Negara: Mesir

  • Hamas Ungkap Israel Tolak Tawaran Gencatan Senjata Usulannya

    Hamas Ungkap Israel Tolak Tawaran Gencatan Senjata Usulannya

    Gaza City

    Kelompok Hamas mengungkapkan bahwa Israel memberikan respons negatif terhadap proposal gencatan senjata terbaru di Jalur Gaza yang diusulkan kelompoknya. Hal ini membuat harapan warga Gaza untuk terwujudnya gencatan senjata terbaru selama bulan suci Ramadan semakin meredup.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Kamis (21/3/2024), informasi itu diungkapkan oleh seorang pejabat senior Hamas, Osama Hamdan, dalam konferensi pers di Beirut, Lebanon, pada Rabu (20/3) waktu setempat.

    Diungkapkan Hamdan bahwa kubu Israel tidak hanya menyampaikan penolakan, tapi juga mencabut persetujuan yang sebelumnya diberikan kepada para mediator untuk proposal gencatan senjata terbaru usulan Hamas.

    “Pada Selasa (19/3) malam, saudara-saudara kami, para mediator, memberi tahu kami tentang posisi pendudukan (Israel-red) terhadap proposal tersebut… yaitu respons negatif secara umum dan tidak menanggapi tuntutan-tuntutan (Hamas-red),” sebut Hamdan dalam konferensi pers.

    Tidak disebutkan lebih lanjut soal tuntutan-tuntutan yang diajukan Hamas dalam proposal gencatan senjata terbaru itu.

    “Faktanya, mereka (Israel-red) mencabut persetujuan yang sebelumnya diberikan kepada para mediator,” ucapnya.

    Hamdan, dalam pernyataannya, menyebut Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya bertanggung jawab atas kegagalan merundingkan pembebasan sandera dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina yang dipenjara oleh Tel Aviv, dan menghentikan pertempuran di Jalur Gaza.

    Perundingan untuk mewujudkan gencatan senjata terbaru antara Hamas dan Israel dimulai kembali pekan ini di Doha, dengan dimediasi oleh sejumlah mediator seperti Qatar, Mesir dan Amerika Serikat (AS).

    Namun demikian, perundingan yang berlangsung selama beberapa pekan terakhir sejauh ini gagal menghasilkan kesepakatan antara Hamas dan Israel yang diharapkan Washington akan meringankan krisis kemanusiaan yang kini mencengkeram Jalur Gaza.

    Sebelumnya, pemimpin Hamas yang berbasis di Qatar, Ismail Haniyeh menuduh Israel menyabotase perundingan gencatan senjata setelah serangannya terhadap rumah sakit terbesar di Gaza.

    Militer Israel menyatakan puluhan militan Palestina tewas dalam serangan di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza yang dipenuhi pasien dan pengungsi tersebut. Ratusan orang lainnya ditahan dalam serangan yang dilakukan pada Senin waktu setempat.

    “Tindakan pasukan pendudukan Zionis di Kompleks Medis Al-Shifa menegaskan niat mereka untuk menghalangi pemulihan kehidupan di Gaza dan merusak aspek-aspek penting dari keberadaan manusia,” kata Haniyeh, seperti dikutip dari AFP dan Al Arabiya, Rabu (20/3).

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Mengapa Semakin Banyak Non-Muslim yang Mengikuti Ramadan?

    Mengapa Semakin Banyak Non-Muslim yang Mengikuti Ramadan?

    Jakarta

    Ini mungkin terdengar aneh dikatakan oleh seorang muslim yang taat, tapi Kholoud Khardoum, seorang pria berusia 53 tahun yang tinggal di Irak, jelas-jelas mengatakan hal ini.

    “Tidak semua hal tentang Ramadan adalah soal agama,” kata seorang penulis yang tinggal di Baghdad ini. “Ramadan juga tentang suasana dan tradisi berkumpulnya orang-orang.”

    Kholoud mengatakan kepada DW bahwa Irak adalah negara dengan mayoritas penduduk muslim, tetapi di daerah-daerah tempat komunitas-komunitas agama yang berbeda hidup bersama, maka orang akan sering menemukan non-muslim ikut serta dalam perayaan-perayaan di sekitar hari raya Ramadan.

    Khususnya “iftar”, yakni buka puasa yang terjadi saat matahari terbenam, yang sering dijadikan momen berkumpulnya teman dan keluarga untuk berbuka puasa.

    “Kadang-kadang umat Kristen membuat makanan penutup dan mengirimkannya kepada tetangga mereka yang beragama Islam,” kata Khardoum. “Kadang-kadang umat Muslim mengirim makanan. Atau mereka semua berpuasa bersama. Sungguh menyenangkan untuk berbagi hal-hal seperti ini,” katanya.

    Ada banyak cerita serupa di tempat lain di Timur Tengah. “Salah satu teman tertua dan terdekat saya adalah seorang muslim, jadi kami berbagi beberapa kebiasaan,” kata seorang perempuan Mesir, Um Amir.

    “Misalnya, saya akan berpuasa di siang hari di bulan Ramadan, lalu berbuka puasa bersama keluarganya,” ujar perempuan berusia 50 tahun, yang tinggal di Assiut, sebuah kota di selatan Kairo tersebut.

    Lebih banyak non-muslim ikut Ramadan di Barat?

    Mengingat ketiga perempuan ini tinggal di negara-negara mayoritas muslim, pengalaman mereka tidak akan mengejutkan bagi orang-orang yang tinggal di sana. Ini ibarat sama sulitnya bagi muslim untuk menghindari perayaan Natal di Eropa atau Amerika Utara.

    Namun, Ramadan juga secara bertahap menjadi hari libur yang terkenal di negara-negara mayoritas Kristen.

    Tahun lalu, London menjadi kota besar pertama di Eropa yang menghiasi jalan utama dengan lampu-lampu Ramadan. Tahun ini, Frankfurt am Main mengikuti jejak London dengan menjadi kota besar pertama di Jerman yang memasang lampu-lampu Ramadan.

    Di Austria, lebih dari 1.000 orang berkumpul untuk “buka puasa bersama” di negara bagian Carinthia. Ini adalah acara bagi semua masyarakat untuk berbuka puasa dan makan bersama, meskipun mereka bukan muslim dan tidak berpuasa.

    Penyelenggara mengatakan bahwa acara ini menarik lebih banyak orang setiap tahunnya. Seperti yang dikatakan oleh salah satu peserta kepada surat kabar regional Kleine Zeitung, “Saya tidak menyangka akan ada begitu banyak non-muslim di sini.”

    Ramadan yang lebih dikenal sekarang “juga sangat berkaitan dengan peningkatan pengakuan politik dan kesetaraan bagi umat Islam di ruang publik,” ujar Farid Hafez, seorang peneliti senior di Bridge Initiative, sebuah proyek yang menyelidiki Islamofobia yang berbasis di Universitas Georgetown, Washington.

    Dampak komersial dari Ramadan juga membuat informasi tentang bulan suci umat Islam ini semakin berkembang. Rata-rata umat muslim membelanjakan lebih banyak uang selama Ramadan untuk berbagai hal, mulai dari hadiah dan pakaian hingga makanan dan bahkan mobil. Di Timur Tengah saja, pengeluaran selama Ramadan tahun 2023 mencapai lebih dari $60 miliar (Rp943 triliun).

    Dituduh melakukan perampasan budaya

    Teori lain yang dikemukakan oleh direktur Woolf Institute, Wagner, mengenai profil Ramadan berkisar pada bahasa dan perubahan generasi. “Begitu orang berbicara bahasa tanpa aksen, ada pergeseran dalam pemahaman bahwa sekarang mereka benar-benar menjadi bagian dari bahasa tersebut,” kata Wagner, ahli sosiolinguistik.

    “Dan di Inggris, kita melihat populasi muslim penutur asli bahasa Inggris, yang kini berusia 40-an dan 50-an, mulai mengisi posisi kepemimpinan dan berpengaruh.”

    Di Prancis, hal yang sama juga terjadi. Di sana, para peneliti mencatat bahwa generasi muslim Prancis merasa bahwa mereka dapat mempraktikkan agama secara lebih terbuka.

    “Melalui praktik [keagamaan] yang lebih terlihat, individu-individu muda Prancis mengklaim status mereka sebagai anggota masyarakat yang utuh,” kata Jamel El Hamri, seorang peneliti di Institute of Research and Study on Arab and Islamic Worlds di Prancis, kepada Le Monde pekan lalu. “Mereka merasa sebagai orang Prancis dan muslim.”

    Tentu saja, tidak semua orang senang. Sebagian umat muslim merasa kesal dengan komersialisasi Ramadan. Ulama konservatif berpendapat bahwa non-muslim tidak boleh ikut berpuasa, sementara kelompok sayap kanan Eropa meyakini bahwa praktik ini akan menyebabkan berakhirnya peradaban seperti yang mereka definisikan. Lalu, beberapa tokoh media sosial yang berpuasa selama Ramadan, memperlakukannya sebagai semacam tantangan kesehatan online, dan ini mendapat kecaman sebagai perampasan budaya.

    Namun, baik Hafez maupun Wagner tidak yakin bahwa pendapat-pendapat seperti ini akan mereduksi manfaat seseorang merasa nyaman dengan kepercayaan orang lain. (pkp/rs )

    Tonton juga Video: Tips Memilih Jodoh Islami yang Tepat dan Bahagia

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hamas Tawarkan Rencana Gencatan Senjata Permanen di Gaza, Terbagi 3 Tahap

    Hamas Tawarkan Rencana Gencatan Senjata Permanen di Gaza, Terbagi 3 Tahap

    Gaza

    Perang di Gaza, Palestina, telah berlangsung hampir 6 bulan. Kini, Hamas memberikan proposal gencatan senjata permanen di Gaza yang terbagi dalam tiga tahap.

    Dilansir Al Jazeera, Minggu (17/3/2024), Hamas telah mengajukan rencana gencatan senjata baru untuk mengakhiri perang di Gaza yang mencakup pembebasan tawanan Israel dengan imbalan tahanan Palestina.

    100 orang tahanan di antaranya sedang menjalani hukuman seumur hidup. Gencatan senjata ini akan dilakukan dalam tiga fase.

    Berdasarkan keterangan sumber yang dilaporkan Al Jazeera, masing-masing tahap akan berlangsung selama 42 hari. Pada tahap pertama, Hamas mengatakan pasukan Israel harus mundur dari jalan al-Rashid dan Salah al-Din untuk memungkinkan kembalinya warga Palestina yang kehilangan tempat tinggal dan masuknya bantuan.

    Salah al-Din adalah jalan arteri utama yang membentang dari utara ke selatan di Gaza. Berdasarkan proposal yang dilihat Reuters, Hamas menawarkan pembebasan awal warga Israel akan mencakup perempuan, anak-anak, orang tua dan tawanan yang sakit dengan imbalan 700 hingga 1.000 tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.

    Hamas mengatakan 50 tahanan Palestina yang mereka pilih – 30 di antaranya menjalani hukuman seumur hidup – harus dibebaskan dengan imbalan pembebasan satu perempuan tentara cadangan Israel yang ditawan di Gaza.

    Pada tahap kedua, gencatan senjata permanen harus diumumkan sebelum pertukaran tentara yang ditangkap dapat dimulai. Sementara, tahap ketiga akan mencakup proses rekonstruksi di Gaza dan mencabut pengepungan Israel di wilayah kantong tersebut.

    Negosiasi selama berhari-hari dengan Hamas bulan ini mengenai gencatan senjata di Gaza gagal mencapai terobosan sebelum dimulainya bulan suci Ramadan. Para mediator Qatar, Mesir dan Amerika Serikat menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk mencoba mempersempit perbedaan antara Israel dan Hamas mengenai seperti apa gencatan senjata yang akan terjadi karena krisis kemanusiaan yang semakin parah.

    Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi berusaha mencapai gencatan senjata di Gaza, meningkatkan pengiriman bantuan ke jalur tersebut dan memungkinkan pengungsi Palestina di wilayah selatan dan tengah wilayah kantong tersebut untuk pindah ke wilayah utara.

    “Kita berbicara tentang mencapai gencatan senjata di Gaza, yang berarti gencatan senjata, memberikan bantuan dalam jumlah terbesar,” katanya.

    El-Sisi memperingatkan bahaya serangan Israel ke Rafah di Gaza selatan di perbatasan dengan Mesir, yang kini menjadi rumah bagi lebih dari separuh populasi Gaza yang berjumlah 2,3 juta orang.

    Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa proposal terbaru ini ‘jauh lebih fleksibel dan terbuka’ dibandingkan dengan proposal sebelumnya.

    “Hal terpenting yang menjadi perselisihan di sini adalah bahwa Hamas dan gerakan perlawanan bersikeras bahwa orang-orang yang diusir secara paksa, melalui pemboman dari rumah mereka, akan diizinkan kembali ke utara dan Israel ingin melakukan diskriminasi (terhadap mereka),” ujarnya.

    “Bayangkan – mereka ingin mengizinkan perempuan dan anak-anak tetapi tidak mengizinkan laki-laki. Mereka ingin memecah setiap keluarga menjadi dua bagian, dan itu tidak bisa diterima,” sambung Barghouti.

    Israel mendeklarasikan perang di Gaza dengan alasan untuk menghancurkan Hamas usai serangan Hamas ke wilayah mereka yang menewaskan 1.200 orang pada 7 Oktober 2023. Militer Israel kemudian melakukan serangan besar-besaran dan menyebabkan lebih dari 30 ribu warga Gaza tewas, lebih dari 70 ribu terluka dan jutaan orang menjadi pengungsi.

    Lihat juga Video: Hizbullah: Netanyahu Bakal Kalah Perang Meski Invasi Rafah

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ulah Israel Tega-teganya Serbu Gudang Bantuan UNRWA di Rafah

    Ulah Israel Tega-teganya Serbu Gudang Bantuan UNRWA di Rafah

    Jakarta

    Tindakan tega dilakukan Israel dengan menyerang gudang penyimpanan bantuan Badan PBB untuk Pengungsi Palestina, UNRWA, di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, Palestina. Serangan itu pun menewaskan empat orang.

    Dilansir AFP, Kamis (14/3/2024), UNRWA mengatakan “salah satu stafnya tewas dan 22 lainnya terluka” dalam serangan Israel yang menghantam pusat distribusi makanannya di kota selatan Gaza, Rafah.

    Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza, yang dikuasai Hamas, mengatakan empat orang tewas dalam “pengeboman gudang” termasuk staf UNRWA Husni Youssef Mussa Abu Jazar.

    Korban lain yang tewas dalam serangan itu adalah Muhammad Abu Hasna, seorang petugas polisi Hamas yang bertanggung jawab atas keamanan di pusat UNRWA.

    Militer Israel menuduh Abu Hasna seorang “teroris Hamas”. Dalam sebuah pernyataan, Israel mengatakan Abu Hasna terbunuh dalam “serangan tepat” di Rafah.

    Tentara merilis video hitam-putih serangan tersebut, tanpa menyebutkan lokasi pastinya di Rafah.

    Serangan mematikan ini menyoroti kekhawatiran atas memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza, di mana kampanye militer Israel untuk melenyapkan Hamas telah berlangsung sejak serangan kelompok Palestina pada 7 Oktober di Israel selatan.

    Ia menambahkan bahwa Abu Hasna “mengkoordinasikan kegiatan berbagai unit Hamas”, memimpin “ruang operasi intelijen”, dan “juga terlibat dalam mengambil kendali bantuan kemanusiaan dan mendistribusikannya kepada Hamas.”

    Israel Akan Invasi Rafah

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan akan melanjutkan operasi militer hingga ke Rafah. Padahal, dunia internasional menekan agak Tel Aviv tidak menginvasi Rafah.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (13/3/2024), suara yang menyerukan agar pasukan darat Israel tidak menginvasi Rafah semakin meningkat. Rafah yang terletak dekat perbatasan Mesir, merupakan salah satu daerah terakhir yang relatif aman yang menjadi tempat berlindung bagi 1,5 juta pengungsi Palestina.

    “Kami akan menyelesaikan pekerjaan di Rafah, sambil memungkinkan para penduduk sipil untuk terhindar dari bahaya,” tegas Netanyahu dalam pidato via video yang ditayangkan dalam konferensi organisasi AIPAC yang pro-Israel di Washington DC, Amerika Serikat (AS), pada Selasa (12/3) waktu setempat.

    Selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Ini merupakan kesekian kalinya Netanyahu menegaskan pasukan Israel akan melancarkan serangan darat terhadap Rafah, meskipun ada banyak seruan internasional, termasuk dari sekutunya AS, agar Tel Aviv tidak menginvasi kota tersebut.

    Penegasan terbaru Netanyahu itu muncul ketika para pemimpin Uni Eropa berencana mendesak Israel agar tidak melancarkan operasi darat ke Rafah, yang dimuat dalam draf kesimpulan untuk pertemuan puncak Uni Eropa.

    “Dewan Eropa mendesak pemerintah Israel untuk menahan diri dari operasi darat di Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina saat ini mencari keselamatan dari pertempuran dan mencari akses terhadap bantuan kemanusiaan,” demikian penggalan draf kesimpulan pertemuan puncak Uni Eropa.

    Draf itu membutuhkan persetujuan dari 27 pemimpin negara anggota Uni Eropa untuk bisa diadopsi dalam pertemuan puncak pada 21-22 Maret mendatang.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pilu Pasien Kanker Ditolak Lintasi Perbatasan Rafah Saat Akan Berobat

    Pilu Pasien Kanker Ditolak Lintasi Perbatasan Rafah Saat Akan Berobat

    Jakarta

    “Obat saya sudah habis. Saya sangat lelah. Saya hampir tidak bisa melihat depan saya. Kemoterapi saya sudah lama usai,” kata Siham.

    Perempuan berusia 62 tahun itu menderita leukemia. Sebelum perang pecah, dia dirawat di Rumah Sakit Persahabatan Palestina-Turki di Gaza tengah satu-satunya rumah sakit kanker di Jalur Gaza.

    Siham adalah satu dari sekitar 10.000 pasien kanker yang tidak bisa mendapatkan perawatan atau obat-obatan sejak rumah sakit ditutup pada pekan pertama November tahun lalu karena kurangnya bahan bakar.

    Seperti warga Palestina lainnya yang terlantar di Gaza PBB memperkirakan ada 1,7 juta orang Siham meninggalkan rumahnya di utara ketika pemukimannya terkena serangan udara.

    Ketika kami berbicara dengannya, ia sedang berlindung bersama putrinya, yang baru saja melahirkan bayinya, di sebuah sekolah di Rafah yang dikelola oleh badan PBB untuk pengungsi Palestina, yakni UNRWA.

    Siham sudah berusaha berbulan-bulan untuk keluar dari Gaza demi mendapat perawatan yang dapat menyelamatkan nyawanya, namun ia ditolak di perbatasan Rafah sebanyak lima kali sejak perang dimulai.

    Saat ini, perbatasan Rafah merupakan satu-satunya jalan keluar dari Gaza.

    ‘Apakah hidup kami tidak penting?’

    Mesir, Turki, Uni Emirat Arab dan Yordania telah berjanji untuk merawat ribuan pasien kanker seperti Siham, serta mereka yang terluka dalam perang.

    Adapun sebuah daftar berisi nama-nama orang yang diizinkan untuk pergi yang diterbitkan setiap harinya.

    Nama Siham pertama kali muncul dalam daftar yang diterbitkan pada 19 November untuk evakuasi ke Turki.

    Namun, ia ditolak oleh agen ketika dia tiba di perbatasan.

    Siham sudah kehabisan obat dan belum menerima perawatan sejak rumah sakit Persahabatan Palestina Turki tutup pada November lalu (BBC)

    “Mereka mengatakan utusan Turki belum tiba. Apakah hidup kami tidak sepenting kedatangan utusan Turki? Bagaimana seseorang bisa keluar? Atau apakah karena kami tidak memiliki orang dalam?” katanya.

    Agen perbatasan Palestina mengatakan bahwa karena utusan Turki tidak ada untuk menerima Siham, mereka tidak bisa membiarkannya keluar. Tetapi kami telah berbicara dengan orang-orang lain yang diperbolehkan melakukan perjalanan ke Turki pada hari itu.

    Mona Al Shorafi didiagnosis menderita kanker payudara tiga tahun lalu, dan menerima perawatan di Yerusalem sebelum 7 Oktober.

    Ia telah mengkoordinasikan inisiatif untuk memberikan dukungan psikologis bagi penderita kanker lainnya dan menunggu tiga hari lagi untuk sesi kemoterapi berikutnya ketika perang dimulai.

    “Kami harus meninggalkan rumah kami dan tinggal di tempat penampungan dan sekolah dengan banyak keluarga lain, dan kami sangat khawatir karena sistem kekebalan tubuh kami lemah,” katanya.

    Baca juga:

    Nama Mona ada di dalam daftar evakuasi yang sama dengan Siham pada 19 November. Ia diizinkan melewati perbatasan ke Mesir, dan naik pesawat ke Ankara bersama lebih dari 130 orang lainnya.

    Ia bahkan diizinkan untuk membawa dua putrinya yang masih kecil, meskipun setiap pasien hanya diizinkan secara resmi membawa satu pendamping.

    “Saya memutuskan jika mereka tidak memperbolehkan salah satu putri saya pergi, maka saya tidak akan keluar, saya tidak bisa meninggalkan mereka,” kata Mona.

    Sementara, suami Mona dan anak-anaknya masih tinggal di sebuah tenda di daerah Tal Al Sultan di Rafah.

    Otoritas perbatasan Palestina di Gaza tidak menanggapi pertanyaan kami tentang mengapa Siham tidak diperbolehkan untuk pergi.

    Kami telah berbicara dengan dua pasien kanker lainnya yang ditolak di perbatasan meskipun nama mereka tercantum di dalam daftar evakuasi.

    BBCMona Al Shorafi diperbolehkan membawa kedua putrinya ke Turki, di mana dia menerima perawatan untuk kanker payudara.

    Salah satu dari mereka, yang tidak ingin disebutkan namanya, memberi tahu kami bahwa dia juga seharusnya pergi pada 19 November, tetapi percaya bahwa dia ditolak karena pendampingnya adalah putranya yang masih kecil.

    Ia mengatakan otoritas perbatasan Palestina lebih memilih pendamping perempuan bagi pengungsi, untuk mengurangi kemungkinan bahwa mereka yang pergi bisa menjadi pejuang Hamas.

    Pasien lain, yang seharusnya dievakuasi ke Uni Emirat untuk perawatan pada Desember diberitahu di perbatasan bahwa para pejabat tidak dapat menemukan namanya.

    Dr Sobhi Skaik, Direktur Rumah Sakit Persahabatan Turki di Gaza, mengatakan kepada kami bahwa dari sekitar 10.000 pasien kanker Gaza, “hanya sekitar 3.800 nama telah diberi izin untuk meninggalkan Gaza untuk perawatan di luar negeri”.

    “Namun kenyataannya hanya sekitar 600 telah meninggalkan Jalur Gaza sejak awal perang, baik orang dewasa atau anak-anak “.

    Bagaimana cara kerja proses evakuasi?

    Kami telah berbicara dengan dokter di Gaza, pejabat kementerian kesehatan di Tepi Barat, dan diplomat Palestina di Mesir untuk lebih memahami proses evakuasi yang rumit.

    Seorang dokter atau rumah sakit di Gaza menominasikan pasien yang membutuhkan perawatan medis paling mendesak ke kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza.

    Nama-nama itu kemudian dikirim ke pihak pemerintah Mesir, yang melakukan pemeriksaan keamanan. Setelah Mesir menyetujuinya, daftar tersebut kemudian diperiksa oleh otoritas Israel, yang juga harus menyetujui nama-nama tersebut.

    Sesudah daftar akhir disetujui, dokumen itu dibagikan kepada negara-negara yang mengatakan mereka bersedia menerima pasien dan dipublikasikan secara daring.

    Setiap kelompok pasien disetujui untuk pergi pada tanggal tertentu. Namun, apakah seorang pasien akhirnya diizinkan untuk keluar dari Gaza tergantung pada keputusan penjaga perbatasan Palestina.

    Baca juga:

    Ketika ditanya mengapa banyak pasien tidak diizinkan lewat, Kementerian Pertahanan Israel mengatakan kepada kami:

    “Perbatasan Rafah berada di bawah kuasa Mesir. Oleh karena itu, dari pihak Israel, tidak ada pembatasan jumlah pasien yang dapat menyeberang perbatasan Rafah untuk mendapatkan perawatan medis di luar Jalur Gaza.”

    Kementerian Kesehatan Mesir, Kementerian Luar Negeri Mesir, dan otoritas perbatasan Palestina menolak menjawab pertanyaan kami tentang proses evakuasi pasien dari Gaza.

    Pemerintah Turki mengatakan pada awal November bahwa mereka bersedia menerima hingga 1.000 pasien kanker, sementara Uni Emirat Arab mengumumkan bahwa mereka juga akan menerima 1.000 pasien kanker dan 1.000 anak-anak yang terluka.

    Para pejabat Turki mengatakan kepada kami bahwa negara itu saat ini sedang merawat beberapa ratus pasien kanker dan terluka dari Gaza, dan bersedia menerima ratusan lainnya.

    “Jika Gaza memberi kami daftar 600 orang, kami tidak memilah-milah [pasien yang boleh masuk]. Bagi kami, semakin banyak pasien dan orang terluka yang dapat dikirim, semakin baik,” kata seorang pejabat Turki.

    “Kami memiliki kapasitas untuk merawat mereka semua,” lanjutnya.

    Uang sebagai jalan keluar

    Tetapi, ada cara-cara lain yang digunakan orang agar bisa keluar dari Gaza.

    Perang itu menimbulkan monopoli yang menguntungkan bagi satu agen perjalanan Mesir, Hala, yang dilaporkan mengenakan biaya US$ 5.000 (setara Rp77,8 juta) per orang bagi warga Palestina yang ingin meninggalkan Gaza dalam waktu satu hingga dua pekan.

    Sebelum perang, mereka menetapkan harga US$350 (setara Rp5,45 juta) per orang untuk pergi dari Gaza ke Mesir.

    Setelah 7 Oktober, harganya meroket menjadi hampir US$12.000 (Rp186,9 juta) per orang, sebelum perusahaan membatasinya menjadi US$5.000 untuk orang dewasa Palestina dan US$2.500 (Rp38,9 juta) untuk anak-anak meskipun Hala tidak secara resmi mempromosikan ini.

    Biaya evakuasi untuk satu orang dewasa melebihi empat kali gaji tahunan rata-rata di Gaza.

    Di luar kantor Hala di Kairo, orang-orang berkerumun setiap hari, mencoba untuk mendapatkan kesempatan untuk keluar dari Gaza.

    Baca juga:

    Seorang pria Palestina, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan bahwa dia harus membayar untuk memasuki kantor Hala, dan melakukan pembayaran tambahan sebesar US$300 (Rp4,67 juta) kepada seorang staf Hala demi memasukkan keluarganya ke dalam daftar evakuasi.

    Ini merupakan biaya tambahan di luar US$10.000 (Rp155,7 juta) yang dia bayar untuk mengevakuasi istri dan dua anaknya.

    Kami berbicara dengan 10 orang yang menggunakan layanan Hala untuk meninggalkan Gaza. Mereka mengaku telah membayar hingga US$4.000 (Rp62,3 juta) kepada karyawan untuk mendapatkan perlakuan istimewa ketika mengevakuasi keluarga mereka.

    Beberapa dari mereka telah pergi dan beberapa masih menunggu untuk pergi.

    BBCOrang-orang berkerumun di luar kantor Hala di Kairo berharap untuk memasukan nama anggota keluarga mereka dalam daftar evakuasi.

    Permintaan yang tinggi juga memunculkan pasar sekunder berupa agen perantara yang memanfaatkan keputusasaan warga Palestina dengan keluarga yang terperangkap di Gaza dan mengklaim mereka bisa menaruh nama mereka di peringkat atas daftar evakuasi dengan harga tertentu.

    Seorang perantara di Mesir mengatakan kepada seorang perempuan bahwa dia bisa mengeluarkan dana US$2.500 tambahan untuk memasukan keluarganya di Gaza ke dalam daftar evakuasi.

    Dalam pesan suara yang ia bagikan kepada kami, agen itu mengatakan bahwa kontaknya di Hala “harus menerima uang di tangan” sebelum dia mendaftarkan nama dan bersikeras:

    “Saya melakukan ini untuk membantu Anda, saya bahkan tidak mengambil sepeser pun.”

    Keluar dari Gaza berkat koneksi politik

    Berbeda dengan Siham dan sebagian besar warga Palestina, orang-orang yang paling terhubung di Gaza dapat pergi tanpa mengeluarkan uang sama sekali.

    Kami menemukan nama-nama warga Palestina yang meninggalkan Gaza dengan menyamar sebagai warga negara Mesir.

    Mereka mengatakan kepada kami bahwa mereka dibantu meninggalkan Gaza oleh orang-orang dengan koneksi politik, yang telah menambahkan nama mereka ke daftar warga Mesir.

    Seorang perempuan, yang putranya membutuhkan perawatan medis mendesak, mengatakan orang-orang dengan koneksi politik membantu mereka masuk ke daftar VIP khusus, yang tidak dipublikasikan secara daring.

    Ia mengatakan kepada kami bahwa nama putranya “tidak muncul dalam daftar kementerian kesehatan. Namanya ada di daftar khusus lain” yang dibacakan di perbatasan.

    Baca juga:

    Baik Hala maupun Kementerian Luar Negeri Mesir tidak menanggapi pertanyaan kami tentang kegiatan perusahaan itu.

    Di Gaza, waktu hampir habis untuk Siham dan pasien kanker lainnya, yang terjebak dalam situasi suram dan birokrasi di perbatasan.

    Karena sudah putus asa dan ingin membantu ibunya pergi, putranya Saqr memberi tahu kami bahwa dia mencoba mengatur agar Siham bisa dievakuasi melalui perusahaan Hala.

    “Jika kami punya uang, kami tidak akan ragu-ragu. Ketika kami bertanya tentang evakuasi pribadi, mereka mengatakan minimum yang diminta Hala adalah US$5.000 (sekitar Rp77,8 juta), tetapi kami tidak mampu membayar US$5.000. “

    Setelah upaya pertamanya untuk menyeberang, Siham kembali ke perbatasan empat kali lagi untuk melihat apakah mereka akan membiarkannya lewat, karena namanya sudah disetujui.

    Namun dia ditolak, dan kesehatannya sekarang memburuk dengan cepat.

    “Saya hampir tidak bisa berjalan selangkah tanpa merasa pusing sekarang. Saya tidak tahu apa yang sedang mereka tunggu,” katanya.

    Berita terkait

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kelaparan Parah, Menggigil dan Ancaman Serangan Israel

    Kelaparan Parah, Menggigil dan Ancaman Serangan Israel

    Gaza

    Hari pertama Ramadan tiba seperti hari-hari lain bagi warga Palestina di Gaza yang sedang dilanda perang. Warga di Gaza dilanda kelaparan dan penyakit, menggigil di tenda-tenda serta terancam oleh serangan mematikan dari militer Israel.

    Dilansir AFP, Selasa (12/3/2024), banyak warga Gaza yang terus mencari korban selamat dan jenazah di antara puing-puing rumah yang hancur saat Ramadan telah tiba.

    Laporan PBB, yang mengutip Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas, mengatakan 25 orang telah meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi akut. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak.

    “Kita kehabisan waktu. Jika kita tidak secara eksponensial meningkatkan jumlah bantuan yang masuk ke wilayah utara, kelaparan akan segera terjadi,” kata kepala Program Pangan Dunia (WFP) Cindy McCain.

    PBB telah melaporkan kesulitan dalam mengakses Gaza utara untuk pengiriman makanan dan bantuan lainnya. Warga di seluruh wilayah Gaza juga semakin merasakan kekurangan selama bulan Ramadan.

    “Kami tidak tahu apa yang akan kami makan untuk berbuka puasa. Saya hanya punya tomat dan mentimun dan saya tidak punya uang untuk membeli apa pun,” kata Zaki Abu Mansour di tenda pengungsiannya.

    Barang-barang di pasar dijual dengan harga tinggi karena langka. Pertempuran juga berkecamuk di seluruh Gaza, bahkan ketika Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan ‘gencatan senjata’ selama bulan suci Ramadan dan mengatakan dia ‘terkejut dan marah karena konflik terus berlanjut’.

    Seorang pejabat senior pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan Siprus telah menyediakan platform di pelabuhan Larnaca untuk ‘penyaringan oleh pejabat Israel terhadap barang-barang tujuan Gaza’. Juru bicara pemerintah Siprus, Konstantinos Letymbiotis, mengatakan ‘ini adalah sebuah inisiatif, yang kompleksitasnya memerlukan kehati-hatian dan perhatian agar kapal dapat berangkat dan muatannya dapat dengan aman mencapai penduduk sipil di Gaza’.

    Perang di Gaza pecah setelah serangan Hamas pada 7 Oktober yang mengakibatkan sekitar 1.160 orang tewas di Israel, sebagian besar warga sipil. Para militan juga menyandera sekitar 250 orang.

    Israel kemudian melakukan serangan besar-besaran ke Gaza. 31.112 warga Palestina telah tewas akibat serangan Israel di mana sebagian besar merupakan perempuan dan anak-anak.

    Pembicaraan selama berminggu-minggu yang melibatkan mediator AS, Qatar dan Mesir gagal menghasilkan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran sandera menjelang Ramadan. Meski mengalami kekurangan yang meluas, beberapa warga Gaza tetap membuat dekorasi sederhana dan membagikan lentera tradisional di antara tenda mereka untuk menyambut awal Ramadan.

    Di Rafah, puluhan warga Gaza melaksanakan salat Tarawih pertama di sekitar reruntuhan masjid yang terkena serangan udara Israel beberapa hari lalu.

    Lihat Video: Houthi Targetkan Serangan ke Kapal ‘Pinocchio’ AS di Laut Merah

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perang Gaza dan Ramadan yang Suram di Palestina

    Perang Gaza dan Ramadan yang Suram di Palestina

    Gaza City

    Menjelang bulan suci Ramadan, jalanan Kota Tua Yerusalem Timur lebih sepi dari biasanya. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tidak ada lampu Ramadan yang berjejer meriah di gang-gang sempit. Suasananya suram, dirundung ketidakpastian tentang bagaimana bulan suci puasa akan berlangsung.

    “Kami tidak merasakan Ramadan,” kata Um Ammar, sambil berjalan di sepanjang Jalan Al-Wad, salah satu jalan raya utama kota kuno tersebut. Perang di Gaza ada dalam pikiran semua orang, katanya. Menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, sekitar 31.000 orang telah terbunuh dalam konflik itu, dan lembaga bantuan memperingatkan akan terjadinya kelaparan.

    Perang di Gaza dipicu oleh serangan Hamas ke Israel 7 Oktober tahun lalu, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang. Hamas juga menculik lebih dari 200 orang ke Gaza. Hamas dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh AS, Uni Eropa, Jerman dan beberapa negara lain.

    “Kami akan berbuka puasa di sini. Tapi banyak orang yang tidak bisa makan karena tidak ada makanan di Gaza,” jelas Ammar merujuk pada makanan berbuka puasa saat matahari terbenam.

    “Ketika orang-orang duduk mengelilingi meja, Ramadan macam apa yang kita bicarakan? Ini bukan Ramadan, ini lebih terasa seperti kebangkitan untuk menyampaikan belasungkawa,” katanya.

    Sentimen Um Ammar juga diamini oleh orang lain di lingkungan tersebut, seperti Hashem Taha yang menjalankan toko rempah-rempah di Jalan Al-Wad. “Yerusalem merasa sangat sedih, masyarakat di Gaza adalah rakyat kami, mereka adalah keluarga, dan kami sangat terdampak dengan apa yang kami lihat di sana,” kata Taha.

    Harapan agar Ramadan tetap tenang

    Di dekat toko Taha, polisi perbatasan Israel menghentikan pemuda Palestina untuk memeriksa identitas dan barang-barang mereka. “Mereka telah mempersulit keadaan dan selalu menekan orang,” kata Taha.

    Tahun ini, perang di Gaza, memberikan bayangan gelap pada bulan Ramadan. Di masa lalu, ketegangan berpusat di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa, yang dikenal oleh umat Islam sebagai Haram al-Sharif atau Tempat Suci, dan bagi orang Yahudi sebagai Temple Mount.

    Israel buka pintu Masjid Al-Aqsa selama Ramadan

    Selama Ramadan, ratusan ribu umat Islam biasanya berkumpul untuk salat di alun-alun besar depan Masjid Al-Aqsa.

    Hamas berupaya memanfaatkan nilai simbolis Al-Aqsa bagi warga Palestina dan muslim di seluruh dunia untuk meningkatkan tekanan. Pekan lalu, dalam pidatonya di televisi, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh menyerukan kepada warga Palestina untuk melakukan pawai ke Masjid Al-Aqsa pada hari pertama Ramadan.

    Minggu ini, pada 5 Maret, pemerintah Israel mengatakan tidak akan memberlakukan pembatasan baru terhadap jumlah jamaah. “Selama minggu pertama Ramadan, jamaah akan diizinkan memasuki Temple Mount dalam jumlah yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya,” mengacu pada pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Perdana Menteri Israel.

    “Ramadan adalah suci bagi umat Islam; kesuciannya akan dijunjung tinggi tahun ini, seperti yang dilakukan setiap tahun.”

    Namun, ia juga menambahkan, “penilaian mingguan terhadap aspek keamanan akan dilakukan.”

    Salat dalam ‘ketenangan dan ketenteraman’ di Al-Aqsa

    Para pimpinan umat muslim menyambut baik keputusan pemerintah Israel tersebut.

    “Kami sangat senang bahwa di bulan yang penuh berkah ini ada hal-hal yang mulai terlihat jelas bagi umat Islam terkait dibukanya pintu Masjid Al-Aqsa bagi seluruh pengunjung tanpa batasan usia,” kata Syekh Azzam al-Khatib kepada DW di Yerusalem.

    Dia adalah Direktur Wakaf Yerusalem, badan yang bertanggung jawab menerapkan hak asuh Yordania atas tempat-tempat suci Islam dan Kristen di Yerusalem dan sekitarnya.

    “Tujuan kami salat, ibadah, dan puasa di sana, serta bisa mencapai masjid dengan ketenangan dan ketenteraman seutuhnya. Dan juga meninggalkan masjid dalam ketenangan dan ketenteraman seutuhnya,” ujarnya.

    Awal Ramadan juga telah ditetapkan sebagai tenggat waktu bagi upaya mediator AS, Qatar, dan Mesir baru-baru ini untuk menengahi kesepakatan sandera baru dan gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas. Namun, kesepakatan untuk membebaskan 134 sandera Israel yang diyakini masih ditahan oleh Hamas masih belum tercapai.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Ada harapan di Gaza bahwa gencatan senjata, meskipun hanya bersifat sementara, akan memberikan kelonggaran. Setidaknya ketakutan dan kecemasan akan berkurang, kata Nour al-Muzaini kepada DW melalui WhatsApp. Pria berusia 36 tahun ini telah berpindah-pindah selama enam bulan terakhir dari Kota Gaza ke Khan Younis dan kemudian ke kota perbatasan Rafah.

    “Di bulan Ramadan kita menjalankan ritual yang merupakan bagian integral dari kehidupan normal kita, seperti berbuka puasa, berdoa dan beribadah. Ini adalah bulan rahmat dan pengampunan, tetapi sulit untuk dilaksanakan ketika Anda dalam pengungsian,” katanya.

    Ramadan suram

    Tamer Abu Kwaik paling mengkhawatirkan anak-anaknya. Dia dan keluarganya kini tinggal di tenda di Rafah, setelah melakukan perjalanan dari Gaza utara. Ramadan, kata Abu Kwaik, selalu menjadi momen spesial bagi keluarga.

    “Pada masa sebelum perang, kami biasa menciptakan suasana yang indah untuk anak-anak. Namun sekarang, di tengah perang, kami melakukan yang terbaik untuk membuat mereka tersenyum. Namun, saat saya mendekorasi tenda, saya menyadari hal itu tidak akan terjadi. Tidak akan semeriah dulu,” ujarnya melalui pesan suara WhatsApp dari Rafah.

    Ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi sangat sulit untuk diatasi.

    “Kami berusaha mengatasi krisis ini secara psikologis, berharap perang akan segera berakhir dan akan ada gencatan senjata sehingga kami dapat kembali ke rumah,” kata Abu Kwaik.

    “Rumah saya sendiri telah dihancurkan; sebagian dari sebuah bangunan telah hancur total. Saya sering bertanya-tanya apa yang akan saya lakukan ketika perang berakhir.”

    Jika kesepakatan baru mengenai penyanderaan tidak tercapai, Israel menyatakan akan memperluas operasi daratnya hingga ke Rafah, tempat sekitar 1,4 juta pengungsi Palestina saat ini mencari perlindungan.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menegaskan bahwa “IDF (Pasukan Pertahanan Israel) akan terus beroperasi melawan semua batalion Hamas di seluruh Jalur Gaza, dan itu termasuk Rafah, benteng terakhir Hamas. Siapa pun yang menyuruh kami untuk tidak beroperasi di Rafah berarti menyuruh kami kalah perang. Itu tidak akan terjadi.”

    (rs/gtp/hp)

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 7 Aliran Sesat dan Aneh di Jepang yang Mungkin Belum Kamu Tahu

    7 Aliran Sesat dan Aneh di Jepang yang Mungkin Belum Kamu Tahu

    Jakarta

    Jepang menjadi salah satu negara yang dikenal memiliki keberagaman mistisisme dan keyakinan spiritual. Lewat konstitusi pasifis baru Jepang, masyarakat diberikan kebebasan beragama yang lebih besar.

    Hal tersebut berlaku setelah Perang Dunia II selesai. Di sisi lain, adanya toleransi terhadap semua keyakinan juga memunculkan sejumlah aliran sesat yang aneh.

    Aliran Sesat di Jepang

    Dilansir List Verse, berikut adalah beberapa aliran aneh dan sesat di Jepang:

    1. Klub Bunuh Diri Internet Jepang

    Bunuh diri terus menjadi bagian konsep yang berkelanjutan dari budaya Jepang. Sayangnya, bunuh diri di Jepang semakin diperkuat oleh kehadiran teknologi seperti internet.

    Hal ini turut membuat berkembangnya klub-klub bunuh diri, yang sebagian besar berasal dari Jepang. Di mana, mereka secara teratur melakukan pencarian peserta yang bersedia untuk melakukan hal tersebut.

    Setiap tahunnya, semakin banyak orang Jepang yang bergabung dengan klub-klub ini sehingga masuk dalam tingkat mengkhawatirkan. Sejak saat itu, sekitar tahun 2003 polisi baru memperhatikan klub-klub bunuh diri ini.

    Pada tahun 2008, klub-klub bunuh diri mengajarkan anggotanya cara menggunakan metode bunuh diri. Metode yang biasa dipakai yaitu menghirup asap arang di dalam ruangan/mobil yang tertutup rapat.

    Sejak itu, gas tersebut kini telah digantikan oleh gas beracun hidrogen sulfida. Tercatat ribuan orang Jepang telah tewas dalam perjanjian bunuh diri ini secara keseluruhan.

    Bahkan, klub-klub bunuh diri di Jepang ini masih sangat aktif sampai saat ini.

    2. Sekai Mahikari Bunmei Kyodan (Organisasi Keagamaan Peradaban Cahaya Ilahi Dunia)

    Pada tahun 1959, pria bernama Kotama Okada konon telah mendapat perintah dari Tuhan untuk menyelamatkan dunia. Dalam menjalankan misinya tersebut, Okada yang sudah menjadi anggota sekte agama lalu membentuk kelompoknya sendiri yakni Sekai Mahikari Bunmei Kyodan atau disingkat Mahikari.

    Setelah kematiannya di tahun 1974, kelompoknya itu terpecah menjadi dua cabang. Pertama, cabang tetap yang masih dengan aslinya dan dipimpin oleh salah satu pemimpin laki-laki Okada.

    Sementara, cabang lainnya berganti nama menjadi Sukyo Mahikari yang dipimpin oleh Okada Keishu, putri angkatnya.

    Keyakinan kaum Mahikari hanya bisa digambarkan sebagai sesuatu yang membingungkan. Mereka percaya bahwa pada dasarnya sejarah berkisar pada Jepang.

    Kaum tersebut menganggap Jepang kuno menguasai utopia global yang juga mencakup peradaban lain seperti Mesopotamia dan Mesir dan Mesopotamia. Menurutnya, kaisar mereka juga bahkan mengajari orang-orang Yahudi cara berbicara bahasa Ibrani.

    Anggota Mahikari percaya kalau misi mereka yaitu menyatukan kembali semua ras, agama, dan menciptakan surga Jepang di bumi yang akan dipimpin oleh kaisar mereka.

    3. Yamato No Miya (Kuil Jepang)

    Pada tahun 1977, wanita Jepang Ajiki Tenkei membentuk kelompoknya Komei No Kai. Tenkei membuat kelompok ini setelah dia diduga menerima wahyu bahwa Buddha memerintahkannya untuk menyelamatkan umat manusia.

    Sekitar 7 tahun kemudian, ia kembali dilaporkan menerima wahyu lain dari Telebeyt, alien Venus yang merupakan utusan A Lah (penguasa alam semesta).

    Telebeyt memberitahu bahwa pikiran umat manusia akan dikaburkan oleh air minum mereka, sehingga menghadapi kehancuran diri sendiri.

    Oleh sebab itu, Telebeyt menginstruksikan Tenkei untuk menemukan sumber air suci dan mengajari cara membuat ‘Air Kekuatan Piramida’.

    Air tersebut konon bisa membersihkan pikiran orang, sehingga ia memerintahkan Tenkei untuk memberikannya kepada sebanyak mungkin orang.

    Tenkei mengubah nama kelompoknya menjadi Yamato No Miya, dengan penuh semangat untuk menyelesaikan misinya tersebut.

    Di pegunungan dekat kampung halamannya, Tenki menemukan sumber air suci yang diyakininya itu. Kemudian, ia mengubahnya menjadi tempat suci dan kawasan ziarah.

    Sejak saat itulah, ia mengklaim kalau air sucinya itu telah menyelamatkan banyak orang termasuk orang-orang yang tidak percaya (skeptis) yang meminum airnya. Hingga saat ini, status Yamato No Miya ini masih aktif.

    4. PL Kyodan (Gereja Kebebasan Sempurna)

    Asal muasal PL Kyodan bisa ditelusuri kembali ke pendeta Shinto Tokumitsu Kanada, yang mendirikan sekte sendiri Shinto Tokumitsu-kyo di tahun 1912.

    Setelah kematiannya, pada tahun 1931 Tokuharu Miki menjadi penggantinya dan menamai kembali sekte ini menjadi Hito-no-Michi Kyodan (Jalan of Man). Namun, otoritas Jepang yang mendukung keilahian kaisar mereka menindas kelompoknya.

    Sehabis Perang Dunia II, cucu Tokuharu, Tokuchika, kembali mendirikan grup tersebut dengan nama Perfect Liberty Kyodan. Sekarang, kantor pusat grup ini berada Tondabayashi, Jepang.

    Selain di Jepang, sekte ini juga memiliki beberapa anggota dan gereja di seluruh dunia.

    Ajaran PL Kyodan menganggap bahwa ‘hidup adalah seni. Di sini, para anggotanya akan diajari untuk mengekspresikan diri mereka secara artistik demi menjalani kehidupan lebih bahagia dan memuaskan.

    Menurut sekte ini, hal biasa-biasa saja contohnya kerjaan kantoran pun bisa berubah menjadi ibadah keagamaan, apabila dilakukan dengan penuh semangat.

    Di Jepang, PL Kyodan juga dikenal ‘agama golf’ karena banyaknya lapangan golf. Ada juga asrama khusus perempuan di kantor pusat.

    Di mana untuk menghidupi diri mereka sendiri sampai sekolah menengah, siswa perempuan di sana akan bekerja paruh waktu sebagai caddy.

    Kelompok sekte ini masih aktif hingga sekarang. Apakah kalian berminat bergabung dengan aliran sesat ini?

    5. Kofuku-No-Kagaku (Institut Penelitian Kebahagiaan Manusia)

    Tahun 1981, seorang pengusaha Ryuho Okawa, mengaku telah menerima ‘pencerahan besar’. Dirinya mengaku menjadi saluran duniawi bagi beberapa tokoh agama seperti Muhammad dan Yesus Kristus.

    Kemudian ia pun membentuk kelompok yang bernama Happy Science pada tahun 1986. Kelompok ini menganut perpaduan eklektik antara agama Buddha dan materialisme.

    Tahun 1995, Ryuho Okawa benar-benar menyebut dirinya menjadi dewa. Bersamaan dengan pernyataan penambahan gelarnya ‘El Cantare, Roh Agung dari Kelompok Roh Terestrial’.

    Kelompok ini berkembang hingga memiliki ratusan ribu anggota di beberapa negara. Hingga pada tahun 2009, Okawa membentuk sayap politiknya sendiri bernama Happiness Realization Party atau Partai Realisasi Kebahagiaan.

    Okawa mengaku kalau ia rutin melakukan kegiatan spiritual, seperti berkomunikasi dengan “roh penjaga” para pemimpin dunia yang masih hidup.

    Hal yang membuat aliran sesat ini lebih berbahaya daripada aneh yaitu adanya keyakinan ultranasionalis. Di mana Okawa menganjurkan Jepang supaya lebih militeristik serta penghancuran Tiongkok dan Korea Utara.

    6. Pergerakan Ruang Kehidupan

    Koji Takahashi mengaku kalau dirinya adalah seorang guru yang tercerahkan. Ia mengklaim telah mempelajari teknik penyembuhan supernatural dari seorang tabib India yang ia ikuti selama 6.000 tahun.

    Ia mengaku mempelajari hal itu melalui reinkarnasi yang tak terhitung jumlahnya. Seiring waktu, Takahashi mendapatkan 200 anggota kelompok inti dan banyak pengikut.

    Pada tahun 1999, ia pun mencoba menyembuhkan anggota lama sekte dengan pendarahan otak yang koma. Lalu, ia memerintahkan putranya untuk memindahkan pria tersebut dari rumah sakit ke kamar hotel.

    Kemudian, Takahashi memberikan shakty pats (sentuhan penyembuhan) ke pria tersebut dalam beberapa sesi. Tanpa perawatan medis yang layak, tak lama kemudian korban tersebut pun meninggal.

    Takahashi dan anggotanya mencatat bahwa tubuh pria tersebut yang membusuk, sebagai tanda bahwa dia mulai pulih. Pergerakan ini statusnya masih aktif sampai saat ini.

    7. Ho No Hana Sampogyo (Bunga Ajaran Buddha)

    Ho No Hana Sampogyo adalah salah satu aliran sesat Jepang yang dikenal sebagai ‘pemujaan membaca kaki’. Aliran ini berjanji untuk benar-benar menyelamatkan tapak kaki orang dan merobeknya pada saat yang bersamaan.

    Penipuan ini dimulai pada tahun 1980, saat Hogen Fukunaga mengaku kalau dirinya adalah penerus Yesus Kristus dan Buddha. Fukunaga mengatakan kalau kekuatan membaca telapak kaki tersebut bisa mendiagnosis penyakit dan melihat masa depan.

    Itu tadi beberapa ajaran aliran sesat di Jepang, bagi orang awam tentunya aliran tersebut sungguh aneh bukan?

    (khq/inf)

  • Apa Jadinya Dunia Jika Tak Punya Tahun Kabisat? Simak Sejarahnya

    Apa Jadinya Dunia Jika Tak Punya Tahun Kabisat? Simak Sejarahnya

    Jakarta

    Kita mungkin terbiasa mendengar bahwa Bumi membutuhkan waktu 365 hari untuk melakukan satu putaran penuh. Nyatanya, perjalanan tersebut sebenarnya memakan waktu sekitar 365 seperempat hari. Ada peran tahun kabisat di sini.

    Tahun kabisat, membantu menjaga kalender 12 bulan tetap selaras dengan pergerakan Bumi mengelilingi Matahari. Setelah empat tahun, sisa jam tersebut bertambah menjadi satu hari penuh. Pada tahun kabisat, kita menambahkan hari ekstra ini ke bulan Februari, menjadikannya 29 hari, bukan 28 hari biasanya.

    Gagasan mengejar ketertinggalan tahunan sudah ada sejak zaman Romawi kuno, ketika masyarakat mempunyai kalender dengan 355 hari, bukan 365 hari, karena kalender tersebut didasarkan pada siklus dan fase Bulan.

    Mereka memperhatikan bahwa kalender mereka tidak sinkron dengan musim, jadi mereka mulai menambahkan satu bulan tambahan, yang mereka sebut Mercedonius, setiap dua tahun untuk mengejar hari-hari yang hilang.

    Pada tahun 45 SM, Kaisar Romawi Julius Caesar memperkenalkan kalender Matahari berdasarkan kalender yang dikembangkan di Mesir. Setiap empat tahun sekali, bulan Februari mendapat satu hari tambahan agar kalender tetap sejalan dengan perjalanan Bumi mengelilingi Matahari. Untuk menghormati Kaisar, sistem ini dikenal sebagai kalender Julian.

    Tapi, seperti dikutip dari Science Alert, itu bukanlah perubahan terakhir. Seiring berjalannya waktu, orang-orang menyadari bahwa perjalanan Bumi tidaklah tepat 365,25 hari, melainkan membutuhkan waktu 365,24219 hari, yaitu sekitar 11 menit lebih sedikit. Jadi, menambahkan satu hari penuh setiap empat tahun sebenarnya merupakan koreksi yang lebih banyak dari yang dibutuhkan.

    Pada tahun 1582, Paus Gregorius XIII menandatangani perintah yang melakukan sedikit penyesuaian. Masih akan ada tahun kabisat setiap empat tahun, kecuali pada tahun ‘abad’, yakni tahun yang habis dibagi 100, seperti tahun 1700 atau 2100, kecuali tahun tersebut juga habis dibagi 400.

    Ini mungkin terdengar seperti teka-teki, namun penyesuaian ini membuat kalender menjadi lebih akurat – dan sejak saat itu, kalender ini dikenal sebagai kalender Gregorian.

    Jika tidak ada tahun kabisat

    Jika kalender tidak melakukan koreksi kecil setiap empat tahun, secara bertahap kalender akan menjadi tidak selaras dengan musim.

    Selama berabad-abad, hal ini dapat menyebabkan titik balik Matahari dan ekuinoks terjadi pada waktu yang berbeda dari perkiraan. Cuaca musim dingin mungkin sesuai dengan kalender yang menunjukkan musim panas, dan petani mungkin bingung kapan harus menanam benih.

    Kalender lain di seluruh dunia memiliki cara tersendiri dalam mengatur waktu. Kalender Yahudi yang diatur oleh Bulan dan Matahari ibarat teka-teki besar dengan siklus 19 tahun. Sesekali, pemerintah menambahkan bulan kabisat untuk memastikan perayaan khusus terjadi pada waktu yang tepat.

    Kalender Islam bahkan lebih unik lagi karena mengikuti fase Bulan dan tidak menambahkan hari tambahan. Karena satu tahun lunar hanya terdiri dari 355 hari, tanggal-tanggal penting dalam kalender Islam berpindah 10 hingga 11 hari lebih awal setiap tahunnya dalam kalender Matahari.

    Misalnya Ramadan, bulannya umat Islam menjalankan ibadah puasa, jatuh pada bulan kesembilan dalam kalender Islam. Pada tahun 2024, akan berlangsung sekitar 11 Maret hingga 9 April, pada tahun 2025 terjadi pada 1-29 Maret, dan pada tahun 2026 akan dirayakan pada 18 Februari hingga 19 Maret.

    Belajar dari planet-planet

    Astronomi bermula sebagai cara untuk memahami kehidupan kita sehari-hari, menghubungkan peristiwa di sekitar kita dengan fenomena langit. Konsep tahun kabisat memberikan contoh bagaimana, sejak dini, manusia menemukan keteraturan dalam kondisi yang terkesan kacau.

    Peralatan yang sederhana, tidak canggih namun efektif, yang lahir dari ide-ide kreatif para astronom dan visioner zaman dahulu, memberikan gambaran sekilas untuk memahami alam yang menyelimuti kita. Beberapa metode kuno, seperti astrometri dan daftar objek astronomi, masih bertahan hingga saat ini, mengungkapkan esensi abadi dari upaya kita untuk memahami alam.

    Orang-orang yang melakukan penelitian di bidang fisika dan astronomi, pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu tentang cara kerja alam semesta dan asal usul kita.

    Pekerjaan ini menarik dan sangat merendahkan hati, dan terus mengingatkan skema teramat besar, dan hidup kita hanya menempati satu detik dalam ruang dan waktu yang sangat luas, bahkan di tahun kabisat ketika manusia menambahkan hari ekstra tersebut.

    (rns/rns)

  • AS Dorong Dewan Keamanan PBB Dukung Gencatan Senjata di Gaza

    AS Dorong Dewan Keamanan PBB Dukung Gencatan Senjata di Gaza

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengusulkan rancangan alternatif resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyerukan gencatan senjata sementara di Jalur Gaza dan menentang serangan darat besar-besaran oleh Israel terhadap Rafah.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (20/2/2024), Washington selama ini cenderung menghindari untuk menggunakan kata “gencatan senjata” dalam setiap tindakan PBB terkait perang antara Israel dan Hamas yang berkecamuk di Jalur Gaza.

    Namun, draf resolusi alternatif yang diusulkan AS kali ini menggunakan istilah “gencatan senjata” yang telah diucapkan oleh Presiden Joe Biden sejak pekan lalu, saat membahas soal percakapan teleponnya dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.

    Draf resolusi usulan AS, seperti dilihat Reuters pada Senin (19/2) waktu setempat, “menetapkan bahwa di bawah kondisi terkini, serangan darat besar-besaran ke Rafah akan mengakibatkan bahaya lebih lanjut terhadap warga sipil dan pengungsian mereka lebih lanjut, termasuk kemungkinan ke negara-negara tetangga”.

    Israel telah mengungkapkan rencananya untuk menyerbu Rafah, yang menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta warga Palestina yang menghindari gempuran militer Tel Aviv. Rencana itu menuai kekhawatiran internasional karena dianggap akan memperburuk krisis kemanusiaan di Jalur Gaza.

    Menurut draf resolusi usulan AS, langkah Israel itu “akan memiliki implikasi serius bagi perdamaian dan keamanan regional, dan oleh karena itu, menggarisbawahi bahwa serangan darat besar-besaran seperti itu tidak boleh dilakukan dalam kondisi saat ini”.

    Tidak diketahui secara jelas kapan atau apakah draf resolusi usulan AS ini akan diajukan untuk divoting oleh 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB. Sebuah resolusi memerlukan sedikitnya sembilan suara dukungan dan tanpa adanya veto — dari AS, Prancis, Inggris, Rusia atau China — untuk bisa diadopsi.

    AS mengajukan resolusi alternatif ini setelah Aljazair, pada Sabtu (17/2) lalu, meminta Dewan Keamanan PBB menggelar voting pada Selasa (20/2) untuk draf resolusi yang diajukannya, yang isinya menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera dalam perang Israel-Hamas.

    Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, dengan cepat memberi isyarat bahwa draf resolusi usulan Aljazair itu akan diveto oleh Washington.

    Aljazair mengajukan draf resolusi usulannya itu sejak dua pekan lalu. Namun Thomas-Greenfield menyebut draf resolusi usulan Aljazair bisa membahayakan “negosiasi sensitif” mengenai sandera. AS bersama Mesir dan Qatar berupaya merundingkan penghentian perang dan pembebasan sandera yang ditahan Hamas.

    Washington biasanya melindungi Israel, sekutunya, dari tindakan PBB dan telah dua kali menggunakan hak veto terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB soal gencatan senjata yang diajukan sejak 7 Oktober tahun lalu.

    Namun AS juga dua kali menyatakan abstain, yang memungkinkan Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi yang bertujuan meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan menyerukan jeda kemanusiaan yang mendesak dan berkepanjangan dalam pertempuran.

    Rancangan resolusi usulan AS, sebut Reuters, juga mengecam seruan beberapa menteri kontroversial Israel agar para pemukim Yahudi pindah ke Jalur Gaza dan menolak segala upaya perubahan demografis atau teritorial di Jalur Gaza yang akan melanggar hukum internasional.

    Resolusi usulan Washington ini juga menolak “tindakan apa pun yang dilakukan pihak mana pun yang mengurangi wilayah Gaza, baik sementara maupun permanen, termasuk melalui pembentukan apa yang disebut sebagai buffer zone baik secara resmi atau tidak resmi, serta penghancuran infrastruktur sipil secara luas dan sistematis”.

    Laporan Reuters pada Desember lalu menyebut Israel telah mengatakan kepada beberapa negara Arab bahwa mereka ingin membuat buffer zone di dalam perbatasan Gaza untuk mencegah serangan-serangan, sebagai bagian dari proposal untuk wilayah tersebut usai perang berakhir.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini