Negara: Meksiko

  • Harga Minyak Anjlok Setelah OPEC Bakal Dongkrak Produksi – Page 3

    Harga Minyak Anjlok Setelah OPEC Bakal Dongkrak Produksi – Page 3

    Sebelumnya, harga minyak melemah pada perdagangan Kamis, 31 Juli 2025. Koreksi harga minyak terjadi seiring investor mempertimbangkan perpanjangan kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Meksiko.

    Di sisi lain, stok minyak mentah AS nnaik secara mengejutkan pada Rabu sehingga menekan harga.

    Mengutip CNBC, Jumat (1/8/2025), harga minyak Brent turun 71 sen atau 0,97% menjadi USD 72,53 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk September susut 74 sen atau 1,06% menjadi USD 69,26. Dua harga minyak acuan itu mencatat kenaikan 1% pada perdagangan Rabu pekan ini.

    Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump menuturkan, ia dan Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum telah sepakat memperpanjang kesepakatan perdagangan yang ada antara kedua negara mereka selama 90 hari. Selain kedua belah pihak melanjutkan pembicaraan selama periode itu dengan tujuan menandatangani kesepakatan baru.

    “Meksiko akan terus membayar Tarif Fentanil 25%, Tarif 25% untuk Mobil, dan Tarif 50% untuk Baja, Aluminium, dan Tembaga. Selain itu, Meksiko telah sepakat untuk segera mengakhiri Hambatan Perdagangan Non-Tarifnya, yang jumlahnya banyak,” kata Trump dalam sebuah unggahan di Truth Social.

     

     

  • Tarif Trump Berlaku 7 Agustus, Begini Respons Apindo

    Tarif Trump Berlaku 7 Agustus, Begini Respons Apindo

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) akan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia. Hal ini menyusul dengan diberlakukannya tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump mulai 7 Agustus 2025.

    Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, surplus perdagangan Indonesia diperkirakan masih bisa bertahan dengan adanya impor beberapa produk dari Negara Paman Sam, seperti minyak dan gas (migas), pesawat, hingga pangan.

    “Pasca 7 Agustus, kami meyakini surplus masih bisa bertahan hingga adanya realisasi impor migas, pesawat, dan pangan dari AS,” kata Shinta kepada Bisnis, Jumat (1/8/2025).

    Kendati demikian, Shinta menilai pasca realisasi komitmen impor tersebut potensi terjadinya surplus dagang secara nasional —berdasarkan agregat perdagangan Indonesia dengan seluruh dunia— akan semakin menyusut. Bahkan, dia menyebut penurunan surplus neraca perdagangan dengan AS diperkirakan akan mudah terlihat.

    “Surplus dagang dengan AS diperkirakan akan menjadi yang pertama-pertama terlihat jelas kontraksinya,” ujarnya.

    Di samping itu, Apindo juga meragukan apakah surplus perdagangan Indonesia—AS tetap dapat bertahan tanpa efek samping seperti retaliasi tarif dari AS seperti yang terjadi antara AS dengan Kanada dan Meksiko.

    “… karena basis kesepakatan bilateral yang diciptakan Indonesia—AS untuk penurunan tarif resiprokal ke 19% adalah penurunan atau penghilangan surplus dagang Indonesia terhadap AS,” imbuhnya.

    Dengan kata lain, sambung Shinta, Indonesia tidak bisa lagi berharap mengantongi surplus dagang dengan AS jika mau tarif perdagangan dengan AS tetap rendah atau kompetitif.

    Meski begitu, Apindo berharap agar pemerintah bisa segera merealisasikan deregulasi untuk peningkatan efisiensi dan daya saing iklim usaha/investasi di dalam negeri untuk mendorong diversifikasi ekspor.

    “Kami juga berharap ada stimulasi ekspor yang lebih signifikan untuk meningkatkan volume perdagangan Indonesia dengan berbagai negara di dunia agar potensi penciptaan surplus perdagangan kita tetap tinggi atau setidaknya stabil bila pasar AS tidak lagi memberikan surplus perdagangan yang sebesar saat ini,” tuturnya.

    Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mengumumkan neraca perdagangan Indonesia Juni 2025 surplus US$4,10 miliar. Nilainya turun jika dibandingkan Mei 2025 yang mencapai US$4,30 miliar. Adapun, ekspor US$23,44 miliar pada Juni 2025. Jumlahnya terdiri dari ekspor nonmigas senilai US$22,33 miliar dan ekspor migas senilai US$1,11 miliar.

    Sementara itu, Indonesia mencatatkan impor US$19,33 miliar pada Juni 2025. Jumlahnya terdiri dari impor nonmigas senilai US$17,11 miliar dan impor migas senilai US$2,22 miliar.

    Adapun secara kumulatif, BPS mencatat tiga negara penyumbang surplus neraca dagang terbesar adalah Amerika Serikat (AS) sebesar US$8,57 miliar, India sebesar US$6,59 miliar, dan Filipina sebesar US$4,4 miliar sepanjang Januari—Juni 2025. Sedangkan tiga negara penyumbang defisit terdalam adalah China sebesar US$9,73 miliar, Singapura sebesar US$3,09 miliar, dan Australia US$2,66 miliar.

  • Tarif Trump dan Akhir Tenggat Waktu, Siapa Sudah Sepakat-Siapa Belum?

    Tarif Trump dan Akhir Tenggat Waktu, Siapa Sudah Sepakat-Siapa Belum?

    Jakarta

    Saat kampanye pemilihannya dulu, Donald Trump pernah menyebut bahwa “tarif adalah kata terindah dalam kamus.” Enam bulan setelah kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), Trump mulai mewujudkan visinya soal perdagangan global secara nyata.

    Pada 2 April lalu, Trump mengumumkan kebijakan yang mengejutkan banyak pihak, yakni semua barang impor ke Amerika Serikat akan dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen. Tak berhenti di situ, sekitar 60 negara lainnya juga akan dikenakan “tarif timbal balik” dengan besaran lebih tinggi, sebagai balasan atas kebijakan dagang yang menurut Trump bersifat tidak adil. Ia menyebut negara-negara tersebut sebagai “pelanggar terburuk.”

    Tarif dasar mulai berlaku segera setelah pengumuman, sementara pemberlakuan tarif timbal balik sempat ditunda selama 90 hari karena menyebabkan gejolak di pasar keuangan. Per 1 Agustus, kebijakan tersebut resmi diberlakukan.

    Trump menegaskan bahwa tenggat waktu tersebut tidak akan berubah bahkan memperkuat pernyataannya lewat unggahan di platform media sosial Truth Social:

    “INI TETAP BERLAKU, DAN TIDAK AKAN DIPERPANJANG,” tulisnya dalam huruf kapital. Seraya menyebut, “HARI BESAR UNTUK AMERIKA!!!”

    Sejumlah negara telah menandatangani kesepakatan dagang baru dengan Amerika Serikat untuk menghindari tarif tinggi. Namun, masih banyak negara lain yang belum mencapai kesepakatan, termasuk sekutu-sekutu dekat Amerika seperti Australia, Taiwan, dan Selandia Baru.

    Negara yang sepakat menghindari tarif tambahan AS

    Menjelang tenggat 1 Agustus, sejumlah negara mulai meneken kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat untuk menghindari tarif tinggi yang diterapkan pemerintahan Trump.

    Kesepakatan tersebut, yang masih harus disetujui oleh seluruh 27 negara anggota Uni Eropa, telah mendapat kritik tajam. Perdana Menteri Prancis, Franois Bayrou, mengatakan pekan ini bahwa Uni Eropa telah menyerah dan menyebut hari Minggu (31/07) sebagai “hari kelam.”

    Inggris menjadi negara pertama yang mencapai kesepakatan dagang dengan AS pada Mei lalu. Produk-produk Inggris akan dikenai tarif dasar 10 persen, tetapi beberapa sektor mendapatkan pengecualian. Inggris masih dalam proses negosiasi untuk mendapat pengecualian dari tarif 25 persen yang dikenakan pada baja dan aluminium. Sebagai imbal balik, Inggris setuju untuk membuka pasarnya lebih luas bagi etanol dan daging sapi asal Amerika Serikat.

    Nasib negara di Asia di tengah tarif Trump

    Jepang juga meneken kesepakatan pada Juli. Dalam perjanjian itu, ekspor Jepang ke Amerika Serikat, termasuk sektor otomotif yang menyumbang 30 persen dari total ekspor Jepang ke AS pada 2024, akan dikenai tarif sebesar 15 persen. Namun, tarif sebesar 50 persen untuk baja dan aluminium tetap diberlakukan. Pemerintah AS menyebut bahwa Jepang akan melakukan investasi sebesar 550 miliar dolar ke dalam perekonomian Amerika sebagai bagian dari kesepakatan.

    Sementara itu, Korea Selatan berhasil menurunkan ancaman tarif 25 persen menjadi tarif dasar 15 persen untuk semua barang ekspor mereka ke AS. Dalam pernyataannya pada Rabu (30/07), Trump menyebut bahwa Korea Selatan juga sepakat berinvestasi sebesar 350 miliar dolar (sekitar Rp5,6 kuadriliun) di berbagai proyek di Amerika, serta membeli produk energi seperti gas alam cair senilai 100 miliar dolar (sekitar Rp1,6 kuadriliun) dari AS. Selain itu, Korea Selatan juga akan menerima barang-barang asal Amerika, termasuk mobil dan hasil pertanian, tanpa mengenakan tarif masuk. Trump menegaskan bahwa kesepakatan ini menguntungkan semua pihak dan menyebutnya sebagai pencapaian besar.

    Negosiasi juga telah berhasil diselesaikan dengan beberapa negara Asia lainnya. Filipina, eksportir utama produk teknologi tinggi dan pakaian jadi, menyepakati bahwa ekspornya akan dikenai tarif sebesar 19 persen. Vietnam, yang sempat diancam dengan tarif 49 persen, berhasil menegosiasikannya menjadi 20 persen untuk produk utama seperti pakaian dan alas kaki. Meski begitu, AS tetap akan menerapkan tarif sebesar 40 persen untuk barang-barang transshipment, yakni produk dari negara ketiga yang dikirim lewat Vietnam untuk menghindari tarif tinggi. Sebaliknya, produk Amerika akan masuk ke Vietnam tanpa dikenai bea masuk.

    Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat akan dikenai tarif sebesar 19 persen, tetapi Washington menyebut bahwa hampir seluruh produk Amerika akan masuk ke pasar Indonesia tanpa tarif.

    Sementara itu, Pakistan, yang semula menghadapi ancaman tarif sebesar 29 persen sebagaimana diumumkan Trump pada 2 April, mengumumkan pada Kamis (31/07) bahwa mereka telah berhasil mencapai kesepakatan untuk menurunkan tarif tersebut. Sebagai bagian dari perjanjian, Amerika Serikat juga akan memberikan dukungan dalam pengembangan cadangan minyak nasional Pakistan.

    Cina menghadapi kasus khusus

    Cina, ekonomi terbesar kedua di dunia, menjadi kasus khusus. Washington dan Beijing saling menaikkan tarif pada produk masing-masing hingga lebih dari 100% sebelum akhirnya menurunkan sementara tarif tersebut untuk periode 90 hari. Masa jeda ini dijadwalkan berakhir pada 12 Agustus 2025.

    Cina telah mengambil sikap agresif menanggapi ancaman Trump yang sempat ingin menerapkan tarif 145% pada impor dari Cina, dengan membalas melalui tarif balasan atas produk AS serta memblokir penjualan mineral tanah jarang dan komponen penting yang digunakan oleh industri pertahanan dan teknologi tinggi AS.

    Negara-negara yang belum sepakat dengan Trump

    Brasil menjadi salah satu negara yang menghadapi tekanan. Meski Brasil mengalami defisit perdagangan dengan AS, artinya Brasil lebih banyak mengimpor ketimbang mengekspor ke AS, Presiden Trump tetap mengancam akan menerapkan tarif 50% atas produk Brasil, dengan alasan politik.

    Trump menyebut persidangan terhadap mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro sebagai “perburuan penyihir” dan menuntut agar Bolsonaro dibebaskan. Sebaliknya, Presiden Brasil saat ini, Luiz Inacio Lula da Silva, menyindir Trump dengan menyebutnya “kaisar”, dan mengatakan ia tidak takut mengkritik Trump secara terbuka.

    India juga masuk dalam daftar negara yang menghadapi sanksi dagang dari AS. Trump menuding India memiliki surplus dagang yang besar dan tetap menjalankan hubungan dagang dengan Rusia. Pada Rabu (30/07), ia mengumumkan tarif sebesar 25% untuk produk India, serta “hukuman tambahan” karena pembelian minyak dari Rusia, yang menurut Trump ikut mendanai perang di Ukraina.

    Meski begitu, Trump masih menyebut India sebagai sekutu. Di platform Truth Social, ia menulis: “India adalah teman kita,” tetapi seraya menambahkan bahwa “tarif India terhadap produk AS terlalu tinggi.”

    Kanada dan Meksiko hadapi ancaman Trump

    Dua mitra dagang utama AS di kawasan Amerika Utara, Kanada dan Meksiko, juga tidak lepas dari tekanan. Padahal, perdagangan ketiga negara ini diatur dalam perjanjian dagang USMCA yang dirundingkan Trump saat masa jabatan pertamanya.

    Awal Agustus, Trump mengancam akan menaikkan tarif atas produk Meksiko dari 25% menjadi 30%, dengan alasan kurangnya kerja sama dari pemerintahan Presiden Claudia Sheinbaum dalam mengamankan perbatasan bersama.

    Meski demikian, Trump memutuskan memperpanjang tarif yang sudah ada selama 90 hari untuk memberi waktu tambahan dalam proses negosiasi.

    Sementara itu, hubungan dagang AS-Kanada juga terguncang. Perdana Menteri Kanada Mark Carney pesimistis akan tercapai kesepakatan baru, terutama setelah Trump mengancam tarif 35% terhadap semua barang Kanada yang tidak tercakup dalam USMCA.

    Trump telah lebih dulu mengenakan tarif 25% atas mobil dan suku cadangnya pada Maret, disusul tarif 50% untuk baja dan aluminium pada Juni. Tarif 35% baru akan berlaku untuk semua produk lainnya dari Kanada.

    Artikel ini pertama kali terbit bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Hani Anggraini

    Tonton juga video “Trump Bahas Negosiasi Tarif dengan India, Singgung Keanggotaan BRICS” di sini:

    (ita/ita)

  • Upload Foto Makanan Ternyata Bisa Dapat Uang Lewat Aplikasi Ini

    Upload Foto Makanan Ternyata Bisa Dapat Uang Lewat Aplikasi Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Raksasa transportasi online, Uber, sempat beroperasi di Indonesia. Namun, Uber memutuskan hengkang dan menjual operasionalnya di Asia Tenggara ke Grab pada 2018 silam.

    Sejak saat itu, Uber lebih fokus berinovasi di pasar-pasar utamanya. Belakangan, Uber makin gencar mengembangkan taksi otomatis (robotaxi) tanpa sopir, hingga menggenjot penerapan teknologi kecerdasan buatan (AI) pada layanannya.

    Terbaru, Uber juga menelurkan program yang memungkinkan pengguna meraup penghasilan. Caranya mudah, hanya tinggal mengunggah foto makanan yang dipesan dari Uber saat meninggalkan review makanan.

    Sebagai catatan, foto tersebut khusus untuk restoran yang tak mematrikan foto pada menunya. Pengguna bisa memilih opsi ‘tambahkan foto’ pada layar rating pemesanan usai menerima pesanan.

    Jika foto yang diunggah terpublikasikan, maka pengguna Uber bisa mendapatkan pembayaran berupa kredit di dalam aplikasi. Program ini berlaku untuk pengguna di AS, Inggris, Kanada, dan Meksiko.

    Sejauh ini, layanan transportasi online yang ada di Indonesia belum ada yang memiliki inovasi serupa Uber.

    Selain program pemberian uang ke pengguna, Uber Eats juga memanfaatkan AI-generatif untuk membuat foto menu pada mitra restoran. Penggunaan AI ini membantu pebisnis untuk mempromosikan menu mereka ke pengguna.

    Selain membuat foto menu, AI juga bisa dimanfaatkan pebisnis untuk menyisipkan deskripsi menu, rangkuman review, serta tool chat secara live.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kanada Kecewa Trump Naikkan Tarif Usai Pengumuman Akui Negara Palestina

    Kanada Kecewa Trump Naikkan Tarif Usai Pengumuman Akui Negara Palestina

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Kanada Mark Carney mengatakan bahwa pemerintahnya “kecewa” dengan keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menaikkan tarif AS atas barang-barang Kanada menjadi 35 persen.

    Sebelumnya, Trump telah memperingatkan konsekuensi perdagangan bagi Kanada setelah Carney mengumumkan rencana untuk mengakui negara Palestina di Majelis Umum PBB pada bulan September mendatang.

    Dilansir kantor berita AFP, Jumat (1/8/2025), dalam sebuah perintah eksekutif, Trump menaikkan tarif dari 25 persen menjadi 35 persen.

    Namun, sebagian besar produk yang tercakup dalam Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada 2020 tetap dibebaskan dari tarif tersebut.

    “Pemerintah Kanada kecewa dengan tindakan ini,” kata Carney dalam sebuah pernyataan.

    Dalam perintah eksekutif Trump disebutkan tentang kegagalan Kanada untuk “bekerja sama dalam mengendalikan banjir fentanil dan obat-obatan terlarang lainnya yang terus berlanjut” serta “balasan” Kanada terhadap tindakannya.

    Carney pun menguraikan upaya pemerintah Kanada untuk menindak fentanil dan meningkatkan keamanan perbatasan.

    “Kanada hanya menyumbang satu persen dari impor fentanil AS dan telah bekerja secara intensif untuk mengurangi volume ini lebih lanjut,” kata Carney.

    Ottawa tetap berkomitmen pada Perjanjian Kanada-AS-Meksiko (CUSMA), kata perdana menteri Kanada itu.

    “Penerapan CUSMA oleh AS berarti bahwa tarif rata-rata AS untuk barang-barang Kanada tetap menjadi salah satu yang terendah untuk semua mitra dagangnya,” katanya.

    “Sektor-sektor lain dari ekonomi kita – termasuk kayu, baja, aluminium, dan otomotif -, bagaimanapun, sangat terdampak oleh bea dan tarif AS,” cetusnya.

    Sebelumnya, Carney mengumumkan rencana pemerintahnya untuk mengakui negara Palestina, seiring meningkatnya kemarahan di antara sekutu-sekutu Israel atas situasi kemanusiaan di Gaza. Ini disampaikan setelah deklarasi serupa oleh sesama negara G7: Prancis dan Inggris.

    Carney mengatakan langkah tersebut diperlukan untuk menjaga harapan solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina, tujuan lama Kanada yang “terkikis di depan mata kita.”

    “Kanada bermaksud untuk mengakui Negara Palestina pada Sidang ke-80 Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan September 2025,” kata Carney, dilansir kantor berita AFP.

    Hal ini menjadikan Kanada negara ketiga, setelah pengumuman terbaru oleh Prancis dan Inggris, yang akan mengakui negara Palestina pada bulan September mendatang.

    Tonton juga video “Trump Ancam Kanada yang Akan Akui Palestina dengan Tarif Dagang” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Donald Trump Kenakan Tarif Impor Kanada jadi 35%, Negara Lain Bisa Kena 40% – Page 3

    Donald Trump Kenakan Tarif Impor Kanada jadi 35%, Negara Lain Bisa Kena 40% – Page 3

    Dokumen resmi yang dirilis Gedung Putih pada Kamis mengonfirmasi sejumlah rincian dari kesepakatan terbaru dengan mitra dagang utama Amerika Serikat. Di antaranya, tarif sebesar 15% akan dikenakan terhadap Uni Eropa, Korea Selatan, dan Jepang.

    Negara-negara Asia Tenggara juga termasuk dalam daftar, dengan tarif antara 19% hingga 20% yang akan segera diberlakukan. Sementara itu, tarif untuk Inggris tetap di angka 10% tanpa perubahan.

    Keputusan Kamis ini sempat tertunda oleh satu perubahan besar, yaitu penangguhan selama 90 hari atas tarif baru terhadap Meksiko. Presiden Trump menyatakan bahwa tarif tetap dipertahankan di 25% setelah melakukan “pembicaraan telepon yang sangat sukses” dengan pihak Meksiko.

    Puluhan mitra dagang yang lebih kecil juga mengalami kenaikan tarif dari 10% menjadi 15%, termasuk beberapa negara yang sebelumnya tidak disebutkan dalam pengumuman Selasa.

    Namun, sejumlah negara yang saat ini mencatat surplus perdagangan dengan AS dikecualikan dari kenaikan tarif. Mereka akan tetap dikenai tarif 10%, sebuah keputusan yang mengejutkan, mengingat pernyataan Trump sebelumnya yang menyiratkan bahwa 15% akan menjadi ambang batas minimum baru.

    Perintah pada Kamis itu juga menyoroti masalah transshipping atau praktik pengalihan barang melalui negara ketiga untuk menghindari bea masuk. Pemerintah mengancam tarif tambahan sebesar 40% untuk barang-barang yang dianggap sebagai hasil transshipping, meskipun definisi rinci soal pelanggaran ini belum dijelaskan lebih lanjut.

    Pengumuman ini muncul di tengah kebijakan tarif 50% atas tembaga yang sudah lebih dulu diumumkan dan akan berlaku mulai tengah malam nanti, bersamaan dengan tarif baru terhadap Kanada.

    Adapun Brasil juga menjadi target kebijakan tarif tinggi. Tarif 50% terhadap negara tersebut akan berlaku lebih cepat, satu hari lebih awal, karena perintah eksekutifnya dihitung berdasarkan jadwal tujuh hari yang dimulai sejak Rabu lalu.

     

  • Ramai-ramai Tinggalkan China Kabur ke Tetangga RI

    Ramai-ramai Tinggalkan China Kabur ke Tetangga RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – China mulai ditinggalkan industri manufaktur global. Mulai dari raksasa teknologi, produsen elektronik hingga perusahaan tambang kripto kini ramai-ramai memindahkan produksi mereka ke negara-negara lain demi menghindari tarif tinggi Amerika Serikat (AS) dan risiko ketegangan geopolitik.

    Salah satunya adalah Logitech. Perusahaan teknologi asal Swiss-AS ini tengah mempercepat relokasi pabriknya dari China ke Malaysia, Meksiko, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.

    CEO Logitech, Hanneke Faber, menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk mengurangi dampak tarif AS hingga 30% atas produk-produk seperti keyboard dan mouse buatan China.

    “Saat ini kami sudah sedikit lebih baik dari 30%. Kami berada di jalur yang tepat,” kata Faber, dikutip dari Reuters, Kamis (31/7/2025).

    Ia juga memastikan tak ada lonjakan biaya signifikan akibat relokasi, bahkan Logitech menaikkan harga produknya di AS sebesar 10% untuk menyesuaikan tarif.

    Fenomena serupa terjadi di industri smartphone. Untuk pertama kalinya, India berhasil menggeser dominasi China sebagai eksportir ponsel terbesar ke AS. Data Canalys menunjukkan pada kuartal II 2025, 44% impor smartphone AS berasal dari India, melonjak drastis dari hanya 13% tahun lalu. Sebaliknya, ponsel buatan China turun drastis ke 25%, bahkan disalip oleh Vietnam (30%).

    Lonjakan India tak lepas dari langkah strategis Apple yang mulai merakit sejumlah model iPhone 16 Pro di negara tersebut. Apple dikabarkan berambisi memproduksi seperempat total iPhone-nya di India. Samsung dan Motorola pun mulai mengikuti langkah serupa, meskipun dengan kecepatan lebih lambat.

    Di sektor kripto, produsen alat tambang Bitcoin asal China seperti Bitmain, Canaan, dan MicroBT juga turut memindahkan pabrik mereka ke Amerika Serikat. Perusahaan-perusahaan ini yang sebelumnya memproduksi 90% rig penambangan global, kini membangun lini perakitan di AS guna menghindari tarif baru yang dikenakan Trump sebesar 20%.

    Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa peta manufaktur dunia sedang bergeser, dari dominasi China menuju negara-negara Asia Selatan, Asia Tenggara, dan bahkan AS sendiri.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Suara Negara-negara Arab Kecam Hamas untuk Pertama Kalinya

    Suara Negara-negara Arab Kecam Hamas untuk Pertama Kalinya

    Gaza

    Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab mengecam kelompok militan Palestina, Hamas. Negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

    Negara-negara Arab yang dimaksud sebut saja Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, dan Turki. Mereka menandatangani deklarasi bersama dan menyerukan Hamas untuk melucuti persenjataannya, membebaskan semua sandera yang ditawan dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.

    Dilansir Newsweek, Kamis (31/7/2025), sebanyak 17 negara, ditambah Liga Arab yang beranggotakan 22 negara dan seluruh Uni Eropa, mendukung deklarasi yang disepakati pada konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang menghidupkan kembali solusi dua negara bagi Israel dan Palestina.

    “Deklarasi New York” tersebut menetapkan rencana bertahap untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung hampir delapan dekade dan perang yang sedang berlangsung di Gaza. Rencana tersebut akan berpuncak pada Palestina yang merdeka, hidup berdampingan secara damai dengan Israel, dan pada akhirnya integrasi mereka ke dalam kawasan Timur Tengah yang lebih luas.

    Foto: Korban tewas akibat serangan Israel di Gaza (AFP/OMAR AL-QATTAA)

    “Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,” demikian isi deklarasi tersebut.

    “Kami mengutuk serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober,” tambah deklarasi tersebut. “Kami juga mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil di Gaza dan infrastruktur sipil, pengepungan, dan kelaparan, yang telah mengakibatkan bencana kemanusiaan yang dahsyat dan krisis perlindungan,” imbuh deklarasi tersebut.

    Deklarasi tersebut juga mengutuk serangan mematikan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang, yang memicu perang di Gaza. Ini menandai kecaman pertama oleh hampir semua negara Arab atas serangan Hamas tersebut.

    Deklarasi tersebut juga mengutuk serangan Israel di Gaza yang menewaskan warga sipil, menyerukan Israel untuk meninggalkan banyak kebijakannya selama perang dan setelahnya, termasuk pembatasan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, pemerintahan militer dan pembangunan permukiman di Tepi Barat, kegagalannya mencegah tindak kekerasan para pemukim terhadap warga Palestina, dan dugaan perubahan status quo di Yerusalem.

    Warga Palestina tinggal di rumah-rumah yang sudah hancur karena serangan Israel. Foto: REUTERS/Ramadan Abed

    Deklarasi tersebut juga menyerukan kemungkinan pengerahan pasukan asing untuk menstabilkan Gaza setelah berakhirnya perang.

    Siapa yang mempelopori deklarasi ini? ternyata adalah Prancis dan Arab Saudi. Kedua negara yang menjadi ketua konferensi internasional itu, menyebut deklarasi tersebut “bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya.” Prancis pun menyerukan negara-negara anggota PBB untuk mendukung deklarasi yang menguraikan langkah-langkah konkret menuju implementasi solusi dua negara itu.

    “Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Timur Tengah mengutuk Hamas, mengutuk 7 Oktober, menyerukan perlucutan senjata Hamas, menyerukan pengucilannya dari pemerintahan Palestina, dan dengan jelas menyatakan niat mereka untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di masa mendatang,” kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot.

    Namun, meskipun deklarasi tersebut mencakup janji umum untuk “integrasi regional penuh” dan “langkah-langkah konkret dalam mempromosikan pengakuan bersama, koeksistensi damai, dan kerja sama di antara semua negara di kawasan,” deklarasi tersebut tidak memuat niat eksplisit dari para penandatangan untuk membangun hubungan diplomatik penuh dengan Israel.

    Deklarasi yang dipelopori oleh Prancis dan Arab Saudi ini ditandatangani oleh Liga Arab, Uni Eropa, Mesir, Qatar, Yordania, Turki, Indonesia, Inggris, Kanada, Irlandia, Spanyol, Italia, Jepang, Brasil, Meksiko, Norwegia, dan Senegal.

    Halaman 2 dari 3

    (isa/isa)

  • Melawan Merkantilisme Ala Donald Trump

    Melawan Merkantilisme Ala Donald Trump

    Jakarta

    Dany Rodrick seorang guru besar dan ekonom terkenal dari International Political Economy at Harvard Kennedy School, dalam tulisannya di Project Syndicate tanggal 7 Mei 2025, berjudul “Mercantilism Isn’t All Bad, but Trump’s Version Is the Worst”.

    Rodrick barangkali sedang menumpahkan kekesalannya terhadap Trump, dengan lugas ia mengupas tetang buruknya kebijakan perdagangan yang sedang dijalankan oleh Presiden Donald Trump. Merkantilisme yang dijalankannya mengandung semua kelemahan terburuknya.

    Merkantilisme adalah sebuah paham ekonomi yang muncul di benua Eropa pada pada abad ke-16 hingga abad ke-18, sebelum lahirnya teori ekonomi dan perdagangan modern yang dipelopori oleh Adam Smith (1790) dan David Ricardo (1823). Kata “Merkantilisme” sendiri berasal dari kata Merchant yang mempunyai makna penjual atau pedagang. Gagasan awal Merkantilisme dikenalkan oleh seorang filsuf Perancis Jean Bodin (1596). Dengan bertambahnya uang dari perdagangan luar negeri dapat menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang.

    Dalam perkembangannya, para pemikir merkantilisme mengharuskan setiap negara yang ingin maju, harus melakukan kegiatan perdagangan internasional dengan negara lain. Mereka berkeyakinan, kalau sumber kekayaan suatu negara adalah hasil dari perdagangan luar negeri. Menjadikan uang sebagai surplus perdagangan sekaligus untuk mempertahankan kekuasaan. Pada akhirnya, merkantilisme melahirkan kebijakan proteksionisme untuk mempertahankan neraca perdagangan luar negeri yang menguntungkan.

    Senada dengan itu, Trump dalam setiap pidatonya selalu menyatakan bahwa defisit perdagangan telah mendera perekonomian Amerika Serikat selama bertahun-tahun, menyebabkan kerugian besar bagi perekonomian Amerika, dan harus segera diakhiri. Trump berkeyakinan bahwa, kebijakan tarif adalah jalan keluar untuk membantu Amerika keluar dari permasalahannya, menggunakan tarif sebagai landasan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja, mengurangi defisit anggaran negara, menurunkan harga makanan.

    Pandangan Trump terhadap defisit perdagangan dalam konteks perekonomian modern bisa dikatakan tidak lagi sesuai dengan perkembangan ekonomi global. Defisit perdagangan yang menunjukkan kerugian ekonomi mencerminkan pemikiran merkantilisme. Walau begitu, kebijakan Tarif Trump tetaplah berjalan sesuai keinginannya. Dimulai pada 1 Februari 2025, Trump menyatakan national emergency terhadap narkoba dan menggunakan alasan tersebut untuk mengimplementasikan 25% tarif ke Kanada dan Meksiko dan 10% tarif ke China.

    Tarif trump terus berlanjut, mulai menyasar banyak negara. Pada tanggal 2 April 2025, atau yang disebut sebagai Liberation Day, Trump mengeluarkan 2 tarif utamanya, Universal dan Reciprocal tariff. Tarif pertama akan memberlakukan bea masuk sebesar 10% untuk seluruh barang impor dari semua negara di dunia. Sementara itu, untuk reciprocal tariff, AS akan mengenakan bea masuk kepada 60 negara yang selama ini telah membuat Amerika mengalami defisit perdagangan.

    Kebijakan tersebut telah menimbulkan ke gaduhan bagi negara yang terkena dampak tarif yang tinggi. China melakukan retaliasi, yaitu melakukan pembalasan dengan mengenakan tarif impor tambahan pada barang-barang dari AS sebagai respons terhadap tarif impor yang dikenakan oleh AS pada barang-barang China. Sedangkan banyak negara termasuk Indonesia, memilih jalan untuk melakukan negoisasi dengan Pemerintah Amerika Serikat.

    Melawan Merkantilisme ala Donald Trump

    Pilihan untuk melakukan negoisasi yang diambil Pemerintah Indonesia terhadap kebijakan tarif Trump, tentunya bisa dipahami sebagai kebutuhan jangka pendek, untuk menyelamatkan ekspor Indonesia ke Amerika serikat serta surplus neraca perdagangan. Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencapai angka 8% dari total ekspor Indonesia, tapi kontribusinya mencapai 45 persen terhadap total surplus neraca perdagangan. Kebijakan negoisasi menjadi kebijakan paling aman yang bisa ditempuh.

    Setelah negosiasi selama sekitar tiga bulan penuh yang ujungnya melibatkan langsung Presiden Prabowo, akhirnya Presiden Donald Trump sepakat menurunkan besaran tarif impor resiprokal atas produk-produk Indonesia yang masuk ke AS. Tarif dipangkas dari 32 persen menjadi 19 persen. Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia juga diharuskan membeli produk energi dari AS senilai 15 miliar dollar AS, produk pertanian senilai 4,5 miliar dollar AS, dan 50 pesawat produk Boeing 777.

    Kebijakan merkantilisme ala Trump yang diterapkan oleh Amerika, merubah tata kelola perdagangan global dari yang bersifat multilateral menjadi unilateral, mengabaikan peran WTO sebagai regulator utama perdagangan internasional. Kondisi ini memunculkan kembagi gagasan paham Autarki ekonomi, sebuah negara harus mampu berkembangan secara mandiri, memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bergantung pada negara lain. Indonesia memiliki modal yang kuat untuk bisa mengantisipasi kebijakan “Koboi” merkantilisme yang sedang dijalankan oleh Trump.

    Pertama, sebagai negara yang memiliki sumber daya alam melimpah sudah sepatutnya memiliki kemampuan untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya secara mandiri, tanpa harus bergantung pada negara lain. Dengan kata lain, Kebijakan swasembada pangan selalu menjadi target pembangunan yang hendak dicapai, semenjak Pemerintahan orde baru. Bahkan Presiden Prabowo menargetkan tidak hanya swasembada pangan tapi juga energi. Sehingga kita bisa mencukupi kebutuhan pangan dan energi dalam negeri secara mandiri.

    Kedua, pilihan kebijakan hilirisasi di Indonesia sudah tepat. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dari sumber daya alam dengan mengolahnya menjadi produk yang lebih bernilai sebelum diekspor. Hilirisasi diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah, mendorong pertumbuhan industri manufaktur, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan negara. Tumbuhnya industri dalam negari akan memperkuat kebijakan subsitusi impor. memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Ketiga, Pentingnya langkah diversifikasi hubungan perdagangan Indonesia dengan berbagai negara mitra penting untuk dilanjutkan. Starategi ini sebagai upaya untuk memperluas cakupan perdagangan dan investasi internasional jangka panjang di tengah lanskap global yang penuh ketidakpastian. Pemerintah perlu terus mengoptimalkan kerja sama internasional melalui berbagai forum ekonomi besar seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU CEPA). Selain itu, mengoptimalkan peran BRICS sebagai aliansi strategis negara-negara di luar blok ekonomi tradisional, untuk mendorong reformasi tata kelola global yang lebih inklusif.

    Di akhir tulisannya, Rodick menulis, kebijakan tarif Trump yang kacau dan tidak terorganisir tidak banyak membantu meningkatkan investasi penting dan strategis di Amerika Serikat. Merkantilismenya tidak akan bermanfaat karena justru merupakan kelemahan terburuk yang dimilikinya. Jadi sesungguhnya Indonesia memiliki modal yang kuat dan kesempatan untuk mengantisipasi buruknya praktek Merkantilisme yang sedang dijalankan oleh Trump.

    Oleh: Handi Risza
    Wakil Rektor Universitas Paramadina

    Lihat juga Video Trump Ancam Kanada yang Akan Akui Palestina dengan Tarif Dagang

    (hns/hns)

  • Pertama Kali Negara-negara Arab Kecam Hamas, Dipelopori Prancis-Saudi

    Pertama Kali Negara-negara Arab Kecam Hamas, Dipelopori Prancis-Saudi

    Jakarta

    Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Muslim, termasuk Arab Saudi, Qatar, Mesir, Yordania, dan Turki, kompak mengutuk serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Mereka juga menyerukan kelompok militan Palestina tersebut untuk melucuti persenjataannya dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza.

    Dilansir The Independent, Kamis (31/7/2025), deklarasi yang dikeluarkan dalam konferensi internasional di Markas PBB di New York pada Selasa (29/7) waktu AS tersebut, menandai kecaman pertama terhadap kelompok Hamas dari negara-negara Arab.

    Prancis, yang bersama Arab Saudi, menjadi ketua konferensi internasional itu, menyebut deklarasi tersebut “bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya.” Prancis pun menyerukan negara-negara anggota PBB untuk mendukung deklarasi yang menguraikan langkah-langkah konkret menuju implementasi solusi dua negara itu.

    “Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Timur Tengah mengutuk Hamas, mengutuk 7 Oktober, menyerukan perlucutan senjata Hamas, menyerukan pengucilannya dari pemerintahan Palestina, dan dengan jelas menyatakan niat mereka untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di masa mendatang,” kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot.

    Namun, meskipun deklarasi tersebut mencakup janji umum untuk “integrasi regional penuh” dan “langkah-langkah konkret dalam mempromosikan pengakuan bersama, koeksistensi damai, dan kerja sama di antara semua negara di kawasan,” deklarasi tersebut tidak memuat niat eksplisit dari para penandatangan untuk membangun hubungan diplomatik penuh dengan Israel.

    Deklarasi yang dipelopori oleh Prancis dan Arab Saudi ini ditandatangani oleh Liga Arab, Uni Eropa, Mesir, Qatar, Yordania, Turki, Indonesia, Inggris, Kanada, Irlandia, Spanyol, Italia, Jepang, Brasil, Meksiko, Norwegia, dan Senegal.

    Langkah pertama yang diuraikan dalam deklarasi tersebut adalah mengakhiri perang 22 bulan antara Israel dan Hamas.

    “Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,” demikian bunyi deklarasi tersebut.

    “Setelah gencatan senjata, sebuah komite administratif transisi harus segera dibentuk untuk beroperasi di Gaza di bawah naungan Otoritas Palestina,” bunyi deklarasi tersebut.

    “Kami mengutuk serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober,” tambah deklarasi tersebut. “Kami juga mengutuk serangan Israel terhadap warga sipil di Gaza dan infrastruktur sipil, pengepungan, dan kelaparan, yang telah mengakibatkan bencana kemanusiaan yang dahsyat dan krisis perlindungan,” imbuh deklarasi tersebut.

    Deklarasi tersebut mendukung pengerahan misi stabilisasi internasional sementara, yang diamanatkan oleh Dewan Keamanan PBB, dan menyambut baik “kesiapan yang diungkapkan oleh beberapa negara anggota untuk menyumbangkan pasukan.”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)