Negara: Oman

  • Pertamina Intensif Pantau Pergerakan Tanker di Selat Hormuz hingga Terusan Suez

    Pertamina Intensif Pantau Pergerakan Tanker di Selat Hormuz hingga Terusan Suez

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina International Shipping (PIS) melakukan pengawasan intensif terhadap pergerakan tanker, terutama di kawasan rawan, seperti Terusan Suez, Teluk Arab (Arabian Gulf), dan Selat Hormuz. Langkah itu diambil menyusul memanasnya konflik di Timur Tengah.

    Corporate Secretary PIS Muhammad Baron menyampaikan, melalui penguatan protokol keselamatan dan skenario jalur alternatif, PIS memastikan pengangkutan energi tetap berjalan.

    Sejalan dengan protokol keamanan operasional, kata dia, PIS memastikan bahwa seluruh kapal internasional yang saat ini aktif beroperasi dalam kondisi aman. 

    “Pengawasan ketat dilakukan melalui koordinasi langsung dengan otoritas maritim setempat, awak kapal dan penggunaan sistem pemantauan real-time yang terintegrasi,” ujar Baron melalui keterangan resmi dikutip Selasa (24/6/2025).

    Sebagai langkah antisipatif terhadap potensi gangguan rantai pasok, perusahaan juga telah menyiapkan skenario jalur alternatif untuk pengangkutan energi. Menurut Baron, langkah ini aman dan strategis sebagai titik pengganti jika terjadi eskalasi risiko di jalur utama seperti Selat Hormuz.

    Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia. Di satu sisi, Iran sedang dalam pembahasan untuk menutup selat tersebut imbas meningkatnya eskalasi di wilayah itu.

    Baron mengatakan, pihaknya terus memantau secara aktif situasi regional dan global, serta mengambil langkah cepat demi memastikan keselamatan awak kapal dan kelancaran distribusi energi. 

    “Kami juga terus berkoordinasi secara intens dengan pemilik kargo untuk mengantisipasi perkembangan terkini. Keselamatan dan keberlanjutan pengangkutan energi menjadi prioritas utama kami dalam menjaga ketahanan energi nasional dan memastikan layanan yang andal kepada konsumen global,” imbuhnya.

    Dia lantas memastikan bahwa PIS terus memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam industri perkapalan global dengan memastikan keamanan, keberlanjutan, dan keunggulan dalam setiap operasionalnya. 

    Dia menuturkan, saat ini puluhan armada tanker PIS beroperasi di lebih dari 65 rute internasional yang dioperasikan melalui anak usaha PIS, yakni PIS Asia Pacific yang memiliki kantor cabang di Singapura, Dubai, dan London. 

    Menurut Baron, langkah-langkah ini menegaskan kesiapan PIS dalam menghadapi ketidakpastian global serta memperkuat posisinya sebagai penyedia jasa logistik energi yang andal, adaptif, dan tangguh di tengah tantangan geopolitik dunia.

    Sebelumnya, pemerintah Iran sedang dalam pembahasan untuk menutup Selat Hormuz imbas memanasnya perang. Penutupan ini telah dibahas oleh Parlemen Republik Islam Iran, di mana mereka telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran. 

    Padahal, Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia.

    Selat Hormuz terletak di antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Selat ini memiliki panjang hampir 161 kilometer (km) dan lebar 34 km pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran di setiap arah hanya selebar 3 km. 

    Selat Hormuz cukup dalam dan lebar untuk dilalui kapal tanker minyak mentah terbesar di dunia dan merupakan salah satu jalur minyak paling penting di dunia. 

    Volume minyak yang mengalir melalui selat ini sangat besar. Jika selat ditutup, hanya sedikit jalur alternatif perdagangan minyak yang tersedia.

    Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA), pada 2024, aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 20 juta barel per hari (bph), atau setara dengan sekitar 20% dari konsumsi minyak bumi global.

  • Yang Terjadi Jika Iran Benar-benar Tutup Selat Hormuz

    Yang Terjadi Jika Iran Benar-benar Tutup Selat Hormuz

    Teheran

    Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz usai serangan Israel dan Amerika Serikat (AS). Meski keputusan akhir belum dibuat, namun ada laporan parlemen Iran menyetujui penutupan Selat Hormuz.

    Selat Hormuz adalah jalur perairan strategis bagi pasokan energi global. Media Iran, Press TV mengutip Esmail Kosari, anggota parlemen dan komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, yang mengatakan bahwa penutupan selat tersebut ada dalam agenda dan “akan dilakukan kapan pun diperlukan.”

    Dilansir Al Arabiya, Senin (23/6/2025), Selat Hormuz yang menghubungkan Teluk Arab dengan Laut Arab, bisa dibilang merupakan rute maritim paling penting bagi transit energi global. Sekitar 20 persen pasokan minyak dan gas alam dunia melewati selat tersebut, yang terletak di antara Iran dan Oman.

    Kapal berlayar di Selat Hormuz (Foto: NurPhoto via Getty Images/NurPhoto)

    Gangguan apa pun terhadap selat ini akan mengirimkan gelombang kejut ke pasar energi global, yang berpotensi memicu lonjakan tajam harga minyak, dan semakin mengganggu stabilitas kawasan yang sudah bergejolak.

    Selat ini telah lama menjadi titik api geopolitik. Iran telah mengancam untuk menutupnya di masa lalu, terutama selama periode meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat. Namun, meskipun ada banyak ancaman selama bertahun-tahun, Iran tidak pernah bertindak sejauh itu dengan menutupnya, sebuah tindakan yang secara luas akan dilihat sebagai tindakan eskalasi dengan konsekuensi global.

    Yang membuat momen kali ini berbeda adalah konteksnya: perang yang meningkat dengan Israel dan meningkatnya tekanan dari Amerika Serikat. Penutupan Selat Hormuz – bahkan untuk sementara – dapat membuat harga minyak melonjak dalam semalam. Ancaman gangguan saja sudah sering kali mengguncang pasar, apalagi penutupan yang sebenarnya akan jauh lebih mengganggu stabilitas.

    Negara-negara yang sangat bergantung pada minyak Teluk, termasuk China, Jepang, India, dan negara-negara Eropa, akan terkena dampak langsung. Selain itu, hal tersebut akan menguji respons angkatan laut negara-negara Barat, khususnya Angkatan Laut AS, yang mempertahankan kehadiran di wilayah tersebut justru untuk memastikan kebebasan navigasi.

    Meskipun parlemen Iran dilaporkan telah menyetujui tindakan penutupan selat tersebut, keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi, yang pada akhirnya diawasi oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

    Masih belum jelas seberapa dekat Iran untuk menerapkan tindakan penutupan tersebut, atau apakah Iran menggunakan ancaman tersebut sebagai alat tawar-menawar di tengah meningkatnya ketegangan.

    Dalam beberapa hari mendatang, banyak hal akan bergantung pada bagaimana konflik antara Iran dan Israel berlangsung, bagaimana Iran merespons serangan terbaru AS terhadap situs-situs nuklirnya, dan apakah jalan keluar diplomatik muncul. Namun satu hal yang jelas: jika Selat Hormuz ditutup, bahkan untuk sementara, dampaknya akan terasa jauh melampaui Teluk Arab.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ekonomi AS Diprediksi Terguncang Imbas Ikut Campur Perang Israel Vs Iran

    Ekonomi AS Diprediksi Terguncang Imbas Ikut Campur Perang Israel Vs Iran

    Jakarta

    Dampak perang Israel Vs Iran akan dirasakan juga oleh Amerika Serikat (AS). Apalagi, setelah AS mengebom fasilitas nuklir di Iran

    Gubernur Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mengatakan kenaikan harga minyak imbas konflik timur tengah akan terjadi.

    Meski begitu, pihaknya kini terus melakukan pemantauan terkait dampak ekonomi yang akan ditimbulkan dari hal tersebut.

    “Apa yang biasanya terjadi ketika terjadi gejolak di Timur Tengah adalah lonjakan harga energi, tetapi biasanya akan kembali turun,” ujarnya dikutip dari CNN, Senin (23/6/2025).

    “Hal-hal seperti itu umumnya tidak berdampak lama terhadap inflasi, meskipun tentu saja pada tahun 1970-an dampaknya sangat besar karena adanya serangkaian guncangan besar,” tambah Powell.

    Powel mengatakan kondisi ekonomi AS saat ini lebih kuat dan tidak terlalu bergantung pada minyak luar negeri, berbeda dengan era 1970-an ketika krisis minyak sempat memicu inflasi besar.

    “Ekonomi AS saat ini jauh lebih tidak bergantung pada minyak asing dibandingkan tahun 1970-an,” kata Powell

    Berbeda dengan Powel, para ekonom tidak sepenuhnya yakin konflik ini tidak membawa risiko besar bagi ekonomi AS. Ekonom JPMorgan yang menyatakan, ekonomi AS dan global diperkirakan akan menghadapi beberapa guncangan besar tahun ini imbas pecahnya perang di Timur Tengah.

    Kepala Ekonom Internasional di ING James Knightley, mengatakan konflik Iran-Israel akan menyebabkan lonjakan harga minyak yang dapat dirasakan langsung oleh konsumen AS jika Selat Hormuz ditutup.

    “Salah satu dampak paling langsung bagi konsumen AS akan terjadi jika Selat Hormuz ditutup, yang dapat menyebabkan lonjakan tajam biaya energi karena terganggunya aliran minyak dan gas yang dikirim lewat laut,” terang James.

    Kepala Strategi Ekonomi Morgan Stanley Ellen Zentner meramalkan ekonomi AS akan melambat akibat sentimen tarif impor yang tinggi dan kenaikan harga minyak dunia akibat memanasnya perang Timur Tengah.

    “Dapat memberikan tekanan ke bawah yang kuat pada kemampuan rumah tangga untuk berbelanja, dan itu dapat memperlambat PDB lebih jauh,” ujar Ellen dikutip dari Reuters, Senin (23/6/2025).

    Lembaga Informasi Energi AS (EIA) baru-baru ini menyebut Selat Hormuz yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman merupakan salah satu titik pengiriman minyak paling penting di dunia.

    Tahun lalu, jumlah minyak yang melewati jalur ini rata-rata mencapai 20 juta barel per hari, atau sekitar 20% dari konsumsi global cairan minyak bumi.

    “Pilihan alternatif untuk mengalirkan minyak jika selat ini ditutup sangat terbatas,” ungkap EIA dalam sebuah artikel online hari Senin.

    Di sisi lain, meski kenaikan harga akibat tarif impor belum terlihat jelas dalam laporan inflasi resmi AS, para ekonom percaya bahwa itu hanya soal waktu.

    Setelah ekonomi global mulai pulih dari pandemi, inflasi pun melonjak di banyak negara. Kondisi ini semakin diperburuk oleh perang Rusia-Ukraina yang membuat harga gas melonjak dan inflasi naik lebih tinggi lagi.

    Situasi serupa bisa saja terulang jika harga minyak dan bensin kembali naik akibat konflik Israel-Iran.

    “Dengan harga barang-barang yang sudah mulai naik karena tarif impor, lonjakan harga bensin akan makin menekan pengeluaran rumah tangga. Ini bisa membuat ekonomi melambat lebih dalam,” kata Knightley

    (hns/hns)

  • Iran Berencana Tutup Selat Hormuz, ESDM: Sedang Kita Kalkulasi

    Iran Berencana Tutup Selat Hormuz, ESDM: Sedang Kita Kalkulasi

    Jakarta

    Kementerian ESDM buka suara soal konflik Iran-Israel dan rencana Iran menutup Selat Hormuz imbas serangan Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah situs nuklir Iran.

    Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Tri Winarno mengatakan pemerintah masih memantau dan mengkaji situasi konflik yang terjadi antara Iran-Israel, termasuk soal rencana penutupan Selat Hormuz. Pasalnya, belum ada keputusan resmi terkait penutupan Selat Hormuz, sehingga pemerintah belum memutuskan kebijakan yang akan diambil.

    “Masih potensi ya, nah itu sedang kita kalkulasi potensinya seperti apa,” katanya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2025).

    Tri membenarkan bahwa sebagian impor minyak mentah Indonesia berasal dari Arab yang melewati Selat Hormuz. Meski begitu, ia menegaskan belum ada rencana untuk mengalihkan rute distribusi minyak dari Selat Hormuz.

    “Belum (rencana mengalihkan rute), masih dikalkulasi potensinya,” katanya.

    Sebelumnya, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso menyampaikan bahwa jika Iran memang benar melakukan blokade terhadap Selat Hormuz maka hal ini akan berdampak terhadap rantai distribusi minyak mentah dunia.

    Untuk mengantisipasi adanya penutupan tersebut, Fadjar mengatakan, Pertamina telah menyiapkan rute alternatif jalur yang lebih aman melalui Oman ataupun India.

    “Pertamina telah mengantisipasi hal tersebut dengan mengamankan kapal kita, mengalihkan rute kapal ke jalur aman melalui antara lain Oman dan India,” katanya saat dihubungi detikcom, Senin (23/6/2025).

    Fadjar menambahkan adanya perang Israel-Iran hingga kini belum berdampak terhadap pasokan minyak mentah dalam negeri. Ia mengatakan saat ini pasokan minyak mentah dalam juga masih dalam kondisi yang aman.

    “Secara umum pasokan kita masih terkendali,” katanya.

    Sebagai informasi, Iran berencana menutup Selat Hormuz sebagai bentuk balasan terhadap Israel dan juga Amerika Serikat (AS) yang telah menyerang sejumlah situs nuklir Iran. Penutupan ini akan dilakukan jika objek vital kepentingan nasional Iran vital benar-benar terancam.

    “Iran memiliki banyak pilihan untuk menanggapi musuh-musuhnya dan menggunakan pilihan tersebut berdasarkan situasi yang ada. Menutup Selat Hormuz merupakan salah satu opsi potensial bagi Iran,” kata Anggota Presidium Komite Keamanan Nasional Parlemen Iran Behnam Saeedi berdasarkan laporan kantor berita semi resmi Mehr, dikutip dari Reuters, Senin (23/6/2025).

    Anggota Parlemen Iran lainnya, Ali Yazdikhah juga mengatakan Iran akan terus membuka selat dan teluk selama kepentingan nasional vitalnya tidak terancam.

    “Jika Amerika Serikat secara resmi dan operasional memasuki perang untuk mendukung Zionis (Israel), itu adalah hak sah Iran dalam rangka menekan AS dan negara-negara Barat untuk mengganggu kemudahan transit perdagangan minyak mereka,” kata Yazdikhah.

    Yazdikhah mengatakan, Iran sejauh ini menahan diri untuk tidak menutup selat tersebut karena semua negara kawasan dan banyak negara lain mendapatkan keuntungan.

    “Lebih baik daripada tidak ada negara yang mendukung Israel untuk menghadapi Iran. Musuh-musuh Iran tahu betul bahwa kita punya puluhan cara untuk membuat Selat Hormuz tidak aman dan pilihan ini layak bagi kita,” kata anggota parlemen itu.

    (ara/ara)

  • Pengamat Ramal Harga Minyak Bisa Tembus US5 per Barel Jika Selat Hormuz Ditutup

    Pengamat Ramal Harga Minyak Bisa Tembus US$145 per Barel Jika Selat Hormuz Ditutup

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat memproyeksikan harga minyak dunia bisa melambung ke level US$145 per barel jika Iran menutup Selat Hormuz. Hal ini tak lepas dari terganggunya jalur pengiriman minyak dunia.

    Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran penting bagi pengiriman minyak. Menurutnya, 20% pengiriman minyak dan gas (migas) dunia melalui selat tersebut.

    Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti menilai jika selat tersebut resmi ditutup imbas memanasnya konflik di Timur Tengah, bakal terjadi disrupsi pasokan global. Apalagi, Iran memiliki kontribusi sekitar 5% terhadap pasokan minyak global.

    Yayan berpendapat, disrupsi pasokan minyak imbas ditutupnya Selat Hormuz bakal lebih dalam dibanding efek dari perang Rusia-Ukraina pada 2022.

    “Kemungkian disrupsinya sekitar 3% hingga 4%, kemungkinan harga minyak jika Selat Hormuz ditutup harga bisa di kisaran US$100 hingga US$145 per barel,” ucap Yayan kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).

    Adapun, dilansir dari Reuters, harga minyak dunia sudah mulai bergejolak. Bahkan, melonjak ke level tertinggi sejak Januari 2025 pada perdagangan pagi ini, Senin (23/6/2025).

    Tercatat, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman terdekat naik US$1,92 atau 2,49% menjadi US$78,93 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) naik US$1,89 atau 2,56% ke posisi US$75,73 per barel.

    Kendati demikian, proyeksi kenaikan harga minyak tersebut bakal bergantung pada berapa lama Selat Hormuz ditutup. Menurutnya, semakin lama selat itu ditutup, semakin parah jika efeknya.

    Dia menilai efek buruk penutupan Selat Hormuz, bahkan bakal menimpa Iran sendiri.

    “Selat Hormuz vital tak hanya untuk perdagangan internasional, tapi bagi Iran sendiri untuk melakukan aktivitas perdagangan internasional. Kalau tutup dalam jangka panjang itu enggak baik bagi ekonomi Iran,” jelas Yayan.

    Yayan berpendapat hal tersebut pun bakal berdampak bagi Indonesia, yakni harga BBM bisa naik. Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah dan para pemangku kepentingan mulai mencari pasokan minyak mentah tak hanya dari Timur Tengah.

    “Strateginya kita kan sudah ada hubungan dagang dengan AS, saya kira harus kita akselerasi impor BBM dari AS atau negara lainnya,” ucap Yayan.

    Sementara itu, Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai harga minyak bisa melonjak jika eskalasi di Timur Tengah kian meluas. Artinya, jika konflik meluas dan tak hanya melibatkan Israel, Iran, dan AS, maka harga minyak bisa melambung.

    Namun, jika konflik itu masih terbatas, harga minyak perlahan akan kembali turun.

    “Kalau terbatas, perlahan harga akan kembali turun ke fundamentalnya di kisaran US$60-US$70 per barel. Kalau perang meluas, ya tidak ada yang tahu berapa batas atasnya,” kata Pri Agung.

    Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia. Di satu sisi, pemerintahan Iran sedang dalam pembahasan untuk menutup selat tersebut.

    Penutupan ini telah dibahas oleh Parlemen Republik Islam Iran pada Minggu (22/6/2025), di mana mereka telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran.

    Selat Hormuz, yang terletak di antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Selat ini memiliki panjang hampir 161 kilometer (km) dan lebar 34 km pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran di setiap arah hanya selebar 3 km.

    Selat Hormuz cukup dalam dan lebar untuk dilalui kapal tanker minyak mentah terbesar di dunia dan merupakan salah satu jalur minyak paling penting di dunia.

    Volume minyak yang mengalir melalui selat ini sangat besar. Jika selat ditutup, hanya sedikit jalur alternatif perdagangan minyak yang tersedia.

    Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA), pada 2024, aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 20 juta barel per hari (bph), atau setara dengan sekitar 20% dari konsumsi minyak bumi global.

  • Stok BBM Pertamina aman di tengah ancaman penutupan Selat Hormuz

    Stok BBM Pertamina aman di tengah ancaman penutupan Selat Hormuz

    Depot Pertamina Patra Niaga Regional Papua Maluku yang ada di Kota Jayapura, Papua. (ANTARA/HO- Pertamina Papua)

    Stok BBM Pertamina aman di tengah ancaman penutupan Selat Hormuz
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 23 Juni 2025 – 13:49 WIB

    Elshinta.com – Pertamina Patra Niaga menyampaikan stok bahan bakar minyak (BBM) masih aman di tengah keinginan Iran menutup Selat Hormuz akibat konflik Iran-Israel.

    “Untuk stok (BBM) saat ini aman,” ucap Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.

    Selain stok BBM, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso juga menyampaikan bahwa stok minyak mentah di dalam negeri masih aman.

    Pernyataan tersebut merespons situasi terkini, yakni disetujuinya usulan penutupan Selat Hormuz oleh Parlemen Republik Islam Iran.

    Fadjar sebelumnya telah menyampaikan bahwa PT Pertamina (Persero) menyiapkan rute alternatif distribusi minyak mentah, seperti Oman dan India. Biaya operasional yang akan dipengaruhi oleh perubahan rute pelayaran saat ini masih dikalkulasi.

    Penutupan Selat Hormuz, kata dia, tentu berdampak pada distribusi minyak mentah, sebab selat tersebut dilalui oleh 20 persen pelayaran minyak mentah.

    Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat sejak Jumat (13/6) ketika Israel melancarkan serangan udara di sejumlah lokasi di Iran, termasuk fasilitas militer dan nuklir.

    Serangan Israel memicu Teheran untuk melancarkan serangan balasan ke sejumlah titik di negara tersebut pada hari yang sama.

    Otoritas Israel menyebut sekurangnya 25 orang tewas dan ratusan lainnya terluka akibat serangan rudal Iran. Sementara, 430 warga Iran tewas dan lebih dari 3.500 lainnya terluka dalam serangan Israel ke negara tersebut, menurut Kementerian Kesehatan Iran.

    Presiden AS Donald Trump pada Minggu pagi menyatakan bahwa militer AS telah melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran di Fordo, Natanz, dan Isfahan.

    Menyusul serangan AS, Parlemen Republik Islam Iran pada Minggu telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran.

    Sumber : Antara

  • Yang Terjadi Jika Iran Benar-benar Tutup Selat Hormuz

    Apa Itu Selat Hormuz yang Diancam Ditutup Iran? Letak hingga Peran Vitalnya

    Jakarta

    Selat Hormuz kembali menjadi sorotan global seiring meningkatnya ketegangan antara Iran, Israel, dan Amerika Serikat (AS). Jalur laut ini disebut-sebut sebagai titik strategis yang bisa memicu krisis energi apabila ditutup atau terganggu akibat konflik kawasan.

    Meski namanya sering disebut dalam pemberitaan geopolitik, tidak semua orang mengetahui pentingnya Selat Hormuz bagi dunia. Di mana letaknya? Mengapa jalur ini dianggap vital dalam perdagangan global?

    Letak dan Karakteristik Selat Hormuz

    Mengutip dari Encyclopaedia Britannica, Selat Hormuz adalah jalur laut sempit yang memisahkan Teluk Persia di sebelah barat dengan Teluk Oman dan Laut Arab di sebelah timur. Selat ini terletak di antara pantai selatan Iran dan pesisir utara Uni Emirat Arab (UEA) serta Oman.

    Selat ini memiliki lebar sekitar 35 hingga 60 mil (55 hingga 95 km). Di wilayah ini terdapat pulau-pulau seperti Qeshm (Qishm), Hormuz, dan Hengām (Henjām).

    Selat Hormuz menjadi satu-satunya pintu keluar masuk kapal tanker dari Teluk Persia, tempat sebagian besar negara penghasil minyak dunia berada. Kondisi geografis ini menjadikannya sebagai choke point atau titik kritis dalam rute perdagangan laut paling strategis di dunia.

    Fungsi dan Peran Vital Selat Hormuz

    Menurut US Energy Information Administration, lebih dari 20% pasokan minyak dunia, yakni sekitar 17 juta barel per hari, melintasi Selat Hormuz setiap tahunnya. Jalur ini dilalui oleh kapal tanker dari negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi, Iran, Irak, Kuwait, dan UEA menuju pasar energi di Asia, Eropa, dan Amerika.

    Selain minyak mentah, Selat Hormuz juga menjadi jalur utama bagi ekspor gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), sehingga menjadikannya kunci dalam rantai pasokan energi global. Gangguan di jalur ini berpotensi memicu lonjakan harga energi dan instabilitas ekonomi di banyak negara.

    Ketegangan dan Ancaman Penutupan

    Ancaman penutupan Selat Hormuz bukan hal baru dari Iran. Negara ini telah lama menjadikan selat tersebut sebagai alat tawar politik saat menghadapi tekanan Barat, terutama terkait sanksi dan isu nuklir. Namun, meski sering mengancam, Iran belum pernah benar-benar menutupnya, seperti dilansir Al Jazeera.

    Penutupan Selat Hormuz berisiko memicu reaksi global karena dapat mengganggu arus perdagangan energi dunia. Gangguan kecil saja di wilayah ini bisa mengguncang pasar energi, mendorong lonjakan harga minyak, dan memperburuk ketegangan di kawasan yang sudah sensitif.

    Tonton juga “Uni Eropa Khawatir Iran Tutup Selat Hormuz: Akan Sangat Berbahaya” di sini:

    (wia/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pertamina Pastikan Stok BBM Aman di Tengah Isu Iran Tutup Selat Hormuz

    Pertamina Pastikan Stok BBM Aman di Tengah Isu Iran Tutup Selat Hormuz

    Bisnis.com, JAKARTA – Pertamina Patra Niaga menyampaikan stok bahan bakar minyak (BBM) masih aman di tengah keinginan Iran menutup Selat Hormuz akibat konflik Iran-Israel.

    “Untuk stok (BBM) saat ini aman,” ucap Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari ketika dihubungi Antara dari Jakarta, Senin (23/6/2205).

    Selain stok BBM, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso juga menyampaikan bahwa stok minyak mentah di dalam negeri masih aman.

    Pernyataan tersebut merespons situasi terkini, yakni disetujuinya usulan penutupan Selat Hormuz oleh Parlemen Republik Islam Iran.

    Fadjar sebelumnya telah menyampaikan bahwa PT Pertamina (Persero) menyiapkan rute alternatif distribusi minyak mentah, seperti Oman dan India. Biaya operasional yang akan dipengaruhi oleh perubahan rute pelayaran saat ini masih dikalkulasi.

    Penutupan Selat Hormuz, kata dia, tentu berdampak pada distribusi minyak mentah, sebab selat tersebut dilalui oleh 20% pelayaran minyak mentah.

    Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat sejak Jumat (13/6) ketika Israel melancarkan serangan udara di sejumlah lokasi di Iran, termasuk fasilitas militer dan nuklir.

    Serangan Israel memicu Teheran untuk melancarkan serangan balasan ke sejumlah titik di negara tersebut pada hari yang sama.

    Otoritas Israel menyebut sekurangnya 25 orang tewas dan ratusan lainnya terluka akibat serangan rudal Iran. Sementara, 430 warga Iran tewas dan lebih dari 3.500 lainnya terluka dalam serangan Israel ke negara tersebut, menurut Kementerian Kesehatan Iran.

    Presiden AS Donald Trump pada Minggu pagi menyatakan bahwa militer AS telah melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran di Fordo, Natanz, dan Isfahan.

    Menyusul serangan AS, Parlemen Republik Islam Iran pada Minggu telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran.

  • Harga BBM Terancam Naik jika Selat Hormuz Ditutup

    Harga BBM Terancam Naik jika Selat Hormuz Ditutup

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha mengingatkan risiko harga BBM di dalam negeri bisa melonjak jika Selat Hormuz. Penutupan selat itu dapat mengganggu rute pengiriman minyak mentah dunia.

    Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menjelaskan, Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran penting bagi pengiriman minyak. Menurutnya, 20% pengiriman minyak dan gas (migas) dunia melalui selat tersebut.

    Dia berpendapat, kalau selat tersebut resmi ditutup imbas memanasnya konflik di Timur Tengah, jalur distribusi jelas akan terganggu. Imbasnya, harga minyak dunia bakal naik.

    “Dan kita sudah lihat harga minyak sekarang itu sudah di angka US$77 per barel, malah masuk ke US$79. Baru saja saya lihat ini sekarang, US$79 sudah, dan mendekati US$80,” ucap Moshe kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).

    Moshe mengatakan, konflik di Timur Tengah yang kini melibatkan Amerika Serikat (AS) menjadi sentimen buruk bagi pasar. Harga minyak dunia benar-benar bisa naik drastis jika konflik berkepanjangan.

    Di sisi lain, Indonesia sebagai net importir juga kebagian getahnya. Buntutnya, harga BBM dalam negeri bisa naik. Lebih jauh, kenaikan biaya energi itu dapat memperburuk kinerja industri.

    “Sebagai net importer, dampaknya justru lebih besar atas kenaikan minyak ini ke BBM kita. Kemampuan industri untuk membayar itu akan jadi menurun. Dan itu yang sangat dikhawatirkan, produktivitas bisa menurun, daya saing kita juga menurun,” jelas Moshe.

    Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah memperkuat kemampuan fiskal. Apalagi, situasi global makin runyam imbas konflik dan perang tarif. Selain membuat harga minyak naik, Moshe menyebut hal itu juga dapat membuat nilai tukar rupiah melemah. Imbasnya, inflasi pun bisa meningkat.

    Moshe mengatakan, jika inflasi naik, maka kegiatan industri dan investasi pun bakal tertekan. Hal ini membuat ekonomi Indonesia melemah.

    “Nah di situ lah butuhnya peran pemerintah untuk memberikan insentif, memberikan bantuan, sehingga pemerintah sekarang harus sudah mulai menghemat,” tutur Moshe.

    Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia. Di satu sisi, Pemerintahan Iran sedang dalam pembahasan untuk menutup selat tersebut.

    Penutupan ini telah dibahas oleh Parlemen Republik Islam Iran pada Minggu, di mana mereka telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran.

    Selat Hormuz, yang terletak di antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Selat ini memiliki panjang hampir 161 kilometer (km) dan lebar 34 km pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran di setiap arah hanya selebar 3 km.

    Selat Hormuz cukup dalam dan lebar untuk dilalui kapal tanker minyak mentah terbesar di dunia dan merupakan salah satu jalur minyak paling penting di dunia.

    Volume minyak yang mengalir melalui selat ini sangat besar. Jika selat ditutup, hanya sedikit jalur alternatif perdagangan minyak yang tersedia.

    Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA), pada 2024, aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 20 juta barel per hari (bph), atau setara dengan sekitar 20% dari konsumsi minyak bumi global.

  • Sinyal Waspada Ekonomi Global Imbas Serangan AS ke Iran

    Sinyal Waspada Ekonomi Global Imbas Serangan AS ke Iran

    Bisnis.com, JAKARTA – Serangan udara Amerika Serikat (AS) terhadap fasilitas nuklir Iran berisiko menimbulkan efek berantai yang dapat berdampak buruk terhadap perekonomian global.

    Hal ini diungkapkan oleh Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva yang mengingatkan bahwa serangan udara AS dapat memicu dampak lanjutan yang meluas, jauh melampaui sektor energi.

    “Ini kami lihat sebagai sumber ketidakpastian tambahan dalam lingkungan yang sudah sangat tidak stabil,” kata Georgieva seperti dilansir Bloomberg, Senin (23/6/2025).

    Ia menyebut gejolak terbesar sejauh ini tercermin pada lonjakan harga energi, yang kini tengah diawasi ketat oleh IMF. Namun, ia menambahkan bahwa bisa saja muncul dampak sekunder dan tersier dari lonjakan harga energi tersebut.

    ”Misalnya, jika turbulensi ini mulai memukul prospek pertumbuhan ekonomi besar, maka kita berhadapan dengan risiko revisi turun terhadap proyeksi pertumbuhan global,” lanjutnya.

    Harga acuan minyak dunia, Brent, sempat melesat hingga 5,7% ke US$81,40 per barel pada perdagangan pagi di Asia, sebelum terkoreksi sebagian akibat aksi jual intensif.

    IMF sendiri telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini pada April lalu, ketika memperingatkan bahwa upaya “reboot” perdagangan global yang dipimpin AS justru memperlambat laju pertumbuhan.

    Georgieva mengatakan, data kuartal pertama dan kedua menunjukkan tren tersebut masih berlangsung. Meskipun dunia diperkirakan terhindar dari resesi, lonjakan ketidakpastian terus menekan ruang pertumbuhan.

    Ketegangan geopolitik meningkat tajam setelah Presiden Donald Trump memerintahkan serangan dengan bom penembus bunker ke situs nuklir Iran. Langkah ini mendorong kawasan Timur Tengah ke wilayah risiko yang belum terpetakan, dan mengguncang sentimen global di saat perekonomian dunia masih belum pulih dari tekanan perang dagang.

    Secara spesifik, Georgieva menyatakan IMF kini tengah mencermati premi risiko energi — terutama di pasar minyak dan gas. Volume transaksi opsi meningkat tajam, sementara kurva kontrak berjangka mengalami pergeseran mencerminkan kekhawatiran terhadap potensi keketatan pasokan jangka pendek.

    “Kita masih harus melihat bagaimana peristiwa ini akan berkembang,” ujarnya, seraya menyampaikan kekhawatiran akan kemungkinan terganggunya jalur distribusi energi atau meluasnya dampak ke negara-negara lain. “Saya hanya bisa berdoa agar itu tidak terjadi.”

    Mengenai kondisi ekonomi AS, Georgieva melihat tren disinflasi masih berjalan, namun The Fed belum berada dalam posisi untuk segera memangkas suku bunga.

    “Menjelang akhir tahun, kami memperkirakan The Fed mungkin akan menilai bahwa waktunya telah tiba untuk melakukan penyesuaian ke bawah pada suku bunga,” tuturnya. Ia menunjuk pada kekuatan pasar tenaga kerja dan pertumbuhan upah yang menopang daya beli rumah tangga sebagai faktor utama.

    Namun, Georgieva menegaskan bahwa semakin tinggi gejolak dan ketidakpastian, semakin besar pula tekanan yang dihadapi dunia usaha.

    “Dalam situasi tidak pasti, apa yang terjadi? Investor menunda investasi, konsumen menahan belanja, dan prospek pertumbuhan pun tertahan,” pungkasnya.

    Antisipasi Balasan Iran

    Sebagai langkah awal, Iran membalas dengan meluncurkan gelombang rudal ke wilayah Israel, menimbulkan puluhan korban luka dan meratakan sejumlah bangunan di Tel Aviv.

    Kendati belum ada aksi langsung terhadap pangkalan militer AS atau penutupan jalur minyak global, para pengamat menilai bahwa situasi dapat berubah sewaktu-waktu.

    Dalam pernyataannya di Istanbul, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi menegaskan bahwa segala opsi masih di atas meja. Jalur diplomasi, kata dia, hanya akan dibuka setelah Teheran memberikan respons militer.

    “Amerika telah menginjak-injak hukum internasional. Mereka hanya paham bahasa ancaman dan kekuatan,” ujar Araqchi, dikutip Reuters, Senin (23/6/2025).

    Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yakni Ali Shamkhani, menulis di platform X (dulu Twitter): “Kejutan akan terus berlanjut!”

    Di sisi lain, Departemen Luar Negeri AS memerintahkan evakuasi keluarga staf diplomatik dari Lebanon dan mengimbau warganya di Timur Tengah untuk membatasi mobilitas dan menjaga profil rendah. Peringatan keamanan domestik juga diperketat, dengan patroli dan pengamanan ditingkatkan di lokasi-lokasi strategis, keagamaan, dan diplomatik.

    Ancaman Penutupan Selat Hormuz

    Parlemen Iran telah menyetujui langkah awal untuk menutup Selat Hormuz—jalur strategis yang dilalui hampir 25% dari total perdagangan minyak dunia dan berbatasan langsung dengan Oman serta Uni Emirat Arab.

    Meski keputusan akhir masih berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran yang diketuai oleh pejabat pilihan Ayatollah Khamenei, upaya ini dipandang sebagai potensi pemicu gejolak besar di pasar minyak global.

    Penutupan jalur ini diperkirakan akan mengerek harga minyak secara drastis, mengguncang perekonomian dunia, dan meningkatkan risiko konfrontasi langsung dengan Armada Kelima Angkatan Laut AS yang ditugaskan menjaga kelancaran lalu lintas di kawasan Teluk.

    Analis keamanan juga memperingatkan bahwa bila Iran terdesak, mereka dapat beralih ke strategi tidak konvensional, termasuk serangan bom atau siber.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dalam wawancara dengan Sunday Morning Futures menegaskan bahwa jika Iran membalas, itu akan menjadi kesalahan terburuk yang pernah mereka buat.

    Dalam pernyataan terpisah kepada CBS, Rubio menambahkan bahwa meskipun tidak ada rencana operasi lanjutan saat ini, AS memiliki target lain yang siap diserang jika diperlukan.

    “Tidak ada rencana aksi militer tambahan terhadap Iran, kecuali mereka bertindak sembrono,” ujarnya.

    Sementara itu, Dewan Keamanan PBB dijadwalkan menggelar pertemuan darurat pada Minggu malam waktu New York atas permintaan Iran. Teheran menyerukan agar badan beranggotakan 15 negara itu mengecam tindakan AS yang dinilai sebagai agresi terang-terangan dan ilegal.