Negara: Mesir

  • Kami Berdoa Padamkan Api Perang

    Kami Berdoa Padamkan Api Perang

    Gaza City

    Kelompok Hamas telah menyetujui proposal gencatan senjata terbaru untuk Jalur Gaza, setelah upaya diplomatik terbaru untuk mengakhiri perang yang berkecamuk selama lebih dari 22 bulan terakhir.

    Mediator Mesir dan Qatar, yang didukung oleh Amerika Serikat (AS), telah berjuang keras untuk mengamankan gencatan senjata yang bertahan lama dalam konflik tersebut, yang telah memicu krisis kemanusiaan yang mengerikan di Jalur Gaza.

    Setelah menerima proposal terbaru dari para mediator, seperti dilansir AFP, Selasa (19/8/2025), Hamas menyatakan siap untuk berunding.

    “Gerakan ini telah menyampaikan tanggapannya, menyetujui proposal baru para mediator. Kami berdoa kepada Tuhan untuk memadamkan api perang ini dari rakyat kami,” kata pejabat senior Hamas, Bassem Naim, dalam pernyataan via Facebook.

    Sebelumnya, seorang sumber Hamas mengatakan kepada AFP bahwa kelompok tersebut telah menerima proposal itu “tanpa meminta amandemen apa pun”.

    Hamas dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, mengatakan bahwa faksi-faksi Palestina lainnya juga telah memberitahu para mediator tentang persetujuan mereka terhadap proposal terbaru itu.

    Mesir, dalam pernyataannya, mengatakan pihaknya dan Qatar juga telah mengirimkan proposal terbaru itu kepada Israel, sembari menambahkan bahwa “bola sekarang ada tangan mereka (Israel-red)”.

    Otoritas Tel Aviv sejauh ini belum memberikan tanggapan langsung.

    Sumber Palestina yang mengetahui perundingan gencatan senjata itu mengatakan bahwa para mediator “diharapkan akan mengumumkan bahwa kesepakatan telah dicapai dan menetapkan tanggal untuk dimulainya kembali perundingan”.

    Disebutkan juga oleh sumber Palestina tersebut bahwa jaminan juga ditawarkan untuk memastikan implementasi dan mengupayakan solusi permanen.

    Menurut laporan media pemerintah Mesir, Al-Qahera, kesepakatan terbaru itu mengatur soal gencatan senjata awal selama 60 hari, pembebasan sebagian sandera, pembebasan beberapa tahanan Palestina, dan ketentuan-ketentuan yang memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

    Ditambahkan sumber pejabat Mesir, yang enggan disebut namanya, seperti dilansir Reuters bahwa proposal yang diterima Hamas itu mencakup penangguhan operasi militer Israel selama 60 hari dan menguraikan kerangka kerja untuk kesepakatan komprehensif guna mengakhiri perang tersebut.

    Proposal terbaru ini muncul lebih dari sepekan setelah kabinet keamanan Israel menyetujui rencana untuk menaklukkan Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza, dan kamp-kamp pengungsi yang ada di sekitarnya. Rencana Tel Aviv itu menuai kecaman internasional, serta ditentang di dalam Israel sendiri.

    Namun di sisi lain, sejumlah pejabat Israel mengatakan bahwa rencana tersebut mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk dimulai, sehingga membuka peluang bagi gencatan senjata.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Mesir Siap Gabung Pasukan Internasional di Gaza, Asalkan…

    Mesir Siap Gabung Pasukan Internasional di Gaza, Asalkan…

    Kairo

    Mesir bersedia untuk bergabung dengan pasukan internasional yang berpotensi dikerahkan ke Jalur Gaza yang dilanda perang berkelanjutan. Kesediaan Kairo ini hanya berlaku jika didukung oleh resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan disertai “horison politik”.

    Pernyataan Mesir itu disampaikan saat upaya mewujudkan gencatan senjata Gaza terus berlanjut di Kairo.

    Mesir, seperti dilansir AFP, Selasa (19/8/2025), telah berulang kali menyerukan persatuan Palestina di bawah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) — kelompok yang mendominasi Otoritas Palestina (PA) dan mengecualikan kelompok Hamas menguasai di Jalur Gaza.

    PA sempat memerintah Jalur Gaza sebelum kehilangan kekuasaan pada tahun 2007 dalam bentrokan kekerasan dengan Hamas.

    “Tentu saja kami siap membantu, berkontribusi pada pasukan internasional mana pun yang akan dikerahkan ke Gaza dalam beberapa parameter tertentu,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Badr Abdelatty dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Mustafa pada Senin (18/8).

    Konferensi pers bersama itu digelar di perlintasan perbatasan Rafah, yang menghubungkan Jalur Gaza dan Mesir.

    “Pertama-tama, memiliki resolusi Dewan Keamanan (PBB), memiliki mandat yang jelas, dan tentu saja berada dalam horison politik. Tanpa horison politik, pengerahan pasukan apa pun ke sana akan sia-sia,” sebut Abdelatty dalam pernyataannya merujuk pada “parameter tertentu” yang disebutnya.

    Abdelatty juga mengatakan bahwa kerangka politik akan memungkinkan pasukan internasional beroperasi lebih efektif dan mendukung Palestina “untuk mewujudkan negara Palestina mereka sendiri yang merdeka di tanah air mereka”.

    Dalam konferensi pers yang sama, Mustafa mengatakan bahwa sebuah komite sementara akan mengelola Jalur Gaza setelah perang berakhir, dengan wewenang penuh berada di tangan pemerintah Palestina.

    “Kita tidak menciptakan entitas politik baru di Gaza. Sebaliknya, kita mengaktifkan kembali institusi-institusi di Negara Palestina dan pemerintahannya di Gaza,” ucapnya.

    Meskipun Hamas sebelumnya menyambut baik gagasan “komite sementara” untuk “mengawasi upaya bantuan, rekonstruksi dan pemerintahan”, namun tidak diketahui secara jelas apakah kelompok itu bersedia melepaskan kendali atas wilayah tersebut.

    Awal bulan ini, PM Israel Benjamin Netanyahu dalam wawancara dengan media Amerika Fox News mengatakan bahwa Tel Aviv berencana untuk mengambil alih kendali penuh atas Jalur Gaza, tetapi tidak berniat untuk memerintahnya.

    “Kami ingin menyerahkannya kepada Pasukan Arab yang akan memerintah dengan benar, tanpa mengancam kami, dan memberikan kehidupan yang baik bagi warga Gaza. Hal itu tidak mungkin dilakukan dengan Hamas,” kata Netanyahu pada saat itu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Rocky Gerung: Jokowi Mantan Presiden Paling Kejam, Lebih Bengis dari Soeharto

    Rocky Gerung: Jokowi Mantan Presiden Paling Kejam, Lebih Bengis dari Soeharto

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Viral kembali pernyataan menohok Pengamat Politik, Rocky Gerung, saat menguliti mantan Presiden Jokowi.

    Dilihat dalam unggahan akun Instagram @filosof_in, Rocky blak-blakan menyebut Jokowi merupakan mantan Kepala Negara yang paling kejam.

    Bukan tanpa alasan, Rocky merujuk pada banyak aspek. Salah satunya proyek ambisius Jokowi, Ibukota Nusantara (IKN).

    “Apa kurang kejamnya Jokowi, dia bikin IKN, dia jual nggak laku ke China. Dia jual ke Amerika, gak laku. Dia jual ke Mesir, gak laku. Dia jual ke Malaysia, Singapore, gak laku,” kata Rocky dikutip pada Selasa (19/8/2025).

    Karena tidak laku, kata Rocky, Jokowi ketika masih memimpin Indonesia, memaksa oligarki agar ambil bagian pada proyek tersebut.

    “Lalu akhirnya dia paksa oligarki itu untuk nyumbang di depan, nda cukup. Dia suruh APBN pindahkan 40 persen ke IKN,” sesalnya.

    Dikatakan Rocky, pada saat yang sama, seorang pria berkeluarga di Kupang, nekat menghabisi nyawanya karena tidak mampu membeli beras.

    “Bengisan siapa dengan pak Harto? Tidak pernah ada di zaman Soeharto orang bunuh diri karena gak bisa makan,” Rocky menuturkan.

    Diceritakan Rocky, pria yang dia maksud itu setiap bulan berdiri di depan gerbang kantor desa menanti bantuan dari Jokowi.

    “Padahal orang ini setiap bulan di Kupang itu nunggu di pintu gerbang desa untuk dapat Bantuan Langsung Tunai (BLT),” sebutnya.

    “Dan itu ilmunya Jokowi, membujuk orang supaya tidak produktif, tidak pintar,” tambahnya.

    Rocky membeberkan bahwa sebagian besar mereka yang menunggu BLT dari Jokowi merupakan pemilih yang tidak tamat kelas 7 SMP.

  • Update Terbaru Hamas Kaji Proposal Genjatan Senjata

    Update Terbaru Hamas Kaji Proposal Genjatan Senjata

    Jakarta, CNBC Indonesia – Para negosiator Hamas di Kairo telah menerima proposal baru untuk gencatan senjata di Gaza. Seorang pejabat pemerintahan Palestina mengungkapkan bahwa ada seruan gencatan senjata awal 60 hari dan pembebasan sandera dalam dua tahap.

    “Proposal tersebut merupakan perjanjian kerangka kerja untuk memulai negosiasi gencatan senjata permanen,” kata pejabat tersebut yang enggan disebutkan namanya kepada AFP, Senin (18/8/2025).

    Pejabat tersebut mengatakan bahwa Hamas akan mengadakan konsultasi internal di antara para pemimpinnya dan dengan para pemimpin faksi Palestina lainnya untuk meninjau proposal dari para mediator.

    Pekan lalu, kelompok Palestina tersebut mengatakan bahwa sebuah delegasi senior berada di Kairo untuk berunding dengan para pejabat Mesir mengenai upaya untuk mengamankan gencatan senjata dengan Israel.

    Bersama Qatar dan Amerika Serikat, Mesir telah terlibat dalam mediasi antara Israel dan Hamas. Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty, yang mengunjungi perbatasan Rafah dengan Gaza pada hari Senin mengungkapkan upaya gencatan senjata.

    “Saat kita berbicara sekarang, terdapat delegasi Palestina dan Qatar yang hadir di tanah Mesir untuk mengintensifkan upaya mengakhiri pembunuhan dan kelaparan sistematis,” sebut Abdellaty.

    Pekan lalu, Abdelatty mengatakan bahwa Kairo bekerja sama dengan Qatar dan Amerika Serikat untuk menengahi gencatan senjata 60 hari.

    “Dengan pembebasan beberapa sandera dan beberapa tahanan Palestina serta aliran bantuan kemanusiaan dan medis ke Gaza tanpa batasan,” ujarnya.

    Lebih dari dua minggu negosiasi di ibu kota Qatar, Doha, berakhir bulan lalu tanpa ada kemajuan. Adapun petang kini telah memasuki bulan ke-23.

    (hoi/hoi)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Polemik Rencana Permukiman Israel yang Akan Kubur Ide Negara Palestina

    Polemik Rencana Permukiman Israel yang Akan Kubur Ide Negara Palestina

    Jakarta

    Rencana proyek pemukiman kontroversial yang menurut Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, akan “mengubur ide negara Palestina” telah memicu kontroversi

    Skema yang disebut E1 untuk membangun 3.401 rumah di Tepi Barat yang diduduki antara Yerusalem Timur dan permukiman Maale Adumim telah dibekukan selama beberapa dekade di tengah-tengah penentangan keras.

    Sebagian besar masyarakat internasional menganggap permukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.

    Pada Rabu (13/08), Smotrich mendukung skema ini, menyebut keputusan tersebut sebagai “pencapaian bersejarah”.

    Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut rencana tersebut sebagai “perpanjangan dari kejahatan genosida, pemindahan dan pencaplokan”sebuah tuduhan yang telah lama dibantah Israel.

    PBB, Uni Eropa, dan berbagai negara, seperti Inggris dan Turki, juga mengkritik rencana pemukiman E1 dan menyerukan agar rencana tersebut dihentikan.

    Apa itu rencana pemukiman E1?

    Israel telah membangun banyak permukiman seperti Maale Adumim di Tepi Barat yang diduduki (Reuters)

    Proyek pemukiman E1yang pertama kali diusulkan di bawah pemerintahan Yitzhak Rabin pada 1990-andimulai dengan rencana awal untuk 2.500 rumah.

    Pada 2004, jumlah unit bertambah menjadi sekitar 4.000 unit, ditambah dengan fasilitas komersial dan pariwisata.

    Antara 2009 dan 2020, tahapan-tahapan baru dari rencana pemukiman ini diumumkan, termasuk penyitaan lahan, rencana desain dan pembangunan jalan.

    Namun, proposal-proposal tersebut selalu dibekukan karena tekanan internasional.

    Mengapa rencana pemukiman E1 kontroversial?

    Hal ini dikarenakan posisi strategis situs E1 yang memisahkan wilayah selatan dan utara Yerusalem, serta akan mencegah daerah perkotaan Palestina yang bersebelahan yang menghubungkan Ramallah, Yerusalem Timur, dan Betlehem.

    Menurut kelompok Israel Peace Now yang memantau aktivitas permukiman di Tepi Barat, unit-unit rumah baru tersebut akan mewakili 33% perluasan permukiman Maale Adumim, yang saat ini memiliki populasi sekitar 38.000 penduduk.

    BBC

    Proyek ini akan menghubungkan daerah permukiman dengan zona industri di sekitarnya dan akan membuka jalan untuk memperluas kontrol Israel atas sebagian besar wilayah Tepi Barat, menurut Peace Now.

    Kelompok ini mengatakan sidang persetujuan akhir untuk rencana penyelesaian E1 akan diadakan pada Rabu (20/08) mendatang oleh sebuah komite teknis yang telah menolak semua keberatan atas proposal-proposal tersebut.

    Apa itu Tepi Barat yang diduduki?

    Tepi Barat adalah wilayah yang terletak di antara Israel dan Sungai Yordan dan merupakan rumah bagi sekitar tiga juta warga Palestina.

    Bersama dengan Yerusalem Timur dan Gaza, kota ini merupakan bagian dari apa yang secara luas dikenal sebagai Wilayah Palestina yang Diduduki.

    Ada sekitar 160 permukiman Israel, yang menampung sekitar 700.000 orang Yahudi, di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Israel masih menguasai Tepi Barat secara keseluruhan, namun sejak 1990-an, pemerintah Palestinayang dikenal sebagai Otoritas Palestinatelah menjalankan sebagian besar kota dan kotanya.

    Sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 silam, tekanan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat meningkat tajam, yang dibenarkan sebagai tindakan keamanan yang sah.

    Pada Juni lalu, PBB mencatat jumlah korban luka bulanan tertinggi warga Palestina dalam lebih dari dua dekade terakhir menyatakan bahwa 100 warga Palestina telah terluka oleh pemukim Israel.

    Selama paruh pertama 2025, tercatat 757 serangan pemukim yang mengakibatkan korban jiwa atau kerusakan properti warga Palestina meningkat 13% dari periode yang sama pada 2024.

    Warga Palestina dan kelompok-kelompok hak asasi manusia juga menuduh pasukan keamanan Israel gagal dalam menjalankan tugas hukum mereka sebagai penjajah untuk melindungi warga Palestina dan juga warga negara mereka sendiri tidak hanya menutup mata terhadap serangan pemukim, tetapi bahkan ikut serta, menurut laporan tahun 2024 dari Human Rights Watch.

    Israel mengklaim Konvensi Jenewa yang melarang pemukiman di wilayah pendudukan tidak berlaku, sebuah pandangan yang diperdebatkan oleh banyak sekutunya sendiri dan juga oleh para ahli hukum internasional.

    Para pemukim Israel menyaksikan dari kejauhan ketika tentara Israel menolak akses petani Palestina untuk memanen zaitun di dekat Ramallah di Tepi Barat yang diduduki Israel. (Reuters)

    Warga Palestina ingin semua permukiman Israel dihapuskan karena mereka melihat Tepi Barat yang diduduki sebagai tanah bagi negara Palestina merdeka di masa depan.

    Namun, pemerintah Israel tidak mengakui hak Palestina untuk memiliki negara sendiri dan berargumen bahwa Tepi Barat adalah bagian dari tanah air Israel.

    Pada Juli 2024, pengadilan tertinggi PBB, Mahkamah Internasional (ICJ), mengatakan bahwa keberadaan Israel di Wilayah Palestina yang Diduduki adalah ilegal dan Israel harus menarik para pemukim.

    Di antara putusan-putusannya, ICJ mengatakan bahwa pembatasan Israel terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan merupakan “diskriminasi sistemik yang didasarkan pada, antara lain, ras, agama, dan asal-usul etnis”.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ICJ telah membuat “putusan bohong”.

    “Orang-orang Yahudi bukanlah penjajah di tanah mereka sendiritidak di ibu kota abadi kami Yerusalem, atau di warisan leluhur kami di Yudea dan Samaria [Tepi Barat],” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

    Bagaimana reaksi dunia soal rencana pemukiman E1?

    Setelah mengumumkan rencana tersebut, Smotrich berterima kasih kepada Presiden AS Donald Trump dan Duta Besar Mike Huckabee atas dukungan mereka.

    Smotrich menegaskan dalam pandangannya, Tepi Barat adalah “bagian tak terpisahkan dari Tanah Israel yang dijanjikan Tuhan”.

    Dia juga mengatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mendukung rencananya untuk membawa satu juta pemukim baru ke Tepi Barat.

    Kementerian Luar Negeri Palestina mengutuk proyek pemukiman E1, menyebutnya sebagai serangan terhadap kesatuan wilayah Palestina dan sebuah pukulan terhadap kemungkinan pendirian sebuah negara.

    Dikatakan bahwa rencana tersebut merusak kohesi geografis dan demografis serta mengukuhkan pembagian Tepi Barat menjadi daerah-daerah terisolasi yang dikelilingi oleh ekspansi kolonial, sehingga membuat pencaplokan menjadi lebih mudah.

    Menanggapi rencana pembangunan di area E1, Departemen Luar Negeri AS mengatakan, “Tepi Barat yang stabil membuat Israel tetap aman dan sejalan dengan tujuan pemerintahan ini untuk mencapai perdamaian di wilayah tersebut”.

    Namun, PBB dan Uni Eropa malah mendesak Israel untuk tidak melanjutkan rencana tersebut.

    PBB mengatakan pembangunan di wilayah E1 akan memisahkan Tepi Barat bagian utara dan selatan, “sangat merusak prospek terwujudnya Negara Palestina yang layak dan berdampingan”.

    Kaja Kallas, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, bilang rencana baru terkait E1 “semakin melemahkan solusi dua negara dan juga melanggar hukum internasional”.

    Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menentang rencana tersebut, dengan mengatakan bahwa rencana tersebut akan “membagi negara Palestina di masa depan menjadi dua dan menandai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional”.

    Kementerian Luar Negeri Turki juga mengutuk keputusan tersebut, dengan mengatakan bahwa keputusan tersebut “mengabaikan hukum internasional” dan menargetkan “integritas teritorial” negara Palestina.

    Mesir menyebut proyek tersebut sebagai “pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan.”

    Tentara Israel berhadapan dengan dua petani tua Palestina, mencegah mereka memetik buah zaitun di Tepi Barat yang diduduki Israel. (Reuters)

    Kementerian Luar Negeri Yordania juga menentang skema tersebut, dan menggambarkannya sebagai serangan terhadap “hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina untuk mendirikan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya”.

    Pengumuman rencana pemukiman E1 datang tak lama setelah beberapa negara, seperti Prancis dan Kanada, mengatakan mereka berencana untuk mengakui negara Palestina akhir tahun ini.

    Saat ini sebagian besar negara147 dari 193 negara anggota PBB secara resmi mengakui negara Palestina.

    Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer mengatakan bahwa Inggris juga akan mengakui negara Palestina pada bulan September kecuali jika Israel memenuhi syarat-syarat tertentu, termasuk menyetujui gencatan senjata di Gaza dan menghidupkan kembali prospek solusi dua negara.

    Setelah pengumuman rencana penyelesaian baru E1, Smotrich mengatakan bahwa “tidak akan ada negara yang mengakui”.

    “Siapapun di dunia ini yang mencoba untuk mengakui negara Palestina hari ini akan menerima jawaban dari kami di lapangan.”

    “Bukan dengan dokumen atau keputusan atau pernyataan, tetapi dengan fakta. Fakta-fakta tentang rumah-rumah, fakta-fakta tentang lingkungan,” tambahnya.

    Laporan tambahan oleh Alla Daraghme dan Muhannad Tutanji dari BBC News Arabic.

    (ita/ita)

  • Muhammadiyah Kecam Rencana Israel Pindahkan Paksa Warga Gaza Utara ke Selatan

    Muhammadiyah Kecam Rencana Israel Pindahkan Paksa Warga Gaza Utara ke Selatan

    Jakarta

    Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengecam rencana Israel yang mau memindahkan paksa warga dari Gaza utara ke selatan. Dia menilai hal itu bagian rencana jahat Israel untuk mencaplok wilayah Gaza.

    “Jangankan akan memindahkan warga Gaza utara ke selatan, Netanyahu dan Donald Trump malah ingin mengevakuasi seluruh rakyat Gaza ke luar negeri, termasuk ke Indonesia. Mereka mengatakan hal itu karena mereka katanya akan membangun kembali Gaza yang porak poranda. Padahal sejatinya mereka ingin mencaplok Gaza dan menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari negara Israel,” kata Anwar Abbas kepada wartawan, Senin (18/8/2025).

    Anwar Abbas menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sangat memimpikan berdirinya negara Israel Raya, yang wilayahnya mencakup seluruh wilayah Palestina, Syria, Lebanon, Yordania, sebagian Mesir, Saudi dan Iraq.

    “Jadi usaha pihak Israel memaksa warga Gaza utara untuk pindah ke selatan itu merupakan bagian dari strategi mereka untuk menduduki dan menguasai Gaza secara bertahap dalam kontek mendirikan Israel Raya yang sudah menjadi cita-cita dari zionis Israel,” ucap Anwar Abbas.

    Dia mendorong agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak tinggal diam terhadap rencana jahat Israel tersebut. Menurutnya, para pemimpin dunia harus mencegahnya.

    Seperti diketahui, Israel bersiap memindahkan paksa warga dari Gaza utara ke selatan. Israel berdalih hal itu demi keamanan warga karena mereka hendak memulai serangan baru.

    Dilansir Reuters, Minggu (17/8/2025), militer Israel menjanjikan tenda dan peralatan perlindungan lainnya kepada warga Gaza utara sebelum mereka direlokasi dari zona pertempuran ke selatan wilayah Gaza dengan alasan untuk memastikan keselamatan mereka.

    Wilayah kantong itu dihuni sekitar 2,2 juta orang. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengatakan rencananya untuk memindahkan penduduk sipil ke tempat yang dia sebut sebagai ‘zona aman’. Dia menganggap Gaza sebagai benteng terakhir Hamas.

    Peralatan perlindungan tersebut dijanjikan akan diberikan melalui penyeberangan Kerem Shalom di Gaza selatan oleh PBB dan organisasi bantuan internasional lainnya setelah diperiksa oleh personel Kementerian Pertahanan Israel. Seorang juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan menyatakan keprihatinannya atas rencana Israel merelokasi penduduk ke Gaza selatan karena hanya akan menambah penderitaan.

    (fas/imk)

  • Negara-Negara Arab dan Muslim Respons Rencana “Israel Raya” Netanyahu

    Negara-Negara Arab dan Muslim Respons Rencana “Israel Raya” Netanyahu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Koalisi negara-negara Arab dan Muslim menyatakan kecaman keras terhadap pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang secara terbuka mendukung gagasan tentang “Israel Raya”. Pernyataan itu dianggap sebagai ancaman langsung bagi keamanan kawasan serta pelanggaran serius terhadap hukum internasional.

    Kecaman tersebut dituangkan dalam pernyataan bersama 31 negara Arab dan Islam bersama Liga Arab. Mereka menilai pernyataan Netanyahu mencerminkan “pengabaian serius terhadap aturan hukum internasional serta fondasi hubungan internasional yang stabil”.

    “Pernyataan itu juga merupakan ancaman langsung terhadap keamanan nasional Arab, kedaulatan negara-negara, serta perdamaian dan keamanan regional maupun internasional,” tulis pernyataan bersama tersebut, dikutip dari Al Jazeera, Minggu (17/8/2025).

    Pernyataan Netanyahu muncul dalam wawancara dengan Sharon Gal di saluran Israel i24NEWS yang ditayangkan Selasa lalu. Saat ditanya apakah ia meyakini visi tentang “Israel Raya”, Netanyahu menjawab tegas: “Sangat meyakini.”

    Konsep “Israel Raya” yang banyak dianut kalangan ultranasionalis Israel dipahami sebagai visi ekspansionis yang mencakup klaim atas wilayah Tepi Barat, Gaza, sebagian Lebanon, Suriah, Mesir, dan Yordania.

    Selain mengecam Netanyahu, negara-negara Arab dan Islam juga menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Kamis lalu yang berjanji akan melanjutkan ekspansi permukiman di Tepi Barat yang diduduki.

    “Langkah itu adalah pelanggaran nyata terhadap hukum internasional dan serangan terang-terangan terhadap hak tak terpisahkan rakyat Palestina untuk mewujudkan negara merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota,” kata pernyataan tersebut.

    Koalisi itu menegaskan Israel tidak memiliki kedaulatan atas wilayah Palestina yang diduduki. Mereka juga menyinggung pernyataan Smotrich yang mengatakan akan menyetujui ribuan unit perumahan dalam proyek permukiman ilegal yang lama tertunda di Tepi Barat. Smotrich bahkan menyatakan langkah tersebut “mengubur ide negara Palestina”.

    Pernyataan itu muncul di tengah agresi militer Israel yang telah berlangsung 22 bulan di Gaza, menewaskan sedikitnya 61.827 orang dan melukai 155.275 lainnya. Pekan lalu, Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana Netanyahu untuk sepenuhnya menduduki Kota Gaza.

    Netanyahu juga kembali menyerukan agar warga Palestina “dibiarkan meninggalkan Gaza”. “Kami tidak mengusir mereka, tetapi kami mengizinkan mereka untuk pergi,” katanya.

    Aktivis hak asasi mengecam ucapan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk lain dari “pembersihan etnis” Gaza. Wilayah berpenduduk 2,1 juta jiwa itu sebagian besar dihuni oleh pengungsi dan keturunan pengungsi sejak Nakba 1948, ketika lebih dari 700.000 warga Palestina terusir dari tanah mereka yang kemudian menjadi negara Israel.

    Sebelumnya, gagasan untuk merelokasi penduduk Gaza juga pernah dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Namun wacana tersebut selalu memicu kekhawatiran akan terjadinya pengusiran paksa, serta mendapat kecaman luas dari komunitas internasional.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Visi ‘Israel Raya’ Netanyahu Tuai Kecaman

    Visi ‘Israel Raya’ Netanyahu Tuai Kecaman

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ingin mewujudkan visi ‘Israel Raya’ dan mencaplok sejumlah negara Arab. Rencana ‘gila’ itu langsung dikecam sana-sini.

    Dirangkum detikcom, Jumat (15/8/2025), hal itu diungkap Netanyahu ketika ditanya pada Selasa (12/8) oleh wartawan i24NEWS, Sharon Gal, soal apakah dirinya mendukung “visi Israel Raya” tersebut, Netanyahu menjawab: “Tentu saja.”

    “Jika Anda bertanya kepada saya mengenai apa yang saya pikirkan, kami siap,” katanya.

    Dia kemudian beralih membahas soal pendirian Israel dan “misi besar”untuk memastikan keberlangsungan keberadaannya.

    Kalangan ultra-nasionalis Israel telah menyerukan pendudukan terhadap wilayah-wilayah tersebut.

    Istilah “Israel Raya” merujuk pada interpretasi Alkitab mengenai wilayah negara tersebut pada masa Raja Salomo, atau Raja Sulaiman, yang tidak hanya mencakup wilayah Palestina saat ini, yakni Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, tetapi juga sebagian wilayah Yordania, Lebanon dan Suriah era modern.

    Negara-negara Arab Mengecam

    Negara-negara Arab ramai mengecam pernyataan Benjamin Netanyahu, yang mendukung gagasan “Israel Raya” itu. Gagasan itu dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara-negara Arab saat ketegangan memuncak di kawasan Timur Tengah.

    Yordania, negara tetangga Israel, seperti dilansir AFP, Jumat (15/8/2025), mengecam keras pernyataan Netanyahu tersebut, yang disebut sebagai “eskalasi berbahaya dan provokatif”, serta merupakan “ancaman terhadap kedaulatan negara-negara”.

    Dalam pernyataan pada Rabu (13/8), juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania menegaskan penolakan terhadap apa yang disebutnya sebagai retorika “provokatif| dan “klaim delusi” Netanyahu.

    Mesir juga memberikan reaksi keras, dengan mengatakan pihaknya telah “meminta klarifikasi terkait masalah ini”. Kairo menilai pernyataan Netanyahu itu sama-sama dengan “penolakan terhadap opsi perdamaian di kawasan tersebut”.

    Pernyataan Netanyahu itu disampaikan di tengah perang selama 22 bulan antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza, yang berulang kali merembet ke Timur Tengah dan memicu kecaman keras terhadap Tel Aviv dari seluruh dunia Arab.

    Kecaman lainnya datang dari Irak, dengan Kementerian Luar Negeri Baghdad mengatakan pada Kamis (14/8) bahwa pernyataan Netanyahu itu mengungkapkan “ambisi ekspansionis” Israel dan merupakan “provokasi yang jelas terhadap kedaulatan negara-negara”.

    Qatar, yang merupakan mediator gencatan senjata Gaza, juga mengecam pernyataan Netanyahu, yang disebut sebagai pernyataan “absurd” dan “menghasut”.

    Upaya perluasan wilayah Israel juga menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan Bezalel Smotrich,anggota kabinet Netanyahu, menuntut penaklukan Jalur Gaza dan aneksasi Tepi Barat, setelah pemerintah Tel Aviv baru-baru ini menyetujui pemukiman baru yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

    Arab Saudi, pada Rabu (13/8), menyatakan “penolakan total terhadap gagasan dan rencana kolonisasi dan ekspansi yang diadopsi oleh otoritas pendudukan Israel”, dan menegaskan kembali “hak historis dan hukum rakyat Palestina untuk mendirikan negara mereka yang merdeka”.

    Indonesia Turut Mengecam

    Pemerintah Indonesia mengecam keras ide Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membuat visi ‘Israel Raya’ dengan mencaplok sejumlah negara Arab yang mayoritas muslim termasuk Palestina. Pemerintah Indonesia menyebut rencana itu semakin mengecilkan perdamaian Palestina dan Timur Tengah.

    “Indonesia menolak dan mengecam keras visi Perdana Menteri Israel tentang ‘Israel Raya’ melalui aneksasi penuh atas wilayah Palestina dan negara-negara lain di kawasan,” tulis Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dalam pernyataannya di akun X (Twitter), Kamis (14/8).

    “Visi tersebut nyata-nyata melanggar hukum internasional dan semakin mengecilkan prospek perdamaian di Palestina dan Timur Tengah,” imbuhnya.

    Kemlu menerangkan ide Netanyahu itu melanggar hukum internasional. Kemlu menegaskan Indonesia memegang prinsip perdamaian yang adil hanya dapat terwujud dengan menegakkan hak yang tidak dapat dicabut rakyat Palestina.

    “Bagi Indonesia, perdamaian yang adil & berkelanjutan hanya dapat terwujud dg menegakkan hak yang tidak dapat dicabut rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri serta hidup berdampingan dengan Israel berdasarkan solusi dua negara, sesuai parameter internasional yang telah disepakati,” tulis Kemlu.

    Indonesia mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menolak segala pendudukan permanen oleh Israel di Palestina maupun di negara Arab yang mayoritas muslim. Indonesia meminta PBB segera mengambil langkah untuk menghentikan kebijakan Israel yang merusak perdamaian.

    “Indonesia menyerukan kepada komunitas internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB, untuk menolak segala bentuk aneksasi dan pendudukan permanen oleh Israel – di Palestina atau di mana pun di kawasan,” tulis Kemlu.

    “Serta mengambil langkah konkret guna menghentikan kebijakan Israel yang merusak prospek perdamaian,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 3

    (lir/lir)

  • Prabowo soroti upaya Indonesia dukung solusi dua negara Palestina

    Prabowo soroti upaya Indonesia dukung solusi dua negara Palestina

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Prabowo soroti upaya Indonesia dukung solusi dua negara Palestina
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 15 Agustus 2025 – 16:34 WIB

    Elshinta.com – Presiden Prabowo Subianto menyoroti upaya Indonesia dalam mendukung solusi dua negara bagi Palestina seiring perang genosida oleh Israel yang terus berlanjut.

    Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Negara saat menyampaikan Pidato Kenegaraan pertamanya dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.

    “Indonesia aktif memperjuangkan pengakuan Palestina dan memimpin pembahasan solusi dua negara,” kata Presiden Prabowo.

    Prabowo juga menggarisbawahi peran aktif Indonesia dalam membantu rakyat Gaza untuk mendapatkan akses terhadap bantuan kemanusiaan yang sering kali dibatasi oleh Israel.

    “Saat ini juga dua pesawat Hercules kita sedang beroperasi di Timur Tengah menerjunkan bantuan-bantuan dari udara ke Gaza,” ucapnya.

    Indonesia melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI melakukan penyaluran bantuan kemanusiaan sebanyak 800 ton logistik untuk masyarakat Palestina yang akan disalurkan melalui airdrop atau diterjunkan langsung dari pesawat Hercules, bekerja sama dengan Angkatan Udara Yordania dan Mesir.

    Ketua Baznas RI Noor Achmad dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/8), menjelaskan bahwa sebanyak 80 ton bantuan akan disalurkan kepada masyarakat Palestina, tepat pada 17 Agustus 2025, sebagai simbolis HUT ke-80 RI. Selanjutnya, secara bertahap bantuan akan disalurkan hingga mencapai total 800 ton.

    Pengiriman bantuan dilakukan atas instruksi langsung dari Presiden Prabowo, dan presiden terlibat langsung dalam melakukan lobi agar dapat memasukkan bantuan ke Palestina.

    “Masuk ke wilayah Palestina sangat sulit. Tapi, atas perintah dan fasilitasi Bapak Presiden, bantuan ini bisa disalurkan,” kata Noor.

    Noor juga menyebutkan TNI Angkatan Udara juga telah memiliki rencana khusus, sehingga penyaluran bantuan melalui airdrop yang sempat diragukan oleh banyak pihak, bukan menjadi sebuah masalah.

    Adapun bantuan kemanusiaan tersebut, terdiri atas mi instan, keju, tuna, biskuit, jus instan, mentega, serta makanan kaleng, dan saus tomat.

    Parlemen menggelar Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.

    Dalam rangkaian acara Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD 2025, Presiden Prabowo Subianto memaparkan pidato tentang laporan kinerja lembaga-lembaga negara dan pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

    Sidang Tahunan dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2025 dilaksanakan menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia yang bertema “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”.

    Sumber : Antara

  • Ramai-ramai Blokir WhatsApp, Simak Daftar Lengkapnya

    Ramai-ramai Blokir WhatsApp, Simak Daftar Lengkapnya

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia resmi memberlakukan pembatasan terhadap layanan panggilan WhatsApp mulai Rabu (14/8). Pemerintah menuduh platform milik Meta itu gagal membagikan informasi penting yang dibutuhkan aparat dalam penyelidikan kasus penipuan dan terorisme.

    Langkah Rusia ini menambah panjang daftar negara yang memilih memblokir atau membatasi akses WhatsApp, baik secara penuh maupun sebagian. Alasan pembatasan umumnya karena keamanan nasional, pengendalian arus informasi, hingga regulasi komunikasi digital.

    Berikut daftar negara yang membatasi WhatsApp, dikutip dari Reuters, Jumat (15/8/2025).

    Blokir Penuh WhatsApp

    China yang mulai memblokir WhatsApp pada 2017 melalui sistem sensor internet ketat yang dikenal sebagai Great Firewall. Sistem ini menyaring dan memblokir lalu lintas data yang terhubung ke server luar negeri. Akibatnya, warga China beralih menggunakan aplikasi lokal seperti WeChat untuk komunikasi sehari-hari.

    Korea Utara yang sejak 2016 melarang WhatsApp bersama platform besar lainnya seperti Facebook, YouTube, dan Twitter. Negara ini memiliki salah satu sistem internet paling tertutup di dunia, di mana akses informasi dikontrol ketat oleh pemerintah.

    Blokir Sebagian WhatsApp

    Beberapa negara tidak memblokir WhatsApp secara total, tetapi membatasi fitur tertentu seperti panggilan suara atau video berbasis internet (Voice over Internet Protocol/VoIP).

    Rusia menjadi anggota terbaru kelompok ini dengan mulai membatasi WhatsApp sejak Rabu. Kebijakan ini muncul setelah bertahun-tahun berselisih dengan perusahaan teknologi asing terkait isu konten dan penyimpanan data pengguna.

    Uni Emirat Arab (UEA) melarang sebagian besar layanan VoIP sejak 2017, sehingga panggilan suara dan video gratis antar-internet tidak bisa digunakan. Meski demikian, pesan teks WhatsApp tetap berfungsi. Pada 2020, pemerintah setempat sempat membuka akses panggilan internet, termasuk WhatsApp, selama penyelenggaraan Expo Dubai.

    Qatar menerapkan pembatasan serupa terhadap panggilan VoIP, tetapi masih mengizinkan penggunaan pesan teks WhatsApp.

    Mesir tidak memberlakukan larangan penuh, namun beberapa kali memperlambat akses atau kualitas panggilan melalui WhatsApp.

    Yordania juga memiliki pembatasan terhadap layanan panggilan VoIP.

    Larangan Sesekali (Pernah Memblokir) WhatsApp

    Sejumlah negara tidak menetapkan larangan permanen, namun pernah memblokir WhatsApp dalam kondisi tertentu.

    Iran mencabut larangan WhatsApp pada tahun lalu sebagai langkah awal untuk melonggarkan pembatasan internet yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

    Turki saat ini tidak melarang WhatsApp, tetapi dalam beberapa kesempatan di masa lalu, pemerintah memblokir layanan ini untuk meredam gejolak politik domestik.

    Uganda pada 2021 melarang WhatsApp dan platform media sosial lain sebagai bentuk protes setelah Facebook memblokir akun-akun pro-pemerintah. Kebijakan ini kini telah dicabut.

    Kuba juga pernah membatasi akses ke media sosial dan aplikasi pesan instan, termasuk WhatsApp, pada 2021 di tengah situasi politik yang memanas.

    Amerika Serikat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melarang penggunaan WhatsApp pada seluruh perangkat resmi sejak Juni 2025, mengacu pada memo internal yang dikirim ke seluruh staf.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]