Negara: Nepal

  • Evakuasi WNI di Nepal: 78 Pulang ke Indonesia, 56 Pilih Bertahan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 September 2025

    Evakuasi WNI di Nepal: 78 Pulang ke Indonesia, 56 Pilih Bertahan Nasional 13 September 2025

    Evakuasi WNI di Nepal: 78 Pulang ke Indonesia, 56 Pilih Bertahan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah Indonesia terus mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Nepal karena kerusuhan yang belum mereda hingga saat ini.
    Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha mengatakan, hingga Sabtu (13/9/2025), WNI yang berhasil dipulangkan sebanyak 57 orang.
    “Pada 1 September ada 18 orang, 12 September ada 22 orang, dan hari ini jam 13.00 waktu Kathmandu, malam akan ada 17 WNI pulang, sehingga total ada 57 WNI yang dapat kita pulangkan per tanggal 13 hari ini,” kata Judha, saat ditemui di Lanud Halim Perdanakusuma, Sabtu.
    Judha mengatakan, jumlah WNI yang terdaftar berada di Nepal yakni 134 orang.
    Mereka terbagi menjadi dua kelompok, 56 orang adalah pemukim di Nepal, sedangkan kelompok kedua yakni 78 orang adalah WNI dengan kunjungan singkat untuk wisatawan maupun urusan bisnis lainnya.
    Setelah mengevakuasi 57 orang, evakuasi lanjutan akan dilakukan pada 14 September 2025 untuk 17 orang.
    Kemudian, pada tanggal 15 September terdapat 2 WNI, dan pada tanggal 18 September ada 2 WNI.
    “Jadi, total Insya Allah pada 18 September seluruh WNI yang melakukan kunjungan singkat dapat kembali pulang ke Indonesia,” tutur dia.
    Sedangkan sisanya, 56 WNI yang bermukim memilih tetap bertahan karena telah memiliki keluarga di Nepal.
    Judha juga menceritakan ketegangan yang terjadi ketika sejumlah WNI yang menginap di Hotel Hilton, Nepal, dikepung massa demonstrasi.
    “Tapi pada saat itu kita bisa segera evakuasi ke hotel yang lain. Jadi dapat kami sampaikan tidak ada warga negara Indonesia yang menjadi korban dari kerusuhan ini,” ujar dia.
    Sebagai informasi, Nepal tengah diguncang krisis politik serius setelah demonstrasi besar-besaran yang dipimpin generasi muda sejak Senin (8/9/2025) berujung pada kekerasan, korban jiwa, dan pengunduran diri Perdana Menteri KP Sharma Oli.
    Gelombang protes yang awalnya dipicu oleh larangan penggunaan media sosial berkembang menjadi gerakan anti-korupsi terbesar sejak Nepal menjadi republik demokratis pada 2008.
    Sedikitnya 30 orang dilaporkan tewas dan hampir 200 lainnya luka-luka akibat bentrokan antara polisi dan demonstran.
    Massa yang menamai diri mereka sebagai generasi Z (Gen Z) bahkan membakar gedung parlemen, kantor partai politik, hingga rumah para pejabat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1
                    
                        Habis Nepal Terbitlah Perancis dan Pelajaran bagi Indonesia
                        Nasional

    1 Habis Nepal Terbitlah Perancis dan Pelajaran bagi Indonesia Nasional

    Habis Nepal Terbitlah Perancis dan Pelajaran bagi Indonesia
    Maheswara (Pengajar Utama) Pancasila, Pemerhati Hubungan Internasional dan Perlindungan WNI
    UNGKAPAN
    “Habis Nepal Terbitlah Perancis” belakangan muncul di media sosial Indonesia untuk menggambarkan rentetan kerusuhan besar di dua negara berbeda.
    Ungkapan ini jelas diadaptasi dari judul buku legendaris R.A. Kartini
    Habis Gelap Terbitlah Terang
    , tetapi dipelintir menjadi semacam satire politik.
    Sekilas, analogi itu memang terasa pas. Nepal dan Perancis sama-sama diguncang gelombang kemarahan rakyat terhadap penguasa.
    Di Nepal, generasi muda turun ke jalan karena merasa kebebasan mereka dibungkam dan masa depan dicurangi oleh praktik korupsi serta nepotisme.
    Di Perancis, ribuan orang memenuhi jalanan Paris dan kota-kota lain dalam aksi nasional “Bloquons tout” atau “Block Everything”, menolak kebijakan penghematan yang dianggap membebani rakyat kecil.
    Namun jika ditelaah lebih dalam, jelas terlihat perbedaan fundamental antara keduanya.
    Kerusuhan di Nepal dipicu larangan penggunaan media sosial, yang oleh publik dianggap membungkam kebebasan berekspresi.
    Ditambah lagi, maraknya kasus korupsi dan nepotisme membuat generasi muda, terutama Gen Z, kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah.
    Mereka tidak sekadar menuntut perbaikan ekonomi, tetapi juga menginginkan reformasi politik yang lebih mendasar. Tindakan represif aparat justru memperburuk keadaan, menjadikan jalanan Kathmandu dan kota-kota lain medan bentrokan berkepanjangan.
    Sementara di Perancis, gelombang protes 10 September 2025, yang dikenal dengan
    Bloquons tout
    berakar dari persoalan ekonomi dan sosial yang sangat spesifik, yaitu rencana anggaran 2026.
    Pemerintahan Perdana Menteri François Bayrou, yang akhirnya tumbang akibat tekanan publik dan parlemen, mengusulkan pemangkasan anggaran 44 miliar euro, penghapusan dua hari libur nasional, pembekuan kenaikan pensiun, dan pemangkasan dana kesehatan.
    Di tengah biaya hidup yang kian mencekik, kebijakan ini dipandang sebagai bentuk arogansi kekuasaan yang tidak memahami penderitaan rakyat.
    Dari sini tampak jelas bahwa perlawanan di Perancis bukanlah tuntutan revolusi total seperti di Nepal.
    Bloquons tout
    lebih merupakan gerakan penolakan kebijakan domestik, walau tuntutan “Macron mundur” bergema keras.
    Seruan itu bersifat simbolis sekaligus konkret. Simbolik sebagai bentuk penolakan terhadap ketidakpekaan elite politik, konkret sebagai desakan agar presiden bertanggung jawab atas kebijakan yang dinilai menambah beban rakyat.
    Maka, mengaitkan peristiwa Nepal dan Perancis dalam satu ungkapan “Habis Nepal Terbitlah Prancis” sebenarnya terlalu menyederhanakan realitas.
    Memang ada kesamaan wajah, yaitu adanya tuntutan rakyat akan perubahan, penguasa dianggap gagal mendengar suara bawah. Namun, rohnya berbeda.
     
    Di Nepal, krisis berakar pada keruntuhan legitimasi politik akibat korupsi, represi, dan hilangnya ruang kebebasan. Di Perancis, krisis muncul dari kebijakan ekonomi yang dianggap tidak adil di tengah tekanan hidup yang makin berat.
    Walau ada perbedaan, namun kedua peristiwa ini memberi satu pelajaran penting, yaitu legitimasi politik tidak hanya ditentukan oleh prosedur formal seperti pemilu, tetapi juga oleh rasa keadilan sosial yang dirasakan di tanah rakyat.
    Sebab sekali keadilan itu dianggap hilang, rakyat tidak segan mengubah jalan raya menjadi panggung perlawanan.
    Nepal adalah cermin frustrasi generasi muda terhadap masa depan yang dikunci rapat oleh oligarki dan nepotisme.
    Sementara Perancis adalah peringatan bahwa negara demokrasi mapan pun bisa goyah ketika pemerintah mengabaikan sensitivitas sosial-ekonomi warganya.
    Membaca peristiwa yang terjadi di Nepal dan Perancis, terdapat pelajaran penting bagi Indonesia, yaitu negara ini juga tidak kebal dari dinamika semacam ini.
    Jangan menganggap bahwa demokrasi elektoral dan stabilitas politik sudah cukup menjadi “jaminan keamanan”.
    Pengalaman Nepal dan Perancis menunjukkan bahwa stabilitas hanya bertahan sejauh rakyat merasakan keadilan sosial, ruang kebebasan tetap terbuka, dan kebijakan ekonomi berpihak pada mereka yang paling rentan.
    Oleh karena itu, ada beberapa catatan penting yang perlu dilakukan Indonesia.
    Pertama, menjaga ruang kebebasan berekspresi. Di era digital, generasi muda memandang kebebasan bersuara sebagai bagian dari hak hidup. Membungkam suara justru menyalakan api perlawanan.
    Kedua, melawan korupsi dan nepotisme. Apa yang terjadi di Nepal menjadi alarm keras. Generasi muda bisa kehilangan kepercayaan total bila melihat kekuasaan hanya berputar di lingkaran yang sama. Sekali kepercayaan runtuh, sangat sulit membangunnya kembali.
    Ketiga, peka terhadap keadilan sosial-ekonomi. Kasus Perancis memberi pelajaran bahwa rakyat di negara demokrasi mapan pun bisa marah jika merasa terbebani oleh kebijakan ekonomi yang dianggap tidak adil.
    Indonesia, dengan tantangan inflasi, harga pangan, dan lapangan kerja, harus ekstra hati-hati. Kebijakan ekonomi yang tidak memperhatikan rasa keadilan hanya akan memperlebar jurang ketidakpuasan.
    Keempat, legitimasi politik tidak berhenti di pemilu, tetapi setiap hari diuji oleh kebijakan yang diambil. Pemimpin yang abai bisa kehilangan kepercayaan bahkan sebelum masa jabatannya usai.
    Akhirnya, ungkapan “Habis Nepal Terbitlah Perancis” mungkin rapuh sebagai analisis, tetapi cukup kuat sebagai peringatan.
    Ungkapan ini mengingatkan bahwa suara rakyat bisa datang tiba-tiba, dengan cara yang mengejutkan, bahkan di negara yang dianggap stabil sekalipun.
    Bagi Indonesia, pelajaran ini seharusnya jelas, yaitu jangan pernah bermain-main dengan rasa keadilan sosial dan jangan jadikan keadilan sosial sebagai anak tiri.
    Sebab begitu rakyat merasa kehilangan keadilan, tak ada pagar kekuasaan yang cukup kokoh untuk menahan derasnya gelombang perlawanan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dari Indonesia hingga Nepal-Prancis: Bendera One Piece saat Unjuk Rasa

    Dari Indonesia hingga Nepal-Prancis: Bendera One Piece saat Unjuk Rasa

    Jakarta

    Bendera bajak laut anime dari Jepang, One Piece, telah menjadi ikon protes di berbagai negara. Setelah muncul dalam aksi protes di sejumlah daerah di Indonesia khususnya Jakarta, kini bendera One Piece juga berkibar saat aksi protes di beberapa negara balahan dunia.

    Bendera hitam dengan gambar tengkorak bergigi yang mengenakan topi jerami, yang sebelumnya hanya digunakan oleh penggemar anime Jepang, seperti dilansir The Straits Times, Jumat (12/9/2025), kini semakin menjadi simbol protes di beberapa negara Asia.

    Serial anime One Piece berpusat pada Bajak Laut Topi Jerami saat mereka mencari harta karun utama dan berhadapan dengan para pesaing, serta Pemerintah Dunia yang otoriter. Bendera tersebut dikibarkan oleh para awak bajak laut tersebut.

    Pertama kali digunakan di Indonesia, bendera One Piece kemudian muncul dalam unjuk rasa di Nepal dan Filipina. Penyebaran penggunaan bendera ini, menurut Straits Times, menggarisbawahi bagaimana gerakan anak muda semakin banyak meminjam budaya populer untuk mengekspresikan kemarahan terhadap korupsi, penyensoran, dan kekerasan yang didukung negara.

    Berkibar Saat Aksi di Indonesia

    Di Indonesia, bendera One Piece pertama kali terlihat dikibarkan oleh pengemudi truk yang menentang aturan kendaraan kelebihan muatan, dan kemudian muncul dalam unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat. Kemunculan bendera itu semakin meluas setelah insiden 28 Agustus lalu, ketika seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan tewas usai dilindas kendaraan taktis Brimob saat unjuk rasa berujung ricuh.

    Para pejabat di Indonesia mengecam pemasangan bendera bajak laut One Piece berdampingan dengan Sang Saka Merah Putih, dengan pihak kepolisian menyita bendera-bendera semacam itu di beberapa provinsi.

    Bendera One Piece Berkibar di Nepal

    KATHMANDU, NEPAL-SEPTEMBER 9: A man is hanging a pirate flag as smoke and flames rise from the Singha Durbar after people set fire to the Singha Durbar, the seat of Nepal government’s various ministers offices in Kathmandu, Nepal on September 9, 2025. At Least 19 people were killed and dozens injured on September 8 during the demonstration against corruption and ban on social media by the government. (Photo by Sunil Pradhan/Anadolu via Getty Images) Foto: Anadolu via Getty Images/Anadolu

    Pada awal September, simbol bendera One Piece melintasi batas negara. Di Nepal, para demonstran yang dipimpin oleh Gen Z menggunakannya dalam unjuk rasa antikorupsi yang meluas menjadi bentrokan mematikan dan membawa negara itu dalam kekacauan sejak 8 September.

    Sedikitnya 22 orang tewas dalam unjuk rasa berdarah di Nepal, dan Perdana Menteri (PM) Khadga Prasad Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9) waktu setempat.

    Foto-foto dari Kathmandu menunjukkan para demonstran mengibarkan bendera One Piece saat mereka mengecam penyensoran, korupsi dan pemerintahan otoriter.

    Bagi anak muda Nepal seperti Rohan Rai (19), bendera tersebut melambangkan kebebasan, kesetiaan, dan perlawanan terhadap ketidakadilan. Rai mengakui bahwa para kaum muda yang berunjuk rasa di Nepal terinspirasi oleh para demonstran di Indonesia.

    “Kami terinspirasi oleh mereka. Kita harus memberikan penghargaan yang sepantasnya, dan anak muda di sini terinspirasi oleh mereka,” ujar Rai saat berbicara kepada Straits Times dalam wawancara via email.

    Di Instagram, seorang pengguna asal Nepal bernama @sunshine.aroma5656 berkomentar bahwa “tidak ada yang lebih dahsyat” daripada melihat bendera One Piece dikibarkan sebagai “simbol protes terhadap korupsi”.

    Bendera One Piece Filipina juga Dikibarkan

    Di Filipina, bendera Jolly Roger terlihat saat unjuk rasa anti-korupsi digelar di Universitas Filipina Diliman di Quezon City baru-baru ini. Unjuk rasa itu diikuti oleh lebih dari 1.000 demonstran.

    Foto-foto dari aksi protes itu kemudian dibagikan dalam forum One Piece di Reddit, yang memiliki lebih dari 1,6 juta subcribers.

    Bendera One Piece saat Aksi di Prancis

    A protester waving a pirate flag during a demonstration in Montpellier, France, on Sept 10.PHOTO: AFP Foto: AFP

    Bendera Jolly Roger khas One Piece juga muncul dalam aksi protes di luar Asia, tepatnya di Prancis. Pada 10 September kemarin, unjuk rasa muncul di Prancis yang dipicu oleh kemarahan publik terhadap Presiden Emmanuel Macron, para elite politik, dan rencana pemotongan anggaran.

    Beberapa demonstran di Prancis terlihat memakai topi jerami dan membawa bendera khas One Piece yang tampaknya digambar sendiri oleh mereka. Simbol-simbol lainnya dari serial anime One Piece juga muncul dalam aksi protes tersebut.

    Halaman 2 dari 4

    (wnv/wnv)

  • Parlemen Nepal Dibubarkan usai Demo Berdarah, Pemilu Akan Digelar Maret 2026

    Parlemen Nepal Dibubarkan usai Demo Berdarah, Pemilu Akan Digelar Maret 2026

    Kathmandu

    Parlemen Nepal dibubarkan pada usai rangkaian protes anti-pemerintah berujung pada kerusuhan terjadi di negara tersebut. Pemilihan Umum (Pemilu) akan digelar pada Maret 2026 mendatang.

    “Atas rekomendasi perdana menteri, parlemen telah dibubarkan. Tanggal pemilu adalah 5 Maret 2026,” kata penasihat pers presiden, Kiran Pokharel, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (13/9/2025).

    Saat ini, Mantan ketua Mahkamah Agung Nepal, Sushila Karki, resmi menjabat sebagai Perdana Menteri (PM) sementara. Sushila telah mengambil sumpahnya untuk memimpin negara tersebut usai kericuhan terjadi.

    Sushila Karki sendiri sebelumnya diusung oleh para anak muda Nepal atau “Gen Z” sebagai pilihan utama untuk menjadi pemimpin sementara negeri itu. Hal ini diungkapkan seorang perwakilan demonstran “Gen Z” pada hari Kamis (11/9), setelah aksi-aksi demonstrasi yang dipimpin “Gen Z” berhasil menggulingkan Perdana Menteri KP Sharma Oli.

    “Selamat! Semoga Anda sukses, semoga negara ini sukses,” kata Presiden Ram Chandra Paudel kepada Karki setelah upacara pengambilan sumpah dilansir kantor berita AFP, Jumat (12/9).

    Diketahui, jumlah korban tewas dalam unjuk rasa yang diwarnai aksi kekerasan dan kerusuhan yang menyelimuti Nepal bertambah menjadi 51 orang. Puluhan ribu narapidana, yang memanfaatkan situasi kacau untuk kabur dari penjara, hingga kini masih buron.

    Bertambahnya jumlah korban tewas dalam unjuk rasa sarat tindak kekerasan itu, seperti dilansir AFP, Jumat (12/9/2025), diumumkan oleh Kepolisian Nepal dalam pernyataan terbaru pada Jumat (12/9) waktu setempat.

    Juru bicara Kepolisian Nepal, Binod Ghimire, menambahkan bahwa lebih dari 12.500 narapidana yang kabur dari berbagai penjara di seluruh negeri masih buron hingga kini.

    Unjuk rasa berdarah di Nepal diawali oleh aksi memprotes pemblokiran akses media sosial, yang dipimpin oleh generasi muda atau Gen Z di negara tersebut. Pemblokiran itu dicabut pada Senin (8/9) malam, namun unjuk rasa tidak mereda.

    Unjuk rasa justru menjadi ricuh pada Selasa (9/9) dan semakin melebar menjadi kritikan yang lebih luas terhadap pemerintah Nepal dan tuduhan korupsi di kalangan elite politik negara tersebut.

    Situasi semakin memburuk ketika para personel Kepolisian Nepal melepas tembakan ke arah para demonstran hingga memakan korban jiwa, dengan Amnesty International, dalam pernyataannya, menyebut peluru tajam telah digunakan terhadap para demonstran di Nepal.

    Para demonstran yang marah dengan kematian sesama demonstran terus melanjutkan aksi protes mereka. Aksi pembakaran pun melanda rumah beberapa pejabat tinggi Nepal dan gedung parlemen Nepal.

    Saat situasi semakin memanas, PM Khadga Prasad Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9) waktu setempat. Namun, pengunduran dirinya itu tidak cukup untuk meredam kemarahan warga Nepal.

    Militer Nepal pun dikerahkan untuk mengendalikan situasi, jam malam diberlakukan secara nasional dengan para tentara melakukan patroli di jalanan ibu kota Kathmandu untuk sejak Rabu (10/9) waktu setempat. Beberapa pos pemeriksaan militer juga didirikan di sepanjang jalan.

    Para personel militer, seperti dilansir BBC, memeriksa identitas setiap kendaraan yang melintasi di pos-pos pemeriksaan yang didirikan di seluruh area ibu kota. Warga sipil diimbau untuk tetap berada di rumah.

    Militer Nepal juga memperingatkan bahwa tindak kekerasan serta vandalisme akan dihukum. Dilaporkan bahwa sedikitnya 27 orang telah ditangkap terkait rentetan tindak kekerasan dan aksi penjarahan saat demo ricuh berlangsung. Ditambahkan juga bahwa sebanyak 31 senjata api telah ditemukan.

    Menanggapi kekacauan dan kekerasan yang marak selama demo berlangsung, banyak demonstran Nepal yang mengkhawatirkan bahwa aksi mereka telah ditunggangi oleh “para penyusup”. Klaim serupa dilontarkan oleh militer Nepal.

    (wnv/wnv)

  • Sushila Karki Resmi Dilantik Jadi PM Sementara Nepal

    Sushila Karki Resmi Dilantik Jadi PM Sementara Nepal

    Jakarta

    Mantan ketua Mahkamah Agung Nepal, Sushila Karki, diambil sumpahnya untuk memimpin sebagai perdana menteri Nepal. Transisi pergantian kepemimpinan ini dilakukan setelah rangkaian aksi protes yang terjadi untuk menggulingkan pemerintah

    “Selamat! Semoga Anda sukses, semoga negara ini sukses,” kata Presiden Ram Chandra Paudel kepada Karki setelah upacara pengambilan sumpah dilansir kantor berita AFP, Jumat (12/9/2025).

    Sushila Karki sendiri sebelumnya diusung oleh para anak muda Nepal atau “Gen Z” sebagai pilihan utama untuk menjadi pemimpin sementara negeri itu. Hal ini diungkapkan seorang perwakilan demonstran “Gen Z” pada hari Kamis (11/9), setelah aksi-aksi demonstrasi yang dipimpin “Gen Z” berhasil menggulingkan Perdana Menteri KP Sharma Oli.

    Diketahui, jumlah korban tewas dalam unjuk rasa yang diwarnai aksi kekerasan dan kerusuhan yang menyelimuti Nepal bertambah menjadi 51 orang. Puluhan ribu narapidana, yang memanfaatkan situasi kacau untuk kabur dari penjara, hingga kini masih buron.

    Bertambahnya jumlah korban tewas dalam unjuk rasa sarat tindak kekerasan itu, seperti dilansir AFP, Jumat (12/9/2025), diumumkan oleh Kepolisian Nepal dalam pernyataan terbaru pada Jumat (12/9) waktu setempat.

    Juru bicara Kepolisian Nepal, Binod Ghimire, menambahkan bahwa lebih dari 12.500 narapidana yang kabur dari berbagai penjara di seluruh negeri masih buron hingga kini.

    Unjuk rasa berdarah di Nepal diawali oleh aksi memprotes pemblokiran akses media sosial, yang dipimpin oleh generasi muda atau Gen Z di negara tersebut. Pemblokiran itu dicabut pada Senin (8/9) malam, namun unjuk rasa tidak mereda.

    Unjuk rasa justru menjadi ricuh pada Selasa (9/9) dan semakin melebar menjadi kritikan yang lebih luas terhadap pemerintah Nepal dan tuduhan korupsi di kalangan elite politik negara tersebut.

    Situasi semakin memburuk ketika para personel Kepolisian Nepal melepas tembakan ke arah para demonstran hingga memakan korban jiwa, dengan Amnesty International, dalam pernyataannya, menyebut peluru tajam telah digunakan terhadap para demonstran di Nepal.

    Para demonstran yang marah dengan kematian sesama demonstran terus melanjutkan aksi protes mereka. Aksi pembakaran pun melanda rumah beberapa pejabat tinggi Nepal dan gedung parlemen Nepal.

    Saat situasi semakin memanas, PM Khadga Prasad Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9) waktu setempat. Namun, pengunduran dirinya itu tidak cukup untuk meredam kemarahan warga Nepal.

    Militer Nepal pun dikerahkan untuk mengendalikan situasi, jam malam diberlakukan secara nasional dengan para tentara melakukan patroli di jalanan ibu kota Kathmandu untuk sejak Rabu (10/9) waktu setempat. Beberapa pos pemeriksaan militer juga didirikan di sepanjang jalan.

    Para personel militer, seperti dilansir BBC, memeriksa identitas setiap kendaraan yang melintasi di pos-pos pemeriksaan yang didirikan di seluruh area ibu kota. Warga sipil diimbau untuk tetap berada di rumah.

    “Jangan bepergian yang tidak perlu,” imbau militer Nepal melalui pengeras suara.

    Militer Nepal juga memperingatkan bahwa tindak kekerasan serta vandalisme akan dihukum. Dilaporkan bahwa sedikitnya 27 orang telah ditangkap terkait rentetan tindak kekerasan dan aksi penjarahan saat demo ricuh berlangsung. Ditambahkan juga bahwa sebanyak 31 senjata api telah ditemukan.

    Menanggapi kekacauan dan kekerasan yang marak selama demo berlangsung, banyak demonstran Nepal yang mengkhawatirkan bahwa aksi mereka telah ditunggangi oleh “para penyusup”. Klaim serupa dilontarkan oleh militer Nepal.

    (wnv/isa)

  • Potret Haru Kremasi Korban Tewas Akibat Kerusuhan di Nepal

    Potret Haru Kremasi Korban Tewas Akibat Kerusuhan di Nepal

    Foto Internasional

    Potret Haru Kremasi Korban Tewas Akibat Kerusuhan di Nepal

    News

    24 menit yang lalu

  • Infografis Kronologi Demo Rusuh di Nepal – Page 3

    Infografis Kronologi Demo Rusuh di Nepal – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Gelombang protes besar yang dipimpin generasi muda atau generasi Z (Gen Z) mengguncang Nepal setelah pemerintah memberlakukan larangan sejumlah media sosial besar.

    Seperti apa kronologinya? Pemicu awal terjadi pada 4 September 2025, di mana, Pemerintah Nepal menetapkan larangan terhadap 26 platform media sosial populer seperti Facebook, WhatsApp, Instagram, YouTube, serta X karena tidak mendaftar ke Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi.

    Awal aksi demonstrasi pun terjadi pada 8 September 2025. Protes dimulai dari kawasan Maitighar Mandala dan berlanjut ke kompleks parlemen di Kathmandu. Sedikitnya 19 orang tewas ketika polisi membubarkan demonstrasi di Kathmandu dan wilayah lain di Nepal tersebut.

    “Sebanyak 17 orang telah meninggal,” kata juru bicara Kepolisian Lembah Kathmandu Shekhar Khanal kepada AFP, seraya menambahkan lebih dari 400 orang terluka, termasuk lebih dari 100 polisi.

    Aksi yang disebut sebagai protes Gen Z ini dianggap sebagai yang terbesar dalam sejarah modern Nepal dan muncul bersamaan dengan gerakan daring yang menyoroti para nepo kids—istilah populer bagi anak-anak dari kalangan elite yang dinilai mendapat privilese karena koneksi keluarga.

    Kemudian, ribuan demonstran dari kalangan Gen Z mengibarkan bendera Jolly Roger milik kru Luffy saat turun ke jalan memprotes sensor, korupsi, dan kepemimpinan Perdana Menteri K.P. Sharma Oli.

    Melansir Hindustan Times, Rabu 10 September 2025, Bandara Internasional Tribhuvan (TIA) di Kathmandu terpaksa ditutup di tengah memanasnya demo Nepal. Akibatnya, ratusan penumpang terpaksa batal terbang.

    Akibat demo rusuh di Nepal tersebut, Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak pun mengundurkan diri dengan menyatakan bertanggung jawab atas tindakan keras berdarah.

    Krisis politik semakin memanas setelah Perdana Menteri Khadga Prasad Sharma Oli atau KP Sharma Oli terlebih dahulu melepaskan jabatannya menyusul tudingan korupsi yang memicu kemarahan publik.

    Lantas, bagaimana kronologi lengkap hingga jadi pemicu demo rusuh di Nepal yang dilakukan oleh Gen Z tersebut? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini:

  • Terus Bertambah, 51 Orang Tewas dalam Demo Berdarah di Nepal

    Terus Bertambah, 51 Orang Tewas dalam Demo Berdarah di Nepal

    Kathmandu

    Jumlah korban tewas dalam unjuk rasa yang diwarnai aksi kekerasan dan kerusuhan yang menyelimuti Nepal bertambah menjadi 51 orang. Puluhan ribu narapidana, yang memanfaatkan situasi kacau untuk kabur dari penjara, hingga kini masih buron.

    Bertambahnya jumlah korban tewas dalam unjuk rasa sarat tindak kekerasan itu, seperti dilansir AFP, Jumat (12/9/2025), diumumkan oleh Kepolisian Nepal dalam pernyataan terbaru pada Jumat (12/9) waktu setempat.

    Juru bicara Kepolisian Nepal, Binod Ghimire, menambahkan bahwa lebih dari 12.500 narapidana yang kabur dari berbagai penjara di seluruh negeri masih buron hingga kini.

    Unjuk rasa berdarah di Nepal diawali oleh aksi memprotes pemblokiran akses media sosial, yang dipimpin oleh generasi muda atau Gen Z di negara tersebut. Pemblokiran itu dicabut pada Senin (8/9) malam, namun unjuk rasa tidak mereda.

    Unjuk rasa justru menjadi ricuh pada Selasa (9/9) dan semakin melebar menjadi kritikan yang lebih luas terhadap pemerintah Nepal dan tuduhan korupsi di kalangan elite politik negara tersebut.

    Situasi semakin memburuk ketika para personel Kepolisian Nepal melepas tembakan ke arah para demonstran hingga memakan korban jiwa, dengan Amnesty International, dalam pernyataannya, menyebut peluru tajam telah digunakan terhadap para demonstran di Nepal.

    Para demonstran yang marah dengan kematian sesama demonstran terus melanjutkan aksi protes mereka. Aksi pembakaran pun melanda rumah beberapa pejabat tinggi Nepal dan gedung parlemen Nepal.

    Saat situasi semakin memanas, PM Khadga Prasad Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9) waktu setempat. Namun, pengunduran dirinya itu tidak cukup untuk meredam kemarahan warga Nepal.

    Militer Nepal pun dikerahkan untuk mengendalikan situasi, jam malam diberlakukan secara nasional dengan para tentara melakukan patroli di jalanan ibu kota Kathmandu untuk sejak Rabu (10/9) waktu setempat. Beberapa pos pemeriksaan militer juga didirikan di sepanjang jalan.

    Para personel militer, seperti dilansir BBC, memeriksa identitas setiap kendaraan yang melintasi di pos-pos pemeriksaan yang didirikan di seluruh area ibu kota. Warga sipil diimbau untuk tetap berada di rumah.

    “Jangan bepergian yang tidak perlu,” imbau militer Nepal melalui pengeras suara.

    Militer Nepal juga memperingatkan bahwa tindak kekerasan serta vandalisme akan dihukum. Dilaporkan bahwa sedikitnya 27 orang telah ditangkap terkait rentetan tindak kekerasan dan aksi penjarahan saat demo ricuh berlangsung. Ditambahkan juga bahwa sebanyak 31 senjata api telah ditemukan.

    Menanggapi kekacauan dan kekerasan yang marak selama demo berlangsung, banyak demonstran Nepal yang mengkhawatirkan bahwa aksi mereka telah ditunggangi oleh “para penyusup”. Klaim serupa dilontarkan oleh militer Nepal.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Video: Penampakan Gedung Pemerintah-DPR Nepal Dilahap Si Jago Merah

    Video: Penampakan Gedung Pemerintah-DPR Nepal Dilahap Si Jago Merah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Inilah rekaman drone Ketika api besar dan asap hitam pekat membubung dari sebuah gedung pemerintah yang terbakar di Kathmandu, Nepal, pada Selasa (9/9).

    Dilansir dari Reuters telah diverifikasi bahwa gedung yang terbakar tersebut merupakan gedung parlemen dan gedung-gedung pemerintah lainnya.

    Kerusuhan dipicu oleh larangan media sosial yang diumumkan pekan lalu, namun kemudian dicabut setelah 19 orang tewas pada Senin (8/9) ketika polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk mengendalikan massa.

    Sebagian besar pengunjuk rasa adalah anak muda yang meluapkan kekecewaan terhadap apa yang dianggap sebagai kegagalan pemerintah dalam memerangi korupsi dan kebiasaan ‘flexing’ pejabat, sehingga demonstrasi tersebut dijuluki sebagai “protes Generasi Z”.

    Kementerian Kesehatan Nepal menyatakan jumlah korban tewas akibat protes meningkat menjadi 25 orang pada Rabu (10/9), sementara 633 lainnya terluka.

  • Video: Nepal Genting! Sushila Karki Jadi Calon Kuat Pemimpin Interim

    Video: Nepal Genting! Sushila Karki Jadi Calon Kuat Pemimpin Interim

    Jakarta, CNBC Indonesia – Nepal memasuki fase politik genting, setelah gelombang protes besar menelan 30 korban jiwa, dan memaksa Perdana Menteri mengundurkan diri. Militer memastikan pembicaraan dengan perwakilan demonstran dilanjutkan, untuk menentukan pemimpin interim, di tengah Kota Kathmandu yang mulai tenang setelah kerusuhan terburuk dalam puluhan tahun.

    Selengkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia (Jumat, 12/09/2025) berikut ini.