Negara: Nepal

  • Gen Z Nepal Usai Gulingkan Pemerintah: Politisi Makin Kaya, Kami Menderita

    Gen Z Nepal Usai Gulingkan Pemerintah: Politisi Makin Kaya, Kami Menderita

    Kathmandu

    Protes kaum Gen Z yang berlangsung dalam 48 jam berhasil menggulingkan pemerintah Nepal. Namun, kemenangan itu disertai harga mahal.

    “Kami bangga, tapi bercampur trauma, penyesalan, dan kemarahan,” kata Tanuja Pandey, salah seorang penyelenggara aksi massa.

    Sebanyak 72 orang dilaporkan meninggal dunia sehingga rangkaian demonstrasi sepanjang pekan lalu disebut-sebut sebagai kerusuhan paling mematikan di Nepal dalam beberapa dekade terakhir.

    Gedung-gedung pemerintah, rumah para politisi, dan hotel-hotel mewah seperti Hilton yang baru dibuka Juli 2024 dijarah, dirusak, dan dibakar. Istri mantan perdana menteri bahkan meninggal dunia setelah kediamannya dibakar massa.

    Rangkaian protes itu menunjukkan “penolakan total terhadap kelas politik Nepal yang memerintah dengan buruk selama puluhan tahun serta mengeksploitasi sumber daya negara,” kata Ashish Pradhan, penasihat senior di International Crisis Group.

    Namun di sisi lain, rangkaian protes juga berdampak terhadap layanan pemerintahan, yang disebut Pradhan, “setara dengan gempa bumi 2015 yang merenggut hampir 9.000 nyawa.”

    Aksi protes itu tak cuma membuat layanan di ibu kota Kathmandu lumpuh setidaknya 300 kantor pemerintah di antero Nepal ikut terdampak.

    Ada pula kerugian finansial yang diperkirakan mencapai 3 triliun rupee Nepal (US$21,3 miliar atau Pound 15,6 miliar), atau hampir setengah Pendapatan Domestik Bruto (PDB) negara tersebut, demikian dilaporkan Kathmandu Post.

    Kantor media yang didirikan Februari 1993 itu turut diserang dan dibakar massa dalam rangkaian protes pekan lalu.

    ‘Nepo babies’

    Dua hari sebelum aksi berdarah pada 8 September, Pandey yang merupakan aktivis lingkungan, sempat mengunggah video tambang di Chure salah satu pegunungan paling rapuh di kawasan itu.

    Dalam videonya, aktivis 24 tahun itu turut menuliskan bahwa sumber daya Nepal harus dimiliki rakyat, bukan “perusahaan terbatas milik politisi.”

    Ia juga menyerukan teman-temannya untuk “turun ke jalan melawan korupsi dan penyalahgunaan kekayaan negara.”

    Didorong kemarahan, kaum muda Nepal menjuluki anak-anak politisi sebagai “nepo babies”. Salah satunya, Saugat Thapa, anak seorang pejabat daerah (Instagram/sgtthb)

    Seperti halnya gerakan anak muda lain di Asia, protes Gen Z di Nepal tidak memiliki pemimpin tunggal. Tak cuma Pandey, seruan serupa digaungkan banyak orang tak lama setelah pemerintah melarang 26 platform media sosial dengan dalih mereka gagal melakukan pendaftaran di dalam negeri.

    Beberapa bulan terakhir, kemarahan massa juga menumpuk terhadap para “nepo babies”: anak-anak politisi berpengaruh dari berbagai partai. Lewat media sosial, mereka dituding memamerkan kekayaan yang tidak bisa dijelaskan asal muasalnya.

    Salah satu foto paling viral memperlihatkan Saugat Thapa, anak seorang pejabat daerah yang berdiri di samping sebuah pohon Natal yang disusun dari kotak-kotak jenama mewah seperti Louis Vuitton, Gucci, dan Cartier.

    Baca juga:

    Setelah viral, Thapa berkelit dengan mengatakan tudingan itu “kesalahan persepsi yang tidak adil”, seraya menambahkan bahwa ayahnya “mengembalikan setiap rupee yang diperoleh dari tugas pelayanan publik kepada masyarakat.”

    Pandey mengaku sudah menonton hampir semua konten “nepo babies”.

    Namun, ia menyebut terdapat satu video terpatri di benaknya: tentang perbandingan kehidupan mewah keluarga politisi dengan seorang pemuda Nepal biasa yang terpaksa bekerja di negara Teluk.

    “Rasanya sakit melihat itu, apalagi saat mengetahui bahwa seorang anak muda terdidik bahkan dipaksa meninggalkan negaranya karena gaji di sini jauh di bawah standar hidup layak,” katanya.

    Kekecewaan pada politik

    Nepal merupakan negara demokrasi yang tergolong muda.

    Setelah perang sipil selama satu dekade yang dipimpin kelompok Maois dan menewaskan lebih dari 17.000 orang, Nepal beralih menjadi republik pada 2008 sebelumnya berbentuk monarki di bawah Raja Gyanendra.

    Meski begitu, stabilitas dan kemakmuran yang dijanjikan tak kunjung datang.

    Dalam 17 tahun, pemerintahan di Nepal sudah berganti sebanyak 14 kali dan tidak satu pun perdana menteri yang menuntaskan masa jabatan lima tahun.

    Kekuasaan politik di negara itu secara bergantian dikuasai partai komunis dan Nepali Congress yang berhaluan sosial-demokrat.

    Sebanyak tiga pemimpin, termasuk KP Sharma Oli yang baru-baru ini mundur usai protes Gen Z, sejatinya sudah beberapa kali kembali ke tampuk kekuasaan.

    Baca juga:

    PDB per kapita tetap di bawah US$1.500, menjadikan Nepal negara termiskin kedua di Asia Selatan hanya di atas Afghanistan. Sekitar 14% penduduk bekerja di luar negeri, serta satu dari tiga rumah tangga menggantungkan hidup pada kiriman uang dari luar negeri (remitansi).

    Pandey sendiri berasal dari keluarga kelas menengah di Nepal timur, putri seorang pensiunan guru sekolah negeri.

    Tiga tahun lalu, ia didiagnosis tumor otak dan sampai sekarang masih menjalani perawatan. Tagihan medis hampir membuat keluarganya bangkrut, sehingga kakak perempuannya memutuskan pindah ke Australia agar bisa membantu pembiayaan.

    Sebelum aksi, Pandey bersama para koleganya menyusun pedoman yang menekankan non-kekerasan, saling menghormati, dan kewaspadaan terhadap “penumpang gelap.”

    8 September

    Pada 8 September pagi, Pandey bersama beberapa temannya tiba di Maitighar Mandala, bundaran besar di pusat Kathmandu. Ia memprediksi protes hari pertama hanya akan diikuti ribuan orang, tapi rupanya jauh lebih besar.

    Aakriti Ghimire, 26 tahun, salah satu peserta aksi, mengatakan bahwa protes semula berjalan damai dan penuh kebersamaan.

    “Kami semua duduk, menyanyikan lagu-lagu lama Nepal,” ujarnya.

    “Slogan protes dan semua yang ditampilkan sangat lucu, kami semua menikmatinya. Setelah kami memulai konvoi [sementara] polisi hadir untuk memastikan tidak ada kendaraan yang menghalangi,” katanya.

    Pandey dan Ghimire mulai merasakan bahaya sekitar tengah hari, ketika massa bergerak ke New Baneshwor, kawasan gedung parlemen. Keduanya menyaksikan segerombolan orang datang dengan sepeda motor.

    Hotel Hilton menjadi salah satu target aksi pembakaran di Nepal (Reuters)

    Pandey menggambarkan gerombolan itu terlihat lebih tua daripada rata-rata demonstran Gen Z yang hadir, sementara Ghimire yakin bahwa mereka adalah penyusup.

    “Sulit untuk membedakan mana demonstran damai yang memang datang untuk sesuatu dan mana yang datang dengan niat merusuh,” kata Ghimire.

    Sebagian massa kemudian mencoba menerobos barikade keamanan di seputaran gedung parlemen, tapi polisi membalas dengan menembakkan gas air mata, meriam air, dan tembakan peluru tajam.

    Sejumlah bukti menunjukkan polisi menggunakan peluru tajam dan dituding menembaki siswa sekolah yang ikut dalam protes.

    Sampai saat ini, investigasi terkait hal itu masih berlangsung.

    Kekacauan dan korban

    Sehari usai kerusuhan 8 September, Pandey dan Ghimire memilih berdiam di rumah dan memantau perkembangan situasi lewat internet.

    Mereka kemudian mengetahui situasi kian menggila. Massa membakar gedung parlemen, kantor perdana menteri, dan bangunan pemerintah lainnya.

    “Banyak orang membagikan kepuasan mereka saat menyaksikan para politikus mendapat konsekuensi atas apa yang telah mereka lakukan,” kata Ghimire soal rumah-rumah pejabat yang dibakar.

    Hanya saja, suasana kemudian berubah muram.

    “Saya menyaksikan orang menenteng botol-botol berisi bensin yang didapat dari sepeda-sepeda motor. Mereka mulai menyerang gedung parlemen,” ujar Pandey.

    Sebagai lulusan fakultas hukum, ia menangis saat melihat gedung Mahkamah Agung ludes terbakar, menyebu bangunan itu seperti “kuil” baginya.

    Sejumlah orang ambil bagian dalam acara mengheningkan cipta bagi para korban yang tewas dalam rangkaian demonstrasi di Nepal (Reuters)

    Teman-temannya yang ada di lokasi berusaha memadamkan api dengan air. Mereka tahu itu bakal sia-sia tapi mereka melakukannya untuk sekadar menenangkan hati.

    “Orang-orang mengatakan para pembakar itu memang berniat datang untuk merusak Siapa orang-orang itu?” tanya Ghimire.

    “Video-video yang beredar memperlihatkan mereka menggunakan penutup wajah.”

    Suasana panas sedikit mereda setelah tentara turun tangan dan memberlakukan jam malam selama beberapa hari.

    Mantan Ketua Mahkamah Agung, Sushila Karki, belakangan ditunjuk sebagai perdana menteri sementara. Ia memang didukung para demonstran untuk mengisi jabatan tersebut.

    Pandey berharap Karki “bisa memimpin dengan baik, menggelar pemilu tepat waktu, dan menyerahkan kekuasaan ke rakyat.”

    Namun, kecemasan soal masa depan politik Nepal tetap masih kuat.

    Rumela Sen, pakar Asia Selatan di Columbia University, khawatir menyaksikan “glorifikasi terhadap tentara yang belum pernah terjadi sebelumnya sebagai suara kewarasan dan stabilitas.”

    Banyak pula pihak yang tak nyaman dengan keterlibatan Durga Prasai dalam negosiasi awal undangan keterlibatan militer.

    Prasai pernah ditangkap karena terlibat aksi pro-monarki yang rusuh pada Maret lalu. Ia sempat kabur ke India lalu dikembalikan ke Nepal. Para demonstran Gen Z tak sejalan dengan hal ini.

    Seiring itu, keluarga korban kini mulai menghadapi kenyataan pahit.

    “Kami sangat terpukul karena kehilangan putra tercinta,” kata Yubaraj Neupane, ayah Yogendra (23 tahun) yang tewas dalam aksi.

    “Saya masih belum mengetahui bagaimana ia meninggal dunia.”

    Menurut laporan autopsi, Yogendra ditembak di bagian belakang kepala, dekat gedung parlemen.

    Pemuda dari Nepal tenggara itu sedang menempuh studi di Kathmandu dan bercita-cita jadi pegawai negeri. Yogendra dikenal tekun belajar semasa hidupnya.

    Pada 8 September, ia ikut turun ke jalan bersama teman-temannya, dengan mimpi dapat membawa perubahan. Keluarga baru mengetahui bahwa Yogendra ikut dalam protes setelah ia menelepon keluarga untuk mengabarkan situasi mulai memanas.

    “Ia rela mengorbankan nyawanya demi perubahan,” kata sang paman, Saubhagya.

    “Darah dan pengorbanannya harus diakui, supaya anak-anak muda lain tak perlu lagi turun ke jalan di masa depan.”

    Pandey mengaku menyimpan optimistisme, meski trauma pekan lalu bakal bersemayam selamanya. Ini adalah kebangkitan politik bagi generasinya.

    “Kami tidak mau lagi diam atau menerima ketidakadilan,” pungkas Pandey.

    “Ini bukan sekadar dorongan lembut; ini dobrakan keras terhadap sistem yang sudah puluhan tahun menyimpan kekuasaan.”

    (nvc/nvc)

  • Mochammad Affifudin Cs Ternyata Penakut

    Mochammad Affifudin Cs Ternyata Penakut

    GELORA.CO -Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin dan enam komisioner lainnya ternyata penakut, karena mendadak mencabut Keputusan Nomor 731 Tahun 2025, yang sebelumnya menetapkan dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi yang dikecualikan dari akses publik.

    Keputusan pencabutan itu diumumkan langsung oleh Afifuddin, dalam konferensi pers yang digelar di kantor KPU, Jakarta Pusat pada Selasa 16 September 2025.

    Sebelumnya, aturan yang ditandatangani pada 21 Agustus 2025 itu menyatakan bahwa dokumen tertentu terkait syarat pencalonan capres-cawapres tidak bisa diakses publik selama lima tahun, kecuali ada izin tertulis dari pihak bersangkutan atau jika berkaitan dengan jabatan publik.

    Dalam keputusan itu terdapat 16 dokumen yang dikecualikan, termasuk ijazah capres-cawapres. Dengan dicabutnya aturan tersebut, dokumen-dokumen itu kini tidak lagi bersifat rahasia.

    “Komisioner KPU buru-buru mencabut aturan yang dikeluarkan tanpa berkonsultasi dengan DPR itu kemungkinan takut nasibnya seperti pejabat Nepal,” kata mantan Menpora Roy Suryo melalui keterangan elektronik di Jakarta, Kamis 18 September 2025.

    Menurut Roy, bisa dibayangkan bagaimana rusaknya kedamaian yang sudah susah diraih akhir-akhir ini bisa sirna akibat ulah KPU yang seolah melindungi Wapres Gibran Rakabuming Raka.

    Roy menilai, pencabutan Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 belum cukup. Karena saat ini muncul desakan agar seluruh komisioner KPU  mengundurkan diri bersama-sama sebagai wujud pertanggungjawaban moral akibat ulahnya yang hampir membuat negara ini terkoyak.

    “Perlu diingat yang harus mundur bukan hanya Affifudin saja, namun semua komisioner KPU,” kata Roy.

  • Ketimpangan di Indonesia: Stagnasi Rasio Gini hingga Krisis Struktural – Page 3

    Ketimpangan di Indonesia: Stagnasi Rasio Gini hingga Krisis Struktural – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025 mencatat rasio gini nasional berada di level 0,375. Angka ini relatif stagnan dalam lima tahun terakhir. Namun, laporan internasional menampilkan potret yang jauh lebih suram.

    World Inequality Report 2022 menyebut pendapatan 1% penduduk terkaya di Indonesia lebih dari 73 kali lipat dibandingkan 50% populasi terbawah. Bahkan, kelompok kaya tersebut menghasilkan emisi karbon rata-rata 30 kali lebih besar dibandingkan separuh penduduk termiskin.

    Ketimpangan ini bukan hanya soal distribusi ekonomi, tetapi juga menyangkut legitimasi politik, kohesi sosial, hingga keberlanjutan lingkungan. Protes besar di Nepal dan demonstrasi di Indonesia pada akhir Agustus 2025 menunjukkan generasi muda, khususnya Gen Z, semakin vokal terhadap ketidakadilan yang mereka alami.

    Kritik atas Metodologi BPS

    Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah menilai, angka BPS perlu dikritisi.

    “BPS hanya mengukur pengeluaran, bukan pendapatan. Kelompok kaya cenderung menutup data penerimaan, sementara pengeluaran kelas bawah relatif lebih besar dibandingkan kelas atas. Ini membuat kesenjangan sesungguhnya tidak tercapture,” jelasnya dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (18/9/2025).

    Ia menambahkan, tren di Asia Tenggara berbeda dengan Indonesia. Thailand mampu menekan ketimpangan, sementara Indonesia justru meningkat sejak reformasi, terutama saat commodity boom 2008. Ekspor batubara dan sawit memang mendorong pendapatan negara, tetapi memperlebar jurang sosial.

    Imaduddin juga menyoroti deindustrialisasi dini.

    “ICOR kita terus memburuk, artinya investasi boros tapi tidak menghasilkan output optimal. Output gap kita minus 7,9%, sementara negara lain sudah pulih pasca-pandemi,” ujarnya.

     

  • Aktivis 98: Aktifkan jaring peduli sosial cegah “political blitzer”

    Aktivis 98: Aktifkan jaring peduli sosial cegah “political blitzer”

    Jakarta (ANTARA) – Pemrakarsa 98 Resolution Network Haris Rusly Moti menyatakan bahwa jaring peduli sosial perlu dibangun untuk mencegah fenomena gerakan kilat politik atau political blitzer yang dinilai rawan memicu keresahan sosial.

    Haris mengatakan fenomena political blitzer mirip dengan gelombang protes Arab Spring yang menyebar cepat di Asia, termasuk Filipina, Malaysia, Bangladesh, Timor Leste hingga Nepal. Ia menyebut pola tersebut tidak memiliki kepemimpinan organisasi yang jelas tetapi bertujuan menumbuhkan ketidakpercayaan dan pembangkangan sosial.

    “Target dari gerakan political blitzer dapat dipastikan untuk melahirkan situasi distrust, disorder, dan disobidience,” kata Haris dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

    Menurut Haris, kerentanan ekonomi masyarakat menjadi sasaran utama gerakan tersebut dengan memanfaatkan media sosial dan sumber terbuka.

    Ia menyorot opini pakar yang menilai kericuhan yang terjadi di berbagai belahan dunia itu dipicu oleh pihak-pihak yang menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk mempengaruhi data di media sosial.

    “Menurut para pakar kewaspadaan global, gerakan political blitzer dipicu menggunakan AI generatif untuk melakukan sabotase algoritma dan meracuni data media sosial,” ujarnya.

    Karena itu, ia menilai perlu percepatan program perlindungan sosial, termasuk paket stimulus ekonomi pemerintah, untuk melindungi kelompok rentan.

    Ia meminta pihak pemerintah, swasta, serta masyarakat untuk bekerja sama untuk melindungi kaum rentan menjadi sasaran eksploitasi gerakan kilat itu dengan mengaktifkan jaring peduli sosial.

    “BUMN, swasta, dan warga juga diharapkan bergotong royong mengaktivasi jaring peduli sosial agar kelompok rentan secara ekonomi tidak menjadi sasaran eksploitasi gerakan kilat,” kata Haris.

    Ia menilai kebijakan Presiden Prabowo juga telah tepat menjawab persoalan mendasar rakyat, namun perlu mitigasi jangka pendek untuk menjaga stabilitas sosial dan kelancaran program strategis pemerintah.

    Haris menyebut pandangan Presiden tentang praktik “serakahnomic” yang menjarah sumber daya negara sesuai dengan tuntutan gerakan sosial era reformasi.

    Sebelumnya, istilah “serakahnomics” pertama kali disampaikan Presiden Prabowo saat menutup sebuah kongres di Solo, Jawa Tengah pada pertengahan Juli 2025. Dalam pidatonya, ia menyebut “serakahnomics” sebagai aliran baru yang menggambarkan kelompok serakah yang hanya mengejar keuntungan ekonomi pribadi.

    “Arah dan kebijakan Presiden Prabowo sudah sangat mendasar menjawab persoalan rakyat dan bangsa,” kata dia.

    Karena itu, menurut dia, pemerintah dan masyarakat perlu bersama-sama menjaga agar program strategis pemerintah berjalan tanpa gangguan gerakan kilat politik.

    Pewarta: Aria Ananda
    Editor: Benardy Ferdiansyah
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Terseret Skandal Korupsi, Ketua DPR Filipina Mengundurkan Diri

    Terseret Skandal Korupsi, Ketua DPR Filipina Mengundurkan Diri

    Manila

    Ketua majelis rendah parlemen atau DPR Filipina, Martin Romualdez, mengajukan pengunduran dirinya pada Rabu (17/9) waktu setempat setelah namanya terseret dalam skandal korupsi yang menuai unjuk rasa di negara tersebut.

    Skandal korupsi itu, seperti dilansir AFP, Rabu (17/9/2025), melibatkan 30 anggota parlemen dan pejabat departemen pekerjaan umum yang disebut menerima pembayaran tunai dari perusahaan konstruksi terkait proyek infrastruktur untuk pengendalian banjir yang ternyata palsu.

    Romualdez, yang merupakan sepupu dari Presiden Ferdinand Marcos Jr, mengatakan kepada para anggota parlemen bahwa dirinya meninggalkan jabatannya dengan “hati nurani yang bersih” agar badan investigasi yang baru dibentuk dapat menjalankan tugas tanpa “pengaruh yang tidak semestinya”.

    “Persoalan seputar proyek infrastruktur tertentu telah menimbulkan pertanyaan yang tidak hanya membebani saya, tetapi juga lembaga yang kita semua layani ini. semakin lama saya menjabat, semakin berat beban itu,” kata Romualdez di hadapan para anggota parlemen, sebelum mengajukan pengunduran dirinya.

    Kemarahan publik atas apa yang disebut proyek infrastruktur palsu semakin meningkat sejak Marcos Jr menjadikan kasus itu sebagai pusat perhatian dalam pidato kenegaraan pada Juli lalu, menyusul banjir mematikan selama berminggu-minggu yang melanda negara tersebut.

    Skandal korupsi itu memicu unjuk rasa beberapa waktu terakhir, dengan aksi terbaru dijadwalkan pada Minggu (21/9) mendatang.

    Ribuan demonstran diperkirakan akan turun ke jalanan ibu kota Manila dalam unjuk rasa mendatang yang diberi nama “Trillion Peso March”, merujuk pada perkiraan Greenpeace soal besaran dana yang diduga dicuri dari proyek-proyek terkait iklim sejak tahun 2023.

    Pekan lalu, para pemilik perusahaan konstruksi menuduh hampir 30 anggota DPR dan pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Jalan Raya (DPWH) telah menerima pembayaran tunai. Romualdez disebut-sebut dalam sidang kasus itu sebagai seseorang yang menyetujui pendanaan yang tidak memerlukan pengawasan DPR.

    Presiden Marcos Jr, pada Senin (15/9), mengumumkan penunjukan mantan hakim Mahkamah Agung Andres Reyes sebagai kepala badan investigasi yang akan menyelidiki skandal korupsi terkait proyek pengendalian banjir tersebut.

    Reyes akan memimpin komisi beranggotakan tiga orang yang bertugas meninjau proyek pengendalian banjir selama 10 tahun terakhir. Meskipun komisi itu akan memiliki wewenang untuk menggelar sidang dan meninjau bukti, mereka tidak berwenang untuk menjatuhkan hukuman secara sepihak.

    Ketika ditanya soal nama Romualdez yang terseret skandal korupsi tersebut, Presiden Marcos Jr menegaskan kembali janjinya bahwa teman dan sekutu-sekutunya “tidak akan terhindar” dari penegakan hukum.

    Filipina memiliki sejarah panjang untuk skandal korupsi yang melibatkan dana publik, di mana para politisi tingkat tinggi yang terbukti bersalah melakukan korupsi biasanya lolos dari hukuman penjara yang berat.

    Lihat juga Video: PM Nepal Mengundurkan Diri Buntut Demo Ricuh Tewaskan 19 Orang

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Pimpinan MPR serukan penguatan peradaban akhlak untuk Indonesia maju

    Pimpinan MPR serukan penguatan peradaban akhlak untuk Indonesia maju

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas/EBY) menyerukan agar menjadikan Maulid Nabi sebagai momen untuk mengajak bangsa Indonesia kembali membangun peradaban yang berlandaskan akhlak, persatuan, dan kemajuan.

    Ibas mengajak seluruh elemen bangsa untuk meneladani Rasulullah SAW dalam menciptakan masyarakat yang berkeadaban dan berkepribadian luhur.

    “Maulid Nabi sebagai inspirasi peradaban akhlak, persatuan, dan kemajuan adalah ajakan untuk kembali ke jati diri bangsa: berakhlak, bersatu, dan maju bersama,” kata Ibas dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Hal ini disampaikan Ibas dalam agenda perayaan Maulid Nabi sebagai Inspirasi Peradaban Akhlak, Persatuan & Kemajuan yang digelar di Jakarta, bersama para ulama, pengasuh pondok pesantren, santri, dan tokoh masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia.

    Ibas mengajak seluruh masyarakat untuk merenungkan kondisi dunia saat ini yang penuh luka dan konflik.

    “Dunia hari ini sedang luka. Dari Gaza sampai Sudan, dari Ukraina sampai Myanmar, dari Prancis sampai Nepal. Peperangan, konflik, kekerasan, dan kebencian menyebar, sementara kasih sayang dan akhlak ditinggalkan. Naudzubillah min dzalik,” ujarnya

    Ia mengingatkan juga mengingatkan bahwa demokrasi tanpa akhlak hanya melahirkan keributan, bukan kebaikan. Menurutnya, keteladanan Rasulullah harus menjadi fondasi utama dalam membangun masyarakat.

    “Rasulullah membangun Madinah bukan dengan kekuasaan, tapi dengan keteladanan,” tuturnya.

    Ibas juga menegaskan pentingnya revolusi akhlak di seluruh aspek kehidupan mulai dari ruang kelas sampai ruang kekuasaan, dari pasar umum sampai gedung parlemen.

    Ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk saling mendukung dan bersatu. “Kita akan bisa lebih maju jika bersatu. Ulama, umara, santri, rakyat, semua saling topang, saling doa, dan saling jaga,” ujarnya.

    Sebagai wakil rakyat, Ibas juga menyampaikan sejumlah program yang terus ia kawal, seperti : Beasiswa Santri (PIP), digitalisasi pesantren, dan penguatan kurikulum diniyah dan vokasi.

    Ia juga mendorong pendirian Kementerian Haji dan Umroh, serta memperjuangkan program makan bergizi gratis untuk anak-anak sekolah dan santri. Selain itu, Ibas menegaskan komitmennya dalam memperjuangkan tunjangan dan sertifikasi bagi guru ngaji, guru madrasah, dan guru pesantren, termasuk program P3K dan pengangkatan guru honorer.

    “Karena kami percaya, guru adalah pahlawan peradaban,” tuturnya

    Menutup sambutannya, Ibas menyerukan pentingnya sinergi menuju Indonesia Emas 2045.

    “Kalau kita kompak dan serius bangun bersama, maka tiga fondasi Indonesia Emas 2045 harus kita kawal, yakni demokrasi yang berakhlak, aspirasi yang menyatukan bukan memecah serta nilai kebangsaan yang ditanam sejak dini,” kata Ibas.

    Sementara itu, Pimpinan Pesantren Modern Darussalam Gontor, KH. Hasan Abdullah Sahal, menanggapi sambutan Ibas dengan menegaskan bahwa yang paling penting dalam membangun peradaban adalah keteladanan, kepercayaan, kebersamaan, dan barokah.

    “Semua yang disampaikan Mas Ibas tidak ada yang salah. Tinggal kita pastikan kolaborasi bersama dengan kompak untuk akhlak yang lebih baik,” ujarnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Demo RI-Nepal Nular, Timor Leste Chaos Mobil DPR-Kendaraan Dibakar

    Demo RI-Nepal Nular, Timor Leste Chaos Mobil DPR-Kendaraan Dibakar

    Jakarta, CNBC Indonesia – Demonstrasi masih terjadi di Timor Leste, Selasa. Bahkan para demonstran telah berjanji untuk terus berunjuk rasa hingga rencana pembelian mobil dinas baru untuk anggota DPR dibatalkan.

    Sebenarnya, demo yang diinisiasi mahasiswa sudah terjadi sejak Senin. Namun kemarin, protes berujung rusuh dengan karena bentrok antara massa dengan polisi di jalan-jalan.

    Dilaporkan 2.000 massa datang memenuhi jalan di ibu kota Dili sambil membawa spanduk “Hentikan Para Pencuri”. Angka ini jauh dibanding massa Senin.

    Foto: Mahasiswa dari beberapa universitas berlari dari gas air mata yang ditembakkan polisi selama protes mereka terhadap rencana parlemen untuk membeli 65 SUV untuk anggota parlemen di Universitas Nasional Timor Leste (UNTL) di Dili pada 15 September 2025. (AFP/VALENTINO DARIELL DE SOUSA)

    Massa pun melakukan pembakaran ban dan kendaraan pemerintah di dekat gedung parlemen. Dilaporkan pula tembakan batu pendemo dibalas gas air mata petugas.

    “Dua petugas pemadam kebakaran memadamkan sebuah SUV hitam yang terbakar di jalan,” bunyi laporan AFP, dikutip rabu (17/9/2025).

    DPR Timor Leste, Parlemen Nasional, memang sudah menyepakati pembelian SUV Toyota Prado bagi masing-masing dari 65 anggota parlemen. Namun rencana ini dinilai tak mengindahkan suara rakyat di tengah himpitan ekonomi.

    “Kami ingin keputusan pembelian mobil itu dibatalkan,” ujar aktivis Domingos de Andrade, 34 tahun, kepada wartawan kemarin.

    “Keputusan ini harus diambil oleh ketua parlemen nasional,” tambahnya.

    Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Timor Leste Xanana Gusmao meminta pendemo melawan protes dengan kekerasan. Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta mengatakan tidak akan ada toleransi terhadap kekerasan selama demonstrasi.

    “Anda boleh menggelar demonstrasi untuk memprotes pemerintah dan parlemen ketika mereka berbuat salah, tetapi Anda tidak boleh menggunakan kekerasan,” ujar Ramos-Horta.

    Timor Leste, negara termuda di Asia Tenggara. Negara itu memisahkan diri dari Indonesia pada tahun 2002.

    Bekas jajahan Portugis ini bergulat dengan tingginya ketimpangan, malnutrisi, dan pengangguran, dengan perekonomian yang sangat bergantung pada minyak. Sebelumnya, demo menyuarakan keprihatinan ke sikap dewan juga terjadi di Indonesia dan Nepal.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Siapa Sushila Karki yang Dipercaya Memimpin Transisi di Nepal?

    Siapa Sushila Karki yang Dipercaya Memimpin Transisi di Nepal?

    Jakarta

    Sushila Karki ditunjuk sebagai perdana menteri sementara Nepal pada Jumat (12/9), dan menjadi perempuan pertama yang memegang jabatan tertinggi di negeri Himalaya tersebut.

    Penunjukan ini terjadi setelah demonstrasi berdarah menewaskan sedikitnya 72 orang dan melukai ribuan lainnya, serta memaksa Perdana Menteri Khadga Prasad Oli mengundurkan diri.

    Pemberontakan yang dipimpin Generasi Z — istilah untuk mereka yang lahir antara 1997 hingga 2012 — dipicu larangan media sosial oleh pemerintah, serta kemarahan atas korupsi yang merajalela, gaya hidup mewah keluarga pejabat dan kelesuan ekonomi.

    Mantan ketua Mahkamah Agung berusia 73 tahun itu ditunjuk sebagai perdana menteri interim, setelah perundingan selama berhari-hari antara Presiden Nepal Ram Chandra Paudel, para pemimpin protes kaum muda, serta tokoh masyarakat sipil.

    “Kami ingin melihat Karki sebagai perdana menteri karena integritasnya, pengabdian seumur hidup pada keadilan, dan citranya sebagai sosok antikorupsi,” kata Raksha Bam, salah satu penghubung utama kelompok Gen Z, kepada DW.

    Karki menggambarkan demonstrasi antikorupsi yang dipimpin Gen Z sebagai “revolusi yang membalikkan segalanya” setelah banyak kantor pemerintahan dan dokumen negara dihancurkan.

    Siapa Sushila Karki?

    Lahir pada tahun 1952, Karki aktif dalam politik mahasiswa melalui Partai Kongres Nepal yang berhaluan liberal, sebelum meninggalkan politik untuk meniti karier di bidang hukum.

    Pada 2012, Karki menjadi salah satu dari dua hakim Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman penjara kepada seorang menteri aktif karena korupsi. Dia juga memberi hak kepada perempuan Nepal untuk mewariskan kewarganegaraan kepada anak-anak mereka.

    Karki kemudian menjadi perempuan pertama yang menjabat ketua Mahkamah Agung. Selama masa jabatannya antara Juli 2016 hingga Juni 2017, dia dianggap gigih membela independensi peradilan, hak-hak perempuan, dan perjuangan melawan korupsi.

    Pada 2017, pemerintah berusaha memakzulkan Karki setelah dia membatalkan penunjukan kepala kepolisian pilihan eksekutif, yang menurutnya melanggar prinsip seleksi berbasis rekam jejak dan kapabilitas. PBB menyebut pemakzulan itu “bermotif politik,” dan pengadilan menggagalkan langkah tersebut.

    Apa arti perdana menteri perempuan bagi Nepal?

    Banyak yang meyakini, penunjukan Karki sebagai perdana menteri interim mencerminkan tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan.

    “Pilihan terhadapnya di tengah krisis menunjukkan bahwa masyarakat kita dinamis dan tidak anti-perempuan,” ujar Abhi Subedi, profesor sekaligus penyair dan dramawan Nepal, kepada DW.

    “Kemampuannya berdiri teguh untuk keadilan adalah kekuatannya. Keberanian, karakter, dan visi itulah yang menginspirasi kaum muda Gen Z untuk melihatnya sebagai pemimpin mereka.”

    Meski begitu, struktur patriarki di Nepal sudah lama mulai terkikis. Sejak konstitusi baru diadopsi pada 2015, perempuan silih berganti menduduki jabatan tertinggi negara, termasuk presiden, ketua Mahkamah Agung, dan ketua parlemen.

    Penulis Nepal Bhushita Vasistha berpendapat, peran Karki sebagai perdana menteri interim tidak seharusnya dilihat semata-mata dari lensa gender atau identitas.

    “Ini revolusi akal sehat,” ujarnya kepada DW. “Berbeda dengan revolusi berbasis kelas, di sini semua orang — tanpa memandang identitas dan ideologi — bersuara menuntut tata kelola yang baik dan melawan korupsi.”

    Tantangan di luar dan dalam

    Segera setelah pelantikan, Karki membubarkan parlemen dan mengumumkan pemilu baru pada 5 Maret 2026.

    Dia meminta kementerian terkait untuk mulai membangun kembali fasilitas publik yang hancur akibat protes — termasuk kompleks kantor perdana menteri, sejumlah kementerian, Mahkamah Agung, dan gedung parlemen.

    Meski keadaan berangsur normal, tantangan terbesar penguasa baru Nepal adalah menyelenggarakan pemilu tepat waktu, dan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan terpilih berikutnya.

    Komunitas internasional — termasuk India, Cina, Amerika Serikat, Jepang, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa — menyambut baik penunjukkan Karki.

    “Sekarang dia harus memenangkan kepercayaan partai-partai politik yang dulu pernah mencoba menyingkirkannya,” kata Dev Raj Dahal, seorang ilmuwan politik, kepada DW.

    “Ini juga menjadi peluang untuk mereformasi partai politik agar inklusif, tangguh, berorientasi pada rakyat, mengedepankan dialog antargenerasi, dan bebas dari kepemimpinan yang tidak kompeten.”

    Pemerintahan interim tampaknya mendapat dukungan dari aparat keamanan, kelompok politik populis, kalangan intelektual, dan kaum muda — sebuah dukungan luas yang menurut Dahal pada akhirnya memaksa partai-partai mapan ikut menyesuaikan diri.

    Di luar ranah politik, Karki juga harus menyingkirkan politisi dan birokrat korup yang terlibat dalam skandal.

    “Salah satu hambatan terbesar adalah perdana menteri harus bekerja dengan birokrasi yang justru menjadi akar korupsi,” kata Mukunda Acharya, mantan asisten inspektur jenderal Kepolisian Nepal.

    Balananda Sharma, pensiunan jenderal yang memimpin integrasi mantan pemberontak Maois ke dalam angkatan bersenjata nasional, menekankan pentingnya kerja sama militer.

    “Kepemimpinan baru harus mendapatkan kepercayaan Tentara Nepal untuk menjaga ketertiban yang rapuh, sekaligus menahan tekanan yang merugikan cita-cita demokrasi,” ujarnya kepada DW.

    Selain itu, Karki juga harus tetap waspada terhadap upaya kelompok pro-monarki atau kekuatan asing yang ingin memanfaatkan kerentanan politik Nepal demi agenda mereka sendiri — termasuk menghidupkan kembali monarki, pemerintahan militer, atau dominasi eksternal.

    Namun Bam menegaskan bahwa Generasi Z akan terus memperjuangkan mandatnya.

    “Kami tidak sekadar menggerakkan protes, tapi ingin mencapai tujuan yang telah kami tetapkan,” katanya kepada DW.

    Secara keseluruhan, Nepal kini berada di titik penentu. Karki, dulu dikenal sebagai hakim antikorupsi yang berani melawan campur tangan politik, kini memikul tugas membimbing negara menuju stabilitas dan pembaruan demokrasi.

    Apakah Sushila Karki mampu memenuhi harapan generasi muda yang gelisah akan menentukan bukan hanya warisannya, tetapi juga arah masa depan demokrasi Nepal yang rapuh.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

  • Pemerintahan Transisi Nepal Bentuk Kabinet Antikorupsi

    Pemerintahan Transisi Nepal Bentuk Kabinet Antikorupsi

    Jakarta

    Perdana Menteri Nepal pada Senin (15/9) menunjuk tiga menteri baru untuk bergabung dalam pemerintahan transisi yang ditugaskan menggelar pemilu baru pada Maret. Perkembangan ini menyusul protes berdarah pada pekan lalu yang menyebabkan runtuhnya pemerintahan resmi Nepal.

    Sushila Karki, perdana menteri perempuan pertama di negara pegunungan Himalaya itu, mengangkat Kalman Gurung sebagai menteri energi, Rameshore Khanal sebagai menteri keuangan dan Om Prakash Aryal sebagai menteri dalam negeri.

    Karki, 73 tahun, ditunjuk sebagai perdana menteri pada 12 September. Dia merupakan sosok populer saat menjabat sebagai ketua Mahkamah Agung pada 2016 dan 2017, dikenal karena sikap tegasnya menentang korupsi di pemerintahan.

    Pemulihan dalam enam bulan

    Aksi demonstrasi besar-besaran pekan lalu — disebut sebagai protes Generasi Z — berakhir dengan sedikitnya 72 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Tentara turun tangan memberlakukan jam malam, sebelum akhirnya mundur ke barak dan mempersilahkan Karki mengepalaI pemerintahan sementara demi menggelar pemilu enam bulan mendatang.

    “Saya tidak datang ke posisi ini karena menginginkannya, tetapi karena ada suara dari jalanan yang menuntut agar Sushila Karki diberi tanggung jawab,” kata Karki pada Minggu. “Kami di sini hanya enam bulan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dan menyerahkan tanggung jawab kepada pemerintahan serta para menteri berikutnya.”

    Karki menghadapi tantangan besar untuk menyeimbangkan harapan generasi muda yang turun ke jalan dan para pemimpin politik senior, sekaligus membangun kembali struktur pemerintahan yang hancur akibat protes brutal tersebut.

    “Apa yang kita butuhkan sekarang adalah bekerja untuk mengakhiri korupsi, menghadirkan tata kelola yang baik, dan menciptakan kesetaraan ekonomi,” ujarnya.

    Regenerasi politik ala Gen Z

    Chandra Lal Mehta, seorang mahasiswa, mengatakan dia yakin para pemilih akan mendukung pemimpin yang lebih muda saat pemilu Maret, tetapi menilai keahlian Karki dalam bidang hukum menjadi modal penting untuk perannya sebagai perdana menteri saat ini.

    Pengusaha Shrawan Dahl menyebut Karki sebagai sosok yang tepat memimpin pemerintahan sementara karena ia didukung tentara dan rakyat.

    “Tujuannya adalah menyelenggarakan pemilu dan harapan kami adalah dia dapat menuntaskan tugas itu dengan sukses,” ujar Dahl.

    Pada April 2017, para anggota parlemen pernah berupaya memakzulkan Karki saat dia menjabat ketua Mahkamah Agung, karena menuduhnya bias, tetapi langkah itu gagal dan dikritik sebagai serangan terhadap lembaga peradilan.

    Revolusi jalan raya

    Gelombang demonstrasi besar dimulai pada 8 September, dipicu larangan media sosial yang hanya berlangsung singkat. Puluhan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan, terutama kaum muda, yang marah atas korupsi merajalela dan kemiskinan, sementara anak-anak para pemimpin politik, yang dikenal sebagai “nepo kids,” terlihat hidup dalam kemewahan.

    Protes itu berubah menjadi kekerasan, dengan massa menyerang gedung parlemen dan polisi melepaskan tembakan.

    Para pengunjuk rasa menyerang dan membakar kantor presiden, Mahkamah Agung, kementerian-kementerian utama, serta beberapa kantor polisi pada 9 September, sehari setelah polisi menembaki demonstran. Bisnis dan rumah milik keluarga-keluarga elit juga diserang, termasuk beberapa gerai jaringan supermarket populer di Nepal.

    Situasi baru mereda setelah tentara mengambil alih jalanan pada malam itu, dan dimulailah perundingan antara demonstran, tentara, serta presiden mengenai pemerintahan sementara.

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Penasaran Siapa Sushila Karki? Inilah Profil Lengkap dan Perjalanan Kariernya

    Penasaran Siapa Sushila Karki? Inilah Profil Lengkap dan Perjalanan Kariernya

    YOGYAKARTA – Menjadi sorotan dunia karena tercatat sebagai perempuan pertama yang memimpin pemerintahan Nepal, siapa Sushila Karki?

    Kepemimpinan Sushila Karki muncul di tengah gejolak politik pasca unjuk rasa yang mengguncang Nepal. Dengan pengalaman dan wibawanya, ia dipercaya mengawal transisi pemerintahan dan menjadi babak baru bagi perempuan di politik Nepal.

    Siapa Sushila Karki?

    DIlansir dari laman NDTV, berikut ini beberapa fakta menarik terkait Sushila Karki yang mengguncang dunia politik di Nepal:

    Dari Ketua Mahkamah Agung ke Perdana Menteri

    Sushila Karki, 73 tahun, sejatinya bukanlah  berasal dari latar belakang politik. Ia lebih dikenal sebagai perempuan pertama yang menjabat Ketua Mahkamah Agung Nepal (2016–2017). Saat itu, ia terkenal dengan kebijakan zero tolerance terhadap korupsi, yang membuatnya dikagumi dan ditentang.

    Reputasinya sebagai yuris yang tegas mengantarkannya ke panggung politik, tepat ketika Nepal diguncang aksi protes besar-besaran menentang korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Banyak pengunjuk rasa mendesak agar ia ditunjuk sebagai perdana menteri interim.

    Penunjukan Karki bahkan selaluh dibandingkan dengan pemenang Nobel, Muhammad Yunus, yang tahun lalu diminta memimpin pemerintahan transisi Bangladesh setelah gelombang protes mahasiswa menjatuhkan Sheikh Hasina.

    Masa Kecil dan Pendidikan

    Lahir tahun 1952 sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara di keluarga petani di Nepal bagian timur, Sushila Karki tumbuh dalam lingkungan sederhana. Keluarganya memiliki hubungan dekat dengan Bishweshwar Prasad Koirala, perdana menteri demokratis pertama Nepal tahun 1959.

    Karki meraih gelar sarjana di Mahendra Morang Campus pada 1972, lalu melanjutkan studi magister ilmu politik di Banaras Hindu University (BHU), India, tahun 1975. Tiga tahun kemudian, ia memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Tribhuvan, Kathmandu.

    Karki juga sempat menjadi asisten dosen di Mahendra Multiple Campus, Dharan, pada 1985, sambil berpraktik hukum di Biratnagar sejak 1979.

    Baca juga artikel yang membahas Mengenal Pangeran Hisahito, Generasi Penentu Masa Depan Kekaisaran Jepang

    Karier Yudisial dan Kontroversi

    Perjalanan karier yudisialnya dimulai pada 2009 saat diangkat sebagai hakim sementara di Mahkamah Agung Nepal. Setahun kemudian ia dikukuhkan menjadi hakim tetap, hingga akhirnya mencapai posisi tertinggi sebagai Ketua Mahkamah Agung pada bulan Juli 2016.

    Namun, pada April 2017, sejumlah anggota parlemen dari partai berkuasa saat itu mengajukan mosi pemakzulan terhadap Karki. Ia dituduh memihak dalam putusan yang memberhentikan kepala lembaga anti-korupsi. Mosi tersebut membuatnya langsung diskors.

    Akan tetapi, upaya itu justru berbalik arah. Aksi protes publik meledak membela independensi peradilan. Mahkamah Agung turun tangan menghentikan proses, mosi dicabut hanya dalam beberapa minggu, dan Karki kembali ke jabatannya sebelum akhirnya pensiun pada Juni 2017.

    Selama masa jabatannya, Karki dikenal memimpin sejumlah kasus penting, termasuk menjatuhkan vonis korupsi pada Menteri Informasi dan Komunikasi, Jaya Prakash Prasad Gupta.

    Kisah Sushila Karki menandai babak baru dalam sejarah Nepal. Dari hakim agung hingga perdana menteri interim, ia menjadi simbol keberanian perempuan dalam politik. Kepemimpinannya di masa krisis memberi inspirasi bagi generasi muda untuk memperjuangkan demokrasi.

    Selain pembahasan mengenai siapa sushila karki, ikuti artikel-artikel menarik lainnya di  VOI, untuk mendapatkan kabar terupdate jangan lupa follow dan pantau terus semua akun sosial media kami!