Negara: Niger

  • Pilu 56 Orang Tewas dalam Bentrokan di Stadion Sepak Bola Guinea

    Pilu 56 Orang Tewas dalam Bentrokan di Stadion Sepak Bola Guinea

    Sejumlah video dan foto yang beredar secara online, seperti dilaporkan Reuters, menunjukkan para korban tewas dibaringkan di atas tanah. Dengan salah satu video menunjukkan selusin jenazah di lokasi kejadian, dengan beberapa di antaranya merupakan anak-anak.

    Reuters belum bisa memverifikasi keaslian video dan foto tersebut.

    Laporan media lokal menyebut insiden desak-desakan terjadi setelah perkelahian pecah di antara penonton dalam pertandingan sepak bola tersebut, menyusul keputusan wasit soal gol yang dipermasalahkan.

    “Aksi kekerasan dengan cepat meningkat, dan suasana panik menyelimuti stadion, sementara polisi menggunakan gas air mata,” demikian seperti dilaporkan media lokal Guinee Panorama.

    Laporan media lokal Guinea lainnya menyebut pasukan keamanan menggunakan gas air mata untuk memulihkan ketenangan setelah kekacauan terjadi akibat tendangan penalti yang diperdebatkan para penonton. Disebutkan bahwa ada aksi pelemparan batu oleh suporter.

    “Ini (penalti yang diperdebatkan) membuat para para suporter yang melemparkan batu. Itulah mengapa pasukan keamanan menggunakan gas air mata,” sebut Media Guinea dalam laporan terpisah.

    Koalisi Aliansi Nasional untuk Perubahan dan Demokrasi juga menuduh bahwa turnamen lokal itu digelar untuk menggalang dukungan terhadap ambisi politik pemimpin militer yang “ilegal dan tidak pantas”.

    Guinea dipimpin oleh militer sejak tentara berhasil menggulingkan Presiden Alpha Conde tahun 2021 lalu. Guinea merupakan salah satu dari sejumlah negara Afrika Barat, termasuk Mali, Niger dan Burkina Faso, yang militernya berhasil mengambil alih kekuasaan dan menunda kembalinya pemerintahan sipil.

    (nvc/ita)

  • Makin Parah! Junta Niger Setop Pasokan Makanan ke Kedubes Prancis

    Makin Parah! Junta Niger Setop Pasokan Makanan ke Kedubes Prancis

    Paris

    Presiden Prancis Emmanuel Macron menuding junta militer yang kini menguasai Niger menyetop pasokan makanan ke gedung Kedutaan Besar Prancis di Niamey. Hal ini memaksa sang Duta Besar (Dubes) dan para diplomat Prancis lainnya untuk mengonsumsi makanan jatah atau ransum militer.

    Seperti dilansir DW, Selasa (19/8/2023), situasi ini terjadi setelah junta Niger mengusir Dubes Prancis Sylvain Itte dari wilayahnya setelah mereka mengambil alih kekuasaan atas negara itu dalam kudeta militer pada Juli lalu. Namun karena Paris tidak mengakui otoritas junta Niger, maka sang Dubes tetap bertahan di Niamey.

    Macron saat berbicara kepada wartawan dalam kunjungan ke Semur-en-Auxois di Prancis, pekan lalu, menyebut Dubes Prancis di Niger ‘secara harfiah’ hidup seperti ‘sandera’ di dalam gedung Kedutaan Besar Prancis di Niamey.

    Dalam pernyataannya, Macron juga menuduh junta militer Niger memblokir pengiriman makanan ke gedung diplomatik Prancis.

    “Saat kita berbicara ini, kita mendapati Duta Besar dan staf diplomatik benar-benar disandera di Kedutaan Besar Prancis,” ucapnya.

    “Mereka (junta Niger-red) mencegah pengiriman makanan. Dia (Dubes Prancis-red) memakan jatah militer,” sebut Macron.

    Saksikan juga ‘Saat Presiden Niger Digulingkan, Ribuan Orang Padati Stadion Nasional Niamey’:

  • Chad Usir Dubes Jerman karena Sikap Tidak Sopan

    Chad Usir Dubes Jerman karena Sikap Tidak Sopan

    Jakarta

    Duta Besar (Dubes) Jerman untuk Chad akan diusir dalam waktu 48 jam karena “sikapnya yang tidak sopan” dan “tidak menghormati praktik diplomatik”. Demikian disampaikan pemerintah Chad dalam sebuah pernyataan.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (8/4/2023), Dubes Jerman, Jan Christian Gordon Kricke telah menjabat sejak Juli 2021, dan pemerintah Chad tidak memberikan penjelasan resmi atas pengusirannya.

    Juru bicara pemerintah Chad, Aziz Mahamat Saleh mendesaknya untuk “meninggalkan wilayah Chad dalam waktu 48 jam.”

    “Kami belum dihubungi secara resmi,” kata seorang sumber di Kedutaan Besar Jerman kepada AFP tanpa menyebut nama, yang mengatakan dia telah mendengar berita itu melalui media sosial.

    Kricke sebelumnya menjabat sebagai diplomat di Niger, Angola dan Filipina. Dia juga menjadi perwakilan khusus Jerman di Sahel.

    Sebuah sumber pemerintah Chad mengatakan kepada AFP, bahwa Kricke dipandang “terlalu banyak mencampuri” pemerintahan negara tersebut, dan membuat pernyataan yang memecah belah.

    Dia telah diperingatkan pada beberapa kesempatan, tambah sumber itu.

    Junta militer awalnya berjanji untuk menyerahkan kekuasaan kepada warga sipil, namun pada bulan Oktober tahun lalu, kekuasaan Deby diperpanjang selama dua tahun.

    Kedubes Jerman beserta kedutaan-kedutaan lain, seperti Prancis, Spanyol dan Belanda, telah menyampaikan keprihatinannya atas tertundanya kembalinya demokrasi di Chad.

    Lihat juga Video: Bandara Munich Sepi, Menyusul Rencana Aksi Mogok Kerja

    (ita/ita)