Negara: Meksiko

  • Kejagung Buka Suara Soal BBM – Tarif Impor Mobil AS Minta Ditunda

    Kejagung Buka Suara Soal BBM – Tarif Impor Mobil AS Minta Ditunda

    Jakarta, CNBC Indonesia –Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyampaikan bahwa kasus dugaan korupsi Pertamina yang tengah diselidiki oleh Kejagung merupakan peristiwa yang terjadi pada rentang waktu 2018 hingga 2023.

    Sementara itu, Presiden AS Donald Trump menunda pengenaan tarif otomotif untuk Meksiko dan Kanada selama satu bulan. Kebijakan ini diambil setelah berdiskusi dengan bos Ford, General Motors dan Stellantis. Tujuannya agar para produsen otomotif AS tidak terguncang secara finansial.

    Selengkapnya dalam Evening Up, CNBC Indonesia (Kamis, 06/03/2025)

  • Kebijakan Tarif AS Bikin Industri Mebel Ketar-Ketir

    Kebijakan Tarif AS Bikin Industri Mebel Ketar-Ketir

    Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan (Himki) tengah berupaya mengantisipasi kebijakan penerapan tarif impor tinggi yang akan diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, meskipun hingga saat ini, belum ada tanda pengenaan tarif kepada negara-negara selain China, Meksiko, dan Kanada. 

    Ketua Umum Himki Abdul Sobur mengatakan, Indonesia tetap harus melakukan penetrasi dengan melakukan ekspansi pasar ekspor non-tradisional seperti Timur Tengah, China, dan India sebagai bentuk antisipasi. 

    “Selama ini kita terlalu nyaman dengan pasar Amerika sebesar 53%, Eropa 35%, sisanya baru ke negara lain. Nah, ini harus kita ubah,” kata Sobur di Indonesia International Furniture Expo (IFEX), Jakarta, Kamis (6/3/2025). 

    Dalam hal ini, industri lokal dinilai mesti waspada dengan pergerakan kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump. Apalagi, AS merupakan salah satu pangsa pasar terbesar, khususnya bagi industri mebel. 

    Sobur pun tengah merancang agar ekspor furnitur dari Indonesia dapat tembus ke angka 50% dengan tujuan ke negara-negara non-tradisional, selain Amerika Serikat dan Eropa. 

    “Emerging market-nya kalau bisa 50%, termasuk Middle East karena banyak negara kaya ya seperti Dubai, Abu Dhabi, Kuwait, Arab Saudi yang lagi tumbuh, terus Qatar itu harus diserbu,” terangnya.

    Sementara itu, pangsa pasar di Asia yang potensial yaitu China dan India. Kendati demikian, membidik potensi ekspor ke pasar non-tradisional masih dihadapkan berbagai tantangan. 

    Menurut Sobur, pemerintah harus turun tangan mendukung perluasan pangsa pasar ekspor mebel, salah satunya dengan mendorong kesepakatan bilateral melalui perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) dengan negara tujuan ekspor.

    Di samping itu, Sobur juga mencemaskan pergerakan AS yang berpotensi menerapkan tarif impor lebih tinggi ke negara lain yang terdeteksi melakukan dumping, atau membuat surplus neraca komoditas di AS.

    “Saya agak curiga sebetulnya [bisa dikenakan tarif] karena Indonesia ini enggak punya FTA untuk ekspor, jadi itu rawan sebenarnya,” terangnya.

    Namun, Indonesia masih mendapatkan fasilitas GSP (generalized system of preferences) yang merupakan program AS kepada mitra dagang di negara berkembang. Lewat program tersebut, Indonesia, mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk untuk impor. 

    “Tetapi kalau Amerika menyesal dengan Indonesia yang misalnya beraliansi dengan negara-negara yang dimaksud [perang dagang dengan AS], maka ada risiko atau potensi tarif juga diberikan ke Indonesia,” pungkasnya.

  • Rupiah menguat seiring perlawanan China terhadap kebijakan tarif AS

    Rupiah menguat seiring perlawanan China terhadap kebijakan tarif AS

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah menguat seiring perlawanan China terhadap kebijakan tarif AS
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 05 Maret 2025 – 16:49 WIB

    Elshinta.com – Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) Rupiah dipengaruhi respon perlawanan China dan Kanada terhadap kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    “Rupiah dan mata uang regional maupun utama dunia pada umumnya mengaut terhadap dolar AS merespon perlawanan (retaliasi) China dan Kanada terhadap tarif Trump. Meksiko pun berencana melakukan hal yang sama,” ucapnya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

    AS memberikan impor barang China sebanyak 10 persen karena masih beredarnya fentanil di Negeri Paman Sam. Dengan tambahan tarif tersebut, maka total tarif yang akan dikenakan ke barang-barang asal China menjadi 20 persen setelah pada awal Februari pemerintahan Trump sudah mengenakan tarif impor 10 persen.

    Menyikapi kebijakan itu, China akan mengambil tindakan balasan untuk melindungi hak-hak dan kepentingannya sendiri.

    Kanada juga akan memberlakukan tarif 25 persen terhadap produk-produk Amerika yang bernilai 155 miliar dolar AS (sekitar Rp2.538 triliun) sebagai tanggapan pemberlakuan tarif impor 25 persen dari AS. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau memastikan bahwa tarif impor terhadap produk AS itu akan terus diberlakukan hingga tarif serupa oleh AS dibatalkan.

    Begitu pula dengan Meksiko yang bakal menjatuhkan tarif balasan terhadap produk-produk yang diimpor dari Negeri Paman Sam usai Presiden AS Donald Trump menetapkan tarif 25 persen untuk produk Meksiko.

    “Apabila Trump terus melanjutkan kebijakan tarif dan menargetkan tarif ke negara-negara tertentu, yang kemudian dibalas, maka akan terjadi perang dagang AS versus global. Hal ini dianggap akan lebih merusak ekonomi AS dan melemahkan dolar AS dari pada kekhawatiran akan inflasi yang memicu kenaikan suku bunga oleh The Fed,” ungkap Lukman.

    Menurut dia, rencana besar dari Trump yang memberlakukan kebijakan AS ialah mengurangi defisit perdagangan AS dan menguatkan manufaktur domestik. “Selain itu, Trump juga menggunakan taktik ini untuk mengatasi impor fentanil dan imigran gelap yang masuk dari perbatasan Meksiko dan Kanada,” kata dia.

    Nilai tukar Rupiah pada penutupan perdagangan hari Rabu di Jakarta menguat hingga 133 poin atau 0,81 persen menjadi Rp16.312 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.445 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini turut menguat ke level Rp16.371 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.443 per dolar AS.

    Sumber : Antara

  • Harga Emas Antam Hari Ini Turun, Apa Penyebabnya?

    Harga Emas Antam Hari Ini Turun, Apa Penyebabnya?

    Jakarta: Harga emas Antam kembali mengalami penurunan setelah sempat menguat dalam beberapa hari terakhir. 
     
    Berdasarkan laman resmi Logam Mulia, Kamis, 6 Maret 2025, harga emas Antam turun Rp3.000 menjadi Rp1,706 juta per gram dari sebelumnya Rp1,709 juta per gram.
     
    Senada dengan harga beli, harga jual kembali (buyback) emas Antam juga turun Rp3.000 menjadi Rp1,555 juta per gram.
     

    Daftar harga emas Antam berbagai ukuran
    Berikut adalah rincian harga emas Antam berdasarkan ukuran:

    Emas batangan 0,5 gram: Rp903 ribu.
    Emas batangan 1 gram: Rp1,706 juta.
    Emas batangan 2 gram: Rp3,352 juta.
    Emas batangan 3 gram: Rp5,003 juta.
    Emas batangan 5 gram: Rp8,305 juta.
    Emas batangan 10 gram: Rp16,555 juta.
    Emas batangan 25 gram: Rp41,262 juta.
    Emas batangan 50 gram: Rp82,445 juta.
    Emas batangan 100 gram: Rp164,812 juta.
    Emas batangan 250 gram: Rp411,765 juta.
    Emas batangan 500 gram: Rp823,320 juta.
    Emas batangan 1.000 gram: Rp1,646 miliar.
     
    Penurunan harga emas ini tentu menjadi perhatian bagi para investor dan pelaku pasar. Lalu, apa saja faktor yang mempengaruhi turunnya harga emas Antam hari ini?
     

    Penyebab Penurunan Harga Emas Antam

    1. Terkoreksinya harga emas dunia

    Penurunan harga emas Antam terjadi seiring dengan melemahnya harga emas dunia. Mengacu pada data Investing.com, harga emas dunia turun tipis 0,2 persen menjadi USD2.912,0 per ounce pada perdagangan Rabu di sesi Asia. 
     
    Sementara itu, harga emas berjangka yang akan berakhir pada bulan April naik tipis 0,1 persen menjadi USD2.922,72 per ounce.

    2. Penguatan dolar AS

    Dolar AS yang menguat memberikan tekanan terhadap harga emas. Penguatan dolar membuat emas menjadi lebih mahal bagi investor yang menggunakan mata uang lain, sehingga permintaan terhadap emas menurun dan menyebabkan harga terkoreksi. 
     
    Indeks Dolar AS naik 0,1 persen di perdagangan Asia, meskipun masih berada di dekat level terendah tiga minggu.

    3. Ketegangan perdagangan global

    Ketegangan perdagangan antara AS, Kanada, dan China turut menjadi faktor yang mempengaruhi harga emas. 
     
    Presiden AS Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif impor, yaitu:
     
    25 persen untuk barang-barang dari Kanada dan Meksiko
    20 persen untuk barang impor dari China
     
    Sebagai respons, Kanada memberlakukan tarif 25 persen untuk barang impor dari AS senilai C$30 miliar, sementara China mengenakan tarif tambahan 15 persen untuk produk pertanian AS seperti ayam dan gandum, serta 10 persen untuk kedelai dan daging babi.
     
    Kebijakan ini meningkatkan permintaan terhadap dolar AS sebagai aset safe haven, sehingga harga emas cenderung tertekan.
     
    Bagi investor yang ingin membeli emas, penurunan harga ini bisa menjadi kesempatan untuk mengakumulasi aset sebelum harga kembali naik. 
     
    Namun, tetap disarankan untuk selalu memperhatikan pergerakan pasar dan berita ekonomi global sebelum mengambil keputusan investasi.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Perang Dagang AS, Industri Mebel Indonesia Mulai Bidik Pasar Timur Tengah – Halaman all

    Perang Dagang AS, Industri Mebel Indonesia Mulai Bidik Pasar Timur Tengah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memicu perang dagang dengan berbagai negara usai menerapkan tarif pajak 25 persen untuk barang dari Meksiko dan Kanada, serta 10 persen dari China.

    Kondisi tersebut membuat negara-negara di dunia tentu khawatir, termasuk Indonesia. Para pengusaha mulai menyiasati dengan menyasar pasar baru untuk ekspor produk.

    Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, menyampaikan industri dalam negeri perlu mewaspadai perang dagang Amerika Serikat.

    “Negara yang diincar Amerika itu adalah negara yang menerapkan dumping seperti Meksiko dan Kanada. Tetapi karena Indonesia belum punya FTA dengan Amerika, ini menjadi rawan,” tutur Abdul Sobur dalam Konferensi Pers Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2025, JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (6/3/2025).

    Meski belum memiliki Free Trade Agreement (FTA) dengan AS, saat ini pajak barang dari Indonesia hanya dikenakan 10-15 persen karena faktor tertentu.

    “Kalau Amerika itu menyesal dengan Indonesia misalnya, ada resiko potensi kenaikan tarif itu mungkin bisa juga diberikan ke Indonesia,” ucapnya.

    Amerika telah menjadi pasar terbesar ekspor produk-produk mebel dan furnitur dari Indonesia. Dengan perang dagang yang terjadi, pelaku industri perlu mengalihkan target ekspor.

    “Selama ini kita terlalu nyaman dengan pasar Amerika sebesar 53 persen, Eropa 35 persen, sisanya baru ke negara lain. Nah ini harus kita ubah,” ungkap Sobur.

    Sobur menambahkan, industri mebel harus bisa mengubah pasar tradisional yang saat ini terbesarnya di AS ke negara lain, seperti Dubai, Abu Dhabi, Kuwait, Arab Saudi, Qatar, China bahkan India.

    “Emerging market-nya kalau bisa 50 persen, termasuk Middle East karena banyak negara kaya seperti Dubai, Abu Dhabi, Kuwait, Arab Saudi yang lagi tumbuh, terus Qatar itu harus diserbu,” terang Sobur.

  • IHSG Menguat, Ini Faktor yang Mempengaruhi dan Strategi Investasi yang Tepat

    IHSG Menguat, Ini Faktor yang Mempengaruhi dan Strategi Investasi yang Tepat

    Jakarta: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis, 6 Maret 2025, dibuka menguat di level 6.531,39 dan terus melaju di zona hijau. 
     
    Mengacu data RTI, hingga pukul 09.10 WIB, IHSG naik 1,16 persen atau 75,68 poin ke level 6.607,08.
     
    Pada sepuluh menit perdagangan awal, total volume saham yang telah diperdagangkan mencapai 1,698 miliar saham dengan nilai transaksi sebesar Rp1,27 triliun. 

    Sebanyak 316 saham menguat, 82 saham melemah, dan 160 saham stagnan.
     
    Apa saja faktor yang mempengaruhi penguatan IHSG hari ini? Berikut ulasannya.
     

    Faktor yang mempengaruhi pergerakan IHSG

    1. Sentimen Domestik: Rupiah Menguat dan DHE SDA

    Dari dalam negeri, Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih menyampaikan penguatan IHSG sejalan dengan rebound yang terjadi di bursa Asia-Pasifik. 
     
    Salah satu faktor pendorongnya adalah penguatan nilai tukar rupiah yang kembali terapresiasi ke level Rp16.371 per dolar AS.
     
    Selain itu, kebijakan pemerintah terkait Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang mewajibkan penyimpanan 100 persen selama 12 bulan mulai 1 Maret 2025 diperkirakan dapat menopang stabilitas rupiah dan mengurangi tekanan dari ketidakpastian ekonomi global.
     
    Investor disarankan untuk mencermati momentum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang mulai berlangsung bulan ini.

    2. Sentimen Global: Kebijakan Tarif AS dan Wall Street Rebound

    Dari mancanegara, Wall Street ditutup menguat setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kelonggaran tarif impor mobil sebesar 25 persen dari Meksiko dan Kanada selama satu bulan. 
     
    Keputusan ini muncul setelah pertemuan Trump dengan CEO Ford, General Motors, dan Stellantis.
     
    Negosiasi tarif ini membawa sentimen positif ke pasar, mengurangi kekhawatiran terkait perang dagang yang selama ini menekan pergerakan indeks global, termasuk IHSG.
     

    Strategi investasi di tengah volatilitas IHSG
    Meski IHSG mengalami penguatan, volatilitas pasar masih tinggi. Investor perlu menerapkan strategi yang tepat agar tetap memperoleh keuntungan optimal. 
     
    Berikut beberapa tips yang bisa diterapkan:

    Manfaatkan momentum RUPS
    Fokus pada saham berfundamental kuat
    Diversifikasi portofolio
    Perhatikan sentimen global dan nilai tukar rupiah

    Pergerakan IHSG hari ini didorong oleh beberapa faktor, baik dari dalam negeri maupun global.  Dengan langkah yang bijak, volatilitas pasar dapat dihadapi dengan lebih tenang dan tetap menghasilkan keuntungan optimal.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Kebijakan Impor & HBA Baru China Bikin Rupiah Tertekan, BI Intervensi Pasar

    Kebijakan Impor & HBA Baru China Bikin Rupiah Tertekan, BI Intervensi Pasar

    Jakarta

    Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan 0,7% ke level Rp 16.578 per US$ pada Jumat pekan lalu, menyentuh titik terendah sejak April 2020. Pelemahan ini terjadi di tengah kebijakan tarif impor dari Kanada dan Meksiko yang mulai berlaku awal pekan ini.

    Menanggapi kondisi ini, Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi pasar guna menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan valuta asing serta menjaga kepercayaan pasar. Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter BI, Edi Susianto, menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk memastikan stabilitas Rupiah tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang meningkat.

    Saat ini, mayoritas mata uang Asia juga menghadapi tekanan akibat kebijakan perdagangan AS serta ketidakpastian terkait arah kebijakan moneter The Federal Reserve (The Fed). Faktor domestik, termasuk kebijakan ekonomi terbaru, turut meningkatkan sentimen negatif di kalangan investor, yang tercermin dari arus keluar modal sebesar Rp10,33 triliun dalam sepekan terakhir.

    Penolakan China terhadap HBA Baru Berpotensi Menghambat Ekspor Batu Bara

    Berdasarkan riset PT KISI Asset Management, dalam perkembangan sektor energi, beberapa pembeli batu bara asal China menolak implementasi Harga Batubara Acuan (HBA) yang baru. Eksportir batu bara Indonesia pun meminta masa transisi selama enam bulan untuk mengakomodasi perubahan ini, mengingat sosialisasi dan implementasi kebijakan dinilai terlalu cepat.

    Penetapan HBA bertujuan untuk memberikan Indonesia kontrol lebih besar atas harga ekspor batu bara serta menjaga stabilitas harga domestik. Namun, kebijakan ini berpotensi menghambat permintaan dari China, dengan kemungkinan adanya pembatalan atau renegosiasi kontrak oleh pembeli.

    “Jika hal ini terjadi, maka dampaknya dapat berujung pada penurunan volume ekspor dan pendapatan dari sektor batu bara Indonesia,” tulis Ekonom KISI AM Arfian Prasetya Aji.

    BI Sediakan Rp 130 Triliun untuk Program Perumahan Terjangkau

    Bank Indonesia menyetujui dukungannya terhadap program perumahan terjangkau yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo dengan menyediakan likuiditas sebesar Rp130 triliun. BI menegaskan bahwa dukungan ini sejalan dengan kebijakan makroekonomi yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta kesejahteraan masyarakat melalui sektor perumahan.

    BI juga menegaskan tiga bentuk dukungan terhadap program perumahan:

    1. Memastikan program Asta Cita berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil.

    2. Menyediakan insentif likuiditas bagi bank-bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas, termasuk perumahan.

    3. Mendukung pendanaan program perumahan dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

    Peningkatan likuiditas di sektor perbankan diharapkan mampu mempercepat penyaluran kredit ke sektor perumahan, yang memiliki efek berantai terhadap berbagai industri seperti semen, baja, bahan bangunan, serta tenaga kerja konstruksi.

    Namun, kebijakan ini juga memunculkan perdebatan mengenai independensi Bank Indonesia. Beberapa investor menilai bahwa keterlibatan BI yang terlalu dalam dalam kebijakan pemerintah dapat mengurangi kredibilitasnya sebagai otoritas moneter yang independen.

    “Jika kekhawatiran ini berlanjut, maka potensi arus modal keluar bisa meningkat, yang pada akhirnya dapat berdampak pada stabilitas sektor keuangan Indonesia,” jelas Arfian.

    (fdl/fdl)

  • Harga Minyak Mentah Jatuh Imbas Kebijakan OPEC+ dan Tarif Dagang Trump – Page 3

    Harga Minyak Mentah Jatuh Imbas Kebijakan OPEC+ dan Tarif Dagang Trump – Page 3

    Laporan dari Energy Information Administration (EIA) menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS naik 3,6 juta barel menjadi 433,8 juta barel, jauh lebih tinggi dari perkiraan analis yang hanya 341.000 barel.

    Akibat laporan ini, harga Brent anjlok lebih dari USD 2.

    Menurut analis di Panmure Liberum, Ashley Kelty, kebijakan tarif AS terhadap China, Kanada, dan Meksiko telah memicu reaksi cepat dari negara-negara tersebut, meningkatkan kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan dampaknya terhadap permintaan energi.

    Respons Kanada, China, dan Meksiko terhadap Tarif Trump

    Kanada dan China segera membalas kebijakan tarif Trump pada hari Selasa. Sementara itu, Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum menyatakan bahwa negaranya akan merespons, meskipun tanpa rincian lebih lanjut.

    Menurut analis JP Morgan, jika pertumbuhan PDB AS melambat 100 basis poin, maka ini dapat mengurangi pertumbuhan permintaan minyak global hingga 180.000 barel per hari (bpd).

     

  • Perang Dagang Trump Siap Makan Korban Baru, Harga Mobil Bakal Meroket

    Perang Dagang Trump Siap Makan Korban Baru, Harga Mobil Bakal Meroket

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tarif baru sebesar 25% untuk impor dari Kanada dan Meksiko yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menyebabkan kenaikan harga mobil secara drastis. Hal ini disampaikan oleh Alliance for Automotive Innovation, sebuah kelompok dagang yang mewakili hampir semua produsen mobil dari merek besar.

    “Semua produsen mobil akan terkena dampak tarif ini terhadap Kanada dan Meksiko,” kata John Bozzella, yang mengepalai Alliance for Automotive Innovation pada Selasa (4/3/2025), seperti dikutip Reuters.

    Alliance for Automotive Innovation mewakili semua produsen mobil besar di AS kecuali Tesla. Anggotanya termasuk General Motors, Ford, Toyota, Volkswagen, Hyundai, dan Stellantis.

    “Sebagian besar mengantisipasi harga beberapa model kendaraan akan naik hingga 25% dan dampak negatif pada harga kendaraan dan ketersediaan kendaraan akan terasa segera,” tambahnya.

    Produsen mobil telah membunyikan peringatan bahwa tarif akan mengganggu rantai pasokan terpadu di seluruh Amerika Utara yang telah berlaku selama lebih dari 25 tahun. Beberapa suku cadang mobil dapat melintasi perbatasan enam kali atau lebih sebelum perakitan akhir.

    “Anda tidak bisa begitu saja memindahkan produksi otomotif dan rantai pasokan dalam semalam. Itulah tantangan dan dilemanya: tarif otomotif di Amerika Utara dapat meningkatkan biaya bagi konsumen sebelum lapangan kerja kembali ke negara ini,” ujar Bozzella.

    Stellantis memberi tahu para dealer pada Selasa bahwa produsen mobil tersebut terus bekerja sama dengan pemerintahan Trump terkait tarif yang akan menambah “beban biaya”, yang nantinya akan berdampak pada pelanggan.

    “Karena industri ini sangat terintegrasi di seluruh Amerika Utara, tarif ini akan menempatkan merek unggulan Stellantis Chrysler, Dodge, Jeep, dan Ram pada posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan importir Korea, Jepang, dan Eropa,” kata produsen mobil tersebut dalam email yang dilihat oleh Reuters.

    Pekan lalu, banyak produsen mobil bertemu dengan Menteri Perdagangan Howard Lutnick untuk mendesak pemerintah agar tidak melanjutkan kenaikan tarif secara besar-besaran.

    Bulan lalu, CEO Ford Jim Farley memperingatkan bahwa tarif 25% untuk Meksiko dan Kanada akan “membuat lubang” di industri otomotif AS. “Apa yang kita lihat adalah banyaknya biaya, banyaknya kekacauan,” katanya bulan lalu.

    Serikat Pekerja Otomotif Amerika sebelumnya memuji Trump, dengan mencatat rencananya untuk tindakan tarif lebih lanjut pada April.

    “Kami senang melihat seorang presiden Amerika mengambil tindakan agresif untuk mengakhiri bencana perdagangan bebas yang telah menimpa kelas pekerja seperti bom,” kata serikat pekerja tersebut. “Kami berharap dapat bekerja sama dengan Gedung Putih untuk membentuk tarif otomotif pada bulan April untuk menguntungkan kelas pekerja.”

    Sementara itu, Asosiasi Dealer Mobil Internasional Amerika mencatat bahwa dealer sudah menghadapi kenaikan harga kendaraan dan suku cadang serta suku bunga yang tinggi. “Tarif dapat secara langsung berkontribusi pada ribuan dolar tambahan pada harga yang tertera,” kata kelompok tersebut.

    (luc/luc)

  • Perang Dagang, The Fed Diprediksi Makin Sulit Turunkan Suku Bunga

    Perang Dagang, The Fed Diprediksi Makin Sulit Turunkan Suku Bunga

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Andry Asmoro meyakini ruang pemangkasan suku bunga The Fed akan semakin sempit akibat perang dagang antara Amerika Serikat dengan China, Meksiko, dan Kanada.

    Asmo menjelaskan perang tarif dagang akan meningkat biaya impor sehingga berkontribusi kepada peningkatan inflasi di Amerika Serikat (AS). Akibatnya, bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) akan semakin sulit menurunkan suku bunga acuan Fed Funds Rate.

    Para pejabat Federal Reserve, sambungnya, sudah mewanti-wanti bahwa kenaikan tarif yang diinisiasi Presiden AS Donald Trump dapat menyebabkan peningkatan inflasi saat rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 25 Januari lalu.

    Asmo menjelaskan prediksi awal Federal Reserve akan memangkas suku bunga hingga 75 basis poin (bps) selama 2025 yaitu masing-masing 25 bps pada Juni, September, dan Desember. Kendati demikian, eskalasi perang dagang diyakini akan membuat potensi pemangkasan Fed Funds Rate tersebut semakin sempit.

    “Jika risiko inflasi kembali melonjak, pemangkasan suku bunga mungkin tidak sebesar yang diharapkan,” ujar Asmo dalam keterangannya, Rabu (5/3/2025).

    Sejalan dengan itu, suku bunga yang tertahan tinggi akan membuat investor di pasar keuangan beralih ke aset dolar AS karena lebih aman. Dengan demikian, pasar keuangan di negara berkembang seperti Indonesia juga akan terdampak secara negatif sehingga depresiasi rupiah akan berlanjut.

    “Karena investor beralih ke aset yang lebih aman seperti dolar AS, pasar mengalami volatilitas yang besar. Rupiah melemah 1,5% YtD [year to date], sementara IHSG turun -7,7% [YtD] dengan net outflow [modal keluar] investor asing meningkat Rp21,4 triliun,” jelasnya.

    Sebagai informasi, perang dagang sendiri resmi dimulai usai AS menaikkan tarif impor ke produk asal China, Meksiko, dan Kanada mulai 4 Maret 2025. AS resmi menaikkan tarif dari 10% menjadi 20% untuk barang elektronik asal China; AS juga menerapkan tarif 25% ke semua barang asal Meksiko dan Kanada.

    Akibatnya China, Meksiko, dan Kanada pun tidak tinggal diam. China mengumumkan akan mengenakan tarif tambahan sebesar 15% untuk produk pertanian AS, serta pungutan tambahan sebesar 10% untuk produk pangan lainnya.

    Sejalan, Kanada membalas dengan tarif 25% atas impor barang dari AS senilai US$30 miliar, yang nantinya akan diperluas menjadi US$155 miliar. Sementara Meksiko akan mengumumkan rincian tarif balasan untuk barang asal AS paling lambat pada 9 Maret 2025.