Negara: Myanmar

  • Data BPS RI Masih Impor Beras, Mendag Mengelak

    Data BPS RI Masih Impor Beras, Mendag Mengelak

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan pemerintah tidak membuka keran importasi beras konsumsi sepanjang 2025.

    Hal ini merespons data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan Indonesia masih melakukan importasi komoditas beras hingga Februari 2025.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso (Busan) menyebut importasi beras itu diperuntukkan untuk beras industri dan bukan beras konsumsi.

    “Nggak ada impor [beras konsumsi]. Kan sudah ditetapkan dalam neraca komoditas nggak ada impor beras,” kata Budi seusai meninjau harga pangan di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (18/3/2025).

    Lebih lanjut, Budi menegaskan volume importasi beras di tahun ini juga bukan merupakan sisa kuota impor beras di tahun lalu.

    Dia menambahkan bahwa pemerintah melalui Kemendag juga tidak memberikan persetujuan izin impor beras di tahun ini. 

    “Nggak, nggak. Sampai sekarang nggak ada. Kan di neraca komoditas sudah ditetapkan nggak impor,” terangnya.

    Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap Indonesia masih melakukan importasi komoditas beras hingga Februari 2025, meski volume impor beras pada awal 2025 turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Merujuk data BPS, Indonesia pada Januari—Februari 2025 masih mendatangkan beras dari luar negeri sebanyak 95.943 ton atau turun 89,1% dibanding Januari—Februari 2024 yang tercatat sebanyak 880.818 ton.

    “Impor beras di Januari-Februari 2025 jauh lebih rendah dibanding tahun lalu, ini mungkin terkait dengan ketersediaan suplai beras di domestik,” kata Kepala BPS Amalia Widyasanti dalam Rilis BPS, Senin (17/3/2025).

    Secara keseluruhan, sebanyak 95.943 ton beras itu di antaranya berasal dari Myanmar, Thailand, Vietnam, dan India. Secara terperinci, impor beras dari Myanmar sebanyak 16.820 ton, Thailand 17.584 ton, Vietnam 17.870 ton, dan India 26.784 ton.

  • Besok, 564 Orang Korban TPPO Myanmar Dipulangkan, Keluarga Suhendri Berharap Ada Anggota Keluarganya

    Besok, 564 Orang Korban TPPO Myanmar Dipulangkan, Keluarga Suhendri Berharap Ada Anggota Keluarganya

    JAKARTA – Sebanyak 564 Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sektor online scam dari Myanmar akan segera dipulangkan ke Indonesia pada Selasa, 18 Maret, mendatang.

    Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu RI, Judha Nugraha membenarkan jika besok akan ada kepulangan ratusan WNI yang jadi korban TPPO di Myanmar.

    “Besok pukul 09.00 WIB tiba di Bandara Soetta,” ucap Judha saat dikonfirmasi VOI, Senin, 17 Maret.

    Sementara itu, Yohana salah seorang warga Jakarta Selatan berharap, dari sekian banyak korban TPPO, ada sepupunya yang Bernama Suhendri alias Hendri. Hendri disebut menjadi korban TPPO di Myanmar. Dan Yohana berharap Hendri berhasil pulang.

    “Semoga ada, salah satunya,” kata Yohana.

    Ia mengaku telah menanyakan langsung kepada Judha Nugraha terkait kepulangan tersebut. Namun, dia enggan menjawab secara detil nama-nama korbannya.

    “Kepulangan ada 500 sekianlah. Tapi tidak tahu, salah satunya ada Hendri atau tidak. Karena saya nanya Pak Judha saja tidak kasih jawaban. Cuma, jawaban Judha, besok kita keluarkan dari Myawaddy hari Rabu sampai Jakarta. Tapi saya tanya ada nama adik saya apa tidak, dia tidak kasih jawaban,” terang Yohana.

    Yohana berencana akan datang langsung saat kepulangan ratusan WNI di Bandara Soetta untuk memastikan apakah ada keluarganya atau tidak.

    Perlu diketahui, Hendri (39) disebut menjadi korban TPPO. Dia berada di Myanmar karena diimingi gaji 10 ribu US Dollar atau Rp159 juta, tapi berujung penyiksaan.

    “10 ribu USD. Fasilitas ditanggung, makan, minum, semua ditanggung. Thailand, Bangkok untuk awal pertama janji,” kata Sepupu korban Daniel (39) saat didatangi di rumahnya di kawasan Petukangan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat, 9 Agustus.

    Mendengar iming-iming yang besar, Hendri tertarik dan orangtuanya pun merestui. Hendri diberangkatkan ke Bangkok, Thailand pada 11 Juli 2024 dari Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) pukul 12.35 WIB. Lalu, korban tiba di Bangkok pada hari yang sama pukul 16.05 waktu setempat.

    Setibanya di lokasi, Hendri justru mendapat siksaan di sebuah tempat yang dirasahasiakan. Hal itu diketahui sejak Hendri bisa menghubugi anggota keluarganya melalui handphone.

    Kata Daniel, apabila keluarga tidak memberikan uang kepada pelaku, maka Hendri akan terus dianiaya.

    “Disiksa, pokoknya setiap HP dia aktif. Jadi dia telpon ke temannya. Dan risikonya dia besar kalau HP-nya aktif. Kalau nggak ada hasil dari pihak keluarga, dalam arti duit masuk, ya dia disiksa. Sampai dipukul pakai stik golf, stik baseball,” ujarnya

  • Perdana, Vatikan Rilis Foto Paus Fransiskus di Rumah Sakit

    Perdana, Vatikan Rilis Foto Paus Fransiskus di Rumah Sakit

    Jakarta

    Vatikan merilis foto pertama Paus Fransiskus sejak masuk rumah sakit pada Februari 2025. Dalam foto tersebut, ia terlihat duduk di kursi roda mengenakan jubah dan stola.

    Kantor pers Vatikan menyatakan bahwa Paus Fransiskus, yang berusia 88 tahun, sedang “merayakan Misa Kudus di kapel apartemennya di lantai 10 Poliklinik Gemelli.”

    Paus Fransiskus telah dirawat di sana sejak 14 Februari 2025 karena komplikasi pneumonia di paru-parunya.

    “Saya sedang mengalami masa cobaan, dan saya senasib dengan saudara dan saudari yang sakit,” kata Paus dalam postingan yang diunggah di akun resmi Instagramnya, sambil menambahkan bahwa meskipun tubuhnya lemah, “tidak ada yang bisa menghentikan kita untuk mencintai, berdoa, berusaha untuk diri sendiri, dan saling mendampingi satu sama lain dalam iman.”

    Paus juga ikut berdoa bagi para korban yang terluka akibat perang di Ukraina, Palestina, Israel, Lebanon, Myanmar, Sudan dan Republik Demokratik Kongo.

    Kondisi Paus Fransiskus disebut berangsur membaik

    Dalam laporan medis terbaru Paus Fransiskus yang dikeluarkan pada Sabtu (15/03), Takhta Suci mengatakan bahwa paus berangsur-angsur membaik dan menggunakan lebih sedikit ventilasi mekanis di malam hari untuk membantu pernapasan.

    Kantor Pers Takhta Suci menggambarkan kondisi Paus Fransiskus dalam keadaan stabil, tetapi belum diketahui kapan dia akan keluar dari rumah sakit.

    Paus yang memiliki nama asli Jorge Mario Bergoglio ini dianggap rentan terhadap infeksi paru-paru karena menderita selaput dada saat muda dan sebagian paru-parunya telah diangkat.

    Sinyal kuat akan terus menjabat

    Paus Fransiskus telah menerima fisioterapi untuk membantu pernapasannya dan terapi fisik untuk mobilitasnya. Dia telah menggunakan kursi roda dalam beberapa tahun terakhir karena sakit lutut dan punggung.

    Pada Kamis (13/03), Bergoglio merayakan 12 tahun kepausannya, dari rumah sakit.

    Para dokter yang tidak dilibatkan dalam perawatan paus mengatakan kalau Paus kemungkinan akan menghadapi jalan panjang menuju pemulihan, mengingat usia dan kondisi medis lainnya.

    Namun pada Sabtu (16/03), Vatikan mengumumkan bahwa Paus Fransiskus telah menyetujui perpanjangan tiga tahun yang baru untuk proses formasi Gereja Katolik dunia. Terlepas dari masalah kesehatannya, hal ini dapat dilihat sebagai niat Paus Fransiskus untuk terus memimpin Takhta Suci.

    Doa bersama besar-besaran di kampung halaman Paus Fransiskus

    Di negara asalnya, Argentina, ribuan orang berkumpul di sebuah gereja di pinggiran Buenos Aires untuk mendoakan paus. Hal itu dilaporkan oleh kantor berita Reuters.

    Mereka datang sambil membawa drum, simbal, bendera, dan kaleng-kaleng berisi air suci.

    “Hidup Paus Fransiskus,” kata seorang imam kepada para jemaat.

    Dilihat dari banyaknya para pengunjung yang datang dari lingkungan miskin, pastor menyebut hal itu menandakan kalau jemaat menyukai paus.

    “Beginilah seharusnya kita menghidupi gereja seperti yang diajarkan oleh Paus Fransiskus, gereja yang miskin untuk yang miskin,” ujarnya.

    Paus Fransiskus mendapat julukan “Paus Kumuh” saat menjabat sebagai Uskup Agung Buenos Aires. Hal itu dikarenakan kedekatannya dengan orang miskin dan kurang mampu.

    mh/mel (dpa, Reuters)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 20 Tahun Disekap Ortu Tiri, Pria Melarikan Diri dengan Bakar Rumah, Gigi Membusuk hingga Bobot 31 Kg

    20 Tahun Disekap Ortu Tiri, Pria Melarikan Diri dengan Bakar Rumah, Gigi Membusuk hingga Bobot 31 Kg

    TRIBUNJATIM.COM – Seorang pria akhirnya selamat setelah disekap 20 tahun oleh orangtua tirinya.

    Pria di Connecticut, Amerika Serikat itu kini sudah berusia 32 tahun.

    Ia mulai disekap sejak usia 11 tahun.

    Setelah 20 tahun disekap, ia akhirnya menyelematkan diri dengan cara membakar rumah.

    Saat diselamatkan oleh petugas pemadam kebakaran bulan lalu, pria itu hanya memiliki berat sekitar 31 kg dan dalam kondisi yang mengenaskan.

    Menurut penyelidikan kepolisian, yang diberitakan The Independent pada Sabtu (15/3/2025), pria ini mulai dikurung sejak usia 11 tahun dan dipaksa hidup dalam ruangan kecil tanpa pemanas atau pendingin udara.

    Ia juga tak diberi akses ke kamar mandi, serta dengan jatah makanan dan air yang sangat terbatas.  

    “Saya hanya ingin kebebasan,” katanya kepada polisi, melansir dari Kompas.com.

    Ia mengungkapkan bahwa sejak kematian ayahnya pada 2024, perlakuan ibu tirinya semakin memburuk.

    Untuk keperluan buang air, pria ini dipaksa menggunakan botol bekas dan koran.

    Tak tahan dengan situasi tersebut, pria ini berinisiatif melarikan diri dengan membakar rumah tempat ia disekap menggunakan hand sanitizer, pemantik api tua, dan kertas printer.

    Ketika ditemukan, pria itu dalam kondisi sangat kurus, berambut kusut, dan gigi yang membusuk.

    Laporan polisi membenarkan bahwa korban dikunci dari luar pintu ruangannya. 

    Kepala Kepolisian Waterbury, Fernando Spagnolo, bahkan mengatakan bahwa kondisinya lebih buruk daripada sel penjara.

    Ibu tiri korban, Kimberly Sullivan (56), telah ditangkap dan didakwa atas tuduhan penculikan, penyekapan ilegal, serta tindakan kekejaman.

    Namun, melalui pengacaranya, ia membantah tuduhan tersebut dan mengrklaim hanya mengikuti perintah mendiang suaminya.

    “Dia tidak pernah mengunci korban di dalam ruangan dan justru mendorongnya untuk mandi,” kata pengacaranya.

    “Dia bisa saja pergi kapan pun jika mau,” imbuh pengacara tersebut.  

    Pada Kamis lalu, Sullivan dibebaskan dengan jaminan sebesar 300.000 dollar AS (sekitar Rp 5 miliar), sementara polisi masih melanjutkan penyelidikan.  

    Sementara itu di Indonesia, Robiin, mantan anggota DPRD Indramayu akhirnya lolos dari jeratan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar.

    Saat ini, Robiin sudah tiba di kampung halamannya di Desa Arjasari, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu.

    Sesampainya di rumah, Robiin langsung disambut pelukan hangat oleh keluarganya.

    Suasana haru pun menyelimuti kediaman Robiin, ia menyalami satu per satu keluarganya sembari menangis.

    Pihak keluarga pun tampak sangat bersyukur karena Robiin akhirnya bisa kembali pulang ke rumah dengan kondisi selamat setelah mengalami berbagai penyiksaan di Myanmar.

    “Terima kasih kepada Allah SWT yang masih memberikan kesehatan pada kami, keluarga kami. Alhamdulillah, hari ini saya sudah selamat, tiba di kediaman saya pribadi,” ujar Robiin kepada Tribuncirebon.com, Rabu (26/2/2025).

    Robiin juga mengungkapkan rasa syukurnya, sudah sangat lama ia mendambakan bisa kembali ke rumah setelah sekitar 1 tahun lebih disekap.

    Apalagi, ia berhasil pulang dengan kondisi selamat tanpa kekurangan anggota tubuh apapun.

    Maklum, saat disekap dan dipekerjakan sebagai online scaming, Robiin kerap mendapat tindak kekerasan.

    Diceritakan Robiin, ia kerap dipukul menggunakan kayu, mengangkat galon berjam-jam sambil jongkok, hingga disetrum.

    “Alhamdulillah saya selamat, tidak terjadi fisik saya kurang, seperti saat berangkat, pulang, saya utuh,” ujar dia.

    Robiin menceritakan, isu soal kondisi dirinya dan para korban di TPPO yang dipekerjakan sebagai online scaming di Myanmar ini diketahui sudah mencuat.

    Advokasi upaya penyelamatan juga datang dari Indonesia.

    Isu itu pun kemudian menjadi pembahasan dari negara-negara di Asia.

    Tentara Thailand kala itu dikerahkan untuk misi besar operasi penyelamatan para korban ke Myanmar.

    Robiin sendiri tidak tahu persis bagaimana misi penyelamatan itu dilakukan. Ia saat itu hanya bisa bersyukur saat di dalam lokasi penyekapan tiba-tiba masuk tentara Thailand.

    Mereka berhasil menguasai lokasi tempat Robiin dan para korban lainnya disekap. Para tentara lalu membawa Robiin dan para korban lainnya untuk dievakuasi.

    Mereka bahkan mengawal para korban hingga perbatasan kemudian bernegosiasi sampai akhirnya para korban tiba di negara Thailand dengan selamat.

    “Sejak saat itu saya alhamdulillah dapat rezeki untuk pulang,” ujar dia.

    Robiin menyampaikan, di Thailand sendiri, para korban diperlakukan dengan baik oleh otoritas tentara Thailand. 

    Para korban ditampung selama empat hari, dan diberikan perawatan, makanan dan fasilitas mandi, cuci, kakus yang memadai.

    “Dari situ, kami dibawa ke KBRI Bangkok dan mengurus SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor) karena paspor saya mati. Alhamdulillah gak lama, langsung diterbangkan ke Indonesia,” ujar dia.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Indonesia Dapat Pesan Khusus, Petaka di Depan Mata

    Indonesia Dapat Pesan Khusus, Petaka di Depan Mata

    Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena perubahan iklim dapat memicu petaka yang mengancam wilayah Asia, termasuk Indonesia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun memberi peringatan khusus terhadap sejumlah negara Asia, tidak terkecuali Indonesia.

    Badan Meteorologi Dunia (WMO) sebagai bagian dari lembaga PBB merilis laporan yang bertajuk State of the Climate in Asia 2023. Laporan ini berisi analisis bencana yang terjadi pada 2023 dan polanya pada masa depan.

    Menurut laporan ini, terdapat laju percepatan indikator perubahan iklim utama seperti suhu permukaan, pencairan gletser, dan kenaikan permukaan air laut. Asia disebut menjadi wilayah yang paling banyak dilanda masalah alam di dunia akibat cuaca dan iklim. Asia juga disebut mengalami pemanasan suhu udara lebih cepat dari rata-rata global dengan tren peningkatan hampir dua kali lipat sejak periode 1961-1990.

    “Kesimpulan dari laporan ini sangat menyadarkan kita,” kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, dikutip Minggu (13/3/2025).

    WMO mengungkapkan, banyak negara di benua Asia yang mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat pada 2023. Hal ini bersamaan dengan kondisi ekstrem, mulai dari kekeringan dan gelombang panas hingga banjir dan badai.

    Perubahan iklim dan tingkat keparahan atas peristiwa alam tersebut telah berdampak besar pada masyarakat dan ekonomi. Kehidupan manusia dan lingkungan tempat makhluk hidup tinggal pun terganggu oleh berbagai bencana alam akibat perubahan iklim.

    Sebagaimana diketahui, Emergency Events Database melaporkan bahwa pada tahun 2023, terdapat 79 bencana yang terkait dengan bahaya hidrometeorologi yang terjadi di Asia. Dari jumlah tersebut, lebih dari 80% di antaranya terkait dengan peristiwa banjir dan badai, dengan lebih dari 2.000 korban jiwa dan sembilan juta orang terkena dampak langsung.

    Panas ekstrem juga menjadikan peristiwa berbahaya lainnya yang terjadi di Asia. Meski risiko kesehatan yang ditimbulkan semakin meningkat, penduduk Asia masih beruntung karena tidak adanya laporan kematian.

    “Sekali lagi, di tahun 2023, negara-negara yang rentan terkena dampak yang tidak proporsional. Sebagai contoh, topan tropis Mocha, topan terkuat di Teluk Benggala dalam satu dekade terakhir, menghantam Bangladesh dan Myanmar,” jelas Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP), Armida Salsiah Alisjahbana sekaligus mitra dalam penyusunan laporan ini.

    Dia juga menilai bahwa peringatan dini dan kesiapsiagaan yang lebih baik telah menyelamatkan ribuan nyawa di Asia.

    Dalam laporan yang sama, terungkap pula bagaimana kenaikan permukaan laut yang terjadi selama periode Januari 1993 hingga Mei 2023. State of the Climate in Asia 2023 turut membeberkan data indikasi kenaikan air laut yang terjadi di wilayah Indonesia.

    Dalam hal ini, banyak area yang mengindikasikan bahwa Global Mean Sea Level (GMSL) berada di atas rata-rata global yakni 3,4 atau ± 0,33 mm per tahun. Indonesia sendiri berada di wilayah berwarna kuning yang mengindikasikan peringatan.

    Sebelumnya, kajian dari USAID pada 2016 pernah menyebut bahwa kenaikan air laut akan menenggelamkan 2.000 pulau kecil pada tahun 2050. Jika hal ini benar-benar terjadi, terdapat 42 juta penduduk yang terancam kehilangan tempat tinggalnya.

    Laporan ini pun layak jadi pengingat bagi seluruh pihak untuk terus berupaya menjaga lingkungan sekaligus mengurangi dampak perubahan iklim yang mengancam kehidupan manusia.

    (mkh/mkh)

  • Trump Larang Warga dari 41 Negara Datang ke AS, Indonesia Termasuk?

    Trump Larang Warga dari 41 Negara Datang ke AS, Indonesia Termasuk?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump sedang mempertimbangkan untuk mengeluarkan pembatasan perjalanan menyeluruh bagi warga negara dari puluhan negara sebagai bagian dari larangan baru, mengutip Reuters, Sabtu (15/3/2025).

    Memo tersebut mencantumkan total 41 negara yang dibagi menjadi tiga kelompok terpisah. Kelompok pertama yang terdiri dari 10 negara, termasuk Afghanistan, Iran, Suriah, Kuba, dan Korea Utara, akan ditetapkan untuk penangguhan visa penuh.

    Pada kelompok kedua, lima negara — Eritrea, Haiti, Laos, Myanmar, dan Sudan Selatan — akan menghadapi penangguhan sebagian yang akan memengaruhi visa turis dan pelajar serta visa imigran lainnya, dengan beberapa pengecualian.

    Pada kelompok ketiga, total 26 negara yang mencakup Belarus, Pakistan, dan Turkmenistan, akan dipertimbangkan untuk penangguhan sebagian penerbitan visa AS jika pemerintah mereka “tidak melakukan upaya untuk mengatasi kekurangan dalam waktu 60 hari”, kata memo tersebut.

    Seorang pejabat AS memperingatkan, mungkin ada perubahan pada daftar tersebut dan bahwa daftar tersebut belum disetujui oleh pemerintah, termasuk Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.

    The New York Times pertama kali melaporkan daftar negara tersebut.

    Langkah tersebut mengingatkan kembali pada larangan masa jabatan pertama Presiden Donald Trump terhadap pelancong dari tujuh negara mayoritas Muslim, sebuah kebijakan yang mengalami beberapa iterasi sebelum ditegakkan oleh Mahkamah Agung pada tahun 2018.

    Trump mengeluarkan perintah eksekutif pada tanggal 20 Januari yang mengharuskan pemeriksaan keamanan intensif terhadap setiap orang asing yang ingin masuk ke AS untuk mendeteksi ancaman keamanan nasional.

    Perintah tersebut mengarahkan beberapa anggota kabinet untuk menyerahkan daftar negara-negara yang perjalanannya harus ditangguhkan sebagian atau seluruhnya sebelum 21 Maret karena “informasi pemeriksaan dan penyaringan mereka sangat kurang.”

    Arahan Trump merupakan bagian dari tindakan keras imigrasi yang ia luncurkan pada awal masa jabatan keduanya.

    Ia memaparkan rencananya dalam pidatonya pada Oktober 2023, berjanji untuk membatasi orang-orang dari Jalur Gaza, Libya, Somalia, Suriah, Yaman, dan “tempat mana pun yang mengancam keamanan kita.”

    Daftar Negara yang bakal masuk dalam daftar pembatasan masuk AS, seperti dilansir Reuters:

    Afghanistan
    Kuba
    Iran
    Libya
    Korea Utara
    Somalia
    Sudan
    Syria
    Venezuela
    Yaman

    rencana pembatasan visa sebagian (turis, pelajar bisa terkena dampak)

    Eritrea
    Haiti
    Laos
    Myanmar
    Sudan Selatan

    rencana pembatasan sebagian jika tak mampu mengatasi kekurangannya:

    Angola
    Antigua and Barbuda
    Belarus
    Benin
    Bhutan
    Burkina Faso
    Cabo Verde
    Kamboja
    Kamerun
    Chad
    Republik Demokratik Kongo
    Dominika
    Guinea Ekuatorial
    Gambia
    Liberia.

    (dce)

  • Kemlu Segera Pulangkan 554 WNI terkait Online Scam dari Myanmar

    Kemlu Segera Pulangkan 554 WNI terkait Online Scam dari Myanmar

    JAKARTA – Tim terpadu Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu), KBRI Bangkok dan KBRI Yangon mengupayakan pemulangan 554 WNI bermasalah penipuan daring dari wilayah konflik bersenjata di Myawaddy, Myanmar.

    Menurut siaran pers KBRI Bangkok di Jakarta, saat ini tim berada di Kota perbatasan antara Thailand dan Myanmar, Maesot, untuk berkoordinasi dengan otoritas Thailand dan Myanmar secara intensif.

    Dilansir ANTARA, pada Jumat (14/3) Duta Besar RI di Bangkok, Rachmat Budiman, yang didampingi Direktur Pelindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, mengadakan pertemuan khusus dengan Gubernur Propinsi Tak, Chucheep Phongchai, beserta instansi terkait untuk membahas persiapan serta memastikan kelancaran pelintasan para WNI dari Myawaddy, Myanmar, ke Maesot, Propinsi Tak, Thailand, seperti dikutip.

    Wilayah Thailand digunakan sebagai transit repatriasi para WNI, mengingat kondisi keamanan jalur darat Myawaddy-Yangon yang tidak memungkinkan.

    Gubernur Tak, dengan dukungan dari berbagai otoritas Thailand, menyampaikan kesiapannya untuk memfasilitasi pelintasan para WNI dari Myawaddy ke Maesot dan memastikan pengawalan menuju Bangkok untuk kemudian diterbangkan ke Jakarta.

    Otoritas Thailand juga akan melakukan proses National Referral Mechanism untuk identifikasi korban TPPO dan juga pemeriksaan kesehatan serta keimigrasian.

    Seluruh 554 WNI tersebut direncanakan tiba secara bertahap di Bandara Soekarno-Hatta pada 18 dan 19 Maret 2025. Selanjutnya mereka akan menjalani proses wawancara, termasuk rehabilitasi dan reintegrasi.

    Sementara itu Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan RI (Kemenko Polkam) dan Kemenko Pemberdayaan Masyarakat mengoordinasikan lintas Kementerian/Lembaga untuk proses kedatangan hingga pemulangan ke daerah asal masing-masing.

     

  • Prajurit di Balik Meja Demokrasi

    Prajurit di Balik Meja Demokrasi

    Prajurit di Balik Meja Demokrasi
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    SEJARAH
    punya cara tersendiri untuk berulang. Ada yang terang-terangan, ada yang samar-samar.
    Di negeri ini, militer dan politik adalah dua sisi mata uang yang tak pernah benar-benar terpisah.
    Reformasi 1998 mengembalikan militer ke baraknya, mengukuhkan supremasi sipil, dan menutup pintu bagi prajurit aktif untuk mengisi jabatan-jabatan sipil. Namun kini, pintu itu perlahan terbuka lagi.
    Pemerintah tengah mengajukan revisi Undang-Undang TNI, yang memungkinkan perwira militer menduduki jabatan sipil dengan syarat mengundurkan diri dari dinas aktif.
    Alasannya sederhana: militer memiliki disiplin tinggi, pengalaman strategis, dan manajemen krisis yang bisa memperbaiki birokrasi yang lamban.
    Namun benarkah ini soal efektivitas? Ataukah ini pertanda bahwa demokrasi kita mulai kehilangan arah, membuka kembali ruang yang telah ditutup oleh reformasi?
    Bukan kali ini saja militer masuk ke ranah sipil. Orde Baru membangun sistem di mana militer tak hanya mengamankan negara, tetapi juga mengatur kehidupan sipil.
    Dwifungsi ABRI menjadi doktrin yang melegitimasi peran ganda prajurit sebagai penjaga keamanan sekaligus pengelola negara.
    Dampaknya? Birokrasi yang kaku, kepemimpinan
    top-down
    , dan sistem yang sulit dikoreksi karena nyaris tak ada ruang bagi pengawasan dan kritik.
    Demokrasi yang kita kenal hari ini adalah hasil dari perjuangan panjang untuk memisahkan kedua dunia itu.
    Reformasi mengubah lanskap politik Indonesia. Militer kembali ke baraknya. Tentara tidak lagi diperbolehkan menduduki jabatan sipil, kecuali dalam posisi tertentu yang berhubungan dengan pertahanan dan keamanan. Langkah ini bertujuan mengembalikan keseimbangan dalam demokrasi kita.
    Dua puluh lima tahun kemudian, apakah kita akan kembali ke pola lama?
    Pendukung
    revisi UU TNI
    berpendapat bahwa keterlibatan militer di jabatan sipil bukanlah ancaman bagi demokrasi, melainkan solusi bagi birokrasi yang sering kali terjebak dalam korupsi dan inefisiensi.
    Mereka melihat disiplin militer sebagai sesuatu yang bisa membentuk kembali mental birokrasi, menciptakan tata kelola yang lebih tegas dan berorientasi pada hasil.
    Tidak ada yang meragukan bahwa militer memiliki sistem kerja yang tertib, hierarkis, dan terencana.
    Namun, apakah birokrasi sipil harus berjalan seperti komando militer?
    Birokrasi yang baik bukan sekadar soal kepatuhan dan efisiensi, tetapi juga soal transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Pemerintahan yang sehat tidak hanya membutuhkan kepatuhan terhadap instruksi, tetapi juga ruang bagi dialog dan perbedaan pendapat.
    Ketika sistem sipil mulai diisi oleh orang-orang dengan latar belakang komando, apakah mereka akan membawa semangat demokrasi? Atau justru membawa pola pikir bahwa perintah tidak untuk diperdebatkan?
    Di beberapa negara, militer tetap memiliki peran dalam pemerintahan sipil. Amerika Serikat, misalnya, mengizinkan mantan perwira militer menduduki jabatan tinggi seperti menteri pertahanan, tetapi dengan batasan ketat.
    Seorang jenderal yang ingin masuk ke politik harus terlebih dahulu melewati masa tunggu yang cukup lama untuk memastikan transisi penuh ke ranah sipil.
    Sebaliknya, di Thailand atau Myanmar, militer justru menjadi aktor utama yang mendikte arah pemerintahan. Campur tangan mereka dalam politik sering kali berujung pada kudeta atau pemerintahan yang dikendalikan oleh kepentingan militer.
    Indonesia berada di persimpangan jalan. Jika revisi ini disahkan, kita harus bertanya: ke arah mana kita melangkah? Apakah kita akan mengikuti model Amerika yang tetap mengutamakan supremasi sipil, atau justru bergerak ke arah yang lebih berbahaya?
    Mengapa wacana ini muncul sekarang? Apakah birokrasi sipil begitu lemah hingga pemerintah merasa perlu mengisi pos-pos penting dengan mantan perwira?
    Ataukah ini bagian dari pola yang lebih besar—upaya mengembalikan pengaruh militer dalam politik secara perlahan?
    Pertanyaan ini penting karena politik adalah soal momentum. Jika hari ini prajurit bisa masuk ke jabatan sipil dengan syarat mengundurkan diri, siapa yang bisa menjamin bahwa besok tidak akan ada revisi baru yang menghapus syarat tersebut?
    Demokrasi tidak runtuh dalam satu malam. Ia perlahan-lahan terkikis oleh kebijakan kecil yang tampaknya tidak berbahaya, hingga suatu hari kita terbangun dan menyadari bahwa sistem yang kita bangun telah berubah.
    Jika alasan utama revisi ini adalah inefisiensi birokrasi, maka solusinya bukan dengan membawa masuk militer, tetapi memperbaiki sistem birokrasi itu sendiri.
    Reformasi birokrasi yang nyata jauh lebih penting daripada mengandalkan solusi instan yang bisa berujung pada masalah baru.
    Militer memiliki peran penting dalam menjaga kedaulatan negara. Namun, peran itu harus tetap berada dalam koridor pertahanan dan keamanan, bukan merambah ke ruang-ruang sipil yang seharusnya dikelola oleh warga negara yang memahami sistem demokrasi.
    Jika kita benar-benar menghargai reformasi yang telah diperjuangkan selama dua dekade terakhir, maka keputusan ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati.
    Apakah kita ingin demokrasi yang lebih kuat? Atau kita ingin kembali ke masa di mana seragam lebih banyak terlihat di ruang-ruang pemerintahan?
    Keputusan ada di tangan kita. Namun, satu hal yang pasti: demokrasi tidak bisa dipertahankan hanya dengan niat baik. Ia harus dijaga, dipertahankan, dan terus dikawal.
    Karena jika kita lengah, kita mungkin akan kehilangan lebih banyak dari yang kita bayangkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Diserang Kelompok Bersenjata, Tentara Myanmar Kabur ke Thailand

    Diserang Kelompok Bersenjata, Tentara Myanmar Kabur ke Thailand

    Bangkok

    Sekelompok tentara Myanmar melarikan diri dari negaranya hingga melintasi perbatasan dan masuk ke wilayah Thailand pada Jumat (13/4), setelah diserang oleh kelompok etnis bersenjata. Serangan kelompok bersenjata itu mengusir tentara-tentara Myanmar dari pangkalan militer mereka sendiri.

    Myanmar terkoyak oleh perang sipil yang berkecamuk setelah militer negara itu merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2021 lalu. Sejak saat itu, junta militer Myanmar harus memerangi berbagai kelompok etnis bersenjata bersenjata dan para partisan pro-demokrasi.

    Kaburnya tentara-tentara Myanmar hingga melintasi perbatasan itu, seperti dilansir AFP, Jumat (13/4/2025), dilaporkan oleh militer Thailand dalam pernyataannya. Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari junta militer Myanmar terkait hal tersebut.

    Dalam pernyataannya, militer Thailand menyebut para petempur dari Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA) menyerang pangkalan militer Myanmar di area perbatasan Pulu Tu pada Jumat (13/4) dini hari waktu setempat.

    “Militer Myanmar mempertahankan pangkalan tersebut, tetapi akhirnya KNLA berhasil merebut kendali,” sebut militer Thailand dalam pernyataannya.

    “Sejumlah tentara Myanmar tewas dan beberapa tentara lainnya melarikan diri melintasi perbatasan ke Thailand,” kata militer Thailand.

    Pernyataan militer Thailand itu tidak menyebutkan secara detail soal berapa banyak tentara Myanmar yang telah melintasi perbatasan hingga masuk ke wilayah Provinsi Tak di Thailand. Hanya disebutkan bahwa tentara-tentara Myanmar itu telah “diberi bantuan kemanusiaan”.

    Lihat juga Video ‘Kelompok Bersenjata yang Sekap Eks Dewan di Myanmar Minta Tebusan’:

    Juru bicara sayap politik KNLA, Serikat Nasional Karen, dalam pernyataan terpisah menyebut pasukan mereka berhasil merebut pangkalan militer Myanmar pada Jumat (14/3) dini hari, sekitar pukul 03.00 waktu setempat.

    Para petempur KNLA, menurut juru bicara tersebut, merebut pangkalan itu setelah para tentara Myanmar “meninggalkan senjata mereka dan kabur ke Thailand”.

    KNLA telah berjuang selama beberapa dekade untuk membangun wilayah otonomi yang lebih besar bagi masyarakat Karen yang tinggal di sepanjang sisi tenggara Myanmar. KNLA merupakan salah satu dari puluhan kelompok etnis bersenjata, yang aktif sebelum kudeta dan kini terbukti efektif dalam melawan junta.

    Pangkalan militer Pulu Tu terletak di area berjarak sekitar 80 kilometer sebelah utara kota perbatasan Myawaddy, yang tadinya simpul perdagangan penting namun kini menjadi medan pertempuran antara pasukan anti-junta dan militer Myanmar sejak tahun lalu.

    Wilayah tersebut juga menjadi episentrum pusat penipuan yang marak di Myanmar, dengan ribuan warga negara asing (WNA) dipekerjakan untuk mencari korban secara online dalam skema penipuan berkedok asmara atau investasi.

    Para WNA yang dipekerjakan di sana mengakui mereka diperdagangkan ke pusat-pusat penipuan di Myanmar. Ribuan orang telah dipulangkan melalui Thailand dalam beberapa pekan terakhir, setelah tekanan internasional semakin meningkat.

    Lihat juga Video ‘Kelompok Bersenjata yang Sekap Eks Dewan di Myanmar Minta Tebusan’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Bantuan Dipangkas, Rohingya di Bangladesh Ketar-ketir Lonjakan Kejahatan

    Bantuan Dipangkas, Rohingya di Bangladesh Ketar-ketir Lonjakan Kejahatan

    Jakarta

    Shafika adalah salah satu dari lebih dari 700.000 orang Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh dari Myanmar pada tahun 2017, ketika militer Myanmar melancarkan “operasi pembersihan” di Negara Bagian Rakhine di bagian barat negara itu.

    Kelompok etnis tersebut menghadapi diskriminasi dan status tanpa kewarganegaraan karena tidak mendapat status sebagai warga negara dan hak-hak lainnya di Myanmar.

    Nasib Shafika berakhir di kamp-kamp pengungsi yang penuh sesak di distrik Cox’s Bazar di selatan Bangladesh, tempat lebih dari satu juta orang Rohingya hidup di kamp tersebut..

    Pengungsi berusia 38 tahun itu, bersama dengan enam anggota keluarganya, tinggal di sebuah gubuk di Kutupalong, salah satu kamp pengungsi tertua di negara itu.

    Pasca kudeta militer pada tahun 2021, Myanmar dilanda konflik bersenjata yang dipandang sebagai perang saudara. Kondisi ini telah mendorong lebih banyak orang Rohingya untuk mencari perlindungan di Bangladesh.

    Para pengungsi bergantung pada jatah bantuan makanan yang disuplai Program Pangan Dunia PBB (WFP) untuk bertahan hidup. Namun, WFP baru-baru ini mengumumkan, mulai 1 April mendatang akan ada pemotongan jatah bantuan makanan yang dipasok ke Cox’s Bazar.

    Badan PBB itu menyebut kekurangan dana sebagai alasan di balik keputusan tersebut, tetapi tidak menjelaskan secara rinci kenapa bisa terjadi masalah kekurangan uang: “Tanpa pendanaan baru yang mendesak, jatah bulanan harus dikurangi setengahnya menjadi $6 (Rp98.000) per orang, turun dari $12,50 (Rp205.000) per orang,” tegas WFP dalam sebuah pernyataan minggu lalu.

    Pengungsi: Bagaimana kami bisa makan?

    Shafika mengatakan pengumuman WFP “rasanya seperti serangan jantung” bagi orang-orang yang tinggal di kamp.

    “Bagaimana kami bisa bertahan hidup jika mereka mengurangi jatah, dan apa yang akan kami makan? Kami tidak diizinkan bekerja di luar,” keluhnya kepada DW. “Kami ditangkap, diculik, atau bahkan dibunuh jika kami pergi bekerja. Kami kelaparan,” tambahnya.

    Shafika khawatir keamanan dan ketertiban di kamp-kamp pengungsian akan semakin memburuk, jika keputusan itu tidak dibatalkan. “Pencurian dan perampokan bisa meningkat jika jatah bantuan makanan dikurangi. Anak-anak kami akan diculik untuk minta tebusan. Dari mana kami akan mendapatkan uang untuk membebaskan mereka?” keluhnya lebih lanjut.

    Mohammad Esha, pengungsi Rohingya lainnya, menyuarakan pandangan serupa. Ia juga khawatir akan meningkatnya kejahatan jika pemotongan jatah makanan diberlakukan. “Kami ingin bekerja untuk bertahan hidup. Namun, LSM di sini tidak memberi kami pekerjaan. Toko-toko kami dihancurkan jika kami mencoba berbisnis. Kami tidak memiliki sumber pendapatan lain, yang membuat kami hanya bergantung pada jatah bantuan makanan,” kata Esha kepada DW.

    Apa penyebab kurangnya dana?

    Meskipun WFP tidak menjelaskan alasan di balik kekurangan dana tersebut, Komisaris Bantuan dan Pemulangan Pengungsi Bangladesh (RRRC), Mohammed Mizanur Rahman meyakini, keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menghentikan segera sebagian besar bantuan luar negeri, dan membubarkan Badan Pembangunan Internasional AS – USAID, bisa jadi memainkan peran utama.

    Tak lama setelah kembali berkuasa di Gedung Putih, Trump menandatangani perintah eksekutif yang membekukan bantuan asing AS selama peninjauan 90 hari, sebuah langkah yang secara signifikan menghambat sektor bantuan kemanusiaan global.

    “Sejauh yang saya ketahui, 80% dana WFP berasal dari Amerika Serikat. Jika AS menarik keputusan pembekuan dana 90 hari yang diberlakukan pada 20 Januari, maka saya rasa peringatan yang dikeluarkan oleh WFP tidak akan dilaksanakan,” papar Rahman, yang bertanggung jawab untuk mengelola pengungsi Rohingya.

    Sementara itu,Uni Eropa telah mengumumkan akan meningkatkan bantuan keuangan bagi para pengungsi Rohingya di Bangladesh. “Pengungsi Rohingya di Bangladesh merupakan populasi tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia. Kami berterima kasih kepada Bangladesh atas solidaritasnya dalam menampung mereka. UE telah meningkatkan bantuan kemanusiaan untuk mendukung pengungsi Rohingya di Bangladesh, di wilayah yang lebih luas dan untuk krisis Myanmar,” demikian bunyi cuitan komisaris UE untuk kesiapsiagaan dan manajemen krisis Hadja Lahbib, dalam kunjungannya ke Bangladesh awal bulan ini.

    Risiko kelaparan dan kekurangan gizi meningkat

    Namun, Rahman menunjukkan, Uni Eropa hanya menambah bantuannya beberapa juta dolar AS, yang menurutnya tidak cukup. Pejabat tersebut memperingatkan, pemotongan jatah bantuan makanan kemungkinan akan berdampak buruk pada populasi yang rentan:

    “Makanan yang diperoleh para pengungsi saat ini tidak cukup. Mereka memperoleh sekitar $0,13 (Rp2.100) per porsi makanan. Jumlah itu akan berkurang setengahnya jika WFP menerapkan pemotongan jatah bantuan baru,” jelas Rahman, seraya menambahkan: “Tidak mungkin untuk makan apa pun dengan $0,07(Rp1.100). Itu akan berdampak besar pada kesehatan dan gizi mereka. Mereka sudah menjadi salah satu komunitas yang paling rentan dalam hal kekurangan gizi.”

    Rahman mendesak masyarakat internasional untuk terus mendukung para pengungsi Rohingya. Direktur Fortify Rights, John Quinley, mendesak pemerintahan Trump untuk segera mengubah arah kebijakannya, dan mengizinkan USAID kembali beroperasi. “Pemotongan dana bantuan AS akan menciptakan ketidakamanan regional. Warga Rohingya mungkin akan terdorong untuk mencoba melarikan diri ke Thailand dan Malaysia, dan kita dapat melihat peningkatan penggunaan jaringan perdagangan manusia yang mengambil keuntungan dari para pengungsi yang rentan,” pungkasnya kepada DW.

    Artikel diadaptasi dari DW Bahasa Inggris

    Lihat juga Video: Imigrasi Aceh Usul Pulau Khusus untuk Menampung Pengungsi Rohingya

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu