Negara: Mesir

  • Hamas Tunda Pembebasan Sandera Tahap Dua

    Hamas Tunda Pembebasan Sandera Tahap Dua

    Jakarta, CNN Indonesia

    Brigade Al Qassam, kelompok sayap militer Hamas memutuskan menunda pembebasan sandera tahap kedua yang sedianya dijadwalkan Sabtu (25/11) sampai Israel berkomitmen mengizinkan truk-truk bantuan masuk ke Gaza utara.

    Brigade Al Qassam mengatakan pembebasan sandera akan ditunda jika Israel tidak mematuhi persyaratan yang telah disepakati untuk membebaskan orang-orang Palestina yang ditahan.

    Belum ada tanggapan langsung dari Israel atas pernyataan tersebut. Sebelumnya, seorang juru bicara militer Israel mengatakan kepada stasiun televisi BFM Prancis bahwa, kecuali ada perubahan di menit-menit terakhir, 13 sandera Israel diperkirakan akan dibebaskan.

    Dia mengatakan 39 tahanan Palestina akan dibebaskan sebagai imbalannya, mengutip Reuters.

    Di bawah kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang dimediasi oleh Qatar, sebanyak 50 sandera akan ditukar dengan 150 tahanan Palestina, beberapa di antaranya dihukum karena tuduhan senjata dan pelanggaran kekerasan, selama empat hari.

    Dalam pertukaran pertama pada hari Jumat, 13 wanita dan anak-anak Israel yang ditangkap oleh pejuang Hamas dalam sebuah serangan di Israel pada 7 Oktober telah dibebaskan. Sementara 24 wanita dan 15 anak-anak Palestina dibebaskan dari penjara Israel.

    Keputusan ini terjadi hanya beberapa jam setelah Mesir, yang mengontrol penyeberangan perbatasan Rafah ke Gaza selatan di mana pasokan bantuan penting telah dilanjutkan, mengatakan telah menerima “sinyal positif” dari semua pihak mengenai kemungkinan perpanjangan kesepakatan tersebut.

    Diaa Rashwan, kepala Layanan Informasi Negara Mesir (SIS), mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Kairo sedang mengadakan pembicaraan ekstensif dengan semua pihak untuk mencapai kesepakatan yang berarti “pembebasan lebih banyak tahanan di Gaza dan tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.”

    Israel mengatakan bahwa gencatan senjata dapat diperpanjang jika Hamas terus membebaskan sandera dengan kecepatan setidaknya 10 orang per hari. Sebuah sumber Palestina mengatakan bahwa hingga 100 sandera dapat dibebaskan.

    Israel dan Hamas telah mengatakan bahwa pertempuran akan berlanjut setelah gencatan senjata berakhir, meskipun Presiden AS Joe Biden mengatakan pada hari Jumat bahwa ada peluang nyata untuk memperpanjang gencatan senjata.

    (Reuters/dmi)

    [Gambas:Video CNN]

  • Tawanan Palestina Ungkap Kengerian Penjara Israel: Kami Dipermalukan

    Tawanan Palestina Ungkap Kengerian Penjara Israel: Kami Dipermalukan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Gencatan senjata antara Israel dan Hamas dimulai sejak Jumat (24/11). Baik Hamas maupun Israel telah melepaskan beberapa tawanan mereka selama gencatan senjata.

    Meski demikian, kengerian tetap dirasakan para tawanan Palestina di penjara Israel.

    Salah satunya, yang dikisahkan Fareed Najm, warga Palestina yang disandera Israel dan kini telah dibebaskan. Perempuan itu menggambarkan kondisi yang dilalui para tahanan di penjara-penjara Israel.

    Menurutnya, para tahanan tidak diberi air minum bersih atau makanan yang cukup. Mereka menjalani hidup yang menderita selama berada di penjara.

    “Kami sangat menderita di penjara,” kata Najm, yang berasal dari Nablus, kepada Aljazeera, Sabtu (25/11).

    “Kami telah dipermalukan dalam perjalanan pulang. Mereka selalu memperlakukan kami dengan cara yang sangat buruk,” tambahnya.

    Dia mengaku senang akhirnya bisa bebas dari penjara Israel. Najm bahkan mengucapkan terima kasih kepada masyarakat di Gaza yang terus melakukan perlawanan.

    “Saya ingin berterima kasih kepada masyarakat di Gaza atas perlawanan mereka dan semoga Tuhan memberkati mereka dengan kesabaran,” katanya.

    Hamas sendiri telah membebaskan 24 tawanan yang ditahan di Gaza sejak Jumat lalu. Milisi menyerahkan tawanan Israel kepada Komite Palang Merah Internasional di Gaza, yang kemudian akan membawa para tawanan itu ke Mesir melalui penyeberangan Rafah.

    Para sandera tersebut juga akan dibawa ke pangkalan militer di gurun Negev di Israel untuk pemeriksaan kesehatan.

    Setelah itu, helikopter akan mengangkut mereka ke rumah sakit di sekitar Israel, tempat reunifikasi dengan keluarga.

    Di sisi lain, pihak Israel juga telah membebaskan total 39 perempuan dan anak-anak Palestina dari penjara Israel. Para tawanan ini akan dikembalikan ke keluarga mereka di Tepi Barat.

    Selain itu, 200 truk bantuan juga diperkirakan akan memasuki Gaza selama gencatan senjata berlangsung.

    (tst/pta)

  • Israel Terima Daftar Sandera yang akan Dibebaskan Hamas dari Gaza

    Israel Terima Daftar Sandera yang akan Dibebaskan Hamas dari Gaza

    Jakarta, CNN Indonesia

    Israel telah menerima daftar sandera yang akan dibebaskan oleh Hamas. Daftar itu didapat pada hari pertama gencatan senjata antara Hamas dengan Israel di Jalur Gaza.

    Penerimaan daftar ini menyusul pembebasan 24 orang yang ditahan Hamas beberapa waktu lalu. Pemerintah Israel mengkaji daftar tersebut.

    “Pejabat-pejabat keamanan Israel sedang mengecek ulang daftar tersebut,” kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilansir Reuters, Sabtu (25/11).

    Tiga belas orang dari tahanan yang dibebaskan adalah warga Israel. Ada pula 10 orang pekerja Thailand dan seorang warga Filipina yang dibebaskan bersamaan.

    Tahanan-tahanan itu telah diserahkan ke otoritas Mesir di perbatasan Rafah. Delapan orang anggota Palang Merah Internasional ikut serta dalam penerimaan para tahanan.

    “Mereka kemudian dibawa ke Israel untuk pemeriksaan kesehatan dan bertemu kerabat,” tulis Reuters.

    Pada saat bersamaan, Israel membebaskan 39 warga Palestina yang mereka tahan. Tahanan-tahanan itu terdiri dari anak-anak dan perempuan.

    Sebelumnya, Israel dan Hamas menyetujui gencatan senjata selama empat hari. Selama gencatan senjata itu, mereka sepakat untuk membebaskan para tahanan.

    Jalur bantuan kemanusiaan pun dibuka melalui Rafah. Organisasi Bulan Sabit Merah Palestina menyebut 196 truk konvoi mengirim bantuan kemanusiaan pada Jumat (24/11).

    Bantuan ini disebut menjadi yang terbesar setelah serangan Israel ke Gaza beberapa pekan lalu. Sekitar 1.759 truk telah memasuki daerah tersebut sejak 21 Oktober.

    Presiden AS Joe Biden mengatakan ada peluang nyata untuk memperpanjang gencatan senjata di Gaza. Peluang ini penting untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Dia tak ingin berspekulasi berapa lama perang Israel-Hamas akan berlangsung. Ketika ditanya pada konferensi pers apa harapannya, dia mengatakan tujuan Israel untuk melenyapkan Hamas adalah sah namun sulit.

    (dhf/pmg)

    [Gambas:Video CNN]

  • Momen Perdana Ratusan Warga Mulai Masuk Mesir dari Gaza

    Momen Perdana Ratusan Warga Mulai Masuk Mesir dari Gaza

    Jakarta

    Kondisi di Jalur Gaza masih mencekam usai tiga pekan pasukan Israel menggempur kawasan tersebut. Saat ini ratusan warga Gaza dan warga asing yang terluka mulai meninggalkan lokasi tersebut melalui jalur perbatasan Mesir.

    Peristiwa itu mulai terjadi pada Rabu (1/11). Mereka masuk ke wilayah Mesir melalui jalur perbatasan Rafah. Lokasi itu merupakan satu-satunya perlintasan yang tidak dikendalikan oleh Israel.

    Dari sejumlah foto yang diperoleh AFP, para warga yang melintasi jalur Rafah ini dalam kondisi terluka. Mereka mengaku kesulitan mendapatkan makanan dan minuman selama di Gaza.

    “Kami kewalahan… Kasihanilah kami. Kami orang Mesir dan tidak bisa menyeberang ke negara kami,” kata Umm Yussef, seorang warga negara Palestina-Mesir, kepada AFP di sisi Gaza.

    “Biarkan kami masuk. Kami kelelahan. Kami tidak bisa tidur atau makan,” imbuhnya, dikutip kantor berita AFP, Rabu (1/11/2023).

    Pemerintah Mesir mengumumkan bahwa orang-orang yang terluka, orang asing, dan berkewarganegaraan ganda dapat meninggalkan Gaza, yang telah mengalami gempuran tanpa henti selama berminggu-minggu oleh Israel.

    76 Warga Palestina Tinggalkan Gazar ke Mesir

    Sebanyak 335 orang pemegang paspor asing dan 76 warga Palestina yang mengalami luka-luka telah meninggalkan Gaza melalui pintu perbatasan Rafah – untuk pertama kalinya dalam tiga pekan terakhir.

    WNI yang berada di Gaza saat ini berjumlah 10 orang. Selain tiga relawan lembaga penyalur bantuan kemanusiaan MER-C, WNI di Gaza adalah orang yang menikah dengan warga lokal.

    Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, mengatakan tim Kemlu dari Kairo sudah berada di Rafah pada Rabu (01/11) untuk mempersiapkan kemungkinan evakuasi.

    “Diperoleh informasi kemungkinan pergerakan evakuasi WNA, termasuk WNI, melalui pintu Rafah kemungkinan, sekali lagi kemungkinan, akan dapat segera dilakukan,” ungkap Retno sebagaimana dikutip dari situs Kemlu RI.

    Retno mewanti-wanti bahwa situasinya sangat dinamis dan evakuasi kemungkinan tidak dilakukan secara sekaligus.

    “Pergerakan kemungkinan besar tidak akan dapat dilakukan secara sekaligus, tetapi bertahap dan dengan mengutamakan keselamatan. Sekali lagi, dengan mengutamakan keselamatan.”

    “Betul-betul situasi sangat dinamis. Tapi yang kita perlu pastikan adalah kalau toh ada perjalanan, maka perjalanan itu sudah mendapat jaminan keamanan dari semua pihak sehingga evakuasi dapat dilakukan dengan selamat,” papar Retno.

    Selain ratusan warga yang meninggalkan Gaza menuju Mesir, sebanyak 20 truk pengangkut bantuan diizinkan masuk ke Gaza dari Mesir. Sementara itu, di Gaza, layanan telepon dan internet terputus total, kata penyedia layanan komunikasi Paltel.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Netanyahu Bertekad Tumpas Hamas, Apa Rencana Israel Usai Operasi Darat?

    Netanyahu Bertekad Tumpas Hamas, Apa Rencana Israel Usai Operasi Darat?

    Tel Aviv

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak gencatan senjata dan siap bertempur dalam waktu lama demi mewujudkan sumpahnya menumpas kelompok Hamas. Namun, pakar menilai Israel tak punya rencana pasti mencapai tujuan itu.

    Pemandangan horor yang terus menggentayangi Jalur Gaza usai perang pecah pada 7 Oktober lalu memang sekilas menunjukkan tekad Israel untuk menumpas habis Hamas.

    Tak peduli tekanan para kepala negara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Netanyahu menolak seruan gencatan senjata dalam pernyataannya pada Senin (30/10).

    “Seruan gencatan senjata terhadap Israel sama dengan seruan bagi Israel untuk menyerah kepada Hamas, menyerah kepada terorisme,” ujar Netanyahu.

    Ia kemudian berkata, “Alkitab mengatakan, ‘Ada waktu untuk berdamai, dan ada waktu untuk berperang.’ Ini adalah waktu untuk berperang.”

    Di tengah retorika Netanyahu yang berapi-api itu, para pakar mempertanyakan rencana Israel untuk mewujudkan sumpahnya memberantas Hamas setelah perang berakhir.

    “Anda tidak dapat menggembar-gemborkan sebuah gerakan bersejarah seperti itu tanpa rencana ke depannya,” ujar kepala Studi Palestina di Pusat Moshe Dayan Universitas Tel Aviv, Michael Milshtein.

    “Anda harus melakukannya sekarang,” tuturnya.

    Sejumlah diplomat Barat mengaku sudah berdiskusi dengan Israel mengenai rencana ke depan itu, tapi hingga kini belum ada wujud konkretnya.

    “Betul-betul bukan rencana yang pasti. Anda bisa menggambarkan beberapa gagasan di atas kertas, tapi untuk mewujudkannya bakal membutuhkan waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan diplomasi,” ujar seorang diplomat.

    Baca juga:

    Dari segi militer, sebenarnya sudah ada beberapa rencana, mulai dari mengerdilkan kemampuan militer Hamas hingga mengambil alih kendali sebagian besar wilayah Jalur Gaza.

    Namun, orang-orang yang berpengalaman menangani krisis-krisis sebelumnya ragu rencana-rencana tersebut dapat terlaksana.

    “Saya rasa tak ada solusi yang mungkin dilakukan bagi Gaza sehari setelah kita mengevakuasi pasukan,” ucap Haim Tomer, seorang mantan pejabat badan intelijen Israel, Mossad.

    Secara politik, Israel satu suara: Hamas harus dikalahkan. Menurut mereka, serangan pada 7 Oktober lalu terlampau mengerikan sehingga Hamas tak boleh lagi menguasai Gaza.

    Kendati demikian, Milshtein menekankan bahwa Hamas adalah sebuah pemikiran sehingga Israel tak bisa menghapus Hamas begitu saja.

    “Ini tidak seperti Berlin pada 1945, ketika Anda menancapkan bendera di Reichstag dan selesai,” katanya.

    Ia menganggap situasi Israel ini lebih mirip dengan Irak pada 2003 silam, ketika pasukan pimpinan Amerika Serikat berupaya menghapus jejak rezim Sadam Hussein.

    Upaya yang dikenal sebagai De-Baathifikasi itu bak bencana. Selama upaya itu digalakkan, ratusan ribu pegawai sipil Irak dan anggota pasukan bersenjata kehilangan pekerjaan, menabur benih pemberontakan yang akhirnya subur.

    Para veteran Amerika dari konflik itu saat ini berada di Israel, berbincang dengan militer setempat mengenai pengalaman mereka di titik-titik panas di Irak, seperti Falluja dan Mosul.

    “Saya berharap mereka menjelaskan kepada orang-orang Israel bahwa mereka membuat kesalahan besar di Irak. Contohnya, jangan berilusi memberangus partai berkuasa atau mengubah pikiran orang. Itu tak akan terjadi,” tutur Milshtein.

    Baca juga:

    Tak hanya pakar dari Israel, pengamat-pengamat Palestina juga memiliki pandangan serupa.

    “Hamas merupakan organisasi akar rumput. Jika mereka ingin menumpas Hamas, mereka harus melakukan pembersihan etnis di seluruh Gaza,” kata Presiden Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti.

    Gagasan pembersihan etnis dan pengusiran ratusan ribu warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara tetangga, Mesir, pun mulai mengemuka.

    Sejumlah pihak Israel, termasuk mantan-mantan pejabat senior, sudah mulai sering membahas betapa penting memindahkan sementara warga Palestina dari Gaza ke Sinai.

    Mantan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Giora Eiland, mengatakan satu-satunya jalan bagi Israel untuk memenuhi ambisinya tanpa membunuh banyak orang tak bersalah adalah dengan mengevakuasi warga Palestina dari Gaza.

    “Mereka harus menyeberang perbatasan ke Mesir secara sementara atau permanen,” ucapnya.

    Gagasan semacam ini lah yang paling ditakuti orang Palestina. Sebagai populasi yang punya rekam jejak panjang menjadi pengungsi, kemungkinan eksodus besar-besaran memantik ingatan akan kejadian traumatis pada 1948.

    “Kabur berarti hanya punya satu tiket pergi. Mereka tak akan mungkin bisa kembali,” ujar mantan juru bicara Organisasi Pembebasan Palestina, Diana Buttu.

    Ketakutan orang Palestina kian menjadi setelah Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, pada 20 Oktober lalu meminta Kongres menyetujui pemberian dana bantuan untuk Israel dan Ukraina.

    Hingga saat ini Israel memang belum menyatakan secara gamblang keinginan mereka agar warga Palestina melintasi perbatasan.

    Pasukan Pertahanan Israel (IDF) hanya berulang kali mendesak warga sipil ke “area-area” aman di kawasan selatan.

    Namun, Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sissi, sudah mewanti-wanti bahwa perang Israel di Gaza dapat menjadi “upaya untuk menekan warga sipil untuk bermigrasi ke Mesir.”

    Jika berasumsi masih ada warga Gaza di Jalur Gaza ketika perang berakhir, siapa yang akan memerintah mereka?

    “Itu pertanyaan sulit,” kata Milshtein.

    Milshstein menilai Israel harus mendukung pembentukan pemerintahan baru yang dikuasai oleh orang Gaza. Namun, orang-orang dalam pemerintahan itu harus mendukung AS, Mesir, dan mungkin Arab Saudi.

    Baca juga:

    Formasi pemerintahan itu juga harus diperkuat dengan Fatah, faksi rival Hamas di Palestina yang didepak dari Gaza setahun setelah pemilu pada 2006 silam.

    Fatah merupakan pengendali Otoritas Palestina (PA), yang berbasis di Ramallah, kota di Tepi Barat.

    Diana Buttu mengatakan PA kemungkinan secara diam-diam ingin kembali ke Gaza, tapi mereka tentu ogah “ikut menunggangi tank Israel.”

    Seorang politikus veteran Palestina yang sempat menjadi pejabat PA pada 1990-an, Hanan Ashrawi, juga tak mau pihak asing, termasuk Israel, lagi-lagi berupaya mendikte kehidupan Palestina.

    “Orang yang berpikiran bahwa ini merupakan percaturan dan mereka dapat menggerakkan beberapa pion ke sana ke mari dengan harapan gerakan checkmate pada akhirnya, itu tak akan terjadi,” ujar Ashrawi.

    “Anda mungkin bisa mendapatkan beberapa kolaborator, tapi warga Gaza tak akan menyambut baik mereka.”

    Di tengah kebuntuan ini, orang-orang yang sempat menangani perang-perang di Gaza sebelumnya pun memunculkan indikasi bahwa hampir semua solusi sudah pernah dicoba.

    Mantan pejabat Mossad, Haim Tomer, mengungkap pengalamannya setelah salah satu pertempuran di Gaza pada 2012 lalu.

    Saat itu, ia menemani direktur Mossad ke Kairo untuk pembicaraan rahasia yang berujung pada kesepakatan gencatan senjata.

    Ia bercerita bahwa saat itu, perwakilan Hamas berada “di seberang jalan”. Sebagai penengah, pejabat Mesir mondar-mandir untuk menyampaikan pesan.

    Menurutnya, mekanisme serupa dapat diterapkan lagi dalam upaya pembebasan warga yang disandera Hamas, tapi Israel kemungkinan bakal membayar lebih mahal.

    “Saya tidak peduli jika kita harus membebaskan beberapa ribu tahanan Hamas. Saya ingin warga kita kembali pulang,” tutur Tomer.

    Setelah warga berhasil diselamatkan, barulah Israel dapat memilih bakal melanjutkan operasi militer skala penuh atau gencatan senjata jangka panjang.

    Namun, pembatas fisik antara wilayah Gaza dan Israel sangat minim. Tomer pun menganggap Israel memang sudah ditakdirkan berurusan dengan Gaza selamanya.

    “Seperti duri di tenggorokan kita,” katanya.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 76 Warga Palestina yang Luka dan 335 Warga Asing Masuk ke Mesir dari Gaza

    76 Warga Palestina yang Luka dan 335 Warga Asing Masuk ke Mesir dari Gaza

    Kairo

    Sebanyak 76 warga Palestina yang mengalami luka-luka dan 335 warga negara asing atau berkewarganegaraan ganda diperbolehkan menyeberang dari Jalur Gaza menuju ke Mesir, melalui perlintasan perbatasan Rafah, pada Rabu (1/11) waktu setempat.

    Seperti dilansir AFP, Kamis (2/11/2023), itu menjadi penyeberangan warga sipil pertama yang diizinkan masuk ke Mesir dari Jalur Gaza sejak Israel menerapkan ‘pengepungan total’ terhadap daerah kantong Palestina usai serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober lalu.

    Hingga Rabu (1/11) sore, sekitar pukul 16.30 waktu setempat, menurut seorang pejabat Mesir di Rafah, beberapa ambulans mengangkut 76 warga Palestina yang mengalami luka-luka dan enam bus membawa 335 pemegang paspor asing ke wilayah Mesir.

    Otoritas Mesir mengatakan pihaknya akan mengizinkan 90 warga Palestina yang luka-luka dan sekitar 545 warga negara asing dan berkewarganegaraan ganda untuk melintasi perbatasan pada Rabu (1/11) waktu setempat.

    “Terminal Rafah akan dibuka kembali pada Kamis (2/11) untuk memungkinkan masuknya lebih banyak warga asing dan warga berkewarganegaraan ganda,” ucap seorang sumber keamanan kepada AFP.

    Empat warga Italia termasuk di antara daftar warga negara asing yang meninggalkan Jalur Gaza pada Rabu (1/11) waktu setempat.

    “Saya baru saja berbicara dengan empat warga Italia pertama yang meninggalkan Jalur Gaza. Mereka lelah namun dalam kondisi kesehatan yang baik, dibantu oleh Konsul Italia di Kairo. Kami terus berupaya agar semua orang bisa keluar,” ucap Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani dalam pernyataan via media sosial X.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pertama Kali, Biden Nyatakan Dukung Jeda Kemanusiaan di Jalur Gaza

    Pertama Kali, Biden Nyatakan Dukung Jeda Kemanusiaan di Jalur Gaza

    Dalam pernyataan di hadapan pendukungnya, Biden berbicara lebih jauh dengan wanita tersebut. Biden bahkan menyebut Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dengan nama panggilannya, Bibi.

    “Saya adalah orang yang meyakinkan Bibi untuk menyerukan gencatan senjata agar para tahanan bisa bebas. Saya adalah orang yang berbicara dengan (Presiden Mesir Abdel Fattah al-) Sisi untuk meyakinkan dia agar membuka pintu (perbatasan Gaza dengan Mesir-red),” ucap Biden dalam pernyataannya.

    Biden mengindikasikan dirinya sedang membahas pembebasan dua sandera AS yang ditahan oleh militan Palestina baru-baru ini.

    Wanita yang berteriak kepada Biden itu akhirnya dibawa keluar ruangan dan mengidentifikasi dirinya kepada wartawan sebagai Rabi Jessica Rosenberg.

    Gedung Putih sebelumnya menyerukan ‘jeda kemanusiaan’ untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan disalurkan ke Jalur Gaza, atau untuk memungkinkan evakuasi warga sipil dan korban luka. Namun sejauh ini, AS menolak untuk membahas soal gencatan senjata, yang diyakini hanya akan menguntungkan Hamas.

    Meskipun tidak ada seruan gencatan senjata dari Biden, namun menurut Al Jazeera, Presiden AS untuk pertama kalinya menyatakan dukungan untuk jeda kemanusiaan.

    Dua pekan lalu, AS memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan jeda kemanusiaan untuk memungkinkan akses bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. AS pada saat itu menyoroti draf resolusi yang diajukan Brasil itu tidak mengakui soal hak Israel untuk membela diri, meskipun resolusi itu juga mengecam apa yang disebut sebagai ‘serangan teroris keji oleh Hamas’.

    Di sisi lain, menurut Al Jazeera, pernyataan terbaru Biden ini bisa menuai banyak penafsiran setelah dia menyatakan dirinya sangat bersimpati dengan penderitaan di Jalur Gaza, menggunakan istilah yang sangat pribadi untuk menggambarkan anak-anak yang kehilangan orang tuanya dan orang tua yang kehilangan anaknya.

    Namun dari segi kebijakan, sebut Al Jazeera dalam laporannya, pernyataan Biden ini bukanlah langkah pasti menuju gencatan senjata, terutama karena AS belum menyelidiki serangan Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza untuk melihat apakah gempuran itu melanggar hukum internasional.

    Perang antara Israel dan Hamas memasuki hari ke-27 pada Kamis (2/11) waktu setempat. Untuk membalas serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, Israel melancarkan serangan udara besar-besaran dan tanpa henti ke Jalur Gaza, bahkan mengerahkan operasi darat yang semakin ekstensif ke wilayah tersebut.

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kisah Biarawati Tolak Tinggalkan Gaza Demi Rawat Korban Serangan Israel

    Kisah Biarawati Tolak Tinggalkan Gaza Demi Rawat Korban Serangan Israel

    Jakarta

    “Halo, saya Suster Mara del Pilar… Kemarin sore kami menghadiri pemakaman 18 umat Kristiani yang meninggal akibat pengeboman Israel.

    Itulah pesan singkat yang direkam oleh seorang biarawati asal Peru di Jalur Gaza. Versi penuh video itu disiarkan portal Voz Catlica.

    Sosok yang berbicara dalam video tersebut adalah Suster Mara del Pilar Llerena Vargas. Dia berasal dari sebuah kota di bagian selatan Peru, Arequipa.

    Suster Maria telah melayani di Paroki Keluarga Kudus di Gaza selama empat tahun terakhir. Di paroki itulah berdiri satu-satunya gereja Katolik di Palestina.

    Suster Maria tergabung dalam kongregasi Pelayan Tuhan dan Perawan Matara, yang merupakan bagian dari Institut Sabda Inkarnasi. Dia melayani di Gaza bersama saudara kembarnya, yang juga seorang biarawati, Suster Mara del Perpetuo Socorro.

    Kedua kakak-beradik itu, bersama para biarawati dari kongregasi lain, selama ini melayani lebih dari 600 orang di paroki Gaza – termasuk anak-anak difabel, orang sakit, dan orang lanjut usia yang menggunakan kursi roda.

    Israel melancarkan operasi pengeboman di Gaza beberapa jam setelah serangan Hamas pada 7 Oktober lalu.

    Kepala Bagian Konsuler Kedutaan Besar Peru di Mesir, Giancarlo Pedraza Ruiz, membenarkan bahwa pihaknya “melakukan upaya evakuasi warga Peru dan kerabat mereka yang berkewarganegaraan lain di Gaza menuju Mesir.

    Pedraza Ruiz berkata, terdapat sembilan orang yang telah mereka evakuasi. Empat di antaranya adalah warga Peru, termasuk seorang anak perempuan berusia enam tahun.

    Suster Mara del Perpetuo Socorro dan Suster Mara del Pilar Llerena Vargas adalah dua warga Peru yang juga masuk daftar evakuasi. Namun kedua biarawati itu menyatakan bahwa mereka tidak akan meninggalkan Gaza.

    Berikut petikan dialog Suster Mara del Pilar dengan BBC Mundo.

    Suster Mara del Pilar, dalam rekaman pesan video, Anda mengatakan bahwa paroki Gaza tidak memiliki akses air bersih dan listrik. Bagaimana situasi di paroki Gaza saat ini?

    Di sini terdapat sekitar 600 orang. Seperti daerah lain di Gaza, kami tidak memiliki akses air bersih. Namun kita punya air sumur alami. Kami menggunakan air itu untuk mandi dan aktivitas lainnya. Kami tidak tahu berapa lama persediaan air itu bisa bertahan. Kami sudah membeli air mineral agar masyarakat bisa minum. Kami membelinya dengan harga tiga kali lipat dari harga biasanya.

    Anda mengatakan bahwa Anda menghadiri pemakaman 18 umat Kristiani yang tewas akibat bom yang menghancurkan Gereja Ortodoks Santo Porfirius.

    Militer Israel membantah telah menargetkan gereja dan juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Lior Hayat, mengatakan kepada BBC Arabic bahwa gereja “terkena kerusakan kolateral” ketika Israel menyerang “pusat komando dan kendali Hamas di dekat tempat beribadah itu. Bisakah Anda menjelaskan apa yang terjadi?

    Mereka meninggal karena pengeboman Israel. Salah satu kamar tempat mereka tidur, runtuh. Akibatnya, banyak umat Kristiani meninggal, begitu juga anak-anak yang ikut atau datang ke kegiatan paroki kami atau bersekolah di sekolah kami.

    Saya keluar dari kompleks paroki untuk pertama kalinya sejak awal kejadian untuk bisa menemani keluarga Kristen di pemakaman, untuk sedikit menghibur mereka, meskipun saya tahu itu sangat sulit.

    Baca juga:

    Di mana para korban dimakamkan?

    Setiap paroki di sini memiliki kuburannya sendiri.

    Anda menyebutkan bahwa di permakaman Anda melihat gambaran yang tidak akan pernah terhapus dari pikiran Anda.

    Itu memang benar. Sayangnya memang demikian.

    Saat saya pergi ke permakaman, saya merasakan kepedihan saat seorang anak yang mengucapkan selamat tinggal kepada ayahnya. Kepedihan orang tua yang berpamitan dengan anaknya memang lebih menyakitkan. Ada keluarga-keluarga yang seluruh anaknya meninggal. Dan mereka adalah anak-anak yang kami kenal. Itu sangat menyakitkan.

    Apakah Anda mempunyai stok makanan? Hanya beberapa truk bantuan yang diperbolehkan masuk.

    Syukurlah, Patriark Latin Yerusalem membantu kami dan masyarakat.

    Kedua gereja, Latin dan Ortodoks, bekerja sama dengan sangat baik, dan itu merupakan berkat besar dari Tuhan. Kami membeli makanan, membeli kasur. Memang dengan harga yang lebih mahal, tapi, syukur kepada Tuhan, kami punya makanan.

    Apakah pihak gereja juga melindungi orang-orang yang mengungsi di Gereja Ortodoks sebelum pengeboman tanggal 20 Oktober?

    Ya, beberapa orang memutuskan untuk datang kepada kami karena jelas sebagian bangunan tempat tinggal mereka runtuh. Beberapa dari mereka ikut bersama kami.

    Baca juga:

    Konsulat Peru di Mesir menegaskan bahwa mereka mengambil langkah-langkah untuk evakuasi warga negara Peru dan keluarganya. Apakah Anda bersedia meninggalkan Gaza?

    Tidak. Mereka menelepon kami dari Kedutaan Peru di Israel. Dan setelah itu giliran kedutaan dan konsulat Peru di Mesir yang mengontak kami. Mereka memberi tahu kami bahwa mereka memiliki semua informasi kami, bahwa segala sesuatunya sudah siap di perbatasan saat kami ingin berangkat.

    Namun mereka tidak pernah menanyakan niat kami.

    Kami tidak akan meninggalkan umat kami. Saya telah tinggal di sini selama empat tahun dan inilah hidup saya. Ini adalah paroki saya. Mereka adalah orang-orang penting dalam kehidupan saya dan saya tidak akan pergi dari sini. Mereka membutuhkan bantuan kami.

    Apakah Anda mengambil keputusan itu meskipun Anda tahu bahwa dengan adanya serangan udara, risiko kematian Anda meningkat setiap hari?

    Ya, saya sangat sadar akan hal itu karena saya mendengar suara ledakan. Saya yakin semua orang di paroki ini mengetahui hal itu.

    Semua umat Kristiani sebenarnya bisa pergi ke selatan Gaza untuk menyelamatkan diri, tapi tidak satu pun dari mereka yang mau pergi. Setiap orang ingin tinggal di parokinya. Dengan kata lain, mereka ingin berada dekat dengan Sakramen Kudus, dekat dengan Tuhan. Mereka merasa aman berada di sini.

    Israel menyebarkan selebaran kepada orang-orang di Gaza utara untuk memperingatkan bahwa mereka yang tidak pergi ke selatan Sungai Wadi Gaza berisiko dianggap sebagai “kaki tangan organisasi teroris. Seperti apa kenyataannya di lapangan?

    Di paroki ada anak-anak, ada orang difabel.

    Banyak orang yang datang menggunakan kursi roda, ada pula orang lanjut usia dan banyak di antara mereka yang tidak bisa berjalan. Ada juga seseorang yang menderita kanker yang menjalani operasi otak. Kami menampung beberapa orang yang terluka dari paroki Ortodoks yang dirawat di sini karena di antara para pengungsi kami ada pula dokter.

    Bagaimana cara mengangkut 600 orang, termasuk anak-anak, orang sakit, orang tua? Kami tidak bisa. Kami benar-benar tidak bisa melakukannya.

    Saya percaya ini adalah alasan kemanusiaan dan semestinya Israel dapat memahami kami, semestinya mereka dapat memahami bahwa kami tidak dapat bergerak.

    Kami menginginkan perdamaian, kami hanya menginginkan perdamaian.

    Untuk itu kami harus banyak berdoa. Paus Fransiskus menyebut tanggal 27 Oktober ini sebagai Hari Doa. Saya percaya inilah saatnya bagi kita semua untuk bersatu dalam permohonan besar ini untuk mendoakan perdamaian.

    Lihat Video: Prancis Kritik Israel soal Rencana Invasi Darat ke Gaza

    (ita/ita)

  • Cerita Warga Israel yang Disekap Hamas di Labirin Terowongan Bawah Tanah

    Cerita Warga Israel yang Disekap Hamas di Labirin Terowongan Bawah Tanah

    Jakarta

    Perempuan berkewarganegaraan Israel berusia 85 tahun, Yocheved Lifschitz, dibebaskan oleh Hamas, Senin (23/10), setelah dua pekan disandera oleh kelompok milisi tersebut. Dia mengaku mengalami peristiwa buruk, meski diperlakukan secara baik oleh personel Hamas.

    Lifschitz dan suaminya mengaku bahwa mereka diculik oleh sejumlah pasukan Hamas yang bersenjata. Dia membuat klaim bahwa para milisi itu membawa mereka dengan sepeda motor ke “labirin terowongan” bawah tanah di Gaza.

    Menurut Lifschitz, dia terluka saat dibawa pasukan Hamas menuju labirin bawah tanah tersebut. Namun, kata dia, secara umum milisi Hamas memperlakukan dia dan para sandera yang lain dengan baik, antara lain dengan memberikan akses medis dan obat-obatan.

    Lifschitz dibebaskan bersama seorang perempuan lain berusia 79 tahun, bernama Nurit Cooper.

    Merujuk sejumlah foto, Lifschitz terlihat menjabat tangan seorang milisi bersenjata Hamas. Peristiwa mereka saling berjabat tangan itu terjadi beberapa detik sebelum Lifschitz diantar ke sebuah ambulans milik Palang Merah Internasional yang kemudian mengantarnya kembali ke Israel.

    “Shalom,” kata Lifschitz kepada laki-laki bersenjata itu. Shalom adalah sebuah kata dalam bahasa Ibrani yang bermakna ‘damai’ dan diucapkan pada sebuah perjumpaan dan perpisahan.

    Lifschitz diculik, bersama suaminya yang bernama Oded, dari permukiman Nir Oz, di Israel bagian selatan pada 7 Oktober lalu. Oded sampai saat ini belum dibebaskan oleh Hamas.

    Kronologi versi Lifschitz

    Berbicara kepada pers di sebuah rumah sakit di Tel Aviv beberapa jam setelah pembebasannya, Lifschitz menceritakan yang terjadi kepadanya setelah Hamas menculiknya.

    Lifschitz mengaku dia dipukul dengan tongkat selama perjalanan ke Gaza. Akibat pukulan itu, dia mengaku mengalami memar dan kesulitan bernapas.

    Lifschitz berkata, dia termasuk di antara 25 sandera yang dibawa ke dalam labirin terowongan bawah tanah di Gaza. Setelah beberapa jam, lima orang dari permukimannya, termasuk dirinya, dibawa ke ruangan terpisah oleh pasukan Hamas. Di sana, masing-masing dari mereka diawasi tapi mendapat akses ke paramedis dan dokter.

    Lifschitz menyebut kondisi lokasi penyanderaan itu bersih. Tersedia kasur di lantai untuk para sandera. Tawanan lain yang terluka parah dalam kecelakaan sepeda motor dalam perjalanan ke Gaza dirawat oleh dokter.

    “Mereka memastikan kami tidak sakit dan kami selalu menemui dokter setiap dua atau tiga hari, ujarnya.

    Lifschitz juga mengatakan bahwa para sandera memiliki akses terhadap obat-obatan yang mereka butuhkan. Dia berkata, terdapat banyak perempuan di lokasi itu yang mengetahui tentang “kebersihan kewanitaan.

    Para sandera memakan makanan yang sama seperti yang dimakan penjaga Hamas, antara lain roti pitta dengan keju dan mentimun.

    Baca juga:

    Seorang jurnalis bertanya kepada Lifschitz mengapa dia berjabat tangan milisi Hamas. Lifschitz berkata, para penyandera memperlakukannya dengan baik. Para sandera asal Israel yang lainnya pun, kata dia, berada dalam kondisi baik.

    Anak perempuan Lifschitz, Sharone, menyebut tidak terkejut dengan sikap ibunya. “Cara dia berjalan, lalu kembali lagi ke arah para milisi dan mengucapkan terima kasih, sungguh luar biasa bagi saya. Begitulah dia,” kata Sharone kepada BBC.

    Lifschitz dan suaminya, menurut keluarga mereka, terlibat dalam gerakan damai. Mereka turut mengangkut orang-orang sakit keluar dari Gaza dan melarikan mereka ke rumah sakit di Israel.

    Sama seperti suami Lifschitz, suami sandera lain asal Israel, Nurit Cooper, saat ini juga masih ditahan oleh Hamas.

    Hingga saat ini setidaknya terdapat empat sandera yang telah dibebaskan oleh Hamas. Dua dari empat orang itu adalah warga berkewarganegaraan Amerika Serikat-Israel serta seorang ibu dan anak perempuan bernama Judith dan Natalie Raanan. Hamas membebaskan mereka Jumat pekan lalu.

    Menurut estimasi yang diklaim oleh pemerintah Israel, sekitar 200 warga mereka kini masih disandera oleh Hamas. Mereka memperkirakan setidaknya 1.400 warga Israel tewas akibat serangan Hamas.

    Di sisi lain, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan lebih dari 5.000 orang telah tewas sejak Israel mulai membom wilayah tersebut sebagai balasan atas serangan Hamas.

    Jumlah korban jiwa di atas 5.000 itu termasuk 2.055 anak, 1.119 perempuan, dan 217 lansia, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. Sebanyak 15.273 lainnya dalam kondisi luka.

    Seberapa panjang terowongan bawah tanah Gaza?

    Labirin terowongan bawah tanah di Gaza selama ini telah menjadi salah satu titik fokus dalam pertikaian bersenjata antara militer Israel dan Hamas.

    Israel sebelumnya menyebut akan menyerang bagian-bagian dari labirin terowongan rahasia yang dibangun oleh Hamas tersebut. Israel mengeklaim, labirin terowongan tersebut bukanlah tempat perlindungan bagi warga sipil Palestina, melainkan tempat Hamas melancarkan serangan terhadap Israel.

    Sangat sulit untuk menentukan ukuran jejaring terowongan tersebut, yang dijuluki oleh Israel sebagai “Gaza Metro”.

    Militer Israel (IDF) menyatakan telah menghancurkan lebih dari 100 kilometer terowongan itu melalui operasi serangan udara. Namun Hamas membantah klaim Israel dengan berkata bahwa hanya 5% bagian terowongan itu yang terdampak, dari total bangunan labirin sepanjang 500 kilometer.

    Untuk menempatkan angka-angka itu ke dalam perspektif, panjang jaringan kereta api London Underground terbentang sepanjang 400 kilometer dan sebagian besarnya berada di atas tanah.

    BBC

    Pembangunan terowongan dimulai di Gaza sebelum Israel menarik pasukan dan pemukimnya pada tahun 2005.

    Namun Hamas menggenjot pembangunan setelah mereka menguasai Jalur Gaza dua tahun kemudian, yang mendorong Israel dan Mesir untuk mulai membatasi pergerakan barang dan orang masuk dan keluar demi alasan keamanan.

    Pada puncaknya, hampir 2.500 terowongan yang berada di bawah perbatasan Mesir digunakan untuk menyelundupkan barang-barang komersial, bahan bakar dan senjata oleh Hamas serta kelompok militan lainnya.

    Penyelundupan menjadi kurang penting bagi Gaza setelah tahun 2010, ketika Israel mulai mengizinkan lebih banyak barang diimpor melalui perlintasannya.

    Mesir kemudian menghentikan penyelundupan dengan membanjiri atau menghancurkan terowongan.

    BBC

    Hamas dan faksi lainnya juga mulai menggali terowongan untuk menyerang pasukan Israel.

    Pada tahun 2006, Hamas menggunakan satu terowongan yang berada di bawah perbatasan dengan Israel untuk membunuh dua tentara Israel dan menangkap tentara ketiga, Gilad Shalit, yang mereka sandera selama lima tahun.

    Pada tahun 2013, IDF menemukan terowongan sepanjang 1,6 kilometer dengan kedalaman 18 meter yang dilapisi dengan atap dan dinding beton. Terowongan itu disebut mengarah dari Jalur Gaza ke sepetak lahan di dekat sebuah permukiman Israel. Israel mengumpulkan informasi ini setelah penduduk mendengar suara-suara aneh.

    Pada tahun berikutnya, Israel bertekad mengatasi ancaman serangan milisi yang menggunakan terowongan di bawah jalur perbatasan. IDF mengatakan pasukannya menghancurkan lebih dari 30 terowongan selama perang. Namun sekelompok milisi juga dapat menggunakan salah satu terowongan untuk melancarkan serangan yang menewaskan empat tentara Israel.

    Terowongan digali di bawah perbatasan Mesir untuk membawa berbagai macam barang dan senjata. (Getty Images)

    Terowongan di dalam Gaza diyakini berada hingga 30 meter di bawah permukaan tanah. Terowongan ini disebut memiliki pintu masuk yang terletak di lantai rumah, masjid, sekolah, dan bangunan umum lainnya untuk memungkinkan milisi Hamas menghindari deteksi Israel.

    Militer Israel menuduh Hamas mengalihkan donasi jutaan dolar yang diberikan ke Gaza untuk membangun terowongan. IDF menuduh Hamas memanfaatkan bantuan uang itu untuk membeli puluhan ribu ton semen yang seharusnya digunakan untuk membangun kembali rumah-rumah yang hancur dalam perang sebelumnya.

    “Terowongan lintas batas ini cenderung sederhana, artinya hampir tidak ada fortifikasi. Terowongan ini digali untuk satu tujuan saja, yaitu untuk menyerang wilayah Israel,” kata Daphne Richemond-Barak, pakar perang bawah tanah yang mengajar di Universitas Reichman di Israel.

    Richemond memperingatkan bahwa tidak realistis bagi pemerintah Israel dan masyarakat umum untuk percaya bahwa IDF dapat menghancurkan seluruh jaringan terowongan Hamas di Gaza, sementara ratusan ribu tentara sedang berkumpul di sekitarnya untuk bersiap melakukan operasi darat.

    “Akan ada bagian dari jaringan di mana warga sipil, apa pun alasannya, tidak akan mengungsi. Beberapa bagian dari jaringan bawah tanah tidak diketahui. Dan bagi beberapa di antaranya, dampak kerusakannya akan terlalu tinggi,” ujarnya.

    Lebih dari itu, menurut Richemond, menghancurkan terowongan juga akan mengakibatkan banyak korban jiwa, baik pasukan Israel di lapangan, warga sipil Palestina, maupun para sandera.

    (ita/ita)

  • Serangan Israel Makin Gencar, Bantuan Masuk Gaza

    Serangan Israel Makin Gencar, Bantuan Masuk Gaza

    Jakarta

    Israel membombardir Gaza dengan serangan udara pada Senin (23/10) pagi. Sejumlah jet tempurnya juga menghantam Lebanon selatan pada Minggu (22/10) malam. Serangan tersebut terjadi saat Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengadakan pertemuan dengan para jenderal dan kabinet perangnya untuk menganalisis konflik yang semakin meningkat.

    Serangan Israel terkonsentrasi di tengah dan utara Jalur Gaza, demikian laporan media Palestina. Serangan udara terhadap sebuah rumah di dekat kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara telah menewaskan beberapa warga Palestina dan banyak lainnya mengalami luka-luka.

    Otoritas kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan setidaknya 4.600 orang tewas dalam serangan bom Israel selama dua minggu terakhir, yang dilancarkan setelah serangan kelompok militan Hamas pada 7 Oktober lalu terhadap komunitas Israel selatan yang menewaskan 1.400 orang dan menculik 212 orang ke Gaza sebagai sandera.

    Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, yang tinggal di luar negeri, dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Hossein Amirabdollahian berkomunikasi melalui sambungan telepon pada hari Minggu (22/10) malam, membahas cara untuk menghentikan “kejahatan brutal” Israel di Gaza, kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

    Israel juga telah mengumpulkan tank-tank dan pasukannya di dekat pagar perbatasan di sekitar Gaza, yang diyakini merupakan persiapan invasi darat yang untuk menumpas Hamas.

    Biden bahas konflik dengan sekutu Barat

    Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden juga telah membahas perang Israel-Hamas dengan para pemimpin negara Barat, kata Gedung Putih.

    Gedung Putih mengatakan bahwa Biden telah berbicara dengan para pemimpin dari Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, dan Italia.

    Dikatakan bahwa para pemimpin juga membahas tentang warga negara mereka sendiri yang terjebak dalam perang Israel-Hamas, “khususnya mereka yang ingin meninggalkan Gaza.”

    Protes pro-Palestina di berbagai negara, aksi pro Israel di Berlin

    Sekitar 12.000 orang berpartisipasi dalam aksi mendukung Palestina di Brussel pada hari Minggu (22/10). Mereka menyerukan kepada Uni Eropa untuk mengadvokasi gencatan senjata dan mengakhiri penutupan Jalur Gaza oleh Israel.

    Para demonstran membawa poster-poster dengan slogan-slogan seperti “Hentikan serangan” atau “Bebaskan Palestina.”

    Di Prancis, Paris menjadi tuan rumah aksi demonstrasi pro-Palestina untuk pertama kali, setelah penyelenggara secara terbuka mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel yang menewaskan lebih dari 1.400 orang.

    Menurut laporan kepolisian, sekitar 15.000 orang juga hadir di Place de la Republique untuk mengekspresikan solidaritas mereka kepada warga Palestina serta menyerukan gencatan senjata.

    Beberapa ribu orang juga berkumpul pada hari Minggu (22/10) di ibu kota Bosnia, Sarajevo, untuk melakukan aksi demonstrasi pro-Palestina.

    “Kota yang mengalami pengepungan terlama dalam sejarah modern, Sarajevo, memiliki hak untuk berdiri teguh bersama Gaza hari ini,” kata Wali Kota Sarajevo Benjamina Karic kepada kerumunan massa di depan balai kota.

    “Kami tahu bagaimana rasanya ketika tidak ada air, tidak ada makanan, kami tahu bagaimana rasanya ketika anak-anak terbunuh,” ujarnya sambil meneteskan air mata.

    Di Berlin, lebih dari 10.000 orang bergabung dalam aksi unjuk rasa untuk mendukung Israel hari Minggu (22/10).

    Konvoi bantuan kedua masuk ke Jalur Gaza

    Konvoi kedua truk bantuan kemanusiaan telah memulai proses penyeberangan ke Jalur Gaza, menurut laporan beberapa kantor berita.

    Sekitar 17 truk bantuan telah diizinkan untuk masuk ke Jalur Gaza melalui penyeberangan Rafah di Mesir pada hari Minggu (22/10), lapor media pemerintah Mesir.

    Kantor berita AFP menggambarkan bagaimana truk-truk berisi bahan bakar yang pertama memasuki wilayah Palestina itu pada hari Minggu (22/10) sejak aksi serangan terjadi dua minggu lalu.

    Enam truk berisi bahan bakar lainnya untuk menyalakan generator di dua rumah sakit di Jalur Gaza juga telah menyeberang dari Mesir, kata badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) dan sumber media Mesir kepada AFP.

    Cindy McCain, Kepala Program Pangan Dunia PBB, WFP, mengatakan kepada stasiun siaran ABC bahwa situasi kemanusiaan di Gaza kini semakin memburuk. Dia menyerukan agar lembaga-lembaga bantuan diberikan akses yang aman untuk memasuki wilayah Palestina, yang menurutnya merupakan zona perang.

    kp/ha/hp (AFP, Reuters, AP)

    Lihat Video ‘Israel Gempur Gaza dalam 24 Jam: 400 Orang Tewas, 320 Titik Diserang’:

    (ita/ita)