respon atas kematian tentara Israel.”

    Menurut Lieber Institute, gencatan senjata dimaksudkan untuk “membekukan konflik di tempat”, namun sifatnya kerap ambigu. Tanpa resolusi Dewan Keamanan PBB, pelanggaran perjanjian ini lebih menjadi persoalan politik ketimbang pelanggaran hukum internasional.

    Bantuan Tertahan di Perbatasan

    Salah satu poin utama gencatan senjata adalah pengiriman penuh bantuan kemanusiaan ke Gaza. Namun di lapangan, realisasinya jauh dari janji.

    Menurut Program Pangan Dunia (WFP), hanya setengah dari kebutuhan pangan yang berhasil masuk. Data UN 2720 mencatat baru 3.451 truk bantuan yang tiba hingga awal November, jauh dibawah target 600 truk per hari.

    “Inspeksi Israel membuat penyaluran bantuan terhambat berhari-hari,” ujar sejumlah pengemudi truk,

    Israel juga disebut memblokir lebih dari 350 jenis bahan makanan penting, termasuk daging, susu, dan sayuran, dan justru mengizinkan masuk makanan ringan seperti coklat dan minuman bersoda.

    Pertukaran Tawanan di Tengah Serangan

    Meski serangan terus terjadi, sebagian kesepakatan gencatan senjata tetap berjalan. Pada 13 Oktober, Hamas membebaskan 20 tawanan Israel dengan imbalan 250 tahanan dan 1.700 warga Palestina yang hilang.

    Hamas juga telah mengembalikan 24 dari 28 jenazah tawanan Israel, sementara Israel menyerahkan kembali 300 jenazah warga Palestina, banyak di antaranya menunjukkan tanda-tanda penyiksaan.

    Kelompok Hamas menyatakan empat jenazah sisanya masih terkubur di bawah reruntuhan akibat pemboman Israel.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pasukan Israel Gempur Gaza Lagi, Bunuh Anak-Anak di Khan Younis

    Pasukan Israel Gempur Gaza Lagi, Bunuh Anak-Anak di Khan Younis

    GELORA.CO  – Israel kembali melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza, Senin (10/11/2025), menewaskan dua orang termasuk seorang anak. Serangan drone militer Zionis tersebut ditujukan ke Khan Younis, Jalur Gaza bagian selatan.

    Tak jelas apa yang menjadi sasaran pasukan Israel, namun jelas-jelas melanggar perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku sejak 10 Oktober lalu.

    Pasukan Pertahanan Israel (IDF), dalam pernyataannya seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa (11/11/2025), mengklaim target serangan pada Senin merupakan ancaman langsung bagi pasukannya, padahal yang menjadi korban anak-anak.

    Militer Israel juga menghancurkan rumah-rumah di dalam area garis kuning, batas penarikan pasukan yang disepakati dalam gencatan senjata.

    Operasi pembongkaran di Khan Younis bahkan semakin diintensifkan. 

    “Setiap bangunan atau rumah berlantai 2 menjadi sasaran,” kata Hamdan Radwan, pemimpin wilayah Bani Suheila, di wilayah tersebut.

    Pasukan Israel juga meledakkan blok-blok permukiman di Gaza tengah. 

    Gambar satelit dan rekaman video di lokasi menunjukkan sebagian besar permukiman hancur menjadi puing-puing.

    Israel juga terus membatasi pengiriman bantuan ke Gaza, bentuk lain dari pelanggaran gencatan senjata. 

    Kelompok perlawanan Palestina Hamas menyatakan, Israel melarang masuk setidaknya 600 truk bantuan setiap hari, termasuk 50 truk tangki bahan bakar, meski tercantum dalam perjanjian tersebut.

    Pada Minggu (9/11/2025), hanya 270 truk yang memasuki Gaza melalui perlintasan Karem Abu Salem (Kerem Shalom) dan Al Karara (Kissufuim). Pengiriman meliputi 126 truk bantuan kemanusiaan, 127 truk barang komersial, 10 truk bahan bakar, dan 7 truk gas untuk memasak.

  • Gaza Catat Angka Amputasi Anggota Tubuh Anak Tertinggi di Dunia

    Gaza Catat Angka Amputasi Anggota Tubuh Anak Tertinggi di Dunia

    JAKARTA – Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan Jalur Gaza saat ini mencatat angka amputasi anggota tubuh anak tertinggi di dunia, jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya.

    Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dikeluarkan pada awal Oktober, lebih dari 5.000 orang telah menjalani amputasi selama agresi Israel di Jalur Gaza, dikutip dari WAFA 10 November.

    Lebih jauh, Kementerian Kesehatan mengumumkan rencana untuk meluncurkan kampanye penggalangan dana dan mobilisasi internasional guna mendukung dana khusus untuk rehabilitasi para penyandang amputasi.

    Inisiatif ini juga bertujuan untuk membangun kembali sistem rehabilitasi Gaza guna mencapai pemulihan yang berkelanjutan.

    Selain itu, inisiatif ini menyusul laporan bersama yang baru-baru ini dirilis yang mengungkapkan penurunan layanan rehabilitasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh Jalur Gaza, akibat kerusakan infrastruktur kesehatan yang luas dan peningkatan tajam jumlah cedera akibat agresi Israel.

    Menurut laporan tersebut, jumlah korban luka telah melampaui 170.000 pada September 2025, dengan setidaknya seperempatnya diperkirakan memerlukan perawatan rehabilitasi jangka menengah dan panjang.

    Data menunjukkan, Gaza kini mencatat tingkat amputasi anggota tubuh tertinggi di kalangan anak-anak di seluruh dunia jika dibandingkan dengan jumlah populasinya, yang mencerminkan skala bencana kesehatan dan kemanusiaan di Jalur Gaza.

  • Trump-Pangeran MBS Bakal 4 Mata, Saudi Buka Hubungan dengan Israel?

    Trump-Pangeran MBS Bakal 4 Mata, Saudi Buka Hubungan dengan Israel?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bakal melakukan pertemuan “4 mata” dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS). Pemimpin de facto negara Raja Salman bin Abdulaziz itu dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih pada 18 November.

    Namun, sumber mengatakan MBS tak akan mengambil langkah besar soal Israel. Sebelumnya AS getol membujuk Arab Saudi membuka hubungan dengan Tel Aviv, meminta kerajaan bergabung dengan Abraham Accords.

    Menurut dua sumber Teluk yang dikutip Reuters, Arab Saudi telah menyampaikan posisinya kepada Washington bahwa normalisasi tidak akan dilakukan tanpa kemajuan konkret pada isu Palestina. Riyadh menegaskan, kesepakatan baru hanya akan terjadi jika ada peta jalan yang kredibel menuju pembentukan negara Palestina.

    “Tujuannya adalah menghindari kesalahan langkah diplomatik dan memastikan keselarasan posisi Saudi dan AS sebelum pernyataan publik apa pun dibuat,” ujar salah satu sumber, seperti dikutip Reuters, Senin (10/11/2025).

    Trump sebelumnya menyatakan optimisme bahwa Arab Saudi akan segera menyusul Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko yang menandatangani Perjanjian Abraham pada 2020. Ia sesumbar, banyak negara bergabung dengan Perjanjian Abraham dan menyebut Arab Saudi segera menyusul.

    Namun, Riyadh tampaknya ingin membentuk kerangka baru yang tak hanya memperluas kesepakatan lama. Menurut sumber, setiap langkah untuk mengakui Israel harus menjadi bagian dari kerangka kerja baru bukan sekadar perpanjangan dari kesepakatan apa pun.

    Bagi kerajaan yang menjadi penjaga dua situs suci Islam itu, pengakuan terhadap Israel bukan hanya isu diplomatik, tetapi juga menyangkut keamanan nasional dan legitimasi domestik. Sentimen publik Arab yang masih tinggi terhadap agresi Israel di Gaza membuat keputusan itu semakin sensitif.

    Sebelumnya, Pejabat Kementerian Luar Negeri Saudi, Manal Radwan, menegaskan perlunya penarikan pasukan Israel yang jelas dan tepat waktu dari Jalur Gaza, serta pemberdayaan Otoritas Palestina. “Langkah-langkah ini, menjadi prasyarat bagi solusi dua negara dan integrasi regional,” katanya.

    “Ia tidak akan mempertimbangkan formalisasi hubungan tanpa setidaknya jalur yang kredibel menuju negara Palestina,” kata mantan pejabat intelijen AS yang kini di lembaga Atlantic Council, Jonathan Panikoff.

    “Posisi Saudi jelas: memenuhi tuntutan keamanan nasional kerajaan akan membantu membentuk sikapnya terhadap isu-isu regional, termasuk konflik Palestina-Israel,” tegas 
    Kepala Gulf Research Institute, Abdulaziz Sager.

    Di sisi lain, Riyadh dan Washington disebut tengah mematangkan pakta pertahanan baru yang akan memperluas kerja sama militer dan teknologi antara kedua negara. Meski belum mencapai perjanjian penuh seperti yang diinginkan Saudi, analis mengatakan pakta ini disebut sebagai batu loncatan menuju kesepakatan yang lebih komprehensif.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Viral Tatapan Sinis Miss Israel ke Miss Palestine di Ajang Miss Universe

    Viral Tatapan Sinis Miss Israel ke Miss Palestine di Ajang Miss Universe

    GELORA.CO –  Viral tangkapan video tatapan sinis Miss Israel kepada Miss Palestine dalam ajang Miss Universe 2025. 

    Dalam video tersebut Miss Palestine Nadeen Ayoub berdiri berdampingan dengan Miss Israel Melanie Shiraz Asor. 

    Miss Palestine Nadeen Ayoub pun tampak percaya diri dengan puluhan wanita cantik dari berbagai negara lainnya. 

    Ayoub terus memberikan senyum kepada para penonton dari atas panggung Miss Universe yang digelar di Bangkok, Thailand, pada Minggu (9/11/2025).

    Namun demikian tidak dengan Miss Israel Melanie Shiraz. 

    Shiraz terlihat tidak nyaman dan terus mengubah posisi gaya sambil menatap sinis Ayoub. 

    Ayoub pun terlihat tidak meladeni tatapan sinis Shiraz dan terus tersenyum kepada penonton.

    Diketahui ini kali pertama Miss Universe akhirnya menerima perwakilan Palestina dalam ajang kecantikan tersebut. 

    Ayoub adalah model dan aktivis asal Palestina.

    Miss Universe Organization (MUO) mengonfirmasi sebelumnya Ayoub resmi menjadi peserta Miss Universe 2025. 

    Diterimanya Palestina sebagai bentuk keberagamaan yang ditawarkan Miss Universe.

    “Kami dengan bangga menyambut delegasi dari seluruh dunia untuk merayakan keberagaman, pertukaran budaya, dan pemberdayaan perempuan,” ujar Kepala Komunikasi MUO Miguel Ángel Martínez.

    Terlebih Ayoub adalah sosok yang mencerminkan ketahanan dan tekad, nilai yang menjadi inti dari platform Miss Universe. 

    Sementara itu Ayoub memandang perannya sebagai Miss Palestine sebagai kesempatan untuk mewakili identitas, ketahanan, dan kewanitaan Palestina di panggung global.

    “Ini dimaksudkan untuk menunjukkan sisi diri kita di luar hal-hal yang kita lihat di berita dan tajuk utama,” ujarnya kepada SBS Dateline.

    Ayoub lahir di AS, dan menghabiskan masa kecilnya antara Ramallah di Tepi Barat dan AS. Ayahnya lahir di Nablus dan ibunya di Hebron, keduanya kota di Tepi Barat.

    Saat remaja, keluarganya pindah ke Kanada, tempat ia menyelesaikan sekolah menengah atas dan kuliah sebelum kembali ke Ramallah. Ia kini tinggal di antara Ramallah dan Dubai.